ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERBANKAN SYARIAH INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Rezki Syahri Rakhmadi NIM: 106081002345
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
Hemmy Fauzan, SE, MM
NIP. 19690203 200112 1 003
NIP. 19760822 200701 1 014
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H/2010M
i
Hari ini Kamis Tanggal 27 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rezki Syahri Rakhmadi NIM: 106081002345 dengan judul Skripsi "ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ", maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Mei 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Murdiyah Hayati S.Kom, MM Sekretaris
Arief Mufraini, Lc., MSi Ketua
Dr.Yahya Hamja Penguji Ahli
ii
Hari ini Selasa Tanggal 21 Bulan Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rezki Syahri Rakhmadi: 106081002345 dengan judul Skripsi "ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERBANKAN SYARIAH INDONESIA, naka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.Dr.Ahmad Rodoni Ketua
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli I
Hemmy Fauzan, SE, MM Sekretaris
Herni Ali HT, SE, MM Penguji Ahli II
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I
II
IDENTITAS PRIBADI 1 Nama 2 Tempat & Tgl. Lahir 3
Tinggal di
4 5
Alamat Telepon
PENDIDIKAN 1 SD 2 SMP 3 SMA
III PENGALAMAN ORGANISASI 1 Palang Merah Remaja 2 Tapak Suci 3 CHIP Online Community 4 Gitalovers Community
IV 1 2 3
LATAR BELAKANG KELUARGA Ayah Nama Tempat & Tgl. Lahir
1 2
Alamat Ibu Nama Tempat & Tgl. Lahir
3
Alamat
: Rezki Syahri Rakhmadi : Jakarta 30 April 1988 Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan : Depok 16517 Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan : Depok 16517 : (021)743 4270 , (081) 311 288 123
: Muhammadiyah 12 Pamulang : Muhammadiyah 22 Pamulang : Al-Azhar BSD
Member Member : Moderator : Moderator / Seksi Dokumentasi Jakarta
Drs.Pranajaya M.Hum Jakarta,11-04-1955 Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517 Retno Hastuti,S.Sos Boyolali,04-04-1968 Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517
iv
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the efficiency of Islamic Banking in Indonesia, using total 17 Islamic Bank data (consist of 5 BUS (Bank Umum Syariah) and the rest 12 UUS (Unit Usaha Syariah)) from 2007 up to 2009. Data Envelopment Analysis is used in this research, and furthermore this research is enriched by Malmquist Index method to measure banks productivity, thus continued with Spearman Correlation is not only used to analyze the relation between input and output, but also to analyze the relation between asset and efficiency. The results therefore indicate that islamic banking in Indonesia is inefficient by priority cause of SCALE DEA (Constant Return to Scale DEA/Variable Return to Scale DEA), but further result of the research also indicate that productivity islamic banking in Indonesia is increasing, which is more caused by technological factor. Meanwhile the result of Spearman Correlation method shows that correlation between asset and efficiency do occurred, but negatively, which mean an increasement in asset will cause decreasement in efficiency, while the result for input-output correlation shows a positive correlation between them, which means for a every increasement of input variable, will also cause increasement of output variable, then the correlation result of asset and productivity indicated that it has positive correlation in the first Index Malmquist periode (2008), but it then turned into negative for the next periode (2009)
Keyword: DEA (Efficiency), Malmquist Index (Productivity), Indonesia Islamic Banking.
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa efisiensi perbankan syariah di Indonesia periode 2007-2009, dengan menggunakan data 17 bank syariah (5 Bank Umum Syariah (BUS), dan 12 Unit Usaha Syariah (UUS)). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah DEA (Data Envelopment Analysis), penelitian ini diperlengkap dengan analisis produktivitas menggunakan Malmquist Index, dan selanjutnya dilanjutkan dengan Korelasi Spearman juga digunakan dalam penelitian ini, tidak hanya untuk menganalisis hubungan antara variabel input dengan output, tapi juga untuk mengetahui hubungan antara aset dan efisiensi, kemudian aset dan produktivitas. Dalam penelitian ini ditemukan adanya inefisiensi di dalam sektor perbankan syariah di Indonesia, adapun inefisiensi tersebut diakibatkan oleh faktor Skala DEA (Constant Return to Scale DEA/Variable Return to Scale DEA). Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan produktivitas, dimana peningkatan produktivitas tersebut disebabkan oleh faktor teknologi, selain itu penelitian ini juga menemukan adanya korelasi negatif antara aset dengan efisiensi dimana semakin besar aset maka mengakibatkan berkurangnya efisiensi, dan ditemukan juga korelasi positif terjadi antara variabel input dan variabel output penelitian , yang artinya semakin bertambah input juga akan menyebabkan peningkatan pada output. Sedangkan untuk koreasi aset dengan produktivitas menghasilkan adanya hubungan positif pada Indeks Malmquist (2008) dan sebaliknya pada periode berikutnya (2009).
Kata Kunci: DEA (Efisiensi), Indeks Malmquist (Produktivitas), Perbankan Syariah Indonesia.
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, atas izin-Nya untuk menyelesaikan skripsi mengenai efisiensi perbankan syariah di Indonesia ini, adapun ketertarikan penulis terhadap isu ini adalah karena penulis sendiri sangat tertarik dengan sebuah sudut pandang agama yang berbicara tentang ekonomi, dimana pada dewasa ini perkembangan ekonomi syariah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata atau bahkan dua mata, sebab menurut penulis pribadi selain sebagai solusi bagi umat muslim sendiri guna menjalankan kegiatan muamalah guna mencapai kemapanan ekonomi yang bertujuan untuk ibadah, tidak bisa dipungkiri ekonomi syariah juga menjadi salah satu alternatif suatu sudut pandang pemikiran bahkan aksi ekonomi dari sebuah tatanan ekonomi konvensional yang semakin rapuh, meskipun berawal dari suatu teori simpel bernama derivatif tapi dampaknya bisa kita liat sendiri belum lama ini, dimana terjadi bubble economic di salah satu negara adidaya penganut ekonomi konvensional. Seperti yang kita ketahui Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini memiliki mayoritas penduduk Muslim, dimana sudah seharusnya jangan menjadi hanya pasar melainkan juga pelaku utama ekonomi syariah itu sendiri, oleh karena itu penulis mencoba melakukan analisis efisiensi dengan pendekatan efisiensi utnuk mengukur apakah perbankan syariah di Indonesia sudah efisien dalam menjalankan tugasnya. Akhir kata penulis ingin menutup sembari mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan Bunda tercinta juga adik Nabila tersayang 2. Eyang, Mbah,Tante dan Om sekalian, beserta putra-putrinya spesial buat Hasna "Tatap Mata Saya", Harissa "Maknyuss", Hanif “Ale-ale”, Fadel "Mas Monyet Kecil ", Aryo "Ayaaaaaah", Khansa "Tech" 3. Dosen-dosen kampus UIN tercinta, khususnya Pak Rodoni,dan Pak Hemmy selaku pembimbing, Pak Abdul Hamid, Pak Herni selaku penguji ahli, dan Bu
vii
Titi Dewi selaku penguji proposal. Tx juga kepada tim penguji kompre, Bu Murdiyah, Pak Yahya dan Pak Arif, Dan tidak ketinggalan jajaran staff nya, terutama Mas Heri, Bu Umi, Pak Rahmad, dan spesial buat Bu Siska yang dengan sabarnya bolak balik kesana kemari “single fighter”, ngurus apa aja deh buat mahasiswa :D 4. Sahabat-sahabat kampus pria yang saya sayangi (gak pake maho),Febli, Fandy, Husni, Lutpi, Ari, Anto dan semuanya yang tidak muat disebut dengan tidak mengurangi rasa sayang (gak pake maho). 5. Sahabat-sahabat kampus wanita yang saya cintai (gak pake naksir),Wulan, Ajeng, Arisyi, Hana, Tetangga (Dania), dan gadis-gadis lain yang tidak perlu disebutkan namanya namun tidak mengurangi rasa cinta (gak pake naksir). 6. Sahabat-sahabat LAN party yang saya cintai (boleh lah pake maho dikit), Dimas (Officer), Rere (Blackops 1), Onny (Sniper), Enggo (Machine Gunner) pada Flashpoint (Anggoro masukin g? pada zombie), Faisal (SK-Kardel) pada Dota, juga Hariadi (Katanya mw DOTA kerumah ?) 7. Sahabat-sahabat yang bingung mw saya masukin kemana, Andhika, Nina, Tara ;), Asik disetirin, asik dibikinin komik, asik didebatin =)). 8. Sahabat-sahabat forum chip.co.id, rekan sejawat Team Moderator, spesial buat SuperModerator Andhee, yang RIG nya jadi pelampiasan maen BattleField 2 klo ane bis balik dari konsul, CODEC'rs terutama Om Ulil yg udah ngasih boncengan turing, tak ketinggalan bung Jeson :)) (Sukses ye sama si "S"), gak ketinggalan CHIP CLASSIFIED, yang membantu biaya wisuda saya ^^,dan juga sis Linda Lovecrot (apa Lovelock ?), buruan kelarin, awas pindah kuliah lagi XD !! 9. Sahabat-sahabat forum Gitalovers.com, ane masih utang ye? Poto2 GitaGutawa, Oops tx to GitGut n famz sampe ketinggalan...lama g ketemu y Git? abang kangen ^^, Mila masih aktip ? Burazz ? Dea si Jamur ?, Hill artis Korea ?, Anggid The Alien ? :)), ayo cowo-cowo GL masih semangat ngejar Gita? :peace. 11. Hardware-hardware tercinta saya, MSI VR420 "Laptop Cinta", Maria Sagyta Elhaym yang sekarang ntah kemana....:D, (Klo disebutin pretelan panjang nih
viii
heuheuheu, tapi tetep combo i7 860 + GTX 295 paling tak bisa dilupakan pertama setelah LG 32” XD ) 12. Gadis-gadis imajiner Faticia (Lancer), Naticia (Heavy Knight), Rintia (Battle Mage), Lilo(Archer), Gitacia (Battle Bard), (Beatrix (Knight), Elly(Cosmic Mage), Maria Treydor (Gun Lady Master),dan yang pasti....Astrid (Axy Viking Lady) XD 13. Buku-buku ilmu pengetahuan, filsafat dan tasawuf, yang menemani saya dikala suntuk dengan rumus-rumus statistik, tapi tetep spesial tx banget buat Kitab Tercinta Kita Semua “Al-Qur’an”, semoga Allah takkan pernah bosan membuat saya menuntut ilmunya ^^. 13. Dan tentu saja kepada semua pihak (baik ghaib maupun nyata, penduduk bumi maupun luar angkasa) yang berkontribusi dalam kehidupan saya, yang bisa saya sebutkan semua disini, tapi tidak akan saya lakukan, karena dijamin nanti gak kelar-kelar kuliah saya, g selese-selese nulisnya.....^^
Pamulang
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Pengesahan Skripsi……………………………………………………
i
Pengesahan Uji Komprehensif………………………………………...
ii
Pengesahan Uji Skripsi………………………………………………..
iii
Daftar Riwayat Hidup…………………………………………………
iv
Abstract………………………………………………………………..
v
Abstrak…………………………………………………………………
vi
Daftar Isi……………………………………………………………….
x
Daftar Tabel……………………………………………………………
xii
Daftar Gambar…………………………………………………………
xiii
Daftar Lampiran……………………………………………………….
xiv
Bab. I Pendahuluan…………………………………………………….
1
A. Latar Belakang Penelitian …………………………………….
4
B. Perumusan Masalah…………………………………………...
9
C. Tujuan dan Manfaat……………………………………………
9
Bab. II Tinjauan Pustaka…………………………………………… ......
11
A. Pengertian dan Fungsi bank…………………………………....
11
B. Bank Syariah…………………………………………………...
16
C. Efisiensi dan Produktivitas……………………………………..
29
D. Data Envelopment Analysis……………………………………
32
E. Malmquist Index………………………………………….. …...
44
F. Penelitian Seelumnya……………………………………………
46
G. Kerangka Pemikiran…………………………………………….
50
x
Bab. III Metodologi Penelitian……………………………………………
52
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….
52
B. Metode Penentuan Sampel……………………………………….
54
C. Metode Pengumpulan Data………………………………………
54
D.Metode Analisis………………………………………………….. 54 E. Operasional Variabel…………………………………………….
59
Bab. IV Penemuan dan Pembahasan…………………………………….
60
A. Kondisi Perbankan Syariah Indonesia………………………….
60
B. Uji Normalitas Data…………………………………………….
63
C. Analisis Efisiensi………………………………………………..
64
D. Analisis Produktivitas………………………………………….
70
E. Analisis Korelasi………………………………………………..
73
Bab. V Kesimpulan dan Implikasi……………………………………….
