1
2
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP FUNGSI INTERMEDIASI PADA BANK UMUM SWASTA NASIONAL (BUSN) DEVISA PERIODE 2006 - 2010 Henny Ritha Institut Perbanas Eri Raditiya S1 Manajemen Institut Perbanas
ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the influences of both internal factors consisting of Certificate of Bank of Indonesia (SBI), Inter Bank Placement (ABA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses Operating Income (BOPO) and external factor such as the Inflation Rate on Intermediation Functions of Domestic Foreign Exchange Banks . This research used the secondary data from Indonesia Economic and Financial Statistics (SEKI) which was published by Central Bank of Indonesia monthly. The samples were taken from LDR of Domestic Foreign Exchange Banks as series, SBI rate, ABA, CAR, NPLs, BOPO and Inflation Rate in period of 2006 – 2010. The result shows that SBI and ABA do not significantly have positive influence on LDR of Domestic Foreign Exchange Banks. On the other hand, CAR and NPL significantly have negative influence on LDR of Domestic Foreign Exchange Banks. Meanwhile, BOPO and inflation rate do not significantly influence LDR of Domestic Foreign Exchange Banks. Simultaneously, the six variables significantly have positive influence on LDR of Domestic Foreign Exchange Banks with the independence Contribution variables have influenced for 92,60 percent on the LDR of Domestic Foreign Exchange Banks. Keywords: Interest Rates, ABA, CAR, NPLs, BOPO, Inflation Rate, and LDR.
PENDAHULUAN Sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi keuangan yang memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara. Terjadinya krisis keuangan global menjelang akhir tahun 2008 mempunyai dampak terhadap industri perbankan di Indonesia. Kelangkaan likuiditas perbankan nasional pada saat itu telah mendorong perbankan untuk lebih berhati-hati, sehingga cenderung memilih menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penempatan dana dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dinilai sebagai salah satu faktor penghambat fungsi intermediasi (Haryati, 2009).
3 Perkembangan jumlah aset berdasarkan kelompok bank periode 2006 -2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Perkembangan Aset berdasarkan Kelompok Bank Periode 2006-2010 (Milyar Rp.) Kelompok Bank Bank Persero BUSN Devisa BUSN Non Devisa BPD Bank Campuran Bank Asing Total
Des. 2006 621.212 663.002 29.657 159.476 64.421 156.083 1.693.850
Des. 2007 741.988 768.730 39.012 170.012 90.480 176.278 1.986.501
Des. 2008 847.563 883.470 42.467 185.252 118.131 233.674 2.310.557
Des .2009 Des.2010 979.078 1.115.519 958.549 1.203.370 55.762 78.485 200.542 239.141 135.675 149.990 204.502 222.347 2.534.106 3.008.853
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia 2010
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa merupakan kelompok terbesar pertama dari keenam kelompok bank tersebut. Bahkan pencapaian aset BUSN Devisa pada tahun 2010 mencapai Rp. 1.203.370 milyar mengalami peningkatan 25,54% dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp. 958.549 milyar. Peningkatan ini terutama berasal dari aktiva produktif berupa kredit, penempatan pada bank lain dan penempatan pada Bank Indonesia. Hal ini merupakan fenomena yang menarik untuk diamati, terkait dengan semakin signifikannya peran dan kontribusi swasta sebagai pelaku dalam industri perbankan di Indonesia. Berdasarkan data bank Indonesia 2010, Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Swasta Nasional Devisa selama 2006 – 2010 masih dibawah 78%, yang merupakan standar minimal Bank Indonesia. Ini dapat diartikan bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum berjalan dengan baik. Pada 2009, LDR menurun 3,58% dari 2008 yang disebabkan perbankan lebih menaruh dananya pada SBI dan meningkatnya kredit macet. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mendorong peningkatan LDR, dan semakin tingginya LDR menunjukkan semakin besar pula DPK yang digunakan untuk penyaluran kredit yang berarti bank telah mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Disisi lain bank Umum Swasta Nasional Devisa mampu menjaga permodalan cukup baik, ini dilihat dari indikator Capital Adequacy Ratio (CAR) secara keseluruhan masih diatas 8%. CAR terendah pada 2008 sebesar 14,82%, padahal LDR pada tahun yang
