Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Materi : Hukum HAM Internasional
TINJAUAN UMUM HUKUM HAK ASASI MANUSIA
Richard. B Bilder
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp (021) 7972662, 79192564 Fax : (021) 79192519 Website : www.elsam.or.id Email :
[email protected] :
[email protected]
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
TINJAUAN UMUM HUKUM HAK ASASI MANUSIA Pengantar Gerakan hak asasi manusia internasional didasarkan pada konsep bahwa setiap negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia warga negaranya, dan bahwa negara-negara lain dan masyarakat internasional mempunyai hak dan tanggung jawab untuk memprotes kalau kewajiban ini tidak dilaksanakan sesuai dengan harapan semula. Hukum hak asasi manusia internasional terdiri dari kumpulan aturan, prosedur, dan lembaga-lembaga internasional yang dikembangkan untuk melaksanakan konsep ini dan memajukan penghormatan terhadap hak asasi manusia di semua negara di seluruh dunia. Sekalipun hak asasi manusia internasional memusatkan perhatian pada aturan, prosedur, dan lembaga, hukum itu secara khas juga mewajibkan sekurang-kurangnya sedikit pengetahuan dan kepekaan terhadap hukum dalam negeri yang terkait dari negara-negara dimana praktisi hukum mempunyai kepentingan - khususnya, hukum nasional mengenai pelaksanaan perjanjian dan kewajiban internasional lain, perilaku hubungan internasional dan perlindungan yang diberikan oleh hukum domestik kepada hak asasi manusia. Memang, karena hukum internasional pada umumnya hanya bisa diterapkan pada negara-negara dan biasanya tidak menciptakan hak-hak yang dapat diberlakukan secara langsung oleh para pribadi dalam pengadilan nasional, hukum hak asasi manusia internasional dalam praktek dapat dibuat efektif hanya kalau setiap negara membuat aturan-aturan ini menjadi bagian dari sistem hukum domestiknya sendiri. Banyak kegiatan hak asasi manusia internasional ditujukan untuk mendorong negara-negara agar memasukkan standar hak asasi manusia internasional ke dalam susunan hukum internalnya sendiri
dengan cara ini. Jadi, pekerjaan para pengacara hak asasi manusia internasional dan para pengacara hak asasi manusia nasional (atau “hak-hak sipil”) berkaitan erat dan seringkali saling tumpang tindih. Pengacara hak asasi manusia internasional seringkali menjadi terlibat dalam hukum dan masalah hak asasi manusia domestik, dan para pengacara hak-hak sipil seringkali mendapati bahwa hukum hak asasi manusia internasional dapat merupakan suatu alat penting guna memajukan tujuan-tujuan domestik. Suatu tujuan utama dalam ajaran hukum hak asasi manusia internasional adalah untuk membuat praktisi hukum hakhak sipil lebih menyadari mengenai relevansi hak asasi manusia internasional. Dalam praktek, perbedaan antara hak asasi manusia internasional dan hak sipil nasional seringkali terletak pada penekanan ketimbang substansinya. Perhatian terhadap hak asasi manusia jarang yang dimulai atau berakhir pada satu perbatasan negara saja, dan tindakan efektif untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dapat dilanjutkan dengan penggunaan imajinatif dari teknik-teknik nasional maupun internasional. Tidaklah perlu menjadi seorang ahli dalam hukum hak asasi manusia internasional agar dapat memberikan sumbangan penting terhadap kemajuan hak asasi manusia. Tetapi, suatu pengetahuan mengenai kumpulan hukum ini dapat menyarankan cara-cara dimana usaha semacam itu dapat dilakukan secara lebih berdaya guna. Tujuan dari bab pendahuluan ini adalah untuk menyajikan suatu pandangan umum yang luas di bidang ini.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
1
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
Catatan Sejarah Singkat Sekalipun gagasan bahwa umat manusia secara hakiki berhak atas hak-hak dan kebebasan dasar tertentu berakar pada awal pemikiran manusia, konsep bahwa hak asasi manusia merupakan suatu pokok masalah yang layak bagi peraturan internasional adalah sangat baru. Di sepanjang kebanyakan sejarah manusia, cara suatu pemerintah memperlakukan warga negaranya sendiri dianggap semata-mata urusannya sendiri dan bukan merupakan suatu perhatian yang layak bagi suatu negara lain. Dari sudut pandang hukum internasional, persoalan hak manusia dianggap sebagai masalah yang sama sekali berada dalam yurisdiksi setiap negara itu sendiri dan sama sekali tidak layak bagi pengaturan oleh hukum internasional. Amerika Serikat, misalnya, dapat mengajukan keluhan dengan benar kepada Perancis kalau Perancis memperlakukan warga negara Amerika yang hidup di Perancis dengan buruk; hukum internasional telah lebih dahulu menetapkan aturan-aturan tentang bagaimana setiap negara harus berperilaku mengenai warga negara dari suatu negara lain (“orang asing”) yang hadir di wilayahnya, dan suatu negara dapat memprotes atau memperluas perlindungan diplomatiknya kepada warga negaranya sendiri kalau hak-hak mereka dilanggar. Tetapi, secara tradisional, Amerika Serikat tidak dapat secara absah mengeluh semata-mata karena Perancis memperlakukan warga negara Perancis-nya sendiri; kalau Amerika Serikat mencoba campur tangan dalam masalah tersebut, Perancis dapat mengklaim bahwa Amerika Serikat sedang melanggar kedaulatan Perancis dengan mencampuri secara tidak sah urusan dalam negerinya. Sekalipun sikap ini, yaitu bahwa persoalan hak asasi manusia pada umumnya berada di luar bidang perhatian atau peraturan internasional diterima secara luas sampai Perang Dunia II, beberapa perkembangan sebelum itu menyarankan paling kurang perkecualian terbatas terhadap aturan bahwa persoalan hak asasi manusia seluruhnya bersifat internal. Ini mencakup gerakan anti-
perbudakan dari abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh, yang mencapai puncaknya dengan diterimanya Konvensi Perbudakan tahun 1926; ungkapan awal kekuatiran internasional atas perlakuan terhadap kaum Yahudi di Rusia dan orangorang Armenia di kekaisaran Turki; dimasukkannya dalam perjanjian-perjanjian pasca Perang Dunia I tertentu yang membentuk negara-negara baru di Eropa Timur, ketentuan dan prosedur untuk melindungi golongan minoritas di negaranegara baru tersebut; ketentuan-ketentuan tertentu dari sistem mandat Liga BangsaBangsa; dan didirikannya pada tahun 1919 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan kegiatan-kegiatan berikutnya dari organisasi tersebut. Tetapi, kebanyakan dari apa yang sekarang kita anggap sebagai “hukum hak asasi manusia internasional” baru muncul sejak tahun 1945, ketika, dengan implikasi dari bencana yang ditimbulkan oleh dan pengingkaran lain dari kaum Nazi terhadap hak asasi manusia masih segar dalam ingatan, negara-negara di dunia memutuskan bahwa peningkatan hak asasi manusia dan kebebasan dasar haruslah merupakan satu diantara tujuan utama dari Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru. Untuk melaksanakan tujuan ini, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan kewajibankewajiban umum yang mewajibkan negaranegara anggota PBB untuk menghormati hak asasi manusia dan menetapkan pembentukan suatu Komisi Hak Asasi Manusia untuk melindungi dan memajukan hak-hak tersebut. Kepedulian PBB dengan keterlibatannya dalam hak asasi manusia telah meluas secara dramatis sejak tahun 1945. Banyak instrumen hak asasi manusia telah disahkan, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Genocide tahun 1948; Konvensi tentang Hak-hak Politik Kaum Perempuan tahun 1952; Peraturan Standar Minimum untuk Perlakuan terhadap Narapidana tahun 1957; Konvensi tentang Penghapusan Semua
