Trikonomika
Volume 9, No. 2, Desember 2010, Hal. 96–104 ISSN 1411-514X
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Perbankan Nasional Lella N Q Irwan Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung Jalan Tamansari No. 6 – 8 Bandung 40116 E-Mail:
[email protected]
ABSTRACT Intermediation function of bank illustrated by numbers in credit amounts comparison that are distributed to people by third-party funds gathered by banking institutions, known as Loan to Deposit Ratio (LDR), is affected by many factors are influenced by numerous factors, both from internal and external the Bank. Among those factors, this research limits the discussion to 3 (three) factors. This research is intended to discover intermediation function of national bank and the influence of Non Performing Loan (NPL), interest rates, and Gross Domestic Product (GDP) to its intermediation function of bank. This research is intended results suggest that intermediation function of bank in Indonesia during the period of research is not optimal and the results are somewhat relatively low. Whereas, the regression results demonstrate that Gross Domestic Product (GDP) positively and significantly affects Loan to Deposit Ratio (LDR). In addition, while Non Performing Loan (NPL) can lower Loan to Deposit Ratio (LDR), its influence is not significant enough and interest rates of mortgage can barely decrease Loan Deposit to Ratio (LDR). Keywords: Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Gross Domestic Product (GDP), interest rates. mempengaruhi operasional suatu industri apalagi industri yang sensitif semacam industri perbankan. Pertengahan tahun 1997 industri perbankan mengalami kemunduran total akibat terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang menyebabkan beberapa bank dilikuidasi, sebagian besar bank dinyatakan dalam keadaan tidak sehat serta menurunnya kepercayaan masyarakat secara drastis terhadap sistem perbankan di Indonesia. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia mempunyai tugas yang tidak mudah, yaitu menjaga stabilitas ekonomi. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Penyaluran kredit pada sektor riil akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan
PENDAHULUAN
Penerapan kebijakan dan deregulasi yang terkait dengan sektor moneter dan riil telah menyebabkan sektor perbankan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi makro di Indonesia. Hal ini di mulai pada tahun 1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan oleh pemerintah, kemudian dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan Oktober tahun 1988 (Pakto 1988) dan UndangUndang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 yang membuat perbankan di Indonesia mulai mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini ditandai �������������������������������� dengan berdirinya bankbank swasta baru, serta bertambahnya produk-produk perbankan yang dipasarkan ke masyarakat luas. Tetapi kondisi perekonomian yang fluktuatif dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu ini akan
96
sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank berperan penting dalam mendorong perekonomian nasional maupun daerah melalui fungsi intermediasinya yang diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang memperlihatkan rasio atau perbandingan antara besarnya kemampuan Bank untuk menyalurkan kreditnya kepada masyarakat dengan jumlah seluruh dana yang dapat dihimpun dari masyarakat. Akan tetapi masih ada pihakpihak berpendapat bahwa perbankan di daerah tidak menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyaluran kredit jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan penghimpunan dana. Hal ini tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang rata-rata dibawah 60% dan cenderung tidak merata pada setiap daerah, padahal menurut ketentuan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 angka LDR yang ideal berkisar antara 81% sampai dengan 100%. Bank Indonesia dituntut untuk berperan aktif membantu mensejahterakan masyarakat antara lain dengan memantau penyaluran kredit. Karena walaupun penyaluran kredit dari Bank umum membaik tetapi Bank sentral sebagai otoritas perbankan perlu tetap memperhatikan dan mencermati ke sektor mana kredit tersebut disalurkan. Jika mengalir ke sektor yang produktif, maka ada harapan fungsi intermediasi sudah mulai pulih, tapi jika lebih banyak disalurkan ke sektor konsumtif, berarti fungsi intermediasi perbankan belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian agar fungsi intermediasi berjalan secara efektif maka perbankan harus berjalan sesuai dengan fungsi utamanya yakni menghimpun dana dan menyalurkannya ke sektor yang tepat.