4 sama mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan temuan Nandadipa (2010) yang menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Pada 2009, BUSN Devisa memilih mengurangi pertumbuhan kredit sejalan dengan krisis global yang dihadapi kantor pusat atau bank induknya di luar negeri sehingga CAR kembali meningkat sebesar 16,61%. Demikian pula Non Performing Loan (NPL) mengalami peningkatan pada 2009 sebagai dampak krisis ekonomi global dan menurun pada 2010. Perbaikan rasio NPL tidak hanya karena meningkatnya penyaluran kredit, namun juga karena jumlah nominal kredit bermasalah mengalami penurunan (Bank Indonesia, 2010). Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit, sehingga akan mempengaruhi rasio LDR. Tingginya rasio BOPO dan kualitas kredit yang cukup sehat, mengakibatkan pertumbuhan kredit tidak mampu menekan rasio BOPO. Semakin tinggi pertumbuhan kredit, semakin tinggi pula rasio BOPO (Rahyuda dan Prawita, 2003) dan semakin kecil rasio BOPO, maka semakin efisien kondisi bank tersebut. Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat mempengaruhi aktifitas perbankan.Tekanan Inflasi yang cukup kuat tentu akan mempengaruhi fungsi intermediasi dan berdampak negatif pada pertumbuhan sektor riil di Indonesia. Sudirman (2003) mengemukakan bahwa CAR, suku bunga SBI pada bank perkreditan rakyat dan bank umum periode 2001-2002 berpengaruh positif terhadap peningkatan LDR, sedangkan penempatan dana di bank lain dan suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikan terhadap penurunan LDR. Penelitian yang berbeda ditemukan oleh Setiawan & Hady (2006) pada BUSN Devisa periode 1997-2004 menunjukkan bahwa CAR, berpengaruh positif signifikan terhadap LDR sedangkan SBI, penempatan dana pada bank lain, NPL dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR. Muliaman (2004) meneliti pada bank asing periode 2000-2004 menyimpulkan bahwa BOPO dan NPL berpengaruh negatif terhadap LDR. Sedangkan Akbar dan Mentayani (2010) membuktikan NPL berpengaruh positif signifikan terhadap LDR bank umum swasta Kalimantan Selatan periode 2007-2009. Inflasi sebelumnya juga telah diteliti Haryati (2008) yang menyimpulkan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit pada bank nasional dan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap bank asing 2005 - 2008. Pembuktian yang sama ditemukan oleh Nandadipa (2010) bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR pada bank umum di Indonesia periode 2004-2008. Kajian yang berbeda ditemukan oleh Lestari & Sugiharto (2007) yang menunjukkan inflasi, suku bunga SBI dan
5 nilai tukar rupiah berpengaruh tidak signifikan terhadap LDR pada Bank Devisa dan Bank Non Devisa 2002 - 2006. Berbeda dengan penelitian terdahulu, faktor internal dalam penelitian ini adalah placement yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Antar Bank Aktiva (ABA), sedangkan Kinerja Bank diwakili oleh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL) dan BOPO serta Inflasi yang merupakan faktor eksternal pada Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa periode 2006 - 2010. Disisi lain, fungsi intermediasi perbankan diwakili oleh Loan to Deposit ratio (LDR). Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap fungsi intermediasi bank pada Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa periode 2006 - 2010.