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
2
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
Bentuk Diskriminasi Rasial tahun 1965; dan Persetujuan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta Persetujuan Internasional tentang Hak-hak ekonomi, Sosial, dan Budaya pada tahun 1966. Tindakan-tindakan yang lebih khusus mengenai persoalan hak asasi manusia tertentu juga telah diambil. Keterlibatan PBB yang meningkat dalam masalah hak asasi manusia selama jangka waktu ini dicerminkan oleh niat regional yang semakin meningkat pada persoalan hak asasi manusia, sebagaimana digambarkan oleh diberlakukannya pada tahun 1953 dan perkembangan yang kemudian terjadi dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, pembentukan Komisi Antar-Amerika tentang Hak Asasi Manusia tahun 1960, dan diberlakukannya Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia pada tahun 1978. Menjelang akhir tahun 1950an, perkembangan-perkembangan ini telah memasukkan dengan kuat hak asasi manusia ke dalam agenda internasional, tetapi baru akhir-akhir ini saja persoalan-persoalan hak asasi manusia mendapat pengakuan dan makna politik yang sebenarnya. Sebelum tahun 1960, persoalan hak asasi manusia secara teratur dibicarakan dalam perdebatan PBB, tetapi hanya sedikit negara yang memberi perhatian besar kepadanya. Pertumbuhan cepat dari keanggotaan PBB pada awal tahun 1960an untuk memasukkan sejumlah besar negara-negara sedang berkembang di Afrika dan negara-negara berkembang lainnya yang menaruh perhatian besar kepada masalah hak menentukan nasib sendiri dan diskriminasi rasial, khususnya di Afrika Selatan, dan tekanan yang semakin
kuat oleh negara-negara Arab tentang aspekaspek hak asasi manusia dari persoalan Palestina yang membawa akibat dalam masalah hak asasi manusia khusus ini menempati suatu peranan yang memimpin dalam percaturan politik PBB. Tindakan kongres A.S. yang dimulai tahun 1973, yang didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional, dan pendirian Presiden Jimmy Carter agar hak asasi manusia memainkan peranan utama dalam kebijakan luar negeri A.S. telah meningkatkan minat pada hak asasi manusia, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi di seluruh dunia. Hak asasi manusia memainkan peranan utama dalam kebijakan luar negeri A.S. telah meningkatkan minat pada hak asasi manusia, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi di seluruh dunia. Gerakan hak asasi manusia internasional mendapat perhatian dunia lebih lanjut ketika Hadiah Nobel untuk Perdamaian diberikan kepada Amnesty International pada tahun 1977 untuk pekerjaan hak asasi manusianya untuk “para tahanan kesadaran” dan, pada tahun 1980, kepada aktivis hak asasi manusia Argentina, Adolfo Perez Esquive.1 Mengingat bahwa akhir-akhir ini banyak bermunculan hukum hak asasi manusia internasional, tidak mengherankan, dan kadang-kadang bertumpang tindih dan dimana lembaga dan prosedur masih berkembang. Tetapi tampaknya hanya ada sedikit keraguan bahwa konsep dasar dari hak asasi manusia internasional telah tertanam dengan kuat di bidang hukum dan kebiasaan internasional dan bahwa hukum hak asasi manusia internasional sekarang telah diakui sebagai suatu pokok masalah yang penting dan tersendiri.2
Apa Isi Hukum Hak Asasi Manusia Internasional itu ? Hukum hak asasi manusia internasional berasal dari berbagai sumber dan mencakup banyak jenis bahan, baik internasional maupun nasional. Rincian mengenai hukum internasional dan prosedur lain untuk melindungi hak asasi manusia ditelaah dalam sisa buku ini. Tetapi, beberapa contoh dapat mengilustrasikan banyak jenis bahan yang
berbeda-beda yang bisa diharapkan untuk ditangani oleh pengacara dan lain-lain yang bersangkutan dengan hak asasi manusia internasional. Pertama, sekarang terdapat lebih dari dua puluh perjanjian multilateral penting yang berlaku di bidang hak asasi manusia, yang
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
3
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
menciptakan kewajiban-kewajiban yang secara hukum mengikat bagi negara-negara yang menjadi peserta kepada berbagai perjanjian tersebut.3 Yang paling penting diantaranya adalah Piagam PBB itu sendiri. Piagam itu mengikat hampir setiap negara di dunia dan menetapkan sekurang-kurangnya kewajiban umum terhadap para anggota PBB untuk menghormati dan memajukan hak asasi manusia. Kewajiban hak asasi manusia internasional yang lebih khusus ditetapkan dalam serangkaian perjanjian hak asasi manusia internasional yang disponsori PBB (seperti misalnya Persetujuan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Persetujuan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial) dan dua konvensi hak asasi manusia regional yang penting untuk Eropa dan Amerika sekarang juga berlaku. Perjanjianperjanjian lain yang relevan dan penting telah disetujui di bawah lingkungan ILO, UNESCO, dan badan-badan khusus PBB lainnya. Kedua, terdapat sejumlah besar deklarasi internasional, resolusi, dan rekomendasi yang relevan bagi hak asasi manusia internasional yang telah disahkan oleh PBB atau oleh organisasi atau konferensi internasional lain. Sementara instrumen-instrumen ini tidak mengikat secara langsung dalam arti hukum, instrumen itu menetapkan standar-standar yang diakui secara luas dan seringkali digunakan dalam hubungan dengan masalahmasalah hak asasi manusia. Yang paling penting diantaranya adalah deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang disahkan tanpa suatu suara yang menentang oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948, yang menetapkan suatu kerangka bagi banyak karya berikutnya. Suatu instrumen penting lain adalah Tindakan Akhir dari Konferensi tentang Keamanan dan Kerjasama di Eropa tahun 1975 (Persetujuan Helsinki), yang dengan cepat memperoleh arti politik penting dalam usaha hak asasi manusia internasional. Contoh-contoh lain termasuk instrumeninstrumen seperti Deklarasi PBB tentang Perlindungan terhadap Semua Orang untuk Tidak Dikenai Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi, atau Menurunkan Derajat Manusia; Deklarasi tentang Hak-hak Anak; dan Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana. Ketiga, berbagai keputusan dan tindakan oleh organ PBB atau badan-badan internasional lainnya mendukung usaha-usaha khusus untuk melindungi hak asasi manusia. Contohcontoh mencakup Pandangan Nasehat Mahkamah Keadilan Internasional tahun 1971 tentang Kehadiran Berkelanjutan dari Afrika Selatan di