1
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA YANG TERINTEGRASI NILAI (Quasi eksperimen di SMA Budi Mulia Ciledug Tangerang)
OLEH: SITI USMAYATI NIM: 104016200459
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
2
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA YANG TERINTEGRASI NILAI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
SITI USMAYATI 104016200459
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I
Pembimbing II
Etty Sofyatiningrum, M.Ed NIP. 131 808 296
Dedi Irwandi, M.Si NIP. 150 299 937
3
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi ini berjudul: “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai”, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosah pada tanggal 19 April 2010 dihadapan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia. Jakarta, 21 Mei 2010
Panitia Ujian Munaqosah Tanggal
Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Baiq Hana Susanti, M.Sc NIP 19700209 200003 2 001
..............
..........................
..............
..........................
..............
..........................
..............
..........................
Sekertaris Jurusan Nengsih Juanengsih, M.Pd NIP 19790510 200604 2 001 Penguji I Prof.Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd NIP 19681228 200303 1 004 Penguji II Munas Prianto Ramli NIP 19791029 200604 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof.DR. Dede Rosyada, MA. NIP 19571005 198703 1 003
4
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Siti Usmayati
Tempat/Tgl.Lahir : Tangerang, 04 Maret 1985 NIM
: 104016200459
Jurusan / Prodi
: Pendidikan IPA/ Pendidikan Kimia
Judul Skripsi
: PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA YANG TERINTEGRASI NILAI
Dosen Pembimbing
: 1. Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed 2. Dedi Irwandi, M.Si
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Mengetahui Ketua Jurusan,
Jakarta, Mahasiswa Ybs. Materai 6000
Baiq Hana Susanti, M.Sc
Siti Usmayati
NIP. 19700209 200003 2 001
NIM. 104016200459
ABSTRACT Siti Usmayati. The Effects on Using Contextual Approach toward Mastering Value Integrated Thermo-Chemical Concept, thesis, the Department of Science Education, Chemistry Education Program, the Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. The research is to know the effects on using conceptual approach toward students’ chemistry mastery of value integrated thermo-chemical concept. The research was based on Quasi Experiment Method and Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design. The research compared two groups: experimented group treated by contextual approach and controlled group treated by traditional approach. The measuring was carried out before and after the treatment and the effects of treatment was measured based on the differences between initial measurement and final measurement of both groups. The samples were students of Science XI-1 as the experimented group and students of Science XI-2 as the controlled group. The research used purposive sampling technique. The test carried out on this research was a ten-number essay based on the scoring guidance. The result showed that results showed the experimental group received the pretest mean of 42,80 and the posttest mean of 71,80. It also showed that the controlled group received the pretest mean of 37,92 and the posttest mean of 61,56. Based on analysis of data using test statistic “t”, the result showed that both groups received the pretest mean of 1,85 from tcounted and 2,00 from ttable, with db of 68 (N1+N2-2) and the significant level of 0,05. Since tcounted (1,85) was less than ttable (2.00), Ho was accepted. It showed that there was no effects to the students’ mastery of concept before the treatment. Both groups received the posttest mean of 4,44 from tcounted and of 2,00 from ttable with db of 68 and the significant level of 0,05. Since tcounted (4,44) was bigger than ttable (2.00), Ha was accepted. It showed that there were significant effects to the students’ chemistry mastery of value integrated thermo-chemical concept after the treatment by using the contextual approach. The N-Gain average of the experimented group’s mastery was 0,53 (moderate) and the N-Gain average of the controlled group’s mastery was 0,38 (moderate). It concluded that the N-Gain average of the experimented group was bigger than the controlled group, although both groups were in the same category. Keyword: Approach, CTL, Concept, Thermo-Chemical, Value
i 5
6
ABSTRAK Siti Usmayati. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai, skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep kimia siswa pada konsep termokimia yang terintegrasi nilai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment. Jenis desain yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design yang melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan tradisional. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dan pengaruh dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua kelompok. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah teknik purposive sampling. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes essay sebanyak 10 soal dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh mean pretest kelompok eksperimen sebesar 42,8 dan posttest 71,8. Sedangkan mean pretest kelompok kontrol sebesar 37,92, dan posttest 61,56. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji ”t”, diperoleh harga thitung untuk nilai pretest kedua kelompok sebesar 1,85 dan ttabel 2,00 dengan db 68 (N1+N2-2) dan taraf signifikansi 0,05. Karena thitung (1,85) lebih kecil dari ttabel (2,00), maka Ho diterima, dengan diterimanya Ho menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh terhadap penguasaan konsep siswa sebelum diberikan perlakuan. Adapun harga thitung untuk nilai posttest kedua kelompok sebesar 4,44 dan ttabel dengan db 68 dan taraf signifikansi 0,05 adalah sebesar 2,00. Karena thitung (4,44) lebih besar dari ttabel (2,00), maka Ha diterima, dengan diterimanya Ha menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan konsep termokimia siswa yang terintegrasi nilai setelah diberikan perlakuan dengan pendekatan kontekstual. Adapun nilai rata-rata N-Gain dari penguasaan konsep kelompok eksperimen sebesar 0,53 (sedang) dan kelompok kontrol sebesar 0,38 (sedang). Dari nilai ratarata N-Gain yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata N-Gain kelompok eksperimen lebih besar dari pada kelompok kontrol walaupun keduanya sama-sama berada dalam kategori sedang. Kata Kunci: Pendekatan, CTL, Konsep, Termokimia, Nilai
ii
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan iman, ibadah, akal dan kesehatan. Begitu pula lancarnya jalan penelitian ini adalah karena rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan atas Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya sampai akhir zaman. Menyelesaikan skripsi ini adalah kebahagiaan yang tak terhingga bagi penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada mbi, bang upi, bang jejen, bang acan, dan bang ndin yang telah memberikan segenap bantuan materi, waktu, tenaga dan cinta yang tidak pernah habis kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sedalamdalamnya juga kepada dedeh adikku yang tersayang yang selalu mendoakan keberhasilan saudaranya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak begitu saja dapat terselesaikan, melainkan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada: 1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA. 3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA. 4. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed, dan Bapak Dedy Irwandi, M.Si, dosen pembimbing I dan II yang sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dengan tulus dan
penuh kesabaran. 5. Para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan ilmu dan contoh akhlak mulia semasa kuliah hingga terselesaikan skripsi ini.
iii
8
6. Pihak sekolah, khususnya kepada Kepala Sekolah dan wakil kepala bagian kesiswaan SMA Budi Mulia Ciledug bapak Hikmat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 7. Ibu Indah S.Si, guru kimia di SMA Budi Mulia dan seluruh siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Budi Mulia Ciledug yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. 8. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Imu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas terhadap penulis dalam
mengadakan
kepustakaan. 9. Teman-teman di Bimbingan Tes Alumni 70, khususnya Mas Panji yang senantiasa memberikan doa dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis. 10. Teman-teman kelas angkatan 2004, senasib dan seperjuangan. Resy, Maria, Tiwi, Diana, Riri, Iyus, Khasanah, Biah, evi dan semuanya, yang tidak bisa disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa cinta kepada teman-teman. Hanya doa dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga mendapatkan pahala dan anugerah dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan., agar dapat dijadikan pelajaran untuk penelitian selanjutnya. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang positif kepada pembaca serta memberikan manfaat bagi semua pihak. Amiiin. Wassalaamu’alaikum wr.wb Jakarta, Januari 2010 Penulis Siti Usmayati NIM.104016200459
iv
9
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................
6
C. Pembatasan Masalah ......................................................................
7
D. Perumusan Masalah........................................................................
7
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
8
F. Manfaat Penelitian .........................................................................
8
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoritis................................................................................
9
1. Strategi, Pendekatan dan Metode Pembelajaran ........................
9
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual......................................
12
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual...............
12
b. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional..........................................................................
16
c. Komponen Pembelajaran Kontekstual.................................
18
d. Prinsip dan Strategi Pembelajaran Kontekstual ...................
21
e. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas .......................
23
f. Karakteristik Pendekatan Kontekstual.................................
23
3. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual ..............
24
a. Hakikat Penguasaan Konsep ...............................................
24
v
10
b. Tingkat Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran................
26
c. Pengukuran Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran.........
27
4. Nilai-nilai Sains ........................................................................
29
a. Pengertian Nilai ..................................................................
29
b. Macam-macam Nilai...........................................................
31
c. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai ....................................
34
d. Tahap Proses Pembentukan Nilai ........................................
34
5. Konsep Termokimia .................................................................
35
6. Nilai-nilai dalam Konsep Termokimia ......................................
43
7. Hasil Penelitian yang Relevan...................................................
48
B. Kerangka Berpikir ..........................................................................
50
C. Pengajuan Hipotesis .......................................................................
51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
53
B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................
53
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel......................................
54
D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................
54
E. Prosedur Penelitian.........................................................................
55
F. Instrumen Penelitian ......................................................................
57
G. Variabel Penelitian ........................................................................
59
H. Uji Coba Instrumen ........................................................................
60
I. Teknik Analisis Data ......................................................................
63
J. Perumusan Hipotesis Statistik.........................................................
66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data................................................................................
67
1. Hasil Pretest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen
67
2. Hasil Postest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen
68
3. Hasil Pretest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Kontrol.....
69
4. Hasil Postest Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Kontrol.....
71
vi
11
5. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ...........
72
6. Hasil Angket Tanggapan Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran
74
7. Deskripsi Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol .....................................................................................
76
B. Analisis Data Tes Penguasaan Konsep............................................
76
1. Uji Normalitas ..........................................................................
76
2. Uji Homogenitas.......................................................................
77
3. Pengujian Hipotesis ..................................................................
77
4. Uji N-Gain................................................................................
78
C. Interpretasi Data dan Pembahasan ..................................................
81
D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................
86
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................
87
B. Saran ..............................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
90
LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................
95
vii
12
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional 17
Tabel 2.
Tingkatan Domain Kognitif .........................................................
28
Tabel 3.
Tingkat Nonrandomized Control Group Pretest- Posttest Design
53
Tabel 4.
Kisi-kisi Instrumen Soal Essay ....................................................
58
Tabel 5.
Kisi-kisi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual yang Terintegrasi Nilai ..
Tabel 6.
Distribusi Frekuensi Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Eksperimen ................................................................
Tabel 7.
68
Distribusi Frekuensi Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Kontrol.......................................................................
Tabel 9.
67
Distribusi Frekuensi Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Eksperimen ................................................................
Tabel 8.
59
70
Distribusi Frekuensi Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Kontrol.......................................................................
71
Tabel 10. Hasil Observasi Siswa saat Pembelajaran di Kelas.......................
73
Tabel 11. Hasil Observasi Siswa saat Pembelajaran di Laboratorium ..........
74
Tabel 12. Persentase Indikator Tanggapan Siswa terhadap pembelajaran yang Dilakukan....................................................................................
75
Tabel 13. Rekapitulasi Penguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol........................................................................................
76
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas dengan Uji Lilliefors...................................
76
Tabel 15. Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Fisher....................................
77
Tabel 16. Hasil Uji Hipotesis dengan uji “t”................................................
78
Tabel 17. Persentase Peningkatan Penguasaan Konsep Kelompok Eksperimen 79 Tabel 18. Persentase Peningkatan Penguasaan Konsep Kelompok Kontrol..
viii
80
13
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
a. Sistem Terbuka, b. Tertutup dan c. Terisolasi........................
Gambar 2.
Proses fotosintesis pada tumbuhan dengan bantuan sinar matahari
38
(menyerap kalor yang berupa panas/sinar matahari) merupakan reaksi Endoterm........................................................................
40
Gambar 3.
Skema Alur Penelitian ..............................................................
57
Gambar 4.
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Eksperimen.........................................
Gambar 5.
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Eksperimen.........................................
Gambar 6.
69
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Kontrol ...............................................
Gambar 7.
68
71
Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelompok Kontrol ...............................................
ix
72
14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
SILABUS ..............................................................................
Lampiran 2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Eksperimen............................................................................
Lampiran 3.
95
98
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Kontrol .................................................................................. 109
Lampiran 4.
Kisi-kisi Instrumen ................................................................ 118
Lampiran 5.
Uji Coba Instrumen................................................................ 122
Lampiran 6.
Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen ....................................... 124
Lampiran 7.
Teknik Penskoran Uji Coba Instrumen................................... 129
Lampiran 8.
Instrumen Pretest................................................................... 131
Lampiran 9.