TINJAUAN LITERATUR Intermediasi Perbankan. Haryati (2009) menegaskan fungsi intermediasi bank merupakan kegiatan perbankan yang menghimpun dana dari masyarakat dimana sumber dana terdiri dari (Giro, Tabungan, Deposito), borrowing (pinjaman yang diterima dari bank lain atau pinjaman lainnya) dan modal sendiri. Salah satu ukuran untuk melihat fungsi intermediasi perbankan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) yang digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan. LDR mengukur efektivitas perbankan dalam penyaluran kredit melalui dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. LDR melihat seberapa besar total kredit yang diberikan terhadap total dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besar penyaluran dana dibandingkan simpanan masyarakat, membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang ditanggung bank (Leon & Ericson, 2007:80). Rasio ini digunakan untuk mengetahui sampai seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabahnya yang telah mempercayakan dananya untuk ditanamkan dengan kredit-kredit yang telah diberikan bank kepada para debiturnya. Dendawijaya (2003:118) menyatakan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank atau seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dana
6 yang diterima akan berpengaruh terhadap banyaknya kredit yang diberikan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap besar kecilnya rasio LDR. Semakin tinggi rasio tersebut, mengindikasikan semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang disebabkan karena jumlah dana yang digunakan untuk membiayai kredit semakin besar. Menurut Bank Indonesia, kisaran target LDR ditetapkan antara 78% dan 100%. LDR target ditetapkan berdasarkan tujuan makro ekonomi dan mikro perbankan. Secara makro, LDR target merupakan cerminan kebutuhan kredit yang diperlukan untuk menopang target pertumbuhan ekonomi. Sementara secara mikro, LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas dan LDR perbankan (Bank Indonesia, 2010). Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Riyadi (2006:165): LDR
=
Jumlah Kredit Yang Diberikan Jumlah Dana Pihak Ketiga
x 100%
Jika bank mempunyai LDR yang terlalu kecil maka bank akan kesulitan untuk menutup simpanan nasabah dengan jumlah kredit yang ada, sehingga pendapatan bunga semakin menurun (Setiadi, 2010). Namun jika semakin tinggi LDR, maka akan semakin tinggi tingkat keuntungan perusahaan karena penempatan dana berupa kredit yang diberikan semakin meningkat sehingga pendapatan bunga akan semakin meningkat pula. Faktor Internal bank Perkembangan pemberian kredit sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan atau orientasi bank dalam melakukan placement, mengingat realita adanya keterbatasan likuiditas yang dimiliki suatu bank. Selain menyalurkan dana dengan pemberian kredit, bank juga melakukan penempatan dananya antara lain pada Sertifikat Bank Indonesia dan penempatan dana pada bank lain atau biasa disebut Antar Bank Aktiva (ABA). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan instrumen yang dianggap lebih aman dan memberikan cadangan likuiditas sekunder yang dapat memberikan hasil yang pasti dan memiliki risiko nol. Selain itu SBI merupakan alternatif placement yang cukup dominan dilakukan bank, disamping kegiatan utamanya menyalurkan kredit (Setiawan & Hady, 2006). Bank Indonesia menilai fungsi intermediasi perbankan saat ini belum dapat terlaksana secara maksimal karena banyak dana bank yang ditempatkan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sebaiknya dana yang tersimpan dalam SBI dapat disalurkan melalui
7 kredit kepada nasabah, sehingga melalui ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dikaitkan dengan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan. Hadad, dkk (2003) menyatakan tingginya biaya intermediasi dari faktor internal dapat disebabkan oleh bank yang cenderung menahan diri untuk melakukan kompetisi karena kondisi likuiditas bank cukup memadai dan masih tingginya pendapatan bank yang berasal dari SBI dan obligasi.
Antar Bank Aktiva Penempatan dana pada bank lain atau Antar Bank Aktiva adalah penempatan dana bank pada bank lain baik dalam negeri maupun luar negeri sebagai secondary reserve dengan tujuan memperoleh penghasilan. Penempatan pada bank lain dapat berbentuk giro, deposito, call money, dll. Selain itu penempatan pada bank lain diakui pada saat dilakukan penyerahan sebesar nilai nominal penyetoran atau nilai yang dijanjikan sesuai jenis penempatan. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Sesuai Peraturan Bank Indonesia nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukkan semakin sehat bank tersebut. Jika CAR tinggi, kepercayaan masyarakat terhadap bank semakin besar sehingga meningkatkan nilai dan return saham para investor. Bank dinyatakan sehat apabila memiliki CAR minimal 8%, hal ini didasarkan pada ketentuan Banking for International Settlement (BIS). Secara sistematis Capital Adequacy Ratio (CAR) dirumuskan sebagai berikut (Leon & Ericson, 2007:44): CAR =
___Modal Bank___ x 100% Total ATMR
Tingkat kecukupan modal sangat penting bagi bank dalam menyalurkan kreditnya agar masyarakat tertarik untuk mengambil kredit sehingga hal ini menyebabkan bank mempunyai cukup dana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kredit macet. Bank yang memiliki CAR tinggi, menunjukkan kreditnya semakin banyak sehingga apabila CAR meningkat maka berdampak pada peningkatan terhadap LDR.