Namibia (Afrika Barat Daya); Resolusi Dewan Keamanan yang menetapkan sanksi-sanksi yang diperintahkan tentang Rhodesia tahun 1968 dan tentang Afrika Selatan tahun 1977; Resolusi Majelis Umum yang menangani masalah hak asasi manusia di Afrika Selatan, Cili, dan Timur Tengah; Resolusi dan tindakan lain oleh Komisi PBB tentang Hak Asasi Manusia; Komite Hak Asasi Manusia yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan Komite Para Ahli yang berfungsi di bawah Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial; sekumpulan keputusan yang luas oleh Komisi Eropa dan Mahkamah Eropa tentang Hak Asasi Manusia; dan laporan serta investigasi oleh Komisi Antar Amerika tentang Hak Asasi Manusia. Keempat, terdapat banyak sekali hukum, peraturan, pengadilan nasional dan keputusan pemerintah, dan pengumuman kebijakan di berbagai negara yang berkaitan dengan pelaksanaan tujuan-tujuan hak asasi manusia internasional, baik di setiap negara dan dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam hal Amerika Serikat, misalnya, alat domestik ini mencakup ketentuan-ketentuan dari Konstitusi A.S. dan Pernyataan Hak-hak Manusia; perundangan yang melarang diskriminasi dan perbudakan dan memastikan hak-hak politik kaum perempuan; perundangan dan peraturan yang melaksanakan sanksi-sanksi PBB terhadap Afrika Selatan;4 perundangan yang mengingkari bantuan keamanan kepada setiap negara yang pemerintahnya terlibat dalam suatu pola yang konsisten mengenai pelanggaran kasar terhadap hak asasi manusia
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
4
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
yang diakui secara internasional;5 keputusankeputusan yudisial yang menangani aspekaspek hukum hak asasi manusia internasional;6 dan keputusan-keputusan pengadilan dan pemerintahan negara bagian dan kotapraja yang menangani berbagai aspek kegiatan korporasi Amerika di Afrika Selatan.7 Demikian pula, banyak negara lain, terutama negara-negara yang menjadi peserta dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, mempunyai badan-badan hukum internal yang luas dan preseden yang relevan dengan hak asasi manusia internasional. Akhirnya, ada berbagai lembaga internasional dan nasional yang relevan dengan perlindungan internasional terhadap hak asasi manusia, yang banyak diantaranya didiskusikan dalam bab-bab berikutnya. Di samping badan-badan yang secara khusus menaruh perhatian kepada hak asasi manusia, organ, atau badan internasional seperti misalnya Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, dan badan-badan khusus; Mahkamah Keadilan Internasional; Organisasi Negara-negara Amerika (OAS); Dewan Eropa; Mahkamah Keadilan Eropa; dan Organisasi Persatuan Afrika dapat menjadi peduli terhadap masalah-masalah hak asasi manusia. Di tingkat domestik, badan-badan legislatif; cabang-cabang eksekutif; yang mengurusi hubungan luar negeri, perdagangan, dan pertahanan; dan pengadilan di semua tingkatan kadang-kadang menjadi terlibat dalam persoalan hak asasi manusia atau berfungsi sebagai gelanggang untuk mempromosikan tujuan-tujuan hak asasi manusia. Memperoleh dokumen, bahan-bahan lain, atau informasi yang relevan dengan hukum hak asasi manusia internasional tidak selalu gampang. Sementara kebanyakan bahan penting diindikasikan dalam catatan kepustakaan pada akhir buku ini, orang harus waspada mengenai sumber-sumber dasar bagi
informasi hukum maupun faktual tentang hak asasi manusia internasional : • kumpulan mengenai dokumen hak asasi manusia dasar, yang terdapat dalam PBB dan karya-karya referensi lainnya; • buku-buku atau buku-buku kursus berorientasikan hukum, terutama yang digunakan dalam sekolah-sekolah hukum, dan bahan-bahan pengajaran lainnya; • laporan teratur mengenai organisasi antar pemerintah, seperti misalnya PBB, Dewan Eropa, dan OAS; • laporan-laporan periodik mengenai badan-badan khusus hak asasi manusia, seperti misalnya Komite Hak Asasi Manusia yang didirikan berdasarkan Persetujuan Internasional tentang Hakhak Sipil dan Politik atau Komisi Eropa tentang Hak Asasi Manusia; • majalah dan laporan dari LSM-LSM, termasuk publikasi-publikasi yang begitu bermanfaat seperti publikasi dari Amnesty International dan Kelompok Hak-hak Minoritas (keduanya berpangkalan di London) dan Komisi Internasional Para juri (berpangkalan di Jenewa); • penerbitan berkala hak asasi manusia, termasuk layanan pelaporan seperti Human Rights Internet Reporter (diterbitkan di Washington, D.C.), dan majalah yang lebih akademis seperti Human Rights Quarterly (Baltimore,Md.), dan Human Rights Law Journal (Arlington, Va : Kehl am Rhein, Jerman; Strasbourg, Perancis); • kepustakaan, yang bersifat umum maupun yang khusus di bidang hak asasi manusia, misalnya Checklist of Human Rights Documents (University of Texas Law School, Austin); • dokumen-dokumen resmi pemerintah, yang seringkali mengungkapkan kebijakan pemerintah di bidang hak asasi manusia; • laporan berita media, yang seringkali menyediakan informasi faktual tentang suatu situasi khusus hak asasi manusia.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
5
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
Siapa yang Terikat oleh Hukum Hak Asasi Manusia Internasional ? Berbeda dengan negara-negara nasional, masyarakat bangsa-bangsa tidak mempunyai badan pembuat undang-undang yang diberi kekuasaan untuk memberlakukan hukum yang secara langsung dan seragam mengikat semua negara. (Resolusi-resolusi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB dianggap hanya sebagai rekomendasi, yang tidak mengikat secara hukum pada para anggota PBB). Alih-alih, bangsa-bangsa menetapkan kewajiban-kewajiban yang mengikat secara hukum diantara mereka sendiri dengan cara lain, yang pada pokoknya memberi persetujuan tegas kepada suatu peraturan dengan meratifikasi suatu perjanjian tertentu atau perjanjian internasional lainnya atau lewat penerimaan suatu peraturan secara luas dalam kebiasaan negara sebagai hukum adat internasional yang mengikat. Tambahan pula, hukum internasional, termasuk hukum hak asasi manusia, terutama bisa diterapkan pada negara-negara nation ketimbang pada pribadi-pribadi. Akibatnya, peraturan internasional ini pada umumnya dapat menjadi suatu sumber kewajiban hukum domestik bagi para pejabat suatu negara mengenai hak-hak domestik bagi warga negaranya sendiri lewat dimasukkannya dengan sesuatu cara ke dalam hukum internal negara itu sendiri. Karena prinsip-prinsip ini dapat mempengaruhi kegunaan aturan tertentu dari hukum hak asasi manusia internasional kepada para pengacara atau orang-orang lain yang memperjuangkan tujuan-tujuan hak asasi manusia, suatu diskusi singkat mengenai hal itu mungkin berguna. Dalam praktek, sumber yang paling penting dan berguna dari hukum hak asasi manusia internasional mungkin sekali adalah perjanjian-perjanjian internasional, yang secara jelas dan langsung menciptakan kewajiban-kewajiban internasional bagi para pihak. Tetapi perjanjian bersifat mengikat