Instrumen Posttest ................................................................. 133
Lampiran 10. Kunci Jawaban Instrumen ...................................................... 135 Lampiran 11. Teknik Penskoran Instrumen.................................................. 138 Lampiran 12. Lembar Observasi.................................................................. 140 Lampiran 13. Kisi-kisi Angket..................................................................... 141 Lampiran 14. Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual pada Konsep Termokimia yang Diintegrasikan dengan Nilai-Nilai ................................ 143 Lampiran 15. Perhitungan Persentase Angket Respon Siswa ....................... 145 Lampiran 16. Lembar Kerja Siswa 1............................................................ 148 Lampiran 17. Kuis Reaksi Eksoterm dan Endoterm ..................................... 150 Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa 2............................................................ 153 Lampiran 19. Validitas ................................................................................ 157 Lampiran 20. Reliabilitas............................................................................. 158 Lampiran 21. Tingkat Kesukaran................................................................. 159 Lampiran 22. Daya Pembeda ....................................................................... 160 Lampiran 23. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen .................................. 161 Lampiran 24. Perhitungan Uji Validitas Secara Manual............................... 162
x
15
Lampiran 25. Perhitungan Tabel Distribusi Frekuensi, Rata-rata, Median, Modus, Standar Deviasi dan Varians...................................... 163 Lampiran 26. Perhitungan Uji Normalitas................................................... 169 Lampiran 27. Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen ... 170 Lampiran 28. Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol.......... 171 Lampiran 29. Perhitungan Uji Homogenitas Pretest Kedua Kelompok ........ 172 Lampiran 30. Perhitungan Uji Homogenitas Posttest Kedua Kelompok....... 174 Lampiran 31. Perhitungan Uji Hipotesis Skor Pretest .................................. 176 Lampiran 32. Perhitungan Uji Hipotesis Skor Posttest................................. 177
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di
manusia untuk membina dalam
masyarakat
dan
kebudayaan.1 Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab 1 pasal 1, pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 2 Dalam perumusan tujuan suatu institusi, tujuan mata pelajaran, dan tujuan pembelajaran di kelas diarahkan pada tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab 2 pasal 3, menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3 Kimia merupakan salah satu bagian dari sains yang sangat besar pengaruhnya untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kimia juga berperan penting dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas. Salah 1
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), Edisi 1, Cet. 2, h. 1 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, Ketentuan Umum, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3, “Dasar Fungsi dan Tujuan”, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010.
1
2
satu tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam mata pelajaran kimia di SMA adalah agar siswa menguasai berbagai konsep kimia melalui pembelajaran yang menuntun siswa sebagai pembelajar untuk dapat mengonstruk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman nyata siswa dan bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dituntut agar lebih kreatif dalam memilih strategi dan metode pembelajaran yang tepat yang dapat membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep kimia serta mampu mengaplikasikan konsep yang mereka terima dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu konsep kimia yang abstrak dan cukup sulit dipahami siswa adalah termokimia. Konsep tersebut mempelajari tentang kalor reaksi dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran konsep termokimia hendaknya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari agar pembelajaran kimia lebih dipahami oleh siswa sehingga pembelajaran kimia tersebut akan lebih bermakna, dibandingkan pembelajaran yang hanya menekankan siswa untuk menghafal konsep tanpa mengetahui hubungan konsep tersebut dengan pengalaman nyata siswa. Adanya pergeseran moral yang dialami bangsa Indonesia beberapa tahun belakangan ini, seperti terjadinya kenakalan remaja dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, perkosaan, melahirkan anak di luar nikah, penggunaan obat terlarang, perkelahian masal, perampokan maupun berbagai kenakalan lainnya yang meresahkan, menuntut lembaga pendidikan formal untuk meningkatkan peranannya dalam pembentukkan kepribadian anak melalui peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai. Penerapan
pendidikan
nilai
di
sekolah
dapat
dilakukan
melalui
pengintegrasian antara materi dengan nilai-nilai pada saat pembelajaran dengan menggunakan strategi dan pendekatan tanpa harus menambah jam pelajaran. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di sekolah tempat peneliti melakukan praktik profesi keguruan terpadu (PPKT), ternyata sampai
3
saat ini pembelajaran kimia yang dilakukan masih cenderung bersifat tradisional yang berorientasi pada guru (teacher center) dan target materi tanpa memperhatikan pengalaman belajar siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran, metode yang digunakan dalam menyampaikan materi cenderung metode ceramah. Penyajian materi semata-mata hanya berorientasi kepada materi yang tercantum pada kurikulum dan buku teks. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif dalam menerima informasi. Kegiatan siswa di kelas hanya membaca, mendengarkan, mencatat dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan juga kurang dikaitkan dengan kehidupan seharihari, sehingga siswa kurang merasakan manfaat materi yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi. Keberhasilan pembelajaran kimia sering kali hanya dilihat dari tinggi rendahnya nilai evaluasi akhir. Sehingga orientasi pembelajaran yang dilakukan adalah berusaha agar siswa mendapat nilai yang tinggi saat ujian, tanpa memberikan perhatian lebih bahwa perlunya pengalaman langsung dalam pembelajaran kimia. Selain itu, selama proses transfer pengetahuan belum pernah dilakukan pengintegrasian konsep kimia dengan nilai-nilai. Padahal di tengah tantangan yang kian deras sudah seharusnya pendidikan tidak bebas dari nilai. Dengan adanya pengintegrasian pembelajaran terhadap nilai-nilai, diharapkan siswa dapat menentukan nilai baik dan buruk dalam kehidupan sehingga dapat memilih nilai-nilai yang baik untuk peningkatan kualitas hidupnya di dalam masyarakat, agar tidak terjadi hal-hal seperti contoh di atas. Pembelajaran sains terintegrasi nilai memiliki kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran sains tanpa diintegrasikan dengan nilai, selain dapat mengubah sikap siswa terhadap penghayatan nilai yang dikandung bahan ajarnya, juga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajarinya.4 Pengembangan terhadap penghayatan nilai-nilai yang dikandung oleh suatu 4
Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan NIlai, (Bandung: Mughni Sejahtera, 2005), h. 28
4
bahan ajar melalui penalaran analogi dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa.5 Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, pengintegrasian nilai-nilai dalam proses pembelajaran kimia di kelas XI IPA diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep termokimia sekaligus dapat mengembangkan kepribadiannya yang dapat menuntunnya ke jalan kebenaran serta dapat meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Menurut Sukarno nilai-nilai dalam sains terbagi ke dalam “nilai agama, nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, dan nilai sains dalam pendidikan”. 6 Pengintegrasian konsep sains dengan nilai-nilai sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Ar-Ra’du ayat 3 bahwa sesungguhnya sains dan nilai-nilai memiliki titik temu, yaitu: Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir, (QS. Ar-Ra’du: 3). Maksud dari ayat diatas adalah adanya keterpaduan antara konsep sains dan nilai-nilai yaitu ayat-ayat Qauliyah (Al-quran dan Al-hadits) dan ayat-ayat Kauniyah (alam semesta). Hukum-hukum agama dan hukum-hukum alam ditetapkan atas kehendak Allah SWT, untuk keperluan manusia.7 Oleh karena itu, kebenaran yang ada pada kedua ayat tersebut tidak mungkin bertentangan. Berdasarkan latar belakang di atas, dalam proses pembelajaran sangat diperlukan suatu model atau pendekatan yang tepat yang dapat meningkatkan 5
Ibid., h. 18 Sukarno, dkk, Dasar-dasar Pendidikan Science, (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 21-24 7 Gunawan, Penerapan Model Pembelajaran Integrasi Imtaq untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa di MA Dakwah Islamiah Putra Kediri, Jurnal Kependidikan, November 2005, Volume 4, Nomor 2, h. 192 6
5
iklim pembelajaran yang aktif dan bermakna, sehingga siswa lebih mudah dalam menguasai dan memahami konsep dengan cara mengonstruk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman nyata siswa, bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pada akhirnya diharapkan hasil belajar siswa meningkat. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan masalah di atas adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).8 Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Pembelajaran kontekstual sangat mengedepankan proses pembelajaran dan bukan hanya pada hasil pembelajaran, terutama di sekolah (di kelas), yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Penilaian yang dilakukan pun bersifat sebenarnya berdasarkan apa yang siswa lakukan selama proses pembelajaran. Dengan penerapan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran tidak terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan tetapi lebih memberdayakan siswa. Siswa tidak diharuskan untuk menghafal fakta dan konsep, tetapi didorong untuk membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatannya secara aktif dalam proses pembelajaran. Tugas guru adalah memfasilitasi proses pembelajaran tersebut dengan memberikan materi 8
_______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL), (Jakarta: Depdiknas, 2002), h. 5
6
yang sesuai dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa tidak kesulitan dalam menghubungkan pengetahuan awal dan pengalaman siswa dengan materi yang diajarkan.9 Penerapan pendekatan kontekstual di sekolah dapat dipadukan dengan nilai-nilai yang diselipkan pada materi pelajaran tanpa menambah jam pelajaran, karena pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari seluruh kepribadian seseorang. Tingkat perkembangan seseorang tercermin bukan saja dari kemampuannya untuk mengetahui, tetapi sekaligus mencerminkan kebiasaan, sasaran, dan keseimbangan yang diciptakan orang tersebut diantara berbagai aspek kehidupannya. Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kimia pada konsep termokimia yang diintegrasikan dengan nilai-nilai di kelas XI IPA secara intensif, diharapkan dapat mempengaruhi penguasaan konsep siswa dan dapat mengembangkan pemahaman tentang kegunaan ilmu kimia dalam kehidupan
sehari-hari serta
mampu
mengaplikasikannya.
Selain
itu,
diharapkan dapat menambah keimanan kepada tuhan yang Maha Esa sehingga dapat menuntun siswa untuk selalu melakukan sesuatu yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Kontekstual terhadap Penguasaan Konsep Termokimia yang Terintegrasi Nilai”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu: 1. Siswa kurang mampu memahami konsep kimia.
9
Edy Herianto, dkk., Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa D2 PGSD FKIP Universitas Mataram pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual, Laporan Penelitian, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram Oktober 2006, h. 5
7
2. Siswa kurang mampu mengaplikasikan materi yang diperoleh dari sekolah dengan masalah kehidupan sehari-hari. 3. Pembelajaran yang dilakukan kurang dikaitkan dengan kehidupan seharihari. 4. Pembelajaran yang dilakukan cenderung bersifat tradisional dengan metode ceramah. 5. Kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa cenderung bersifat pasif. 6. Selama pembelajaran belum pernah dilakukan pengintegrasian konsep kimia dengan nilai-nilai.
C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari pelebaran masalah dan timbulnya kerancuan masalah, maka penulis membatasi masalah yang akan dikaji, yaitu: 1. Materi pembelajaran dibatasi pada konsep termokimia. 2. Nilai yang diintegrasikan pada konsep termokimia adalah nilai agama, nilai praktis, nilai intelektual, dan nilai sosial-politik-ekonomi. 3. Penguasaan konsep yang diukur adalah penguasaan konsep pada aspek kognitif siswa yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh melalui tes penguasaan konsep. 4. Pembelajaran
dilakukan
dengan
pendekatan
kontekstual
dengan
menggunakan metode ceramah, praktikum, diskusi dan tanya jawab.
D. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai?”
8
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi guru, dapat memberikan wawasan tentang pentingnya penggunaan pendekatan kontekstual dalam kegiatan belajar mengajar yang nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa. 2. Bagi siswa, memotivasi siswa untuk menyukai mata pelajaran kimia serta dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman tentang kegunaan ilmu
kimia
dalam
kehidupan
sehari-hari
serta
mampu
mengaplikasikannya. 3. Bagi guru, memberikan informasi tentang perlunya pemupukan dan penanaman nilai-nilai yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran kepada siswa. 4. Bagi sekolah, calon guru, guru, dan pemerintah memberikan masukkan yang berarti dalam bidang pengembangan manusia Indonesia yang pada gilirannya dapat memajukan kehidupan masyarakat Indonesia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 5. Bagi peneliti, dapat memperoleh informasi tentang penguasaan konsep siswa dengan menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan dengan nilai-nilai dalam materi pelajaran.
