WP/ 3 /2013
Working Paper
TINGKAT PERSAINGAN DAN EFISIENSI INTERMEDIASI PERBANKAN INDONESIA
Januar Hafidz, Rieska Indah Astuti
Desember, 2013
1
Tingkat Persaingan dan Efisiensi Intermediasi Perbankan Indonesia Januar Hafidz, Rieska Indah Astuti1
ABSTRAK Industri perbankan masih memegang peranan terbesar dalam sistem keuangan Indonesia dengan pangsa 75% pada akhir 2012. Oleh karena itu, sektor perbankan harus dapat beroperasi secara efisien, sehat, dan stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat efisiensi bank dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat persaingan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk menganalisis perkembangan tingkat persaingan dan efisiensi perbankan Indonesia serta hubungan antara keduanya. Metode Herfindahl Hirschman Index (HHI), Concentration Ratio (CR), Indeks Panzar Rosse, dan indikator Boone menunjukkan bahwa tingkat persaingan perbankan Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Selain itu, tingkat efisiensi perbankan juga mengalami peningkatan dilihat dari tren rasio BOPO serta nilai efisiensi yang dihasilkan dari metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA). Analisis hubungan antara kompetisi dan efisiensi yang dilakukan dengan metode Granger Causality Test menunjukkan bahwa “competition-efficiency hypothesis” berlaku pada perbankan Indonesia dengan peningkatan pada persaingan akan mendorong bank untuk semakin beroperasi lebih efisien. Klasifikasi JEL Kata Kunci
: C14, G21, G28 : kompetisi, efisiensi, perbankan umum
1
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Industri perbankan masih memegang peranan terbesar dalam sistem
keuangan Indonesia dengan pangsa mencapai sekitar 75% pada akhir 2012. Oleh karena itu, sektor perbankan harus dapat beroperasi secara efisien, sehat,
dan
stabil
untuk
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkelanjutan dan lebih merata melalui pembiayan yang mudah, aman, dan terjangkau. Aspek efisiensi menjadi salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan karena dapat memengaruhi kesinambungan usaha bank. Selain itu, salah satu tujuan yang diharapkan dari meningkatnya efisiensi perbankan adalah turunnya suku bunga kredit perbankan sehingga efisiensi tersebut akan dirasakan dampaknya tidak saja oleh bank, tetapi juga oleh masyarakat. Tingkat efisiensi bank dipengaruhi oleh cukup banyak faktor, baik internal (antara lain aktivitas dan kegiatan usaha bank) maupun eksternal (antara lain tingkat persaingan dan kondisi perekonomian). Tingkat persaingan dianggap sebagai salah satu faktor positif dalam memengaruhi efisiensi, produktivitas, dan inovasi bank. Selain itu, persaingan juga dianggap
sebagai
faktor
pendorong
dalam
proses
konsolidasi
yang
dilakukan oleh perbankan walaupun dapat berdampak pada meningkatnya konsentrasi perbankan sehingga isu mengenai dampak dari kompetisi terhadap efisiensi dan kinerja bank terus berlanjut (Amel et al, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persaingan antar bank mampu mempengaruhi kinerja bank, salah satunya berdampak positif terhadap efisiensi
(Casu dan Girardone, 2007, Schaeck dan Čihák, 2008). Oleh
karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai tingkat persaingan bank dan dampaknya terhadap konsentrasi, efisiensi dan tingkat kesehatan bank. Kajian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk melihat kompetisi dan efisiensi perbankan, serta hubungan di antara keduanya. Untuk melihat efisiensi perbankan, dilakukan analisis terhadap laporan neraca dan laba/rugi industri perbankan dan kelompok bank yang
2
antara lain ditujukan untuk mengidentifikasi sumber dan penggunaan dana perbankan, serta struktur/komponen pendapatan operasional dan beban operasional perbankan. Kajian ini juga menganalisis beberapa rasio untuk melihat efisiensi perbankan, yaitu rasio BOPO, Cost to Income Ratio (CIR), dan NIM. Untuk mengidentifikasi tingkat persaingan/kompetisi perbankan dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu struktural dan nonstruktural. Pendekatan struktural menggunakan metode Herfindahl–Hirschman Index (HHI)
dan
konsentrasi
Concentration
Ratio
usaha
umum.
bank
(CR)
untuk
Sementara
mengidentifikasi itu,
untuk
tingkat
pendekatan
nonstruktural dipergunakan (i) metode Panzar Rosse untuk melihat struktur persaingan dan (ii) metode Boone Indicator untuk mengetahui indeks persaingan. Adapun untuk melihat tingkat efisiensi perbankan dipergunakan metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Data Envelopment Analysis (DEA). Selanjutnya, untuk melihat hubungan antara kompetisi dan efisiensi di perbankan Indonesia, akan dilakukan Granger Causality Test antara tingkat kompetisi (menggunakan Boone Indicator) dan tingkat efisiensi (menggunakan DEA). 1.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, kajian ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut: 1) mengidentifikasi tingkat persaingan/ kompetisi perbankan; 2) mengidentifikasi tingkat efisiensi perbankan; dan 3) menganalisis hubungan antara tingkat persaingan dengan tingkat efisiensi perbankan. Hasil penelitian ini diharapkan akan mendukung Bank Indonesia dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan tingkat persaingan dan efisiensi perbankan di Indonesia. 1.3 Batasan Penelitian Berdasarkan
teori,
terdapat
beberapa
pendekatan
yang
dapat
dipergunakan untuk melihat efisiensi perbankan, yakni antara lain dari sisi 3
laba, struktur biaya dan faktor input/output. Namun, dalam kajian ini efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi intermediasi dari sisi biaya. 1.4
Skema Penulisan Adapun organisasi dari penulisan adalah sebagai berikut. Bab 1
menjelaskan latar belakang, tujuan, dan batasan penelitian. Bab 2 berisi tinjauan literatur. Bab 3 berisi analisis kualitatif serta analisis rasio, neraca,
dan
laba/rugi
mengenai
tingkat
persaingan
dan
efisiensi
perbankan. Selanjutnya, bab 4 akan menguraikan analisis kuantitatif untuk mengidentifkasi tingkat persaingan dan efisiensi perbankan, serta hubungan di antaranya, dan dilengkapi dengan kebijakan Bank Indonesia terkait dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong tingkat persaingan yang sehat dan tingkat efisiensi perbankan yang lebih baik. Sebagai penutup, bab 5 akan memaparkan kesimpulan dan rekomendasi terkait dengan tingkat persaingan dan efisiensi perbankan.
4
II.
TINJAUAN LITERATUR
Kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu atau beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama (Chaplin, 1999). Kompetisi sering dikaitkan dengan kekuatan pasar (market power) meskipun sebenarnya kedua hal ini berbeda. Market power mengacu pada perilaku perusahaan secara individual dalam mengatur strategi harga, sementara persaingan lebih berkaitan dengan interaksi anggota pasar atau lebih bersifat agregat (de Rozas, 2007). Berkaitan dengan kompetisi, terdapat dua jenis pasar, yaitu pasar kompetisi sempurna dan pasar kompetisi tidak sempurna. Pasar kompetisi sempurna, memiliki ciri adanya banyak penjual dan pembeli, serta harga yang ditentukan oleh kekuatan pasar. Kondisi yang berlaku dalam pasar ini adalah para pelaku pasar bebas untuk keluar atau masuk pasar, jenis barang homogen, serta tidak adanya biaya transaksi maupun biaya transportasi. Sementara itu, pasar kompetisi tidak sempurna merupakan semua jenis pasar yang sifatnya berlawanan dengan kompetisi sempurna, yaitu monopoli dan monopsoni, oligopoli, dan kompetisi monopolistik. Pada industri perbankan, perhitungan tingkat kompetisi merupakan hal yang penting. Persaingan antarbank bisa terjadi karena perebutan sumber daya yang produktif, misalnya pada deposito, tabungan, dan penyaluran
kredit
yang
merupakan
sumber
pendapatan.
Kompetisi
nonharga antarbank dapat berbentuk hadiah atau promosi yang ditujukan untuk merangkul nasabah sebanyak-banyaknya. Selain itu, kompetisi juga dapat berbentuk produk dan jenis layanan baru yang didukung oleh perkembangan teknologi yang mampu menekan biaya produksi dan distribusi. Adapun karakteristik bank yang berbeda dengan perusahaan nonbank
pada
perekonomian,
umumnya, menyebabkan
serta
peranan
banyaknya
penting
penelitian
bank
dalam
mengenai
tingkat
kompetisi yang dilakukan dengan menggunakan data perbankan. Di Indonesia, industri perbankan mengalami perkembangan dan perubahan struktural sejak diperkenalkannya paket deregulasi pada bulan 5
Oktober 1988 oleh pemerintah. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah memberikan liberalisasi atau kelonggaran izin pendirian bank. Akibatnya, jumlah bank di Indonesia mengalami peningkatan signifikan menjadi 111 bank pada tahun 1988 dan mencapai puncaknya hingga 240 bank pada tahun 1994 (Enoch et al, 2001). Perubahan struktural kembali terjadi akibat krisis ekonomi 1997. Jumlah bank di Indonesia berkurang seiring dilakukannya merger terhadap bank-bank pemerintah dan likuidasi terhadap 23 bank. Selanjutnya, melalui Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dikenalkan pada tahun 2004, Bank Indonesia selaku otoritas perbankan kembali berupaya mendorong terciptanya struktur pasar perbankan yang sehat, antara lain melalui proses merger dan konsolidasi. Saat ini, jumlah bank umum di Indonesia mencapai 120 bank2. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetisi perbankan di Indonesia, di antaranya Claessen dan Laeven (2004) yang mengestimasi tingkat kompetisi di 50 negara termasuk Indonesia dengan menggunakan metode Panzar-Rosse dalam rentang waktu tahun 1994--2001. Dari penelitian tersebut, disebutkan struktur industri perbankan Indonesia tergolong dalam kategori monopolistic competition. Hasil penelitian ini didukung oleh Setyowati (2004) yang menemukan bahwa situasi perbankan Indonesia secara keseluruhan adalah kompetisi monopolistik. Selain itu, Mulyaningsih dan Daly (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 2001--2009, perbankan di Indonesia terkonsentrasi pada bank-bank besar. Bank tersebut bekerja di pasar yang kurang kompetitif jika dibandingkan dengan bank-bank kecil, serta memiliki kekuatan
monopoli
yang
memungkinkan
mereka
untuk
berperilaku
monopolis atau oligopolis. Penemuan ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa pasar yang terkonsentrasi memberikan kontribusi pada lingkungan yang kurang kompetitif. Dalam dekade terakhir, penelitian mengenai tingkat kompetisi perbankan tidak hanya berhenti sampai teridentifikasinya persaingan. Dengan diterbitkannya API yang didukung oleh penguatan struktur permodalan bank-bank, diharapkan perbankan Indonesia menjadi lebih
6
stabil dan mampu berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Dalam hal ini, kompetisi merupakan pondasi utama proses penguatan perbankan nasional sehingga perubahan tingkat kompetisi antarbank akan mengubah pula perilaku perbankan dalam melakukan bisnisnya. Oleh karena itu, bahasan mengenai bagaimana dampak kompetisi terhadap kinerja bank menjadi topik penelitian yang menarik. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pasar perbankan yang lebih terkonsentrasi dan memiliki tingkat kompetisi yang rendah memiliki buffer dalam menghadapi kerentanan; ini membuat perbankan lebih stabil. Pada sisi lain, kondisi seperti ini juga memberikan insentif pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk taking). Schaeck dan Čihák (2008) berpendapat bahwa kompetisi antarbank mampu berpengaruh positif terhadap
tingkat
kesehatan
melalui
transmisi
efisiensi.