73
A. Kesimpulan……………………………………………………...
73
B. Implikasi…………………………………………………………
75
Daftar Pustaka ……………………………………………………………
76
Lampiran …………………………………………………………………
80
xi
DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Syariah……………………………… 2.2 DEA Satu Input Satu Output…………………………………………………. 3.1 Variable Input Output………………………………………………………… 4.1 Perkembangan DPK 2007-2009………………………………………………. 4.2 Perkembangan Pembiayaan (Financing)……………………………………… 4.3 Perkembangan Aset……………………………………………………………
20 33 59 60 61 62
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR………………………………… 2.2 Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR………………………………. 2.3 Frontier Efisiensi Model CCR…………………………………………………. 2.4 Output Oriented DEA………………………………………………………….. 2.5 Frontier Efisien Model BCC…………………………………………………… 2.6 Hubungan CRS, VRS,dan Scale Efisiensi……………………………………... 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran……………………………………………………. 2.8 Bagan Teknis Penelitian………………………………………………………..
37 38 40 42 42 43 51 51
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Nama Bank………………………………………………………………... 2 Kolmogorov-Smirnov Test………………………………………………………. 3 X dan Y Semua Bank…………………………………………………………….. 4 Hasil DEAP 2.1 DEA……………………………………………………………. 5 Malmquist Index………………………………………………………………….. 6 SPSS 16 Spearman Correlation…………………………………………………... 7. Perbandingan BUS dan UUS……………………………………………………..
80 80 81 82 83 84 85
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Ketika membahas peran agama dalam perekonomian, orang harus membedakan perekonomian sebagai ilmu dari sistem perekonomian. Suatu sistem perekonomian harus dipertimbangkan sebagai pemikiran yang berdasarkan
suatu
ideologi,
sedangkan
ilmu
perekonomian
harus
dipertimbangkan sebagai ilmu yang menangani penciptaan kekayaan. Sistem perekonomian berkaitan dengan manajemen distribusi kekayaan dalam suatu masyarakat yang cenderung menyelesaikan permasalahan-permasalahan perekonomian dari beragam kelompok dengan memungkinkan atau melarang mereka memanfaatkan sarana-sarana produksi dan kepuasan. Oleh sebab itu, sistem ekonomi harus mencakup tiga elemen utama berikut: kepemilikan properti, komoditas, dan kekayaan kemudian pemberian kepemilikan, lalu distribusi kekayaan diantara orang-orangnya. Sistem perekonomian Islami berbeda dengan sistem-sistem lain hanya sebatas kepada kepemilikan dan distribusi sumber-sumber daya di antara faktor-faktor produksi serta beragam kelompok masyarakat, serta adanya peran negara yang jelas untuk memastikan bahwa ketidakadilan tidak terjadi
1
pada setiap individu, pihak atau kelompok manapun (Ayub Muhammad, 2009:17). Perbedaan juga dapat dilihat melalui tujuan ekonomi Islam untuk membawa kepada konsep al-falah (kejayaan) baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan ekonomi sekuler untuk membawa kepuasan dunia saja. Ekonomi Islam meletakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini dimana segala bahan-bahan yang ada di bumi dan dilangit adalah diperuntukan bagi manusia, dimana harta bukanlah tujuan hidup melainkan sekadar wasilah atau perantara untuk mewujudkan perintah Allah (Muhammad Arief Mufraeni dkk., 2007:910). Dalam mencapai tujuan tersebut, ajaran Islam memberikan panduan untuk menegakkan asas keadilan dan menghapus ekploitasi dalam transaksi bisnis, salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah riba. Berdasarkan referensi-referensi yang berasal dari Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunah, kita dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai besarnya dosa riba, bentuk-bentuk dan konotasinya, dosa riba tidak hanya berlaku bagi pihak yang memberikan pinjaman, tapi juga berlaku untuk pihak yang meminjam, dan karena pihak-pihak lain yang terlibat ikut mendapatkan dosa karena membayar bunga atau karena membantu bisnis yang berbasis bunga. Jika orang-orang miskin terpaksa meminjam dengan bunga untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok, masih ada kemungkinan mendapatkan ijin secara terbatas untuk meminjam bunga.Akan tetapi, jika seseorang memanfaatkan pinjaman bunga untuk konsumsi kemewahan atau untuk pengembangan bisnisnya, ia patut di hukum menurut ajaran-ajaran tersebut, adapun yang
2
dibahas dalam Al-Qur’an adalah riba atas pinjaman utang, sebuah pinjaman adalah barang komoditas atau sejumlah uang yang diambil dari orang lain dengan kewajiban untuk mengembalikannya atau membayar kembali komoditas serupa atau sejumlah uang yang sama ketika diminta kembali oleh pihak pemberi pinjaman. Utang adalah kewajiban untuk membayar yang terjadi karena adanya transaksi kredit seperti pembelian/penjualan secara kredit atau jatuh temponya biaya sewa dalam Ijarah (persewaan). Jumlah utang harus dibayar kembali pada waktu yang telah ditentukan dan pemberi pinjaman tidak berhak menagih sebelum jatuh tempo, kreditur memiliki hak hanya atas jumlah pokok pinjaman, adapun jumlah sekecil apapun yang ditambahkan dalam pengembaliannya adalah riba, karena pembiayaan bank konvensional termasuk dalam kategori pinjaman yang dikenai pembayaran maka ia masuk kedalam cakupan riba seperti yang diharamkan kitab suci AlQur’an, sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa bunga komersial yang menjadi tren selama ini adalah riba dari sudut pandang prinsip yang diberikan oleh Al-Qur’an. Jadi dapat disimpulkan bahwa riba, menurut kriteria, mencakup semua keuntungan dari pinjaman serta utang dan meliputi semua bentuk bunga atas pinjaman komersial atau pribadi. Oleh karenanya bunga konvensional adalah riba. (Ayub Muhammad, 2009: 73-74). Ekonomi Islami, dimana keuangan Islami merupakan bagian penting darinya, menggerakan aktivitas finansial dalam kegiatan perekonomian Islami ke arah bisnis dan transaksi yang berlandaskan aset. Hal ini mengimplikasikan semua transaksi financial merupakan representasi transaksi riil atau penjualan jasa, barang,
3
manfaat. Di samping itu, Islam juga menentukan suatu standar moral/perilaku yang hampir bersifat umum dalam semua masyarakat beradab didunia (Ayub Muhammad, 2009: 114) Untuk menjawab kebutuhan masyarakat muslim atas lembaga keuangan yang berlandaskan syariah, maka bank syariah pun lahir, yang terus berkembang hingga kini. Sebagaimana pembentukan bank konvensional pertama yang beroperasi di venesia yaitu Banco della Pizza di Rialto (1587) dianggap sebagai titik awal berkembangnya bank modern, walaupun pada prakteknya telah dilaksanakan sejak 900 tahun sebelumnya, maka pendirian sebuah local saving bank yang beroperasi tanpa bunga di Desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil, Mesir pada tahun 1960-an oleh Abdul Hamid An Naggar, telah menjadi tonggak berdirinya lembaga perbankan Islam modern pertama, bahkan lembaga Islam pertama didunia. Meski beberapa tahun kemudian ditutup karena kesalahan manajemen, bank lokal ini telah mengilhami diadakannya konferensi Ekonomi Islam pertama di Mekkah (1975). Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian lahirlah Islamic
Development
Bank
(IDB)
yang
kemudian
diikuti
pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam diberbagai negara. Upaya intensif pendirian bank Islam (Bank Syariah) di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang mengatur deregulasi peraturan perbankan Indonesia, dimana para ulama berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya
4
penafsiran dari adanya penafsiran dari peraturan perundang-undanganan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen). Rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua (Bogor) pada 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No. 7/1992 tentang perbankan, di mana perbankan bagihasil mulai di akomodasi, dan kemudian berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang merupakan bank umum Islam pertama yang beroperasi di Indonesia. Setelah dua tahun beroperasi, BMI mensponsori asuransi Islam pertama di Indonesia (Syarikat Takaful Indonesia), mensponsori Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah kemudian diikuti dengan beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT Danareksa, pada tahun yang sama berdiri pula lembaga pembiayaan syariah BNI-Faisal Islamic Finance Company, melihat hal-hal tersbut diatas dapat dikatakan bahwa perkembangan lembagalembaga keuangan Islam cukup pesat dan salah satu alasan yang kuat mendorong hal tersbut adalah karena adanya keyakinan kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama Islam. Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali UU No.7/1992 dan Peraturan Pemerintah No 72/1992, praktis tidak ada peraturan perundangundangan lainnya yang mendukung beroperasinya perbangkan syariah, sehingga memaksa perbankan syariah untuk menyesuaikan produk-produknya dengan hukum positif (peraturan umum perbankan) yang berlaku di Indonesia yang nyatanya berbasis bunga/konvensional hingga akhirnya di undangkan
5
UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7/1992 tentang perbankan, maka secara tegas sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, perubahan perundangan tersebut memberikan keleluasaan bank-bank syariah dalam melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah (Arifin Zainul, 2006: 6-8). Kebijakan
pengembangan
perbankan
syariah
diterapkan
dengan
berpedoman pada strategi pengembangan jangka panjang yang ditempuh dan diarahkan tidak hanya memperkuat struktur industri perbankan syariah tapi juga diarahkan untuk mengantisipasi tantangan dan perkembangan yang terjadi baik ditingkat nasional maupun internasional guna menjaga momentum pertumbuhan syariah, upaya konkrit dalam pengembangan perbankan syariah tersebut meliputi: 1. Penguatan kelembagaan bank syariah, 2. Pengembangan produk bank syariah, 3. Intensifikasi edukasi publik dan aliansi mitra strategis, 4. Peningkatan peranan pemerintah dan penguatan kerangka hukum bank syariah, 5. Penguatan SDI (Sumber Daya Insani), 6. Penguatan pengawasan bank syariah. Salah satu kebijakan yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan syariah, khususnya adalah dalam hal pembukaan bank syariah, BI telah menyediakan regulasi yang cukup memadai untuk pendirian baru, konversi, dan membolehkan bank umum konvensional membuka kantor bank syariah. Dengan regulasi tersebut, pertumbuhan bank syariah pada periode 1999 hingga akhir 2004 terus meningkat. Demikian pula pertumbuhan jaringan kantor dan volume usaha menunjukan pertumbuhan yang sangat pesat dimana
kedepannya
pertumbuhan
perbankan
syariah
di
Indonesia
6
diperkirakan akan memiliki aset yang akan melebihi target cetak biru Bank Indonesia pada akhir 2011 (Machmud Amir, Rukmana, 2010: 62, 69). Menurut Lestari Budi Asthuti, 2004, perbankan merupakan industri yang memiliki peranan penting, karena sebagai lembaga keuangan perbankan memainkan fungsi dan peran sebagai lembaga intermediari yang memobilisasi dana dari masyarakat yang surplus dan menyalurkannya kedalam bentuk kredit/pinjaman kepada masyarakat yang defisit, melihat pentingnya peran perbankan, maka kesehatan dan stabilitas perbankan menjadi sesuatu yang sangat penting. Bank yang sehat, kuat dan efisien merupakan kebutuhan mutlak bagi perekonomian yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam kaitan ini, semakin efisien industri perbankan akan semakin efisien pula proses mobilisasi dana masyarakat dan penyaluran kredit perbankan sebagai faktor dominan dalam alokasi sumber daya dalam ekonomi. Apabila hal ini dapat dicapai, kontribusi industri perbankan akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahterahan masyarakat (Yuli Indrawati, 2009: 2). Studi tentang efisiensi dan produktivitas perbankan banyak dilakukan di dunia dan tidak sedikit dilakukan di Indonesia karena memang institusi perbankan dibutuhkan untuk peran intermediasi dalam suatu negara, studi yang dilakukan juga beragam, dari sekedar analisis produktivitas perbankan dalam suatu negara (Fadzlan Sufian, 2007), analisis pengaruh reformasi perbankan terhadap efisiensi dan produktivitas perbankan suatu negara (Abdul Qayyum, 2010), (Abdel-Baki Monal A, 2010), analisis efisiensi Unit Usaha
7
Syariah Bank Pembangunan Daerah (Rama Dwi Laksana, 2009), hingga analisis efisiensi bank umum di Indonesia (Yuli Indrawati, 2009). Rata-rata hasil studi analisis produktivitas dan efisiensi perbankan yang ada selain mengukur kedua hal tersebut diatas juga mencari faktor apa yang mempengaruhi nya secara umum. Sektor perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat bahkan terus berlanjut hingga kini, selain meningkat secara umum pada masing-masing pos (jumlah bank/jumlah kantor) peningkatan juga dapat dilihat secara spesifik melalui jumlah kantor, bisa dilihat bahwa jumlah kantor pada laporan April 2010 adalah 918 unit, lebih banyak dibanding tahun 2005 yang hanya terdapat 301 unit untuk Bank Syariah, sementara peningkatan 179 unit terjadi pada Unit Usaha Syariah, dan tidak ketinggalan BPR yang tidak ada sama sekali dalam kurun waktu 2005-2006 berubah menjadi berjumlah 185 di tahun 2007 dan meningkat hingga 271 unit kantor di Bulan April 2010 (www.bi.go.id). Dari latar belakang itulah penulis tertarik untuk melakukan analisis efisiensi dan produktivitas perbankan syariah di indonesia.