8
Non Performing Loan (NPL) Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diwakili oleh aktiva produktif bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Muliaman (2004) menegaskan semakin tinggi nilai NPL diatas 5% maka bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi menyebabkan bank akan mengurangi penyaluran kreditnya. Bila ini terjadi maka akan berpotensi terhadap kerugian bank, karena jumlah kredit bermasalah semakin besar, yang mengakibatkan bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap kurang berjalannya fungsi intermediasi yang dilakukan bank. Dendawijaya (2003:86) menjelaskan apabila NPL tidak dapat ditangani dengan tepat, maka bank akan kehilangan kesempatan pendapatan dari kredit yang diberikan sehingga mengurangi laba dan kemampuan bank untuk memberikan kredit. Banyaknya kredit bermasalah akan membuat bank tidak berani meningkatkan penyaluran kreditnya, apalagi bila dana yang dihimpun tidak dapat dicapai secara optimal sehingga akan mengganggu likuiditas bank tersebut dan berpotensi mempengaruhi LDR. Aman dan Miyazaki (2009) menyatakan bahwa rata-rata modal bank dengan NPL yang tinggi adalah negatif, dan modal bank dengan NPL rendah secara signifikan positif. Bank dengan modal yang lebih rendah lebih positif di pasar karena tambahan modal dapat mengurangi risiko penutupan bank serta memberikan manfaat dalam menghindari kerugian yang akan datang. Apabila NPL negatif, maka menunjukkan bahwa tambahan modal melalui placement merupakan nilai lebih untuk meningkatkan bank dengan NPL yang kecil. Secara Sistematis Non Performing Loan (NPL) dapat dirumuskan sebagai berikut: (Riyadi, 2006:160): NPL =
___Jumlah Kredit Bermasalah___ x 100% Total Kredit
NPL yang tinggi akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini, semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar.
9 Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional. Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir di Indonesia adalah sebesar 93,52%, hal ini sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia. Dari rasio ini dapat diketahui tingkat efisiensi kinerja manajemen suatu bank, jika angka rasio menunjukkan angka diatas 90% dan mendekati 100%, berarti bahwa kinerja bank tersebut menunjukkan tingkat efisiensi yang sangat rendah. Tetapi jika rasio ini rendah, misalnya mendekati 75% ini berarti kinerja bank yang bersangkutan menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi (Riyadi, 2006:159). Rentabilitas bank ditentukan oleh besarnya biaya operasional untuk mewujudkan pendapatan operasional bank. Bank akan memperoleh keuntungan jika biaya operasional yang bersumber dari dana pihak ketiga, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead lebih kecil dari pendapatan operasional yang diperoleh dari aktiva produktif. Pendapatan bank yang tinggi dengan biaya operasional yang rendah dapat menekan rasio BOPO, sehingga bank berada pada posisi sehat (Rahyuda & Prawita, 2003). Dengan demikian, rasio BOPO dipengaruhi oleh aktiva produktif dan dana pihak ketiga. Semakin efisien suatu bank, maka semakin besar peluang bank untuk menyalurkan kreditnya secara baik. Secara Sistematis BOPO dirumuskan sebagai berikut (Leon & Ericson, 2007:110): BOPO =
___Beban Operasional___ x 100% Pendapatan Operasional
Dengan kata lain rasio BOPO menunjukan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga apabila bank tetap menyalurkan kreditnya, maka akan mengalami pertumbuhan negatif. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar maka bank cenderung mengalihkan investasinya dalam surat berharga atau fee based income. Semakin efisien kinerja operasional suatu bank, maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Bagi manajemen bank, hal ini menunjukan pentingnya memperhatikan pengendalian biaya sehingga dapat menghasilkan rasio BOPO yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas moneter yaitu kurang dari 93,52%.
