Transformasi Gerakan Aceh Merdeka1 Anton Aliabbas
Pengantar
Lebih dari dua tahun sudah Nota Kesepahaman Damai antara pemerintah Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ditandatangani di Helsinki. Perjanjian ini tidak hanya membawa angin perubahan untuk konflik menahun di bumi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tetapi juga bagi organisasi GAM sendiri. Perjanjian itu tidak hanya sekadar mengharuskan GAM untuk meletakkan senjata. GAM kemudian harus memikirkan bentuk strategi baru dalam meneruskan “perjuangan”. Tulisan ini mencoba memotret perubahan yang terjadi dalam tubuh GAM. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menggambarkan dan menganalisis transformasi GAM dari gerakan bersenjata menjadi sebuah pergerakan politik dan pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Tulisan ini akan dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama akan menjelaskan proses transformasi politik GAM. Pada bagian ini, perjalanan GAM dalam pemilihan kepala daerah di NAD pada tahun 2006 lalu dan kemungkinan bergabung menjadi anggota TNI/Polri. Bagian kedua akan menjelaskan secara khusus mengenai dinamika internal dalam tubuh gerakan yang dipimpin Hasan Tiro ini. Friksi yang terjadi antara kelompok muda dan kelompok tua akan dijelaskan dalam bagian ini. Setelah itu, pada bagian ketiga akan dipaparkan mengenai transformasi ekonomi dalam tubuh GAM. Kesiapan GAM dalam menjalankan butir kesepakatan Helsinki mengenai masalah ekonomi akan dituangkan dalam sub bab ini. Terakhir, tulisan ini akan ditutup dengan analisis terhadap ketiga topik di atas dan mencoba memprediksi apa yang akan dihadapi GAM ke depan termasuk merespon pertanyaan kunci “apakah keinginan merdeka masih tetap ada atau tidak”.
1
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dino F Umahuk, Program Officer Peace Building SSPDA (Strengthening Sustainable Peace and Development in Aceh) Bappenas, yang telah memberi banyak informasi dan data mengenai dinamika internal dan proses reintegrasi GAM pasca Kesepakatan Damai Helsinki. Artikel ini dipublikasikan di Ikrar Nusa Bhakti (ed), 2008, Beranda Perdamaian Aceh Tiga Tahun Pasca MoU Helsinki, P2P-LIPI dan Pustaka Pelajar, Jakarta & Yogyakarta, halaman 135-174.
1
A.
Transformasi Politik
Secara teoretik, transformasi adalah sebuah proses yang membawa sebuah perubahan fundamental untuk mengganti sebuah keadaan status quo menjadi yang lebih baik.2 Transformasi tidak hanya mencakup kebijakan, institusi dan proses, tetapi juga nilai dan sikap yang didukung juga dengan adanya perubahan lingkungan. MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 lalu tidak hanya membuat perubahan secara fundamental terhadap kondisi perdamaian dan konflik yang terjadi di Aceh tetapi juga telah ‘memaksa’ GAM untuk melakukan transformasi. Salah satu transformasi yang terjadi adalah transformasi dalam bidang politik. Dalam periode dua tahun pascapenandatanganan kesepakatan damai, setidaknya ada dua peristiwa penting yang akan dikaji dalam tulisan ini yang terkait dalam sebuah proses perubahan politik. Pada sub bab pertama akan disinggung mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang memperebutkan kursi gubernur dan 19 kursi bupati/walikota3 se-NAD pada 11 Desember 2006. Peristiwa ini menjadi krusial karena mantan GAM4 berhasil menguasai kursi gubernur dan 8 posisi bupati/walikota.5 Pada bagian kedua, kemungkinan adanya anggota GAM yang akan bergabung menjadi anggota TNI/Polri. Meski di atas kertas masalah ini dapat di atasi, tetapi pada praktiknya ada sejumlah hambatan. Bagaimana peluang mantan anggota GAM bergabung ke TNI/Polri akan diulas dalam sub bab ini.
Politik Pilkada
2
Symphorosa Wilibald Rembe, The Politics Of Transformation In South Africa: An Evaluation Of Education Policies And Their Implementation With Particular Reference To The Eastern Cape Province, Disertasi Doktor, (Rhodes University, 2005), hlm 34. 3 NAD menaungi 21 kabupaten/kota namun hanya 19 kabupaten/kota yang menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 11 Desember 2006. Kabupaten Aceh Selatan dan Bireun yang belum menggelar pemilihan bupati karena masa tugas belum berakhir. 4 Untuk mengetahui bagaimana GAM sebelum Helsinki baca Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi, Harapan an Impian, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001) dan Kirsten E Schulze, The Free Aceh Movement (GAM): Anatomy of a Separatist Organization, Policy Studies 2, (Washington D.C: East-West Center, 2004) 5 Edward Aspinnal, Guerillas in Power, http://insideindonesia.org/content/view/616/47/ diakses tanggal 29 November 2007.
2
Pilkada langsung yang digelar di propinsi ujung barat Pulau Sumatera ini adalah pertama kalinya di Indonesia. Pilkada digelar serentak dengan pemilihan bupati/walikota di hampir seluruh daerah. Dengan kata lain, Aceh adalah contoh ketika pemilihan gubernur, walikota dan bupati dipilih secara bersamaan, sehingga adalah wajar jika kemudian tensi politik yang terjadi di Aceh menjadi sangat tinggi. Pertarungan perebutan 20 kursi kepala daerah di Aceh pada 11 Desember 2006 lalu jelas menunjukkan bagaimana kiprah pertama GAM dalam perpolitikan Indonesia pasca Perjanjian Helsinki. Dari 20 jabatan, GAM berhasil mendapatkan 9 posisi kepala daerah yakni 1 posisi gubernur dan 8 kursi bupati/walikota.6 Keinginan untuk duduk dalam kursi eksekutif terlihat sejak awal tahun 2006. Mantan juru bicara GAM Bakhtiar Abdullah mengatakan : “Kami ingin merebut peluang itu (pilkada) untuk membangun demokrasi yang lebih
bersih di Aceh.”7
Mendasari keinginan itu, GAM menyiapkan kursus singkat pendidikan politik bagi mantan kombatan. Kegiatan ini melibatkan sejumlah pakar politik dari berbagai negara yang diselenggarakan selama tiga minggu di Kuala Lumpur, Banda Aceh dan Swedia.8 Mantan kombatan yang dipersiapkan menjadi kandidat adalah mantan panglima wilayah dan intelektual. Materi yang diberikan dalam pelatihan antara lain kepemimpinan, pemantauan pemilu, dan strategi kampanye. GAM menargetkan ada figur-figur politisi yang muncul dari pendidikan ini. Seperti yang diucapkan Bakhtiar : “Kita berharap agar pemimpin partai yang akan kita bentuk berasal dari mantan TNA (Tentara Nasional Aceh). Merekalah yang kita siapkan kelak untuk memimpin demokrasi di Aceh ini.”9 Menghadirkan keberadaan calon independen dalam Pilkada Aceh bukan suatu hal yang mudah. Pembahasan mengenai pasal ini dalam RUU Pemerintahan Aceh (RUU PA) cukup alot. Dalam draf awal yang dipersiapkan DPRD dan Pemprov NAD, klausul calon independen tercantum jelas.10
Namun, ide ini tidak disambut
6
Ibid. Didik, Obsesi Merebut Posisi Eksekutif, Majalah Acehkita Edisi Januari 2006, hlm 16. 8 Dalam melaksanakan Training for Trainer, GAM menggandeng The Olof Palme Center, organisasi yang berpusat di Stockholm, Swedia bergerak dalam isu demokrasi, politik dan keamanan. Pakar politik Indonesia dari Deakin University, Damien Kingsbury, menjadi koordinator tim pakar yang terlibat dalam penyiapan kader GAM. Damien sebelumnya adalah penasihat GAM selama proses perundingan damai. Lebih lanjut lihat Tim Acehkita, Membidik Peluang Menata Demokrasi, Majalah Acehkita Edisi Januari 2006, hlm 8-10. 9 Ibid. 10 Dalam draf versi DPRD dan Pemprov NAD, calon independen sedikitnya memiliki dukungan 3 persen pemilih yang dibuktikan dengan KTP. Kontroversi seputar pembahasan calon independen dalam RUU PA dapat dilihat di Majalah Acehkita Edisi Maret dan Mei 2006. 7
3
pemerintah pusat. Dalam draf yang disiapkan tim ahli Departemen Dalam Negeri, kandidat yang berhak maju dalam pilkada NAD hanya mereka yang diajukan secara resmi oleh partai yang ada. Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra berdalih pemerintah tidak merasa berkewajiban untuk menyantumkan aturan calon independen dalam pilkada karena masalah tersebut tidak tercantum dalam MoU Helsinki.11 Penolakan adanya calon independen juga bergulir di DPR. Sejumlah fraksi di parlemen menyatakan ketidaksetujuan dengan adanya calon selain yang diajukan partai. Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) yang sedari awal menolak kesepakatan damai mendapat tambahan “kekuatan” dalam mengkritisi pasal RUU PA. Bersama dengan sejumlah anggota Fraksi PAN12, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa, mereka menolak poin calon independen.13 Kekhawatiran apabila pintu independen dibuka maka pilkada akan berujung pada referendum kemerdekaan pun muncul.14 Badan Intelijen Negara (BIN) juga meyakini calon independen adalah pintu masuk bagi GAM yang kemudian diikuti dengan pembentukan partai lokal untuk mengontrol “wilayah strategis” dan tetap memperjuangkan kemerdekaan.15 Menhan Juwono Sudarsono juga menyatakan GAM masih tetap melancarkan propaganda untuk mendiskreditkan pemerintah pusat.16 Setelah melalui proses yang panjang, butir calon independen tercantum dalam naskah UU PA.17
Meski masih dilanda ketidakjelasan mengenai peluang calon independen, GAM tetap mempersiapkan diri menghadapi pilkada. GAM menggelar rapat akbar
11
Dalam MoU Helsinki, masalah calon independen tidak disebut secara eksplisit. Dalam butir 1.2.2 hanya tertulis “Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan memiliki hak menentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan selanjutnya”. Dengan tidak adanya kewajiban yang tercantum secara eksplisit ini, pemerintah berargumen keberadaan calon independen menjadi bukan suatu keharusan. 12 AM Fatwa dan Djoko Susilo adalah anggota FPAN yang menolak klausul calon independen. Mereka berpendapat GAM hendaknya berafiliasi dengan calon dari partai untuk maju dalam pilkada. Lebih lanjut lihat Aiyub Syah dan Achmad, Setelah Calon Independen Terjegal, Majalah Acehkita Edisi Maret 2006, hlm 8-10. 13 Ibid. 14 ICG Report No 48, Aceh: Now for the Hard Part, 29 Maret 2006, Jakarta/Brussel, 2006. 15 Ibid. 16 Lihat Kompas Edisi 7 Maret 2006. 17 Untuk melaju sebagai calon independen dalam pemilihan gubernur, pasangan calon harus mendapat dukungan sedikitnya 3 persen dari jumlah penduduk yang tersebar lebih dari 50% kabupaten/kota atau sekitar 120.000 penduduk yang dibuktikan dengan fotokopi KTP. Lihat UU No. 11/2006 dan Qanun 3/2006.