Dalam
penelitiannya, Schaeck dan Čihák (2008) melakukan pengujian terhadap dua hipotesis, yakni The Competition-Efficiency Hypothesis dan
The
Competition-Inefficiency Hypothesis. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis
pertama
dapat
dibuktikan.
Artinya,
kompetisi
mampu
menstimulasi bank menjadi lebih efisien. Argumen ini didasarkan dari The Efficient Structure Hypothesis (Demsetz, 1973) yang menyatakan bahwa semakin tinggi market share, cenderung menciptakan harga yang lebih tinggi daripada marginal cost. Harga yang tinggi ini identik dengan kondisi yang kurang efisien. Sebaliknya, tingkat konsentrasi yang rendah akan menciptakan efisiensi yang lebih baik (telah dibahas sebelumnya bahwa konsentrasi berkorelasi negatif dengan kompetisi). Sementara itu, korelasi negatif antara tingkat kompetisi dan efisiensi berdasarkan
The Competition-Inefficiency Hypothesis
dapat
dijelaskan
sebagai berikut. Pada struktur perbankan dengan tingkat persaingan yang tinggi, loyalitas nasabah cenderung menurun sehingga hubungan antara nasabah dan bank menjadi kurang stabil dan lebih bersifat jangka pendek (Boot dan Schmeits, 2005). Kondisi yang demikian selain dapat memicu munculnya permasalahan asymmetric information, juga menstimulus bank agar lebih fokus dan banyak mengeluarkan biaya pada kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan loyalitas nasabah. Dengan demikian, The 7
Competition - Inefficiency Hypothesis menyimpulkan bahwa kompetisi berpotensi menimbulkan inefisiensi. Namun, pada penelitian Schaeck dan Čihák (2008), hipotesis ini tidak terbukti. Pendapat lain mengenai hubungan antara tingkat persaingan dan efisiensi bank diungkapkan oleh Casu dan Girardone (2009). Hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa kondisi inefisien pada industri perbankan yang kompetitif dapat diartikan sebagai dua hal, yakni bank sedang struggling dengan tingkat kompetisi yang tinggi atau sebagai sinyal bahwa bank sedang tereksploitasi dengan peningkatan market power. Terkait
dengan
fungsi
intermediasi,
Schäfer
et
al,
(2005)
dalam
penelitiannya mengenai MSE di Kazakhstan menyimpulkan bahwa tingkat persaingan bank memiliki korelasi positif dengan tingkat pembiayaan bank terhadap MSE yang diukur melalui volume pemberian kredit baru, tanpa memengaruhi repayment dicipline. Meskipun demikian, ekspansi pada tingkat kompetisi yang tinggi berpotensi mengurangi tingkat kehati-hatian dan dapat mendorong bank melakukan excessive risk taking.
8
III.
ANALISIS RASIO, NERACA DAN LABA/RUGI, SERTA BUNGA
Dalam rangka melengkapi kajian, pada bab ini akan dibahas secara mendalam mengenai analisis rasio, analisis laporan neraca dan laba/rugi, serta analisis suku bunga dengan menggunakan data perbankan beberapa tahun terakhir. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perbankan pada saat ini. 3.1 Analisis Rasio
Rasio BOPO (Beban Operasional-Pendapatan Operasional) dan CIR (Cost to Income Ratio) Berdasarkan pendekatan akuntansi (accounting approach), terdapat
dua indiktor yang dapat digunakan untuk melihat efisiensi perbankan, yaitu (i) rasio antara Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan (ii) Cost to Income Ratio (CIR). Adapun formula CIR adalah sebagai berikut:
𝐶𝐼𝑅 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ+𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎
x 100%
Berikut ini adalah perkembangan rasio BOPO dan CIR menurut kelompok bank umum di Indonesia. Tabel 1. Perkembangan Rasio BOPO dan CIR Perbankan (%)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa selama lima tahun terakhir efisiensi industri perbankan dan per kelompok bank telah menunjukkan 9
perbaikan, terutama pada tahun 2012 yang ditandai dengan nilai rasio BOPO yang cenderung mengalami penurunan. Secara rata-rata, pada periode 2008--2012, rasio BOPO perbankan tercatat sebesar 84,18% (terendah pada tahun 2012 sebesar 74,10%). Berdasarkan kelompok bank, rata-rata terendah BOPO adalah kelompok BPD (75,75%) dan tertinggi pada kelompok bank Persero (86,59%). Program peningkatan efisiensi yang dilakukan oleh perbankan, baik yang dipicu oleh mekanisme pasar (persaingan) maupun regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, telah menunjukkan hasil yang cukup baik terutama pada tahun 2012 dengan rasio BOPO bank-bank domestik lebih rendah daripada kelompok bank asing dan campuran. Hal ini berarti bahwa bank-bank domestik lebih efisien jika dibandingkan dengan bank asing dan campuran. Tabel 2 menampilkan hasil komprasi rasio BOPO industri perbankan Indonesia dengan negara ASEAN lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Negara dengan rasio BOPO industri perbankan terendah adalah Thailand, baik secara rata-rata maupun posisi pada tahun 2012. Indonesia memiliki rata-rata rasio BOPO tertinggi walaupun bukan yang tertinggi pada tahun 2012. Tabel 2. Perbandingan Rasio BOPO Perbandingan Rasio BOPO Negara 2008 2009 2010 2011 2012 Indonesia 88.6 86.6 86.1 85.4 74.1 Malaysia 82.8 81.2 80.0 80.3 79.8 Philipina 80.9 76.1 71.3 75.5 72.1 Thailand 70.8 64.9 63.3 69.6 70.0 Sumber: CEIC & Central Bank website, kecuali Indonesia angka internal
Selain rasio BOPO, rasio CIR juga banyak digunakan oleh perbankan dalam rangka mengukur kinerja efisiensinya. Bagi kalangan perbankan, penggunaan rasio CIR dianggap lebih akurat daripada BOPO, terutama jika akan dilakukan komparasi dengan negara lain. Hal ini disebabkan perhitungan CIR tidak memasukkan beban bunga yang merupakan cerminan dari suku bunga simpanan perbankan, yang besaran suku 10
bunga simpanannya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar kendali bank, antara lain inflasi, kebijakan moneter (BI rate), dan kebijakan lembaga lain (misalnya LPS rate). Rasio CIR mencerminkan besarnya biaya overhead yang dikeluarkan oleh bank (biaya yang relatif dapat dikontrol oleh bank) untuk menghasilkan pendapatan sehingga rasio ini benar-benar mencerminkan efisiensi operasional bank. Rasio CIR industri perbankan dan kelompok bank umum di Indonesia selama kurun waktu 2008 sampai dengan 2012 relatif berfluktuasi, kecuali untuk kelompok BPD yang cenderung meningkat. Selisih antara rasio BOPO dan CIR cukup besar, yakni rata-rata sebesar 39,70%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa porsi beban bunga cukup signifikan di dalam perhitungan BOPO. Berdasarkan perkembangan CIR tersebut, hal yang perlu dicermati adalah CIR kelompok bank campuran dan asing lebih rendah daripada kelompok bank lainnya walaupun rasio BOPO kedua kelompok bank tersebut tercatat lebih tinggi. Kondisi ini dapat mengindikasikan beban bunga kedua kelompok bank tersebut lebih rendah daripada kelompok bank persero, swasta dan BPD yang terkait erat dengan struktur sumber dana tiap-tiap kelompok bank.
Rasio Net Interest Margin (NIM) Indiktor lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
perbankan adalah Net Interest Margin (NIM). Adapun formula NIM adalah sebagai berikut:
𝑁𝐼𝑀 =
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ (𝑁𝐼𝐼) 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
Net Interest Margin (NIM) memberikan gambaran mengenai kinerja dari
lini
bisnis
utama
bank
yang
mencerminkan
sejauh
mana
manajemen mengelola aset yang menghasilkan pendapatan bunga dan kewajiban
yang
menghasilkan
beban
bunga.
Dengan
demikian,
perhitungan NIM tersebut bukan hanya berasal dari kredit, tetapi juga dari penempatan dana lainnya yang menghasilkan pendapatan bunga 11
bagi bank walaupun pendapatan bunga kredit merupakan porsi terbesar dari total pendapatan bunga bank (secara industri sebesar 86,62% per Desember 2012). Dari formula NIM dapat diindikasikan bahwa faktor utama yang menyebabkan NIM perbankan Indonesia relatif tinggi adalah komponen pendapatan bunga karena pangsanya mencapai 76,75% (Desember 2012) dari pendapatan operasional bank, sedangkan beban bunga porsinya hanya sebesar 34,63% dari beban operasional bank. Sementara itu, porsi terbesar aktiva produktif bank adalah kredit yang mencapai 66,44% per Desember 2012. Tabel 3. Perkembangan Rasio NIM dan ROA (%)
Berdasarkan Tabel 3, NIM industri perbankan cenderung mengalami penurunan hingga menjadi 5,49% per 2012. Penurunan tersebut didorong oleh semua kelompok bank. Jika dikaitkan dengan rasio BOPO, secara umum perubahan BOPO akan memengaruhi NIM yang ketika nilai BOPO menurun maka NIM akan meningkat atau sebaliknya. Dalam situasi yang lain, jika NIM dikaitkan dengan kinerja perbankan yang diproksikan dengan ROA (Return on Asset), ketika nilai ROA cenderung meningkat, NIM cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa beban bunga perbankan cenderung meningkat. Sebagai tambahan, rasio NIM juga menunjukkan kinerja bank dalam menghasilkan rentabilitas. Bank yang memiliki rasio NIM lebih besar daripada rata-rata peer group-nya menunjukkan bahwa kondisi bank tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata peer group-nya.
12
3.2
Analisis Laporan Neraca dan Laba/Rugi Perkembangan Pangsa Total Aset, Kredit, dan DPK Kelompok Bank Besar Struktur perbankan Indonesia saat ini dikuasai oleh beberapa bank
besar, baik dari sisi total aset, kredit, maupun DPK, meskipun dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang menurun. Grafik 1 menampilkan perkembangan tingkat konsentrasi aset, kredit, dan DPK selama tahun 2010--2012.
Grafik 1. Perkembangan Tingkat Konsentrasi Aset, DPK dan Kredit Beberapa Bank Besar Pada Grafik 1, bank dibagi menjadi 3 kelompok besar berdasarkan total aset, yakni 4 bank terbesar, 10 bank terbesar, dan 14 bank terbesar, sehingga dapat terlihat bahwa sejak tahun 2010 total aset cenderung mengalami penurunan pada semua kelompok bank terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok bank di luar bank terbesar mampu bersaing dalam mengakumulasi aset sehingga pangsa total asetnya meningkat. Dari sisi penyaluran kredit, pangsa kredit kelompok bank terbesar juga menurun walaupun penurunannya tidak sebesar
13
total aset. Kondisi ini mencerminkan kelompok bank di luar bank terbesar mempunyai keunggulan tersendiri dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan berbagai strategi dan kemampuan yang dimiliki. Sementara itu, pangsa penghimpunan dana kelompok bank terbesar cenderung berfluktuasi, yang pada tahun 2012 porsinya lebih rendah daripada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok bank di luar bank terbesar dapat bersaing dengan bank-bank besar dalam menghimpun dana masyarakat. Tabel 4 menampilkan komparasi pertumbuhan total aset, kredit, dan DPK berdasarkan kelompok bank terbesar dengan kelompok bank di luar bank terbesar tersebut pada tahun 2011--2012. Tabel 4. Pertumbuhan Total Aset, Kredit dan DPK per Kelompok Bank Pertumbuhan Tahun Pertumbuhan Aset (YoY) Pertumbuhan Kredit (YoY) Pertumbuhan DPK (YoY)
2011 2012 2011 2012 2011 2012
5 Bank Bank 10 Bank Bank 14 Bank Bank 1) 2) 3) Terbesar Lainnya Terbesar Lainnya Terbesar Lainnya 17.88 24.90 18.69 26.29 18.75 27.90 15.23 18.15 16.05 17.88 16.17 18.02 22.18 26.71 22.38 28.37 24.10 25.57 22.82 23.42 22.78 23.74 22.63 24.33 -7.81 49.66 14.94 27.37 9.80 44.93 42.92 -3.18 16.88 13.94 22.46 1.78
1) 115 Bank Lainnya 2) 110 Bank Lainnya 3) 106 Bank Lainnya
Struktur Sumber dan Penggunaan Dana Perbankan Sumber dana perbankan dapat berasal dari dua belas komponen.