hanya apabila perjanjian itu berlaku dan hanya berkenaan dengan negara-negara yang secara tegas menjadi peserta daripadanya. Jadi, dalam menentukan apakah suatu perjanjian secara hukum relevan dengan suatu situasi hak asasi manusia tertentu di suatu negara tertentu, adalah penting untuk memastikan : (1) apakah perjanjian itu mengandung bahasa yang tegas yang mewajibkan para pihak untuk menghormati hak asasi manusia tertentu yang sedang menjadi persoalan; (2) apakah perjanjian itu berlaku, karena perjanjian-perjanjian multilateral secara khas tidak dapat diberlakukan sampai suatu jumlah minimum tertentu dari negara-negara telah menyerahkan ratifikasi mereka (instrumen formal yang menunjukkan kemauan mereka untuk terikat); (3) apakah negara yang bersangkutan dalam kenyataan telah meratifikasi perjanjian itu, karena tanda-tangan saja secara hukum mungkin tidak mengikat suatu negara terhadap kewajiban-kewajiban suatu perjanjian multilateral; dan (4) apakah negara yang bersangkutan mengemukakan keberatan-keberatan yang secara tegas memodifikasi kewajibannya terhadap perjanjian yang terkait. Sebagaimana diindikasikan, ada sejumlah perjanjian hak asasi manusia cukup besar yang berlaku, yang bersama-sama menetapkan suatu jaringan kewajiban hak asasi manusia yang tersebar luas.8 Hampir semua negara di dunia sekarang menjadi peserta dari Piagam PBB. Sekalipun ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dari Piagam itu dinyatakan secara luas, tampaknya sekarang diterima secara umum bahwa sekurang-kurangnya penolakan kasar dan sistematik terhadap hak asasi manusia yang
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
6
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
dipaksakan atau disetujui oleh pemerintah, seperti misalnya diberlakukannya apartheid atau genocide yang dikenakan oleh pemerintah, secara langsung mungkin melanggar kewajiban terhadap Piagam. Banyak diantara konvensi khusus hak asasi manusia telah diratifikasi secara luas. Misalnya, sampai 1 Juli 1982, 70 negara menjadi peserta dari Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 115 negara menjadi peserta dari Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial, dan 89 negara menjadi peserta dari Konvensi Genocide.
normatif untuk mematuhi aturan tersebut. Secara khusus, peraturan hak asasi manusia telah menjadi bagian dari hukum adat internasional, hal ini dapat sangat berguna bagi para praktisi yang mengusahakan tujuantujuan hak asasi manusia, karena hukum adat internasional pada umumnya mengikat semua negara; tanpa memandang apakah negaranegara tersebut secara resmi telah menyatakan menyetujui suatu perjanjian. Tetapi, konsep mengenai hukum adat (kebiasaan) agak bersifat teknis, dan membuktikan adanya suatu peraturan adat bisa sangat sukar.
Perlu dicatat bahwa Amerika Serikat sejauh ini telah meratifikasi sangat sedikit diantara perjanjian hak asasi manusia ini.9 Secara khusus, Amerika Serikat sekarang merupakan peserta dari dan secara hukum terikat hanya oleh perjanjian-perjanjian berikut ini (di samping Piagam PBB dan OAS) : Konvensi Perbudakan tahun 1926 dan Protokol yang mengamendir Konvensi tersebut; Konvensi Tambahan tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak dan Pelembagaan dan Kebiasaan yang Serupa dengan Perbudakan; Empat Konvensi Jenewa tahun 1949 yang berkaitan dengan konflik bersenjata; Protokol yang Berkaitan dengan Status Pengungsi; Konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Kaum Perempuan; dan Konvensi Antar-Amerika tentang Pemberian Hak-hak Politik kepada Kaum Perempuan. Amerika Serikat telah menandatangani, tetapi belum meratifikasi, Konvensi Genocide, dua Persetujuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia, Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial, dan Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia, yang semuanya ditangguhkan di depan Senat A.S.
Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penggunaan hukum adat internasional dalam pengadilan A.S. dibahas dalam bab 13. Satu pernyataan yang sering dinyatakan adalah bahwa sekurang-kurangnya suatu standar yang ditetapkan oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sekalipun mula-mula hanya bersifat rekomendasi dan tidak mengikat, sekarang telah menjadi mengikat secara hukum sebagai hukum adat lewat penerimaannya secara luas oleh negara-negara sebagai mempunyai pengaruh normatif. Kalau tidak, telah disarankan bahwa Deklarasi itu mengikat secara hukum pada semua anggota PBB sebagai suatu penafsiran yang berwenang dari komitmen umum hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam. Betapa pun juga, Deklarasi itu seringkali digunakan seolah-olah mengikat secara hukum, baik oleh negaranegara maupun oleh para pribadi dan kelompok-kelompok swasta.
Suatu sumber kedua dari hukum hak asasi manusia internasional adalah kebiasaan internasional. Untuk menetapkan keberadaan suatu aturan mengenai hukum adat (kebiasaan) internasional, adalah perlu untuk memperlihatkan kebiasaan yang meluas oleh negara-negara yang sesuai dengan aturan yang dinyatakan, bersama-sama dengan bukti bahwa negara-negara itu telah mengikuti kebiasaan ini sebab mereka percaya bahwa mereka berada di bawah suatu kewajiban
Orang juga dapat mengajukan alasan bahwa perjanjian yang diratifikasi secara luas, seperti misalnya Konvensi Genocide atau Konvensi Diskriminasi Rasial, atau deklarasi atau resolusi lain yang didukung secara universal, seperti misalnya resolusi Majelis Umum PBB yang mengakui prinsip-prinsip Nuremberg sebagai hukum internasional10 atau Deklarasi tentang Penyiksaan,11 sekarang juga telah mendapat status sebagai hukum adat internasional. Bahkan kalau instrumen-instrumen tertentu hak asasi manusia internasional, seperti misalnya perjanjian atau deklarasi tidak mengikat secara hukum pada suatu negara
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
7
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
tertentu (baik karena negara itu tidak meratifikasi perjanjian itu atau karena peraturan tertentu tidak diakui sebagai hukum adat), instrumen tersebut mungkin sekali mempunyai suatu kekuatan moral atau politik yang mungkin berguna dalam membujuk para pejabat pemerintahan untuk mematuhi standar hak asasi manusia tertentu. Misalnya, para penandatangan Persetujuan Helsinki secara teratur telah mengutuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia sekalipun ada kenyataan bahwa persetujuan itu bukanlah suatu perjanjian yang mengikat secara hukum. Tambahan pula, pengadilanpengadilan nasional mungkin bersifat responsif terhadap argumen bahwa hukum domestik harus ditafsirkan sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional, terutama dalam kasus-kasus dimana suatu penafsiran yang tidak sesuai, bahkan kalau secara teknis tidak merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Betapa pun mungkin memalukan secara politik.
diratifikasi secara otomatis menjadi bagian dari hukum domestik; di beberapa negara lain, perundangan pelaksanaan khusus dibutuhkan untuk menciptakan suatu pengaruh di dalam negeri.