Bank merupakan salah satu lembaga kepercayaan yang kegiatan operasionalnya menghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, dalam hal ini berarti masyarakat percaya menyimpan dananya di bank dan bank juga percaya meminjamkan dananya kepada masyarakat. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2008:2), pengertian bank adalah sebuah lembaga keuangan pengumpul dana dan penyalur kredit, yang berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana dari masyarakat atau kelebihan dana (surplus spending unit-SSU) dan menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unitDSU). Kasmir (2008: 25) menyebutkan pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito, ����������������������������������������� serta sebagai tempat untuk meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkannya. Dengan demikian secara umum bahwa fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. Malayu S.P Hasibuan (2008:3) mengemukakan pula bahwa fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun, penyalur dana masyarakat dan mem berikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan. Kegiatan memberikan jasa bank lainnya merupakan pendukung dari kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Kegiatan �������������������������� utama bank dapat dilihat pada Gambar 1. berikut.
Bank
Menghimpun Dana
• Rekening Giro • Rekening Tabungan • Rekening Deposito
Menyalurkan Dana
• • • • •
Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Produktif Kredit Perdagangan Dan lain-lain
Memberikan jasa-jasa
• • • • • • • •
Transfer Kliring Inkaso Letter of Credit Bank Garansi Bank Card Safe Deposit Box Dan lain-lain
Gambar 1. Skema Fungsi Utama Perbankan
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Perbankan Nasional
97
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan tertarik menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitor atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitor tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitor akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitor mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. Kegiatan perekonomian masyarakat disektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat. Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan. Bank mempunyai fungsi intermediasi yang banyak mengandung risiko. Oleh ����������������� karena itu, pihak perbankan diharuskan untuk dapat menjaga keseimbangan antara pengelolaan risiko yang dihadapi dengan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Risiko yang dihadapi pada umumnya menyebabkan dikeluarkannya peraturan, antara lain Peraturan Bank Indonesia No.72/PBI/2005 tanggal 27 November 2005 tentang kualitas kredit, dimana kualitas kredit dapat digolongkan menjadi lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention),
98
Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010
kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Risiko yang dihadapi bank atas penyaluran kredit yang tidak tepat yang dilakukan bank adalah berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau disebut kredit bermasalah (Non Performing Loan) atau dikenal dengan sebutan kredit macet, sehingga akan mempengaruhi kinerja bank. ������������������ Kredit macet yang terjadi dapat diturunkan dengan cara ekspansi atau restrukturisasi. Bank Indonesia telah menentukan sebesar 5% untuk Non Performing Loan (NPL). Apabila bank mampu menekan rasio Non Performing Loan (NPL) di bawah 5% maka potensi keuangan yang akan diperoleh semakin besar. Peningkatan Non Performing Loan (NPL) yang dialami perbankan juga akan mengakibatkan tersendatnya penyaluran kredit. Banyaknya kredit bermasalah menyebabkan terkikisnya permodalan bank yang dapat dilihat dari angka Capital Adequacy Ratio (CAR). Standar besarnya CAR adalah sebesar 8%. Tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar, dan tahun 2004 Bank Indonesia menentukan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) yang disesuaikan dengan besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK). Modal bank merupakan alat pendorong kegiatan operasional bank. Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan modal inti minimum bank umum sebesar Rp 80 milyar pada akhir tahun 2007 dan meningkat menjadi Rp 100 milyar pada akhir tahun 2010. Kredit macet juga mengganggu likuiditas bank. Terganggunya kelancaran proses pelunasan pokok kredit dan pembayaran bunga pinjaman juga menyebabkan menurunnya kemampuan likuiditas. Likuiditas menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi penarikan dana dan permintaan kredit tepat pada waktunya. Namun yang patut diperhatikan berjalannya fungsi intermediasi perbankan selain ditentukan oleh kondisi internal perbankan seperti kebijakan tingkat suku bunga pinjaman yang ditetapkan dan tingkat kelancaran kredit juga dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang terjadi. Tidak stabilnya kondisi perekonomian tentunya dapat menghambat efektifnya fungsi utama perbankan yaitu sebagai lembaga intermediasi. Dari banyak faktor yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan, peneliti berpendapat setidaknya ada 3 (tiga) faktor penting yang layak
Lella N Q Irwan
diteliti, yaitu Non Performing Loan (NPL) dikenal luas dengan istilah kredit bermasalah, tingkat suku bunga dan Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan dasar pemikiran tersebut, penelitian bertujuan untuk mengetahui fungsi intermediasi perbankan di Indonesia dan pengaruh Non Performing Loan (NPL), tingkat suku bunga pinjaman serta PDB terhadap fungsi intermediasi perbankan di Indonesia periode 2000–2009. Dengan harapan penelitian ini akan memberikan manfaat dan kegunaan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang pada giliran nya dapat memperluas wawasan.