4
“Duek Pakat Bangsa Aceh Sigom Donja”.18 Karena rapat tersebut tidak bisa memutuskan secara aklamasi, calon yang diusung dalam pilkada, pilihan mekanisme voting diambil. Hasilnya, Teungku Nashiruddin bin Ahmad19 unggul 5 suara dari kandidat Hasbi Abdullah20 yang hanya memperoleh 34 suara dalam pemilihan bakal calon gubernur. Sedangkan Muhammad Nazar memenangi pemilihan bakal calon wakil gubernur yang akan diusung GAM dengan 31 suara, berada di atas Humam Hamid yang hanya mendapat 24 suara.21 Keputusan ini mengejutkan banyak pihak dalam tubuh GAM. Hasbi yang sejak awal diusung menjadi kandidat gubernur kalah dalam penyaringan di tingkat internal oleh Nashiruddin yang tidak pernah hadir dalam rapat.22 Musyawarah ini kemudian tidak menetapkan keputusan mengenai kandidat yang akan dicalonkan. Akhirnya Humam Hamid berpasangan dengan Hasbi Abdullah dengan mendapat restu dari Komite Peralihan Aceh (KPA)23 dan menggunakan kendaraan PPP. Irwandi Yusuf yang kemudian muncul sebagai calon gubernur berpasangan dengan Nazar melalui jalur independen dalam pilkada dengan mendapat dukungan penuh dari SIRA (Sentra Informasi Referendum Aceh)24 (kisruh pencalonan ini diulas mendalam pada sub bab Dinamika Internal).
Sejumlah pihak menyangsikan calon yang berasal dari GAM dalam pilkada terutama mengenai peluang memenangi pemilihan gubernur. Jajak pendapat yang 18
Musyawarah besar ini digelar di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada 19-22 Mei 2006. Pertemuan ini disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam sejarah GAM. Hadir dalam rapat itu, utusan dari setiap wilayah di Aceh yang terdiri dari 4 orang yakni Panglima Wilayah, Gubernur, kombatan dan politisi; perwakilan GAM di Jakarta, Medan dan Surabaya; perwakilan Inong Balee; serta beberapa wakil GAM di beberapa negara seperti Denmark, Swedia, Amerika Serikat, Australia dan Malaysia. Lihat Majalah Acehkita Edisi Juni 2006. 19 Nashiruddin Ahmad (54) adalah salah satu negosiator asal Bireun dalam perundingan CoHA (Cessation of Hostilities Agreement). Ia juga terkenal sebagai pebisnis yang memiliki usaha pembuatan batu bata dan bisnis Multi Level Marketing. 20 Hasbi adalah adik kandung dari tokoh senior GAM, Zaini Abdullah. Hasbi tercatat sebagai dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Di era Orde Baru, Hasbi divonis bersalah dan dihukum 14 tahun karena terlibat perjuangan GAM. Namun, baru delapan tahun menjalani hukuman, ia dibebaskan Presiden BJ Habibie. 21 Irwandi Yusuf hanya memperoleh 9 suara dalam penyaringan bakal calon gubernur dan 3 suara dalam pemilihan bakal calon wakil gubernur. Majalah Acehkita Edisi Juni 2006, hlm 8-13. 22 Nashiruddin kemudian mengundurkan diri dan tidak bersedia maju sebagai calon gubernur. Ibid. 23 KPA merupakan wadah mantan pejuang GAM yang tidak lagi melakukan perjuangan melalui gerakan bersenjata melainkan lebih bersifat politik. 24 ICG Report No 57, Aceh’s Local Elections: The Role of the Free Aceh Movement (GAM), 29 November 2006, Jakarta/Brussel, 2006.
5
dilakukan Lingkaran Survei Indonesia dan IFES25 tidak ada yang menunjukkan calon GAM akan menang. Hasil jajak pendapat menunjukkan tokoh-tokoh GAM yang dijagokan dalam pilkada kurang populer di mata masyarakat.26 Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia, Denny JA mengatakan :
“Yang populer itu adalah
GAM, tokohnya tidak. GAM lebih populer dengan kemampuan
militernya
ketimbang bermain di ladang politik”.27 Tokoh GAM yang muncul dalam hasil survei tersebut justru Hasan Tiro, Malik Mahmud dan Kamaruzzaman yang notabene tidak bertarung dalam pilkada. Sedang kandidat yang populer di mata masyarakat berdasarkan jajak pendapat itu adalah Azwar Abubakar (PAN) dan Malik Raden (Partai Golkar).28 Hasil penelitian IFES juga menunjukkan hal yang hampir serupa. Meski mayoritas responden (72%) belum membuat keputusan memilih kandidat tertentu, hanya sekitar 36% responden yang akan mendukung calon dari GAM baik yang melalui jalur independen maupun berafiliasi dengan parpol lain.29 Sedangkan 39% menunjukkan tidak akan mengubah keputusan dan 7% malah akan mengurangi dukungan ke pasangan yang terkait GAM. Tarik menarik dukungan dan simpati masyarakat mewarnai pilkada Aceh.30 Gesekan yang paling terlihat adalah perebutan pengaruh dalam tubuh GAM/KPA antara pasangan Humam-Hasbi yang dikenal dengan slogan H2O (Humam Hasbi Oke) dan Irwandi-Nazar (detil dibahas dalam sub bab Dinamika Internal). Di beberapa daerah, sejumlah praktek kecurangan dalam pilkada mencuat. Beberapa pejabat kelurahan terlibat dalam usaha mempengaruhi pemilih.31 Anggota Panwaslu Lhokseumawe mengungkapkan adanya dugaan kecurangan yang dilakukan Partai Golkar, PDI-P dan Partai Demokrat dengan cara membeli suara di daerah tersebut.32 Hasil survei yang sebelumnya dilakukan di Aceh tidak terbukti. Pilkada yang digelar serentak pada 11 Desember 2006 menunjukkan hasil berbeda. Irwandi-Nazar 25
IFES melaksanakan survey pada bulan September-Oktober 2006 terhadap 1.233 reponden dengan margin of error +/- 2,85% pada tingkat kepercayaan 95%. 26 Irman, Menolak Riset LSI, Majalah Acehkita Edisi Juni 2006, hlm 14-15. 27 Ibid. 28 Ibid. 29 Temuan Survei IFES, Pandangan dan Informasi Mengenai Pilkada Aceh 2006. 30 Setidaknya ada 8 pasangan yang bertarung dalam pemilihan gubernur NAD yakni Humam HamidHasbi Abdullah, Irwandi Yusuf-M Nazar, Azwar Abubakar-Nasir Jamil, Malik Raden-Sayed Fuad Zakaria, Iskandar Hoesin-Saleh Manaf, Tamlicha Ali-Harmen Nuriqmur, Djali Yusuf-Syauqas Rahmatillah, dan Ghazali Abbas Adan-Shalahuddin Alfata. 31 Van Zorge Report on Indonesia Inside Issue VIII/21-22, 12 Desember 2006, hlm 37. 32 Ibid.
6
memenangi pilkada dengan mengantongi 38,20% mengungguli saingan terkuat Humam-Hasbi yang memperoleh 16,62% suara.33 Hasil ini memutarbalikkan semua hasil survei termasuk yang dilakukan IFES pada 20-26 November 2006. Kesimpulan survei tersebut memprediksi tidak ada kandidat yang akan memperoleh dukungan suara lebih dari 15% sehingga pilkada akan berlangsung dua putaran juga salah.34 Kemenangan itu disambut berbagai reaksi. Sejumlah pihak mengkhawatirkan kemenangan ini akan membawa peluang Aceh ke arah disintegrasi. Anggota Komisi I DPR dari FPDI-P, Permadi mengatakan :
"Ini
harus
segera
disikapi
dengan
membuat contingency plan karena Aceh pasti merdeka. Apalagi calon gubernur terpilih kan menyatakan masih anggota GAM".35 Meski menuai kontroversi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap menetapkan dan melantik pasangan Irwandi Yusuf dan M Nazar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang baru.36 Irwandi menegaskan sudah menanggalkan identitas GAM-nya dalam memimpin Aceh. “Identitas lama yang kami tinggalkan yaitu tuntutan kemerdekaan. Identitas dalam format baru adalah kedaulatan, yaitu kami dipilih rakyat secara demokratis," kata Irwandi.37
Eks GAM Masuk TNI/Polri?
33
Jumlah pemilih dalam Pilkada NAD yang mencapai 2,6 juta, suara sah dalam pilkada mencapai 2.012.307, sedangkan suara tidak sah 158.643. Irwandi-Nazar mengantongi (38,20%), Humam-Hasbi 334.484 suara (16,62%), Malik-Sayed 281.174 suara (13,97%), Azwar -Nasir 213.566 suara (10,61%), Ghazali-Salahudin 156.978 suara (7,80%), Iskandar-Saleh 111.553 suara (5,54%), Tamlicha-Harmen 80.327 suara (3,99%) dan Djali-Syauqas 65.543 suara (3,26%). Nur Raihan. Pilkada NAD: Irwandi-Nazar Resmi Jadi Juara. http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/29/time/125022/idnews/7252 27/idkanal/10 diakses tanggal 25 November 2007 34 Dengan perolehan suara melebihi 25%, berdasarkan aturan Pilkada NAD, pasangan Irwandi-Nazar ditetapkan sebagai pemenang pilkada. Baca Forbes Damai, Laporan Dinamika Pilkada Aceh 5-22 Desember 2006. 35 Muhammad Nur Hayid. Kemenangan Tokoh GAM Irwandi Harus Disikapi. http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/13/time/131633/idnews/7196 26/idkanal/10 diakses tanggal 25 November 2007 36 Pelantikan dilakukan Menteri Dalam Negeri Moh Ma’ruf, mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di hadapan 67 anggota DPRD dan seribuan undangan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nanggroe Aceh Darussalam pada 8 Februari 2007. Hadir, antara lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil serta sejumlah anggota DPR, seperti Ferry Mursyidan Baldan, Ahmad Farhan Hamid, dan Nasir Djamil. Sedangkan undangan dari luar negeri di antaranya Duta Besar Inggris, Kanada, dan Finlandia, serta Wakil Duta Besar Amerika Serikat. Dari GAM diwakili Malik Mahmud dan Usman Lampoh Awe. Baca Kompas, Irwandi-Nazar Dilantik, Kompas Edisi 9 Februari 2007. 37 Ahmad Arif, Aceh di Tangan Mantan Tokoh Perlawanan, Kompas Edisi 9 Februari 2007.