Komponen terbesar adalah dana pihak ketiga (DPK), yang terutama berasal dari simpanan berjangka (deposito), kecuali pada kelompok bank Persero
yang
mempunyai
pangsa
tabungan
dan
deposito
relatif
berimbang. Struktur dana industri perbankan sudah menunjukkan perbaikan dengan pangsa giro dan tabungan, secara bertahap sudah lebih besar dan mahal jika dibandingkan dengan deposito. Hal ini dapat mengurangi biaya DPK bank seiring dengan tren suku bunga simpanan yang cenderung turun selama tiga tahun terakhir. Namun, jika dilihat per kelompok bank, kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok bank 14
campuran karena porsi dana mahal lebih tinggi daripada dana murah. Adapun kelompok bank swasta mengalami peningkatan pangsa dana murah pada tahun 2012 jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang pangsa dana mahalnya lebih besar. Kondisi ini menunjukkan kemampuan perbankan yang semakin meningkat dalam menghimpun dana murah dari masyarakat yang mengindikasikan besaran suku bunga tidak lagi menjadi andalan bank dalam
menghimpun
dana
masyarakat.
Namun,
bank
lebih
mengandalkan kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh bank seperti jaringan ATM, internet banking, dan keberadaan kantor cabang. Dengan demikian, ke depan diharapkan dengan turunnya biaya dana bank dapat mendorong penurunan suku bunga kredit bank. Komponen terbesar kedua yang menjadi sumber dana perbankan adalah kewajiban kepada bank lain. Nilai kewajiban kepada bank lain yang tertinggi adalah pada kelompok bank campuran dan bank asing yang menandakan bahwa kedua kelompok bank tersebut cukup banyak menerima simpanan dari bank lain. Komponen berikutnya adalah pinjaman
yang
diterima,
porsi
komponen
ini
relatif
kecil
jika
dibandingkan dengan komponen lain dengan rata-rata hanya sebesar 1,94% (industri) dari total sumber dana selama tiga tahun terakhir. Namun, pada kelompok bank campuran, porsinya cukup signifikan dan cenderung meningkat. Hal ini mencerminkan bahwa kelompok bank campuran cukup banyak menerima pinjaman dari bank lain dan pihak ketiga bukan bank sebagai sumber dananya. Khusus untuk kelompok bank asing, terdapat satu karakteristik yang membedakannya dengan kelompok bank lainnya, yaitu sumber dana yang berasal dari penempatan dana kantor pusat atau kantor cabang yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia. Porsinya cukup signifikan, yakni tercatat sebesar 29,27% pada tahun 2012. Dana tersebut merupakan sumber dana murah bagi kelompok bank asing sehingga tidak terlalu agresif dalam menghimpun dana masyarakat. 15
Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab suku bunga kredit kelompok bank asing relatif lebih rendah daripada kelompok bank lainnya. Oleh karena itu, ke depan diharapkan bank-bank domestik dapat meningkatkan porsi dana murahnya agar dapat menurunkan Harga Pokok Dana untuk Kredit dalam perhitungan suku bunga kredit. Tabel 5 menunjukkan secara lebih detail mengenai pangsa komponen sumber dana perbankan per kelompok bank umum selama periode 2010--2012. Tabel 5. Pangsa Komponen Sumber Dana Perbankan (%)
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun, perbankan berupaya menempatkan dana tersebut untuk memperoleh pendapatan dan juga untuk menghindari negatif spread antara beban bunga yang dibayar dan pendapatan bunga yang diperoleh. Penyaluran kredit merupakan outlet penempatan dana terbesar bagi perbankan, yakni rata-rata sebesar 63,57% (industri) selama tiga tahun terakhir dan menunjukkan tren meningkat (industri dan kelompok bank), kecuali pada kelompok BPD. Hal ini menunjukkan bahwa bank sangat mengandalkan sumber pendapatan dari kredit. Dampaknya antara lain suku bunga kredit agak sulit untuk turun karena akan memengaruhi pendapatan
bunga
dari
kredit
yang
merupakan
sumber
utama
pendapatan bank, kecuali jika bank dapat meningkatkan volume kredit dan/atau
meningkatkan
efisiensi.
Ke
depan,
dengan
semakin
meningkatnya persaingan dalam penyaluran kredit dan juga ketika kondisi perekonomian sedang menurun yang menyebabkan permintaan
16
kredit turun, bank harus lebih cermat dalam menempatkan dananya agar dapat menghasilkan pendapatan yang optimal. Walaupun suku bunga kredit kelompok bank asing cenderung lebih rendah daripada kelompok bank lainnya, porsi penempatan dana pada kreditnya relatif lebih kecil daripada kelompok bank lain, tetapi dengan tren yang meningkat. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kelompok bank asing tidak terlalu mengandalkan kredit sebagai sumber pendapatan, tetapi dana yang dimiliki lebih didiversifikasi pada aktiva produktif lainnya. Pangsa penempatan dana terbesar selanjutnya adalah penempatan pada Bank Indonesia, baik industri maupun kelompok bank, kecuali pada kelompok bank asing yang lebih rendah. Adapun porsi tertinggi terdapat pada kelompok bank Persero dan BPD. Kondisi ini kurang ideal karena sebagai lembaga intermediasi seharusnya bank menyalurkan dananya kepada sektor rill atau pihak yang membutuhkan dana. Selain itu, pendapatan yang diperoleh dari penempatan di Bank Indonesia kurang optimal mengingat tingkat bunga yang diberikan relatif rendah jika
dibandingkan
dengan
aktiva
produktif
lainnya,walaupun
penempatan tersebut lebih baik dari sisi keamanan dan likuiditas. Ke depan, dengan semakin ketatnya persaingan dalam menghimpun DPK, diperkirakan porsi penempatan dana di Bank Indonesia akan menurun karena dana tersebut lebih digunakan untuk penyaluran kredit kepada sektor riil. Surat berharga merupakan outlet terbesar ketiga penempatan dana perbankan, yakni rata-rata sebesar 12,42% (industri), porsi tertinggi terdapat pada kelompok bank asing dan Persero, sedangkan terendah pada kelompok BPD. Tabel 6 menguraikan pangsa penempatan dana perbankan per kelompok bank selama tahun 2010--2012.
17
Tabel 6. Pangsa Aktiva Produktif/Penyaluran Dana Perbankan (%)
Struktur Pendapatan Operasional dan Beban Operasional
Pendapatan Operasional dan Pendapatan Bunga Perbankan Berikut
ini
adalah
proporsi
sumber
pendapatan
operasional
perbankan per kelompok bank umum di Indonesia periode 2010--2012. Tabel 7. Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan (%)
Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan (%) Industri 2010 2011 1 Pendapatan Bunga 71.70 76.32 2 Kenaikan Nilai Surat Berharga 2.42 3.23 3 Keuntungan Transaksi Valas / Derivatif 13.77 7.71 4 Dividen / Komisi / Provisi 9.09 8.29 Lainnya 5 3.03 4.45 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) No.
Komponen
2012 76.75 2.36 7.66 9.08 4.15
Persero 2010 2011 82.23 79.57 1.08 4.81 2.52 1.96 10.97 8.40 3.19 5.26
2012 78.42 3.50 2.54 10.07 5.47
Swasta 2010 2011 69.32 82.51 2.83 1.44 16.76 3.07 7.67 8.11 3.42 4.87
2012 83.80 1.11 2.71 8.49 3.89
2010 90.97 1.08 0.06 3.16 4.73
BPD 2011 91.26 0.45 0.19 2.78 5.32
2012 90.49 0.91 0.23 2.46 5.91
Campuran 2010 2011 2012 61.34 53.97 61.18 1.99 1.51 1.41 24.73 33.85 25.67 11.34 10.05 10.88 0.60 0.62 0.86
2010 35.30 6.30 45.04 12.91 0.45
Asing 2011 35.52 7.72 43.30 12.81 0.65
2012 33.90 5.49 46.63 13.68 0.29
Berdasarkan Tabel 7 Di atas, pendapatan bunga merupakan sumber utama
pendapatan
perbankan,
terutama
berasal
dari
kredit
sebagaimana penjelasan sebelumnya. Bahkan, pada kelompok BPD porsinya sangat signifikan, yakni rata-rata mencapai 90%. Pangsa pendapatan bunga yang lebih rendah adalah pada kelompok bank campuran dan asing yang dikompensasi dengan pendapatan yang berasal dari transaksi valas/derivatif dan fee based yang cukup besar. Hal ini dapat mengindikasikan kedua kelompok bank tersebut aktif dan mempunyai kompetensi di dalam transaksi valas dan derivatif, selain profil
nasabahnya
yang
memang
membutuhkan
produk/transaksi
tersebut. Sementara itu, pendapatan yang bersumber dari fee based income masih terbatas tercermin dari porsinya yang relatif rendah. Porsi 18
tertinggi terdapat pada kelompok bank asing dan campuran yang mengindikasikan
kedua
kelompok
mendiversifikasi
pendapatan
selain
bank
kredit
tersebut
sehingga
mampu
tidak
terlalu
tergantung dengan kredit. Tabel 8. Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan (%) Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan (%) Industri 2010 2011 2012 1 Dari BI 6.75 8.06 5.07 2 Giro 0.05 0.08 0.06 3 Call Money 1.11 1.09 0.80 4 Deposito 0.40 0.37 0.34 5 Surat Berharga 9.28 6.76 6.04 6 Kredit 81.39 82.67 86.62 7 Tabungan 0.00 0.00 0.00 8 Lainnya 1.03 0.97 1.06 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) No.