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis 1. Strategi, Pendekatan dan Metode Pembelajaran Belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap orang, mulai dari buaian sampai ke liang lahat tidak terkecuali baik pria maupun wanita.10 Dalam lingkup pendidikan, belajar diidentikkan dengan proses kegiatan sehari-hari siswa di sekolah atau madrasah.11 Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsepkonsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing.12 Belajar dapat pula diartikan perubahan tingkah laku peserta didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap ataupun keterampilan sebagai hasil respon pembelajaran yang dilakukan guru.13 Secara filosofis, belajar menurut teori kontruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruk pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.14 Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan peserta didik secara aktif untuk mempelajari dan memahami konsep10
Mulyati Arifin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran yang Efektif, (Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, 2000), h. 8 11 Ahmad Zayadi, Tadzkirah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 7 12 Mulyati Arifin, dkk., Op.Cit., h. 8 13 Ibid. 14 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2007), h. 116
9
10
konsep sedikit demi sedikit yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, baik pada aspek pengetahuan,
sikap
ataupun
keterampilan
sebagai
hasil
respon
pembelajaran yang dilakukan guru, yang dimulai sejak dari buaian sampai ke liang lahat tidak terkecuali baik laki-laki maupun perempuan. Strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses berpikir yang digunakan siswa. Tujuan utama strategi pembelajaran adalah mendorong siswa untuk belajar atas kemauan dan kemampuan diri sendiri. Guru yang merupakan komponen utama dalam pembelajaran hendaknya dapat menyiapkan strategi belajar mengajar yang tepat untuk mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. Nana Sudjana dan Daeng Arifin seperti dikutip Asep Sugiharto mengemukakan bahwa strategi mengajar adalah taktik yang digunakan guru
dalam
melaksanakan
proses
belajar
mengajar
agar
dapat
mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien15. Menurut Hasibuan seperti dikutip Asep Sugiharto, strategi belajar mengajar adalah pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.16 Strategi belajar mengajar merupakan cara dan urutan yang ditempuh seorang guru dalam mengajar agar berhasil atau tujuan pembelajaran tercapai.17 Wina Sanjaya seperti dikutip Ahmad Sudrajat mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.18 Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R
15
Asep sugiharto, “Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan Konstektual pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama”, dari http://one.indoskripsi.com/content/pembuktian-hasil-belajar-siswa-dalam-penggunaanpendekatan-konstektual-pada-sekolah-lanjutan, diakses Kamis, 04 Agustus 2008 16 Ibid. 17 Mulyati Arifin, dkk., Op.Cit, h. 8 18 Ahmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran, diterbitkan 12 September 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, dari
11
David, Wina Sanjaya dalam Ahmad Sudrajat menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.19 Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusankeputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi belajar mengajar merupakan susunan atau urutan perencanaan yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.20 Menurut Ahmad Sudrajat ada dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).21 Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru agar materi pelajaran dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.22 Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-tekniktaktik-dan-model-pembelajaran/, diakses Sabtu, 24 Januari 2009 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 22 Baskoro Adi Prayitno, “Keefektifan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Analisis dan Sintesis serta Ketrampilan Berkomunikasi pada Mata Kuliah Biologi Umum Mahasiswa Stkip Hamzanwadi Selong”, dari http://baskoro1.blogspot.com/2008/04/keefektifan-pendekatan-kontekstual.html, Minggu 20 April 2008, diakses Kamis, 12 Februari 2009
12
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.23 Terdapat beberapa
metode
pembelajaran
yang
dapat
digunakan
untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) praktikum; (6) pengalaman lapangan; (7) debat; (8) dan sebagainya.24
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada awal abad 20 khususnya di USA oleh John Dewey yang menyatakan bahwa kurikulum dan metode mengajar terkait dengan pengalaman dan minat siswa.25 Pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) terbentuk dari tiga kata yaitu contextual, teaching and learning. Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang bertindak secara professional.26 Learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang menunjukkan perilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan.27 Sedangkan kontekstual berasal dari kata konteks yang artinya hubungan atau keterkaitan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari.28 Sehingga pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan seharihari.
23
Ahmad Sudrajat, Op.Cit. Ahmad Sudrajat, Op.Cit. 25 Hardiansyah, dkk., Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi Tumbuhan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin, Laporan Penelitian, Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin, 2003, h. 6 26 A. Chaedar Alwasilah, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2006), h. 19 27 Ibid. 28 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 367 24
13
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. 29 Melalui pengalaman nyata yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan baru mereka.30 Berdasarkan definisi di atas
maka
landasan
filosofi
pengembangan pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, artinya belajar
tidak sekedar
menghafal,
tetapi siswa
harus
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka dan memberi makna melalui pengalaman nyata.31 Jadi, dengan konstruktivisme menjadikan pembelajaran
lebih
bermakna
dan
relevan
dan
memberikan
kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.32 Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain.33 Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam
proses
pembelajaran,
siswa
membangun
sendiri
pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran,
29
_______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL), (Jakarta: Depdiknas, 2002), h. 5 30 Rini Prisma Gusti, Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and picture) pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang, Jurnal Guru, No. 1 Vol 3 Juli 2006, Guru SMA Muhammadiyah Padang Panjang, h. 34-35 31 Ibid., h. 35 32 Ibid. 33 Yuhasriati dan Anwar, Upaya Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Kontekstual di SMPN 8 Banda Aceh, Laporan Penelitian, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Desember 2007, h. 9-10
14
sehingga yang menjadi pusat kegiatan adalah siswa bukan guru.34 Hal ini didasarkan pada hakikat bahwa siswa sebagai individu mempunyai potensi untuk
mencari
dan
mengembangkan
dirinya
melalui
lingkungan.35 U.S. Department of Education and the National School to Work Office yang dikutip oleh Blanchard dalam Nur yang dikutip kembali oleh Mochamad Enoh mengemukakan bahwa pendekatan kontekstual merupakan suatu perpaduan dari banyak praktek pengajaran yang baik dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan fungsionalisasi pendidikan untuk semua siswa.36 Pendekatan pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalahmasalah yang disimulasikan.37 Melalui pembelajaran kontekstual siswa dapat berlatih menekankan keterampilan berpikir tingkat tinggi, transfer
pengetahuan
lintas
disiplin
akademik,
dan
berlatih
mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari berbagai sumber, dan dengan berbagai sudut pandang.38 Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengkaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan 34
Ibid., h. 10 Ibid. 36 Mochamad Enoh, Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Geografi SMU/MA, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid II Nomor 1, 2004, h. 18 37 Stevanus Sahala, dkk., Pengembangan Pembelajaran Fisika Model Generatif dengan Menggunakan Lingkungan Belajar Kolaboratif Berbasis Pendekatan Kontekstual di SMU, Laporan Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, 2005, h. 7 38 Sunardiyanto, Keefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada Mata Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu, Jurnal Penelitian Kependidikan, Th 14, No 1, Juni 2004, hlm. 52-53 35
15
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.39 Erman Suherman seperti dikutip Asep Sugiharto menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and leaning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas.40 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan
mengkaitkan antara isi materi pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dimana mereka mengkontruks sendiri pengetahuannya, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan lebih mudah dipahami. Pembelajaran kontekstual menekankan pada multi aspek lingkungan belajar seperti, ruang kelas laboratorium, laboratorium komputer, lapangan kerja, dan sebagainya. Pembelajaran kontekstual menganjurkan
para
pendidik
untuk
memilih
atau
mendesain
lingkungan pembelajaran yang memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar seperti lingkungan sosial, budaya, fisik, dan lingkungan psikologis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata dalam lingkungan pembelajaran.
39
Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Pendidikan, 2008”, dari http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajarancontextual-teaching-and-learning-ctl/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008 40 Asep Sugiharto, Op.Cit.
16
b. Perbedaan
Pendekatan
Kontekstual
dengan
Pendekatan
Tradisional Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).41 Sesuatu yang baru, maksudnya yang datang dari ”menemukan sendiri” bukan dari”apa kata guru. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Dalam pembelajaran guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan pengalaman nyata siswa. Sedangkan dalam kelas tradisional, guru adalah pemimpin di ruang kelas.42 Penyajian materi semata-mata hanya berorientasi kepada materi yang tercantum pada buku teks yang menekankan siswa untuk menghafal tanpa memahami konsep dan tanpa mengetahui relevansi materi pelajaran kimia yang dipelajari dengan kehidupan sehari-harinya. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, berdiskusi, mencari tahu, berpikir kritis, atau terlibat dalam proyek kerja nyata dan pemecahan masalah.43 Waktu
siswa
hanya
dihabiskan
untuk
mendengarkan
penjelasan guru, mengisi buku tugas, dan menyelesaikan latihanlatihan.44 Hal ini menyebabkan siswa menjadi cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan membuat siswa merasa sulit dalam memahami kimia yang penuh dengan konsep-konsep dan bersifat abstrak. Untuk lebih lengkapnya, perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional pada proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
41
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Op.Cit., h. 137 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: MLC, 2008), Cet. VI, h. 100 43 Ibid., h. 41 44 Ibid. 42
17
Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional.45 No
Pendekatan Kontekstual
1
Menyandarkan pada pemahaman makna. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
2 3
4
5
6 7
8 9 10
13
14
45
Pendekatan Tradisional Menyandarkan pada hafalan.
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. dikaitkan Pembelajaran sangat abstrak kehidupan dan teoritis, tidak bersandar yang pada realitas kehidupan.
Pembelajaran dengan nyata/masalah disimulasikan. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok). Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri yang bersifat subyektif. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual). Perilaku dibangun atas kebiasaan. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai raport. Pembelajaran hanya terjadi di dalam ruangan kelas. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Ahmad Sudrajat, “Pembelajaran Kontekstual “, Kurikulum dan Pembelajaran, Depdiknas, 2008, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
18
c. Komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Berikut ini adalah uraian mengenai ke tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual: 46 1) Konstrukstivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Maksud konstruktivisme disini adalah membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalamanpengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal.47 Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.48 Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.49 2) Menemukan (Inquiry) Menemukan
merupakan
kegiatan
inti dari
proses
pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
46
Asep Sugiharto, Op.Cit. Mochamad Enoh, Op.Cit., h. 19 48 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. 1, h. 108 49 Ibid. 47
19
3) Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. 5) Pemodelan (Modeling) Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasanya akan lebih dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Salah satu contoh pemodelan dalam pembelajaran misalnya, mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu
20
baca atau dalam membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media yang lainnya. 6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi berguna untuk mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:50 a) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu; b) Catatan atau jurnal di buku siswa; c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d) Diskusi; dan e) Hasil karya. 7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment) Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komperhensif berkenaan dengan seluruh aktifitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar, sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian autentik seharusnya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga menjadi obyektif. Misalnya, membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek afektif dan tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa.51 Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.52 Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa, antara 50
Ibid., h. 113 Ibid., h. 114 52 Ibid.
51
21
lain: (1) proyek/kegiatan dan laporannya; (2) PR (pekerjaan rumah); (3) kuis; (4) karya siswa; (5) presentasi atau penampilan siswa; (6) demonstrasi; (7) laporan; (8) jurnal; (9) hasil tes tulis; dan karya tulis.53 Sebuah
kelas
dikatakan
menggunakan
pendekatan
pembelajaran kontekstual, apabila ke tujuh komponen tersebut diterapkan dalam pembelajaran.54 Dari ke tujuh komponen tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang memiliki akal sehat.55
d. Prinsip dan Strategi Pembelajaran Kontekstual Adapun prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:56 1) Keterkaitan, relevansi (Relating) Proses
pembelajaran
hendaknya
ada
keterkiatan
(relevance) dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa, dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti, manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat.
53
Ibid., h. 115 R. Rudiyanto, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI Desember 2003, Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja, h. 68 55 Lili Pramuji, “Mengembangkan Soft Skills Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual”, dari http://www.pendidikan.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=22&artid=920, diakses Minggu, 16 Maret 2008 56 Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan: Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar , (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 16-18 54
22
2) Pengalaman langsung (Experiencing) Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan, investigasi, penelitian dan lain-lain. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. 3) Aplikasi (Applying) Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih daripada sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan fakta, konsep, prinsip atau prosedur atau ”pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan (use)”. 4) Kerja sama (Cooperating) Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antarsiswa dengan guru, antarsiswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga sekaligus memberikan
wawasan
pada
dunia
nyata
bahwa
untuk
menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja. 5) Alih pengetahuan (Transferring) Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekedar untuk dihafal tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain.
23
Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari dalam memecahkan masalah-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif.
e. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Adapun
langkah-langkah
pelaksanaan
pendekatan
pembelajaran kontekstual dalam kelas adalah sebagai berikut:57 1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4) Menciptakan masyarakat belajar. 5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
f. Karakteristik Pendekatan Kontekstual Adapun karakteristik dari pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:58 1) Kerjasama 2) Saling menunjang 3) Menyenangkan, tidak membosankan 4) Belajar dengan bergairah 5) Pembelajaran terintegrasi 6) Menggunakan berbagai sumber 57
Anonim, ”Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas SMP”, dari http://ardlian.wordpress.com/2007/08/18/penerapan-pendekatan-kontekstual-di-kelas-smp/, 18, Agustus 2007, diakses Kamis, 05 Februari 2009 58 Ahmad Sudrajat, Op.Cit.