8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian dalam latar belakang
masalah diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, pertama akan dibahas mengenai efisiensi perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan metode DEA VRS, DEA CRS, DEA Scale , kemudian dilanjutkan dengan analisis produktivitas perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan metode Malmquist Indeks (MI), baik dengan orientasi input ataupun output. Kemudian akan terlihat faktor apa yang mempengaruhi kedua hal tersebut diatas.. Berdasarkan penjabaran tersebut maka dabat dirumuskan pernyataan penelitian sebagai berikut : 1.Bagaimanakah efisiensi perbankan syariah di Indonesia ? 2.Bagaimanakah produktivitas perbankan syariah di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini terutama bertujuan untuk : a. Menganalisis produktivitas perbankan syariah di Indonesia. b. Menganalisis efisiensi perbankan syariah di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : a. Untuk akademisi, penelitian ini selain dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan efisiensi dan produktivitas
9
perbankan syariah di Indonesia, juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya. b. Untuk pemerintah, penelitian ini tidak hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja tetapi juga sebagai acuan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan perbankan syariah di Indonesia. c. Untuk perusahaan (perbankan syariah), penelitian ini selain dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja juga dapat dijadikan acuan pemetaan posisi-posisi dirinya dibanding dengan para pesaing, juga dapat digunakan sebagai acuan untuk peningkatan kinerja kedepannya. d. Untuk nasabah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai instrumen untuk melihat kinerja perbankan syariah di Indonesia, menjadi acuan untuk memilih bank mana yang akan dijadikan tempat berinvestasi.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Fungsi Bank 1. Pengertian Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah: (I) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan don meyalurkantrya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (2) Bank umum bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (3) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang rnelaksanakan kegiatan usaha secara konvensinnal atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum memiliki fungsi pokok sebagai berikut: a. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. b. Menciptakan uang
11
c. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat d. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain. Kegiatan usaha usaha bank umum yang diatur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis kegiatan sebagai berikut: a. Penghimpunan dana b. Penyaluran atau penggunaan dana c. Pemberian jasa-jasa dalam lain lintas jasa pembayaran 2. Fungsi Bank Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Namun secara lebih spesifik Totok Sigit (Totok Sigit, 2009: 10) membagi fungsi bank sebagai berikut:
a. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik kembali simpanan dananya di bank.
12
b. Agent of Development Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan, kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasidistribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. c. Agent of Service Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan. 3. Laporan Keuangan Bank Laporan keuangan bank umum terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi dan saldo laba, daftar komitmen dan kontingensi, transaksi valuta asing dan
13
derivatif, kualitas aktiva produktif dan informasi lainnya, perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum serta perhitungan rasio keuangan 4. Neraca Bank Neraca bank menggambarkan sumber-sumber dana dan penggunaan dana bank, bank mendapat dana dengan cara menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka, kemudian mengalokasikannya dengan memberi pinjaman atau membeli surat-surat berharga, agar bank mendapat marjin, maka tingkat bunga kredit harus lebih tinggi dari biaya yang dibayarkan kepada dana. (Yuli Indrawati, 2009: 14-15), Masih merujuk kepada penelitian Yuli Indrawati, 2009 : 14-15). a. Aktiva Sisi neraca ini mencerminkan posisi kekayaan yang merupakan hasil penggunaan dana bank dalam berbagai bentuk. Penggunaan dana bank dilakukan berdasarkan prinsip prioritas. Di samping itu, kegiatan pengalokasian dana tersebut harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh bank sentral. Komposisi aktiva terdiri dari Alat Likuid, Giro pada Bank Lain, Penempatan pada Bank Lain, Surat-surat Berharga, Kredit yang diberikan, Penyertaan, Biaya Dibayar di Muka, Aktiva Tetap, Aktiva Sewaguna Usaha, dan Aktiva lain-lain
b. Kewajiban dan Ekuitas Sisi kewajban dan ekuitas (pasiva) neraca bank mencerminkan kegiatan penghimpunan dana yang berasal dari berbagai sumber, dana bank pada dasarnya berasal dari masyarakat atau pihak ketiga dan modal
14
bank itu sendiri (ekuitas). Sisi kewajiban dan ekuitas terdiri dari Giro, Kewajiban segera lainnya, Tabungan, Deposito berjangka, Sertifikat Deposito, Surat berharga yang diterbitkan, Pinjaman yang diterima, Pinjaman Subordinasi dan Ekuitas.
c. Laporan Laba Rugi Bank Laporan laba rugi bank menunjukkan jumlah pendapatan yang diterima dan beban yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu, biasanya ada hubungan dekat antara besarnya principal item pada neraca bank dengan laporan laba rugi bank. Selain itu, aset pada neraca termasuk dalam mayoritas pendapatan operasional sementara hutang merupakan beban operasi terbesar bank. Sumber utama pendapatan bank adalah pendapatan bunga yang diperoleh dari earning aset bank terutama pinjaman (loans) dan investasi, pendapatan tambahan diperoleh dari fee yang dibebankan untuk pelayanan tertentu (seperti processing check), beban yang dikeluarkan diantaranya adalah bunga yang dibayarkan ke nasabah, bunga hutang pada pinjaman non-deposit, cost of equity capital, gaji, upah dan bonus yang dibayarkan ke karyawan, biaya overhead yang berhubungan dengan physical plant bank dana yang disisihkan untuk kemungkinan pinjaman tidak tertagih, pajak dan beban lainnya.
15
B. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Dalam UU.No.7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN , disebutkan bahwa Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau ”berdasarkan prinsip syariah”, adapun makna prinsip syariah itu sendiri dijelaskan pada pasal 1 butir 13 dari UU No.7 Tahun 1992 Tentang perbankan yaitu Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Kemudian dilengkapi lagi dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 pasal satu dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
16
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. 3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. 5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
17
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
Dalam Kerangka Dasar Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia), Dewan Syariah Nasional (Majelis ulama Indonesia), Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan praktisi menjelaskan: Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Walaupun ketentuan syariah bersumber dari hukum Islam, tidak berarti yang melaksanakan bank syariah termasuk nasabahnya beragama Islam (Muslim), banyak bank syariah yang dikelola oleh dan memiliki nasabah non-muslim, menunjukan kemajemukan yang sangat pesat, misal rasulpun pernah melakukan transaksi jual beli dengan Yahudi.
18
2. Kelompok Bank Syariah a. Bank Umum Syariah Dalam kelompok ini seluruh unit kerja bank yang bersangkutan dari tingkat yang paling atas sampai dengan tingkat unit kerja yang paling bawah adalah menjalankan kegiatan usaha syariah. Sampai dengan tahun 2008 yang dikategorikan sebagai Bank Umum Syariah adalah: 1) Bank Muamalat Indonesia (BMI). 2) Bank Syariah Mandiri. 3) Bank Syariah Mega Indonesia. 4) Bank Syariah BRI. . 5) Bank Syariah Bukopin. Dikategorikan Bank Umum Syariah jika seluruh strukur organisasi bank tersebut tunduk pada ketentuan syariah, baik dari kantor pusat sampai dengan kantor layanan entitas tersebut seluruhnya melaksanakan kegiatan syariah.
b. Cabang Syariah Bank Konvensional (Unit Usaha Syariah) Dalam kategori ini adalah dimana sebuah Bank Umum memiliki usaha syariah sehingga menjalankan dua kegiatan usaha bank, dan dalam pendiriannya menggunakan modal induknya (Bank Konvensiobal) yang didapatkan selain dari unsur bunga ataupun itu yang diharamkan syariah.
19
c. BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) Kelompok ini adalah Bank Perkreditan Rakyat yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. 3. Struktur Organisasi Bank Syariah Struktur organisasi suatu perusahaan yang satu dengan yang lain dapat berbeda, sangat tergantung pada kebutuhan pimpinan perusahaan, untuk menggunakan organisasi sebagai alat mencapai tujuan perusahaan, namun demikian dalam perbankan syariah ada beberapa unit kerja atau fungsi yang harus dibentuk. Pada bank konvensional struktur organisasi tidak diatur sepenuhnya oleh Bank Indonesia, kecuali unit-unit tertentu untuk mendukung kepentingan Bank Indonesia dan bank yang bersangkutan seperti misalnya SKAI, Direktur Kepatuhan dan sejenisnya (Wiroso, Produk Perbankan Syariah, 2009: 41-51). Perbedaan struktur dikarenakan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional yaitu : Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Syariah Syariah
Konvensional
Usaha halal
Bebas nilai
Bagi hasil,Margin,Fee
Bunga
Keuntungan berdasarkan kinerja
Keuntungan tetap
Profit dan falah oriented
Profit oriented
Kemitraan
Debitur-kreditur
Ada DPS
Tidak ada lembaga sejenis
(Sumber: Sigit dan Totok , 2009:157)
20
4. Kegiatan Usaha Bank Syariah Berdasarkan
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
Nomor
32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha syariah adalah :
a. Prinsip Kegiatan Usaha 1. Hiwalah: akad pemindahan utang piutang, dimana pihak yang menjadi penalang hutang akan menerima imbalan dari peminta pemindahan utang. 2. Ijarah: sewa menyewa dimana ketika masa sewa berakhir barang dikembalikan ke pemberi sewa. 3. Ijarah wa iqtina: sama dengan ijarah biasa hanya saja diakhir masa sewa barang sewaan akan menjadi hak milik penyewa. 4. Istishna: akad jual beli pesanan dimana pembayaran dilakukan secara bertahap. 5. Kafalah: pemberian jasa penjaminan yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan. 6. Mudharabah: akad antar pemilik modal dengan pengelola dengan rasio bagi hasil yang disepakati bersama, ada dua jenis mudhrabah: a. Mutlaqah: kekuasaan penuh pengelolaan modal oleh mudharib b. Muqayyadah: pengelolaan oleh mudharib ditentukan oleh pemilik modal (ex: jenis usaha, tempat).
21
7. Murabahah: akad jual beli dimana bank memberi barang yang diperlukan oleh nasabah dengan harga beli ditambah keuntungan adalah harga jual kepada nasabah. 8. Musyarakah: akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati. 9. Qardh: akad pinjaman yang harus dikembalikan sesuai dengan jumlah yang dipinjam, bank atau peminjam boleh meminta jaminan. 10. Qardh ul Hasan: akad qardh untuk tujuan sosial, cukup dikembalikan sesuai dengan jumlah pinjaman. 11. Al-Rahn: akad penyerahan harta dari nasabah sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang. 12. Salam: akad jual beli pesanan dimana biaya atau harga langsung dibayar lunas dimuka. 13. Sharf: akad jual beli Valas 14. Ujr: upah atau Imbalan yang diberikan atau diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. 15. Wadiah: akad penitipan barang atau uang dengan tujuan untuk alasan keamanan maupun keselamatan, keamanan, serta keutuhannya, ada dua jenis wadiah :
22
a. Yad Amanah: pihak tertitip tidak diperkenankan menggunakan barang titipan, dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang bukan merupakan kelalaian tertitip. b. Yad Dhamanah: pihak tertitip dengan atau tanpa izin boleh memanfaatkan barang titipan dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang, keuntungan atau manfaat dari penggunaan barang titipan adalah hak milik tertitip. 16. Wakalah: akad pemberian kuasa untuk mewakili pemilik kuasa. b. Kegiatan Usaha 1. Menghimpun Dana a. Giro dengan prinsip wadiah. b. Tabungan dengan prinsip wadiah atau mudharabah. c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. d. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah. 2. Menyalurkan Dana a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip mudharabah, istishna, ijarah, salam dan jual beli lainnya. b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh, membeli, menjual dan atau menjamin atas resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip jual beli dan hiwalah. c. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah.
23
3. Memberikan jasa-jasa: a. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan nasabah berdasarkan wakalah. b. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah. c. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah. d. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. e. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr. f. Memberikan fasilitas Letter of Credit (LC) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadiah, serta memberikan fasilitas garansi bank berdasar prinsip kafalah. g. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr. h. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah. 4. Melakukan kegiatan lain seperti: a.Melakukan kegiatan valuta asing dengan prinsip sharf.
24
b.Melakukan
kegiatan
penyertaan
modal
berdasarkan
rinsip
musyarakah dan atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. c.Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasar prinsip syariah. d. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. e. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. f. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah atau dana sosial lannya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan). 5. Melakukan kegiatan lain Bank dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh DSN. 5. Pengembangan Perbankan Syariah
25
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, tren perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI)
maupun
international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencanarencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat
26
nasional, dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar, dengan kata lain, perbankan syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan
sejarahnya.