7
Mencari pekerjaan adalah tugas berikutnya setelah lepas dari status kombatan. Tidak adanya perang telah menyebabkan sebagian besar eks GAM ‘kehilangan’ pekerjaan. Survei yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan lebih dari 70 persen GAM aktif memiliki status pengangguran (Gambar 1). Gambar 1. Status Pekerjaan GAM Aktif yang Kembali38
Mencari Kerja, 42.20%
Bekerja 25.4 %
Tidak Bekerja 32.5 %
Dalam penjelasannya, Bank Dunia merinci ada beberapa alasan mengapa GAM belum mulai bekerja.39 Pertama, anggota GAM ingin berkumpul sejenak dengan keluarga sekaligus memulihkan diri setelah melakukan ‘perjuangan’ di dalam hutan.Kedua, kurangnya modal dan kesempatan. Terakhir, masih menunggu izin komandan pasukan GAM. Di beberapa tempat, pengaruh struktur komando GAM masih cukup kuat dalam menentukan arah selanjutnya. Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah dapatkah mantan pejuang GAM menjadi anggota TNI ataupun Polri? Untuk menjawab pertanyaan itu, tentu saja harus melihat latar belakang pendidikan mantan kombatan. Hal ini menjadi penting karena pendidikan merupakan syarat administratif yang harus dilalui semua orang yang ingin mendaftar menjadi anggota TNI/Polri.
38
Lihat Bank Dunia, Kajian mengenai Kebutuhan Reintegrasi GAM: Meningkatkan Perdamaian melalui Program Pembangunan di Tingkat Masyarakat, (Jakarta: Bank Dunia, 2006), hlm 17. 39 Ibid
8
Survei Bank Dunia memperlihatkan tingkat pendidikan yang dimiliki eks kombatan sangat rendah.40 Lebih dari 50 persen mantan GAM aktif tidak memiliki ijazah setingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). Sedangkan hanya sekitar 22 persen yang memiliki pendidikan SMU dan Universitas (Gambar 2). Padahal, populasi anggota GAM aktif yang berusia 16-35 tahun lebih dari 70 persen.41 Hal ini tentu saja akan menyulitkan mantan kombatan untuk ikut dalam seleksi penerimaan calon anggota TNI/Polri. Gambar 2. Tingkat Pendidikan GAM Aktif dan Masyarakat Umum Aceh42
Syarat minimal untuk menjadi bagian dari TNI/Polri setidaknya harus memiliki ijazah setingkat SMU. Persyaratan ini bisa saja disiasati dengan mantan GAM menempuh program Kejar Paket C (pendidikan setingkat SMU) untuk mendapatkan ijazah kelulusan. Akan tetapi, permasalahan yang muncul kemudian adalah kesadaran mantan kombatan itu untuk kembali bersekolah juga menjadi suatu masalah tersendiri. Selain itu, bukan tidak mungkin efek psikologis ataupun perasaan was-was sebagai mantan kombatan juga akan sedikit banyak mempengaruhi saat ingin mendaftar sebagai calon anggota TNI/Polri. Rasa khawatir akan mendapat perlakuan diskriminatif ataupun tidak menyenangkan selama mengikuti proses seleksi dan setelah bergabung dalam TNI/Polri tetap tidak bisa dihindari meski Mabes TNI ataupun Mabes Polri secara formal tidak pernah menyatakan melarang eks kombatan
40
Ibid., hlm 16 Ibid., hlm 13 42 Ibid., hlm 16 41
9
untuk bergabung. Lagi-lagi, ini bukan hanya problem yang dimiliki eks kombatan semata tetapi juga ujian bagi institusi TNI dan Polri apakah dapat ‘menerima’ eks kombatan yang memenuhi persyaratan untuk bergabung.
B.
Dinamika Internal
Adanya perubahan pola “perjuangan” dari bentuk perlawananan bersenjata menjadi sebuah gerakan politik membawa dampak yang cukup besar di internal GAM. Pimpinan GAM membentuk Majelis Nasional sebagai badan yang berwenang untuk mengurusi politik dan Komite Peralihan Aceh (KPA) untuk memantau proses demobilisasi dan reintegrasi mantan kombatan.43 Pendirian Majelis Nasional adalah sebagai lembaga yang menyatukan seluruh sumberdaya politik dan ekonomi GAM. Sedari awal, posisi Malik Mahmud dalam pilkada belum jelas. Ia lebih memilih untuk menunggu pembahasan UU PA selesai daripada menyiapkan kandidat yang akan ikut dalam pilkada. Malik hanya menyebut beberapa nama yang layak dijadikan kandidat antara lain Kamaruzzaman, Hasbi Abdullah, Nashruddin Ahmad, Sofyan Dawood, M Nazar dan Irwandi Yusuf.44 Meski demikian, nama Hasbi lebih mendapat dukungan dari kalangan tokoh senior GAM.45 Hal itu terlihat sejak proses awal persiapan kandidat untuk Pemilihan Gubernur, kelompok tua GAM menginginkan Hasbi Abdullah menjadi calon resmi yang diusung GAM. Ketika peluang calon independen hampir tertutup, sejumlah tokoh tua mulai melihat peluang untuk menjajaki koalisi agar pencalonan Hasbi bisa terus melaju. Skenario memasangkan Hasbi dengan Humam Hamid sebagai duet GAM dan non-GAM telah kentara sedari awal. Humam yang telah resmi diusung PPP sebagai kandidat gubernur melakukan beberapa kali pertemuan dengan kubu Hasbi. Pertemuan di kediaman Tengku Usman Lampoh Awe, dihadiri langsung Malik Mahmud.46
43
Majelis ini dibentuk pada Oktober 2005 sedangkan KPA didirikan pada Desember 2005. Dalam sebuah rapat tertutup, Teungku Usman Lampoh Awe terpilih sebagai Ketua Majelis, Muzakkir Manaf sebagai Ketua bidang Keamanan dan Zakaria Saman sebagai Ketua bidang Politik. ICG Report No 57 44 Ibid. 45 Majalah Acehkita Edisi Juni 2006, hlm 9 46 Ibid.
10
Akan tetapi rencana ini menimbulkan pro kontra. Dari kelompok yang menolak, menilai terlalu dini untuk membicarakan koalisi. Terlebih Humam bukan anggota GAM.47 Sedangkan dari kelompok pendukung berpendapat dengan latar belakang kedua kandidat sebagai intelektual kampus dan Humam sebagai kader PPP sudah cukup untuk membentuk pasangan ideal. Setidaknya ada 2 faksi yang terlihat jelas dalam tubuh GAM yakni kelompok tua dan kelompok muda (Gambar 3). Pengelompokan yang tertera pada gambar di atas tidak terjadi secara struktural melainkan pada tingkat perbedaan pendapat dalam pengambilan beberapa keputusan. Gambar 3. Pengelompokan dalam GAM
Pimpinan Tertinggi Hasan Tiro Perdana Menteri Malik Mahmud
Kelompok Tua: Usman Lampoh Awe Zakaria Saman Ilyas Abid Muzakkir Manaf Yahya Muaz Darwis Jeunib
Kelompok Muda: Irwandi Yusuf Bakhtiar Abdullah Sofyan Dawood Kamaruzzaman Nur Djuli Munawarliza
Sumber: Diolah dari berbagai bacaan dan wawancara beberapa tokoh GAM
Seperti yang sudah diungkap di atas, GAM menggelar rapat akbar “Duek Pakat Bansa Aceh Sigom Donja” untuk menyaring kandidat yang akan diajukan dalam pilkada.48 Tensi politik internal GAM kian meningkat. Jalan voting dipilih untuk menentukan siapa calon yang akan diajukan GAM. Hasilnya mengejutkan. Hasbi yang sejak awal digadang menjadi kandidat gubernur kalah dalam penyaringan di tingkat internal oleh Nashiruddin yang tidak pernah hadir dalam rapat (lihat Tabel 1).
47
Juru bicara GAM, Sofyan Dawood, mengatakan GAM tidak perlu melakukan koalisi dan dapat melaju melalui jalur independen. Ibid. 48 Ibid.
11
Kemenangan Nashiruddin ini adalah salah satu bentuk keberhasilan penggalangan dukungan kelompok muda GAM.49 Nashiruddin dipilih sebagai kandidat yang lebih dinilai netral dan cukup disegani serta sarat dengan pengalaman politik. Kiprah Nashiruddin dalam GAM antara lain sebagai salah satu negosiator dalam perundingan CoHA.
