TRADISI TARIANDERO BAGI MASYRAKAT BULAGI (Suatu Penelitian Dibulagi Kabupaten Banggai Kepulauan) JURNAL
OLEH SITI FATMAWATI JAHIDA NIM. 231 411 038
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015
LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL Jurnal yang berjudul “Tradisi Tarian Dero Bagi Masyarakat Bulagi” (Suatu Penelitian di Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan)
Sitifatmawati Jahida1, Darwin Une2, Resmiyati Yunus3,
Jurusan Pendidikan Sejarah Jahida Sitifatmawati, nim 231 411 038. Tradisi Tarian Dero Bagi Masyarakat Bualgi. Dibawah bimbingan Bapak Drs, H. Darwin une M.Pd dan Drs. Hj Ibu Resmiati Yunus, M.Pd. Jusuran pendidikan sejarah fakultas ilmu sosial Universitas Negeri Gorontalo. Yang diangkat dalam penelitian ini bagaimana perkembangan tarian dero dikecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan. Yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini untuk lebih mengetahui secara mendalam mengenai tradisi tarian dero dikecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepalauan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan jenis penilitian kualitatif, dengan sampel-sampel sebagian besar masyarakat Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai kepulauan. Data-data yang diperlukan dalam penilitian ini diambil melalui tehnik observasi, wawancara, dokumentasi. Keseluruhan data di analisis secara deskriftif yang dilanjutkan dengan penjelasan yang relevan dengan data yang diambil selama penelitian yang diperoleh dari masyarakat yang sering melakukan atau melihat langsung tarian Dero. Dari hasil penelitian penulis menemukan berbagai hal sebagai berikut : Adapun yang menjadi masalah adalah seiring dengan kemajuan zaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, dipeliharaan dan dijaga keberadaannya , kini sudah hampir punah. Pada umumnya merasa 1
Siti fatmawati jahida. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 2 Drs. H. Darwin Une M.Pd, Dosen Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 3 Dra Hj.Resmiyati Yunus, M.pd, Dosen Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo.
gengsi dan malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal dan budaya modern dari pada budaya yang sangat sesuai dengan kepribadian bangsanya.
PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang berbentuk Republik, dengan banyak pulau didalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan didalamnya tumbuh berbagai suku, agama dan bahasa daerah berbeda sehingga, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling banyak memiiki kebudayaan daerah. Keragaman budaya Indonesia adalah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri eksistennya. Dari masyarakat multi kultur, selain kebudayaan skelompok atau suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Mereka juga mendiami wilayah dengan kondisi geografi yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, daratan rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilisasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayan yang ada di Indonesia. Mengingat sangat besarnya peranan budaya dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bangsa Indonesia terus berusaha untuk mengggali dan mengembangkan kebudayaan yang besar diberbagai daerah. Sehingga mampu memberikan konstribusi dalam pembangunan nasional.