Hanya
dengan
cara
demikian,
maka
upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
6. Grand Strategy Pengembangan Pasar Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih
27
beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I, tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target aset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target aset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target aset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparan, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai, sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
28
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah, dan Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
C. Efisiensi dan Produktivitas 1.Efisiensi Menurut Necmi K Avkiran, pengertian yang sangat dasar, efisiensi dapat didefinisikan sebagai "doing things the right way". Namun, definisi
29
yang lebih scientific mengartikan efisiensi sebagai "maximising a desired outcome with given resources". Definisi efisiensi yang biasa diketahui adalah rasio output terhadap input. Konsep efisiensi diawali dari konsep teori ekonomi mikro, yaitu teori produsen dan teori konsumen, teori produsen menyebutkan bahwa produsen cenderung memaksimumkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan di sisi lain, teori konsumen menyebutkan bahwa konsumen cenderung memaksimumkan utilitasnya atau tingkat kepuasannya (Yuli Indrawati, 2009: 15). Menurut Sarjana (1999), ditinjau dari teori ekonomi ada dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi, efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makroekonomi, sementara efisiensi teknis mempunyai sudut pandang mikroekonomi, pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output, sedangkan dalam efisiensi ekonomi, harga tidak dapat dianggap sudah ditentukan (given). karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro (Yuli Indrawati, 2009:16). Farrell M.J (1957: 259) mengemukakan bahwa efisiensi perusahaan terdiri dari dua komponen. yaitu: 1 .Efisiensi Teknis Mencerminkan kemampuan untuk memproduksi output semaksimal mungkin dari input yang ada, efisien secara teknis bukan berarti efisien dalam hal efisiensi harga atau alokatif.
30
2. Efisiensi Alokatif/Harga Allocative efficiency menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan
input
dalam
proporsi
yang
optimal
yang
juga
memasukkan perhitungan biaya, DMU dianggap efisien alokatif jika DMU menghasilkan outputnya dengan biaya seminimal mungkin dengan menggunakan minimal input. Sementara Cooper W. Wiliam dkk., menyimpulkan bahwa ada beberapa jenis efisiensi yaitu, efisiensi alokatif atau harga, efisiensi skala, efisiensi produktif atau efisensi teknikal dan efisiensi campuran atau mix (skala/teknikal), dimana hal tersebut diperlengkap dengan teori ParetoKoopmans, dimana efisiensi terjadi jika dan hanya jika tidak bisa lagi menambah input atau output tanpa memperburuk/mengurangi input atau output lainnya (Cooper W. Wiliam dkk. 2006: xxi). Sedangkan menurut Avenzora (2008:3), efisiensi suatu industri adalah untuk memproduksi output maksimum dengan mengunakan input dalam jumlah tertentu, atau kemampuan sebuah industri untuk memproduksi sejumlah output tertentu, dengan menggunakan input dalam jumlah minimal.
2. Produktivitas Menurut Samuelson Nordhaus, produktivitas adalah suatu konsep yang mengukur rasio dari total output terhadap rata-rata tertimbang dari input, adapun dua varian penting adalah produktivitas tenaga kerja,yang
31
menghitung jumlah output perunit tenaga kerja,dan produktivitas faktor total yang mengukur output perunit dari total input, meskipun skala hasil yang meningkat berpotensi besar dalam banyak sektor, pada beberapa ha skalahasil yang menurun justru terjadi (Samuelson Nordhaus, 2003 : 134) Lebih lanjut, produktivitas pada dasarnya merupakan hubungan antara output dan input dalam sebuah produksi, produktivitas dapat diukur secara parsial maupun total, Produktivitas parsial merupakan hubungan antara output dengan satu input, contoh produktivitas parsial yang sering digunakan adalah produktivitas tenaga kerja yang menunjukan rata-rata output per tenaga kerja, atau produktivitas kapital yang menggambarkan rata-rata output perkapital. Produktivitas total atau biasa disebut Total Factor Productivity (TFP), mengukur hubungan antara output dengan beberapa input secara serentak, hubungan tersebut dinyatakan dalam rasio dari indeks output terhadap indeks input agregat, jika rasio meningkat berarti lebih banyak output dapat diproduksi menggunakan jumlah input tertentu atau sejumlah output dapat diproduksi dengan menggunakan lebih sedikit input (Avenzora, 2008: 3).
D. DEA (Data Envelopment Analysis) Data Envelopment Analysis, sesuai dengan namanya merupakan metode yang mengamlopkan data observasi untuk membentuk frontier yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari objek penelitian, pemakaian DEA tidak hanya digunakan untuk entitas bisnis tapi bisa juga digunakan secara
32
luas untuk bentuk organisasi-organisasi lain termasuk sekolah, rumah sakit, unit-unit militer, negara, kota, dan lain-lain, untuk penggunaan yang lebih fleksibel, unit-unit satuan entitas tersebut maka digunakan istilah DMU (Decision Making Unit) atau UPK (Unit Pembuat Keputusan) dalam bahasa Indonesia, nilai hasil evaluasi dari metode DEA memiliki range 1-0 dimana semakin mendekati 1 berarti semakin efisien dan sebaliknya semakin mendekati nilai 0 semakin inefisien (W.Cooper William, et al, 2006: xx) Pendekatan DEA tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan harga antar daerah, perbedaan peraturan, perilaku baik-buruk nya data, observasi yang ekstrim, dan lain sebagainya sebagai faktor ketidakefisienan, dengan demikian metode non-parametrik ini dapat digunakan untuk mengukur inefisiensi secara lebih umum. Kelemahan dari pendekatan DEA adalah satu outlier dapat secara signifikan mempengaruhi perhitungan efisiensi dari setiap perusahaan, namun demikian hal tersebut tidak terlalu merisaukan, karena kedua pendekatan akan menghasilkan hasil yang mirip. Hal ini akan terjadi jika sampel yang dianalisis merupkan unit yang sama dan menggunakan proses produksi yang sama. DEA mempunyai keuntungan dimana DEA tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk produksi dan distribusi dari observasi dilain pihak pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi mengenai data produksi dan distribusi (Avenzora, 2008: 3, 4). Tabel 2.2 DEA satu input satu output Toko Karyawan Penjualan Penjualan/Karyawan Efisiensi %
A 2 1 0.5 50
B 3 3 1 100
C 3 2 0.67 66.7
D 4 3 0.75 75
E 5 4 0.8 80
F 6 2 0.333 33.33
G 6 3 0.5 50
H 8 5 0.625 62.5
Sumber : Olahan penulis
33
Secara sederhana konsep DEA dapat dijelaskan dengan Tabel 2.2, dimana digunakan satu variabel input dan satu variabel output jumlah pekerja dan penjualan disajikan disetiap kolom, di baris paling bawah tabel menunjukan hasil penjualan perkaryawan, salah satu tolak ukur produktivitas yang sering digunakan dalam analisis manajemen maupun analisis investasi, dari tabel data pengukuran diatas dapat juga disimpulkan bahwa B adalah UPK yang memiliki efisiensi tertinggi sementara F adalah UPK yang memiliki efisiensi terendah. Untuk pengukuran perbandingan efisiensi seterusnya maka UPK B dijadikan pembanding untuk yang lain, sehingga ukuran efisiensi perbandingan UPK bernotasi Produktivitas UPK X dibanding Produktivitas UPK B, nilai itulah yang merupakan hasil dari metode DEA (W.Cooper William, et al, 2006: 2-5). Mengacu kepada penelitian sebelumnya, Yuli Indrawati, 2009, DEA Diperkenalkan pertama kali oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978 dan 1979, pendekatan DEA menentukan pendekatan yang berorientesi kepada tugas dan lebih memfokuskan kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan (Decision Making Unit). Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap efisiensi relatif dari DMU yang sebanding, selanjutnya, DMU yang efisien tersebut akan membentuk garis frontier, jika DMU berada pada garis frontier, maka DMU tersebut dapat dikatakan efisien relatif dibandingkan dengan DMU yang lain dalam peer group-nya, selain menghasilkan nilai efisiensi masing-masing
34
DMU, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.
1.Asumsi DEA: a.Entitas yang dievaluasi menggunakan set input yang sama untuk menghasilkan set output sang sama pula. b. Data bernilai positif dan bobot dibatasi pada nilai positif. c. Input dan output bersifat variabel.
2.Keunggulan DEA: a. Bisa menangani banyak input dan output b.Tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output. c. DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda
3.Keterbatasan DEA a. Bersifat simple specific b. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa berakibat fatal. c. Hanya mengukur produktivitas relatif dan bukan produktivitas mutlak. d. Uji hipotesis secara statistik DEA sulit dilakukan.
35
e. Menggunakan perumusan linear programing terpisah untuk tiap DMU (perhitungan secara manual sulit dilakukan apalagi untuk masalah berskala besar).
Konsep Pengukuran Efisiensi dengan DEA 1. Pendekatan dalam Input-Output Konsep-konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubungan input-output dalam tingkah laku dari institusi finansial pada metode parametrik maupun non-parametrik adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dalam Berger dan Humprey, 1997, dan Yuli Indrawati, 2009, yaitu:
a. Pendekatan Produksi (The Production Approach) Pendekatan produksi melihat institusi finansial sebagai produser dari akun-akun deposit (deposit accounts) dan kredit pinjaman (loans), mendefinisikan output sebagai jumlah dari akun-akun tersebut atau dari transaksi-transaksi yang terkait, input-input dalam kasus ini dihitung sebagai upah dari tenaga kerja, pengeluaran modal pada aset-aset tetap (fixed assets) dan material lainnya. b. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach) Pendekatan intermediasi memandang sebuah institusi finansial sebagai intermediator, merubah dan mentransfer aset-aset finansial dari unit-unit surplus kepada unit-unit defisit. Dalam hal ini input-
36
input institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dan pembayaran bunga pada deposit, dengan output yang diukur dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial investments). c. Pendekatan Aset (The Asset Approach) Yang terakhir adalah pendekatan aset yang memvisualisasikan fungsi primer sebuah institusi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman (loans): dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana output benar-benar didefinisikan dalam bentuk aset-aset.
2. Orientasi dalam DEA Terdapat dua orientasi yang digunakan dalam metodologi pengukuran efisiensi, yaitu :
a. Orientasi Input Perspektif yang melihat efisiensi sebagai pangurangan penggunaan input meski memproduksi output dalam jumlah yang tetap. Cocok untuk industri dimana manajer memiliki kontrol yang besar terhadap biaya operasional.
Gambar 2.1 Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR 37
b. Orientasi Output Perspektif yang melihat efisiensi sebagai peningkatan output secara proporsional dengan menggunakan tingkat input yang sama, cocok untuk industri dimana unit pembuat keputusan diberikan kuantitas resource dalam jumlah yang fix dan diminta untuk memproduksi output sebanyak mungkin dari resource tersebut. Perbedaan antara orientasi input dan output model DEA hanya terletak pada ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi (yaitu dari sisi input dan output), namun semua model (apapun orientasinya), akan mengestimasi frontier yang sama.
Gambar 2.2 Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR 3. Pendekatan Optimasi a.Constant Return to Scale Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi constant return to scale yang membawa implikasi pada bentuk efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan
38
output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Untuk masing-masing DMU akan dihitung pengukuran rasio output terhadap input, u2’yi/v’xi, dimana u adalah M x 1 adalah bobot output dan s adalah K x I merupakan bobot input. Untuk memilih bobot optimal, diperlukan persamaan matematika sebagai berikut: Maxu,v (u’yi/v’xi), St u’yj/vx’xj ≤ 1, j = 1,2,…,N, u, v ≥ 0. ( Persamaan 2, 1 )
Persamaan diatas merupakan solusi untuk u dan v yang dibatasi dengan constraint bahwa efisiensi harus bernilai lebih kecil atau sama dengan satu, permasalahan dari persamaan diatas adalah adanya kemungkinan infinite number, untuk mencegah hal tersebut, maka v'x = 1, sehingga : maxµ,v (µ’yi), st
v’xi = 1, µ’yj – v’xj ≤ 0, j = 1,2,…,N, µ, v ≥ ( Persamaan 2, 2 )
39
Dimana terjadi perubahan notasi dari u dan v mcnjadi u dan v yang merefleksikan transformasi, bentuk ini disebut bentuk multiplier dari linear programming. Dengan menggunakan program linear duality. maka dapat diturunkan persamaan bentuk envelopment yaitu :
Min Өλ Ө, St –yi + Yλ ≥ 0, Өxi – Xλ ≥ 0 λ≥0 (Persamaan 2, 4)
θ adalah skalar dan λ adalah N x 1 vektor konstanta. θ adalah nilai efisiensi untuk DMU ke I, dan hasilnya akan memenuhi θ ≤ I. Nilai 1 mengindikasikan titik pada frontier dan DMU dikatakan efisien secara teknis, program linear tersehut harus diselesaikan sebanyak N kali untuk masing-masing DMU.