Tabel 1. Hasil Voting Duek Pakat Voting Bakal Calon Gubernur Kandidat
Voting Bakal Calon Wakil Gubernur
Suara
Kandidat
Suara
Nashiruddin
39
M Nazar
31
Hasbi Abdullah
34
Humam Hamid
24
Irwandi Yusuf
9
Iqlil
12
Humam Hamid
2
Nashiruddin
7
M Nazar
2
Shadia M
4
Iqlil
0
Irwandi Yusuf
3
Shadia M
0
Hasbi Abdullah
3
Adnan Beuransah
0
Adnan Beuransah
1
Sumber: Majalah Acehkita Edisi Juni 2006
Dengan hasil voting ini, maka terpilih Nashiruddin Ahmad dan M Nazar sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur dari GAM. Keputusan ini akan dibawa ke Swedia untuk mendapat persetujuan dari Hasan Tiro. Akan tetapi, Nashiruddin memutuskan tidak bersedia untuk diajukan menjadi calon gubernur GAM. “Biarlah saya hidup bersama di desa bersama dengan janda-janda dan keluarga korban konflik. Kami ingin hidup tenang,” ujar Nashiruddin.50 Berbeda dengan Nashiruddin, Nazar memilih untuk maju dalam pilkada. Namun Nazar tidak bersedia untuk maju bersama peraih suara terbesar kedua dalam rapat akbar GAM, Hasbi Abdullah. Hasbi dianggap tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan tidak cukup strategis dalam menarik dukungan pemilih karena sama-sama berasal dari Pidie.51
49
Wawancara salah satu tokoh muda GAM di Banda Aceh, 3 November 2007. Majalah Acehkita Edisi Juni 2006, hlm 10. 51 ICG Report No 57 50
12
Karena perbedaan terus meruncing, pimpinan pusat GAM mengambil jalan tengah. Malik Mahmud menyatakan GAM secara organisasi tidak terlibat dalam pencalonan pilkada dan membolehkan anggota untuk melaju sebagai kandidat independen.52 Sejak keputusan itu dikeluarkan, perbedaan sikap kelompok tua dan muda makin tajam. Kelompok tua dianggap kurang mengetahui kondisi di lapangan. Kalah dalam rapat akbar tidak membuat kelompok pro Hasbi kehilangan akal. Hasbi dengan mendapat restu dari para tokoh senior bergabung dengan Humam sebagai calon wakil gubernur dari PPP. Mereka mengusung slogan H2O. Pasangan HumamHasbi didukung penuh para pimpinan Majelis Nasional yakni Usman Lampoh Awe, Zakaria Saman dan Ilyas Abid.53 Di lain pihak, pasangan Irwandi-Nazar mulai mengemuka setelah adanya pertemuan KPA di Aceh Timur pada Agustus 2006. Keputusan ini diambil karena adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan GAM dalam pemerintahan Aceh yang baru. Nazar bergerilya mencari dukungan langsung ke grassroot dengan melakukan pendekatan kepada panglima daerah dan sagoe. Perebutan pengaruh di tingkat KPA berlangsung ketat. Dalam rapat yang dihadiri semua perwakilan wilayah dan dipimpin Malik Mahmud, KPA memutuskan untuk mendukung pasangan Humam-Hasbi.54 Reaksi penolakan terutama dari kelompok muda langsung bermunculan. Mereka menilai Muzakir dipaksa untuk membacakan keputusan yang telah disiapkan oleh kubu H2O. Dan meski tanpa dukungan, pasangan Irwandi-Nazar mengukuhkan sebagai kandidat di Kantor KPA pusat. Kebingungan di tingkat akar rumput GAM tidak bisa dihindari. Sebagian panglima daerah tetap mendukung sikap yang dipilih kelompok tua. Hal ini dipilih sebagai bentuk loyalitas. Tetapi sebagian lagi mendukung pasangan Irwandi-Nazar. Langkah ini diambil karena kandidat ini adalah “GAM sejati”.55 Tidak hanya itu, pada akhir Oktober 2007 muncul dua surat yang ditandatangani Malik Mahmud. Isi kedua surat itu sama sekali bertolak belakang, yang satu mendukung pasangan HumamHasbi dan surat lain mendukung Irwandi-Nazar. Hubungan KPA dan Majelis Nasional juga tidak harmonis. Sejumlah pimpinan KPA menyatakan dukungan terhadap Irwandi-Nazar. Langkah itu disambut 52
Ibid. Ibid. 54 Keputusan itu diucapkan Muzakkir Manaf usai rapat yang digelar pada 22 Agustus 2007. Ibid. 55 Ibid. 53
13
Majelis Nasional yang mengeluarkan surat keputusan yang berisi dukungan terhadap H2O sudah final.56 Pada akhirnya, ketua KPA Pusat, Muzakkir Manaf menyatakan mencabut dukungan kepada Humam-Hasbi, setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan KPA daerah.57 Pilkada kemudian dimenangi Irwandi-Nazar hanya dengan satu putaran. Seteru kelompok tua dan muda tidak berhenti pada pilkada. Perbedaan pendapat yang meruncing terjadi dalam pembentukan partai lokal yang bernaung dalam tubuh GAM. Penggunaan nama “GAM” dan lambang sebagai simbol partai menjadi salah satu poin perbedaan yang krusial. Kelompok tua menilai, penggunaan nama dan lambang adalah salah satu bentuk pengorbanan GAM yang terbesar. Zakaria Saman mengatakan : “Ini bukan GAM dulu. Ini GAM beda yang di bawah NKRI.”58 Salah satu butir kesepakatan dalam kesepakatan damai Helsinki adalah partai lokal. Butir 1.2.1 MoU Helsinki tertulis, “Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional...”59 Produk hukum sebagai implementasi butir di atas adalah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Dibolehkannya pendirian partai lokal di Aceh adalah hal maju dalam sejarah penyelesaian konflik Aceh. Saat perundingan damai di era Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah kala itu tidak mengizinkan adanya partai lokal sebagai salah satu cara untuk membujuk GAM mengakhiri perjuangan bersenjata dengan memberi kesempatan mereka menyalurkan hak politik dalam pemilu seperti halnya Sinn Fein di Irlandia Utara maupun Partie Quebecois di Kanada.60 Respon masyarakat Aceh tentang keberadaan partai lokal positif. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 28 Juli-2 Agustus 2005 dan Maret 2006 menunjukkan mayoritas rakyat Aceh mendukung pembentukan partai lokal (Gambar
56
Ibid. Koran Tempo, 28 November 2007. 58 Wawancara dengan Zakaria Saman di Banda Aceh, 3 November 2007 59 Selengkapnya lihat Nota Kesepakatan Damai Helsinki 60 ICG Report No 40, Aceh: A New Chance for Peace, 15 Agustus 2005. 57
14
4).61 Keberadaan partai lokal ini sudah pernah dilontarkan pakar politik Indonesia dari Ohio State University, Prof. William Liddle. Liddle berpendapat : “Saya tentu maklum bahwa partai lokal tidak diperbolehkan di Indonesia, tetapi kalau ada kemauan pasti ada cara Aceh damai. Setidaknya beri kesempatan GAM ikut bersaing dalam pemilihan umum di Aceh.”62
Gambar 4. Pandangan Pendirian Partai Lokal Berdasarkan Latar Belakang Suku Responden
Sumber: Survei LSI Maret 2006
Persiapan GAM mendirikan partai sudah terlihat pada akhir 2005. Keinginan tersebut ditegaskan dalam Pertemuan GAM sedunia di Banda Aceh pada 20-23 Mei 2006.63 Partai di bawah naungan GAM diresmikan setahun setelah pertemuan tersebut.64 Bendera dan nama GAM digadang sebagai simbol yang dijual partai. Malik Mahmud dan Muzakkir Manaf ditunjuk sebagai Ketua dan Wakil ketua, jabatan Sekretaris Jenderal dipegang Tengku Muhammad Nazar. Penggunaan lambang dan nama GAM menuai protes. Tidak hanya dari internal GAM, Pemerintah dan DPR menolak penggunaan simbol tersebut. Usai peresmian sekretariat partai, Kepolisian Kota Besar Banda Aceh menyurati pimpinan Partai GAM untuk menurunkan atau menutup plang nama dikarenakan telah
61
Untuk Survei LSI 28 Juli-2 Agustus 2005 lihat Majalah Acehkita Edisi September 2005. Survei LSI Maret 2006 dilakukan pada 1015 responden dengan metode multistage random sampling, margin of error +/- 3,1% dan tingkat kepercayaan 95%. 62 Koran Acehkita Edisi 025/TH Ke-3, 08-14 Oktober 2007. 63 Ibid. 64 Peresmian Partai GAM ditandai saat meresmikan kantor di Jalan Tengku Imeum Lueng Bata No. 48 Simpang Surabaya, Banda Aceh pada 7 Juli 2007. Peresmian dilakukan tokoh senior GAM, Tengku Usman Lampoh Awe.
15
melanggar perjanjian Helsinki.65 Menko Polhukam Widodo AS dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR tegas mengatakan “Partai lokal yang menampilkan atribut GAM tidak sesuai dengan semangat perdamaian Aceh.”66 Banyak pihak menaruh curiga terhadap penggunaan nama dan lambang itu. Penyantuman tersebut lebih dinilai sebagai sebuah sinyal untuk memberontak kembali dan melanggar MoU Helsinki. Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, menegaskan : “Kita memang harus tegas tidak memberikan izin kepada partai lokal yang mengenakan simbol GAM, karena itu tidak dikenal dalam MoU Helsinki.”67 Butir 4.2 Nota Kesepahaman Damai tertulis, “GAM melakukan demobilisasi atas semua 3.000 pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai menunjukkan emblem atau simbol militer setelah
seragam
maupun
penandatanganan
nota
kesepahaman ini.” Sedangkan
UU
No.
11
Tahun
2006
tentang
Pemerintahan
Aceh
menyantumkan sejumlah larangan untuk partai lokal, yakni: Pasal 82 ayat 1: Partai politik lokal dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama dengan: bendera atau lambang negara Republik Indonesia, lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah, lambang daerah Aceh, nama, bendera, atau lambang negara lain atau lembaga/badan internasional, nama dan gambar seseorang; atau yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan partai politik atau partai politik lokal lain. ayat 2 : Partai politik lokal dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau peraturan perundang-undangan lain; kemudian melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh sebagai acuan pendirian partai menyebutkan: Pasal 2 ayat 4: Nama, lambang, dan tanda gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak mempunyai persamaan pacta pokoknya atau keseluruhannya dengan lambang negara, lambang lembaga negara, lambang pemerintah, lambang pemerintah daerah, nama, lambang, dan tanda gambar partai politik atau partai politik lokal lain.
65
Kapoltabes Banda Aceh, Kombes Pol Zulkarnain selain langsung mendatangi kantor Partai GAM, juga mengirim surat No. B/10/VII/2007 yang berisi keberatan penggunaan anama GAM dan bendera bulan bintang. Karena tidak ingin polemik berkepanjangan GAM menutup plang nama dengan kain. Koran Acehkita Edisi 017/TH Ke-3, 18-22 Juli 2007. 66 Koran Acehkita Edisi 025/TH Ke-3, 08-14 Oktober 2007. 67 Ibid.
16
GAM berdalih penggunaan nama dan lambang
tersebut tidak melanggar
kesepakatan dan aturan hukum apapun. Tokoh senior GAM, Zakaria Saman, mengatakan lambang GAM yang digunakan bukan simbol militer TNA.68 Zakaria menyatakan: “Nama GAM (di partai) ini hanya nama, kami tetap menjalankan MoU dan komitmen pada NKRI.”69 Tuduhan bahwa pendirian partai ini sebagai tanda keinginan merdeka ditampik. Zakaria menegaskan GAM sudah berubah. GAM di bawah pimpinan Hasan Tiro tetap memegang teguh kesepakatan Helsinki. “Kalau kami merdeka tentu kami tidak akan sign (MoU). Bubar partai pun bisa tapi tidak ada jaminan Aceh tetap bersatu di bawah NKRI,” ujar Zakaria.70 Alternatif nama dan simbol lain untuk partai, bila benar ditolak, tidak dipersiapkan oleh pengurus ataupun majelis pusat GAM. Juru bicara Komite Peralihan Aceh, Ibrahim bin Syamsuddin, lebih menilai ketakutan akan memberontak kembali lebih dikarenakan oleh kekhawatiran partai politik nasional yang akan kehilangan dukungan dalam pemilu mendatang. Ibrahim menyatakan :
“Tidak ada
kesalahan yang kami buat. Nama GAM memang sudah menjadi simbol
perjuangan
sehingga bisa menjadi partai kesayangan rakyat Aceh.”71 Tetapi pemerintah pusat bergeming. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap tidak menyetujui pengunaan nama dan lambang partai. Pemasangan logo tersebut tidak sesuai dengan semangat MoU Helsinki.72 Menteri Hukum dan HAM, Andi Matalatta, mengungkapkan Kanwil Hukum dan HAM NAD tidak akan melakukan verifikasi terhadap Partai GAM sekalipun sudah mendaftar. Pendirian Partai GAM dianggap bertentangan dengan Pancasila, UU 11/2006 dan MoU Helsinki serta membahayakan keutuhan NKRI.73 Sekalipun menuai kecaman, GAM tetap bergeming. Konsolidasi partai tetap dilakukan. Ibrahim mengungkapkan persiapan menyongsong Pemilu 2009 hampir rampung. Partai GAM mengklaim sudah membangun cabang di 75 persen wilayah
68
Wawancara tanggal 3 November 2007 Ibid. 70 Ibid. 71 Wawancara dengan Ibrahim bin Syamsuddin di Banda Aceh, 3 November 2007. 72 Pernyataan ini diutarakan Menteri Sekretaris Negara, Hatta Rajasa, ketika ditanya respon Presiden mengenai pembentukan Partai GAM. Koran Acehkita Edisi 017/TH Ke-3, 18-22 Juli 2007. 73 Ucapan itu diungkapkan Andi dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR. Koran Acehkita Edisi 025/TH Ke-3, 08-14 Oktober 2007. 69
17
Aceh. Penyiapan kader-kader yang akan duduk di legislatif juga terus disiapkan. Kegiatannya juga akan melibatkan elemen masyarakat di luar GAM.74 Partai GAM menyatakan tidak membuat target kursi yang akan diraih untuk Pemilu 2009. Rakyat Aceh dibebaskan untuk memutuskan apakah GAM layak duduk di kursi legislatif atau tidak. Zakaria menyatakan : “Semua kami serahkan kepada masyarakat Aceh karena bagi kami ketua partai bisa jadi tidak duduk di kursi legislatif.”75 Meski peluang koalisi dalam Pemilu terbuka, pihak GAM menyatakan masih belum memikirkan langkah tersebut. Pilihan akan bergabung atau tidak dengan partai politik nasional belum dibahas partai. Sebab, partai dibuat hanya khusus untuk Aceh. Ibrahim mengungkapkan rencana afiliasi dengan partai lain sama sekali belum pernah disentuh dalam rapat.76 PP 20/2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh membuka peluang terjadinya koalisi sesame partai lokal dan atau dengan partai nasional. Pasal 10 ayat 1 tercantum: Partai politik lokal berhak melakukan afiliasi atau kerja sama dalam bentuk lain sesama partai politik lokal atau dengan partai politik nasional. Kerjasama tersebut lebih diperjelas pada ayat 4: Afiliasi atau kerja sama dalam bentuk lain sesama partai politik lokal atau dengan partai politik nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kinerja partai politik lokal dalam rangka keikutsertaan partai politik lokal pada pemilihan umum untuk memilih anggota DPRA dan DPRK di Aceh.
