PERBANDINGAN TINGKAT INTERMEDIASI, AKTIVITAS LAYANAN JASA BERBASIS UPAH DAN EFISIENSI BANK UMUM KONVENSIONAL VS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2011-2013 Dimas Satria Hardianto, Permata Wulandari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian Ini bertujuan untuk membandingkan tingkat intermediasi, aktifitas layanan jasa berbasis upah (fee based service) dan tingkat efisiensi antara bank umum konvensional (BUK) dan bank umum syariah (BUS) di Indonesia pada tahun 2011-2013. Selain itu juga disertakan beberapa variabel kontrol untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol tersebut terhadap variabel dependen penelitian. Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu stochastic frontier approach untuk menghitung skor inefisiensi biaya dari bank dan juga menggunakan metode regresi data panel. Hasil pertama dari penelitian ini menemukan fakta bahwa tingkat intermediasi BUS lebih tinggi dibandingkan BUK.Variabel kontrol size memiliki pengaruh positif, sedangkan variabel inefisiensi dan non loan earning assets berpengaruh negatif terhadap tingkat intermediasi. Hasil yang kedua adalah secara rata-rata proporsi pendapatan jasa per total pendapatan operasional BUS lebih tinggi dibandingkan BUK. Variabel kontrol size berpengaruh positif, sementara variabel risiko kredit tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil ketiga dari penelitian adalah tingkat inefisiensi BUS lebih tinggi dibandingkan BUK. Variabel kontrol size dan risiko kredit memberikan pengaruh yang positif terhadap inefisiensi tersebut. Kata Kunci: Intermediasi, fee based income, bank umum konvensional, bank umum syariah, Stochastic Frontier Approach, efisiensi
1 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Abstract The aim of this research is to compare the differences of intermediation, fee based service activity, and efficiency of conventional banks vs islamic banks in Indonesia for 2011-2013 period. Moreover this study is also including some control variables to find out their effect to the dependent variables.
This research uses two methods, namely stochastic frontier
approach, and panel data regression. This research indicates that islamic banks have a higher intermediation ratio, higher proportion on fee income to total operating income, and less efficient. The control variables that have a positively significant effect on intermediation ratio are size, meanwhile inefficiency and non loan earning asset negatively affecting the intermediation ratio. The control variables that shows a positively significant effect on the proportion of fee income to total operating income is size, meanwhile the credit risk variable has no significant effect on the proportion of fee income to total operating income. The control variables that shows a negatively relation on efficiency are size and credit risk. Key words: Intermediation, fee based income, conventional banks, islamic banks, Stochastic Frontier Approach, efficiency
1. Pendahuluan Bank merupakan institusi keuangan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara karena menghubungkan sektor moneter dan sektor riil (Mishkin, 2010). Di Indonesia, bank merupakan institusi keuangan paling populer dan menjadi tempat pertama untuk membiayai aktifitas ekonomi bagi rumah tangga maupun korporat. Hal tersebut juga nampak dari aset industri perbankan menguasai 79,5% total aset dari industri keuangan (Bank Indonesia, 2012). Sebagai lembaga intermediasi, bank pada umumnya memberikan imbal hasil kepada deposan dan meminta imbal hasil dari pinjaman debitur. Industri perbankan Indonesia menganut dual bank system, yaitu bank umum yang dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau bank syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah seperti yang diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008. Latar
belakang dibentuknya bank syariah di Indonesia adalah jumlah
penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam namun tidak adanya bank yang menerapkan prinsip yang dihalalkan syariah pada waktu itu. Dengan adanya keinginan yang
2 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
kuat dari masyarakat yang menginginkan lembaga keuangan yang menerapkan prinsip syariah, maka Bank Muamalat lahir pada tahun 1992 yang kemudian disusul oleh Bank Syariah Mandiri pada tahun 1999 (Sutan, 2010). Saat ini perbankan syariah di dunia dan di Indonesia sedang tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan total aset industri keuangan syariah di dunia pada 2006-2011 sudah tumbuh menjadi dua kali lipat dan mencapai $900 miliar. Di Indonesia sendiri, pertumbuhan perbankan syariah sangat cepat dan disebut sebagai the ‘the fastest growing industry’ . Meskipun Industri keuangan syariah di Indonesia tumbuh dengan cepat, namun terdapat banyak kendala yang muncul dan dapat memperlambat perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Permasalahan yang paling utama adalah minimnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai institusi keuangan. Menurut Survei yang dilakukan oleh Worldbank (World Bank, 2012), hanya 20% penduduk dewasa Indonesia yang mengenal lembaga keuangan. Dengan minimnya literasi keuangan tersebut, hanya sebagian kecil saja masyarakat Indonesia yang mengenal produk-produk perbankan yang ada di Indonesia, apalagi perbankan syariah yang umurnya lebih muda daripada bank konvensional. Selain permasalah literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih rendah, permasalahan juga bersumber dari bank syariah. Permasalahan yang utama adalah jumlah dan jaringan kantor bank syariah yang masih terbatas menyebabkan masyarakat sulit untuk mengakses pelayanan bank syariah. Selain jumlah kantor cabang, kurangnya sumber daya manusia yang memiliki pemahaman dan pengalaman teknik perbankan syariah menyebabkan operasionalisasi bank syariah di Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (Siamat, 2005). Secara garis besar, model bisnis bank umum syariah (BUS) dengan bank umum konvensional (BUK) sama, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Dalam praktiknya,yang membedakan antara BUK dan BUS adalah penerapkan prinsip-prinsip syariah yang mengharamkan riba, gharar, maysir dan pembiayaan yang dilarang oleh hukum Islam, misalnya untuk jual-beli senjata , jual-beli dan