Gambar 2.3 Frontier Efisiensi Model CCR b. Variable Return to Scale Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum
40
beroperasi pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Rumus VRS dapat dituliskan dengan program matematika seperti berikut ini: Min λӨ Ө, St –yi + Yλ ≥ 0, Өxi – Xλ ≥ 0, N1’λ = 1 λ=0 ( Persamaan 2, 4)
N1’λ = I adalah menyatakan bahwa unit yang inefisien hanya akan dibandingkan dengan unit yang memiliki ukuran yang sama, saat CRS. Unit yang inefisien dapat saja dibandingkan dengan unit yang lebih besar atau lebih kecil darinya, model output oriented VRS adalah sebagai berikut: Maxφ,λ φ, st – φyi + Yλ ≥ 0, xi –Xλ ≥ 0, N1’λ = 1 λ≥0 ( Persamaan 2, 5)
Dimana 1 ≤ φ ≤ ∞,dan φ-1 merupakan peningkatan output secara proporsional yang dapat dicapai oleh DMU, dengan kuantitas input yang ada.
41
Contoh DEA output-oriented dapat dilihat pada gambar titik observasi dibawah kurva dan yang berada pada bagian kanan dari titik aksis merupakan output slack. Contohnya. titik P akan diproyeksikan ke titik P' yang terletak pada frontier tapi titik ini bukan merupakan titik yang efisien karena Y1 masih dapat ditingkatkan kembali sejumlah tanpa harus menambah input. AP' disebut juga sebagai output slack.
Gambar 2.4 Output Oriented DEA (Coelli Tim, A Guide to DEAP Version 2.1, 1996: 23)
Gambar 2.5 Frontier Efisien Model BCC ( Yuli Indrawati, 2009: 34)
42
c. Scale Efficiency Gambar 2.5 merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara CRS, VRS, dan Scale Efficiency, dan juga optimasi orientasi input dan output, gambar ini menggunakan kombinasi satu input dan satu output.
0 Gambar 2.6 Hubungan CRS, VRS, dan Scale Efficiency Yuli Indrawati, 2009: 34
Garis efisien frontier CRS digambarkan pada 0N, sementara garis efisien frontier VRS direpresentasikan oleh PQR, DMU A adalah contoh unit kerja inefisien, setelah membawa unit A ke frontier
VRS(K)
dengan
meminimumkan
input
Z
dan
mempertahankan output Y konstan maka akan diperoleh PTE unit A adalah Zk/Za, Hal yang sama juga berlaku jika menggunakan asumsi output maximization maka PTE unit A adalah YA/YM. Jika A diproyeksikan ke L maka orientasi yang digunakan adalah efisiensi CRS, dengan orientasi input minimisasi maka efisiensi CRS adalah rasio ZL/ZA, hal yang sama juga berlaku untuk output maksimisasi yaitu rasio YA/YN merupakan efisiensi CRS,
43
karena slope frontier efisiensi CRS sama dengan satu, maka ZL/ZK= YA/YN, yang mengindikasikan bahwa perubahan orientasi inputoutput tidak akan mengubah nilai efisiensi CRS. Dengan ilustrasi diatas maka input dan output scale efficiency adalah ZL/ZK dan YM/YN, oleh karena itu dengan merubah asumsi dari CRS ke VRS maka akan ditemui lebih banyak unit yang efisien, ini terjadi karena frontier VRS menyelimuti titik data lebih dekat daripada frontier CRS.
E. Malmquist Index Productivity (MPI) Indeks Produktivitas Malmquist atau singkatnya Indeks Malmquist adalah indeks bilateral yang digunakan untuk membandingkan teknologi produksi dua unsur ekonomi, Indeks Malmquist berlandaskan pada konsep fungsi produksi, yang mengukur fungsi produksi maksimum dengan batasan input yang sudah ditentukan. Penggunaan Indeks Produktivitas Malmquist karena indeks tersebut mempunyai beberapa karakteristik yang menguntungkan, pertama, Indeks Malmquist merupakan metode non-parametrik sehingga tidak memerlukan spesifikasi bentuk fungsi produksi, kedua, indeks ini tidak memerlukan asumsi perilaku ekonomi unit produksi seperti minimisasi biaya atau maksimisasi profit, sehingga sangat berguna apabila tujuan dari produsen berbeda-beda atau tidak diketahui, ketiga, penghitungan indeks tidak memerlukan data harga-harga, yang seringkali tidak tersedia, keempat, Indeks Produktivitas
44
Malmquist dapat dipecah menjadi dua komponen yaitu perubahan efisiensi dan perubahan teknologi. Hal ini sangat berguna karena analisa dapat dilakukan secara lebih spesifik menurut komponen (Avenzora, 2008: 6). Menurut Fare, Grosskopf dan Lovell (1994), Malmquist Index berorientasi input, bisa diformulasikan sebagai berikut :
(Persamaan 2.6)
Dimana
I
mengindikasikan
sebagai
orientasi
input,
M
adalah
produktivitas dari dari titik produksi sebelumnya (x¹+1 , y¹+1 ), (menggunakan periode teknologi t +1), berhubungan relatif dengan titik produksi sebelumnya (x1, y1) (menggunakan teknologi periode t), D adalah fungsi jarak input, dan semua variabel yang sebelumnya dijelaskan. Nilai yang lebih besar dari satu mengindikasikan pertumbuhan produktivitas yang positif yang berada diantara dua periode (Worthingthon, 1999: 5). Merujuk pada Fare, Grosskopf, Lindgrend dan Roos (1993), rumus tersebut juga dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
(Persamaan 2.7)
Atau M=E.P (Persamaan 2.8)
45
Dimana E=
P= (Persamaan 2.9)
Adapun M (Malmquist Index) adalah hasil dari pengukuran proses tehnis P yang diukur sebagai frontier periode t + 1 dan periode t dengan perubahan efisiensi E dalam periode yang sama. Sedangkan untuk Malmquist Index output, juga menggunakan rumus yang sama dengan tersebut di atas (Sufian Fadzlan, 2009: 123).
F. Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian (Syed Abdul Malik, 2010), fokus kepada pengukuran efisiensi bank-bank di Arab Saudi menggunakan data tahun 2003-2008, pengambilan data dilakukan dari data internet dimana hanya menemukan 10 dari 12 data bank di Arab Saudi, menggunakan metode DEA Input-Oriented baik CRS maupun VRS menghasilkan hanya dua bank yang mendapatkan poin efisiensi penuh yaitu 1 poin, meskipun secara empiris juga membuktikan bahwa sebagian besar bank-bank di Arab Saudi secara rata-rata sudah bekerja secara efisien, dan data empiris juga mengindikasikan dua bank tersebut dijadikan patokan pengukuran efisiensi bank lainnya. Penelitian (Yuli Indrawati, 2009), membahas efisiensi bank umum di Indonesia periode 2004-2007 dengan menggunakan data 127 bank umum,
46
metodologi yang digunakan adalah non parametrik, Data Envelopment Analysis,
untuk
menganalisis
dilakukan
secara
keseluruhan
efisiensi dan
teknikal, analisis efisiensi
perkelompok
bank
berdasarkan
kepemilikannya. kemudian, menggunakan uji KoreIasi Spearman untuk melihat determinan efisiensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank umum di Indonesia relatif belum efisien dengan rata-rata nilai efisiensi sebesar 0,569 selama periode penelitian 2004-2007 juga menunjukkan bahwa bank milik pemerintah menjadi kelompok bank yang paling efisien, hasil lainnya juga menunjukkan bahwa profitabilitas dan aset bank berhubungan positif dengan efisiensi. Penelitian (Rama Dwi Laksana, 2010), penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif pada BPD Unit Usaha Syariah di Indonesia dengan menggunakan metode non-parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) berdasarkan pendekatan intermediasi dengan Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS). DEA adalah teknik program linear yang digunakan untuk mengevaluasi proses pembuatan keputusan di sebuah unit dengan menilai inefesiensi pada kombinasi input (slack variable) dalam hubungan antarbank. Pada kasus ini, unit BPD syariah berhubungan dengan unit BPD syariah lain dalam bentuk sample, lalu proses ini dibandingkan dengan inefisiensi pada unit BPD syariah agar bisa menghasilkan masing-masing nilai efisiensi. Nilai efisiensi berada antara nol dan satu, tingkat efisiensi unit BPD syariah dinilai sebagai satu proses. Nilai efesiensi unit BPD syariah tidak menunjukkan arti bahwa unit tersebut telah
47
memberikan hasil yang maksimal, tetapi memberikan hasil yang terbaik di antara sampel-sampel yang ada. Hasil menunjukkan bahwa unit BPD syariah di Indonesia secara teknis telah
efisien
(82,5%)
berdasarkan
pendekatan
intermediasi
dengan
menggunakan model CRS dan VRS (88%). Skala efesiensi unit BPD syariah adalah efisien (93%). Penelitian (Setiawan Imam, 2007), penelitian ini bertujuan untuk melihat efisiensi perbankan dan memecah tingkat efisiensi dari masing-masing komponen biaya yang digunakan penyaluran kredit sehingga diketahui komponen biaya apakah yang tidak efisien penyaluran kredit perbankan dan bagaimana komponen biaya ini dapat dipebaiki, selain itu penelitian ini juga berusaha menghitung mark-up laba perbankan dari waktu-kewaktu apakah besaran mark-up makin membesar ataukah mengecil, juga akan dilihat bagaimana pengaruh dan tingkat resiko yang diambil perbankan. Juga akan dilihat apakah terdapat price leadership di dalam perbankan Indonesia. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metodologi yaitu DEA untuk menghitung efisiensi perbankan, metode mark-up untuk menghitung mark-up perbankan, Orangger Causality Test untuk melihat adakah price leadership di dalam perbankan, sedangkan untuk mnelihat perubahan pengeompokan perbankan ketika kebijakan penurunan suku bunga akan digunakan metode cluster. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa inefisiensi perbankan di Indonesia umumnya disebabkan oleh inefisiensi biaya operasi dan inefisiensi biaya kredit rupiah, tingginya inefisiensi biaya operasi lebih disebabkan
48
karena besarnya komponen biaya operasional lainnya dalam struktur biaya perbankan sedangkan dalam biaya kredit rupiah diindikasikan karena masih cukup besarnya excess reserve rupiah perbankan yang ditempatkan di Bank Indonesia kemudian walaupun bank-bank pembentuk DEA dianggap sebagai bank yang efisien, ternyata masih tingginya net interest margin, ini lebih disebabkan tingginya mark-up keuntungan juga tingginya mark-up resiko. Tingginya mark-up keuntungan lebih disebabkan oleh price factor shifting dari aset perbankan yang nilainya turun seperti SBI dan SUN sehingga kemudian faktor harga ini kemudian di pindahkan kepada komponen biaya kredit. Hal ini dimungkinkan karena kurang elastisnya demand kredit terhadap suku bunga terutama debitur kecil. Tingginya mark-up resiko umumnya disebabkan oleh belum pulihnya ekspektasi usaha di Indonesia. Penelitian (Sufian Fadzlan: 2007), penelitian ini dilakukan untuk mengukur efisiensi dan produktivitas Industri Perbankan Islam Malaysia, dan membandingkan antara Bank Islam dalam negri dengan Bank Islam luar negeri, dengan metode Indeks Malmquist, dan pendekatan intermediasi inputoutput. Penelitian ini menyatakan bahwa produktivitas Perbankan Islam Malaysia
membentuk kurva-U terbalik, dimana terjadi 8,4% nilai
produktivitas ditahun 2002, kemudian meningkat menjadi 11,2% ditahun 2003 sebelum akhirnya menurun menjadi 4,6% di tahun 2004. Hasil penelitian juga mengindikasikan perbankan Islam Malaysia yang mengalami kemajuan produktivitas akibat kemajuan teknologi kebanyakan berasal dari bank yang berasal dalam grup menengah, sementara sebaliknya, bank-bank kecil
49
mengalami penurunan yang diakibatkan faktor teknologi, sehingga dapat disimpulkan bahwa bank-bank Islam kecil di Malaysia
mengalami
keterbatasan untuk bersaing dengan bank lainnya dikarenakan faktor kemajuan teknologi. Kesimpulan dari penelitian sebelumnya adalah baik teknik DEA dan Indeks Malmquist sudah menjadi teori yang umum untuk mengukur efisiensi dan produktivitas perbankan dengan metode intermediasi, adapun keunggulan dari penelitian ini adalah berfokus kepada Perbankan Syariah Indonesia pada periode 2007-2009.
G. Kerangka Pemikiran Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan Syariah di Indonesia ini, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian data variabel input dan output, secara pendekatan intermediasi dari laporan keuangan
objek
penelitian,
kemudian
data-data
tersebut
di proses
menggunakan software DEAP 2.1 sehingga dapat diketahui seberapa besar nilai DEA yang mencerminkan efisiensi dan seberapa besar juga nilai Indeks Malmquist yang mencermunkan produktivitas, penelitian dilanjutkan dengan menganalisa korelasi antara aset dengan efisiensi dan produktivitas, yaitu dengan cara melakukan mengkorelasikan variabel aset dengan efisiensi dan produktivitas yang diwakili dengan nilai DEA dan Indeks Malmquist menggunakan analisis Korelasi Spearman, secara visual dapat disampaikan
50
oleh gambar bagan kerangka pemikiran, dan secara detail disampaikan pula bagan teknis penelitian sebagai berikut :.