Untuk penggabungan tersebut harus diperkuat dengan akta notaris (Pasal 12 ayat 1) dan memberitahukan Kanwil Hukum dan HAM setempat (Pasal 12 ayat 2). Nama, asas, lambang dan tanda gambar partai yang bergabung tidak diharuskan untuk diganti, penggunaan salah satu partai yang sudah ada juga diperbolehkan (Pasal 14).77 Namun, setelah proses panjang, GAM akhirnya memutuskan untuk mengubah nama dan lambang partai. Embel-embel nama GAM kini merupakan akronim dari Gerakan Aceh Mandiri. Sedangkan lambang partai yang sebelumnya menggunakan bintang dan bulan sabit kini di logo baru, gambar tersebut tidak ada. Hanya latar warna merah dan garis hitam yang tetap digunakan GAM sebagai lambang partai. 74
Wawancara tanggal 3 November 2007. Wawancara tanggal 3 November 2007. 76 Wawancara dengan Ibrahim. 77 Pasal 14 PP 20/2007 berbunyi: Penggabungan partai politik lokal dengan menggunakan asas, nama, lambang, dan tanda gambar salah satu partai politik lokal yang sudah ada cukup diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen di Aceh. 75
18
Dalam lambang tersebut tercantum nama GAM berikut akronimnya. Keputusan ini merupakan hasil pertemuan di Makassar antara perwakilan GAM dan pemerintah.78 Terakhir, GAM merubah kembali nama partai menjadi Partai Aceh. Juru bicara KPA, Ibrahim KBS mengungkapkan perubahan ini didasarkan untuk mengurangi tingginya tensi polemik seputar nama dan lambang. Bahkan, perdebatan tersebut telah cenderung mengganggu proses perdamaian yang kini sedang berlangsung. “Ini juga menjadi bukti bahwa kami siap mengalah atas nama perdamaian dan bersikap gentleman untuk menarik kembali atas apa yang menjadi keyakinan kami sebelumnya.”79 Sedangkan kelompok muda beranggapan penggunaan nama dan lambang hanya akan menimbulkan kecurigaan dan mengganggu perdamaian.80 Ketiadaan alternatif nama dan lambang dikhawatirkan akan menyebabkan GAM tidak dapat meramaikan Pemilu 2009.81 Tetapi tuduhan itu ditepis Zakaria. Ia menganggap dengan dijadikannya nama dan lambang GAM menjadi simbol partai sudah mengindikasikan GAM berada di bawah NKRI. “Mungkin mereka yang menolak itulah yang akan menjadi pemberontak dan tetap ingin menjadi separatis,” tegas Zakaria. Tidak hanya itu, mekanisme pembentukan partai dianggap tidak memenuhi prinsip demokrasi. Proses pemungutan suara yang lazim dilakukan dalam mengambil keputusan tidak terjadi dalam rapat pembentukan partai. Salah seorang mantan Panglima Daerah mengungkapkan “yang dibutuhkan demokrasi di dalam internal, saat perang saja kami masih melakukan musyawarah.”82 Tertutupnya tim kecil yang dibentuk Malik Mahmud dalam menyiapkan konsep partai serta tidak dibukanya peluang untuk mengkritik hasil tim tersebut juga menjadi salah satu sorotan. “Kalau ada musyawarah semua bisa selesai, tetapi kenyataannya kan ini tidak lahir dalam proses demokrasi,” ujar salah satu tokoh muda GAM.83
78
Pertemuan yang disebut Round Table II itu digelar pada 9-10 Februari 2008. Pertemuan sebelum digelar di Jakarta. Pembicaraan lanjutan ini difasilitasi IPI dan Interpeace. Delegasi GAM dalam pertemuan itu antara lain Malik mahmud, Zaini Abdullah, Ibrahim Syamsuddin KBS, Muzakir Manaf, dan Yahya Muaz. Sedangkan dari pemerintah diwakili Hamid Awaluddin, Usman Basya, dan Farid Husen.http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/02/10/1/82320 79 www.detik.com 80 Wawancara salah satu tokoh muda GAM, 5 November 2007 81 Wawancara dengan mantan Panglima Wilayah GAM di Banda Aceh, 5 November 2007. 82 Ibid. 83 Wawancara tanggal 5 November 2007.
19
Friksi terjadi juga dalam penentuan ketua partai GAM. Kelompok tua memutuskan partai langsung dipimpin Malik Mahmud yang didampingi Muzakkir Manaf. Sementara kelompok muda berkeinginan partai ini dipimpin Irwandi Yusuf.84 Kubu muda menilai kedua tokoh tersebut kurang tepat untuk didudukkan sebagai pimpinan partai karena lebih layak sebagai tokoh panutan dan menjadi pengawal pelaksanaan MoU. Metode penunjukan terhadap orang-orang yang akan duduk sebagai pengurus partai dianggap sebagai mekanisme yang tidak demokratis. Ketidakcocokan ini memberi inspirasi kelompok muda untuk membuat partai lokal tandingan. Meski tokoh senior GAM, Teungku Usman Lampoh Awe dalam pidato peresmian Kantor Sekretariat Partai GAM menyatakan anggota yang tidak mendukung partai dianggap desersi.85 Peluang membentuk partai tersebut terbuka. Empat belas daerah disebut mendukung langkah tersebut.86 Para pendukung kelompok muda berpendapat tidak ada masalah jika partai yang bernaung di dalam GAM lebih dari satu. Persiapan pembentukan partai ini masih terus dilakukan sembari menunggu respon pimpinan GAM pusat.87 Pimpinan GAM mempersilahkan jika kelompok muda akan mendirikan partai. Kelompok tua yakin dukungan dari masyarakat akan tetap mengalir kepada Partai Aceh. Zakaria mengatakan: “mereka tidak akan ada pengikutnya, silahkan tanya kepada masyarakat.”88 Melunaknya sikap kelompok tua mengenai adanya perubahan lambang dan nama partai disambut baik kelompok muda. Digantinya nama dan lambang partai tersebut memberi amunisi baru kelompok muda untuk terus mengganti struktur. Seperti diungkapkan tokoh muda GAM, “Bukan kita bilang hasil tekanan atau sebaliknya tapi suatu perubahan menuju
demokrasi. Prinsip kami tetap agar
demokrasi itu benar-benar ada dan jangan
hanya jadi wacana saja.”89
84
Tokoh muda GAM menyebutkan ada beberapa nama yang sempat disebut layak memimpin partai seperti Irwandi, Bakhtiar Abdullah, Kamaruzzaman, Nur Djuli, Nashiruddin Ahmad. Namun, usul menguat pada Irwandi. Wawancara 5 November 2007. 85 Zakaria mengutip pernyataan Usman tersebut. Wawancara 3 November 2007 86 14 Daerah tersebut adalah Sabang, Aceh Besar, Blang Pidie, Simelue dan Sinabang; Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Pasee, Peureulak, Tapak Tuan, Meulaboh, Gayo Lues, Gayo Alas dan Bireun.Rapat dilakukan pada minggu ke-4 Oktober 2007. Wawancara dengan tokoh muda GAM, 5 November 2007. 87 Kelompok muda menyampaikan keluhan mengenai pembentukan partai yang tidak demokratis. Mereka meminta ada rapat ulang untuk membahas mengenai partai tersebut. Jika keinginan ini tidak dipenuhi maka partai akan dibentuk. Ibid. 88 Wawancara 3 November 2007 89 Wawancara via telpon dengan tokoh muda GAM tanggal 29 Februari 2008.
20
Meski demikian, adanya perbedaan sikap ini dinilai baik kelompok muda dan tua bukan sebagai bentuk perpecahan dalam tubuh GAM. Perbedaan sikap ini dianggap wajar sebagai bentuk pembelajaran demokrasi dalam tubuh GAM. “Proses beda pendapat adalah hal wajar asal pihak yang berkompeten membuka
ruang
tumbuhnya demokrasi,” tutur tokoh muda GAM.90
C.
Transformasi Ekonomi
Selain pada bidang politik, perubahan yang terjadi dalam tubuh GAM adalah pada bidang ekonomi. Keinginan GAM untuk memperkuat sektor ekonomi adalah dampak dari adanya program DDR (Disarmament/Decommissioning, Demobilization and Reintegration) sebagai salah satu output dari Kesepakatan Helsinki. Beberapa kebijakan dan regulasi dikeluarkan pemerintah guna menindaklanjuti MoU tersebut. Inpres No 15 tahun 2005, menyebutkan: “….agar Gubernur NAD mengelola reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat dalam GAM ke dalam masyarakat mulai dari: penerimaan, pembekalan, pemulangan ke kampung halaman, dan penyiapan pekerjaan….” Secara teoretik, reintegrasi adalah program di mana mantan kombatan dapat memperoleh kembali status kewarganegaraan termasuk juga akses politik, sosial dan ekonomi seperti warga negara lainnya.91 Tujuan dari program ini adalah untuk mendukung usaha eks kombatan kembali ke komunitas masyarakatnya yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar dan kemampuan mereka baik secara ekonomi maupun sosial.92 Program reintegrasi, pada tahap awal adalah pemberian amnesti bagi mantan kombatan dan para tahanan yang terkait dengan GAM. Langkah tersebut diikuti dengan penyerahan senjata yang digunakan oleh GAM, serta penarikan pasukan nonorganik yang di BKO (Bawah Komando Operasi)-kan di Provinsi NAD. Pemerintah RI kemudian mengalokasikan anggarannya untuk memberikan bantuan uang tunai dan bantuan lahan kepada mantan anggota GAM, yang jumlahnya sebanyak pucuk senjata yang diserahkan.