narkotika, alkohol ,
lain-lain. Batasan dalam kegiatan intermediasi bank syariah membuat bank syariah
tidak dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit dan kepada pihak yang tertentu. Penyaluran dana dalam bank syariah dilakukan dengan menggunakan prinsip jual beli, sewa, dan juga perserikatan (bagi hasil). Selain mendapatkan pendapatan dari kegiatan intermediasi, baik bank konvensional dan bank syariah
melakukan diversifikasi pendapatan melalui 3
Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
penyediaan jasa keuangan seperti transfer uang antar bank, melakukan pembayaran tagihan, menyediakan save deposit box, dan jasa lainnya. Diversifikasi pendapatan yang baik pada bank, baik syariah ataupun konvensional sangat berguna untuk meningkatkan profitabilitas bank, menambah jumlah nasabah, dan juga untuk mengurangi dampak akibat adanya kredit macet. Dengan beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh bank syariah dalam penyaluran dana, maka bank syariah akan mencari alternatif lain dalam meningkatkan profitabilitasnya, salah satunya dengan meningkatkan pendapatan jasa. Dalam menjalankan bisnisnya, baik BUS maupun BUK selalu berusaha mendapatkan nasabah sebanyak mungkin agar dapat mengembangkan bisnisnya. Salah satu yang menentukan keberhasilan dalam operasi dalam industri perbankan adalah efisiensi dalam beroperasi. Dengan tingkat efisiensi yang baik, bank memiliki cost of fund yang rendah sehingga bisa memberikan suku bunga kredit yang lebih kompetitif dan memiliki profitabilitas yang lebih baik. Dalam industri perbankan, ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur efisiensi dari suatu bank adalah rasio BOPO (beban operasional per pendapatan operasional). Berdasarkan data dari bank Indonesia, selama tahun 2008-2012 beban operasional/pendapatan operasional (BOPO) rata-rata bank di Indonesia masih lebih tinggi daripada negara-negara di Asia Tenggara lainnya walaupun menunjukkan trend yang menurun (Bank Indonesia, 2012). Dengan rendahnya efisiensi tersebut, maka fungsi intermediasi pada bank tidak dapat bekerja secara maksimal dan dapat menyebabkan bank tidak lagi menarik sebagai pilihan sumber pendanaan. Penelitian mengenai fungsi intermediasi berguna untuk mengetahui model bisnis mana yang memiliki kemampuan mengkonversikan dana pihak ketiga menjadi kredit atau pembiayaan. Penelitian terhadap fee based service antara bank umum syariah dan bank umum konvensional berguna untuk melihat kemampuan diversifikasi pendapatan antara kedua jenis bank mengingat bank syariah memiliki keterbatasan dalam menyalurkan dana. Penelitian mengenai efisiensi dilakukan karena penulis tertarik untuk membandingkan model bisnis mana yang lebih efisien, mengingat efisiensi perbankan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Tingginya inefisiensi perbankan di Indonesia menyebabkan cost of fund yang tinggi sehinga menyebabkan daya saing perbankan Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara lain.
4 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
2. Tinjauan Teoritis Penelitian mengenai tingkat intermediasi bank, aktivitas fee based service, maupun efisiensi bukanlah sebuah penelitian yang baru. Penelitian mengenai ketiga hal tersebut sudah banyak diteliti oleh berbagai peneliti internasional maupun peneliti dari Indonesia. Penelitian yang paling baru adalah yang dilakukan oleh Beck (Beck, Demirguc-Kunt, & Merrouche, 2013) yang meneliti mengenai model bisnis, efisiensi, kualitas aset dan kestabilan bank konvensional dan bank syariah. Dalam penelitian tersebut, pengukuran efisiensi dilakukan menggunakan pendekatan tradisional, yaitu menggunakan rasio BOPO, biaya overhead per pendapatan operasional. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat efisiensi bank konvensional lebih baik dibandingkan dengan tingkat efisiensi bank syariah. Selain efisiensi, penelitian tersebut juga meneliti mengenai model bisnis yang diukur berdasarkan fungsi intermediasi, fee based service dan source of fund. Dalam penelitian tersebut, fungsi intermediasi bank syariah lebih baik dibandingkan bank konvensional. Lebih baiknya tingkat interediasi bank syariah disebabkan karena sifat pembiayaan bank syariah yang selalu melibatkan aset fisik dan juga prinsip bank syariah yang tidak membiarkan uang menganggur. Selain itu, walaupun tingkat intermediasi bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional, ternyata bank syariah secara keseluruhan tidak hanya mengandalkan aktivitas pembiayaan sebagai sumber pendapatannya karena secara rata-rata bank syariah memiliki proporsi pendapatan jasa yang lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. Selain Beck, peneliti lain yang melakukan riset mengenai efisiensi bank syariah dan bank konvensional adalah Johnes (Johnes, Izzeldin, & Pappas, 2013). Johnes melakukan penelitian mengenai efisiensi bank menggunakan metode data envelopment analysis (DEA) dan kemudian melakukan regresi untuk mengetahui faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat efisiensi dari bank. Penemuan dari penelitiann tersebut menyatakan bahwa bank syariah memiliki tingkat gross efficiency yang sama dengan bank konvensional. Secara signifikan bank syariah memiliki net efficiency yang lebih tinggi dari bank konvensional dan bank syariah memiliki type efficiency yang lebih rendah dari bank konvensional karena tidak terstandardisasinya produk.Penelitian efisiensi yang lainnya dilakukan oleh Abdul-Majid (Abdul-Majid, Saal, & Battisti, 2009) menyatakan bahwa tingkat efisiensi sangat dipengaruhi oleh negara dimana bank itu beroperasi. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat efisiensi dengan model bisnis yang digunakan oleh bank.