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
Gambar 2.8 Bagan Teknis Penelitian 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan melihat efisiensi bank-bank syariah (UUS dan BUS) di Indonesia secara umum dan peningkatan perubahan produktivitas, penelitian ini menggunakan pendekatan non-parametris (DEA) karena konsep DEA sendiri tidak memerlukan berbagai asumsi tentang bentuk fungsi matematis. DEA hanya mengukur kinerja maksimal bagi setiap DMU relatif terhadap seluruh DMU. DMU lain yang ada didalam sebuah populasi yang di observasi dengan gambaran apakah DMU tersebut berada pada atau dibawah garis batas ekstrim. Menurut Epstein and Henderson 1989 dalam (Yuli Indrawati, 2009: 37) bahwa DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan tehnik parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidak-efisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial sementara itu pendekatan intermediasi akan digunakan dalam penelitian ini karena Grifell-Tatje dan Lovell (1997) dalam (Yuli Indrawati, 2009: 37) menyebutkan bahwa pendekatan produksi dipilih ketika analisis fokus pada produktivitas bank, sedangkan pendekatan lainnya paling cocok digunakan saat fokus analisisnya adalah profitabilitas bank.
52
Berger dan Humprey berpendapat bahwa pendekatan intermediasi lebih tepat untuk mengevaluasi institusi keuangan secara keseluruhan sementara pendekatan produksi lebih baik digunakan untuk mengevaluasi cabang-cabang institusi keuangan (Berger dan Humprey, 1997: 30), Casu dan Molineux berpendapat bahwa pendekatan intermediasi unggul dalam mengevaluasi pentingnya efisiensi frontier terhadap profitabilitas institusi keuangan karena minimisasi total cost diperlukan untuk memaksimumkan profit dan bukan hanya meminimumkan biaya produksi itu sendiri (Casu dan Molineux, 1999: 12), selain itu, kebanyakan studi litelatur yang ada sepakat, dengan fungsi dasar yang dijalankan bank adalah sebagai lembaga intermediasi dan menggunakan pendekatan intermediasi dalam penelitiannya (Yuli Indrawati, 2009, Sufian Fadzlan, 2007 ). Analisis yang digunakan adalah dengan asumsi CRS (Constant Return to Scale) dan VRS (Variabel Return to Scale) yang berorientasi output dan input, kemudian penelitian ini akan diperkaya dengan perubahan efisiensi dan produktivitas bank, dengan menggunakan metode Malmquist Index, penelitian ini akan menggunakan data laporan keuangan tahunan bank-bank umum di Indonesia yang diambil dari data laporan keuangan perbankan syariah periode 2007-2009 awal yang tersedia di website BI (www.bi.go.id) maupun di website masingmasing bank yang menjadi subjek penelitian.
53
B. Populasi dan Sampel Penelitian ini tidak menggunakan sampel, melainkan populasi, yaitu seluruh bank syariah yang ada di Indonesia, baik yang berbentuk BUS maupun UUS, sehingga didapatkan ada 17 bank syariah yang terdiri dari 5 Bank Umum Syariah (BUS) dan sisanya 12 Unit Usaha Syariah (UUS).
C. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini akan menggunakan data time-series sekunder dari laporan keuangan tahunan Bank-Bank Syariah di Indonesia yang diambil dari data laporan keuangan perbankan syariah periode 2007-2009 awal yang tersedia di website BI (www.bi.go.id) maupun di website masing-masing bank yang menjadi objek penelitian. Data time-series atau bisa juga disebut deret waktu, merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulannan, tahunan (Husein Umar, 2002: 83)
D. Metode Analisis 1. Data Envelopment Analysis Data Envelopment Analysis, sesuai dengan namanya merupakan metode yang
mengamlopkan data observasi untuk membentuk frontier yang nantinya
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari objek penelitian, pemakaian DEA tidak hanya digunakan untuk entitas bisnis tapi bisa juga digunakan secara luas
54
untuk bentuk organisasi-organisasi lain termasuk sekolah, rumah sakit, unit-unit militer, negara,kota, dan lain-lain, untuk penggunaan yang lebih fleksibel, unitunit satuan entitas tersebut maka digunakan istilah DMU (Decision Making Unit) atau UPK (Unit Pembuat Keputusan) dalam bahasa Indonesia, nilai hasil evaluasi dari metode DEA memiliki range 1-0 dimana semakin mendekati 1 berarti semakin efisien dan sebaliknya semakin mendekati nilai 0 semakin inefisien (W.Cooper William, et al, 2006: xx) Kemudian mengacu kepada penelitian sebelumnya oleh Yuli Indrawati pada tahun 2009, DEA adalah suatu metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) yang bertanggung jawab menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu output yang di targetkan. DEA merupakan model pemograman fraksional yang bisa mencakup banyak output dan input tanpa perlu menentukan bobot untuk tiap variabel sebelumnya, tanpa perlu penjelasan eksplisit mengenai hubungan fungsional antara input dan output (tidak seperti regresi). DEA menghitung ukuran efisiensi secara skalar dan menentukan level input dan output yang efisien untuk unit yang dievaluasi. Proses pengolahan data dengan DEA merumuskan indikator pengukuran etisiensi bank, bisa berupa: biaya operasi, biaya bunga, pendapatan bunga dan indikator lainnya ke dalam model matematis, tahap ini merupakan penyederhanaan penggambaran masalah yang kompleks ke dalam bentuk
55
kuantitatif untuk dicari solusi (pemecahan) permasalahan. Metode DEA sendiri dibagi menjadi dua, yaitu DEA CRS dan DEA VRS : a.Constant Return to Scale Model Constant Return to Scale (atau disebut juga CCR) yang merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi constant return to scale yang membawa implikasi pada bentuk efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Adapun rumusan DEA CRS adalah sebagai berikut : Min Өλ Ө, St –yi + Yλ ≥ 0, Өxi – Xλ ≥ 0 λ≥0 (Persamaan 3,1)
b. Variable Return to Scale Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input
56
dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Adapun rumusan DEA VRS adalah sebagai berikut Maxφ,λ φ, st – φyi + Yλ ≥ 0, xi –Xλ ≥ 0, N1’λ = 1 λ≥0 (Persamaan (3,2)
2. Malmquist Index Productivity (MPI) Malmquist Index (MI) merupakan metode DEA yang dapat dipergunakan untuk mengolah data panel non-parametris. MI seringkali digunakan untuk mengukur perubahan produktivitas sebuah DMU, nilai indeks tersebut dapat di dekomposisikan dari perubahan teknologi dan perubahan efisiensi. Perubahan dalam total produksi sebuah DMU dapat dikatakan baik apabila DMU tersebut data menggunakan input secara efisien untuk menghasilkan barang-jasa dan perusahaan menggunakan proses teknologi dalam proses produksi tersebut, nilai MI yang lebih kecil dari satu, maka nilai tersebut mengindikasikan bahwa DMU mengalami penuruan dalam total produktivitas. Peningkatan atau penurunan dalam total factor productivity dapat disebabkan oleh dua hal yaitu dari sisi perubahan efisiensi atau dari sisi perubahan teknologi.
57
Merujuk pada Fare, Grosskopf, Lindgrend dan Roos (1993), rumus tersebut juga dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
(Persamaan 3.3)
3. Kolmogorov-Smirnov Test Kolmogorov-Smirnov Test, adalah tehnik pengujian normalitas data, apakah suatu distribusi data sesuai dengan distribusi normal atau tidak, jika sesuai (normal) maka untuk seterusnya digunakan tehnik statistik parametris dan jika tidak sesuai maka digunakan tehnik statistik non-parametris.
Persamaan (3.4)
4. Korelasi Spearman. Korelasi Spearman akan digunakan untuk melakukan uji korelasi indeks baik DEA maupun Indeks Malmquist dengan aset, untuk menyatakan apakah ada hubungan antara besar kecil aset dengan nilai DEA maupun Indeks Malmquist.,dan juga digunakan untuk mengukur isotonicity antara variabel input dan output dimana salahj satu syarat DEA adalah meningkatnya variabel input akan menyebabkan meningkatnya variable output,dan begitu juga sebaliknya. Korelasi Spearman adalah tehnik korelasi yang digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dengan menggunakan data ordinal atau
58
berjenjang atau rangking, dan bebas distribusi (Sugiyono, 2006: 228). Adapun rumus Korelasi Spearman adalah :
Persamaan (3,5)
E. Variabel Operasional Penelitian Merujuk kepada penelitian-penelitian sebelumnya (Yuli Indrawati, 2009, Sufian Fadzlan, 2007, Rama Dwi Laksana, 2009). dimana yang digunakan adalah pendekatan intermediasi maka dipilihlah variabel berikut : Tabel 3.1 Variable Input Output Laba Rugi Neraca
X1 Beban Personalia X2 Aset Tetap Net X3 Total Simpanan (Giro, Tabungan, Simpanan Berjangka, Sertifikat Deposito,
Neraca Simpanan dari Bank Lain)
Neraca Laba Rugi
Y1 Total Pinjaman Y2 Pendapatan Operasional Lainnya Y3 Aset Likuid dan Investasi Sekuritas (Kas,Penempatan pada BI,giro pada bank
Neraca
lain,penempatan pada bank lain, surat berharga yg dimiliki,reverse repo,obligasi pemerintah)
59
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perbankan Syariah Indonesia 1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perkembangan DPK dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank syariah bisa dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Perkembangan DPK 2007-2009 Dalam Triliun Rupiah DPK Giro Wadiah Rupiah Valas Deposito Mudharabah Rupiah Valas Tabungan Mudharabah Rupiah Valas
2007 25.473
2009 52.271
Peningkatan 26.798
persentase 51.2674332
2.925 424
5.403 798
2.478 374
45.8634092 46.8671679
12.919 726
16.379 1111
3.460 385
21.1246108 34.6534653
8.480 0
16.379 96
7.899 96
48.2263874 100
Sumber: www.bi.go.id
Seperti yang dapat dilihat dalam tabel bahwa terjadi peningkatan DPK dalam kurun waktu dua tahun sejak 2007 ke tahun 2009 yaitu sebesar 26.798 triliun Rupiah, atau setara dengan peningkatan sebesar 51,267 %, dari 25.473 triliun Rupiah pada tahun 2007 menjadi 52.271 triliun Rupiah di tahun 2009, sementara peningkatan sebesar 45,86% dan 46,867% terjadi pada Giro wadiah dalam wujud Rupiah ataupun dalam wujud valas yang dirupiahkan, atau setara dengan 2.478 triliun Rupiah dan 374 triliun
60
Rupiah, peningkatan juga terjadi pada sisi deposito mudharabah sebesar 21% untuk deposito dalam bentuk Rupiah atau 3.460 triliun Rupiah, dan 34,65% untuk deposito dalam bentuk valas atau 385 triliun Rupiah dalam bentuk yang dirupiahkan, sementara itu pada sisi tabungan mudharabah terjadi peningkatan sebesar 48% dalam bentuk tabungan Rupiah dan 100% dalam bentuk tabungan valas, dan kesemuanya itu terjadi dalam kurun waktu dua tahun yaitu 2007 hingga 2009. 2. Perkembangan Pembiayaan (Financing) Perkembangan pembiayaan dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank syariah bisa dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.2 Perkembangan Pembiayaan (Financing) Financing Dalam Triliun Rupiah Rupiah Valas
2007 26.149 14.458
2009 46.886 44.938
Peningkatan 20.737 30.480
Persentase 44.2285544 67.8267836
Sumber: www.bi.go.id
Perkembangan pembiayaan atau financing dalam kurun waktu 2007 hingga 2009 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan sebesar 44,22% untuk pembiayaan dalam bentuk Rupiah, atau sebesar 20.737 triliun Rupiah peningkatan dari 26.149 triliun Rupiah menjadi 46.886 triliun Rupiah, sementara itu peningkatan sebesar 30.480 triliun Rupiah terjadi dalam kurun waktu 2007-2009 atau sebesar 67,8% dari 14.458 triliun Rupiah menjadi 44.938 triliun Rupiah untuk pembiayaan dalam bentuk valas yang dirupiahkan.