90
Wawancara dengan tokoh muda GAM di Banda Aceh, 5 November 2007 Andi Syaiful Haq, Dinamika Konflik dan Perdamaian di Aceh, (Bandung: Program Magister Studi Pertahanan InstitutTeknologi Bandung, Tesis (tidak dipublikasikan), 2007), hlm 13. 92 Ibid. 91
21
Kebijakan reintegrasi pascakonflik di Aceh dapat dibagi kedalam 3 (tiga) tahapan program, yakni fase reintegrasi jangka pendek (reinsertion phase) telah dilaksanakan pada kurun waktu 11 Februari – 5 Mei 2006; reintegrasi jangka menengah (medium term) dengan target waktu pada 6 Mei – 31 Desember 2006; dan reintegrasi jangka panjang (longer term) saat ini tengah dilakukan pemerintah sejak 1 Januari 2007 hingga 31 Desember 2007.93 Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh melalui program reintegrasi pascakonflik Aceh ialah: Pertama memberikan bantuan jaminan hidup kepada eksanggota GAM agar dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari selama periode transisi dan mendapatkan pekerjaan tetap; Kedua Memberikan bantuan pemberdayaan ekonomi dan modal usaha bagi eks-anggota GAM agar dapat hidup mandiri secara berkelanjutan ditengah-tengah masyarakat; Ketiga memberikan bantuan perbaikan rumah kepada eks-anggota GAM untuk mendapatkan penyelesaiannya
dapat
dilakukan
secara
rumah yang layak dan
bergotong-royong
dengan
anggota
masyarakat; Keempat memberikan bantuan kepada pembela tanah air dan masyarakat lainnya berupa modal usaha serta perbaikan rumah guna menghindari Kecemburuan dan meningkatkan rasa saling percaya dan toleransi dalam masyarakat; dan Kelima Bantuan Diyat (santunan) bagi masyarakat korban konflik yang berhak.94 Sesuai Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara RI dan GAM, mengamanatkan agar Gubernur NAD merencanakan dan melaksanakan reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat dalam GAM ke dalam masyarakat - mulai dari penerimaan, pembekalan, pemulangan ke kampung halaman, dan penyiapan pekerjaan. Untuk percepatan pelaksanaan program reintegrasi tersebut, gubernur NAD mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi NAD No. 330/106/2006 tanggal 2 Mei 2006 tentang Pembentukan BRA (Badan Reintegrasi Damai Aceh) dalam pelaksanaan program reintegrasi, Badan Pelaksana BRA mendapatkan bantuan yang berbentuk bantuan teknis, dari komunitas donor internasional. Tugas pokok BRA adalah menyatukan kembali berbagai elemen dalam masyarakat Aceh yang telah
93
Badan Rekonstruksi Aceh, Rencana Strategis Badan Rekonstruksi-Damai Aceh (Draf Naskah), Badan Rekonstruksi Aceh, Banda Aceh, Oktober 2007, hlm 23 94 Ibid., hlm 4.
22
renggang akibat konflik melalui pendekatan agama, pendidikan, sosial, politik, dan budaya; memutuskan mata rantai siklus konflik melalui pendekatan ekonomi.95 Guna menghindari kecemburuan dan menjaga rasa saling percaya dan toleransi diantara penerima manfaat program reintegrasi, sasaran penerima reintegrasi ditujukan kepada mantan kombatan dan masyarakat . Sehingga secara keseluruhan target penerima bantuan yang dicakup dalam program ini menjadi cukup besar, yakni 7.140 orang eks-anggota GAM yang telah mendapat amnesti dan 67.559 orang masyarakat korban konflik. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan program reintegrasi di lapangan tidak selalu dapat dilaksanakan dengan lancar. Beberapa hambatan harus dihadapi oleh Badan Pelaksana BRA dalam melaksanakan tugasnya sebagai agent of reintegration. Kebijakan-kebijakan penanganan yang menjadi kewenangan BRA antara lain:
A.
Pemberdayaan Ekonomi 1. Mantan TNA 2. Mantan Tapol/Napol 3. Masyarakat Korban Konflik 4. Kelompok Lainnya a. GAM non TNA b. GAM Menyerah Pra MOU c. Pembela Tanah Air (PETA)
B. Bidang Sosial Budaya 1. Diyat 2. Rumah Dibakar/Dirusak 3. Korban Cacat 4. Pelayanan Medis 5. Beasiswa Anak Yatim Dari sisi dukungan pendanaan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengalokasikan dukungan pendanaan yang bersumber dari APBN sejak tahun 2005 hingga tahun 2007 (Program pemberdayaan ekonomi BRA yang terkait dengan GAM disajikan pada Tabel 2).
95
Ibid.
23
Tabel 2. Program Pemberdayaan Ekonomi BRA
No. 1 2 3
Kelompok Sasaran Mantan TNA GAM Non TNA GAM menyerah pra MOU
3000 6200
Bantuan (rupiah) 2005 2006 2007 Jumlah Per orang Total 1000 2000 0 3000 25.000.000 75.000.000.000 1200 5000 0 6200 10.000.000 62.000.000.000
3204
500
Target
Realisasi
2704
0
3204
10.000.000 32.040.000.000
Sumber: Badan Rekonstruksi Aceh
Dana tersebut tidak diberikan secara tunai orang per orang melainkan harus dengan sejumlah persyaratan. Dana tersebut baru dapat dicairkan apabila para mantan kombatan membentuk kelompok dan mendirikan unit usaha. Kemudian mereka mengajukan proposal ke KPA. Apabila KPA menyetujui maka proposal itu akan diteruskan ke BRA. Aturan ini sengaja diterapkan BRA karena dana tersebut ditujukan sebagai modal kerja. Meski demikian, praktek di lapangan kerap tidak sesuai dengan harapan BRA. Dana tersebut lebih banyak dibagi-bagikan kepada mantan kombatan daripada sebagai modal kerja. Sedari awal, KPA Pusat menyerahkan keputusan penggunaan dana tersebut kepada masing-masing KPA daerah. Proposal tersebut dibuat lebih dikarenakan untuk memenuhi prosedural pencairan bantuan. Juru bicara KPA Pusat, Ibrahim Syamsuddin, menyatakan : “Kondisi tiap kabupaten tidak sama kondisinya. Jadi mereka yang menentukan mau diapakan uangnya.”96 Di Kabupaten Aceh Besar misalnya, dana bantuan yang diperoleh sebesar Rp 8. 025.000.00097 tidak dijadikan unit usaha melainkan dibagi-bagikan kepada mantan kombatan. Uang tersebut dibagikan kepada sekitar 2.000 mantan kombatan yang di kelompokkan dalam 2 kategori, kombatan aktif memegang senjata dan tidak aktif (logistik, penyuplai makan dll).98 Kebijakan ini dipilih karena mantan kombatan sangat membutuhkan dana tunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
96
Wawancara tanggal 3 November 2007. Angka ini diperoleh dari anggota GAM Aceh Besar yang tercatat dalam daftar penerima bantuan yakni berjumlah 321 orang dengan masing-masing berhak mendapat Rp 25 juta. 98 Mantan kombatan aktif mendapat menerima dana sebesar 6 juta rupiah dan tidak aktif 3 juta rupiah. Namun, besaran ini dapat berubah pada tingkat kecamatan/sagoe tergantung dengan kondisi di lapangan. Wawancara dengan mantan Panglima Wilayah Aceh Besar, Muharram di Banda Aceh, 5 November 2007. 97
24
Praktek di lapangan seperti ini diketahui para petinggi GAM. Sebab, sejauh ini para mantan kombatan, keluarga kombatan yang meninggal akibat konflik, serta korban sipil lainnya belum tersentuh bantuan yang memadai. Zakaria Saman mengungkapkan, yang ikut merasakan dana bantuan pemberdayaan ekonomi BRA itu tidak hanya berjumlah 3.000 eks kombatan, melainkan mencapai 20 ribu orang. Pembagian ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab GAM sebagai salah satu aktor yang terlibat dalam konflik selama lebih dari 30 tahun itu. Sebab, dana tersebut tidak cukup untuk dijadikan modal usaha sehingga disalurkan dalam bentuk tunai menjadi pilihan yang dianggap lebih tepat.99 Akan tetapi kondisi tersebut tidak terjadi di semua tempat. Sebagai contoh di Kabupaten Bireuen, ada beberapa unit usaha yang didirikan oleh mantan kombatan seperti usaha galian tipe C, industri pembuatan jamu, pariwisata, peternakan, perikanan dan perkebunan kelapa sawit. Usaha galian tipe C misalnya hanya memiliki 1 unit excavator dan 1 unit sejenis yang berstatus sewa. Namun, dengan modal ini, kegiatan ini dapat melibatkan 20 orang mantan kombatan dengan upah 50 rupiah perhari.100 Tidak hanya itu, unit usaha ini menyantuni sekitar 65 KK setiap bulannya dengan memberi beras 15kg dan uang Rp 50 ribu. Tidak semua unit usaha yang bernaung di bawah GAM berasal dari Program Pemberdayaan Ekonomi BRA. Salah satu usaha yang didirikan dan kini maju pesat adalah Pulo Gadeng. Perusahaan Pulo Gadeng dikelola keluarga Muzakir Manaf. Fokus kegiatan perusahan meliputi mengimpor mobil-mobil bekas dari Singapura dan mengekspor biji pinang ke Malaysia. Seiring dengan kepemimpinan Aceh dipegang oleh Irwandi Yusuf, ekspansi Pulo Gadeng meluas. Pulo Gadeng berencana mendirikan pabrik baja di daerah Krueng Raya (Aceh Besar), zona makan hewan dan pabrik plastik.101 Beberapa anak perusahaan yang berada di bawah Pulo Gadeng adalah PT Bank Perkereditan Rakyat Syariah (BPRS) Samudra Niaga; PT Matangkuli Perdana; PT Krueng Kureutou; PT Pandu Buana Nusantara; CV Aneuk Piranha, dan CV Mawar Sejati. Perusahaan lain yang juga mengikut sertakan para mantan perwira
99
Wawancara dengan Zakaria. Buletin Perdamaian Edisi 01/TH Ke-1/Agustus 2007, hlm 7. 101 Aryos Nivada. Kerajaan Bisnis TNI dan Bisnis (Sayap) Militer GAM di Provinsi NAD. dalam Muradi dkk. Metamorfosis Bisnis Militer, Sebaran Bisnis TNI Pasca UU TNI Diterbitkan. (Jakarta: The Ridep Institute, 2007), hlm 47. 100
25
GAM adalah Aceh World Trade Center (AWTC) Dagang Holding, PT Aneuk Nanggroe Expedition Bireuen, PT Megah Mulia, dan PT Halimun Meugah Raya.102 Sebagai institusi yang menaungi seluruh mantan kombatan, KPA Pusat mewajibkan KPA daerah membentuk koperasi (Tabel 3).