METODE Model Penelitian Untuk mengetahui pengaruh Non Performing (NPL), Produk Domestk Bruto (PDB) dan tingkat suku bunga terhadap fungsi intermediasi perbankan digunakan analisis regresi berganda, sebagai berikut: LDRt = α0 + α1 lnNPLt + α2Rt + α3lnPDBt + μt Keterangan: LDR = Loan to Deposit Ratio (dalam %) NPL = Non Performing Loan (dalam milyar Rp) R = Tingkat suku bunga pinjaman (dalam %) PDB = Produk Domestik Bruto (dalam milyar Rp) μ = Error term t = Tahun ke-t α0 = Konstanta α1, α2, � α3 = Koefisien regresi Variabel Penelitian Loan to Deposit Ratio (LDR) dinyatakan dalam persentase (%) memperlihatkan kinerja intermediasi perbankan, diperoleh dengan cara menghitung rasio antara total loan dengan total deposit, dengan formulasi sebagai berikut. LDR =
Total Loan ´100% Total Deposit
Kriteria LDR mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia, berkisar antara 81%–100% untuk fungsi intermediasi perbankan yang berjalan dengan sangat baik. Non Performing Loan (NPL) dikenal dengan istilah kredit bermasalah atau kredit macet, diperoleh dari rasio atau perbandingan antara jumlah seluruh
kredit yang tidak terbayar oleh nasabah dengan jumlah seluruh kredit yang disalurkan bank umum kepada masyarakat, dinyatakan dalam persentase (%). Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah dari Bank Indonesia dengan rentang periode penelitian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009, cakupan Bank umum adalah semua Bank umum sesuai kriteria Bank Indonesia. Data selengkapnya adalah data mengenai (1) perkembangan kredit yang disalurkan oleh bank umum di Indonesia, (2) proporsi kredit menurut sektor-sektor ekonomi di Indonesia, (3) dana pihak ketiga pada bank umum di Indonesia, (4) kredit macet menurut sektor-sektor ekonomi di Indonesia, (5) perkembangan tingkat suku bunga kredit bank umum, dan (6) perkembangan PDB Indonesia menurut harga konstan tahun 2000.
HASIL Hasil Estimasi Model Berdasarkan hasil regresi persamaan fungsi intermediasi perbankan (LDR) di Indonesia, diperoleh hasil sebagai berikut. LDRt = –1096,799 + 4,3238lnNPLt – 0,11968Rt + 77,3479lnPDBt t–stat = (1,576) (–0,234) (11,153) R2 = 0,9748 F–stat = 77,55 d–stat = 1,798 Berdasarkan hasil estimasi atas model persamaan Loan to Deposit Ratio (LDR) didapat nilai koefisien determinasi sebesar 0,9748, artinya ba������������ hwa �������� variasi perubahan variabel bebas Produk Domestik Bruto (PDB), Non Performing Loan (NPL) dan tingkat suku bunga pinjaman mampu menjelaskan variasi variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 97,48%, sedangkan sisanya sebesar 2,52% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Uji t–statistik Untuk keperluan pengujian t-statistik, berikut ini adalah nilai batas kritis t-statistik pada tingkat signifikansi 0,05. Hasil pengujian parsial dapat dilihat pada Tabel 1.