Komponen
2010 3.06 0.06 0.97 0.01 13.08 82.13 0.00 0.69
Persero 2011 4.07 0.05 1.21 0.02 9.11 84.98 0.57
2012 3.29 0.05 0.87 0.03 7.66 87.43 0.67
2010 8.38 0.02 0.64 0.20 7.74 81.83 0.00 1.19
Swasta 2011 10.04 0.02 0.57 0.17 5.95 82.04 0.00 1.21
2012 5.77 0.01 0.36 0.11 5.28 87.33 0.00 1.14
2010 8.36 0.05 2.10 2.74 2.31 83.99 0.01 0.44
BPD 2011 9.25 0.21 1.86 2.69 2.06 83.53 0.00 0.39
2012 5.78 0.14 1.47 2.49 2.76 85.84 0.00 1.54
Campuran 2010 2011 2012 12.04 8.85 5.23 0.13 0.17 0.08 2.88 2.73 1.82 0.05 0.01 0.02 6.46 5.72 5.07 77.38 80.88 86.87 1.05 1.63 0.92
2010 14.52 0.08 2.46 9.89 69.48 3.57
Asing 2011 20.24 0.61 2.09 6.01 67.91 3.14
2012 10.70 0.51 2.24 10.10 74.11 2.35
Tabel 8 menunjukkan bahwa sumber utama pendapatan bunga perbankan adalah kredit yang porsinya sangat signifikan, yakni rata-rata sebesar 83,56% (industri). Dari sisi kelompok bank, porsinya rata-rata di atas 80%, kecuali kelompok bank asing rata-rata sebesar 70%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendapatan bank sangat bergantung pada kredit sehingga bank harus mencermati dengan baik aktivitas perkreditannya yang di antaranya dapat dilakukan dengan melihat kondisi persaingan, penetapan suku bunga kredit, kinerja kualitas kredit, dan strategi ke depan. Selain itu, pendapatan operasional bank yang sangat bergantung pada pendapatan bunga, terutama dari kredit, mengindikasikan
bahwa
sumber
pendapatan
bank
kurang
terdiversifikasi sehingga ke depan kesinambungan usaha bank relatif rentan terhadap risiko. Secara industri, porsi terbesar berikutnya bersumber dari surat berharga. Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, hanya pada kelompok bank Persero kondisinya sama, sedangkan pada kelompok bank lain porsi penempatan di Bank Indonesia yang lebih besar dan yang tertinggi adalah pada kelompok bank asing. Hal ini mengindikasikan
kelebihan
likuiditas
kelompok
bank
tersebut
ditempatkan di Bank Indonesia daripada ditempatkan di surat berharga atau outlet lainnya. 19
Beban Operasional Perbankan Sementara itu, berdasarkan Tabel 9, tiga komponen penyumbang beban operasional terbesar adalah beban bunga, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan/penghapusan, kecuali pada kelompok bank asing yang porsi terbesarnya adalah pos kerugian transaksi valas/derivatif. Walaupun porsi terbesar adalah beban bunga, tetapi sebenarnya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini yang
menyebabkan
NIM
perbankan
cukup
tinggi
karena
porsi
pendapatan bunga cukup signifikan, sedangkan porsi beban bunga lebih rendah. Biaya promosi yang selama ini menjadi perhatian banyak pihak ternyata porsinya relatif rendah, yakni rata-rata hanya mencapai 1,94% (industri). Sementara itu, biaya barang dan jasa pangsanya lebih besar daripada biaya promosi karena terkait dengan pengelolaan teknologi, sistem dan informasi, serta biaya-biaya lainnya seperti air, telepon, alat tulis, percetakan, perjalanan, dan penginapan. Tabel 9. Proporsi Komponen Beban Operasional Perbankan (%) Proporsi Komponen Beban Operasional Perbankan (%) No.
Komponen
1 Beban Bunga 2 Kerugian Transaksi Valas / Derivatif 3 Komisi / Provisi 4 Premi Asuransi 5 Transaksi Pasar Modal 6 Tenaga Kerja 7 Diklat 8 Litbang 9 Sewa 10 Promosi 11 Pajak-pajak (tdk termsk PPh) 12 Pemeliharaan & Perbaikan 13 Penyusutan/Penghapusan 14 Penurunan Nilai Surat Berharga 15 Barang dan Jasa 16 Lainnya Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Porsi
2010 33.64 14.75 1.15 1.79 0.12 15.03 0.72 0.05 1.94 1.78 0.10 1.19 18.93 0.24 6.26 2.30
Biaya
Industri 2011 2012 2010 35.71 34.63 37.33 7.84 7.81 2.13 1.12 0.78 1.78 1.93 2.28 2.12 0.33 0.19 0.02 15.79 18.89 15.02 0.77 0.90 0.81 0.06 0.06 0.08 2.07 2.34 2.00 1.84 2.21 1.94 0.16 0.18 0.08 1.29 1.50 1.36 19.29 15.73 27.83 1.83 1.53 0.11 6.67 7.69 5.94 3.29 3.29 1.46
Persero 2011 32.57 2.15 1.56 1.80 0.34 13.43 0.76 0.09 1.92 1.60 0.10 1.32 29.97 3.74 5.80 2.86
Overhead
Swasta BPD Campuran Asing 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 30.97 34.69 44.48 42.03 40.80 44.35 42.16 29.13 22.66 29.66 14.16 13.00 11.75 2.51 19.00 2.60 2.19 0.01 0.20 0.24 24.15 35.30 24.87 45.85 46.27 49.52 0.62 0.49 0.52 0.50 0.12 0.12 0.09 2.55 2.14 2.49 1.96 2.05 2.41 2.41 1.71 2.24 2.38 2.37 2.56 2.82 1.51 1.39 1.85 0.75 1.01 1.11 0.15 0.06 0.16 0.12 0.04 0.01 0.19 0.01 0.02 0.16 0.75 1.37 0.57 18.51 15.07 18.67 20.59 23.59 21.69 22.80 14.72 14.16 16.56 8.78 10.08 10.42 1.01 0.69 0.84 0.88 0.97 1.00 1.11 0.75 0.68 0.79 0.39 0.42 0.49 0.10 0.02 0.03 0.03 0.19 0.16 0.14 0.04 0.00 0.02 0.00 0.00 2.30 2.07 2.47 2.70 1.86 1.97 2.03 2.35 2.23 2.50 1.11 1.14 1.17 2.28 1.74 2.21 2.25 1.84 1.99 1.82 1.44 1.57 1.94 1.56 1.43 2.28 0.15 0.11 0.20 0.18 0.20 0.32 0.50 0.05 0.05 0.06 0.06 0.13 0.05 1.75 1.31 1.56 1.68 1.12 1.14 1.14 0.69 0.71 0.81 0.40 0.46 0.49 22.64 14.48 13.24 13.72 15.32 12.31 11.46 12.03 12.30 10.73 12.99 7.40 5.89 3.07 0.10 0.13 0.20 0.15 0.19 0.49 0.03 0.12 0.14 1.39 2.78 3.22 8.39 6.42 7.88 7.68 4.95 5.50 6.49 9.78 6.00 6.72 6.37 6.92 6.86 3.13 2.04 2.79 2.87 6.48 6.47 6.52 0.75 0.66 0.71 3.48 5.54 3.75
dan
Beban
Bunga
terhadap
Beban
Operasional Apabila dilihat secara lebih mendalam, rata-rata beban bunga terbesar perbankan adalah biaya DPK (terutama deposito, diikuti tabungan dan giro) dan tertinggi pada kelompok bank swasta dan BPD. Hal ini sejalan dengan pangsa DPK sebagai sumber dana yang sangat signifikan bagi perbankan dan juga terkait dengan besaran suku bunga
20
simpanan yang diberikan. Adapun porsi terendah terdapat pada kelompok
bank
asing.
Beban
bunga
terbesar
berikutnya
adalah
pinjaman yang diterima dan surat berharga. Pertumbuhan beban bunga industri perbankan secara total pada tahun 2012 tercatat minus 3,23% jika dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 17,30%. Hal ini terutama disebabkan oleh turunnya beban bunga DPK. Berikut ini adalah proporsi beban bunga perbankan per kelompok bank umum periode 2010--2012.
Tabel 10. Proporsi Beban Bunga Perbankan (%)
Selain beban bunga, sebenarnya pangsa komponen beban operasional yang terbesar adalah biaya overhead (OHC), yakni rata-rata 55,77% dalam
tiga
tahun
terakhir,
yang
di
dalamnya
terdiri
atas
11
subkomponen biaya dan tertinggi terdapat pada kelompok Persero (60,32%), sedangkan terendah pada kelompok bank asing (34,31%) dan campuran (42,19%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok bank asing dan campuran relatif lebih efisien dari kelompok bank lainnya. Pada tahun 2012, OHC perbankan tumbuh 3,59% lebih rendah daripada tahun 2011 (6,13%) sehingga dapat dikatakan efisiensi bank membaik.
21
Tabel 11. Pangsa Biaya Overhead dan Beban Bunga terhadap Beban Operasional (%) Pangsa Biaya Overhead dan Beban Bunga thd Beban Operasional (%) Industri Persero Swasta BPD Campuran Asing 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
Komponen
Biaya overhead 50.09 53.16 55.07 58.63 59.65 62.68 45.66 52.13 54.96 58.89 55.12 56.82 44.13 39.76 42.68 35.89 34.53 32.52 Beban bunga
33.64 35.71 34.63 37.33 32.57 30.97 34.69 44.48 42.03 40.80 44.35 42.16 29.13 22.66 29.66 14.16 13.00 11.75
Total 83.73 88.87 89.70 95.96 92.22 93.65 80.35 96.61 96.99 99.69 99.47 98.98 73.26 62.42 72.34 50.05 47.53 44.27 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan Tabel 12, porsi terbesar biaya overhead adalah biaya tenaga kerja (BTK) yang diikuti biaya barang dan jasa, biaya sewa, biaya premi asuransi, biaya penyusutan/penghapusan, dan biaya promosi. Fakta yang menarik di sini adalah porsi biaya promosi bukan yang terbesar
(urutan
ke-6
dari
11
komponen
biaya
overhead)
jika
dibandingkan dengan komponen biaya lainnya. Namun, promosi yang dilakukan oleh perbankan sering mendapat sorotan dari masyarakat, terutama yang sifatnya pemberian hadiah secara besar-besaran (seperti mobil
dan
rumah)
karena
dapat
menyebabkan
inefisiensi
dan
meningkatkan biaya dana bank. Hal ini kemungkinan karena aktivitas promosi tersebut dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat, dan juga dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan demikian, upaya peningkatan efisiensi yang dilakukan harusnya tidak hanya fokus kepada biaya promosi, tetapi juga terhadap komponen biaya lainnya. Tabel 12. Proporsi Biaya Overhead Perbankan(%) Proporsi Biaya Overhead Perbankan (%) No.