Pendirian koperasi ini
dimaksudkan untuk menunjang unit usaha baik yang dilakukan oleh masyarakat ataupun mantan GAM sekaligus merespon rencana pemerintah yang akan memberi bantuan terhadap koperasi-koperasi di NAD.103
Tabel 3. Daftar Koperasi GAM No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Daerah Jumlah Aceh Tamiang 1 Aceh Timur 8 Aceh Utara dan Lhokseumawe 7 Bireun 7 Simeulue 1 Pidie 6 Sabang 1 Aceh Tengah/Bener Meriah 2 Aceh Tenggara 2 Aceh Besar dan Banda Aceh 7 Aceh Jaya 4 Aceh Barat dan Nagan Raya 4 Blang Pidie/Aceh Barat Daya 4 Tapak Tuan, Aceh Selatan 4 Aceh Singkil 1 Gayo Lues 1 Lain-lain (masyarakat, KPA Pusat) 2 62 Total Sumber: Data KPA Pusat pertanggal 3 November 2007
Ketidakjelasan
konsep
pengembangan
sektor
ekonomi
oleh
GAM
menimbulkan masalah yang kompleks. Salah satu unit usaha yang bermasalah adalah Pulo Gadeng. Perusahaan tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan GAM. Keterlibatan Muzakkir Manaf104 sebagai Direktur Utama dalam perusahaan tersebut
102
Ibid., hlm 49. Sejauh ini beberapa unit koperasi sudah berjalan seperti di Sabang, koperasi sudah beroperasi di sektor impor mobil, perikanan dan bisnis gula. Tetapi sebagian besar masih berupa badan hukum dan menunggu suntikan dana untuk beroperasi. Wawancara dengan Ibrahim, 3 November 2007 104 Muzakkir Manaf adalah mantan Panglima TNA dan kini menjabat Ketua KPA Pusat 103
26
telah menyebabkan kerancuan.105 Unit usaha itu kini harus menjalani audit keuangan karena tidak pernah ada laporan keuangan yang jelas. Tidak hanya itu, banyaknya karyawan yang tidak berasal dari mantan GAM juga memperkeruh suasana.106 Mantan Perdana Menteri GAM, Malik Mahmud, memberi batas waktu hingga awal tahun 2008, bagi para direksi untuk memberikan laporan keuangan. Apabila ada pelanggaran, GAM akan membawa masalah ini ke kepolisian. Petinggi GAM, Zakaria Saman, tegas menyatakan :
“Perusahaan ini dibuat dalam negara hukum, GAM
mempersilahkan untuk dilanjutkan
D.
kasusnya apabila ada kesalahan.”107
Jalan Panjang Sebuah Perubahan
Langkah GAM untuk melakukan transformasi dalam sektor politik masih membutuhkan waktu yang cukup panjang. Keberadaan Partai GAM dalam mewarnai perpolitikan Aceh patut mendapat apresiasi. Perubahan pola perjuangan dari gerakan bersenjata menjadi gerakan politik menuntut sebuah kesiapan baik dari internal organisasi maupun dukungan kondisi lingkungan seperti perangkat kebijakan dan perundangan yang menunjang. Sebagai sebuah usaha dalam proses perubahan, keberadaan partai politik dalam tubuh GAM menjadi signifikan. Sebab, parpol adalah menjadi salah satu kendaraan penting bagi GAM untuk bisa terus memperjuangkan kepentingannya dalam arena politik. Dengan memanfaatkan parpol, GAM bisa ikut berkompetisi untuk menempatkan perwakilannya di kursi legislatif dalam Pemilu 2009 mendatang. Melalui parpol, masyarakat yang berkumpul membentuk suatu serikat akan jauh memiliki pengaruh yang besar daripada bertindak sebagai individu dalam sebuah komunitas yang lebih besar. Adanya parpol, kesempatan GAM untuk terlibat dalam masalah publik sekaligus untuk mempengaruhi kebijakan yang terkait menjadi terbuka lebar. Selain itu, parpol adalah salah satu alat untuk memberi pendidikan politik bagi para anggota GAM dan rakyat Aceh.
105
Petinggi GAM, Teungku Zakaria Saman, mengungkapkan penunjukkan Muzakkir sebagai Direktur Utama adalah resmi dan memiliki surat pengangkatan. Wawancara dengan Zakaria tanggal 3 November 2007. 106 Juru bicara KPA, Ibrahim Syamsuddin, menyayangkan banyaknya pegawai yang dipekerjakan bukan berasal dari GAM. Dan kondisi ini menimbulkan kecemburuan di kalangan GAM. “Ini bisa menjadi virus dalam GAM,” ujarnya. 107 Wawancara dengan Zakaria tanggal 3 November 2007.
27
Keputusan KPU yang meloloskan 6 dari 10 partai lokal untuk menjadi peserta pemilu di NAD patut diapresiasi. Enam partai lokal tersebut adalah Partai Aceh, Partai |Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Atjeh, Partai Daulat Atjeh, Partai Rakyat Atjeh dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh.108 Keputusan KPU ini dapat diartikan sebagai jawaban atas kegetiran terhadap proses perdamaian yang akan berada di ujung tanduk jika pintu partai lokal ini ditutup. Sebab, antusiasme masyarakat terhadap partai lokal sangat besar. Oleh karena itu, kebutuhan partai lokal tidak lagi menjadi kebutuhan dasar GAM melainkan juga sudah meluas kepada kelompok masyarakat yang lain, sehingga apabila pemerintah menutup peluang parpol lokal berkompetisi dalam Pemilu 2009, peluang proses perdamaian yang kini berlangsung akan terganggu menjadi besar. Akan tetapi, diikutsertakannya parpol lokal dalam pemilu bisa saja dimanfaatkan avonturir politik untuk mengusik perdamaian Aceh. Perdebatan dalam konteks hukum tata negara mengenai pelaksanaan pemilu di NAD memungkinkan untuk muncul di permukaan terutama pasca pelaksanaan Pemilu 2009. Umumnya pelaksanaan pemilu mengacu pada UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, sementara ‘kelokalan’ pemilu di Aceh UU PA dan sama sekali tidak disinggung dalam UU Pemilu. Oleh karenanya, menjadi penting apabila pemerintah dan KPU mengeluarkan peraturan yang memberi kejelasan terhadap pelaksanaan pemilu di Aceh sehingga kelangsungan pesta demokrasi setidaknya memiliki kekuatan hukum yang lebih. Bisakah Partai Aceh menguasai DPR Aceh seperti yang sudah diimpikan para petinggi GAM? Pertanyaan itu cukup sulit untuk dijawab. Ada beberapa alasan mengapa kalkulasi Partai Aceh yang notabene eks GAM dalam memenangi Pemilu lokal menjadi sulit. Pertama, Partai Aceh memiliki masalah mendasar yakni konsolidasi internal. Penolakan kelompok muda pada saat pendirian partai sedikit banyak mengganggu dalam konsolidasi awal. Kedua, kompetitor Partai Aceh dalam pemilu adalah sempat menjadi penyokong dalam aksi-aksi GAM di masa pemberontakan. Tengok saja SIRA yang kini bertransformasi menjadi Partai Suara Independen Rakyat Aceh ataupun sejumlah aktivis yang tergabung dalam Partai Rakyat Aceh merupakan bagian dari sejarah pemberontakan GAM dari gerakan nonmiliter seperti melakukan aksi unjuk rasa dan sebagainya baik di Aceh maupun di luar Aceh. Ini artinya sejumlah pihak yang dulu membantu GAM dalam melakukan
108
Baca Kompas, 34 Parpol di Pemilu 2009, Edisi 8 Juli 2008
28
gerakan politik kini menjadi pesaing dalam pesta demokrasi. Hal ini secara sederhana dapat mengindikasikan dukungan GAM berkurang dibandingkan dengan saat masih bergerilya karena kini sudah sama-sama berkompetisi dalam Pemilu 2009. Belum lagi, Partai Aceh juga akan mendapat kompetitor lain seperti Partai Bersatu Atjeh pimpinan Ahmad Farhan Hamid109 ataupun Partai Golkar dan PPP yang selama ini memiliki basis massa yang cukup jelas. Melawan mesin partai nasional yang sudah memiliki struktur mapan tentu saja membutuhkan siasat tersendiri. Di sisi lain, efektivitas mesin KPA ataupun GAM dalam mendulang suara masih menjadi tanda tanya besar. Sejumlah pihak menyatakan kemenangan IrwandiNazar merupakan kerja keras dari mesin organisasi SIRA. Alasannya, saat itu GAM menyatakan bersikap netral dalam Pilkada NAD. Oleh karenanya, pimpinan KPA harus membuktikan apakah organisasi yang merupakan kumpulan dari kombatan ini adalah mesin yang efektif menggerakkan rakyat Aceh dalam menentukan pilihan di Pemilu 2009. Selain itu, Partai GAM harus berhati-hati dalam menetapkan daftar bakal calon legislatif. Peluang perpecahan dapat timbul apabila para petinggi partai tidak memperhatikan
aspirasi
dari
bawah.
