TOMMY TINDO
PENELITI HARTA
Penerbit VENUS SPICE PUBLISHER
PENELITI HARTA Oleh: TOMMY TINDO Copyright © 2012 by TOMMY TINDO
Penerbit VENUS SPICE PUBLISHER
[email protected]
Desain Sampul: Tommy Tindo
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
Selamat datang di dunia pekerjaanku. Dunia dimana pekerjaan ini menjadi impian bagi banyak orang, terutama oleh fresh graduate di seluruh Indonesia. Dan tentu saja oleh orang tua mereka juga. Dunia dimana kami sebagai PNS harus bekerja setengah mati untuk memenuhi target yang sudah diputuskan bersama oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat. Dunia dimana apabila semua pegawainya ngambek dan berhenti bekerja seluruhnya secara bersama-sama, maka negara ini bisa runtuh seketika. Dunia dimana semua orang menganggap remunerasi kami sudah cukup sebagai penghargaan terhadap pekerjaan kami (dan bahkan kini remunerasi itu sedang ditinjau ulang dan terancam dihapus). Dunia dimana akibat seorang pegawai gak penting yang bernama Gayus, semua orang kemudian menganggap kami seluruhnya adalah sama saja perangai dan jahatnya dengan si Gayus. Padahal masih banyak diantara kami yang hidupnya
sangat sederhana. Berangkat kerja naik sepeda, ada pula yang berjalan kaki. Masih banyak yang memegang teguh iman dan rasa cintanya kepada tanah air. Masih sangat banyak pegawai yang idealis, bahkan diantara mereka adalah pegawai muda awal dua puluhan yang jumlahnya tidak sedikit. Kemanapun kami berjalan, kemanapun kami semua pergi, semua orang selalu memanggil kami: ‘Hey Gayus’. Orang-orang tidak puas jika mereka tidak menyinggung nama Gayus di hadapan muka kami. Dan ketika mereka menyampaikan kata-kata seperti ini: “oo... kalian kawannya si Gayus...” atau seperti ini “ itu, disana nya kantor orang ni, kantor si Gayus” maka wajah-wajah puas dan senyum mengejek akan tersungging di bibir mereka. Tepat seperti yang sedang kuhadapi saat ini. “Macam mananya kantor pajak ini? Kalau sudah korupsi, nomor satu kalian semua. Tapi kalau kami minta hak kami, masyarakat kecil macam aku ini, payah kali. Birokrasi dibolak-balik, aku pun mondar-mandir ke kantor ini. Kau pikirnya aku senang kali kemari? Ke kantor si Gayus ini?” Anjriiiiitttt.... Dalam hati aku memaki Pak Nurdin dihadapanku ini. Mukaku pun sudah seperti setan melihatnya. Sangat menyebalkan dan menjijikkan. Sebenarnya masalah dia simpel aja. Dia salah bayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Harusnya dia bayar berdasarkan SPPT PBB yang
sudah diperbaiki. Namun dia ternyata membayar PBB dua kali, satu kali atas SPPT yang lama sebelum diperbaiki, dan satu lagi atas SPPT yang baru yang sudah diperbaiki. Walhasil, sekarang dia minta uang pembayaran PBBnya yang salah, yaitu atas SPPT yang lama, direstitusi. Dan jumlahnya adalah empat ratus ribu rupiah. Namun, akibat kelalaian Pak Nurdin sendiri, banyak syarat-syarat yang tidak dilengkapinya. Karena itulah proses restitusinya berjalan lambat. Biasanya, wajib pajak-wajib pajak besar yang melakukan restitusi pajak dengan jumlah ratusan juta rupiah selalu melengkap syarat-syarat permohonan restitusinya dengan patuh. Dan dengan ia mengungkit nama Gayus di hadapanku kini, aku menjadi sangat sebal dan kesal kepadanya. Namun karena kode etik (kode etik oh kode etik) aku harus tetap menjaga kata-kata dan sikapku terhadap wajib pajak yang satu ini. “Pak, ini bukan salah saya loh, proses restitusi bapak berjalan lambat. Saya kan sudah mengirimkan surat permintaan kelengkapan berkas kepada Bapak, tapi Bapak tidak ada jawaban sampai hari ini Bapak datang kesini sambil marah-marah. Mana mungkin saya kerjakan permohonan wajib pajak yang tidak lengkap seperti ini? Malah saya nanti yang akan dicurigai oleh Kepala Kantor, jangan-jangan ada apaapa dengan wajib pajaknya. Dan satu lagi Pak, saya