10 Faktor Eksternal Bank. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil, akan memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat akan ikut menurun. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (Uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan, sehingga akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Menurut A.P. Lerner, Venieris dan Sebold dalam Listiani (2006), inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun, sehingga standar hidup masyarakat menurun. Menurut Sukirno (2004:339) dampak dari inflasi diantaranya adalah melemahkan semangat untuk menabung. Meningkatnya inflasi maka nilai uang akan menurun dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan dengan menyimpan uang di bank dengan harapan bunga ditengah inflasi yang tinggi, sehingga dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih kecil. Bank Umum Swasta Nasional. Menurut Siamat (2005:55) “Bank Umum Swasta Nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia”. Dilihat dari lingkup usahanya, bank swasta nasional dapat dibedakan menjadi bank devisa dan bank non devisa. Bank Devisa (Foreign Exchange Bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing. Sementara bank non devisa (Non foreign exchange bank) adalah bank yang tidak diperkenankan melakukan transdaksi yang berkaitan dengan valuta asing, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara. Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
11 Penelitian Terdahulu Penelitian Akbar dan Mentayani (2010) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi intermediasi studi pada bank umum swasta Kalimantan Selatan tahun 2007-2009. Diperoleh hasil bahwa NPL berpengaruh positif signifikan terhadap LDR, SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR dan Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDR. Sedangkan Setyari (2007) melakukan penelitian mengenai posisi fungsi intermediasi bank umum dan BPR di Bali sebuah kajian komparatif periode 1993-2005 memperoleh hasil bahwa BPR lebih mampu menjalankan peran sebagai intermediary institution dalam perekonomian Bali (dengan posisi LDR selalu berada di atas 70%). Sebaliknya, LDR bank umum yang awalnya berada di atas kisaran 85% turun drastis pada 1998 dan 1999. Pada akhir periode penelitian, posisi LDR masih berada di bawah 60%. Haryati (2009) meneliti pertumbuhan kredit perbankan Indonesia: Intermediasi dan pengaruh variabel makro ekonomi pada perbankan nasional dan bank asing campuran menyimpulkan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan kredit pada bank nasional dan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap bank asing pada 2005-2008. Peneliti lainnya Lestari dan Sugiharto (2007) mengenai kinerja bank devisa dan bank non devisa dan faktor-faktor yang mempengaruhi LDR, menemukan hasil bahwa inflasi, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah berpengaruh tidak signifikan terhadap LDR bank Devisa dan bank Non Devisa pada 2002-2006. Hadad (2004) meneliti tentang fungsi intermediasi bank asing dalam mendorong pemulihan sektor riil di Indonesia periode 2000:09-2004:07 dengan menggunakan variabel independen yang terdiri dari Return On Asset, BOPO dan Non Performing Loan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier, Ordinary Least Square (OLS) menemukan hasil bahwa ada hubungan positif signifikan antara ROA terhadap LDR, BOPO dan NPL mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap fungsi intermediasi bank asing (LDR). Penelitian Setiawan dan Hady (2006) mengenai pengaruh placement dan kinerja bank serta variabel eksternal terhadap peranan bank umum swasta nasional sebagai intermediasi untuk mendorong sektor riii di Indonesia pada 1997-2004 dan menggunakan metode analisis regresi berganda menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif signifikan terhadap LDR, sedangkan SBI, penempatan dana pada bank lain, NPL dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR. Dengan menggunakan metode analisis yang sama Sudirman (2003) meneliti faktorfaktor penghambat peningkatan Loan To deposit Ratio (LDR) perbankan di provinsi Bali menemukan hasil bahwa CAR, suku bunga SBI pada Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