Sementara hukum internasional secara tradisional berkepentingan terutama dengan hubungan antar negara-negara, telah semakin diakui secara semakin meluas bahwa para pribadi adalah para subyek riil dan menerima manfaat dari hukum hak asasi manusia internasional. Para pribadi mungkin mempunyai akses untuk menegaskan hak-hak yang diberikan kepada mereka berdasarkan hukum internasional secara lain.
Kedua, beberapa perjanjian hak asasi manusia menetapkan kedudukan bagi para pribadi dan/atau LSM untuk mengajukan pengaduan secara langsung di depan badan-badan internasional. Hal ini terjadi, misalnya, kalau suatu negara telah menyetujui pasal 25 dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, Protokol Opsional terhadap Persetujuan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, atau Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.
Yang pertama dan paling penting, negaranegara dapat memasukkan kewajiban internasional yang diungkapkan dalam perjanjian-perjanjian hak asasi manusia ke dalam hukum domestik mereka; hak-hak yang diberikan kemudian dapat digunakan oleh para pribadi sebagai bagian dari hukum internasional negara tersebut. Apa dan bagaimana pemasukan itu berlangsung tergantung pada hukum masing-masing negara itu sendiri, dan negara-negara berbeda dalam hal ini. Berdasarkan hukum dasar beberapa negara, suatu perjanjian yang
Di Amerika Serikat, pengaruh dalam negeri dari suatu perjanjian tergantung apakah syarat-syarat perjanjian itu “melaksanakan sendiri” dan dengan demikian secara langsung dapat diterapkan dalam pengadilanpengadilan nasional tanpa perundangan pelaksanaan. Masalah ini digambarkan oleh pengadilan sebagai suatu persoalan mengenai maksud dan penafsiran perjanjian dan dibahas secara lebih penuh dalam bab 13. Standar hak asasi manusia yang dicerminkan dalam hukum adat internasional juga dapat dimasukkan ke dalam hukum nasional (sekurang-kurangnya dengan tidak adanya perundangan yang bertentangan atau kebijakan pemerintah) sebagai bagian dari “hukum negara”.
Akhirnya, beberapa perjanjian, seperti misalnya Konvensi Genocide dan Konvensi tentang Penindasan dan Hukuman terhadap Kejahatan Apartheid, menetapkan tanggung jawab pribadi terhadap para pejabat negara untuk pelaksanaan hak asasi manusia yang dilindungi oleh Konvensi-konvensi itu. Konvensi tersebut juga menciptakan prosedur dimana tanggung jawab ini dapat diberlakukan secara langsung oleh negaranegara peserta terhadap pribadi-pribadi tersebut.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
8
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
Bagaimana Kewajiban-Kewajiban Hak Asasi Manusia Internasional Dapat Diberlakukan ? Pelaksanaan merupakan suatu masalah kunci dalam membuat sistem perlindungan hak asasi manusia menjadi efektif, dan terbukti merupakan suatu masalah yang sukar dan merepotkan. Yurisdiksi pengadilan internasional tergantung pada persetujuan negara yang bersangkutan, dan beberapa negara telah memberikan persetujuan semacam itu berkenaan dengan pertikaian yang menyangkut hak asasi manusia. (Konvensi Eropa, yang berdasarkan itu sejumlah negara Eropa memberi persetujuan kepada yurisdiksi Mahkamah Eropa tentang Hak Asasi Manusia, merupakan suatu perkecualian yang menyolok; Mahkamah Antar-Amerika mengenai Hak Asasi Manusia, di lain pihak, merana hanya dengan empat persetujuan kepada yurisdiksi sampai bulan Januari 1983). Tambahan pula, mahkamah internasional pada umumnya hanya terbuka bagi negara dan bukan bagi para pribadi. Akhirnya, bahkan sekalipun mahkamah internasional dalam beberapa kasus memberi yurisdiksi untuk memberi keputusan kepada negara-negara yang melanggar kewajiban hak asasi manusia, tidak ada pasukan polisi internasional untuk memberlakukan keputusan tersebut. Akibatnya, hukum hak asasi manusia internasional, seperti halnya semua hukum internasional, harus menyandarkan diri terutama sekali pada kepatuhan sukarela oleh negara-negara, yang disokong oleh moral dan pengaruh lain ketika negara-negara lain bersiap untuk melakukannya. Salah satu cara untuk memeriksa pilihan pemberlakuan atau pelaksanaan adalah atas dasar “tingkatan” di mana pemberlakuan atau pelaksanaan terjadi. Jadi, kewajiban-kewajiban hak asasi manusia internasional dapat dilaksanakan lewat tindakan : (1) dalam sistem nasional dari negara yang bersangkutan; (2) oleh negara-negara lain dalam melakukan hubungan internasional; atau (3) oleh badan-badan internasional.