Oleh
karenanya,
mengakomodir
dan
memperhatikan keinginan arus bawah dalam penyusunan daftar calon anggota legislatif menjadi penting terutama dalam mengurangi pengaruh kelompok muda yang menolak Partai GAM. Penyiapan kader yang akan duduk dalam legislatif baik dari segi kualitas maupun kuantitas harus juga diperhatikan. Hal ini harus menjadi salah satu faktor krusial agar wakil GAM yang duduk di parlemen memang layak dan cakap dalam berpolitik. Apalagi partner dalam berpolitik adalah partai-partai besar yang sudah lama bermain dalam ranah perpolitikan. Meski demikian dinamika politik internal dan eksternal yang dihadapi GAMdalam proses perubahan ini adalah suatu bentuk pembelajaran dalam sebuah kerangka besar yang bernama demokrasi. GAM sedang memasuki masa transisi dari organisasi yang sentralistis dan komando menjadi sebuah organisasi yang mencoba menerapkan kaidah demokrasi yang tentu saja membawa segala macam konsekuensi. Sebelum kesepakatan Helsinki, keputusan organisatoris diambil secara terpusat sehingga ketika kran demokrasi dibuka dan ketidaksiapan perangkat serta kalangan
109
Ahmad Farhan Hamid saat ini tercatat sebagai anggota Fraksi PPP DPR (2004-2009)
29
personel menyikapi adanya perubahan lingkungan yang drastis menyebabkan adanya “guncangan” dalam internal GAM. Secara sederhana, apa yang dilakukan GAM dalam sektor ekonomi memiliki kemajuan yang signifikan dibandingkan saat sebelum penandatangan MoU Helsinki. Dalam keadaan damai saat ini, beberapa kelompok anggota GAM dapat mendirikan usaha secara bebas tanpa takut di bawah tekanan pihak TNI ataupun Polri seperti saat masa Darurat Militer. Meski di sisi lain, tidak semua anggota GAM sudah dapat kembali melakukan usaha di bidang ekonomi. Survei Bank Dunia menunjukkan sekitar 74 persen anggota GAM aktif mengganggur. Sementara baru 3,9 persen yang sudah menjadi pengusaha kecil.110 Dalam melakukan pengembangan sektor usaha, sebaiknya petinggi GAM menyiapkan sebuah konsep yang jelas mengenai pengembangan kewirausahaan. Arah ini menjadi penting karena mayoritas mantan kombatan belum mendapat pekerjaan jangka panjang. Banyak dari mereka menunggu arahan dari petinggi GAM ataupun kembali ke pekerjaan semula seperti pertanian dan perkebunan.111 Terlebih adanya kasus Pulo Gadeng. Oleh karena itu, ketegasan petinggi GAM dalam membuat aturan main dan arahan yang jelas mengenai pengembangan sektor ekonomi bagi para mantan anggota GAM menjadi penting. Hal ini untuk makin membuktikan bahwa “jasa” mereka tidak dilupakan dan dalam masa damai, nasib mantan kombatan tetap diperhatikan. Selain itu, langkah ini untuk setidaknya menjamin adanya pemerataan ekonomi di dalam GAM. Adanya perintah untuk mendirikan koperasi di seluruh perwakilan KPA akan menjadi tidak efektif apabila para petinggi GAM tidak membuah arahan yang jelas dan terperinci. Setidaknya dengan panduan dan perencanaan yang jelas, petinggi GAM dapat terus memantau dan mengevaluasi perkembangan pengembangan sektor usaha. Tidak hanya itu, hal ini juga untuk merespon program reintegrasi yang akan dilakukan pemerintah dalam tahun 2008,112 sehingga bantuan yang diberikan tersebut dapat dinikmati tidak hanya sesaat saja.
110
Bank Dunia, Kajian Mengenai …, hlm 18 Ibid., hlm 43. 112 BRA mengajukan anggaran Rp 212.350.000 yang akan dibagi dalam dua kategori yakni bantuan bagi GAM yang menyerah sebelum MoU dan penyediaan lahan pertanian. Baca Paparan BRA dalam Rakor Program BRA dengan Dinas Provinsi NAD, Banda Aceh 30 Oktober 2007. 111
30
Ketidakmerataan terhadap akses ekonomi bagi para mantan GAM bila tidak diperhatikan akan dapat mengganggu proses perdamaian yang berlangsung hingga kini. Karena, keinginan merdeka masih terdapat di sejumlah kalangan mantan kombatan. Setidaknya hal itu diungkapkan mantan juru bicara militer GAM daerah: “Apabila masih ada gap ekonomi yang besar dan praktek ketidakadilan, maka keinginan untuk merdeka masih tetap ada karena menjadi pemberontak itu sudah menjadi filosofi.”113 Meskipun para petinggi GAM mengatakan keinginan merdeka sudah tidak ada, kondisi di atas harus diwaspadai dan diantisipasi.114 Karena sebagai lembaga pelaksana reintegrasi, BRA, sudah melihat indikasi-indikasi di lapangan. Ketua Badan Pelaksana BRA Dawan Gayo mengatakan bila tidak ditanggapi dengan cermat maka ancaman disintegrasi akan menjadi nyata sebagai respon dari kegagalan program reintegrasi.115 Masalah paling krusial dalam tubuh GAM adalah kepemimpinan pasca Hasan Tiro. Siapa tokoh pemimpin GAM ke depan menjadi faktor dominan yang akan mempengaruhi kemana GAM di masa mendatang. Apakah Malik Mahmud, Teungku Usman Lampoh Awe, Zaini Abdullah atau tokoh muda seperti Muzakkir Manaf, Kamaruzzaman dan Bakhtiar Abdullah? Ini yang harus mulai diperhatikan oleh para petinggi GAM. Memikirkan dan mulai membahas masalah ini menjadi hal yang cukup penting. Mengurangi ketergantungan dan menyiapkan kader penerus Hasan Tiro
adalah
suatu
keharusan
apabila
GAM
ingin
tetap
mempertahankan
eksistensinya.•
113
Wawancara tanggal 2 November 2007 Petinggi GAM Zakaria Saman mengatakan keinginan merdeka tidak aka nada sejauh Perjanjian Helsinki tetap dipatuhi dengan proses yang transparan. “Perang itu ada batasannya dan bukan hal yang mudah. Kalau self government berjalan, ini sudah lebih dari merdeka,” ujar Zakaria. Wawancara tanggal 3 November 2007. 115 Wawancara tanggal 2 November 2007. 114
31
Daftar Bacaan
Aspinnal, Edward. Guerillas in Power. http://insideindonesia.org/content/view/616/47/ diakses tanggal 29 November 2007. Bank Dunia. Laporan Pemantauan Konflik di Aceh 1 Juni-31 Juli 2006. Banda Aceh, 2006. Bank Dunia. Kajian mengenai Kebutuhan Reintegrasi GAM: Meningkatkan Perdamaian melalui Program Pembangunan di Tingkat Masyarakat. Jakarta, 2006. Bank Dunia. Laporan Pemantauan Konflik di Aceh Oktober 2007. Banda Aceh, 2007. Barron, Patrick et. al. Conflict and Recovery in Aceh: AnAssessment of Conflict Dynamics and Options for Supporting thePeace Process. Jakarta, 2005. Buletin Perdamaian. Edisi 01/TH Ke-1/Agustus 2007. Banda Aceh. Feith, Herbert. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999. Forbes Damai. Laporan Dinamika Pilkada Aceh 5-22 Desember 2006. Banda Aceh, 1999. ICG. Aceh: A New Chance for Peace. Crisis Group Asia Briefing No 40. 15 Agustus. Jakarta/Brussel, 2005. ICG. Aceh: So Far, So Good. Crisis Group Asia Briefing No 44. 13 Desember. Jakarta/Brussel, 2005. ICG. Aceh: Now for the Hard Part. Crisis Group Asia Briefing No 48. 29 Maret. Jakarta/Brussel, 2006. ICG.
Aceh’s Local Elections: The Role of the Free Aceh Movement (GAM). Crisis Group Asia Briefing No 57. 29 November. Jakarta/Brussel, 2006.
ICG. Indonesia: How GAM Won in Aceh. Crisis Group Asia Briefing No 61. 22 Maret. Jakarta/Brussel, 2007. ICG. Aceh: Post Conflict Complications. Asia Report No 139. 4 Oktober. Jakarta/Brussel, 2007. Lembaga Survei Indonesia. Perdamaian dan Politik Lokal di Nanggroe Aceh Darussalam (Survei Nasional Maret 2006). Jakarta, 2006. Kompas Edisi 7 Maret 2006. Kompas Edisi 9 Februari 2007. Koran Acehkita Edisi 017/TH Ke-3 16-22 Juli 2007. Koran Acehkita Edisi 018/TH Ke-3 01-07 Agustus 2007. Koran Acehkita Edisi 021/TH Ke-3 10-16 September 2007. Koran Acehkita Edisi 022/TH Ke-3 17-23 September 2007. Koran Acehkita Edisi 025/TH Ke-3 08-14 Oktober 2007. 32
Majalah Acehkita Edisi Januari 2006. Majalah Acehkita Edisi Juni 2006. Majalah Acehkita Edisi Maret 2006 Majalah Acehkita Edisi Mei 2006. Nivada, Aryos. Kerajaan Bisnis TNI dan Bisnis (Sayap) Militer GAM di Provinsi NAD. dalam Muradi dkk. Metamorfosis Bisnis Militer, Sebaran Bisnis TNI Pasca UU TNI Diterbitkan. Jakarta: The Ridep Institute, 2007. Nota Kesepahaman Antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka. 15 Agustus 2005. Pane, Neta S. Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi, Harapan an Impian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001. PP No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Rembe, Symphorosa Wilibald. The Politics Of Transformation In South Africa: An Evaluation Of Education Policies And Their Implementation With Particular Reference To The Eastern Cape Province. Disertasi Doktor. Rhodes University. 2005. Schulze, Kirsten E. The Free Aceh Movement (GAM): Anatomy of a Separatist Organization. Policy Studies 2. Washington D.C: East-West Center, 2004. Situs www.detik.com Survei IFES. Pandangan dan Informasi Mengenai Pilkada Aceh 2006. Banda Aceh, 2006. UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Van Zorge Report on Indonesia Inside Issue VIII/21-22, 12 Desember 2006. Jakarta.
33
Daftar Singkatan
BRA : Badan Reintergrasi Damai Aceh GAM : Gerakan Aceh Merdeka H2O
: Humam Hasbi Oke
KPA : Komite Peralihan Aceh LSI
: Lembaga Survei Indonesia
NAD : Nanggroe Aceh Darussalam PAN : Partai Amanat Nasional PDI-P : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PPP
: Partai Persatuan Pembangunan
RI
: Republik Indonesia
SIRA : Sentra Informasi Referendum Aceh SMU : Sekolah Menengah Umum TNA : Tentara Nasional Aceh TNI
: Tentara Nasional Indonesia
UU PA: Undang Undang Pemerintahan Aceh Daftar Istilah Inong Balee : pasukan perempuan bersenjata yang dimiliki GAM ===== Anton Aliabbas. Peneliti The Media Institute, Jakarta. Menyelesaikan S1 pada program Budidaya Perairan di IPB (2002). Ketertarikannya dengan masalah Aceh dimulai sejak ditugaskan meliput konflik Aceh saat darurat militer (Juni-Juli 2003). Pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Hubungan Internasional-UI dan selesai pada tahun 2005 dengan tesis Peran Bantuan Luar Negeri dalam Konflik Internal, Studi Kasus: Peran Bantuan Partnership dan Yayasan TIFA dalam Konflik Aceh Selama Darurat Militer (19 Mei 2003-18 Mei 2004). Kemudian pada tahun 2006 mendapat beasiswa Kedubes Inggris untuk mengikuti Program Magister Studi Pertahanan ITB dan dinyatakan lulus pada Juni 2008 setelah menulis tesis Praktek Embedded Journalist Dalam Operasi Pemulihan Keamanan di NAD. Sempat menjadi wartawan situs Detikcom hingga tahun 2006. Terakhir, menjadi co-editor bersama Al Araf untuk buku TNI-Polri Di Masa Perubahan Politik yang diterbitkan Program Magister Studi Pertahanan-ITB pada November 2007. Sejak Januari 2008 bergabung dengan lembaga kajian The Media Institute, Jakarta.
34