Komponen
2010 1 Premi Asuransi 5.45 2 Tenaga Kerja 45.65 3 Diklat 2.20 4 Litbang 0.16 5 Sewa 5.88 6 Promosi 5.42 7 Pajak-pajak (tdk termsk PPh) 0.29 8 Pemeliharaan & Perbaikan 3.61 9 Penyusutan/Penghapusan 5.34 10 Barang dan Jasa 19.02 11 Lainnya 6.98 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Industri Persero 2011 2012 2010 2011 5.41 5.47 6.65 5.89 44.19 45.30 47.03 43.90 2.16 2.17 2.54 2.47 0.17 0.15 0.24 0.29 5.80 5.61 6.28 6.28 5.16 5.29 6.08 5.24 0.44 0.43 0.24 0.32 3.60 3.59 4.25 4.33 5.20 5.64 3.52 2.96 18.66 18.45 18.60 18.96 9.21 7.89 4.57 9.37
Swasta 2012 2010 2011 2012 5.82 5.10 5.36 5.30 44.69 44.90 44.68 45.92 2.43 2.06 2.00 1.96 0.25 0.07 0.07 0.06 5.55 6.18 5.92 6.03 5.49 5.18 5.28 5.01 0.37 0.32 0.48 0.40 4.22 3.90 3.73 3.75 3.37 7.11 6.94 8.06 20.25 19.12 18.85 17.12 7.56 6.08 6.68 6.39
2010 5.21 51.96 2.13 0.42 4.09 4.05 0.44 2.47 4.05 10.90 14.27
BPD 2011 5.73 48.53 2.23 0.36 4.42 4.46 0.73 2.54 4.21 12.32 14.48
Campuran 2012 2010 2011 2012 5.99 4.29 4.47 5.37 48.36 41.78 45.49 48.21 2.35 2.14 2.19 2.30 0.30 0.13 0.00 0.06 4.30 6.66 7.17 7.27 3.85 4.10 5.03 5.64 1.05 0.14 0.17 0.17 2.41 1.97 2.29 2.35 3.79 8.91 11.82 7.01 13.77 27.76 19.27 19.56 13.83 2.14 2.11 2.06
2010 3.16 37.08 1.65 4.68 6.58 0.26 1.68 3.31 26.89 14.71
Asing 2011 3.62 35.95 1.52 0.00 4.07 5.10 0.45 1.63 3.18 24.71 19.77
2012 4.02 37.70 1.78 0.01 4.24 8.27 0.18 1.77 3.61 24.85 13.58
22
Biaya Tenaga Kerja
Secara umum kontribusi/produktivitas tenaga kerja terhadap kinerja industri perbankan dalam hal total aset, laba, kredit, dan DPK pada tahun 2012 lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2011. Berdasarkan kelompok bank, kontribusi tenaga kerja terhadap total aset, kredit, dan DPK pada kelompok bank asing menunjukkan peningkatan selama tiga tahun terakhir. Selain itu, kenaikan kontribusi terhadap laba terdapat pada kelompok bank swasta devisa, swasta nondevisa, dan campuran. Pada kelompok bank lain cukup bervariasi atau berfluktuasi bahkan ada yang menunjukkan tren penurunan. Oleh karena itu, ke
depan, produktivitas tenaga kerja perlu
ditingkatkan, baik dalam hal akumulasi aset, penyaluran kredit, penghimpunan dana maupun menghasilkan laba, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi kinerja bank. Produktivitas tenaga kerja tersebut perlu ditingkatkan karena biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada beban operasional dan biaya overhead bank. Berikut ini disajikan Tabel 13 yang merangkum secara detail rekapitulasi kontribusi atau kinerja tenaga kerja per kelompok bank umum selama periode 2010--2012. Tabel 13. Rekapitulasi Kontribusi/Kinerja Tenaga kerja per Kelompok Bank Rekapitulasi Kontribusi/Kinerja Tenaga Kerja per Kelompok Bank No
Kelompok Bank
2010
TA/TK (Juta Rp) 2011 2012
Laba/TK (Juta Rp) 2010 2011 2012
Kredit/TK (Juta Rp) 2010 2011 2012
DPK/TK (Juta Rp) 2010 2011 2012
1 Persero
9,658
9,311
7,449
196.70
231.14
200.15
5,612
5,454
4,655
7,746
7,296
5,830
2 Swasta Devisa
8,050
8,580
8,551
135.43
146.97
158.43
4,846
5,402
5,588
6,524
6,864
6,788
3 Swasta Non Devisa
2,320
3,043
2,852
20.23
47.88
56.97
1,447
1,948
1,913
1,742
2,371
2,208 6,029
4 BPD
7,209
8,555
7,938
227.50
211.00
193.65
4,336
4,949
4,737
5,545
6,626
5 Campuran
14,726
18,732
16,541
214.48
259.54
269.62
9,740
12,425
11,527
9,491
11,836
9,975
6 KCBA
15,892
26,941
28,804
279.29
509.67
488.37
8,373
13,702
16,482
8,890
14,203
14,820
7 Industri 8,435 8,938 8,033 160.65 182.98 175.70 Ket: TA= Total Aset, TK= Jmh Tenaga Kerja, DPK= Dana Pihak Ketiga, Laba= Laba Bersih
4,994
5,385
5,104
6,548
6,818
6,079
Perkembangan Laba Perbankan Berdasarkan Tabel 14 pertumbuhan laba setelah pajak industri
perbankan pada tahun 2012 tercatat sebesar 23,75% (yoy) atau lebih lambat daripada tahun 2011 (30,88%). Perlambatan tersebut disebabkan 23
oleh
pertumbuhan
negatif
pada
laba
nonoperasional
(-21,31%),
sedangkan laba operasional tumbuh cukup signifikan, yakni mencapai 54,91% (yoy). Pertumbuhan laba operasional yang tinggi tersebut terkait dengan volume kredit yang meningkat seiring suku bunga kredit yang cenderung turun, selain membaiknya efisiensi perbankan. Jika dilihat per kelompok bank, pertumbuhan laba setelah pajak yang tertinggi terdapat pada kelompok bank campuran, diikuti swasta dan BPD. Adapun kelompok bank asing tumbuh negatif, antara lain disebabkan melambatnya laba operasional, yakni dari 51,14% (yoy) menjadi 16,58% (yoy). Secara nominal, walaupun hanya terdiri atas 4 bank, tetapi kelompok bank Persero mampu menghasilkan laba setelah pajak yang tertinggi. Perolehan laba setelah pajak terendah
ada pada kelompok bank
campuran dan asing. Tabel 14. Perkembangan Laba/Rugi Perbankan (Triliun Rp)
Perkembangan Laba/Rugi Perbankan (Triliun Rp) No.
Komponen
1 Laba/Rugi Operasional 2 Laba/Rugi Non Operasional
Industri Persero Swasta BPD Campuran Asing 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 48.33 56.38 87.34 14.02 11.77
30.29 20.83 28.41 37.11 6.94 7.29
8.47 2.30 2.51
4.01 4.23 6.40
7.46
27.73 40.70 32.03 15.88 29.72
21.45 7.08
1.90 0.41 0.69
0.55 2.50 2.47
1.38
51.74 27.91 33.90 43.86 8.81 9.62 10.36 2.70 3.19
4.56 6.73 8.87
8.84
40.82 21.10 26.76 34.54 7.51 7.95
3.39 3.91 5.29
5.14
3 Laba/Rugi Sebelum Pajak 76.06 97.08 119.36 29.90 41.50 4 Laba/Rugi Setelah Transfer dan Pajak 57.31 75.02 92.83 22.77 32.66 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
3.3
5.48 6.75 1.86 2.34
8.95 2.03 2.35
Analisis Struktur Suku Bunga Mengacu kepada konsep SBDK, komponen terbesar pembentuk suku
bunga kredit perbankan adalah Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), diikuti biaya overhead (OHC), margin keuntungan dan premi risiko. Secara umum komposisi pembentuk suku bunga kredit industri perbankan sama dengan per kelompok bank, hanya besaran porsinya yang berbeda. Dengan demikian, upaya penurunan suku bunga kredit perbankan dapat dilakukan dengan mendorong peningkatan efisiensi (fokus pada HPDK dan OHC), serta penetapan margin keuntungan dan premi risiko yang wajar.
24
Besarnya porsi HPDK terutama disebabkan oleh beban bunga DPK, sedangkan OHC terutama disumbang oleh biaya tenaga kerja. Untuk segmen korporasi, margin keuntungan yang ditetapkan oleh per kelompok bank relatif berimbang, sedangkan untuk segmen ritel cukup bervariasi. Sementara itu, besaran premi risiko yang ditetapkan oleh BPD relatif lebih tinggi daripada kelompok bank lainnya. Tabel 15 merangkum lebih detail mengenai struktur suku bunga kredit perbankan berdasarkan segmen kredit mencakup korporasi dan ritel per kelompok bank umum. Tabel 15. Struktur Suku Bunga Kredit Perbankan Berdasarkan Segmen Kredit (%) – Desember 2012
Rata–rata Suku Bunga Kredit Perbankan Rata-rata suku bunga kredit segmen korporasi pada akhir tahun
2012 tercatat sebesar 10,27%. Rata-rata tertinggi ada pada kelompok BPD (12,17%) dan terendah pada kelompok bank asing (7,48%). Tingginya suku bunga kredit korporasi pada kel BPD tersebut terutama disebabkan besaran margin keuntungan dan premi risiko yang tinggi, sebaliknya pada kelompok bank asing kedua komponen tersebut nilainya paling rendah. Tabel 16. Rata-rata Suku Bunga Kredit Berdasarkan Segmen (%) Rata-Rata Suku Bunga Kredit Berdasarkan Segmen (%) Korporasi Ritel Kel Bank 2010 2011 2012 2010 2011 2012 Persero 11.13 10.68 10.23 16.39 15.33 14.83 Swasta 11.84 11.19 10.55 14.68 14.83 15.30 BPD 12.68 12.63 12.17 13.10 13.61 14.45 Campuran 9.68 11.48 9.01 17.42 20.19 25.50 Asing 9.23 8.23 7.48 36.36 36.09 35.59 Industri 11.34 10.91 10.27 15.85 15.65 15.81 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
25
Secara umum, suku bunga kredit perbankan berdasarkan jenis penggunaan cenderung menurun selama tiga tahun terakhir, baik untuk industri maupun kelompok bank. Untuk kredit KMK dan KI, suku bunga kredit kelompok bank campuran dan asing lebih rendah daripada kelompok bank lainnya (tertinggi kelompok BPD). Namun sebaliknya, suku bunga KK kelompok bank campuran dan asing lebih tinggi (tertinggi kelompok bank asing). Seperti yang terlihat pada Tabel 17, suku bunga kredit (KMK dan KI) kelompok bank campuran dan asing yang lebih rendah antara lain disebabkan faktor beban bunga dan biaya overhead kedua kelompok bank tersebut yang lebih rendah. Porsi beban bunga terhadap beban operasional kelompok bank campuran dan asing pada periode 2010-2012 tercatat lebih rendah daripada kelompok bank lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh pangsa beban bunga DPK terhadap total beban bunga yang lebih rendah. Kondisi ini terjadi karena sumber dana kelompok bank campuran dan asing yang berasal dari DPK lebih rendah daripada kelompok bank lainnya. Tabel 17. Rata-rata Suku Bunga Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (%)
Rata–rata Suku Bunga DPK Perbankan Dari tiga jenis DPK (giro, tabungan, dan deposito), suku bunga
tertinggi terdapat pada kelompok BPD, sedangkan terendah pada kelompok bank asing. Hal ini antara lain disebabkan pangsa DPK terhadap sumber dana pada kelompok BPD sangat signifikan sehingga salah satu upaya untuk bersaing adalah dari sisi suku bunga. Sebaliknya, kelompok bank asing tidak terlalu mengandalkan sumber dana dari DPK sehingga tidak terlalu agresif dalam menetapkan suku 26
bunga. Selain itu, profil/karakteristik nasabah setiap kelompok bank juga dapat memengaruhi penetapan suku bunga simpanan. Secara
umum,
penetapan
suku
bunga
simpanan
perbankan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suku bunga bank pesaing, kebutuhan likuiditas, strategi usaha serta pencapaian terhadap targettarget yang telah ditetapkan (seperti target pertumbuhan aset, laba, dan penyaluran kredit). Tabel 18 menampilkan rata-rata suku bunga DPK per kelompok bank periode 2010--2012. Tabel 18. Rata-rata Suku Bunga DPK (%) Rata-rata Suku Bunga DPK (%) Kelompok Giro Tabungan Deposito Bank 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 Persero 2.22 2.37 2.08 2.37 2.15 1.59 6.43 6.04 5.23 Swasta 2.25 2.31 1.94 2.89 2.59 2.15 6.93 6.67 5.83 BPD 3.01 2.78 2.67 3.08 3.31 2.54 7.93 7.46 6.08 Campuran 1.37 2.13 1.70 2.87 2.83 2.14 6.30 6.07 5.66 Asing 1.17 1.94 1.71 2.67 1.80 1.17 3.76 4.52 4.52 Industri 2.23 2.41 2.12 2.92 2.44 1.91 6.64 6.41 5.59 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Perkembangan Suku Bunga Perbankan Rata-rata suku bunga kredit rupiah perbankan cenderung menurun
sejak tahun 2005 hingga tercatat sebesar 12,06% per Desember 2012 (lihat Grafik 2). Secara umum, suku bunga tertinggi adalah suku bunga Kredit Konsumsi (KK), diikuti Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Penurunan suku bunga kredit tersebut seiring dengan turunnya rata-rata suku bunga deposito rupiah 1 bulan menjadi 5,59% pada Desember 2012. Penurunan suku bunga kredit antara lain disebabkan persaingan yang semakin ketat, biaya dana yang turun, serta didorong juga oleh tingkat efisiensi bank yang membaik.