Sekali lagi, cara paling mudah dan paling efektif untuk melaksanakan hak asasi manusia adalah lewat tindakan dalam sistem hukum setiap negara itu sendiri. Kalau hukum domestik menyediakan suatu sistem perbaikan yang efektif terhadap pelanggaran atas kewajiban hak asasi manusia internasional, wewenang dan bobot dari sistem hukum yang dimiliki negara tersebut dapat dimobilisasi untuk mendukung kepatuhan terhadap kaidah-kaidah internasional. Kebanyakan perjanjian hak asasi manusia mewajibkan bahwa negara-negara peserta memasukkan kewajiban-kewajiban yang relevan ke dalam hukum domestiknya dan agar negara-negara tersebut memberikan upaya perbaikan lokal yang memadai. Hal ini, sebaliknya, memberikan alasan bagi persyaratan bersama bahwa upaya perbaikan domestik telah ditempuh semuanya sebelum suatu badan internasional menyelidiki suatu keluhan mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Perjanjian dan prosedur hak asasi manusia juga seringkali mewajibkan agar negara-negara secara periodik membuat laporan kepada pihak-pihak lain atau lembaga internasional yang mengawasi perjanjian tersebut berkenaan dengan ketaatannya terhadap kewajiban-kewajiban hak asasi manusia, termasuk dimasukkannya kewajiban ini ke dalam hukum domestik. Pemberlakuan juga dapat terjadi di tingkat antar-negara. Jadi, satu negara dapat mengajukan pengaduan secara langsung kepada suatu negara lain mengenai pelanggaran yang dilaporkan mengenai kewajiban negara tersebut terhadap hak asasi manusia dan dapat melakukan tekanan diplomatik secara formal dan informal dalam upaya untuk mempengaruhi negara lain tersebut agar menghentikan pelanggaran semacam itu. Amerika Serikat, misalnya, telah melakukan “diplomasi diam”, kritik di depan umum, dan menolak memberikan bantuan militer dan ekonomi dalam usaha untuk membujuk negara-negara lain agar
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
9
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
menyesuaikan diri dengan kewajibankewajiban mereka terhadap hak asasi manusia internasional. Pemberlakuan juga dapat terjadi di tingkat organisasi internasional. Sekarang ada berbagai forum internasional dimana keluhankeluhan mengenai pelanggaran hak asasi manusia dapat diajukan, baik oleh negara atau, dalam beberapa hal, oleh perorangan. Ini mencakup prosedur-prosedur regional berdasarkan konvensi hak asasi manusia Eropa dan Amerika dan pengaduan negara berdasarkan pasal 41 Persetujuan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Dalam rangka sistem Eropa, misalnya, Austria, Perancis, Yunani, Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Irlandia, dan Siprus semuanya telah mengajukan pengaduan formal terhadap negara-negara lain. Beberapa lembaga internasional -- misalnya badanbadan PBB seperti Majelis Umum, Komisi Hak Asasi Manusia, atau Dewan Namibia; Komisi Antar Amerika tentang Hak Asasi Manusia; dan konferensi peninjauan yang diselenggarakan secara periodik berdasarkan ketentuan-ketentuan Persetujuan Helsinki -membahas masalah-masalah hak asasi manusia atas prakarsa mereka sendiri tanpa pengaduan negara terhadap negara secara formal. Satu cara lain untuk memandang pilihanpilihan pemberlakuan dan pelaksanaan adalah menurut sifat dari pihak yang mengajukan pengaduan tersebut. Jadi, pihak yang mengajukan pengaduan dapat berupa : (1) suatu negara; (2) suatu organisasi atau badan internasional; atau (3) seorang pribadi atau kelompok swasta. Seperti halnya dengan sistem hukum internasional pada umumnya, suatu sistem yang efektif mengenai hukum hak asasi manusia internasional terletak pertama-tama pada konsep pemberlakuan oleh negara. Dalam teori, apabila suatu negara melanggar kewajiban hak asasi manusia internasionalnya, negara itu dapat diminta untuk mempertanggungjawabkannya oleh negara lain. Tetapi dalam praktek, hal ini jarang
terjadi. Negara-negara pada umumnya enggan untuk menimbulkan kemarahan negaranegara sahabat dengan mengecam perilaku hak asasi manusia mereka; negara-negara tersebut secara khas bersedia mengangkat masalah hak asasi manusia hanya mengenai lawan-lawan mereka atau negara-negara tertentu yang secara politik tidak populer, seperti misalnya Afrika Selatan dan Israel. Bahkan pelanggaran kasar terhadap hak asasi manusia oleh negara-negara lain — seperti misalnya Uganda di bawah Idi Amin -seringkali diabaikan. Banyak negara berdalih bahwa, mengingat faktor-faktor yang bersifat sangat politis yang mempengaruhi kesediaan negara-negara untuk saling mengecam perilaku hak asasi manusianya, setiap sistem yang sangat menyandarkan diri pada pengaduan negara terhadap negara sebagai sarana pemberlakuan hampir pasti bersifat ilusi dan tidak berdaya guna. Satu alternatif yang mungkin adalah mengandalkan diri pada suatu organisasi atau lembaga internasional, seperti misalnya Komisi Hak Asasi Manusia PBB, untuk mengangkat masalah hak asasi manusia. Tentu saja, masalah tersebut bagaimana pun harus dibawa untuk menjadi perhatian organisasi internasional, dan hal ini seringkali mengharuskan agar masalah tersebut diangkat oleh beberapa atau kelompok negara (sekalipun dalam beberapa hal dapat diajukan oleh petisi suatu LSM atau perorangan). Setelah mempunyai yurisdiksi atas masalah tersebut, badan yang bersangkutan dalam beberapa hal dapat diberi wewenang untuk melaksanakannya lewat pencarian data, investigasi, atau prakarsa untuk memajukan suatu penyelesaian atau pertikaian. Tetapi, karena organisasi-organisasi internasional terdiri dari negara-negara, pertimbangan politik akan terus mempunyai pengaruh yang kuat, dan suatu negara atau blok negara yang berpengaruh seringkali dapat membendung suatu tindakan yang berdaya guna. Usul-usul tertentu yang bertujuan untuk memberikan kepada PBB dan organisasi internasional lainnya kebebasan dan prakarsa lebih besar, seperti misalnya membentuk Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, telah dihalangi oleh negara-negara yang takut
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
10
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
terhadap ruang lingkup potensial dari tindakan internasional yang lebih independen. Suatu alternatif lain adalah memungkinkan masalah hak asasi manusia untuk diangkat oleh perorangan atau kelompok swasta. Apabila kewajiban hak asasi manusia dimasukkan ke dalam hukum domestik, atau apabila hukum domestik menghubungkan kebijakan luar negeri dengan pelaksanaan hak asasi manusia, perorangan atau kelompok dapat mengangkat masalah hak asasi manusia yang relevan langsung ke dalam pengadilan atau badan-badan nasional. Tentu saja mereka juga dapat memberi tekanan kepada badan pembuat undang-undang nasional, kantor hubungan luar negeri, atau badan-badan lain yang melaksanakan kewajiban-kewajiban hak asasi manusia di dalam negeri atau melaksanakan kebijakan-kebijakan nasional untuk mendorong kepatuhan oleh negaranegara lain. Lembaga-lembaga di lingkungan aparat pemerintahan yang mempunyai kepedulian dan tanggung jawab khusus mengenai hak asasi manusia, seperti misalnya Sub-Komite tentang Hak Asasi Manusia dan Organisasi Internasional dari Dewan Perwakilan Rakyat A.S., dan Biro Hak Asasi Manusia dan Urusan Kemanusiaan di lingkungan Departemen Luar Negeri A.S., dapat bermanfaat dalam memberikan suatu fokus perhatian dan forum yang dapat diakses bagi usaha-usaha semacam itu. Tentu saja,
perjanjian-perjanjian tertentu menetapkan prosedur dimana perorangan atau kelompok dapat mengajukan pengaduan secara langsung. Cara ketiga untuk melihat opsi pemberlakuan adalah berdasarkan jenis-jenis teknik pemberlakuan yang dapat digunakan dalam usaha untuk memastikan ketaatan kepada kewajiban-kewajiban hak asasi manusia. Misalnya, perorangan atau kelompok swasta dapat mengupayakan suatu penilaian atau keputusan oleh pengadilan nasional atau badan pemerintahan, suatu penilaian internasional, atau pembentukan suatu badan pencari fakta internasional. Suatu negara dapat menggunakan teknik yang berkisar dari “diplomasi bisu” sampai pengutukan di depan umum, embargo perdagangan, pemutusan hubungan diplomatik, atau mungkin bahkan penggunaan kekuatan lewat apa yang disebut “campur tangan kemanusiaan”. Demikian pula, organisasiorganisasi internasional dapat menggunakan sederetan luas sarana pemberlakuan termasuk penggunaan “jasa baik”, bujukan diplomatik, pengungkapan dan kritik di depan umum, dikeluarkannya negara yang melakukan kesalahan dari organisasi internasional, diberlakukannya sanksi perdagangan dan diplomatik, atau tentunya, bahkan penggunaan angkatan bersenjata secara kolektif.