Disamping itu pula dikembangkan kebudayaan-kebudayaan daerah yang ada merupakan salah satu realisasi upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Perkembangan kebudayaan Indonesia tidak lepas dari perkembangan penduduk yang ada di Indonesia yang selalu bertambah banyak yang kemudian mewarisi kebudayaan-kebudayaan atau tradisi yang dianut oleh para leluhurnya. Dari bertambahnya penduduk yang pesat membuat pemerintah mengalami kehawatiran akan perekonomian daerah yang akan memepengaruhi negara kedepannya disamping itu juga pemerintah harus mempertahankan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Indonesia memiliki keanekamanragaman kebudayaan dari masing-masing daerah yang dinaunginya termasuk kebudayaan yang berasal dari daerah poso yaitu tarian dero. Dari perkembangan zaman dan hidup didaerah moderen serta bertambah pesatnya penduduk maka pemerintah Indonesia melaksanakan program transmigrasi. Sehingga, kebudayaan daerah asal akan terbawah sampai ke daerah transmigrasi. Tradisi tarian dero bagian dari kebudayaan Poso, yang merupakan tarian yang tertua yang ada di Poso. Pada perkembangannya, kebudayaan tradisi tarian dero seharusnya dilestarikan, mengingat tradisi tarian dero adalah salah satu aset yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Dari perkembangannya tradisi tarian dero mengalami satu peningkatan yang baik, karena kebudayaan yang berada didaerah poso banyak diminati oleh para pengunjung.Namun berbeda halnya dengan tradisi tarian Dero yang berada di daerah transmigrasi di Kecamatan Bulagi, dimana dalam perkembangan zaman seharusnya adat istiadat dan seni tidak harus
dilupakan maknanya
melainkan dilestarikan. Tapi pada kenyataannya dalam
perkembngannya tradisi tarian Dero hampir punah dari keaslian gerak dan irama musik tarian yang sebenarnya. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan. Adapun alasan dipilih lokasi penelitian tersebut karna peneliti tertarik dengan tradisi tarian dero yang menjadi budaya masyarakat Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan. HASIL DAN PEMBAHASAN Tarian Dero, merupakan salah satu dari sebagian besar kesenian tari yang berasal dari tanah Poso. Tarian ini melambangkan sebuah ungkapan sukacita dari masyarakat Poso khususnya mereka yang mendiami daerah sepanjang lembah Danau Poso. Meskipun penulis tidak memahami dengan pasti tentang asal-usul tarian ini, akan tetapi keidentikan tarian Dero dengan masyarakat disepanjang lembah danau Poso didasarkan pada tradisi pengucapan syukur (padungku) setelah memperoleh hasil pertanian khususnya dari tanaman pokok padi yang terjadi secara bergelombang daerah tersebut. Prosesi pelaksanaan tarian Dero itu sendiri biasanya dilakukan didaerah yang luas dan lapang. Hal ini dikarenakan seluruh peserta yang melakukan tarian dero adalah masyarakat itu sendiri tanpa melihat status social, umur maupun gender (jenis kelamin ) dengan kata lain tarian dero merupakan tarian massal dan melibatkan seluruh komponen masyarakat sebuah daerah (desa,distrik,wilayah
pemerintahan) berserta tamu dan kerabat keluarga yang datang keacara pengucapan syukur ini. Tarian dero itu sendiri merupakan tarian yang sangat simple untuk dipelajari oleh orang awam sekalipun. Kita hanya berdiri berdampingan dan bergandengan tangan dengan sesama penari. kemudian melakukan hentakan kaki sekali ke kiri kemudian dua kali kekanan mengikuti alunan pantun yang sahut-menyahut yang didendangkan salah seorang yang sedang ikut
menari kemudian diikuti
nyanyian pantun
bersama oleh