5 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Selain penelitian dari luar negeri, peneliti dari Indonesia juga telah banyak meneliti mengenai perbandingan rasio intermediasi antara bank umum syariah dan bank umum konvensional. Penelitian dari Rindawati (Rindawati, 2007), Saragih (Saragih, 2013) dan Nugroho (Nugroho, 2013) yang meneliti perbandingan bank umum syariah dan bank umum konvensional dengan rasio CAMELS menghasilkan beberapa penemuan yang berbeda walaupun metode yang digunakan oleh peneliti-peneliti tersebut sama. Penelitian tersebut menggunakan metode t-test dengan membandingkan rasio loan to deposit ratio untuk mengukur tingkat intermediasi dan likuiditas bank sementara rasio BOPO untuk tingkat efisiensi. Penelitian dari Rindawati menemukan bahwa tingkat intermediasi BUS lebih baik dari BUK sedangkan tingkat efisiensi BUS lebih rendah daripada BUK. Penelitian dari Saragih menemukan fakta bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
tingkat
intermediasi BUS dan BUK. Penelitian dari Nugroho menghasilkan temuan bahwa tingkat intermediasi BUK lebih baik dibandingkan BUS dan tingkat efisiensi BUS lebih rendah daripada BUK. Hasil yang berbeda-beda tersebut disebabkan karena sedikitnya sampel yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut sehingga penggambaran utuh dari kinerja BUS dan BUK tidak dapat terjelaskan secara sempurna. Penelitian mengenai fee based service di Indonesia juga telah dilakukan oleh peneliti dari Indonesia. Salah satunya yang terbaru adalah Hasniawati (Hasniawati, 2012). Penelitian yang dihasilkannya menghasilkan temuan bahwa total aset, dan profitabilitas akan mempengaruhi besaran dari pendapatan jasa yang diterima oleh bank secara positif, sedangkan NPF berpengaruh secara negatif. Bank yang memiliki total aset yang lebih besar akan lebih siap dalam menerapkan teknologi yang terbaru untuk menunjang jasa-jasa perbankan yang ditawarkan oleh bank tersebut. Variabel NPF yang menjadi proksi dari risiko kredit berhubungan negatif karena bank yang memiliki risiko kredit yang tinggi cenderung lebih fokus kepada aktivitas tradisonal bank, yaitu kegiatan lending dan funding. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapat terutama dari laporan keuangan triwulan yang dipublikasikan oleh masing-masing bank. Data yang digunakan diambil dari sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Adapun data-data yang dibutuhkan dikumpulkan dengan kriteria sebagai berikut: Pertama, bank umum beroperasi di Indonesia sejak triwulan 1 tahun 2011 sampai triwulan 3 tahun 2013 dan rutin mengeluarkan laporan keuangan. Kedua, bank umum konvensional sudah tercatat di Bursa
6 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Efek Indonesia paling lambat tanggal 31 Desember 2010 dan masih tercatat hingga triwulan tahun 2013. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah bank yang menjadi observasi penelitian ini adalah sebanyak 39 bank yang terdiri dari 31 bank umum konvensional dan 8 bank umum syariah. Dengan demikian, jumlah observasi seluruh sampel penelitian menjadi 429 (39 perusahaan dengan 11 triwulan pengamatan). Penelitian ini menggunakan metode stochastic frontier approach untuk mengukur inefisiensi dari bank umum. Sementara itu, untuk melakukan tiga perbandinga, maka terdapat tiga model yang digunakan. Model pertama menggunakan generalized least square dengan fixed effect model , model kedua menggunakan generalized least square dengan pooled least square, sedangkan model ketiga menggunakan random effect model. Adapun model stohastic frontier approach yang digunakan merujuk pada fungsi yang dibuat oleh Battese dan Coelli (Battese & Coelli, 1995) yang disudah dikembangkan oleh Liadaki dan Ganganis (Liadaki & Ganganis, 2009). Adapun model dan variabel SFA yang digunakan addalah sebagai berikut:
TC adalah total biaya dari suatu bank. Sedangkan variabel-variabel input P1 adalah biaya tenaga kerja yang dihitung dengan beban personalia/ total asset, P2 adalah biaya dana yang dihitung dengan beban bunga/DPK untuk BUK dan bagi hasil investor dana investasi tidak terikat/DPK untuk BUS, dan P3 adalah biaya modal fisik yang dihitung dengan total biaya overhead selain tenaga kerja/ dana pihak ketiga. Variabel output yang digunakan antara lain Q1 yaitu kredit atau pembiayaan yang diberikan, Q2 yaitu surat berharga yang dimiliki oleh bank, dan Q3 yaitu penempatan pada bank lain.