Persoalan dan Prospek Sekalipun terjadi perkembangan cepat dari hukum hak asasi manusia internasional selama tiga puluh lima tahun terakhir, pelanggaran besar-besaran dan mengejutkan terhadap hak asasi manusia mendasar terus terjadi di banyak negara, dan kemajuan dalam mencapai penghormatan lebih besar terhadap hak-hak ini bersifat sporadis dan lambat. Beberapa orang komentator bersikap skeptis mengenai kedayagunaan potensial dari hukum dan lembaga internasional dalam memajukan tujuan-tujuan hak asasi manusia, dan sejumlah pertanyaan mendasar tetap tidak terjawab.12
Pertama, apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia ? Dapatkah lebih dari 150 negara dengan kebudayaan, sistem politik dan ideologi yang berbeda-beda, dan pada tahap perkembangan ekonomi yang berbeda, benarbenar berharap untuk menyetujui isi hak-hak asasi manusia fundamental yang harus dilindungi lewat peraturan dan lembaga internasional, atau tentang prioritas diantara mereka apabila hak-hak ini bertentangan satu sama lain ? Perbedaan dalam perspektif telah muncul di masa lalu, misalnya antara negaranegara maju di Barat, yang pada umumnya menekankan arti penting hak-hak sipil dan politik, dan negara-negara berkembang dan
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
11
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
sosialis, yang pada umumnya menekankan arti penting dari hak-hak ekonomi dan sosial. Tetapi, lebih belakangan ini, terdapat persetujuan yang semakin tumbuh bahwa hak asasi manusia harus dipertimbangkan secara keseluruhan dan bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya saling berjalin dengan erat. Beberapa negara menekankan pengakuan yang lebih besar untuk hak asasi manusia “kolektif”, seperti misalnya hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk berkembang, dan hak terhadap perdamaian; yang lain percaya bahwa “hak-hak kolektif” didefinisikan secara salah dan tidak sesuai dengan konsep mengenai hak asasi manusia individual. Secara lebih umum, ada kekuatiran bahwa organisasi-organisasi internasional cenderung untuk memberi label kepada terlalu banyak aspirasi sebagai “hak asasi manusia”, dan bahwa proses penyebaran ini dapat mengurangi konsep mengenai hak asasi manusia sebagai suatu klaim mengenai kebebasan dan martabat individual terhadap kekuasaan negara. Kedua, bisakah seseorang mengharapkan pejabat pemerintah untuk mendukung tujuantujuan hak asasi manusia dan usaha-usaha yang tidak memihak bahkan kalau hal ini menimbulkan resiko kebijakan luar negeri, atau apakah mereka dalam praktek hanya akan memberi dukungan secara selektif, secara munafik, dan apabila proses ini menguntungkan kepentingan kebijakan luar negeri pragmatis negara mereka ? Sebagaimana diperlihatkan, adalah jelas bahwa banyak negara menerapkan suatu “standar ganda” dalam sikap mereka terhadap hak asasi manusia, dengan mengecam keras pelanggaran-pelanggaran oleh lawan politik tetapi mengabaikan pelanggaran yang sama seriusnya di pihak negara-negara yang mempunyai hubungan baik dengan mereka. Misalnya, para kritikus menyerang usaha pemerintahan Reagan yang membedakan antara apa yang disebut rejim “otoriter” dan totaliter” untuk keperluan kebijakan hak asasi manusia A.S., pada kenyataannya, digunakannya semacam “standar ganda”. Demikian pula Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memfokuskan usaha hak asasi manusianya terutama pada masalah-
masalah yang menyangkut Afrika Selatan dan Israel, sambil memberikan perhatian sedikit atau tidak sama sekali pada pelanggaran yang sama atau lebih serius di negara-negara lain. Kalau pemerintah-pemerintah tidak menerima dasar pikiran moral dari hak asasi manusia internasional tetapi hanya menerimanya sebatas pada pemanis bibir saja, bagaimana hukum hak asasi manusia dapat berfungsi ? Ketiga, dapatkah seseorang berharap lewat hukum dan lembaga internasional untuk mempengaruhi cara-cara yang dilakukan pemerintah terhadap warga negara mereka sendiri, atau apakah akar penindasan, diskriminasi, dan penolakan lain terhadap hak asasi manusia terletak pada masalah politik, sosial, ekonomi yang lebih dalam dan lebih rumit ? Dan kalau, sebagaimana dipercaya beberapa orang, kemanusiaan menghadapi perjuangan yang semakin meningkat terhadap tekanan-tekanan yang tak kenal kasihan berupa pertambahan penduduk, menipisnya sumber daya, degradasi lingkungan, dan kelangkaan ekonomi, dapatkah orang pernah berharap untuk mencapai kondisi kesejahteraan ekonomi dimana persaingan sosial akan menjadi kurang ketat dan hak asasi manusia dapat tumbuh subur ? Masalah-masalah ini harus diperlakukan secara serius. Tidaklah realistis maupun berguna untuk berpura-pura bahwa hukum hak asasi manusia internasional dapat menghasilkan suatu perubahan segera dimana umat manusia dan pemerintah mereka telah berperilaku selama beribu-ribu tahun atau menjanjikan suatu perbaikan yang cepat dan dramatis dalam kondisi manusia. Tetapi ada beberapa dasar untuk bersikap optimis. Misalnya, adalah jelas bahwa konsep hak asasi manusia internasional telah berakar kuat dan memperoleh dinamikanya sendiri. Bahkan seandainya pemerintah seringkali tidak menerima hak asasi manusia internasional secara serius, orang biasa di negara-negara di seluruh dunia — di Eropa Timur, Amerika Latin, dan tempat lain — dengan jelas menerimanya secara serius. Bahkan kalau pemerintah-pemerintah telah menggunakan konsep hak asasi manusia
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
12
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