seluruh penari dero. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian inipun sangat khas, yaitu ganda (sejenis gendang ) dan ngongi ( sejenins gong ) yang ditabuh bergantian oleh para pemuda dan orang tua. Prosesi tarian Dero pun bisanya dilakukan pada pukul 20.00, dan berakhir kurang lebih pukul 04.00, hal ini dikarenakan tarian Dero dilaksanakan hanya dua sampai tiga kali dalam setahun dibeberapa pusat keramaian sehingga orang-orang akan berdatangan silih berganti dari berbagai pelosok untuk merayakan kegembiraan tersebut. Dari tarian dero unsur diskriminasi, perbedaan status baik patron dan klien yang telah tercipta oleh struktur social menjadi memudar, mengapa demikian ? karena dalam tarian dero semua orang bebas bergandeng tangan dengan siapa saja. Jadi tidak heran bila seorang pekerja dapat bergandengan tangan dengan seorang kabose atau tadulako ( tuan tanah / raja ). Tarian Dero bukan hanya sebagai tarian pemersatu masyarakat didaratan lembah danau Poso dan sekitarnya. akan tetapi juga tarian ini diidentikan dengan ajang mencari jodoh.Sebab sebagian besar peserta tarian yang ikut menari adalah
para kaum muda dan mereka yang masih lajang yang mengharapkan jodoh atau pasangan melalui tarian dero. Dero menjadi
arena persahabatan sekaligus
perdamaian. Karena dalam melakukan tarian Dero setiap orang bebas masuk ke dalam lingkaran. dan langsung menggandeng tangan orang di sebelahnya. tidak ada yang pernah menolak penggandengan tangan itu karena dero memang ajang untuk bergembira dan mencari sahabat tanpa peduli apa agamanya. Tari Dero ini juga disebut dengan Tari Pontanu, jenis tari pergaulan di mana para penonton diajak ikut menari dengan saling bergandengan tangan membentuk lingkaran. Penyebutan atau penamaan Dero pada tarian massal yang terkenal di Kabupaten Poso ini memiliki sejarah yang panjang. Tarian ini pada awalnya disebut Moende. Moende merupakan salah satu aktivitas yang dibawakan massal oleh orang-orang di kampung ketika berkumpul di Lobo saat membuat hiburan pada peristiwa kedukaan. Selama satu minggu warga kampung berkumpul di Lobo dan melakukan seluruh aktivitas bersama, termasuk makan dan minum dan tidur, untuk saling menguatkan dan berbagi suka dan duka. Moende dilakukan dalam sebuah lingkaran bersama dengan gerak kaki kanan ke depan dua kali diikuti kaki kiri kebelakang satu kali, sementara kedua tangan diangkat setinggi pinggu, digenggam dan diayun halus. Sambil melakukan gerakan tersebut seluruh warga yang ikut dalam lingkaran saling berbalas pantun yang isinya saling menguatkan dan berbagi suka dan duka. Aktivitas Moende ini diiringi oleh gendang dari kulit binatang, biasanya rusa dan gong yang diletakkan di tengah lingkaran. Lobo kemudian dilarang untuk digunakan setelah masuknnya Zending Belanda, namun tarian Moende masih menjadi tarian bersama masyarakat. Saat
ini tarian Moende dianggap berbeda dengan Dero, namun disebut sebagai tari Dero asli. Pada sekitar tahun 1942, bersamaan dengan masuknya Jepang ke wilayah di lembah Pamona Raya menggantikan Belanda seluruh aktivitas sosial kemasyarakatan dialihkan ke pihak gereja. Bersamaan dengan itu pemerintahan Jepang
menempatkan
para
ahlinya,
salah
satunya
Ir.I
Gondo,
untuk
mengembangkan dan mengelola peternakan sapi dan penanaman kapas di banyak areal di dataran Poso. Kapas dan sapi tersebut dibawa ke wilayah Makasar. Hasil panen ini dibawa oleh rombongan besar penduduk pribumi yang diawasi oleh tentara Jepang. Dalam perjalanan ke Makasar, rombongan beristirahat dan bermalam di desa-desa yang dilewati. Saat beristirahat di kampung Dulumai, Ir. I. Gondo meminta kepada Sonco (kepala desa) untuk membuat keramaian di desa yang berguna untuk menghibur para prajurit Jepang. Permintaan tersebut diiyakan oleh Sonco dan mengatakan bahwa salah satu hiburan bersama masyarakat adalah Moden-ndelu. Penyebutan kata moden-ndelu ini merujuk pada bunyi yang dihasilkan oleh alat musik yang mengiringi tari Moende, yakni gong dan gendang. Bunyi yang dihasilkan alat musik Moende ini pada dasarnya terdengar seperti taku dende den delu, taku dende den delu. Oleh Sonco disingkat menjadi Modenndelu, untuk mempermudah diingat oleh orang Jepang.Saat mengulang nama hiburan tersebut oleh orang Jepang berubah menjadi ndelu delu, namun dialek Jepang yang agak sulit dengan huruf l menjadikannya disebut ndero. Oleh orang kampung kata tersebut menjadi lebih populer ketika mereka meniru pengucapan orang Jepang dengan kata ndero, yang kemudian dalam pengucapan yang lebih
cepat
terdengar
menjadi
dero.