7 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Sementara itu, ketiga model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Model untuk meneliti tingkat intermediasi
b. Model untuk meneliti fee based service
c. Model untuk meneliti Efisiensi
Variabel-variabel penelitian yang digunakan antara lain: a. Intermediasi Akibat adanya perbedaan model bisnis yang digunakan, terdapat dua rasio yang digunakan untuk mengukur intermediasi bank. Untuk bank umum konvensional digunakan loan to deposit ratio sedangkan untuk bank syariah digunakan variabel financing to deposit ratio. Kedua rasio itu dapat digunakan sebagai parameter terhadap tingkat agresivitas bank dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki LDR atau FDR yang relatif rendah, sebaliknya manjemen bank yang agresif memiliki LDR dan FDR yang tinggi atau melebihi batas toleransi. Adapun perhitungan LDR dan FDR antara lain: LDR=
FDR=
b. Fee Based Income Pengukuran aktivitas fee based service dari bank umum menggunakan proporsi pendapatan jasa dari total pendapatan operasional yang diterima oleh bank untuk mengukur fungsi bank sebagai penyedia jasa keuangan.Perhitungan pendapatan jasa yang termasuk kedalam perhitungan adalah akun komisi, fee dan pendapatan administrasi pada laporan laba/rugi bank umum konvensional, sedangkan untuk bank umum syariah menggunakan akun pendapatan jasa layanan dan jasa investasi terikat mudharabah muqayyadah. Dalam penelitian ini, fee based income dihitung dengan:
8 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
FEE= c. Efisiensi Variabel dependen untuk mengukur efisiensi adalah skor dari stochastic frontier approach Penggunaan SFA juga lebih baik dibandingkan menggunakan rasio BOPO karena pendekatan SFA mampu menjelaskan efisiensi biaya, efisiensi teknis dan efisiensi alokatif sedangkan BOPO hanya mengukur efisiensi secara umum. Hasil skor efisiensi biaya dari dari SFA akan selalu bernilai 1 sampai dengan tak hingga. Semakin besar skor, maka bank semakin tidak efisien. Jika bank tidak dapat melakukan efisiensi, maka biaya overhead yang menjadi dasar perhitungan suku bunga dasar kredit akan semakin tinggi. Dengan suku bunga dasar kredit yang tinggi, maka nasabah akan dibebankan dengan suku bunga yang semakin mahal. Sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan, jika harga naik maka permintaan akan berkurang, dengan kata lain, jika nasabah dikenakan tingkat suku bunga yang terlalu tinggi, maka nasabah akan pindah ke bank yang memberikan bunga lebih rendah. Maka dari itu, tingkat suku bunga pinjaman akan sangat menentukan pesaran pinjaman dan jumlah nasabah yang meminjam di bank tersebut.
d. Ukuran Bank (Size) Variabel ukuran bank diukur melalui jumlah total aset dari bank. Penjualan adalah salah satu indikator variabel penelitian untuk melihat ukuran pertumbuhan perusahaan. Semakin tingginya nilai penjualan perusahaan diharapkan mampu meningkatkan pembayaran kompensasi yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh (Beck, Demirguc-Kunt, & Merrouche, 2013) menyatakan bahwa bank yang memiliki aset yang lebih besar akan memiliki kemampuan penyaluran dana yang lebih baik dibandingkan dengan bank yang memiliki aset lebih sedikit. Hal ini dikarenakan bank memiliki cabang lebih banyak sehingga mampu menjangkau lebih banyak nasabah. Dari aktivitas fee based service, bank yang memiliki aset yang lebih besar akan memiliki proporsi fee based income lebih besar dibandingkan dengan bank yang memiliki aset lebih kecil. Hal itu disebabkan karena untuk melakukan pelayanan jasa, maka bank membutuhkan aset fisik yang lebih banyak dan teknologi yang lebih canggih. Bank yang lebih besar juga memiliki sumber daya manusia yang lebih terampil dan spesialisasi untuk mengerjakan
9 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
pelayanan jasa dibandingkan bank yang kecil (Rogers & Jr, 1999) dan (Shahimi, Ismail, & Ahmad, 2006) . Sementara itu, untuk dalam hal efisiensi, beberapa penelitian sebelumnya mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat efisiensi dan ukuran bank. Hal itu terjadi karena bank yang memiliki aset yang lebih besar mampu memiliki skala ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan bank yang memiliki aset lebih kecil. Bank yang lebih besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal dan memiliki core deposit yang lebih rendah. Dengan begitu, bank yang lebih besar dapat memiliki cost of fund yang lebih rendah dibandingkan dengan bank yang lebih kecil (Saunders & Cornett, 2010). Dalam penelitian ini proksi untuk ukuran bank adalah ln(total asset)