27
Grafik 2. Rata-Rata Suku Bunga Kredit dan DPK Rupiah Perbankan (%)
28
IV.
ANALISIS TINGKAT KOMPETISI DAN EFISIENSI PERBANKAN
Dalam rangka mengidentifkasi tingkat persaingan dan efisiensi perbankan, serta hubungan di antara keduanya, dilakukan analisis kuantitatif menggunakan beberapa metode sebagaimana ditunjukkan dalam Bagan 1 berikut ini.
Bagan 1. Metode Identifikasi Tingkat Persaingan dan Efisiensi Perbankan Terdapat dua pendekatan yang dipergunakan untuk analisis tingkat kompetisi,
yaitu
pendekatan
struktural
dan
nonstruktural.
Pada
pendekatan struktural akan dipergunakan metode Herfindahl-Hirschman Index (HHI) untuk menganalisis tingkat konsentrasi bisnis bank dengan menggunakan
pangsa
dari
tiap-tiap
bank.
Tingginya
HHI
index
mengindikasi kompetisi yang rendah. Pada pendekatan nonstruktrural akan dipergunakan dua metode, yaitu Panzar – Rosse dan Indikator Boone.
Panzar – Rosse dipergunakan untuk menganalisis struktur
persaingan perbankan menggunakan pendekatan intermediasi. Dalam hal ini perubahan input prices bank (labor, physical capital, dan interest expenses) akan berpengaruh terhadap (interest) revenue bank. Pasar bersifat monopoli (memiliki kompetisi yang rendah) saat indeks Panzar29
Rosse bernilai 0 (nol). Indikator Boone dipergunakan untuk menghitung indeks persaingan yang merupakan hasil estimasi hubungan antara relative market shares (MS) dan relative marginal cost (MC). Market share menunjukkan kompetisi dan marginal cost merupakan proksi dari efisiensi. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya marginal cost menyebabkan kompetisi meningkat. Dalam rangka menganalisis efisiensi akan digunakan dua metode, yaitu Stochastic Frontier Analysis dan Data Envelopment Analysis. Stochastic Frontier Analysis (SFA) dipergunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi bank yang didapat melalui intercept persamaan hubungan antara faktor biaya, profit atau produksi terhadap input, output, dan faktor lingkungan. Tingginya intercept menunjukkan kondisi yang tidak lebih efisien jika dibanding dengan intercept yang lebih rendah. Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan pendekatan non-parametric untuk mencari frontier efisiensi berdasarkan kombinasi input-output yang optimum. Penelitian ini melibatkan data seluruh bank di Indonesia (120 bank) dari tahun 2000 hingga 2012. 4.1
Analisis Tingkat Kompetisi Herfindahl – Hirschman Index (HHI) dan Concentration Ratio (CR) Indeks
HHI
dan
CR
merupakan
pendekatan
struktural
yang
dipergunakan untuk analisis tingkat konsentrasi. Kemampuan rasio konsentrasi dalam mencerminkan kondisi struktural pasar menjadikan rasio konsentrasi sebagai alat statistik yang sering digunakan dalam model struktural untuk menjelaskan kompetisi bank (Bikker dan Haaf, 2000). Adapun formula yang dipergunakan untuk menghitung indeks HHI adalah sebagai berikut. 𝑛
𝐻𝐻𝐼 = ∑ 𝑠𝑖2 𝑖=1
Keterangan: s = pangsa dari individu bank n = jumlah bank 30
Indeks
HHI
perbankan
yang yang
meningkat
meningkat.
menunjukkan Kecenderungan
tingkat
konsentrasi
peningkatan
tingkat
konsentrasi perbankan menunjukkan market power yang meningkat. Akibatnya, bank dapat bersifat monopoli yang secara teori ditunjukkan oleh kemampuan bank untuk menetapkan harga yang lebih tinggi daripada marginal cost. Ketika terdapat satu atau beberapa bank yang melakukan praktik monopoli, akibatnya kompetisi menjadi menurun. Pasar dikuasi oleh bank yang memiliki market power tinggi. HHI ↑ → 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ↑ → 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 ↑→ (𝑝 > 𝑚𝑐) → 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 ↓ Hasil perhitungan indeks HHI dari seluruh bank di Indonesia untuk total aset, total kredit, dan total DPK ditunjukkan oleh Grafik 3 berikut ini.
Grafik 3. Indeks HHI untuk Total Aset, Kredit, dan DPK Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa indeks HHI cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2000 hingga 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pasar perbankan tidak hanya dikuasai oleh beberapa bank terbesar. Berdasarkan threshold indeks HHI yang dikeluarkan oleh US Horizontal Merger Guidelines 2010, hasil perhitungan indeks HHI berada pada level unconcentrated. Pada akhirnya, tingkat konsentrasi yang menurun mengindikasi tingkat kompetisi antarbank yang meningkat. Secara lebih lengkap hal itu dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.
31
Tabel 19. Threshold HHI dan Market Type Threshold HHI berdasarkan US Horizontal Merger Guidelines 2010 Market type
Threshold HHI
Unconcentrated
< 1500
Moderately concentrated
1500 < HHI < 2500
Highly concentrated
> 2500
Selain itu, juga dilakukan penghitungan rasio konsentrasi (concentration ratio) beberapa bank terbesar, yaitu 4 bank terbesar (CR – 4), 10 bank terbesar (CR – 10), dan 14 bank terbesar (CR – 14). Adapun formula dari rasio konsentrasi terhadap k bank terbesar adalah sebagai berikut. 𝑘
𝐶𝑅𝑘 = ∑ 𝑠𝑖 𝑖=1
Keterangan: s = pangsa dari individu bank k = jumlah bank terbesar Hasil perhitungan rasio konsentrasi untuk total aset, kredit, dan DPK berturut-turut ditunjukan dalam Grafik 4, 5, dan 6 berikut.
Grafik 4. Concentration Ratio Total Aset untuk CR4, CR10, dan CR14
Grafik 5. Concentration Ratio Total Kredit untuk CR4, CR10, dan CR14
32
Grafik 6. Concentration Ratio Total DPK untuk CR4, CR10, dan CR1 Ketiga indeks CRk menunjukkan kecenderungan penurunan tingkat konsentrasi usaha bank besar pada total aset, kredit, dan DPK. Hal ini mengindikasi
bahwa
kelompok
bank
kecil
mampu
meningkatnya
pangsanya terhadap total aset, kredit, dan DPK. Sejalan dengan penjelasan untuk HHI, menurunnya tingkat konsentrasi menunjukkan kompetisi antarbank yang meningkat.
Model Panzar–Rosse Metode
ini
menggunakan
mengindentifikasi menggunakan
struktur
pendekatan
pendekatan persaingan
intermediasi,
nonstruktrural bank
umum.
Panzar-Rosse
untuk Dengan
menyatakan
bahwa perubahan input prices bank (labor, physical capital, dan interest expenses) akan berpengaruh terhadap (interest) revenue bank. Model ini diestimasi menggunakan panel fixed – effect dengan formula sebagai berikut. 3
𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑟𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 𝑙𝑛 ( ) = 𝛼 + ∑ 𝛽𝑖 . 𝑙𝑛𝑤𝑖 + ∑ 𝑙𝑛𝐶𝐹𝑗 + 𝜀 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑖=1
𝑗
Dalam hal ini, indeks Panzar–Rosse merupakan penjumlahan dari koefisien input price. 3
𝑃𝑎𝑛𝑧𝑎𝑟 − 𝑅𝑜𝑠𝑠𝑒 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 = ∑ 𝛽𝑖 𝑖=1
33
Tabel 20 menjelaskan bahwa variabel yang dipergunakan dalam model, sedangkan Tabel 21 menjelaskan bahwa interpretasi dari indeks Panzar–Rosse berdasarkan threshold-nya. Tabel 20. Daftar Variabel pada Model Panzar - Rosse
Tabel 21. Interpretasi Indeks Panzar–Rosse Threshold Interpretasi Panzar–Rosse Index (H) H≤0 Keseimbangan monopoli: tiap-tiap bank beroperasi secara independen dan maksimalisasi keuntungan di bawah kondisi monopoli atau kartel sempurna 0
Hasil estimasi untuk semua bank umum di Indonesia menghasilkan indeks Panzar Rosse sebesar 0,77. Nilai ini menunjukkan bahwa struktur persaingan bank umum di Indonesia cukup tinggi, tetapi belum mencapai persaingan sempurna. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya mengenai tingkat persaingan perbankan di Indonesia yang dilakukan oleh Claessens dan Laeven (2003) serta Mulyaningsih dan Daly (2011).
34
Selanjutnya, model diestimasi per kelompok bank berdasarkan kepemilikan, yaitu Persero, devisa, nondevisa, BPD, campuran, dan asing. Indeks yang dihasilkan bersifat relatif terhadap semua bank yang berada di dalam kelompok bank yang sama.
Grafik 7. Indeks Panzar–Rosse per Kepemilikan Bank Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat persaingan terendah terjadi pada kelompok BPD, diikuti oleh bank campuran, asing, swasta nondevisa, dan tertinggi pada Persero dan swasta devisa. Kelompok BPD memiliki tingkat persaingan terendah karena wilayah operasi suatu BPD relatif terpisah/berbeda dengan BPD lainnya.