12 Umum periode 2001-2002 berpengaruh positif terhadap peningkatan LDR, sedangkan penempatan dana di bank lain dan suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikan terhadap penurunan LDR. Analisis pengaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate terhadap LDR, studi kasus pada bank umum di Indonesia periode 20042008 merupakan topik penelitian yang dilakukan oleh Nandadipa (2010). Dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda dan variabel independen yang terdiri dari CAR, NPL, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate ditemukan bahwa CAR, NPL, Inflasi dan Exchange Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR, sedangkan pertrumbuban DPK berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. Nasiruddin (2005) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi LDR di BPR Provinsi Jawa Tengah menyimpulkan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap LDR, sedangkan NPL dan Suku Bunga Kredit berpengaruh negatif terhadap LDR pada Bank Perkreditan Rakyat Provinsi Jawa Tengah periode 2003.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya suatu hipotesis serta pengujiannya secara statistik berdasarkan teknik analisis maupun formula statistik tertentu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik yang berupa regresi linier berganda yang bertujuan untuk mengetahui koefisien regresi atau besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel data yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dimana variabel bebas terdiri dari faktor internal (SBI, ABA, CAR, NPL, BOPO) dan faktor eksternal (Inflasi), sedangkan variabel terikatnya adalah Loan to Deposit Ratio. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang yang berupa data laporan perkembangan per bulan dari masing-masing variabel bebas dan terikat. Metode pengumpulan data menggunakan metode studi kepustakaan. Pengumpulan datadata penelitian tersebut terdiri dari SBI, ABA, CAR, NPL, BOPO, Inflasi dan LDR yang diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia periode 2006-2010.
13 Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Variabel
Konsep Variabel
Indikator
Ukuran
Skala
Surat berharga atas SBI unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia Antar Bank Penempatan dana ABA Aktiva pada bank lain
SBI per bulan dari Januari 2006- Desember 2010
ABA per bulan dari Januari 2006- Desember 2010
Nominal
Capital Adequency Ratio Non Performing Loan
1. Modal Bank 2. Total ATMR
CAR = Modal Bank_x100% Total ATMR
Rasio
1.Kredit bermasalah 2. Total kredit
NPL =
Rasio
1.Biaya Operasional 2.Pendapatan Operasional
BOPO =
Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Konsumen Rasio periode Januari 2006Desember 2010
1.Jumlah kredit
LDR= Jumlah Kredit x100% Jumlah DPK
Sertifikat Bank Indonesia
Rasio perbandingan antara modal bank terhadap ATMR Rasio antara kredit bermasalah terhadap total kredit
Biaya Operasi dan pendapatan operasional
Rasio antara Biaya Operasional terhadap pendapatan operasional Inflasi Gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus Loan to Rasio antara kredit Deposit Ratio yang diberikan terhadap total dana pihak ketiga Sumber: Data diolah (2011)
2. Jumlah DPK
Nominal
Kredit bermasalah x100% Total Kredit
Rasio
Biaya Operasi_ x100% Pendapatan Operasi
Rasio
Populasi dan Sampel Populasi yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa yang tercatat di Bank Indonesia selama periode 2006-2010. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu pengambilan sampel dengan tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih. Teknik penentuan sampel adalah sampling jenuh atau sensus yaitu dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dengan menggunakan 60 waktu amatan (Januari – Desember periode 2006-2010).