e. Risiko Kredit Risiko kredit diukur menggunakan rasio non performing loans untuk bank umum konvensional dan non performing financing untuk bank umum syariah. Bank yang memiliki risiko kredit lebih baik akan memiliki rencana untuk melakukan ekspansi bisnis kepada penawaran jasa-jasa perbankan lainnya. Diversifikasi pendapatan dari pelayanan jasa akan mendatangkan pendapatanan juga penyenyebaran risiko, akan tetapi hal ini sulit untuk dilakukan oleh bank yang memiliki risiko kredit yang tinggi karena bank itu masih memiliki masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dalam pengaruhnya terhadap efisiensi, kredit macet dapat menyebabkan adanya biaya operasional tambahan yaitu biaya pengawasan, biaya analisis kredit,biaya untuk menjual barang dijadikan jaminan oleh nasabah, dan biaya untuk menyelesaikan masalah hukum. Semakin tinggi rasio gross NPL (NPF) maka tingkat efisiensi dari bank akan semakin rendah (Karim, Chan, Hasan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Berger dan De Young (Berger & DeYoung, 1997) mengemukakan badluck hypothesis terkait hubungan antara NPL dan juga efisiensi biaya dari bank. Hipotesis tersebut mengatakan bahwa tingkat NPL naik karena adanya shock pada perekonomian sehingga tingkat efisiensi menjadi turun. f. Non Loan Earning Asset Dengan turut sertanya bank di pasar modal dan pasar uang, bank memiliki pilihan dan opportunity costdalam berinvestasi, apakah berinvestasi dengan cara memberikan kredit kepada nasabah atau berinvestasi di surat berharga seperti obligasi (Beck, Demirguc-Kunt, & Merrouche, 2013). Semakin banyak uang yang diinvestasikan bank di pasar modal atau pasar
10 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
uang, bank menjadi kehilangan fungsi asli kelembagaan tersebut, yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pengukuran non-loan (financing) earning asset di dalam bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan yang disebabkan berbedanya model bisnis dan struktur neraca yang digunakan. Ukuran dari non-loan earning aset dalam penelitian ini adalah jumlah surat berharga yang dimiliki oleh bank karena earning aset lainnya seperti derivatif dan repo tidak ada di dalam neraca bank syariah. Di sisi lain, pada bank konvensional tidak terdapat akun piutang dari akad-akad syariah seperti piutang salam, istishna, dan qardh. Dalam penelitian ini, non loan earning asset dihitung menggunakan: NLEA= g. Variabel BUS Variabel BUS merupakan variabel dummy untuk membedakan identitas bank. Variabel dummy akan bernilai 1 jika bank tersebut merupakan bank umum syariah dan akan bernilai 0 jika bank tersebut merupakan bank umum konvensional.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan INT
Koefisien
Prob.
FEE
C
0,730
0,000
C
BUS
0,164
0,000
BUS
SIZE
0,010
NLEA
-0,043
Koefisien
Prob.
EFF
Koefisien Prob.
-0,259 0,000
C
0,162 0,038
BUS
0,756 0,000*
0,000* SIZE
0,018 0,000* SIZE
0,033 0,000*
0,000
0,096 0,080
1,982 0,040*
0,011 0,000*
RISK
EFF -0,706 0,009* *signifikan pada α = 1%
RISK
** signifikan pada α = 5%
11 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
a. Perbandingan Tingkat Intermediasi BUK vs BUS Tingkat intermediasi BUS lebih tinggi dibandingkan BUK secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Beck, Demirguc-Kunt, & Merrouche, 2013) dan juga oleh (Faye, Triki, & Kangoye, 2013). Tingginya tingkat intermediasi bank umum syariah terjadi karena instrumen pada pasar uang antar bank syariah masih belum berkembang dan stabil. Instrumen pasar uang antar bank saat ini mayoritas masih menggunakan bunga dalam produknya sehingga sulit bagi pasar uang antar bank syariah untuk membuat produk yang mirip namun sesuai dengan syariah (Wahyudi, et al., 2013), hal ini lah yang membuat bank umum syariah sulit untuk mengelola kelebihan atau kekurangan likuiditasnya sehingga menyebabkan bank umum syariah lebih mengandalkan core depositnya sebagai sumber utama pendanaan. Selain belum berkembangnya pasar uang antar bank syariah yang dilakukan oleh bank syariah, faktor regulasi di Indonesia juga lebih mendukung intermediasi bank syariah lebih tinggi dari bank konvensional. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 (Bank Indonesia, 2013) mengatur agar rasio loan to deposit ratio bank konvensional ada pada rentang 78-92% untuk menjaga likuiditas perbankan konvensional di Indonesia. Sementara itu, pengaturan penyaluran dana untuk bank syariah lebih longgar karena Bank Indonesia tidak mengatur batas atas untuk financing to deopsit ratio karena Bank Indonesia menginginkan agar bank syariah dapat tumbuh lebih lebih tinggi.
b. Perbandingkan Aktivitas Fee Based Service BUK vs BUS Bank syariah memiliki aktivitas jasa lebih tinggi dibandingkan bank konvensional (Beck, Demirguc-Kunt, & Merrouche, 2013. Penelitan dari (Faye, Triki, & Kangoye, 2013) juga menemukan hasil bahwa di negara-negara Afrika Utara, bank syariah memiliki bisnis yang lebih terdiversifikasi dibandingkan dengan bank konvensional. Bank syariah tidak dapat meminjamkan uang secara langsung kepada nasabah karena meminjamkan uang secara langsung dengan meminta imbal hasil merupakan riba. Karena adanya keterbatasan bank syariah dalam menyalurkan dana secara langsung, maka bank syariah mencari alternatif pendapatan lain melalui peningkatan pendapatan jasa untuk meningkatkan profitabilita.