Indikator Boone Metode
ini
merupakan
pendekatan
nonstruktrural
yang
menghasilkan indeks persaingan perbankan. Boone (2008), Schaeck dan Cihak (2010), Leuvensteijin et al (2011) menyatakan bahwa indikator Boone merupakan hasil estimasi hubungan antara relative market shares (MS) dan relative marginal costs (MC). MC merupakan proksi tingkat efisiensi bank. Adapun model indikator Boone adalah sebagai berikut. 𝑙𝑛𝑀𝑆𝑖𝑡 = 𝛼𝑡 + 𝛽𝑡 . 𝑙𝑛𝑀𝐶𝑖𝑡 + 𝑣𝑡 , dengan 𝛽𝑡 = 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝐵𝑜𝑜𝑛𝑒 Ekspektasi nilai untuk βt adalah negatif yang mengindikasikan bahwa semakin rendah marginal cost yang harus dikeluarkan oleh suatu bank relatif terhadap bank lain yang menjadi kompetitornya maka akan semakin tinggi market share bank tersebut. Hal ini juga dapat diartikan 35
bahwa semakin besar nilai negatif indikator Boone maka pasar semakin kompetitif. Nilai marginal cost yang digunakan dalam model diperoleh melalui translog cost function (Leuvensteijn, et al, 2007). Total Cost (TC) merupakan fungsi dari beberapa variabel sebagai berikut. 𝑙𝑛𝑇𝐶𝑖𝑡 = 𝑓(𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠, 𝑠𝑒𝑐𝑢𝑟𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟 𝑒𝑥𝑝. , 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑜𝑛𝑛𝑒𝑙 𝑒𝑥𝑝. , 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑒𝑥𝑝. , 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦) + 𝜀𝑖𝑡 Marginal cost (MC) merupakan turunan pertama dari TC terhadap loans berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh dari persamaan TCF sebagai berikut. 𝑀𝐶𝑖𝑡 =
𝜕𝑇𝐶𝑖𝑡 𝑇𝐶𝑖𝑡 𝜕𝑙𝑛𝑇𝐶𝑖𝑡 =( ) 𝜕𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡 𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡 𝜕𝑙𝑛𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡
Tabel berikut menampilkan daftar variabel yang dipergunakan dalam persamaan total cost. Tabel 22. Variabel dalam Persamaan Total Cost (TC) Variabel
Definisi
Sumber
TC (Total Cost) Loans Securities
rasio total pembiayaan terhadap total aset rasio kredit terhadap total aset rasio surat berharga yang dimiliki ditambah penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain terhadap total aset Other Expenses rasio beban lainnya terhadap total aset Personnel Expenses rasio beban personalia terhadap total aset Interest Expenses rasio beban bunga terhadap total aset rasio equity terhadap total aset Equity
Laporan laba rugi & Neraca Laporan laba rugi & Neraca Neraca
Laporan laba rugi & Neraca Laporan laba rugi & Neraca Laporan laba rugi & Neraca Neraca
Model diestimasi menggunakan metode General Method of Moments (GMM).
Hasil
estimasi
menunjukkan
nilai
indikator
Boone
yang
cenderung semakin negatif dari tahun ke tahun. Semakin negatifnya nilai indikator Boone menunjukkan tingkat kompetisi perbankan yang semakin
meningkat.
Berikut
ini
merupakan
perkembangan
nilai
indikator Boone bank umum di Indonesia periode 2001--2012.
36
Grafik 8. Indeks Tingkat Persaingan Pasar Bank Umum 2001–2012 Kompetisi
yang
semakin
meningkat
mengindikasikan
bahwa
kelompok bank di luar bank besar telah mampu bersaing dan meningkatkan kinerjanya sehingga mampu bersaing dengan bank besar. Hal ini sejalan dengan hasil CR4, CR10, dan CR14 yang cenderung menurun. Sebagai tambahan untuk analisis, dilakukan perhitungan korelasi antara indeks HHI dan indikator Boone. Hasil perhitungan menunjukkan korelasi yang cukup tinggi antara keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat kompetisi menyebabkan pasar semakin tidak terkonsentrasi. Tabel 23. Korelasi antara Indeks HHI dan Indikator Boone HHI_Aset HHI_Kredit HHI_DPK 4.2
Boone Indikator 0.776 0.523 0.741
Analisis Tingkat Efisiensi Stochastic Frontier Analysis (SFA) SFA menggambarkan hubungan antara faktor biaya, profit, atau
produksi terhadap inputs, outputs, dan faktor lingkungan (environment factors) serta memberi peluang masuknya random error dalam spesifikasi tersebut. Estimasi inefisiensi diperoleh dari conditional mean atau mode dari distribusi error term yang dispesifikasikan untuk inefisiensi, relatif
37
terhadap observasi dari error term secara keseluruhan (Berger dan Humprey,1997). Adapun model yang dipergunakan adalah sebagai berikut. 𝑙𝑛(𝑇𝐶/𝑇𝐴) = 𝑓(𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑣𝑎𝑟𝑠, 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑣𝑎𝑟𝑠, 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑣𝑎𝑟) + 𝜀 dan 𝜀 = 𝑢 + 𝑣 Keterangan: TC/TA
= Total operational cost/ Total aset
u
= Tingkat inefisiensi bank (semakin kecil nilai u semakin efisien bank tersebut)
v
= Random error Pada model SFA, intercept dari model merupakan proksi dari
inefisiensi sehingga nilai intercept yang tinggi menunjukkan kondisi yang lebih tidak efisien jika dibandingkan dengan intercept yang rendah. Tabel berikut menampilkan variabel yang dipergunakan pada model SFA. Tabel 24. Variabel dalam Model SFA Input Price rasio biaya tenaga kerja/TA rasio beban bunga/DPK rasio biaya overhead (tidak termasuk biaya tenaga kerja)/TA
Output rasio kredit/TA rasio investasi/TA
Risk Control rasio NPL/kredit
Estimasi dilakukan dengan menggunakan panel fixed effect model. Pada model ini, Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) tidak dimasukkan dalam
perhitungan
karena
karakteristiknya
yang
berbeda
jika
dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, terutama dari sisi sumber dan penggunaan dana. Selanjutnya dilakukan pengindeksan ulang terhadap hasil untuk mendapatkan tingkat efisiensi. Sebagai catatan, indeks efisiensi yang dihasilkan bersifat relatif terhadap bank yang memiliki efisiensi tertinggi.
38
Grafik 9. Perkembangan Tingkat Efisiensi Perbankan Grafik 9 menunjukkan tingkat efisiensi sebagai hasil estimasi model. Terdapat peningkatan efisiensi selama 13 tahun terakhir. Secara relatif, skor efisiensi tertinggi dicapai pada tahun 2012 dan terendah tahun 2002. Selanjutnya, perhitungan tingkat efisiensi disesuaikan berdasarkan status kepemilikan bank. Grafik 10 menunjukkan perkembangan tingkat efisiensi perbankan berdasarkan status kepemilikannya.
Grafik 10. Tingkat Efisiensi Berdasarkan Status Kepemilikan Bank Berdasarkan status kepemilikan, kelompok bank yang memiliki efisiensi tertinggi adalah kelompok bank campuran, selanjutnya BPD dan Persero, sedangkan bank yang memiliki tingkat efisiensi terendah 39
adalah bank swasta devisa dan nondevisa. Salah satu alasan tingginya tingkat efisiensi kelompok bank campuran karena pangsa biaya overhead dan beban bunga terhadap beban operasional yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, kecuali kelompok bank asing.
Data Envelopment Analysis (DEA) Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan pendekatan non-
parametric. Pada metode ini, DEA mencoba mencari frontier efisiensi berdasarkan kombinasi input-output yang optimum. Hasil DEA akan memberikan skor efisiensi untuk setiap bank yang nilainya di antara 0
Bagan 2. Faktor Input dan Output pada Data Envelopment Analysis (DEA) Sejalan dengan hasil SFA, hasil DEA juga menunjukkan bahwa tingkat efisiensi perbankan cenderung meningkat meskipun terdapat perbedaan pada kisaran efisiensi setiap tahunnya.
Grafik 11. Tingkat Efisiensi Perbankan 40
4.3
Analisis Hubungan antara Kompetisi dan Efisiensi Selanjutnya, untuk mengetahui apakah hubungan antara kompetisi
dan efisiensi di perbankan Indonesia mengikuti teori Competition-Efficiency Hypothesis atau Competition-Inefficiency Hypothesis, dilakukan Granger Causality test antara tingkat kompetisi (menggunakan indikator Boone) dan tingkat efisiensi (menggunakan DEA). Tabel 25. Hasil Granger Causality Test Tingkat Kompetisi dengan Tingkat Efisiensi Dependent Efficiency Score 0.535*** (6.29) Boone Indicator (t-1) -19.816*** (-4.79) ***p<0.01, **p<0.05, *p<0.1
Independent Eficiency Score (t-1)
Hasil estimasi adalah koefisien negatif dan signifikan pada indikator Boone.
Dalam hal ini,
koefisien yang negatif mengindikasi tingkat
persaingan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa “competition-efficiency hypothesis” juga berlaku pada perbankan Indonesia, yaitu semakin meningkatnya tingkat persaingan bank akan mendorong bank untuk semakin bertindak lebih efisien. 4.4
Kebijakan Bank Indonesia Dalam rangka mendorong tingkat persaingan yang sehat dan tingkat
efisiensi perbankan yang lebih baik, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya baik melalui ketentuan maupun supervisory approach. Beberapa hal yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1.
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan publikasi informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada bulan Maret 2011 (termasuk pengaturan tambahan segmen mikro pada bulan Februari 2013).
2.
Bank wajib memasukkan target efisiensi (rasio BOPO dan NIM), SBDK dan suku bunga kredit di dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) sehingga dapat diketahui perkembangan efisiensi bank ke depan serta upaya-
41
upaya yang akan dilakukan oleh bank. Selanjutnya, RBB tersebut dimonitor dan dievaluasi pencapaiannya oleh Bank Indonesia. 3.
Bank
Indonesia
melakukan
pemantauan
secara
rutin
terhadap
perkembangan rasio efisiensi dan suku bunga perbankan (kredit dan simpanan) yang dilaporkan oleh bank untuk selanjutnya dilakukan supervisory action jika diperlukan. 4.
Bank Indonesia mendorong linkage program antara bank umum dan BPR, terutama dalam penyaluran kredit UMKM, sehingga BPR bisa mendapatkan tambahan dana untuk disalurkan kepada UMKM. Dengan demikian, diharapkan suku bunga kredit UMKM dapat semakin menurun karena pemain dan volume kredit UMKM semakin meningkat.
5.
Di dalam penilaian tingkat kesehatan bank, efisiensi merupakan salah satu aspek yang dinilai dan dievaluasi.
6.
Bank Indonesia melakukan pengaturan kembali kepemilikan tunggal di perbankan
Indonesia
yang
bertujuan
untuk
mencapai
struktur
perbankan yang sehat dan kuat dalam rangka peningkatan ketahanan dan
daya
saing
perbankan
untuk
mengantisipasi
dinamika
perekonomian regional dan global. 7.
Bank Indonesia mendorong bank untuk menelaah (review) corporate plan dan meningkatkan risk management dalam kegiatan operasional sehingga diperoleh struktur pendapatan dan biaya yang optimal sesuai dengan kapabilitas inti.
8.
Bank Indonesia mendorong bank untuk meningkatkan fee based income sesuai dengan basis teknologi informasi.
9.
Bank Indonesia mendorong bank untuk meningkatkan value chain business pada segmentasi bisnis yang tepat.
10. Bank Indonesia mendorong bank untuk melakukan merger/konsolidasi untuk meningkatkan economies of scale. 11. Bank Indonesia melakukan kajian praktik pemberian hadiah oleh bank terhadap nasabah penyimpan dana. 12. Melakukan edukasi kepada masyarakat (penabung) untuk lebih selektif dalam memilih bank, tidak hanya melihat tingginya suku bunga 42
simpanan dan hadiah yang diberikan. Selain itu, juga melakukan edukasi kepada masyarakat (nasabah/debitur) agar lebih selektif dan rasional dalam memilih fasilitas kredit dari bank. 13. Di dalam ketentuan Multilicense terdapat hal-hal sebagai berikut. a. Salah satu faktor yang dinilai/dievaluasi oleh Bank Indonesia di dalam melakukan evaluasi RBB terkait dengan pembukaan jaringan kantor bank adalah aspek efisiensi sehingga dapat mendorong bank untuk senantiasa meningkatkan efisiensinya. b. Bank berdasarkan kelompoknya (BUKU) wajib menyalurkan kredit produktif dengan kisaran 55--70% dari total kreditnya yang wajib dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2016. Dengan demikian, supply
kredit
produktif
akan
bertambah
sehingga
dapat
meningkatkan persaingan yang pada akhirnya dapat menekan suku bunga kredit. c. Kewajiban
penyaluran
kredit
produktif
tersebut
termasuk
di
dalamnya kewajiban bank untuk menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20% dari total kredit bank yang pemenuhannya secara bertahap s.d. tahun 2018. Semakin banyaknya pemain dan meningkatnya volume kredit UMKM akan menyebabkan persaingan semakin ketat sehingga diharapkan dapat mendorong penurunan suku bunga kredit UMKM. d. Bank yang beroperasi sesuai dengan kapasitasnya diharapkan dapat memiliki ketahanan yang lebih baik karena risiko-risiko yang dihadapi dapat diserap dengan baik oleh modal yang dimiliki. Selain itu, bank menjadi lebih efisien karena kegiatannya terfokus pada produk dan aktivitas yang menjadi keunggulannya. e. Ketentuan Multilicense mengarahkan bank untuk beroperasi pada skala ekonomisnya. Dengan beroperasi pada skala ekonomis, bank akan dapat mencapai tingkat efisiensi yang baik karena perolehan keuntungan akan lebih ditentukan oleh volume aktiva produktifnya dan
tidak
lagi
fokus
pada
“pricing”
atau
suku
bunga
kredit/pembiayaan yang disalurkan bank.