Tarian
ini
kemudian
disebut
juga
Modero.Penjelasan Sonco tentang jenis tarian yang diyakini bisa menghibur para prajurit tersebut disetujui tetapi dengan mengajukan syarat bahwa Moende atau moden-ndelu atau ndero atau dero dibawakan semua orang dalam lingkaran dengan bergandengan tangan satu sama lain, dan dengan irama yang lebih cepat dari sebelumnya. SIMPULAN DAN SARAN Tarian Dero merupakan bagian dari salah satu dari sebagian besar kesenian tari yang berasaldari poso. Tarian ini melambangkan sebuah ungkapan suka cita dari masyarakat poso khususnya mereka yang mendiami dengan pasti tentang asal-usul tarian ini, akan tetapi keindentikan tarian dero dengan masyarakat disepanjang lembah danau poso didasrkan pada tradisi pengucapan syukur setelah memperoleh hasil pertanian khususnya daru tanaman pokok padi yang terjadi secara bergelombang daerah trsebbut. Perkembangan tari dero awalnya dero dulunya diadakan dengan tradisional. Yaitu menggunakan gong dan gendang sebagai musik pengiring dan dinyanyikan oleh semua orang yang melakukan tarian dero itu sendiri.dan inilah yang disebut dengan dero asli,seriring berjalannya waktu tarian dero banyak mengalami modifikasi. Baik itu gaya dan gerakannya maupun pengiring musik yang umumnya sekarang tarian dero diiringi dengan elekton dengan penyanyi utama .
Untuk tetep dapat melestarikan budaya peninggalan nenek moyang kita harus dapat mmemilah dan memilih budaya yang baru yang positif. Kita harus tetap mengikuti perkembangan budaya medern tetapi jangan sampai kita meninggalkan
budaya
sendiri.
Jangan
sampai
kejdian
kemarin
seperti
pengklaiman terjadi kembali. Hal tersebut terjadi juga karena kita kurang menjaga dan meletarikan budaya sendiri. DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU Koentjaranigrat, 2002 Pengantar Imu Antropologi, Rineke Cipta, Jakarta. Abu Achmadi dan Chplid Narkubo. (2005) Metode Penelitian. Jakarta : PT Bumi Aksara Burhan Bungin (2006) SOSIOLOGI KOMUNIKASI : Teori, Paradima, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana 2006 Chris Jerks (2013). Culture :Studi kebudayaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Deddy Mulyana Dkk, (1993) KOMUNIKASI ANTARBUDAYA: panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung 1993. Pengertian ritual ini disarikan oleh Tsuwaibah,et.al, Kearifan Lokal Dalam Penaggulangan Bencana, Pusat Penelitian IAIN Walisongo, Semarang, 2011,
hlm. 44-47.
Dewi Wulansari. (2009). Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung : PT Refika Aditama. Joko Tri Prasetya, Dkk (2004), Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Jules Couvreur. (2001). Sejarah dan Kebudayaan Sejarah Muna. Kupang (NTT) : Artha Wacana Pres. Koentjaraningrat. (1985). Kebudayaan, Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia. (1987). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : UI-Press
(2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Piotr Sztompka (2010) Sosiologi Perubahan Sosial Yogyakarta: Prenanda Media Group Szompka. Op.cit hl 69 Sugiyono (2013), Metode Penelitian Kualitatif : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sudibyo. Lies. Dkk. (2013). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Penerbit C.V
Andi Offset.
Sugono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alvabeta. Yad Mulyadi (1999). Antropologi : Untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 3 Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. PT. Pratasejati Mandiri.
Zaini Hasan, Dkk (1996), Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi. Soelaiman .M. Munandar. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta Refika.
2. SKRIPSI 3. Ervina Mokoginta, 2014. Tradisi Mokidulu 4. Muslim Aspela, 2013 Interaksi Antar Etnik 5. 6. INTERNET http://dags-kompak.blogspot.com/2011/10/memahami-asal-muasalbudaya-tarian_17.html http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertiankebudayaan.html#pengertian