12 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
c. Perbandingan Tingkat Efisiensi BUK vs BUS Tingkat efisiensi bank konvensional lebih tinggi dibandingkan bank syariah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya standardisasi pada kontrak pembiayaan. Faktor pertama yang menyebabkan tidak efisiennya bank syariah di Indonesia adalah masih mudanya umur bank syariah di Indonesia, sehingga belum mampu memiliki nasabah yang cukup banyak untuk mencapai economic of scale. Selain jumlah nasabah yang masih belum mencapai economic of scale, masih relatif mudanya bank syariah di Indonesia menyebabkan masih minimnya SDM yang memiliki kompetensi tinggi dalam perbankan syariah sehingga bank syariah belum dapat bersaing dalam hal efisiensi dengan bank konvensional. Faktor kedua adalah kompleksnya akad yang digunakan oleh bank syariah karena setiap kontrak berbeda antara satu nasabah dengan nasabah yang lain. Akad yang digunakan juga biasanya berlapis untuk menghindari terkenanya larangan-larangan pada syariah.
d. Pengaruh Variabel Ukuran Bank Terhadap Tingkat Intermediasi, Aktivitas Fee Based Service, dan Efisiensi Ukuran suatu bank secara signifikan akan mempengarui tingkat intermediasi bank secara positif. Bank yang memiliki aset lebih banyak memiliki jaringan yang lebih besar dan juga kekuatan finansial yang lebih besar sehingga dapat melakukan promosi. Bank yang memiliki total aset lebih besar kemampuan untuk berpartisipasi ke dalam proyek-proyek yang besar dan membutuhkan jangka waktu panjang. Bank yang memiliki total aset lebih besar juga merupakan keunggulan tersendiri karena sudah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dari sisi pendanaan, bank yang besar akan lebih mengandalkan whole sale funding dibandingkan bank yang kecil (Bonfin & Kim, 2011). Bank yang besar memiliki akses yang lebih mudah untuk mencari pendanaan selain dari core deposit, sedangkan bank yang kecil hanya melakukan pendanaan secara tradisional. Dengan banyaknya alternatif pendanaan yang dimiliki oleh bank besar, maka tidak perlu lagi terlalu bergantung pada core deposit saja sehingga rasio intermediasi dapat ditingkatkan dan juga risiko likuditas dapat diminimalkan. Sementara itu, ukuran bank juga memiliki hubungan yang positif terhadap aktivitas fee based service. Bank yang memiliki aset yang lebih besar memiliki tekonologi yang dapat menunjang pendapatan jasa yang ditawarkannya. Selain penggunaan teknologi, bank yang lebih besar telah mapan dan memiliki spesialialisasi dan sumber daya manusia yang lebih memadai dibandingkan bank yang lebih kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
13 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
dilakukan oleh Shahimi (Shahimi, Ismail, & Ahmad, 2006) dan juga (Rogers & Jr, 1999) yang menyatakan bahwa bank yang lebih besar lebih siap mengadopsi teknologi baru. Dalam hal efisiensi, terdapat hubungan yang negatif antara tingkat efisiensi bank di Indonesia dengan ukuran bank. Bank yang besar di Indonesia memiliki kompleksitas model bisnis dan juga cakupan bisnis yang luas secara geografis. Investasi pembukaan cabang di pedesaan dapat menyebabkan inefisiensi bagi bank-bank besar karena input yang dikeluarkan di pedesaan tidak sebanding dengan output yang diterima oleh bank. Selain besarnya investasi yang dikeluarkan oleh bank, biaya perawatan aset seperti ATM, jaringan telekomunikasi, perawatan kantor cabang, dan juga biaya personalia juga lebih besar dibandingkan bank kecil. e. Pengaruh Inefisiensi Terhadap Tingkat Intermediasi Bank yang memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi akan memiliki tingkat intermediasi yang lebih baik dibandingkan bank yang memiliki efisiensi rendah. Bank yang lebih efisien mampu menekan biaya overhead sehingga komponen penentu suku bunga dasar kredit semakin rendah. Dengan tingkat suku bunga dasar kredit yang rendah, maka bunga yang dibebankan kepada debitur pun semakin rendah. Untuk kasus bank syariah, walaupun tidak menggunakan bunga, namun dampak efisiensi akan berpengaruh terhadap margin keuntungan akad jual beli. Jika bank syariah itu efisien, maka margin yang diminta oleh bank syariah akan lebih rendah dibandingkan bank syariah yang tidak efisien. Hasil penelitian ini dapat membuktikan pernyataan dalam penelitian yang dilakukan oleh Chortareas (Chortareas, Garza-García, & Girardonec, 2012), yaitu tingginya spread atau NIM merupakan gambaran dari inefisiensinya sistem keuangan. Ketika NIM terlalu tinggi, maka hal itu tidak hanya membuat nasabah tidak ingin menyimpan dana yang dimilikinya di bank karena imbal hasilnya terlalu rendah, tetapi juga membuat investor tidak ingin meminjam dana karena beban bunga yang dibayarkan terlalu tinggi.