24
7) Siswa aktif 8) Sharing dengan teman 9) Siswa kritis guru kreatif 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, petapeta, gambar, artikel, humor dan lain-lain 11) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
3. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual a. Hakikat Pengusaan Konsep Penguasaan berasal dari kata dasar kuasa yang artinya mampu, kemampuan, hak menjalankan sesuatu, atau mandat. Penguasaan berarti pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan atau kepandaian.59 Selain itu penguasaan berhubungan dengan proses berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama.60 Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.61 Konsep juga bisa diartikan sebagai pengertian atau penyebutan semua ciri esensi suatu objek dengan membuang semua ciri aksidensinya.62 Good mendefinisikan konsep sebagai gambaran representasi dari ciri-ciri, yang dengan ciri-ciri itu obyek-obyek dapat dibedakan. Sedangkan Rosser seperti dikutip Ratna Wilis Dahar, menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas obyekobyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.63
59
Pusat Bahasa Depdiknas Anonim, ”Pendekatan Konsep dalam Pembelajaran Bahasa”, dari http://pakdesofa.blog2.plasa.com/archives/26, diakses Selasa, 16 Desember 2008 61 Ibid. 62 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam: Lesson Plan Agama Islam Aspek Kognitif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 110 63 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Bandung: PT. Gelora Aksara, 1996), h. 80 60
25
Gagne mengartikan konsep adalah hasil usaha individu dalam mengelompokkan suatu obyek ke dalam suatu golongan-golongan.64 Dengan kata lain, konsep dapat ditunjukkan dalam tingkah laku individu dengan merespon obyek yang kemudian diberi nama, atau konsep dapat diartikan sebagai abstrak yang melibatkan hubunganhubungan.65 Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.66 Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap obyek-obyek yang dihadapi, sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu. Misalnya, pada bunga mawar, kenanga, anggrek, dan melati ditemukan sejumlah ciri yang terdapat pada semua bunga-bunga konkret itu, yaitu “mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik, dan berbenang sari”. Sejumlah ciri itu ditangkap dalam pengertian “bunga” yang kemudian dilambangkan dengan kata “bunga”.67 Jadi, konsep bunga itu dalam pengertian mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik, dan berbenang sari. Konsep menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objekobjek atau orang.68 Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum dari sekelompok obyek, proses, peristiwa atau fenomena
lainnya,
yang
diperoleh
melalui
pengamatan
dan
pengalaman. 64
Yasin Bale dkk., Kontribusi Konsep-konsep Dasar Kimia dalam Mengembangkan Penguasaan Konsep Kimia Fisik I (Suatu Analisis pada Mahasiswa Prodi Kimia Fkip Unsyiah Angkatan 1993/1994, Laporan Penelitian, (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala DarusslaamBanda Aceh, 1995), h. 5 65 Ibid. 66 Suhirman, ”Ilmu Jiwa Belajar (Jenis-jenis Belajar)”, dari http://www.mitrapulsa. com/ jenisbelajar.html, diakses Kamis, 08 Januari 2008 67 Ibid. 68 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. IV, h. 162
26
Penguasaan konsep menjadi hasil dari siswa ketika sudah melalui pembelajaran. Penguasaan konsep merupakan aspek konsep dalam rumusan tujuan pembelajaran. Dua aspek dalam rumusan tujuan pembelajaran, yaitu aspek konsep dan aspek proses. Tujuan yang terutama mengungkap aspek konsep yang dikenal pula sebagai tujuan konsep. Sedangkan tujuan yang terutama mengungkapkan aspek proses dinamakan tujuan proses. Tujuan konsep lebih ditekankan dalam perumusan tujuan pembelajaran konsep dengan aspek proses sebagai kondisi belajarnya.69
b. Tingkat Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran Kemampuan individu dalam mengkonsep rangsangan baru memiliki tingkat yang berbeda-beda, yang disebut dengan tingkat pencapaian konsep. Klausmeier menghipotesiskan, bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep, yaitu:70 1) Tingkat konkret, seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapinya sebelumnya. 2) Tingkat identitas, pada tingkat ini individu telah dapat merespon rangsangan baru berdasarkan konsep-konsep rangsangan sejenis yang telah dikenal sebelumnya. 3) Tingkat klasifikatori, pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. 4) Tingkat formal, untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep.
69
Nuryani Y Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press, 2005), h. 50-51 70 Ratna Wilis Dahar, Op.Cit., h. 88-89
27
c. Pengukuran Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Pengukuran merupakan salah satu bagian dari evaluasi, menurut Tambunan seperti dikutip oleh Salasi evaluasi atau penilaian adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan anak didik menuju tujuan kurikulum. Dalam suatu pembelajaran evaluasi hasil belajar merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengajaran. Guru dapat membuat beberapa pengukuran untuk mengetahui apakah anak didik telah menguasai tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru, setelah terjadinya kegiatan belajar mengajar dalam suatu materi pelajaran tertentu. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan apakah anak didik berhasil atau tidak dalam pencapaian tujuan pengajaran antara lain seperti: latihan di kelas, pekerjaan rumah, tugastugas lainnya dan ujian atau tes, baik lisan atau tulisan. Berdasarkan analisis operasional, tujuan pendidikan atau pengajaran dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Ketiga aspek tujuan pendidikan atau pengajaran tersebut dikembangkan oleh Bloom, yang disebut juga “Taksonomi Bloom”. Bidang kognitif atau penalaran berhubungan dengan kemampuan intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bidang afektif berhubungan dengan sikap, minat, perhatian, apresiasi dan cara menyesuaikan diri. Bidang psikomotor berhubungan dengan tingkah laku, seperti keterampilan menggunakan alat, kecepatan menghitung dan lain-lain. Dimensi proses kognitif taksonomi Bloom dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
28
Tabel 2. Tingkatan Domain Kognitif.71 N Tingkatan Deskripsi Kompetensi o 1 Pengetahuan/ Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, Ingatan nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan. Contoh kegiatan belajar/kompetensi yang dikehendaki: - Mengemukakan arti - Menamakan sesuatu - Membuat daftar - Menentukan lokasi - Mendeskripsikan sesuatu - Menceritakan apa yang terjadi - Menguraikan apa yang terjadi 2 Pemahaman Pemahaman terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, antar-data, sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan. Contoh: - Mengungkapkan gagasan/pendapat dengan katakata sendiri - Membedakan atau membandingkan - Menginterpretasi data - Mendeskripsi dengan kata-kata sendiri - Menjelaskan gagasan pokok - Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri 3 Aplikasi/ Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan Penerapan masalah dan menerapkan dalam kehidupan seharihari. Contoh: - Menghitung kebutuhan - Melakukan percobaan - Membuat peta - Membuat model - Merancang strategi 4 Analisis Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian atau gagasan, menunjukkan hubungan antar bagian/mencakup penguraian suatu ide ke dalam unsur-unsur pokoknya sedemikian rupa sehingga hubungan antar unsurnya menjadi jelas.72 71
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 18-19 72 W. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar secara Sistematis, (Jakarta: Rineka Cipta: 2005), h. 30
29
5 Sintesis
6 Evaluasi
- Mengidentifikasi faktor penyebab atau perumusan masalah - Mengajukan pertanyaan untuk memperoleh inforamsi - Membuat grafik - Mengkaji ulang Menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kumpulan atau konsep, meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi sesuatu yang baru. Contoh: - Membuat desain - Mengarang komposisi lagu - Memprediksi - Merancang model mobil/pesawat sederhana - Menciptakan produk baru Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baikburuk, bermanfaat-tidak bermanfaat. Contoh: - Mempertahankan pendapat - Beradu argumentasi - Memilih solusi yang lebih baik - Menyusun kriteria penilaian - Menyarankan perubahan - Menulis laporan - Membahas suatu kasus
4. Nilai-nilai Sains a. Pengertian Nilai Banyak pandangan tentang pengertian nilai sesuai dengan teori atau sudut pandang yang dianut. Milton dalam Kosasih yang dikutip oleh Mega Iswari memaknai nilai sebagai suatu kepercayaan atau keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang mengenai apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang.73 Menurut Manan seperti dikutip Mega Iswari nilai adalah serangkain sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat
73
Mega Iswari, Pendidikan Nilai untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi EraGlobalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol IV, No 1, Juli 2003, h. 37
30
untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan aktivitas yang dapat diukur.74 Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris.75 Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Olek karena itulah, nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, dan lain sebagainya, sehingga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan demikian,
pendidikan
nilai pada dasarnya
merupakan proses
penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Ivone Ambroise mengatakan bahwa nilai adalah “Value is an abstract reality”.76 Nilai yang abstrak itu dapat dilacak dari tiga realitas, yaitu pola tingkah laku, pola berpikir dan sikap-sikap dari individu atau kelompok. Menurut Gordon Allport seperti dikutip Suroso Adi Yudianto nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.77 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris atau sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang sebagai standar 74
Ibid. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 274 76 Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang dan Pelaksanaan, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan daerah, STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII September 2000, h. 3 77 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan NIlai, (Bandung: Mughni Sejahtera, 2005), h. 46 75
31
penuntun perilaku dalam kehidupan seseorang. Sebagai standar berperilaku, nilai akan membantu kita dalam menentukan (mengambil keputusan ) apakah sesuatu tertentu (obyek, orang, cara berkelakuan, ide) itu baik atau buruk, indah atau tidak indah, layak atau tidak layak, dan lain sebagainya.
b. Macam-macam Nilai Menurut Sukarno nilai-nilai dalam sains terbagi ke dalam nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, nilai sains dalam pendidikan dan nilai agama.78 1) Nilai Religius Nilai religius dari suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya atau keyakinan bahwa sesuatu yang ada pasti ada yang menciptakannya atau yang mengaturnya, yang pada akhirnya timbul kesadaran adanya Allah. Rasa kesadaran ini akan muncul bila dihadapkan adanya suatu kekaguman dari gejala-gejala alam.79 Nilai religius (keagamaan) berorientasi pada keimanan secara langsung. Nilai iman menjadi dasar dari segala pemikiran dan tindakan. Sebagian orang berpendapat bahwa mempelajari sains secara mendalam akan menuntun manusia kearah atheisme, karena sains hanya berhubungan dengan kebendaan atau materi. Bidang sains memang tidak akan membahas soal ketuhanan dan sains tidak akan mengadakan eksperimen untuk membuktikan ada atau tidak adanya Tuhan. Akan tetapi semakin mendalam orang mempelajari sains, makin sadarlah orang itu akan adanya suatu ketertiban di alam raya ini. Dengan ilmunya, manusia hingga kini, belum dan tidak akan pernah mengetahui asal mula dan tujuan akhir dari alam ini, hendak kemana dan bagaimana. 78 79
Sukarno, dkk, Dasar-dasar Pendidikan Science, (Jakarta: Bhratara, 1973), h . 21 Suroso Adi Yudianto, Op.Cit., h. 70
32
Seorang
ilmuan
akan
mengetahui
keterbatasan
kemampuan manusia dan keterbatasan sains itu sendiri. Manusia hanya mampu mempelajari gejala-gejala alam untuk mencari kebenaran hukumnya, tetapi terbatas pada “peraturan” yang sudah digariskan oleh yang Maha Pengatur, yaitu Tuhan. Dalam pencarian hukum alam akan ditemukan bahwa sesuatu itu ada dengan sendiri yang ilmu pengetahuan sulit untuk menjelaskannya seperti, masalah energi, masalah hidup, bentuk atom dan lainnya. Kegiatan-kegiatan menemukan hukum alam pada
dasarnya
menemukan
adanya
sang
Pencipta
yang
mengendalikan berbagai peristiwa di alam. Hukum alam adalah berdasarkan adanya keteraturan yang terjadi di alam. Para ilmuan tidak akan tertarik menemukan hukum-hukum alam, jika mereka tidak menyadari akan adanya aturan alam ini. 2) Nilai Praktis Nilai praktis dari suatu bahan ajar adalah dikaitkan dengan segi-segi praktis bagi kehidupan manusia.80 Nilai praktis berhubungna dengan aspek-aspek manfaat sains bagi kehidupan manusia. Sains telah membuka jalan ke arah penemuan-penemuan yang manfaatnya langsung dapat digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Nilai Intelektual Nilai intelektual mengajarkan kecerdasan seseorang agar menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu. Sains dengan metode ilmiahnya, banyak digunakan manusia untuk memecahkan masalah-masalah. Sains adalah sesuatu yang menuntut kecerdasan dan ketekunan. Di dalam mencari jawaban persoalan, yang merupakan kebenaran ilmiah (scientific truth), seorang ilmuan harus mengambil keputusan atau pertimbangan yang rasional, dan
80
Ibid., h. 69
33
didasarkan atas pertimbangan yang objektif, atas dasar kebenaran fakta, tidak dipengaruhi oleh prasangka. 4) Nilai Sosial-Politik-Ekonomi Nilai sosial-politik-ekonomi memberikan suatu model menjalin hubungan sesama manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, melainkan membutuhkan keikutsertaan orang lain. Sesama manusia bisa hidup rukun apabila adanya saling membutuhkan satu sama lain, saling menghargai, dan memiliki tujuan yang sama untuk mencapai tujuan akhir di akhirat nanti. Di bidang politik, kemajuan sains suatu negara akan menempatkan negara itu dalam kedudukan politik yang menguntungkan. Kemajuan sains dan teknologi suatu bangsa juga akan membawa akibat tingginya rasa kebanggaan nasional bangsa itu. Rasa bangga akan bangsanya, akan kemampuan atau potensi nasionalnya adalah nilai-nilai sosial politik yang dapat tumbuh oleh kemajuan sains dan teknologi bangsa itu. 5) Nilai Pendidikan Nilai pendidikan merupakan nilai yang dapat memberi inspirasi atau gagasan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Metode sains mengajarkan kita bagaimana cara memecahkan suatu masalah, bagaimana mengambil suatu kesimpulan dengan cara yang teratur. Dalam batas–batas kemampuannya, sains melatih potensi kita untuk menciptakan ketertiban dan keluar dari kekalutan berpikir. Menurut
Sukarno
nilai-nilai
sains
yang
dapat
ditanamkan dalam pendidikan sains adalah:81 a) Kecakapan berpikir dan bekerja menurut langkah-langkah yang teratur. b) Keterampilan mengadakan pengamatan dan penggunaan alatalat dalam ekperimentasi. 81
Sukarno, dkk, Op.Cit., h. 26-27
34
c) Memiliki sikap ilmiah, antara lain: (1) Tidak berprasangka dalam mengambil keputusan. (2) Sanggup menerima gagasan-gagasan dan saran-saran baru (toleran). (3) Bebas dari ketakhayulan. (4) Dapat membedakan antara fakta dan opini. (5) Membuat perencanaan teliti sebelum bertindak. (6) Teliti, hati-hati dan seksama dalam bertindak. (7) Ingin tahu, apa, bagaimana dan mengapa demikian. (8) Menghargai pendapat dan penemuan para ahli sains. (9) Menghargai baik isi maupun metode sains.
c. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai Dalam pendidikan nilai ada lima pendekatan yang digunakan, yaitu:82 1) Pendekatan penanaman nilai (Inculcation approach) 2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (Cognitive moral development approach) 3) Pendekatan analisis nilai (Values analysis approach) 4) Pendekatan klarifikasi nilai (Values clarification approach) 5) Pendekatan pembelajaran berbuat (Action learning approach)
d. Tahap Proses Pembentukan Nilai Nilai-nilai kehidupan yang diterima oleh masyarakat dapat tumbuh menjadi kekuatan yang berfungsi mendekatkan setiap anggota dengan anggota lain dalam masyarakat itu. Bahkan dapat lebih jauh lagi berfungsi menyatukan setiap warga negara sebagai satu kesatuan sistem nilai berbangsa dan bernegara, sekaligus berfungsi sebagai pedoman yang memungkinkan masyarakat menentukan setiap perilaku 82
Sjaeful Anwar, Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Kimia, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008, h. 1
35
yang benar, serta menentukan setiap penyimpangan yang terjadi. Berikut merupakan tahap-tahap penting dalam proses pembentukan nilai yang diharapkan menghasilkan nilai yang dimaksud, yaitu:83 1) Tahap pemantapan nilai, tahap ini dimulai dari pengenalan nilai dalam berbagai alternatif serta konsekuensinya, sampai pada pemilihan nilai secara bebas, kemudian dinyatakan melalui pengambilan keputusan. 2) Tahap pengukuhan keputusan, yang dimulai dari pengambilan keputusan, dilanjutkan dengan rangkaian usaha mengamankan keputusan sampai pada mempertanggungjawabkannya secara terbuka. 3) Tahap penerapan nilai pilihan, yang dimulai dari kesiapan menghadapi berbagai konsekuensi yang dilanjutkan dengan usaha nyata dalam membela dan mempertahankan sampai pada keterlibatan dalam mengamalkan keputusan.
5. Konsep Termokimia a. Energi, Entalpi dan Perubahan Entalpi suatu Reaksi Kimia Energi merupakan konsep yang abstrak sehingga lebih sulit dipahami daripada zat, karena energi hanya dapat dirasakan namun tidak dapat dilihat. Kita hanya dapat mempelajari pengaruh energi pada suatu objek. Energi dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk, seperti panas, listrik, gerak, gravitasi, dan sebagainya. Salah satu bentuk energi yang berhubungan dengan ilmu kimia adalah perubahan energi menjadi panas, karena hampir semua reaksi kimia berhubungan dengan panas. Misalnya, reaksi pembakaran minyak tanah dalam kompor minyak tanah akan menghasilkan energi panas/kalor sehingga dapat
83
digunakan
untuk
Mega Iswari, Op.Cit., h. 41-42
memasak,
reaksi
pembakaran
bensin
36
menghasilkan energi panas/kalor yang sebagian besar diubah menjadi energi gerak. Reaksi kimia hampir selalu disertai oleh perubahan energi panas/kalor. Oleh karena itu dikenal istilah termokimia yang merupakan ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau panas reaksi yang terlibat dalam suatu reaksi kimia. Pada pembakaran, kita dapat melihat perubahan energi yang disebabkan oleh reaksi yang sangat cepat antara senyawa kimia di dalam bahan bakar dengan oksigen yang berasal dari atmosfer. Terdapat keadaan baru (solid, liquid, atau gas), warna baru dan senyawa baru, tetapi hampir semua perubahan dalam reaksi tersebut melibatkan perpindahan energi sebagai cahaya dan panas pada lingkungan. Semua kehidupan di bumi tergantung pada perpindahan energi dalam reaksi kimia. Proses respirasi yang terjadi pada manusia telah mengubah energi yang tersimpan dalam makanan menjadi kalor. Tanaman membutuhkan energi dari matahari untuk memproduksi karbohidrat melalui peristiwa fotosintesis. Sedangkan binatang/hewan memperoleh energi dari hasil reaksi oksidasi pada makanan yang mereka makan. Entalpi adalah sejumlah energi yang dimiliki sistem pada tekanan tetap. Perubahan entalpi adalah kalor reaksi pada suatu reaksi yang terjadi pada tekanan tetap. b. Hukum Kekekalan Energi Energi yang terdapat dalam minyak tanah dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain, yaitu energi kalor yang dapat digunakan untuk memasak. Energi yang terdapat dalam bensin juga dapat diubah menjadi energi panas yang digunakan untuk menjalankan atau menggerakan kendaraan, begitu juga energi yang tersimpan dalam makanan dapat diubah menjadi energi kalor pada waktu terjadinya reaksi pembakaran glukosa dalam tubuh, dan lain-lain. Dengan demikian, sebenarnya energi yang tersimpan baik dalam minyak tanah,
37
bensin, makanan, dan lain-lain tidak pernah musnah, akan tetapi hanya berubah bentuk menjadi energi yang lain. Konsep ini dikenal sebagai azas/hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa“energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain”. Jadi kalor yang menyertai suatu reaksi hanyalah perubahan bentuk energi. Hukum kekekalan energi merupakan hukum termodinamika 1. Sebenarnya kita tidak dapat menentukan secara pasti nilai energi (E) yang terdapat dalam suatu materi, akan tetapi hanya perubahan energinya (E) saja yang dapat ditentukan. Dengan demikian besarnya E tidak bergantung pada jalannya proses, tetapi bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir. Dengan kata lain, energi merupakan sebuah fungsi keadaan. E = Eakhir - Eawal c. Sistem dan Lingkungan Pada pembahasan mengenai perubahan energi dalam reaksi kimia, dikenal istilah sistem dan lingkungan. Salah satu bukti kebesaran Allah SWT adalah adanya alam semesta beserta isinya, diantaranya matahari sebagai pusat tata surya yang selalu menyinari bumi. Pada saat matahari melepaskan energi panas yang dipancarkan ke bumi, maka sebagian sinar akan melewati lapisan atmosfer kemudian diserap oleh bumi dan sebagian lagi akan di pantulkan oleh lapisan atmosfir tersebut. Dari analogi tersebut dapat digambarkan bahwa bumi merupakan sistem, lapisan atmosfer merupakan pembatas, sedangkan matahari dan sekitarnya merupakan lingkungan. Contoh sistem dan lingkungan dapat juga ditemui dalam suatu larutan teh, dimana air teh merupakan sistem, gelas merupakan pembatas, udara serta segala sesuatu di luar sistem merupakan lingkungan. Berdasarkan contoh di atas, maka dapat didefenisikan bahwa sistem adalah bagian dari alam semesta di mana terjadi perubahan energi atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian atau segala sesuatu
38
yang sedang diamati. Lingkungan adalah segala sesuatu dari alam semesta yang berada di luar sistem. Sedangkan pembatas adalah pemisah antara sistem dan lingkungan. Interaksi antara sistem dan lingkungan dapat berupa pertukaran materi atau pertukaran energi. Berkaitan dengan itu, maka sistem dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi. Sistem terbuka yakni jika antara sistem dan lingkungan dapat mengalami pertukaran materi dan energi. Pertukaran materi artinya ada hasil reaksi yang dapat meninggalkan sistem (wadah reaksi), misalnya gas, atau ada sesuatu dari lingkungan yang dapat memasuki sistem, contoh: air panas dalam gelas tanpa penutup. Sistem pada gambar 1 tergolong sistem terbuka. Sistem tertutup yakni jika antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi, contoh: air panas dalam gelas tertutup. Kemudian sistem terisolasi, tidak terjadi pertukaran materi maupun energi dengan lingkungannya. Contoh: air panas dalam termos yang telah dimodifikasi.
Gambar 1. a. Sistem Terbuka, b. Tertutup dan c. Terisolasi d. Reaksi Eksoterm dan Endoterm Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernapas. Manusia bernapas dengan paru-paru melalui proses pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigen yang masuk, kemudian dialirkan ke molekulmolekul khusus dalam darah yang dinamakan dengan hemoglobin, yang membawa oksigen ke otot-otot yang memerlukan. Kemudian oksigen bereaksi dengan molekul-molekul makanan, sehingga terjadi
39
reaksi pembakaran di dalam tubuh yang menghasilkan karbon dioksida dan energi yang kita butuhkan. Oleh karena itu, setelah makan biasanya suhu tubuh akan menjadi hangat. Reaksi pembakaran yang terjadi di dalam tubuh merupakan reaksi pembakaran glukosa yang melepaskan kalor. Reaksi yang terjadi adalah: C6H12O6(s) + 6O2(g) → 6CO2(g) + 6H2O(l) Dengan demikian, proses respirasi telah mengubah energi yang tersimpan dalam makanan menjadi kalor. Peristiwa yang terjadi diatas merupakan contoh dari reaksi eksoterm. Sehingga dapat didefinisikan bahwa reaksi eksoterm merupakan reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan, dimana kalor dalam sistem berkurang, dengan demikian suhu sistem akan mengalami penurunan, sehingga nilai Hreaksinya negatif (-). Sedangkan suhu lingkungan bertambah. Contoh lain dari reaksi eksoterm adalah proses pembakaran di dalam tubuh yang terjadi pada saat berolahraga dengan mengeluarkan energi panas berupa keringat. Tumbuh-tumbuhan
merupakan
makhluk
hidup
yang
membutuhkan panas matahari, air dari tanah, dan karbondioksida dari atmosfer untuk melakukan proses fotosintesis yang dapat membangun tangkai, batang, daun dan akar. Peristiwa proses fotosintesis di atas merupakan contoh dari reaksi endoterm. Sehingga reaksi endoterm merupakan reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem, dimana kalor dalam sistem bertambah, dengan demikian sistem mengalami
kenaikan
suhu,
sehingga
nilai
Hreaksinya
(+).Sedangkan lingkungan mengalami penurunan suhu.