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Perbankan Nasional
99
Tabel 1. Hasil Pengujian t-statistik Variabel Independen
t–hitung
t–tabel (α = 0.05)
Hasil
lnNPL
1,576
1,8946
Tidak Signifikan
R
–0,234
1,8946
Tidak Signifikan
lnPDB
11,153
1,8946
Signifikan
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 1. tersebut diperlihatkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh secara signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) pada taraf keyakinan 95%, sedangkan Non Performing Loan (NPL) dan tingkat suku bunga kredit tidak berpengaruh. Uji F–statistik Pengujian F–statistik dilakukan untuk mengetahui apakah secara keseluruhan variabelvariabel independen dalam persamaan mempengaruhi variabel dependennya. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian F-Statistik F–hitung
F–tabel
Hasil
77,55
4,10
Signifikan
Sumber: Hasil Estimasi
Dari Tabel 2. tersebut dapat dilihat hasil regresi Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai nilai F–hitung sebesar 77,55 sedangkan F–tabel adalah 4,10 pada tingkat kepercayaan 90%, jadi terbukti secara signifikan bahwa variabel bebas kredit macet (NPL), tingkat suku bunga kredit dan Produk Domestik l Bruto (PDB), secara bersama-sama mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR).
H0 ditolak autokorelasi (+)
Ragu-ragu
1.554
Uji Durbin – Watson Untuk melihat apakah model ini mempunyai masalah korelasi yaitu pengaruh korelasi serial postif atau negatif, maka dicari d maks dan d min yang diperoleh dari tabel d statistik dengan jumlah sampel tertentu (tidak termasuk konstanta). Diperoleh hasil pada daerah kritis berikut. Berdasarkan Gambar 2. tersebut bahwa nilai D.W sebesar 1.798 berada di antara dU dan 4–dU pada α = 95%, ini berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam persamaan yang diuji dan hasil dari pengujian statistik dapat diterima dengan tidak bias. Uji Heteroskedastis Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastis adalah dengan White Heteroskedasticy Test, hasil estimasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengujian Heteroskedastis White Heteroskedasticity Test: F–stat
Probability 0.640
0.7736
Probability 0.414*
* R–squared 6.0743 Sumber: Hasil Perhitungan
Dari uji ini diperoleh nilai probability untuk model Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Indonesia adalah 0.414, lebih besar dari α = 0,05; berarti H0 diterima, artinya pada tingkat kepercayaan 95% tidak terjadi heteroskedastis pada regresi yang dibentuk.