f. Pengaruh Non-Loan Earning Asset Terhadap Tingkat Intermediasi Non loan earning asset merupakan proksi dari opportunity cost dari bank. Sebagai lembaga penghimpun dana, bank memiliki pilihan untuk menginvestasikan uangnya kepada masyarakat ataupun melakukan transaksi di pasar modal seperti membeli obligasi pemerintah untuk melakukan diversifikasi pendapatan. Dalam berinvestasi, bank tentunya akan mempertimbangkan risiko, jangka waktu pengembalian dan juga return yang akan diterimanya. Bank yang memiliki kelebihan likuiditas dan kemampuan intermediasi yang
14 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
rendah akan lebih banyak menginvestasikan uangnya pada sekuritas keuangan di pasar modal seperti obligasi pemerintah ataupun korporat.
g. Pengaruh Risiko Kredit Terhadap Fee Based Service dan Efisiensi Berdasarkan hasil dari estimasi model kedua, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel risiko kredit dan aktivitas fee based service. Hal itu berarti bahwa bank yang memiliki eksposure terhadap risko kredit yang rendah belum tentu memiliki pendapatan jasa lebih tinggi dibandingkan bank yang memiliki eksposure terhadap risiko kredit lebih tinggi. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Shahimi, Ismail, & Ahmad, 2006) yang menyatakan bahwa risiko kredit memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan jasa dari bank. Hubungan antara variabel risk dan efisiensi sesuai bad luck hyphotesis yang dikemukakan oleh Berger (Berger & DeYoung, 1997). Menurut Berger, kredit macet dapat menyebabkan menurunnya tingkat efisiensi dari bank karena adanya faktor-faktor eksternal seperti guncangan ekonomi yang menyebabkan kondisi perekonomian menurun sehingga para debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan pinjaman. Dengan adanya kredit macet tersebut, maka bank harus mengeluarkan biaya tambahan terkait dengan penyelesaian permasalahan kredit macet tersebut. Biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan oleh bank adalah biaya pengawasan (monitoring cost), biaya seleksi kredit (screening cost), biaya merawat jaminan dan penjualan jaminan (maintenance cost dan appraisal cost) dan biaya-biaya yang terkait dengan penyelesaian masalah hukum (Abd Karim, Chan, & Hassan, 2010). Selain biaya yang material, bank juga mengalami kerugian imaterial yaitu menurunnya citra baik bank karena gagal mengelola risiko kredit.
5. Kesimpulan 1. Terdapat perbedaan tingkat intermediasi antara BUS dan BUK di Indonesia untuk periode 2011-2013. Tingkat intermediasi bank umum syariah lebih tinggi dibandingkan bank umum konvensional secara signifikan. 2. Terdapat perbedaan aktivitas fee based service antara bank umum syariah dan bank umum konvensional. Bank umum syariah memiliki aktivitas fee based service lebih tinggi dibandingkan bank umum konvensional secara signifikan untuk periode 2011-2013.
15 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
3. Terdapat perbedaan tingkat efisiensi antrara bank umum syariah dan bank umum konvensional. Bank umum syariah memiliki tingkat efisiensi yang lebih buruk secara signifikan untuk periode 2011-2013. 4. Variabel kontrol non loan earning asset dan inefisiensi berhubungan negatif secara signifikan terhadap tingkat intermediasi bank umum di indonesia, sementara variabel size berhubungan positif secara signifikan terhadap tingkat intermediasi bank umum di Indonesia periode 2011-2013.Variabel kontrol size berhubungan positif terhadap aktivitas fee based service bank umum di Indonesia sementara variabel risk tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap aktivitas fee based service di Indonesia periode 2011-2013. 5. Variabel kontrol size dan risk berhubungan positif terhadap
inefisiensi bank
umum di indonesia periode 2011-2013.
16 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Referensi Abd Karim, M. Z., Chan, S.-G., & Hasan, S. (2010). BANK EFFICIENCY AND NONPERFORMING LOANS:EVIDENCE FROM MALAYSIA AND SINGAPORE. PRAGUE ECONOMIC PAPERS. Abd Karim, Z. M., Chan, S.-G., & Hassan, S. (2010). Bank Efficiency And Non-Performing Loans:Evidence From Malaysia And Singapore. Prague Economic Paper. Abdul-Majid, M., Saal, S. D., & Battisti, G. (2009). Efficiency in Islamic and conventional banking: an international comparison. Journal of Production Analysis. Alamsyah, H. (2012). Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015. Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), (hal. 1-2). Alman, M. (2010). Liquidity Transformation Factors of Islamic Banks: An Empirical Analysis. Bamberg University. Ascarya. (2007). Produk Dan Akad Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ascarya, & Yumanita, D. (2005). Bank Syariah: Gambaran Umum. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI. Bader, M. K., Mohamad, S., & Hassan, T. (2008). Cost, Revenue, And Profit Efficiency of ISlamic Versus Conventional Banks :international Evidence Using Data Envelopment Analysis. Islamic Economic Studies. Bank Indonesia. (2012). Statistik Perbankan Indonesia. Bank Indonesia. (2013). Peraturan Bank Indonesia Nomer 15/7/PBI Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/2010 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah dan Valuta Asing. Jakarta: Bank Indonesia. Bank Indonesia. (2013, Oktober). Statistik Perbankan Indonesia. 11(11), hal. 62. Battese, G., & Coelli, T. (1995). A Model for Technical Inefficiency Effects in a Stochastic Frontier Production Function For Panel Data. Empirical Economic, 325-332. Beck, T., Demirguc-Kunt, A., & Merrouche, O. (2013). Islamic vs. Conventional Bank: Business Model, Efficiency, and Stability. Journal of Banking and Finance, 433-447. Berger, A., & DeYoung, R. (1997). Problem Loans and Cost Efficiency in Commercial. Journal of Banking and Finance, 849–870. Berger, A., & DeYoung, R. (1997). Problem Loans and Cost Efficiency in Commercial Banks. Journal of Banking and Finance. Bonfin, D., & Kim, M. (2011). Liguidity Risk in Banking: Is There Herding? Banco de Portugal .