internasional secara munafik dan untuk keperluan politik yang mementingkan diri sendiri, tindakan mereka telah berfungsi memperkuat prinsip-prinsip hak asasi manusia dan menentukan preseden yang paling penting dan terus menerus. Lembagalembaga hak asasi manusia internasional telah menetapkan yang, setelah ditempatkan, telah memperoleh daya geraknya sendiri, memperluas kegiatan hak asasinya dengan cara yang sukar dikekang oleh pemerintah. Beberapa kemenangan penting telah dicapai — di Zimbabwe, misalnya — banyak kemajuan kecil telah diperoleh. Sekurangkurangnya, hukum hak asasi manusia internasional mungkin sekali telah berhasil menghentikan beberapa tindakan pemerintah dan menjaga agar keadaan tidak menjadi lebih buruk. Tentu saja, gerakan hak asasi manusia internasional akan menghadapi kemunduran maupun kemajuan, dan dedikasi, ketekunan, dan pekerjaan jauh lebih banyak lagi akan dibutuhkan. Arah yang mungkin diambil oleh pekerjaan tersebut mencakup : • meningkatkan usaha untuk menanamkan kaidah-kaidah hak asasi manusia internasional lebih kokoh lagi dalam sistem hukum nasional dan membuat para pengacara, hakim, dan pejabat lain menjadi peka terhadap relevansi dan kegunaan hukum dan prosedur hak asasi manusia internasional sebagai alat untuk memajukan hak asasi manusia di kalangan masyarakat nasional; • memperkuat lembaga-lembaga internasional yang ada, seperti misalnya berbagai komisi dan pengadilan hak asasi manusia, dengan mengembangkan dan merevisi prosedur-prosedur mereka dan menggunakannya secara lebih penuh; • meningkatkan peranan dan pengaruh LSM yang terlibat dalam kemajuan hak asasi manusia dan meningkatkan akses mereka terhadap lembaga dan proses hak asasi manusia internasional; • mengembangkan lembaga-lembaga hak asasi manusia nasional dan internasional yang baru, seperti misalnya Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia atau
•
•
•
•
•
•
pengaturan hak asasi manusia regional di Afrika, di dunia Arab, dan di Asia; mengembangkan mekanisme pencarian fakta yang lebih baik untuk menentukan apakah negara-negara melanggar kewajiban terhadap hak asasi manusia internasional; memperluas hubungan diantara berbagai perjanjian dan lembaga hak asasi manusia dan merevisi hubungan tersebut dimana perlu untuk menghindari ketidakkonsistenan dan duplikasi usaha; mengembangkan suatu teori yang bisa diterima secara luas mengenai hubungan antara hak asasi manusia dan perkembangan ekonomi, termasuk program-program praktis yang mampu merealisasi dan mengakomodasi kedua tujuan tersebut; mencapai penyebaran gagasan dan dokumentasi hak asasi manusia secara luas di kalangan orang-orang di setiap negara dan menjamin akses oleh para pribadi kepada lembaga-lembaga nasional dan internasional untuk mengupayakan ganti rugi bagi pelanggaran; berusaha mendepolitisasikan persoalanpersoalan hak asasi manusia, sehingga meningkatkan kemauan pemerintahpemerintah untuk menangani masalah tersebut secara adil dan berdasarkan kegunaannya sendiri-sendiri dalam forum internasional; dan meyakinkan para pejabat pemerintah bahwa hak asasi manusia merupakan suatu kepedulian yang layak dan absah mengenai kebijakan luar negeri nasional, tidak hanya karena mendukung kebebasan dan martabat adalah “layak” dan “benar”, tetapi juga karena sesuai dengan kepentingan jangka panjang yang pragmatis dari setiap negara, untuk memperoleh penghormatan dan persahabatan negara-negara lain, dan untuk mencapai suatu dunia dimana orang dapat hidup dengan aman dan damai. Dalam banyak hal, persoalan sehari-hari yang terlibat dalam pekerjaan di bidang hukum hak asasi manusia internasional bersifat tidak dramatis, dan tujuan-tujuan dan masalah yang lebih luas
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
13
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
mungkin tidak tampak jelas. Namun demikian, para praktisi akan berbagi dalam suatu usaha yang penting dan
mengasyikkan, sekalipun merupakan suatu usaha yang keberhasilan akhirnya tetap sukar dipahami.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
14
Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Bahan bacaan Materi : Hukum HAM Internasional
Catatan Kaki 1. Lihat pada umumnya United Nations Action in the Field of Human Rights, UN Doc.ST/HR/2/Rev.1, UN sales no. e.79.XIV.6 (1980). 2. Untuk pengungkapan beberapa dari pandangan akademis utama tentang arti penting hukum hak asasi manusia internasional. Lihat Symposium on the Future of Human Rights in the World Legal Order, 9 Hofstra L. Rev. (1981), terutama Sohn, The Intrenational Law of Human Rights : A Reply to Recent Criticism, id. pada 347, dan Schacter, The Views of “Charterists” and “Skeptics” on Human Rights in the World Legal Order, id. pada 357. 3.
Suatu daftar ratifikasi dari perjanjian-perjanjian utama tercantum dalam lampiran E.
4. Misalnya, larangan atas dukungan Bank Ekspor-Impor kepada usaha swasta yang melakukan bisnis dengan Afrika Selatan, kecuali kalau Menteri Luar Negeri memberi keterangan bahwa pembeli dari Afrika Selatan itu bukan penganut segregasi, Pub. L. No. 95-630,92 Stat. 3727 (1978), perluasan dari embargo senjata PBB untuk mencakup ekspor semua barang kepada militer dan polisi Afrika Selatan, N.Y. Times, 18, Februari 1978, pada hal. 12, col. 6. 5.
Misalnya, Undang-undang Bantuan Luar Negeri tahun 1961, # 502B.
6.
Lihat bab 13, 22 U.S.C 2304 Supp. 1981 ).
7. Cf. Diskusi dalam F. Newman & R. Lilich, International Human Rights : Problems of Law and Policy, 120, 468-79 (1979). 8. Penyusunan daftar perjanjian hak asasi manusia baru-baru ini yang berlaku dan negaranegara peserta kepadanya dapat ditemui dalam Status of Multilateral Treaties on Human Rights Concluded under the Auspieces of the United Nations, UN Doc. E/CN.4/907/Rev. (direvisi secara berkala ). 9. Untuk suatu daftar hak asasi manusia dan perjanjian-perjanjian lain serta perjanjian internasional dimana Amerika Serikat menjadi peserta sampai 1 Januari setiap tahun, lihat Treaties in Force, diterbitkan setiap tahun oleh Departemen Luar Negeri A.S. 10. G.A. Res. 488 (V), 5 UN GAOR, Supp. (No. 20) pada 77, UN Doc. A/1775 (1950). 11. Lihat bab 12. 12. Persoalan-persoalan ini didiskusikan lebih lanjut dalam Bilder, Rethinking International Human Rights : Some Basic Questions, 1969 Wis. L.R. 171, dicetak ulang dalam 2 Human Rights J. 557 (1969).
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM
15