H0 tidak ditolak (tidak ada autokorelasi) 1.672
Ragu-ragu
2.328
H0 ditolak autokorelasi (–) 2,446
Sumber: Hasil Estimasi
D.W-stat = 1.798 Gambar 2. Diagram Pengujian Durbin-Watson
100
Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010
Lella N Q Irwan
PEMBAHASAN Fungsi Intermediasi Perbankan Nasional Salah satu fungsi utama bank adalah intermediasi, diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu memberikan pembiayaan ke sektor produktif sehingga mampu mendorong per����������������� tumbuhan ekonomi masyarakat�. Tabel 4. Loan to Deposit Ratio Bank Umum di Indonesia Periode 2000–2009
Tahun
Penyaluran Kredit (Milyar Rp) (A)
Dana Pihak Ketiga (Milyar Rp) (B)
Loan to Deposit Ratio (LDR) A (C) = ( × 100% ) B
2000
300,045
720.379
41,7
2001
316,014
809.127
39,1
2002
371,093
845.015
43,9
2003
440,496
888.600
49,6
2004
559,471
963.106
58,1
2005
695,647
1.127.937
61,7
2006
792,297
1.287.102
61,6
2007
1,002,012
1.510.834
66,3
2008
1,307,506
1.753.292
74,6
2009
1,437,930
1.901.063
75,6
Rata-Rata
57,2
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa pergerakan rasio LDR pada Bank Umum Nasional secara rata-rata masih relatif rendah yakni hanya sebesar 57,2% per tahun masih jauh dibawah angka LDR sebelum krisis yang besarnya berkisar 100%, sehingga dapat disimpulkan secara umum dari periode 2000–2009, rasio LDR untuk seluruh periode tidak memenuhi standar Bank Indonesia yakni berkisar antara 81–100%. Hasil ����������������������������� ini mencerminkan bahwa fungsi intermediasi perbankan nasional masih belum berfungsi secara optimal. Jika ditelaah ����������������������������� penyebab masih rendahnya LDR perbankan nasional khususnya Bank umum, antara lain karena pertama, perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya
ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir belum berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan. Kedua, sejak proses rekapitalisasi tahun 1999–2000, perbankan nasional memiliki aktiva berupa obligasi pemerintah (obligasi rekapitalisasi) yang memiliki bobot risiko (ATMR atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) nol yang akhirnya mampu mengangkat angka CAR perbankan untuk selalu berada di atas 8%. Bagi bank yang saat ini memiliki angka CAR sekitar 12%, pelepasan obligasi rekap dan dana yang dihasilkan digunakan untuk membiayai kredit, perlu pertimbangan ekstra hati-hati agar CAR-nya tidak merosot di bawah 8% sesuai ketentuan BI. Ketiga, Suku bunga SBI (8,25%) yang masih tinggi menjadi salah satu exit strategy perbankan untuk menempatkan dengan aman dan menguntungkan ketika ekspansi kredit belum dapat dilakukan. Keempat, Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara absolut selama periode pengamatan (2000–2009) selalu melampaui pertumbuhan kredit sehingga hal ini akan semakin memperlambat pencapaian LDR. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa LDR adalah rasio yang pada awalnya digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank. Dalam arti apabila LDR di atas 110% berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutup kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antar bank (call money) untuk menutup kekurangannya. Dana dari call money bersifat darurat, sehingga seyogianya bank tidak menggunakan dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money adalah untuk membiayai mismatch likuiditas jangka sangat pendek. Namun demikian, sejak terjadinya krisis perbankan dan dilanjukan dengan proses rekapitalisasi perbankan tahun 1999 di mana kredit perbankan sekitar Rp 300 triliun dialihkan ke BPPN, maka LDR perbankan langsung merosot drastis karena jumlah kredit berkurang sedangkan jumlah DPK tidak berubah. Begitu rendahnya angka LDR pasca rekapitalisasi tahun 1999–2000, akhirnya angka LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit (fungsi intermediasi). Analisis Pengaruh NPL Terhadap LDR Berdasarkan hasil regresi didapat nilai koefisien Non Performing Loan (NPL) sebesar 4,323 artinya jika NPL atau kredit macet meningkat sebesar satu
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Perbankan Nasional
101