14
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada tabel 3. dapat dilihat bahwa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Antar Bank Aktiva (ABA) tidak berpengaruh signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR), hal ini ditunjukan dari tingkat signifikansi masing-masing 0,128>0,05 dan 0,302>0,05. Semakin tinggi penempatan dana pada Sertifikat Bank Indonesia dan penempatan pada bank lain, akan mendorong peningkatan kinerja LDR Bank Umum Swasta Nasional namun dalam tingkat yang tidak signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Haryati (2009), Lestari dan Sugiharto (2007) yaitu SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap LDR. Temuan berbeda oleh peneliti-peneliti seperti Sudirman (2003), Setiawan dan Hady (2006), Akbar dan Mentayani (2010), dimana SBI dan ABA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Tabel 3. Rangkuman hasil Regresi Variabel terikat
Loan to Deposit Ratio
Konstanta Adjudted R2
Variabel bebas Koefisien Standard T hitung Sig. Regresi Error SBI 2,810E-5 0,000 1,545 0,128 ABA 2,569E-5 0,000 1,042 0,302 CAR -1,698 0,206 -8,246 0,000 NPL -5,299 0,498 -10,638 0,000 BOPO -0,062 0,084 -0,737 0,464 INFLASI -0,038 0,114 -0,333 0,741 = 117,563 F hitung = 123,258 = 0,926 Sig. = 0,000
Sumber: Data diolah (2011)
Kinerja bank yang terdiri dari CAR dan NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR yang ditunjukan dari tingkat signifikansi masing-masing 0,000<0,05 dengan koefisien -1,698 dan -5,299. Hal ini mengindikasikan peningkatan atau penurunan CAR maupun NPL selama periode penelitian mempengaruhi kinerja LDR. Semakin rendah CAR, maka semakin besar LDR yang dicapai bank. LDR yang tinggi menandakan bank banyak meminjamkan dananya sehingga ATMR mengalami kenaikan yang mengakibatkan CAR bank akan turun. Hasil penelitian ini mendukung Nandadipa (2010) yang menyatakan CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR, namun berbeda dengan kajian
15 Nasiruddin (2005) dan Setiawan & Hady (2006) melaporkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. Semakin tinggi NPL akan mendorong penurunan jumlah kredit yang disalurkan, karena berpotensi kredit tidak tertagih. Ini mendukung teori Dendawijaya (2003) dimana dampak meningkatnya NPL akan mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit. Kinerja bank lainnya yaitu BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap LDR, hal ini ditunjukan dengan tingkat signifikansi 0,464>0,05.
Hasil uji
tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan BOPO selama periode penelitian tidak mempengaruhi LDR. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Hadad (2004) dan Setiawan & Hady (2006) yang menyimpulkan BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR. Inflasi menunjukan tingkat signifikansi 0,741>0,05 dan koefisien -0,038 yang berarti Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDR. Meningkatnya inflasi akan menurunkan nilai uang dan menyebabkan masyarakat merasa tidak diuntungkan dengan menyimpan uangnya di bank, sehingga mereka enggan untuk menabung. Hasil ini sejalan dengan temuan Setiawan & Hady (2006), Akbar dan Mentayani (2010) bahwa Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDR. Sedangkan hasil berbeda disimpulkan oleh Nandadipa (2010) yang menyatakan bahwa Inflasi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan kredit. Pengujian secara simultan variabel SBI, ABA, CAR, NPL, BOPO dan Inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap LDR, yang dibuktikan dengan tingkat signifikansi 0,000<0,005. SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Simpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Antar Bank Aktiva (ABA) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan Inflasi menunjukan pengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR. Secara simultan variabel SBI, ABA, CAR, NPL, BOPO dan Inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap LDR periode 2006-2010. Kontribusi variabel bebas yang terdiri dari SBI, ABA, CAR, NPL, BOPO dan Inflasi terhadap variabel terikat yaitu LDR sebesar 92,60 persen.