positif
40
Gambar 2. Proses fotosintesis pada tumbuhan dengan bantuan sinar matahari (menyerap kalor yang berupa panas/sinar matahari) merupakan reaksi endoterm. Contoh lain dari reaksi endoterm adalah pembuatan api unggun di daerah pegunungan yang berfungsi untuk menghangatkan tubuh melalui penyerapan energi panas oleh tubuh. e. Perubahan Entalpi Molar Standar (Ho) Perubahan entalpi molar standar (Ho) adalah suatu perubahan entalpi 1 mol zat yang diukur pada kondisi standar, yakni pada suhu 25oC (298 K) dan tekanan 1 atmosfer. f. Macam-macam Perubahan Entalpi 1) Perubahan entalpi pembentukan standar (Hof) menyatakan perubahan entalpi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsurunsurnya pada kondisi standar, baik senyawa maupun unsur berada pada kondisi standar. Sebagai contoh, Hof untuk pembentukan 1 mol karbon dioksida (CO2) dari C (grafit) dan oksigen adalah – 393,5 kJ mol-1 yang merupakan es kering yang dapat menyublin dari padatan menjadi gas pada tekanan atmosfer. C + O2
CO2
H = –393,5 kJ/mol
2) Perubahan entalpi penguraian standar (Hod)
menyatakan
perubahan entalpi pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsurunsurnya pada kondisi standar, baik senyawa maupun unsur berada
41
pada kondisi standar pula. Contoh, reaksi penguraian 1 mol molekul air yang merupakan kebutuhan yang paling utama bagi semua makhluk hidup, dengan persamaan reaksi sebagai berikut: H2O(l)
H2(g) + 1/2O2(g)
H = +286 kJ/mol
3) Perubahan entalpi pembakaran standar (Hoc) menyatakan perubahan entalpi pada pembakaran habis (sempurna) 1 mol senyawa pada kondisi standar. Contoh, reaksi pembakaran 1 mol gas metana (CH4) yang dapat digunakan sebagai penerangan dan memasak, dengan persamaan reaksi sebagai berikut: CO2(g) + 2H2O(g) H = –802 kJ/mol
CH4(g) + 2O2(g)
g. Cara Menghitung Perubahan Entalpi (H) 1) Menggunakan Data Percobaan dengan Kalorimeter Sederhana Kalorimeter sederhana adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan H reaksi melalui pengukuran kalor reaksi. Dalam perhitungan dengan menggunakan alat kalorimeter sederhana, digunakan kapasitas kalor. Rumus yang digunakan adalah: q = C x T, dimana C = m x c, maka: qreaksi = m x c x T Keterangan: m
= massa zat (gram)
c
= kalor jenis (jg-1oC-1)
T = Perubahan suhu (oC) C
= Kapasitas kalor (J oC-1)
2) Menggunakan Data Entalpi Pembentukan Standar (ΔH°f) Kalor suatu reaksi juga dapat ditentukan dari data entalpi pembentukan (ΔH°f) zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi, yaitu dengan rumus: ΔHreaksi = Σ ΔH°f produk – Σ ΔH°f reaktan
42
3) Berdasarkan Hukum Hess Pada tahun 1840, ahli Kimia Jerman, Germain Henry Hess, memanipulasi persamaan termokimia untuk menghitung ΔH dalam sebuah hukum yang disebut hukum Hess atau hukum penjumlahan kalor. Ia menyatakan bahwa “Jika suatu reaksi berlangsung dalam dua tahap reaksi atau lebih, maka perubahan entalpi untuk reaksi tersebut sama dengan jumlah perubahan entalpi dari semua tahapan”. Hukum Hess berbunyi: “Entalpi reaksi tidak tergantung pada jalan reaksi melainkan tergantung pada awal dan hasil akhir reaksi”. Hukum Hess dapat digunakan untuk menentukan kalor reaksi yang tidak dapat diketahui secara langsung. 4) Berdasarkan Data Energi Ikatan Reaksi kimia terjadi karena pemutusan ikatan lama dan pembentukan ikatan baru. Pada pemutusan ikatan diperlukan energi (reaksi endoterm) sedangkan pada pembentukan ikatan dibebaskan energi (reaksi eksoterm). Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol ikatan kimia dalam suatu molekul gas menjadi atom-atomnya dalam fase gas disebut energi ikatan. Contoh, pada penguraian 1 mol amonia yang digunakan sebagai penyubur tanah pertanian menjadi atom-atomnya diperlukan energi kalor sebesar 1.172,7 kJ. Persamaan reaksinya adalah: NH3(g)
N(g) + 3H(g)
H = +1.172,7 kJ/mol
Rumus untuk menghitung perubahan entalpi (ΔH) dengan menggunakan data energi ikatan dapat dituliskan sebagai berikut: ΔHreaksi =Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi pembentukan ikatan atau ΔHreaksi = Σ energi ikatan di kiri – Σ energi ikatan di kanan
43
6. Nilai-nilai dalam Konsep Termokimia a. Nilai Religi Nilai religi dalam suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan seseorang bahwa segala sesuatu ada yang mengaturnya.84 Seperti fitrah manusia yang cenderung untuk beragama, tertera dalam firman Allah SWT sebagai berikut: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan), (QS. Al-A’raaf: 172). Konsep
energi
pada
pembahasan
termokimia,
dapat
mempekuat keimanan tentang eksistensi atau hakikat keberadaan Allah SWT yang maha kekal. Walaupun tidak dapat lilihat secara langsung melalui panca indera, keberadaan Allah dapat diketahui melalui buktibukti yang ada, seperti adanya alam semesta beserta isinya, adanya makhluk hidup bahkan adanya manusia yang diberikan kelebihan akal untuk digunakan secara benar merupakan bukti keberadaaan Allah. Allah memiliki sifat tidak berawal, tidak berakhir, Maha kekal dan lain-lain. Sebagaimana tertera dalam firman-Nya, yaitu sebagai berikut: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, (Ar-Rahmaan: 27).
84
Suroso Adi Yudianto, Op.Cit., h. 16
44
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan, (Al-Qashash: 88). Begitu pula dengan energi, walaupun energi tidak dapat dilihat secara kasat mata melalui panca indra, tetapi dapat dirasakan melalui indra peraba. Energi yang dimaksud di sini adalah energi dalam bentuk panas. Keberadaan energi kalor dapat diketahui melalui pengukuran suhu. Jika suhu sistem pada akhir reaksi lebih tinggi berarti suhu sistem mengalami kenaikan karena terjadi perpindahan energi panas dari lingkungan ke sistem, sebagai akibat penyerapan kalor dari lingkungan. Sebaliknya, jika suhu sistem pada akhir reaksi lebih rendah berarti suhu sistem mengalami penurunan karena terjadi perpindahan energi panas dari sistem ke lingkungan, sebagai akibat dari pelepasan kalor oleh sistem ke lingkungan. Adanya energi membuktikan bahwa ada Sang Pencipta yang telah menciptakannya untuk kepentingan manusia di alam, sedangkan manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukannya walaupun sampai hari kiamat tiba. b. Nilai Sosio-politik-ekonomi Manusia telah dibekali oleh Allah SWT dengan fitrah untuk berpolitik, melakukan hubungan sosial dan ekonomi sesuai dengan Surat At-Taubah ayat 71 berikut ini,
45
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, (QS. At-Taubah: 71). Nilai sosio-politik-ekonomi dalam bahan ajar adalah nilai yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku sosial yang baik dalam kehidupan.85 Nilai sosio-politikekonomi yang diintegrasikan pada konsep termokimia tentang sistem dan lingkungan berupa analogi tentang faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri manusia, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar diri manusia, misalnya lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lain-lain. Ketika seseorang sedang mengalami suatu permasalahan yang rumit, mereka membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran, agar permasalahan yang dihadapi bisa terselesaikan. Karena manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, terikat dengan lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain. Peristiwa di atas merupakan analogi tentang sistem dan lingkungan. Sistem selalu terikat dengan lingkungan, karena pada sistem dan lingkungan terjadi pertukaran, yaitu pertukaran energi panas. Pada saat sistem membutuhkan kalor, maka energi akan berpindah dari lingkungan ke sistem, begitu pula sebaliknya. Keduanya saling mempengaruhi dan berkaitan. Adapun nilai sosio-politik-ekonomi yang dapat diambil pada konsep termokimia tentang reaksi eksoterm dan endoterm adalah bahwa dalam kehidupan di dunia ini manusia, khususnya umat muslim memiliki hak dan kewajiban dalam hal memberi dan menerima. 85
Ibid., h. 17
46
Seorang fakir dan miskin mempunyai hak untuk dapat menerima sebagian harta yang dimiliki oleh seseorang yang mampu (kaya) yang wajib mendermakan sebagian hartanya dalam batas yang sudah ditentukan, dalam bentuk zakat maal. Hal ini telah dijelaskan melalui firman Allah berikut: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. At-Taubah: 60). Sebagai manusia yang beragama dan juga merupakan makhluk sosial, harus senantiasa memiliki kesadaran untuk selalu menanamkan sikap saling memberi dan menerima. Meskipun tidak dengan harta, hal tersebut dapat dilkukan dengan menggunakan tenaga atau fikiran untuk membantu orang lain. Begitu juga yang terjadi pada reaksi eksoterm dan endoterm, dimana reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan energi dalam bentuk kalor dari sistem ke lingkungan. Sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menerima kalor dari lingkungan ke sistem. Pada konsep reaksi endoterm dan eksoterm ada saling keterkaitan satu sama lain, suatu zat ada kalanya menerima kalor dan ada kalanya melepas ketika terjadi suatu reaksi. Manusia juga ada kalanya di atas yang siap untuk berbagi dengan orang lain yang berada di bawahnya. Suatu senyawa kimia terbentuk melalui ikatan antaratom/unsur penyusunnya (Hof). Begitu juga dengan kita, sebagai manusia harus senantiasa menjaga tali silaturrahmi agar ukhuwah islamiyah tetap terjaga. Hal ini tertuang dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1 yang berbunyi:
47
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasi kamu, (QS. An-Nisa: 1). c. Nilai Intelektual Setiap manusia diciptakan telah memiliki fitrah, salah satunya adalah fitrah intelektual seperti tertuang dalam ayat Al-Quran berikut ini, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. Ali-Imron: 190). Nilai intelektual dalam bahan ajar adalah nilai yang melandasi kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang tepat.86 Nilai intelektual dalam konsep termokimia adalah bahwa pada reaksi pembakaran yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dapat mencemari lingkungan, sehingga kita harus mengurangi pencemaran akibat CO2 yaitu dengan melakukan penghijauan, menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan seperti bus transjakarta, bersepeda atau jalan kaki.
d. Nilai Praktis
86
Ibid., h. 16-17
48
Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang memberikan manfaat langsung bagi kehidupan manusia.87 Pada kehidupan manusia, konsep termokimia kimia banyak dimanfaatkan. Seperti bahan bakar elpiji, minyak tanah, bensin, solar merupakan bahan yang mengandung unsur C dan H. Penggunaannya mengakibatkan putusnya ikatan antaratom (energi ikatan) dan akan menghasilkan energi (H = (-)/reaksi eksoterm) yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan, seperti memasak, menjalankan kendaraan ataupun mesin. Sedangkan reaksi endoterm dalam kehidupan sehari-hari dijumpai pada proses terjadinya hujan (proses kondensasi uap), dimana hasil penguapan air laut karena adanya sinar matahari diserap oleh atmosfer bumi yang kemudian disebut dengan proses konsendasi uap yang nantinya akan jatuh ke bumi, yang disebut dengan air hujan yang dapat digunakan oleh semua makhluk hidup di bumi untuk keperluan sehari-hari.
7. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Hardiansyah, dkk, yang berjudul: ”Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi Tumbuhan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin” Universitas Lambung
Mangkurat
Fakultas
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
Banjarmasin Oktober 2003. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep.88 Penelitian yang dilakukan oleh Qomariah dengan judul skripsi: ”Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Materi” Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan 87 88
Ibid., h. 16 Hardiansyah, dkk., Op.Cit., h. 30
49
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Kesimpulan dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa dengan melihat hasil pretest dan postest, dimana nilai rata-rata postest lebih tinggi dari pretest.89 Penelitian yang dilakukan oleh I Made Mariaman yang berjudul: ”Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 2 Singaraja” Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja November 2005. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif dapat meningkatkan aktivitas dan respon positif siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.90 Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Zurida Haji Ismail, dkk. Yang berjudul “Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian Pelajar dalam Fizik” Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia. Berdasarkan hasil penelitiannya
menunjukkan
bahwa
pengajaran
kontekstual
dapat
digunakan dalam pembelajaran baik pada pelajar laki-laki maupun perempuan untuk memahami konsep fisika, hal tersebut terbukti dari hasil uji-t dimana tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan antara pelajar laki-laki dengan perempuan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dengan pengajaran kontekstual. Sedangkan peningkatan penguasaan konsep yang terjadi dilihat dari hasil skor pretest dan postest 89
Qomariah, Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Materi, Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2007. h. 69 90 I Made Mariaman, Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 2 Singaraja, Laporan Penelitian, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, November 2005. h. 36
50
pelajar laki-laki dan perempuan dengan kelas secara terpisah.91 Hal sama juga dilakukan oleh Ifraj Shamsid-Deen Columbia Middle School, Dekalb County, Georgia dan Bettye P. Smith, University of Georgia dengan judul” Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and Consumer Sciences Curriculum”. Dari hasil penelitiannya yang dilakukan terhadap guru di Georgia dengan usia mulai dari 22 sampai 69 tahun dapat disimpulkan bahwa berdasarkan tingkat pengetahuan guru yang memiliki pengalaman mengajar antara 31 sampai 40 tahun dari 230 responden memiliki tingkat pengetahuan paling tinggi dalam memahami konsep pembelajaran kontekstual dan berdasarkan praktek pengajaran kontekstual yg dilakukan dalam pembelajaran di kelas dapat diketahui bahwa guru yang memiliki pengalaman mengajar 21 sampai 30 tahun paling sering menerapkan pembelajaran kontekstual di kelas.92
B. Kerangka Berpikir Pada umumnya pembelajaran kimia yang dilakukan di sekolah bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dengan cara mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari, mampu mengaplikasikan berbagai konsep, dan mampu menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, sampai saat ini pembelajaran kimia yang dilakukan di sekolah cenderung bersifat konvensional yang berorientasi pada guru (teacher center) dan target materi tanpa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, yang menyebabkan siswa tidak mengetahui relevansi pembelajaran kimia dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kimia dirasakan siswa sebagai suatu beban yang harus dihafal, sehingga menimbulkan anggapan dalam diri siswa
91
Zurida Haji Ismail, dkk., Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian Pelajar dalam Fizik, Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia, Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 20, 43–52, 2005 92 Ifraj Shamsid-Deen Columbia Middle School, Dekalb County, Georgia dan Bettye P. Smith, University of Georgia, Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and Consumer Sciences Curriculum, Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006
51
bahwa konsep kimia yang diajarkan terlalu sulit dipahami dan sesuatu yang menakutkan serta membosankan dan bersifat abstrak sehingga sulit dintegrasikan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Di samping itu, konsep yang diajarkan kurang bermanfaat bagi siswa dalam memecahkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan pembelajaran kimia sering kali hanya dilihat dari tinggi rendahnya nilai evaluasi akhir. Sehingga orientasi guru adalah berusaha agar siswa mendapat nilai yang tinggi saat ujian, tanpa memberikan perhatian lebih bahwa perlunya pengalaman langsung dalam pembelajaran kimia. Oleh karena itu, guru harus mencari pendekatan dan strategi pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif dan melatih jiwa ilmiahnya sehingga materi yang disampaikan akan mudah dimengerti dan dipahami. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal faktafakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksi (memproses) pengetahuan dibenak mereka sendiri dengan cara mengalami sendiri proses pembelajarannya. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar adalah pendekatan kontekstual yang dintegrasikan dengan nilai-nilai pada materi pelajaran. Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kimia pada konsep termokimia yang terintegrasi nilai di kelas XI IPA secara intensif, diharapkan dapat mempengaruhi penguasaan konsep siswa dan dapat mengembangkan pemahaman tentang kegunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengaplikasikannya. Selain itu, diharapkan dapat menambah keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa sehingga dapat menuntun siswa kepada jalan kebaikan dan kebenaran.