43
V. 5.1
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Simpulan Tingkat
persaingan
perbankan
yang
diidentifikasi
dengan
menggunakan pendekatan struktural, yaitu Herfindahl Hirschman Index (HHI) dan Concentration Ratio (CR) menunjukkan bahwa tingkat persaingan perbankan
Indonesia
cenderung
mengalami
peningkatan
dan
pasar
perbankan tidak hanya dikuasai oleh beberapa bank besar. Selain itu, identifikasi dengan menggunakan pendekatan nonstruktural menunjukkan bahwa struktur persaingan bank umum di Indonesia cukup tinggi, tetapi belum mencapai persaingan sempurna. Hal ini ditandai dengan nilai Index Panzar Rosse untuk semua bank umum sebesar 0,77. Sejalan dengan analisis Index Panzar Rosse, analisis indikator Boone juga menunjukkan bahwa selama periode 2001--2012 tingkat kompetisi perbankan Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Dilihat dari aspek efisiensi, tingkat efisiensi perbankan mengalami peningkatan berdasarkan tren rasio BOPO dan juga pendekatan kuantitatif (SFA dan DEA). Jika dibandingkan dengan negara lain, tingkat efisiensi perbankan Indonesia relatif berimbang. Selain itu, rasio CIR dapat juga digunakan
untuk
melihat
tingkat
efisiensi
perbankan
karena
mencerminkan operasionalisasi suatu bank tanpa memasukkan beban bunga. Analisis hubungan antara kompetisi dan efisiensi pada perbankan Indonesia
dilakukan
dengan
mengikuti
teori
Competition-Efficiency
Hypothesis atau Competition-Inefficiency Hypothesis dan menggunakan metode Granger Causality test antara tingkat kompetisi (menggunakan indikator Boone) dan tingkat efisiensi (menggunakan DEA). Hasil Granger Causality Test menunjukkan bahwa “competition-efficiency hypothesis” juga berlaku
pada
perbankan
kompetisi/persaingannya
Indonesia
akan
yang
mendorong
peningkatan
bank
untuk
pada semakin
berusaha/beroperasi lebih efisien.
44
Kondisi perbankan nasional yang pada umumnya masih dalam tahap pengembangan memerlukan biaya untuk ekspansi bisnis dalam rangka mencapai skala usaha yang ekonomis sehingga menyebabkan relatif tingginya beban operasional bank. Sumber dana utama bank umumnya adalah DPK, kecuali kelompok bank asing yang mempunyai sumber dana lain yang cukup signifikan. Struktur dana perbankan telah menunjukkan perbaikan, yaitu pangsa dana murah (giro dan tabungan) secara bertahap menjadi lebih tinggi daripada dana mahal (deposito) sehingga dapat mengurangi biaya DPK bank. Kredit merupakan outlet penempatan dana terbesar perbankan, diikuti
penempatan
dana
di
BI
dan
surat
berharga.
Kondisi
ini
menunjukkan bahwa bank sangat mengandalkan pendapatan dari kredit. Dari sisi pendapatan operasional, pendapatan bunga merupakan sumber terbesar walaupun pada tahun 2012 pendapatan bunga pertumbuhannya melambat. Sementara itu, pangsa fee based income masih relatif terbatas, kecuali pada kelompok bank asing yang tercatat lebih tinggi daripada kelompok bank lainnya. Sumber
pendapatan
bunga
terbesar
perbankan
berasal
dari
penyaluran kredit, dengan tren yang cenderung meningkat walaupun pertumbuhannya melambat pada tahun 2012. Sumber pendapatan bunga lainnya yang cukup besar adalah dari surat berharga dan penempatan di BI. Beban bunga dan biaya tenaga kerja (BTK) adalah penyumbang terbesar terhadap beban operasional bank, kecuali pada kelompok bank asing. Adapun sumbangan biaya promosi relatif rendah jika dibandingkan dengan komponen biaya lainnya. Komponen beban bunga yang terbesar adalah biaya DPK sejalan dengan kondisi bahwa DPK merupakan sumber dana terbesar perbankan. Secara umum, biaya overhead (OHC) terdiri atas 11 komponen biaya. Pangsa OHC terhadap beban operasional
bank cukup signifikan selama
tiga tahun terakhir. Namun, pada tahun 2012 pertumbuhan OHC melambat jika dibandingkan dengan 2011 yang mengindikasikan tingkat efisiensi bank membaik. Kontribusi/produktivitas tenaga kerja terhadap 45
kinerja industri perbankan pada tahun 2012 lebih rendah daripada 2011. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja tersebut perlu ditingkatkan terutama agar dapat memberikan kontribusi positif bagi kinerja bank, mengingat biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar terhadap beban operasional dan biaya overhead bank. Pertumbuhan laba setelah pajak industri perbankan pada tahun 2012 lebih lambat daripada tahun 2011. Sementara itu laba operasional tumbuh cukup signifikan terutama terkait dengan volume kredit yang meningkat
(walaupun
suku
bunga
kredit
cenderung
turun),
selain
membaiknya efisiensi perbankan. Mengacu pada konsep SBDK, komponen terbesar pembentuk suku bunga kredit perbankan adalah Harga Pokok Dana untuk Kredit (terutama biaya DPK), diikuti biaya overhead (terutama biaya tenaga kerja), margin keuntungan, dan premi risiko. Sejak tahun 2005, rata-rata suku bunga kredit perbankan menunjukkan tren menurun. 5.2
Rekomendasi Beberapa rekomendasi terkait dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1. Tingkat efisiensi perbankan perlu dievaluasi dan dimonitor secara terus menerus perkembangannya, baik terkait dengan pemenuhan terhadap ketentuan maupun yang bersifat supervisory approach. 2. Pertemuan dan diskusi antara bank dengan pengawas tetap dilakukan secara rutin untuk mengetahui bagaimana tingkat persaingan di pasar dan perkembangan efesiensi bank sehingga ke depan dapat diambil kebijakan yang tepat. 3. Dari sisi sumber dana, perbankan perlu melakukan diversifikasi, yakni tidak terlalu mengandalkan DPK karena ketika persaingan semakin ketat dapat meningkatkan biaya dana bank (suku bunga tinggi dan/atau pemberian hadiah dan sejenisnya). 4. Bank perlu melakukan diversifikasi sumber pendapatannya, tidak hanya mengandalkan kredit karena kredit sangat rentan terhadap kondisi perekonomian dan persaingan yang semakin ketat. Sumber pendapatan 46
yang perlu ditingkatkan secara bertahap adalah fee based walaupun tetap perlu diperhatikan agar bank tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. 5. Produktivitas tenaga kerja perlu ditingkatkan agar dapat menunjang kinerja positif bank. 6. Peningkatan penggunakan electronic banking dan/atau outlet transaksi lainnya
(seperti
ATM
dan
transaksi
nontunai)
didorong
untuk
mengurangi biaya tenaga kerja. 7. Sesuai dengan salah satu tujuan dari ketentuan multilicense, bank perlu fokus pada produk dan aktivitas yang menjadi keunggulan bank.
47
REFERENSI Banker, R.D., A.W. Charnes, dan W.W. Cooper. 1984. “Some Models for Estimating Technical and Scale Inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, 30(9) 1078--1092. Berger, A.N., Lawrence G. Goldberg, dan Lawrence J. White. 2001. “The Effects of Dynamic Changes in Bank Competition on the Supply of Small Business Credit”, European Finance Review 5, 115--139. Bikker, J.A., dan K. Haaf. 2002. “Measure of Competition and Concentration in the Banking Industry: A Review of the Literature”, Economic & Financial Modelling 9, 53--98. Boot, A.W., dan A. Schmeijts. 2005. “ The Competitive Challenge in Banking”, Amsterdam Center for Law & Economics Working Paper No. 2005-08. Casu, B., dan C. Girardone. 2007. “Does Competition Lead to Efficiency? The Case of EU Commercial Banks”, Essex University, Discussion Paper No. 07-01. Casu, B., dan C. Girardone. 2006. “Bank Competition, Concentration and Efficiency in the Single European Market”, The Manchester School, 7(4), 441--468. Charnes, A., W.W. Cooper, dan Rhodes, E. 1978. “Measuring the Efficiency of Decision Making Units”, European Journal of Operational Research, 2, 429--444. Demsetz, H. 1973. “Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy”, Journal of Law and Economics, Vol. 51, pp.393--414. Enoch, C., B. Baldwin, O. Frécaut, dan A. Kovanen. 2001. “Indonesia: Anatomy of a Banking Crisis Two Years of Living Dangerously 199799”, IMF Working Paper 01/52. Washington: International Monetary Fund. Fiorentino, E., A. Karmann, dan M. Koetter. 2006. “ The Cost Efficiency of German Banks: A Comparison of SFA and DEA”, Discussion Paper, Series 2: Banking and Financial Studies 10, Germany: Deutsche Bundesbank. 48
Hadad, M.D., W. Santoso, E. Mardanugraha, D. Illyas. 2003. “Pendekatan Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan di Indonesia”. Maudos, J., J.M. Pastor, dan F. Perez. 2002. “Competition and Efficiency in the Spanish Banking Sector: The Importance of Specialisation”, Applied Financial Economics 12, 505--516. Morduch, J. 1999. “The Microfinance Promise”, Journal of Economic Literature, 37, 1569--1614. Mulyaningsih, T., dan A. Daly. 2011. “Competitive Conditions in Banking Industry: An Empirical Analysis of the Consolidation, Competition and Concentration in the Indonesia Banking Industry Between 2001 and 2009”, Bulletin of Monetary Economics and Banking, Vol. 14 .Jakarta: Bank Indonesia. Panzar, J.C., dan J.N. Rosse. 1987. “Testing for ‘Monopoly’ Equilibrium’, Journal of Industrial Economics 35, 443--456. Robinson, M., 2001, “The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for The Poor”, World Bank, Washington D.C. Schaeck, K., dan M. Čihák. 2008. “How Does Competition Affect Efficiency and Soundness in Banking? New Empirical Evidence”, ECB Working Paper No. 932. Frankfrurt: European Central Bank. Schäfer, D., B. Siliverstovs, E. Terberger. 2010. “Banking Competition, Good or Bad? The Case of Promoting Micro and Small Enterprise Finance in Kazakhstan”, Applied Economics, Taylor and Francis Journals, vol. 42(6), 701--716.
49