16 Rekomendasi Bagi peneliti selanjutnya agar menambah variabel yang digunakan seperti suku bunga simpanan, suku bunga kredit, exchange rate, Produk Domestik Bruto dan beberapa variabel lainnya yang berkaitan. Selain itu memperbesar jumlah sampel dan menambah periodesasi tahun penelitian sehingga memperoleh hasil yang lebih representatif. Dalam rangka mendorong perkembangan intermediasi BUSN maupun perbankan nasional, perlu dilakukan suatu penelitian yang melihat sisi demand untuk mengungkap persoalan dan harapan sektor riil yang sebenarnya. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dari otoritas perbankan yang menetapkan suatu ketentuan atau kebijakan agar penempatan dana bank berupa Sertifikat Bank Indonesia tidak menghambat perkembangan LDR DAFTAR PUSTAKA Akbar, Masithah & Mentayani, Ida. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intermediasi Studi pada Bank Umum Swasta Kalimantan Selatan Tahun 2007-2009. Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Vol.11, No.2, 107-116. Aman, Horoyuki & Miyazaki, Hironobu. (2009). Valuation Effects of New Equity issues by Banks: Evidence from Japan. Applied Financial Economics, 19, 635-645. Budisantoso, Totok & Triandaru, Sigit. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Dendawijaya, Lukman. (2003). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Diretorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. (2010). Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 15. Jakarta: Bank Indonesia. Hadad, Muliaman D., Santoso, Wimboh, dan Besar, Dwityapoetra S. (2003). Studi Biaya Intermediasi Beberapa Bank Besar di Indonesia: Apakah Bunga Kredit Bank Umum Overprice. Kertas Kerja. Bank Indonesia. Hadad, Muliaman D, dkk. (2004). Fungsi Intermediasi Bank Asing Dalam Mendorong Pemulihan Sektor Riil di Indonesia. Kertas Kerja. Bank Indonesia. Haryati, Sri. (2009). Pertumbuhan Kredit Perbankan Di Indonesia: Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No.2, hal. 299-310. Leon, Boy & Ericson, Sonny. (2007). Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa. Jakarta: PT Grasindo. Lestari, Maharani Ika & Sugiharto, Toto. (2007). Kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), Vol.2, A195-A201.
17 Listiani, Nurlia. (2006). Faktor-Faktor Determinan yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 1970-2004. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. XIV, No. 1. Lubis, Irwan (2011). Kajian Terhadap Intermediasi Perbankan Setelah Program Rekapitulasi (Studi Kasus Pada Enam Bank Terbesar di Indonesia) eprints.lib.ui.ac.id/10534/ Diakses 15 September 2011 Nandadipa, Seandy. (2010). Analisis Pengaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK, dan Exchange Rate Terhadap LDR (Studi Kasus Pada Bank Umum di Indonesia periode 2004 – 2008). Skripsi: Universitas Diponegoro Semarang. Nasiruddin. (2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR) di BPR Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang. Tesis : Universitas Diponegoro Semarang. Peraturan Bank Indonesia no. 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. http://www.bi.go.id/web/id/peraturan/perbankan/pbi_130111.htm. Diakses 05 Juli 2011. Rahyuda, Ketut & Prawita, Eka. (2003). Kontribusi Pertumbuhan Earning Assets dan Dana Pihak Ketiga terhadap Rasio BOPO Bank Pembangunan Daerah Bali. Buletin Studi Ekonomi, Vol. 8, No.2, hal. 49-67. Riyadi, Slamet. (2006). Banking Assets and Liability Management. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setiadi, Pompong.B. (2010). Analisis Hubungan Spread of Interest Rate, Fee Based Income, dan Loan to Deposit Ratio dengan ROA pada Perbankan di Jawa Timur. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No. 1, 63-82. Setiawan, Bambang & Hady Hamdy. (2006). Pengaruh Placement dan Kinerja Bank, serta Variabel Eksternal terhadap Peranan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebagai Intermediasi untuk Mendorong Sektor Riil di Indonesia. Journal of PostGraduate Program Universitas Persada Indonesia, Vol XIV, 43-60. Siamat, Dahlan. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan. Edisi 5. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sudirman, Wayan I. (2003). Faktor-Faktor Penghambat Peningkatan Loan To Deposit Ratio (LDR) Perbankan di Propinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 18, No. 1, 21-36. Sukirno, Sadono. 2004. Teori Pengantar Makro Ekonomi, Edisi 3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wiwin Setyari, Ni Putu. (2007). Posisi Fungsi Intermediasi Bank Umum dan BPR di Bali : Sebuah Kajian Komparatif. Buletin Studi Ekonomi, Vol.12. No.2.
18
19
20
21