C. Pengajuan Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Ha : Terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
52
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2008/2009 yang bertempat di SMA Budi Mulia Ciledug. Penelitian dimulai dari tanggal 11 – 25 Agustus 2009.
B. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment). “Penelitian kuasi eksperimen berbeda dengan penelitian eksperimen, karena tidak memenuhi tiga karakteristik atau syarat utama dari suatu penelitian eksperimen, yaitu manipulasi, kontrol dan randomisasi.93 Jenis desain yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group PretestPosttest Design. Pada desain ini melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dan pengaruh dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua kelompok. Desain yang digunakan digambarkan sebagai berikut:94 Tabel 3. Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design Kelompok
Pretest
Treatment
Posttest
Eksperimen
O1
XM
O2
Kontrol
O1
Xm
O2
Keterangan: O1 = Nilai pretest sebelum diberikan perlakuan pada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) 93 94
Liche Seniati, dkk., Psikologi Eksperimen, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), Cet. III h. 37 Ibid., h. 8
53
54
O2 = Nilai posttest setelah diberikan perlakuan pada kedua kelompok. Untuk kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan untuk kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah. X = Perlakuan dengan pembelajaran melalui CTL untuk kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk kelompok kontrol.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.95 Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. 96 Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IPA-2 sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah teknik purposive sampling atau sampel bertujuan. Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya pertimbangan/tujuan tertentu.97
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data atau disebut juga dengan metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes yang terdiri dari tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest), lembar observasi dan angket. Pretest adalah tes yang diberikan kepada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) sebelum dilaksanakan pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan posttest adalah tes yang diberikan kepada kedua 95
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Edisi Revisi V, Cet. XII, h. 108 96 Sugiono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: CV. Alfabeta, 2003), Cet. V, h. 55 97 Ibid., h. 61
55
kelompok (eksperimen dan kontrol) sesudah dilaksanakan pembelajaran menggunakan CTL untuk kelompok eksperimen dan menggunakan metode ceramah untuk kelompok kontrol yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi dasar atau indikator yang disampaikan dalam pembelajaran telah dikuasai peserta didik. Tes akhir posttest juga dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antara tes yang dilakukan pada tes awal pretest dengan tes yang dilakukan setelah pembelajaran posttest. Serta untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata posttest yang terjadi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, serta untuk membuktikan hipotesis penelitian. Adapun lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pelaksanaan pembelajaran di kelas dan kegiatan praktikum di laboratorium. Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Pendahuluan a. Melakukan observasi ke sekolah yang akan dijadikan tempat untuk melakukan penelitian. b. Memberikan surat izin dari fakultas kepada kepala sekolah. c. Wawancara dengan kepala sekolah mengenai kurikulum yang digunakan, wawancara dengan guru bidang studi kimia mengenai bagaimana proses pembelajaran yang selama ini diterapkan pada kelas yang akan dijadikan obyek penelitian, serta menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran/RPP dan LKS. e. Membuat
instrumen
penelitian
yang
pembimbing. f. Melakukan uji coba instrumen. g. Menganalisis data hasil uji coba instrumen.
dibimbing
oleh
dosen
56
2. Tahap Pelaksanaan a. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilaksanakan selama 5 kali pertemuan. Pertemuan pertama digunakan untuk melakukan pretest. Soal tes yang diberikan berupa tes essay sebanyak 10 pertanyaan dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan. b. Pertemuan kedua, ketiga dan keempat digunakan untuk melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk kelompok eksperimen dan pendekatan tradisional metode ceramah untuk kelompok kontrol. c. Pertemuan terakhir digunakan untuk melakukan postest dengan soal yang sama dengan pretest hanya merubah urutannya saja, dengan tujuan untuk mengetahui penguasaan konsep siswa setelah diberikan perlakuan dan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh yang positif terhadap penguasaan konsep siswa. 3. Tahap Akhir Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: a. Pengumpulan data melalui pretest dan posttest, serta lembar observasi dan angket sebagai data pendukung. b. Data yang telah terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dibahas. c. Menarik kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan. Penarikan kesimpulan dan saran merupakan tahap paling akhir dalam prosedur penelitian. Untuk lebih jelas mengenai alur penelitian, dapat dilihat pada skema berikut ini:
57
Tahap Pendahuluan
Pembuatan instrumen
Penyusunan perangkat pembelajaran
Observasi, wawancara dengan kepala sekolah dan guru kimia
Uji coba instrumen
Analisis data hasil uji coba instrumen
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan posttest
Pelaksanaan pretest
Pelaksanaan pembelajaran
Tahap Akhir
Pengumpulan data
Analisis data & Pembahasan
Kesimpulan Gambar 3. Skema Alur Penelitian
F. Instrumen Penelitian 1. Tes tertulis Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes essay sebanyak 10 soal dengan pedoman penskoran yang telah ditentukan dan kunci jawabannya.98 Tes diberikan kepada sampel sebelum perlakuan pretest dan sesudah perlakuan posttest dengan soal-soal tes yang sama antara pretest 98
Lampiran 9 dan 10, h. 133-137
58
dan postest hanya diubah urutannya saja. Hal ini dimaksudkan agar perubahan pengetahuan dan penguasaan yang terjadi benar-benar diakibatkan oleh kedua aspek tersebut, alat ukur yang berbeda tentu tidak megukur perubahan yang sesungguhnya terjadi, sehingga perubahan positif yang terjadi mungkin semata-mata diakibatkan oleh soal yang dibuat lebih mudah atau sebaliknya, akibatnya pengukuran menjadi absurd, oleh karena itu untuk menghindari hal-hal tersebut dibuat soal-soal tes yang sama. Soal-soal yang disusun berdasarkan ranah kognitif yaitu berupa pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Sebelum tes tersebut diberikan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda, untuk mengetahui syarat-syarat suatu tes yang baik. Adapun rekapitulasi kisi-kisi instrumen tes adalah sebagai berikut:99 Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Soal Essay N
Indikator
o
Aspek Kognitif C1
1 Mendeskripsikan perubahan
Proporsi ∑
%
1
1
10
3,4
3
30
5,6,7
3
30
3
30
C2
C3
entalpi suatu reaksi 2 Menjelaskan sistem dan
2
lingkungan 3 Membedakan reaksi eksoterm dan reaksi endoterm beserta contohnya 4 Menghitung Hreaksi berdasarkan data percobaan, hukum Hess, data 8,9,10
perubahan entalpi pembentukan standar (ΔH°f), dan data energi ikatan Jumlah
99
Lampiran 4, h. 118-121
1
6
3
10 100
59
2. Lembar Observasi Observasi yaitu pengamatan langsung saat proses kegiatan belajar mengajar. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui aktivitasaktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran.100 3. Angket Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, dengan menggunakan skala sikap Likert dimana terdiri dari 15 pernyataan, 8 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif dengan menggunakan 5 pilihan yaitu: 1) Sangat Setuju (SS); 2) Setuju (S); 3) Ragu-Ragu (R); 4) Tidak Setuju (TS); 5) Sangat Tidak Setuju (STS).101 Kisi-kisi angket respon siswa dapat dilihat pada tabel berikut.102 Tabel 5. Kisi-kisi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual yang Terintegrasi Nilai No
Indikator pernyataan
Peryataan Positif 1, 2, 3
1
Sikap siswa terhadap pembelajaran
2
Kesadaran diri setelah pembelajaran 8, 9, 10, 14, 15 dengan pendekatan kontekstual yang 11, diintegrasikan dengan nilai-nilai
4, 5, 6, 7
8
Variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel bebas (X)
: Penggunaan pendekatan kontekstual
2. Variabel terikat (Y)
: Penguasaan konsep siswa
Lampiran 12, h. 140 Lampiran 14, h. 143-144 102 Lampiran 13, h. 141-142
8
12,
G. Variabel Penelitian
101
7
13
Jumlah
100
Σ
Negatif
7
15
60
H. Uji Coba Instrumen Sebelum melakukan penelitian, instrumen yang dibuat haruslah dianalisis setelah dilakukan uji coba. Analisis yang harus dilakukan yaitu: 1. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Artinya, bahwa valid tidaknya suatu alat ukur tergantung kepada mampu tidaknya alat tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.103 Bentuk soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk uraian dengan skor butir soal 0-100, maka rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total tes adalah dengan menggunakan koefisien product moment sebagai berikut.104 rit =
xixt xi xt 2
2
Keterangan: rit
= koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
Σ xi2 = Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi2 Σ xt2 = Jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt2 Σ xixt = Jumlah deviasi skor dari XiXt Berdasarkan analisis uji coba instrumen dengan n = 33 dan taraf signifikansi 0,05 dari 14 butir soal essay diperoleh 11 soal yang valid, yaitu: butir soal nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13 dan 14. Karena nilai koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total untuk 11 butir soal tersebut lebih besar dari rtabel (0,344).105 2. Reliabilitas Reliabilitas artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Analisis reliabilitas dilakukan untuk mengetahui soal yang sudah disusun dapat 103
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 105 104 Ibid., h. 106 105 Lampiran 19 dan 24, h. 157 dan 162
61
memberikan hasil yang tetap atau tidak tetap. Hal ini berarti apabila soal dikenakan untuk sejumlah subjek yang sama dalam waktu tertentu, maka hasilnya akan tetap atau relatif sama. Instrumen disebut reliabel mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan rumus koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut:106 2 k Si 1 rii = k 1 St 2
Keterangan: rii = Koefisien reliabilitas tes k = Jumlah butir Si2 = Varians skor butir St2 = Varians skor total Adapun
kategori
reliabilitas
menurut
Gilford
(Ruseffendi,
1998:144) adalah: 0,00 – 0,20 reliabilitas kecil 0,21 – 0,40 reliabilitas rendah 0,41 – 0,70 reliabilitas sedang 0,71 - 0,90 reliabilitas tinggi 0,91 – 1,00 reliabilitas sangat tinggi Berdasarkan analisis, maka koefisien reabilitas tes (rii) untuk 11 butir soal yang valid adalah 0.90 yang berada pada kategori tinggi.107 3. Tingkat Kesukaran Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, dan mudah maka soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indek kesukaran butir- butir soal di tentukan dengan rumus: 108
106
Ahmad Sofyan., Op.Cit., h. 113 Lampiran 20 dan 24, h. 158 dan 162 108 Ahmad Sofyan., Op.Cit., h. 103 107
62
P=
B N
Keterangan: P = Proporsi (indeks kesukaran) B = Jumlah siswa yang menjawab benar N = Jumlah peserta tes Kriteria indeks kesukaran:109 0,0 – 0,25
: sukar
0,26 – 0,75
: sedang
0,76 – 1,0
: mudah
Berdasarkan perhitungan dari 14 butir soal essay diperoleh 10 soal berada pada kategori sedang, yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 12. Empat soal berada pada kategori sukar, yaitu butir soal nomor 8, 11, 13 dan 14.110 4. Daya Pembeda Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Rumus yang digunakan adalah:111
D
BA BB PA PB JA JB
keterangan: D = Daya beda J
= Jumlah peserta tes
JA = Banyak peserta kelompok atas 109
Ibid., h. 103-104 Lampiran 21 dan 24, h. 159 dan 162 111 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. VIII, h. 216 110
63
JB = Banyak peserta kelompok bawah BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar Daya beda yang baik adalah D > 0,30.