persen maka Loan to Deposit Ratio (LDR) naik sebesar 4,323 persen, dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Positifnya hubungan antara Non Performing Loan (NPL) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak sesuai dengan hipotesis semula, yaitu naiknya NPL diperkirakan dapat menurunkan fungsi intermediasi perbankan nasional, tetapi pada kenyataannya naiknya NPL justru meningkatkan LDR walaupun tidak signifikan. Non Performing Loan (NPL) merupakan perbandingan antara kredit atau pembiayaan bermasalah dengan kredit atau pembiayaan yang disalurkan bank kepada nasabah. Secara teoritis tingginya NPL perbankan di suatu daerah akan mengurangi motivasi perbankan menyalurkan kreditnya, karena prinsip kehati-hatian perbankan. Dengan Non Performing Loan yang tinggi akan mengurangi minat perbankan dalam menyalurkan kredit, sehingga fungsi intermediasi perbankan berjalan kurang baik. Walaupun NPL memiliki hubungan yang positif dengan LDR sebagai cerminan dari fungsi intermediasi perbankan tetapi pengaruhnya terhadap LDR masih sangat rendah. Hal ini disebabkan mulai stabilnya perekonomian nasional setelah terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, sehingga presentase kredit macet yang terjadi rata-rata masih dibawah 5% yang merupakan batas wajar NPL yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan demikian walaupun terjadi peningkatan NPL tetapi kenaikannya masih dibawah batas wajar yaitu 5%, fungsi intermediasi perbankan nasional yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) masih tetap mengalami kenaikan. Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien suku bunga pinjaman sebesar –0,1196 artinya jika suku bunga kredit meningkat sebesar satu persen maka kemungkinan Loan to deposit ratio (LDR) akan turun sebesar 0,11968 persen, dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Hubungan negatif atau hubungan terbalik antara variabel tingkat suku bunga kredit terhadap LDR menunjukkan bahwa naiknya suku bunga kredit akan diikuti oleh penurunan LDR perbankan. Tingkat suku bunga dilihat dari sisi penawaran (supply) akan mendorong minat perbankan untuk meningkatkan penawaran kreditnya. Hal ����������������������������� ini didasari karena Bank
102
Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010
mencari keuntungan dari selisih tingkat suku bunga. Namun disisi lain naiknya suku bunga dilihat dari sisi permintaan akan mengurangi minat masyarakat untuk melakukan pinjaman karena naiknya cicilan kredit dan beban cicilan kredit menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan kemampuan nasabah untuk membayar kredit menjadi berkurang. Dengan demikian potensi terjadinya kredit macet menjadi tinggi, sehingga akan mengurangi penyaluran kredit.� Tidak signifikannya pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap fungsi intermediasi (Loan to Deposit Ratio) perbankan nasional, menunjukkan bahwa perbankan lebih memilih menyalurkan kredit/ pembiayaan tanpa terpengaruh suku bunga kredit yang ditetapkan. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa iklim investasi atau usaha di Indonesia telah mampu mendukung penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan Analisis Pengaruh PDB Terhadap LDR Untuk variabel PDB diperoleh koefisien hasil regresi adalah sebesar 77,3479 artinya jika PDB meningkat sebesar satu persen maka kemungkinan Loan to Deposit Ratio (LDR) akan meningkat sebesar 77,3479 persen, dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Positif ��������������������������������������� dan signifikannya pengaruh PDB terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi yang tinggi dapat mendorong kenaikan fungsi intermediasi perbankan di Indonesia. Dengan demikian p����������������������������� restasi ekonomi suatu negara tercermin dari PDB-nya, semakin tinggi nilai PDB suatu negara akan mendorong penawaran kredit menjadi lebih tinggi, sehingga fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan baik. Dengan demikian hubungan antara PDB dengan LDR sebagai ukuran dari fungsi intermediasi perbankan adalah positif. Kondisi ekonomi suatu negara memiliki hubungan yang positif dengan kemampuan bank dalam menyerap dan menyalurkan dana masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa stabilnya kondisi ekonomi suatu negara yang tercermin dari PDB akan menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi akan mendorong pendapatan masyarakat meningkat, peningkatan dari pendapatan tersebut akan mendorong kemampuan masyarakat untuk berinvestasi yang berarti kebutuhan akan dana menjadi naik termasuk melakukan permintaan kredit pada lembaga perbankan.