61
3. Perkembangan Aset Perkembangan Aset dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank syariah bisa dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.3 Perkembangan Aset Aset Dalam Triliun Rupiah Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah Total Sumber:www.bi.go.id
2007 27.286 9.252 36.538
2009 48.014 18.076 66.090
Peningkatan 20.728 8.824 29.552
Persentase 43.1707419 48.8161098 44.7147829
Perkembangan aset perbankan syariah Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup baik dalam kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan sebesar 43% untuk Bank Umum Syariah (BUS) atau 20.728 triliun Rupiah, dan 8.824 triliun Rupiah atau 48,8% peningkatan aset untuk Unit Usaha Syariah (UUS), sama dengan peningkatan 44,7 persen untuk total keduanya (BUS, UUS) atau setara dengan 29.562 triliun Rupiah. Merujuk kepada ketiga tabel tersebut yaitu tabel perkembangan DPK, perkembangan pembiayaan, dan tabel perkembangan aset, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebutuhan akan ketersediaan perbankan syariah cukup tinggi mengingat terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam periode 2 tahun (2007-2009), disamping itu, dengan meningkatnya nilai DPK dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat Indonesia dalam menggunakan jasa perbankan syariah meningkat, sebagaimana yang terjadi dengan kepercayaan masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah, yang indikasinya dapat di lihat dari peningkatan nilai pembiayaan yang diberikan, yang tentu saja akan membawa dampak positif
62
terhadap industri perbankan syariah Indonesia itu sendiri, tercermin dari peningkatan nilai aset dalam kurun waktu 2007-2009, hal tersebut diatas juga mengindikasikan berjalannya perbankan syariah di Indonesia sebagai lembaga intermediary.
B. Uji Normalitas Data Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode DEA adalah uji isotonic yaitu variabel input dan output harus memiliki hubungan isotonicity yang berarti setiap kenaikan pada variabel input apapun harus menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output dan tidak ada variabel output yang mengalami penurunan (Yuli Indrawati, 2009 : 27). Dan untuk mengetahui itu semua maka perlu dilakukan analisis korelasi, namun untuk memilih metodologi korelasi mana yang akan digunakan, maka dilakukan test uji normalitas distibusi data, jika distribusi data normal maka akan digunakan metodologi analisa parametris dan jika sebaliknya, tidak normal, maka akan menggunakan metodologi non-parametris, untuk melakukan uji normalitas, penulis menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Lampiran 2 menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov Test memaparkan bahwa semua data yang diuji menghasilkan nilai dibawah 0,1 yang artinya data adalah diluar distribusi normal, sehingga semua analisis yang digunakan adalah menggunakan metodologi non-parametris. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji korelasi antara aset dengan efisiensi dan produktivitas, hasil uji normalitas data aset dari tahun
63
2007-2009 pada lampiran 2, menunjukan bahwa data tidak normal sehingga dalam
pengujian
korelasi
aset-efisiensi,
dan
aset-produktivitas
juga
menggunakan analisis korelasi spearman.
C. Analisis Efisiensi Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dihitung dengan menggunakan metode DEA untuk setiap tahun selama 3 tahun mulai 2007-2009, dengan asumsi baik VRS ataupun CRS berorientasi output maupun output, orientasi output adalah seberapa besar output yang harus dihasilkan dengan menggunakan input yang sama, sedangkan input adalah seberapa besar input yang harus dikurangi untuk menghasilkan output yang sama, sehingga bank tersebut menjadi efisien, kemudian analisis diperluas dengan melakukan analisa produktivitas menggunakan Indeks Malmquist, dan diperlengkap dengan Korelasi Spearman analisis untuk membuktikan hubungan aset dengan efisiensi, dan analisis regresi berganda untuk mencari faktor yang dominan terhadap efisiensi maupun produktivitas. 1. Analisa DEA Dalam bagian ini akan dibahas hasil olah DEA menggunakan software DEAP 2.1, dimana data-data lengkap kesemuanya tersedia di Lampiran 4. a. Analisa CRS DEA (Output Oriented) CRS dikembangkan oleh Charnes, Cooper, Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978, model ini mengasumsikan bahwa rasio penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya
64
penambahan “X” input akan menambah jumlah “X” output, model ini juga mengasumsikan bahwa setiap UPK/DMU beroperasi skala yang optimal (Machmud Amir, Rukmana, 2010: 124). Dalam hasil analisa melalui metode ini pengukuran dilakukan dari angka 0-1 atau 0-100% dimana semakin mendekati angka 1 atau 100% maka semakin efisien bank syariah tersebut, di mana 1-nilai efisiensi atau 100-nilai efisiensi menjelaskan tingkat efisiensi, jadi jika suatu bank memiliki nilai 80% (0,8) dilain sisi bank tersebut mengalami inefisiensi sebesar 20% (0,2), (W.Cooper William, et al, 2006: 5, 13). Hasil perhitungan CRS DEA menggunakan software DEAP 2.1 menunjukan rata-rata bank syariah di Indonesia relatif efisien dengan nilai efisiensi rata-rata 85,2 % pada tahun 2007, disusul penurunan hingga menjadi 76,1% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi menjadi 78,6 % pada kuartal awal 2009. Di tahun 2007 terdapat delapan bank yang bekerja mutlak efisien atau dengan kata lain mendapat nilai 1 atau 100% efisien (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank CIMB Niaga, BPD Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Riau) sementara pemilik efisiensi terendah adalah BPD Sumatera Selatan dengan nilai efisiensi 42,9 %. Sementara di tahun 2008 jumlah bank yang memiliki efisiensi mutlak tetap di pegang oleh delapan buah bank namun dengan bank yang berbeda (yaitu: BRI Syariah, Bank Tabungan Negara, Bank CIMB
65
Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Riau), dimana ada dua bank yang memiliki efisiensi terendah, 32,4%, yaitu BPD Jawab Barat Banten dan BPD Sumatera Selatan, penurunan yang signifikan terjadi pada beberapa bank, Bank Muamalat yang menduduki efisiensi 100% pada tahun 2007 turun menjadi 63,1%, kemudian Bank Mega Syariah yang memiliki efisiensi 80% turun menjadi 35,8% di tahun 2008, begitu juga penurunan drastis terjadi pada BPD Sumatera Utara, dari 100% ditahun 2007 menjadi 55,1 % ditahun 2008.dan efisiensi rata-rata pada tahun ini juga menurun dibandingkan tahun 2007, dimana efisiensi rata-rata 2007 adalah 85,24% menurun menjadi 76,13%. Kemudian di kuartal awal tahun 2009 terdapat delapan bank yang menduduki efisiensi 100% (yaitu: Bank Tabungan Negara, Bank CIMB Niaga, BPD Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, Bank Kalimantan Barat dan BPD Sumatera Selatan), Nilai efisiensi terendah pada tahun ini dipegang oleh BNI pada 21.7% nilai efisiensi, penurunan efisiensi yang signifikan terjadi pada Bank Negara Indonesia, dari 82% ditahun 2008 menjadi 21,7% ditahun 2009 atau setara dengan 60,3% penurunan, kebalikannya BPD Sumatera Selatan justru mengalami peningkatan yang signifikan dari 32,4% ditahun 2008 menjadi 100% ditahun 2009 atau setara dengan 67,6% peningkatan.
66
Secara rata-rata tahun 2007-2009 hanya empat bank yang konsisten menghasilkan efisiensi 100% (yaitu: Bank CIMB Niaga, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI), sementara pemilik rata-rata terendah adalah BPD Jawa Barat dan Banten yaitu sebesar 41%. b. Analisa VRS DEA (Output Oriented) Model VRS merupakan pengembangan dari model CRS, model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala optimal. Asumsi model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Ini berarti penambahan input sebesar “X” tidak menghasilkan output sebesar “X” kali, bisa lebih kecil, bisa lebih besar, penilaian efisiensi tidak berbeda dengan DEA CRS (Machmud Amir, Rukmana, 2010:124), pengukuran dilakukan dari angka 0-1 atau 0-100% dimana semakin mendekati angka 1 atau 100% maka semakin efisien bank syariah tersebut, di mana 1-nilai efisiensi atau 100-nilai efisiensi menjelaskan tingkat inefisiensi, jadi jika suatu bank memiliki nilai 80% (0,8) dilain sisi bank tersebut mengalami inefisiensi sebesar 20% (0,2), (W.Cooper William, et al, 2006: 5, 13). Hasil perhitungan VRS DEA menggunakan software DEAP 2.1 menunjukan rata-rata bank syariah di Indonesia relatif efisien dengan nilai efisiensi rata-rata 94,55% pada tahun 2007 kemudian turun menjadi 86 % ditahun 2008, dan meningkat hingga 93% pada kuartal awal tahun 2009, yang ketika dirata-rata maka dalam periode 2007-2009 memiliki nilai rata-rata efisiensi sebesar 91.46%.
67
Di tahun 2007 terdapat 13 bank syariah yang berada di kondisi efisiensi maksimal atau 100% (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Negara Indonesia, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, BPD Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Kalimantan Barat, dan BPD Riau), adapun efisiensi terendah di pegang oleh BPD Sumatera Selatan sebesar 61,5%. Kemudian ditahun 2008 terdapat 12 bank yang memiliki tingkat efisiensi maksimal yaitu 100%, (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Kalimantan Barat, BPD Riau), dimana nilai efisiensi terendah dipegang oleh BPD Sumatera Selatan sebesar 39,9 %, perubahan signifikan pada tahun ini terjadi pada Bank BPD Sumatera Utara yang tadinya bernilai efisiensi sebesar 100 ditahun sebelumnya (2007) kemudian turun menjadi 55.3% ditahun 2008. Ditahun 2009 terdapat 13 bank syariah yang memiliki tingkat efisiensi maksimal atau 100% (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Tabungan Negara, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, BPD Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, Bank Kalimantan Barat, BPD Sumatera Sealatan), dimana nilai
68
efisiensi terendah di pegang oleh Bank Negara Indonesia yaitu 60%, perubahan sangat signifikan terjadi pada Bank Negara Indonesia yang turun dari nilai efisiensi 100% (2008), menjadi 70,1% (2009), sementara peningkatan signifikan terjadi pada BPD Sumatera selatan dari nilai efisiensi 39,9% (2008) menjadi 100% (2009). Secara rata-rata 2007-2009 ada sembilan bank yang yang konsisten memberikan nilai efisiensi maksimal (100%), (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Kalimantan Barat), sementara pemilik nilai rata-rata efisiensi terendah adalah BPD Jawa Barat dan Banten dengan nilai efisiensi 54%. c. Skala Relatif (CRS dan VRS Output Oriented) Skala relatif adalah rasio efisiensi model CRS dengan VRS, rasio didapatkan dengan cara membagi nilai efisiensi CRS dengan nilai efisiensi VRS, bank syariah yang efisien dengan model CRS berarti efisien juga skalanya, Sementara itu bank syariah yang efisien dengan model VRS, tetapi tidak efisien dengan metode CRS berarti memiliki inefisiensi skala, hal itu karena bank syariah tersebut efisien secara teknis sehingga inefisiensi yang ada berasal dari skala (Machmud.Amir, Rukmana, 2010: 128). Dari hasil analisa menggunakan software DEAP 2.1 dihasilkan bank syariah di Indonesia dalam jangka waktu 2007-2009 termasuk dalam
69
kategori efisien, hal ini tampak dari rata-rata tingkat efisiensi skala relatif rata-rata dari tahun 2007 hingga 2009 yang berada diatas 80%, 89,76% pada tahun 2007, 88,38% ditahun 2008, dan 86,34% ditahun 2009, sementara itu bank yang memiliki nilai skala relatif rata-rata tertinggi dari tahun 2007-2009 adalah BPD Sumatera Selatan dengan nilai 93,2%, nilai terendah dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri dengan nilai 86%. d. CRS, VRS, Skala Relatif Input Oriented Setelah melakukan analisa DEA dengan menggunakan output oriented, penulis melanjutkan kepada analisa DEA Input Oriented, hasil yang didapatkan dengan menggunakan software DEAP 2.1 adalah bahwa sama seperti teori-teori sebelumnya bahwa pemilihan antara metode orientasi input dengan metode output hanya menghasilkan sedikit perbedaan dalam nilai hasil untuk VRS dan Skala Relatif dan nilai yang sama pada metode CRS.