I. Teknik Analisis Data Semua data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk itu dilakukan pengujian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis Data Kuantitatif a. Uji Normalitas Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Uji Lilliefors, dengan kriteria pengujian yaitu: 1) Jika Lo < Ltabel maka Ho diterima, yang berarti data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Jika Lo > Ltabel maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Uji Fisher dengan rumus: S2 Fh 12 S2
n FX 2 FX
2
2
dimana, S
Keterangan: Fh
= Homogenitas 2
S1 = Varians terbesar atau data pertama S22 = Varians terkecil atau data kedua
n n 1
64
Kriteria pengujiannya: 1) Jika Fhit < Ftabel maka Ho diterima, yang berarti kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen. 2) Jika Fhit > Ftabel maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak berasal dari populasi yang homogen. c. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dapat dilakukan apabila kedua persyaratan di atas terpenuhi, yaitu data berdistribusi normal dan homogen. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh penguasaan konsep kimia siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada konsep termokimia yang terintegrasi nilai dengan yang belajar melalui pendekatan tradisional dengan metode ceramah. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan statistik Uji “t” dengan taraf signifikansi 0,05. Rumus yang digunakan adalah:112 t hit
Me Mk , dimana S EM e M k 2
S EMe M k S EM e S eM k
2
dan S EM
SD n 1
Keterangan:
S EM
= Standar Eror Mean
S EM e
= Standar Eror Mean kelompok eksperimen
S EMk
= Standar Eror Mean kelompok kontrol
S EM e M k = Standar Eror perbedaan Mean kelompok eksperimen dan
Mean kelompok kontrol
112
Me
= Mean eksperimen
Mk
= Mean kontrol
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. XV, h. 282-284
65
Kriteria pengujiannya: 1) Jika thit < ttabel maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh dari populasi yang homogen. 2) Jika thit > ttabel maka Ha diterima, yang berarti bahwa terdapat pengaruh dari populasi yang homogen. Untuk mencari harga kritik “t” dalam tabel t, dengan interpretasi rumus db = (Ne + Nk -2) dan hasilnya dikonfirmasikan ke tabel t dengan taraf signifikansi 0,05. 2. Analisis Data Kualitatif a. Uji Normal Gain Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian, karena pada nilai pretest kedua kelompok penelitian sudah berbeda, dan untuk mengukur signifikansinya digunakan uji normal gain. Selain itu N-Gain bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang memperhitungkan ketuntasan hasil belajar. Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu: skor posstest – skor pretest N – gain = skor ideal – skor pretest Dengan kategori perolehan: g-tinggi : nilai (
) > 0,70 g-sedang : nilai 0,70 e”()” 0,30 g-rendah : nilai () <0,30 b. Angket Hasil Belajar Afektif Persentase digunakan untuk mengetahui persentase hasil belajar afektif siswa yang diwakilkan pada setiap item soal. Hasil penjumlahan skor yang dijawab dari setiap item dibandingkan dengan jumlah skor ideal untuk kemudian dicari persentasenya berdasarkan rumus: Jumlah Skor Item Soal Persentase (%) =
X 100% Jumlah Skor Ideal
66
J. Perumusan Hipotesis Statistik Hipotesis statistik yang digunakan adalah: Ho : µ1 = µ2 Ha : µ1 > µ2 Keterangan: Ha : Terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan kontekstual terhadap penguasaan konsep termokimia yang terintegrasi nilai. µ1 : Rata-rata penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan dengan nilainilai dalam materi pelajaran. µ2 : Rata-rata penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan tradisional dengan metode ceramah yang diintegrasikan dengan nilai-nilai dalam materi pelajaran.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoeh dan ditunjang dari hasil observasi dan angket, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembelajaran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
pendekatan
kontekstual yang diintegrasikan dengan nilai-nilai yang diterapkan pada kelompok eksperimen dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada konsep termokimia. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai pretest sebelum diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu sebesar 42,8. Setelah diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ratarata nilai posttest mengalami peningktaan menjadi 71,8. 2. Peningkatan penguasaan konsep siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan peningkatan penguasaan konsep siswa tanpa diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Hal ini terlihat dari hasil rata – rata nilai N-Gain yang diperoleh
kelompok eksperimen sebesar 0,53,
sedangkan rata – rata nilai N-Gain yang diperoleh kelompok kontrol sebesar 0,38. 3. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik uji”t” diketahui thitung untuk membandingkan antara hasil pretest pada kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) sebesar 1,85017. Sedangkan thitung untuk membandingkan antara hasil posttest kedua kelompok
sebesar
4,440664. Adapun harga ttabel dengan db 68 dan taraf signifikansi 0,05 adalah sebesar 2,00. Karena thitung lebih besar dari ttabel, maka hipotesis yang dikemukakan terbukti yaitu bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan konsep termokimia yang diintegrasikan dengan nilai-nilai dibandingkan dengan pembelajaran tanpa pendekatan kontekstual.
87
88
4. Pendekatan kontekstual juga dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, seperti bekerjasama saling memberikan informasi, mengemukakan pendapat, mempresentasikan, dan menjawab pertanyaan guru selama pembelajaran berlangsung terutama pada kegiatan praktikum, diskusi, dan kegiatan memecahkan masalah berupa soal-soal pehitungan. Hal tersebut diketahui berdasarkan lembar observasi. 5. Berdasarkan angket respon siswa diketahui bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan kontekstual memberikan pengaruh positif, diantaranya siswa senang terhadap pembelajaran yang dilakukan karena dapat memberikan pengalaman yang positif, yaitu pembelajaran yang dilakukan dikaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari dan didukung dengan kegiatan praktikum, serta penilaian yang dilakukan tidak hanya berdasarkan nilai akhir, tetapi juga berdasarkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai agama dan praktis dapat menambahkan keimanan dan ketakwaan mereka terhadap Allah SWT, dan dapat membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis ingin menyumbangkan beberapa saran yang berguna untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, seorang guru diharapkan menggunakan pendekatan kontekstual yang diintegrasikan dengan nilainilai. Terutama pada konsep kimia yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa terhadap siswa yang memiliki karakteristik berbeda dan kondisi yang berbeda pula, untuk membuktikan apakah pendekatan kontekstual mampu diterapkan pada siswa dalam kondisi apapun dan siswa yang bagaimanapun.
89
3. Saat pembelajaran, sebaiknya seorang guru mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam konsep kimia agar menjadikan siswa selain memiliki ilmu pengetahuan juga berakhlak dan budi pekerti luhur sesuai dengan tuntunan agama.
90
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Bandung: MLC, 2006 _______, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL), Jakarta: Depdiknas, 2002 Anonim, ”Pendekatan Konsep Dalam Pembelajaran Bahasa”. dari http://pakdesofa.blog2.plasa.com/archives/26, diakses Selasa, Desember 2008
16
Anonim, “Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Smp”, dari http://ardlian.wordpress.com/2007/08/18/penerapan-pendekatankontekstual-di-kelas-smp/, 18 Agustus 2007, diakses Kamis 05 Februari 2009 Anwar, Sjaeful, Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Kimia, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008 Arifin, Mulyati, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran Yang Efektif, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, 2000 Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, Cet. VIII, 1992 _______, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi V, Cet. XII, 2002 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2007 Bale, Yasin, dkk., Kontribusi Konsep-Konsep Dasar Kimia Dalam Mengembangkan Penguasaan Konsep Kimia Fisik I (Suatu Analisis Pada Mahasiswa Prodi Kimia FKIP Unsyiah Angkatan 1993/1994, Laporan Penelitian, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darusslaam-Banda Aceh, 1995 Bandono, “Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”, dari http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-modelpembelajaran contextual-teaching-and-learning-ctl/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008
91
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar, Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, Cet. II, 1996 Enoh, Mochamad, Implementasi Contextual Teaching And learbing (CTL) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Matapelajaran Geografi SMU/MA, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid II Nomor. 1, 2004 Gunawan, Penerapan Model Pembelajaran Integrasi Imtaq untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa di MA Dakwah Islamiah Putra Kediri, Jurnal Kependidikan, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2005 Gusti, Rini Prisma, Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and picture) pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang, Jurnal Guru, No. 1, Vol 3, Guru SMA Muhammadiyah Padang Panjang, Juli 2006 Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV , 2005 Hardiansyah, dkk., Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep-konsep Ekologi Tumbuhan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin, Laporan Penelitian, Peningkatan Kualitas Pembelajaran di LPTK Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin, Oktober 2003 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. II, 2001 Herianto, Edy, dkk., Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa D2 PGSD FKIP Universitas Mataram Pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual, Laporan Penelitian, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Oktober 2006 Ismail, Zurida Haji, dkk., Kesan Pengajaran Kontekstual ke atas Pencapaian Pelajar dalam Fizik, Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysia 11800 USM, Pulau Pinang, Malaysia, Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 20, 43–52, 2005 Iswari, Mega, Pendidikan Nilai Untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi EraGlobalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol IV, No 1, Juli 2003
92
Johnson, Elaine B., Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Bandung: MLC, Cet. VI, 2008 Mariaman, I Made, Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Setting Model Belajar Kooperatif Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 2 Singaraja, Laporan Penelitian, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, November 2005 Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994 Popham, W. James dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta: 2005. Pramuji, Lili, “Mengembangkan Soft Skills Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual”, dari http://www.pendidikan.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid =22&artid=920, diakses Minggu, 16 Maret 2008 Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan: Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar , Jakarta: Prenada Media, 2004 Prayitno, Baskoro Adi, “Keefektifan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Analisis dan Sintesis Serta Ketrampilan Berkomunikasi pada Mata Kuliah Biologi Umum Mahasiswa Stkip Hamzanwadi Selong”, dari http://baskoro1.blogspot.com/2008/04/keefektifan-pendekatankontekstual.html, Minggu 20 April 2008, diakses Kamis, 12 Februari 2009 Qomariah, Pengaruh Penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Materi, Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 2007 Rudiyanto, R., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVI, Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Negeri Singaraja, Desember 2003
93
Rustaman, Nuryani Y, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: UM Press, 2005 Sahala, Stevanus, dkk., Pengembangan Pembelajaran Fisika Model Generatif dengan Menggunakan Lingkungan Belajar Kolaboratif Berbasis Pendekatan Kontekstual di SMU, Laporan Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak, 2005 Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2006 Seniati, Liche, dkk., Psikologi Eksperimen, Jakarta: PT. Indeks, 2005 Shamsid-Deen, Ifraj, Columbia Middle School, Dekalb County, Georgia dan Bettye P. Smith, University of Georgia, Contextual Teaching and Learning Practices in the Family and Consumer Sciences Curriculum, Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/Summer, 2006 Sofyan, Ahmad, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. 1, 2006 Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. XV, 2005 Sudrajat, Ahmad, ”Pembelajaran Kontekstual (Kurikulum dan Pembelajaran)”, Depdiknas, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajarankontekstual/, diakses Jumat, 05 Agustus 2008 ______, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran”, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatanstrategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/, diakses Sabtu, 24 Januari 2009 Sugiharto, Asep, “Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan Konstektual pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama”, dari http://one.indoskripsi.com/content/pembuktian-hasil-belajar-siswa-dalampenggunaan-pendekatan-konstektual-pada-sekolah-lanjutan, diakses Jumat, 05 Agustus 2008 Sugiono, Statistika untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta, Cet. V, 2003 Suhirman, ”Ilmu Jiwa Belajar (Jenis-Jenis Belajar)”, dari http://www.mitrapulsa. com/jenisbelajar.html, diakses Kamis, 08 januari 2008
94
Sukarno, dkk., Dasar-dasar Pendidikan Science, Jakarta: Bhratara, 1973 Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang dan Pelaksanaan, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan daerah STKIP Singaraja, Aneka Widya STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII, September 2000 Sunardiyanto, Keefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual melalui Pembelajaran Kooperatif terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada Mata Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu, Jurnal Penelitian Kependidikan, Th 14, No 1, Juni 2004 Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam: Lesson Plan Agama Islam Aspek Kognitif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-praktis dan Implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. 1, 2007 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, “Ketentuan Umum”, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010 ______, Bab 2 Pasal 3, “Dasar Fungsi dan Tujuan”, dari http://asepaja.multiply.com/journal/item/3, diakses Rabu, 03 Maret 2010 Yudianto, Suroso Adi, Manajemen Alam: Sumber Pendidikan Nilai, Bandung: Mughni Sejahtera, 2005 Yuhasriati dan Anwar, Upaya Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Kontekstual di SMPN 8 Banda Aceh, Laporan Penelitian, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Desember 2007 Zayadi, Ahmad, Tadzkirah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pendidikan Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005