17 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Chortareas, G. E., Garza-García, J. G., & Girardonec, C. (2012). Competition, Efficiency and Interest Rate Margins in Latin American Banking. International Review of Financial Analysis. Coelli, T. (1996). A Guide to FRONTIER Version 4.1: A Computer Program for Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. CEPA Working Papers. Diambil kembali dari BBC Indonesia. Dacanay III, S. (2007). Profit and Cost Efficiency of Philipine Commercial Banks Under Periods of Liberalization, Crisis and Consolidation. The Business Review: Cambridge. Farrell, M. J. (1957). The Measurement of Productive Efficiency. Journal of Royal Statistical Society. Fauzi, M. R. (2013). Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah Dan Bank Umum Konvensional Dengan Metode Data Envelopment Analysis (Studi kasus BRI dan BSM pada tahun 2007-2011). Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Faye, I., Triki, T., & Kangoye, T. (2013). The Islamic Finance Promises: Evidence From Africa. Review of Development Finance, 136-151. Fuentes, R., & Vergara, M. (2003). Explaining Bank Efficiency: Bank Size or Ownership Structure? Central Bank of Chile. Gujarati, D. (2009). Basic Econometrics ( 5th ed.). New York: McGraw-Hill Book Co. Hadad, M. D., Santoso, W., Mardanugraha, E., & Illyas, D. (2003). Pendekatan Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan. Hasniawati, N. A. (2012). Analisis Panel Data Terhadap Aktivitas Fee Based Income BankBank Syariah di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. J.A. Al-Khasawneh, K. B. (2012). Efficiency of Islamic banks: case of North African Arab countries. Qualitative Research in Financial Markets, 228-239. Johnes, J., Izzeldin, M., & Pappas, V. (2013). A comparison of Performance of Islamic and Conventional Banks 2004-2009. Journal of Economic Behavior & Organization. Karim, A. A. (2005). Islamic Banking. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Karim, A. A. (2006). Bank islam : Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kuran, T. (2004). Islam and Mammon: The Economic Predicaments of Islamism. Princeton University Press. Liadaki, A., & Ganganis, C. (2009). Efficiency and Stock Performance Of EU Banks:Is There A Relationship? Omega, 254-259. Lovell, Khumbakar, S., & Knox, C. (2000). Stochastic Frontier Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
18 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Mishkin, F. S. (2010). The Economics of Money,Banking and Financial Markets (Global 9th ed.). Pearson. Moin, M. S. (2008). Performance of Islamic Banking and Conventional Banking in Pakistan:A Comparative Study. Master Degree Project University of Skovde. Nugroho, W. (2013). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah Dan Bank Konvensional. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie. Rindawati, E. (2007). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Dengan Perbankan Konvensional. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Rogers, F., & Jr, S. (1999). An Analysis of Nontraditional Activities at U.S Commercial Banks. Review of Financial Economics, 25-39. Rogers, K., & Sinkey Jr., J. (1999). An Analysis of Nontradiotional Activities at U.S. Commercial Banks. Review of Financial Economics, 25-39. Rosly, S. A., & Abu Bakar, M. A. (2003). Performance of Islamic and mainstream banks in Malaysia. International Journal of Social Economics. Rosman, R., Wahab, N. A., & Zainol, Z. (2013). Efficiency of Islamic banks during the financial An analysis of Middle Eastern and Asian countries. Pacific-Basin Finance Journal. Saragih, A. F. (2013). Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional. Universitas Sumatra Utara. Saunders, A., & Cornett, M. M. (2010). Finacial Markets and Institutions: A Modern Perspective. McGraw-Hill Irwin. Sekaran, U., & Roger, B. (2010). Research Method For Business. London: John Wiley and Sons Ltd. Shahimi, S., Ismail, A. B., & Ahmad, S. B. (2006). A Panel Data Analysis of Fee Income Activities in Islamic Bank. J.KAI:Islamic Economic. Siamat, D. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan (5th ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sutan, R. S. (2010). Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta: PT.Jayakarta Agung Offset. Viverita, & Ariff, M. (2011). Efficiency measurement and determinants of Indonesian bank efficiency. Paper To Academy of Financial Service. Wahyudi, I., Dewi, M. K., Prasetyo, M. B., Rosmanita, F., Putri, N. S., & Haidir, B. M. (2013). Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
19 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Statistik Deskriptif
Mean Med Max Min St.dev Obs
INT
FEE
EFF
RISK
NLEA
TA
83,38% 84,36% 112,2% 52,96% 11,75% 429
5,14% 4,22% 17,60% 0,06% 4,35% 429
1,355 1,23 2,70 1,05 0,396 429
2,42% 2,24% 5,93% 0,37% 1,47% 429
9,19% 7,48% 23,58% 2,25% 6,03% 429
77.368.850 16.820.675 616.000.000 518.768 130.000.000 429
20 Perbandingan tingkat…, Dimas Satria Hardianto, FE UI, 2014
Universitas Indonesia