D. Analisis Produktivitas Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan metode Malmquist Index Productivity (MPI) atau singkatnya, Malmquist Index (MI) merupakan metode DEA yang dapat dipergunakan untuk mengolah data panel non parametrik. MI seringkali digunakan untuk mengukur perubahan produktivitas sebuah DMU/UPK. Nilai indeks tersebut dapat di dekomposisikan dari perubahan teknologi dan perubahan efisiensi, hasil antara MI input dan output
70
oriented menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda bahkan mendekati sama hal ini relevan dengan teori-teori sebelumnya, adapun perhitungan perubahan total produktivitas dimulai dari tahun ke 2, dalam penelitian ini pengukuran Indeks Malmquist akan menggunakan software DEAP 2.1, dimana akan menghasilkan tabel (Lampiran 5) dengan 5 hasil efisiensi yaitu : 1. effch: Perubahan Efisiensi (relatif dengan perhitungan CRS). 2. techc: Perubahan Teknologi. 3. pech: Perubahan Efisiensi Teknis Murni (relatif dengan perhitungan VRS). 4. sech: Perubahan Efisiensi Skala (effch/pech). 5. tfpch: Perubahan (faktor) Produktivitas Total. Hasil yang diperoleh dari perhitungan melalui software DEAP 2.1 bahwa pada tahun 2007-2008, 7 bank mengalami penurunan efisiensi (effch), 6 bank tidak mengalami perubahan, 4 bank mengalami peningkatan, penurunan efisiensi terendah dipegang oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah: 0.447), kemudian peningkatan efisiensi tertinggi dipegang oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 1,568), sementara itu, technological change (techc) tertinggi dipegang oleh bank nomor 4 (BRI Syariah: 7.046), posisi terendah dipegang oleh bank nomor 8 (CIMB Niaga Syariah: 0.75), pada nilai pure efficency (pech), 6 bank mengalami penurunan (di bawah nilai 1) dan hanya 1 bank yang mengalami peningkatan (BTN: 1.011), sedangkan yang terendah diduduki oleh bank nomor 14 (BPD Jabar Banten: 0.504), dilanjutkan dengan scale efficiency change (sech), 4 bank berada di nilai <1 dimana terendahnya
71
diduduki oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah: 0.559), dan 6 bank berada di nilai 1, dan sisanya (7 bank) berada pada nilai >1 dimana tertingginya diduduki oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 1.568), kemudian pada total factor productivity (tfpch) 9 bank menduduki nilai >1 dan sisanya (8 bank menduduki nilai <1, dimana nilai tertinggi dipegang oleh bank nomor 4 (BRI Syariah: 7.046), terendah dipegang oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah: 0.5). Dilanjutkan pada hasil tahun ke tiga (Lampiran 6), pada rentang tahun ini (2008-2009), (effch), 6 bank berada di nilai >1, kemudian 5 bank berada pada nilai 1, sisanya (6 bank berada pada nilai <1, tertinggi di pegang oleh bank nomor 17 (BPD Sumatra Selatan: 3.085), terendah dipegang oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 0.264), pada (techc), 5 bank berada pada nilai <1, sementara sisanya berada pada nilai >1, dimana nilai tertinggi dan terendah diduduki oleh bank no 15 (BPD Kalimantan Barat: 2.767) dan no 6 (BNI Syariah: 0.679). Pada (pech), 10 bank berada pada nilai 1, lalu 5 bank pada nilai >1, sisanya (2 bank) pada nilai <1, dimana tertinggi diduduki oleh bank nomor 17 (BPD Sumatera Selatan: 2.503), dan terendah pada bank nomor 6 (BNI Syariah: 0.701), sedangkan pada (sech) 5 bank memiliki nilai 1, kemudian 5 bank mempunyai nilai >1, sisanya (7 bank) bernilai <1, dimana tertinggi di duduki oleh bank nomor 1 (Bank Muamalat Indonesia: 1.471), kemudian terendah diduduki oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 0.377), pada (tfpch) hanya 4 bank yang berada pada nilai <1, sedangkan sisanya 13 bank berada pada nilai >1, nilai tertinggi di duduki oleh bank nomor 17 (BPD Sumatera
72
Selatan: 4,673), terendah diduduki oleh bank nomor 6 (Bank BNI Syariah: 0.179).
E. Analisis Korelasi Analisis ini adalah mengukur korelasi antara variabel aset dengan efisiensi, tehnik Spearman Correlation dipilih karena variabel yang telah di uji menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test, menghasilkan distribusi tidak normal yang artinya analisis korelasi selanjutnya menggunakan metodologi non-parametris. Hasil olah data menggunakan software SPSS 16 menghasilkan, bahwa ada hubungan antara aset dengan efisiensi namun hubungan tersebut berkorelasi negatif, artinya semakin besar aset maka semakin tidak efisien, hubungan tersebut dapat dilihat dari hasil uji software SPSS yang menghasilkan angka .133, untuk 2007, -.357 untuk 2008 dan , -.358 untuk 2009. Sementara uji Korelasi Spearman yang di tujukan untuk hubungan Input dan Output mengindikasikan adanya hubungan positif antara Input dengan Output, dimana nilai korelasi yang dihasilkan > 0 dan jika di lakukan pembulatan maka menghasilkan nilai satu, yang berarti bahwa jika variabel “x” meningkat maka meningkat pula variable ”y” dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan untuk uji korelasi aset-produktivtas, yang dilakukan dengan Uji Korelasi Spearman, mengindikasikan adanya hubungan positif antara aset dengan produktivitas, yang berarti peningkatan pada aset maka meningkat
73
pula produktivitasnya pada score Malmquist Index year2, namun berhubungan sebaliknya (negatif) pada Malmquist Indeks year3.
74
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya maka kesimpulan peneltian ini adalah : 1. Perbankan Syariah di Indonesia kurang efisien dalam menjalankan fungsi intermediasinya, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata efisiensi dari tahun 2007 hingga kuartal pertama 2009 yang tidak mencapai angka seratus , adapun kurangnya nilai efisiensi tersebut lebih banyak disebabkan oleh faktor skala dibandingkan dengan faktor teknis hal ini dapat disimpulkan melalui fakta bahwa nilai CRS < nilai VRS . Jika dibandingkan secara rata-rata Bank Syariah yang berbentuk Unit usaha Syariah (UUS) lebih Efisien dibanding dengan Bank Syariah yang berbentuk UUS.
2. Perbankan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan produktivitas hal ini digambarkan oleh hasil pengolahan Indeks Malmquist baik pada year 2 maupun year 3, peningkatan produktivitas di Perbankan Syariah Indonesia disebabkan oleh faktor teknologi, hal ini terindikasi dari hasil pengolahan data di mana nilai techch > nilai pech .
73
Jika dibandingkan perihal produktivitas maka dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah yang berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) lebih produktif dibanding dengan Bank Syariah yang berbentuk Unit Usaha Syariah (UUS), hal ini dapat terlihat pada nilai rata-rata produktivitas yang tercermin dari nilai tfpch BUS yang yang cenderung lebih besar dari BUS. 3. Hasil perhitungan Korelasi Spearman mengindikasikan hubungan yang kuat antara aset dan efisiensi di tahun 2007, namun tidak begitu kuat di tahun berikutnya (2008, 2009) meski menyatakankan adanya hubungan, korelasi antara variabel aset dan efisiensi ini adalah negatif, artinya semakin tinggi nilai aset maka semakin tidak efisien. Sementara uji Korelasi Spearman yang di tujukan untuk hubungan Input dan Output mengindikasikan adanya hubungan positif antara Input dengan Output. Sedangkan untuk uji korelasi aset-produktivtas, yang dilakukan dengan Uji Korelasi Spearman, mengindikasikan adanya hubungan positif antara aset dengan produktivitas, yang berarti peningkatan pada aset maka meningkat pada year2 namun berlaku sebaliknya pada year 3, berkorelasi negatif.
Keterbatasan penelitian ini adalah: 1. Tidak semua bank menjadi efisien dengan pengaturan input dan output, karena tidak semua input dan output dapat dikendalikan.
74
2. DEA adalah hasil perhitungan matematika, dimana pengukuran unsur-unsur non-angka tidak bisa dilakukan seperti selera pasar. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah : 1. Agar menggunakan pendekatan input dan output yang berbeda, ini untuk melihat konsistesi hasil penelitian. 2. Agar penelitian selanjutnya juga diberlakukan dengan pendekatan parametrik
sehingga
dapat
dikomparasikan
konsistensi
efisiensinya. 3. Menggunakan metode analisis regresi untuk mencari faktor yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas.
B. Implikasi Penelitian Sesuai dengan kesimpulan pada bahasan sebelumnya yang menyebutkan bahwa perbankan syariah di Indonesia masih inefisien, maka implikasi penelitian ini adalah : 1.Masih diperlukan peranan akademisi untuk penelitianpenelitian selanjutnya guna memperjelas dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan tentang efisiensi dan produktivitas, kemudian 2. Bagi pihak manajemen (perusahaan) dan 3.Pemerintah agar segera mengambil tindakan untuk mencegah inefisiensi berlanjut, dan yang terakhir 5.Nasabah agar lebih teliti dalam memilih bank-bank syariah di Indonesia sebagai mitra investasi.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Baki Monal A, ”Assessing the Effectiveness of Banking Reform Endeavours on the performance of Egyptian Banks”, International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 41(2010), EuroJournals Publishing, 2010.
Ahmed Usman, Shujaat Farooq, Hafiz Hanzia Jalil, ”Efficency Dynamics and Financial Reforms: Case Study of Pakistani Bank”, International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 25 (2009), EuroJournals Publishing, 2009.
Andryani, Rian, “Analisis Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia”, Institut Pertanian Bogor,2008.
Arifin Zainul, ”Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Cetakan 4, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.
Avenzora Ahmad, Jossy P. Moeis, ”Analisis Produktivitas dan Efisiensi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia Tahun 2002-2004”, Jakarta,2008.
Ayub Muhammad, ”Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syariah”, Cetakan satu, Jakarta: PT Gramedia, 2007.
Berger Allen, David Humphrey, ”Efficiency of Financial Institution: International Survey and Direction”, 1997.
Casu Barbara, Philip Molyneux, ”A Comparative Study of Efficiency in European Banking”. School of Accounting, Banking and Economics, Bangor: University of Wales, 2003.
Cooper W.William, Lawrence M.Seiford and Kaoru Tone, ”Introduction to Data Envelopment Analysis And its Uses”, New York: Springer Science+Business Media,Inc, 2006.
Farell M,J, ”Measurement of Productive Efficiency”, Journal of the Royal Statistical Society.Series A (General),Vol.120,No3, 1957.
76
Fajri Idris, ”Contribution of Tehnical Change to Output Growth in Small and Medium Scale Industries: Evidence from Malaysia”.
Imam Setiawan, ”Analisa Perbankan Indonesia dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analisis Studi Kasus 25 Bank dengan DPK Terbesar Tahun 20012005”, 2007.
Indrawati Yuli, ”Analisis Efisiensi Bank Umum di Indonesia Periode 2004-2007: Aplikasi Metode Data Envelopment Analysis (DEA)”, 2009.
Machmud Dr.Amir, H Rukmana, ”Bank Syariah: Teori Kebijakan, dan Studi Empiris Di Indonesia”, Cetakan satu, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
Nordhaus, Samuelson, ”Ilmu Mikro Ekonomi”,Edisi 17, Jakarta: P.T. Media Global Edukasi, 2003.
Qayyum Abdul, ”Financial Sector Reform and the Efficency of Banking in Pakistan”, Islamabad: Pakistan Institute of Development Economics, 2010.
Rama Dwi Laksana, ”Analisis Efisiensi BPD Unit Usaha Syariah di Indonesia”, Jurnal Indonesia Membangun Vo,l 7 No. 1, November 2008-Februari 2009.
Rivas Andres, Teofilo Ozuna, Felice Policastro,”Does The Use Of The derivatives Increase Bank Efficiency?”, Evidence From Latin American Banks, International Business & Economic Research Journal, 2006.
Sufian,Fadzlan, ”Malmquist Indices of Productivity Change In Malaysian Islamic Banking Industry” ,Foreign Versus Domestic Banks, 2007.
Suseno, Priyonggo, “Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia ”, P3EI,2008.
Triandanu Sigit, Totok Budisantoso, ”Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009.
77
Umar, Husein, ”Research Methods in Finance and Banking”, Cetakan kedua, Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Wiroso, ”Produk Perbankan Syariah “, Edisi satu cetakan satu, Jakarta Barat: LPFE Usakti, 2009.
Worthingthon Andrew C, ”Malmquist Indices of Productivity Change in Australian Financial Services”. 1999.
Yue Piyu, ”Data Envelopment Analysis and Commercial Bank Performance: A Primer With Applications to Missouri Banks”. 1992.
www.bi.go.id
www.google.com
www.wikipedia.com
78
Lampiran 1 Daftar Nama Bank
Lampiran 2 Kolmogorov-Smirnov Test
80
Lampiran 3 X dan Y Semua Bank
81
Lampiran 4 Hasil DEAP 2.1 DEA
82
Lampiran 5 Hasil DEAP 2.1 Malmquist Index
83
Lampiran 6 SPSS 16 Spearman Correlation
84
Lampiran 7 Perbandingan BUS dan UUS
BUS UUS UUS BUS
BUS UUS UUS BUS
Input Oriented CRS AVG (20072009) 71.86 83.5 80.04509804 Output Oriented CRS AVG (20072009) 71.86 83.45555556 80.04509804
89.4 90.68333333
SCALE AVG (20072009) 92.86 88.56666667
90.31568627
89.82941176
VRS AVG (2007-2009)
92.71333333 90.93888889
SCALE AVG (20072009) 87.35538849 90.73764129
91.46078431
89.74286106
VRS AVG (2007-2009)
254 263
Ratarata 85 88
252 265
84 88
Scoring
85