Lella N Q Irwan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan di Indonesia selama periode penelitian belum optimal dan hasilnya masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum yang hanya sebesar 57,2% per tahun, artinya Loan to Deposit Ratio (LDR) selama periode penelitian yaitu tahun 2000 sampai dengan 2009 tidak memenuhi standar Bank Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang cara penilaian tingkat kesehatan Bank Umum, pasal 2 menyatakan bahwa tingkat likuiditas Bank yang sehat yakni berkisar antara 81% sampai dengan 100%. Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR), sedangkan Non Performing Loan (NPL) dapat meningkatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) tetapi pengaruhnya tidak signifkan demikian juga hal nya dengan tingkat suku bunga. ��������������������������� Positifnya hubungan antara Non Performing Loan (NPL) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) disebabkan mulai stabilnya perekonomian setelah krisis moneter melanda negara kita pada tahun 1998 yang lalu, sehingga persentase kredit macet yang terjadi mulai berkurang hingga rata-rata dibawah 5% yang merupakan batas wajar Non Peforming Loan (NPL) yang ditetapkan Bank Indonesia. Walaupun nilainya tidak signifikan tetapi terjadi peningkatan penyaluran kredit dari bank kepada nasabah saat Non Performing Loan (NPL) meningkat. Tingkat suku bunga kredit dapat menurunkan Loan to Deposit Ratio (LDR) tetapi tidak signifikan. Dilihat dari segi penawaran kredit, naiknya tingkat suku bunga akan mendorong minat perbankan untuk menyalurkan kreditnya tetapi di lain pihak dilihat dari segi permintaan kredit, peningkatan tingkat bunga akan menurunkan permintaan terhadap kredit bank mengingat beban cicilan kredit menjadi meningkat dan kemampuan untuk membayar kredit menjadi berkurang. Dengan demikian kredit dari bank tidak mendapat respon positif dari nasabah pada saat tingkat bunga meningkat, dengan perkataan lain Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun.
____________. Berbagai edisi. Laporan Bulanan Ekonomi Moneter dan Perbankan Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. ____________. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. ____________. Berbagai edisi. Laporan Tahunan Bank Indonesia. ____________. Berbagai edisi. Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. ____________. 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. ____________. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Abdullah, Piter & Suseno. 2003. Fungsi Intermediasi Perbankan di Daerah: Pengukuran dan Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Buletin �������� Ekonomi Moneter dan Perbankan, (Maret). Aryati, T. & Manao, H. 2000. Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Bank Bermasalah di Indonesia. Makalah pada Simposium Nasional Akuntansi III IAI. Boediono. 1998. Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Perbankan, 1(1). Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan (cetakan kedua). PT Ghalia Indonesia. Estrella, A. E. & Peristiani, S. 2000. ��������������� Capital Rasios as Predictors of Bank Failures. Federal Reserve Bank of New York (FRBNY) Economic Policy Review, (July). Goodfriend, M. and B. McCallum. 2007. Banking and Interest Rates in Monetary Policy Analysis: A Quantitative Exploration. NBER Working Papers, 13207 (June). Gorton, Gary and Pennacchi, George. 1991. Capital Controls and Bank Risk. Journal of Banking and Finance, 15: 805-824. Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics (4th edition). New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Hans, Genberg. 2007. The Changing Nature of Financial Intermediation and Its Implications for Monetary Policy. BNM – BIS Conference Proceedings, (August).
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Perbankan Nasional
103
Haryati, S. 2001. Analisis Kepailitan Bank. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 16 (4): 336-346. John, P. Cochran, et. al., 1999. Credit Creation or Financial Intermediation?: Fractional Reserve Banking in A Growing Economy. The Quarterly Journal of Austrian Economics, 2(3): 53–64. Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (��������������� edisi revisi). ���������������������������������� Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Rao, Punita. 2006. Monetary Policy: Its Impact On The Profitability Of Banks In India. International Business & Economics Research Journal, 5(3).
104
Trikonomika
Vol. 9, No. 2, Desember 2010
Romer, Christina D., and David H. Romer. 1990. New Evidence on the Monetary TransmissionMechanism. Brookings Papers on Economic Activity, 1:149–98. Warjiyo, Perry & Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK BI. Warjiyo, Perry dan Zulverdi, Doddy. 1998. Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter, Perbankan. 1(1).
Lella N Q Irwan