TINJAUAN SINGKAT KEGIATAN PENELITIAN ANATOMI KAYU DI IPB1) Oleh: Imam Wahyudi Fakultas Kehutanan IPB E-mail:
[email protected] Ringkasan Penelitian tentang struktur anatomi kayu dan segala aspeknya di Fakultas Kehutanan IPB telah dimulai sejak institusi ini berdiri. Hingga saat ini lebih dari seratus naskah ilmiah yang tercatat secara resmi di perpustakaan di lingkup Fakultas Kehutanan IPB. Naskah dalam bentuk skripsi, thesis, disertasi, laporan hasil penelitian, maupun publikasi dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi ataupun tidak dan dalam jurnal internasional bereputasi tersebut tidak hanya memuat hasil kajian tentang struktur anatomi berbagai jenis kayu melainkan juga struktur anatomi hasil hutan bukan kayu terutama kelapa, bambu, rotan, kelapa sawit, abaca, rami dan kenaf. Selain kajian tentang struktur anatominya, kaitan struktur anatomi dengan sifat pengolahan dan penggunaan yang paling optimal serta evaluasi kelayakan suatu jenis sebagai bahan baku industri juga turut dikaji. Pada awalnya sampel yang digunakan adalah sampel kayu koleksi Puslitbanghut, Gunung Batu, Bogor. Setelah itu seiring dengan dimulainya aktifitas HPH, sampel yang diteliti adalah jenis-jenis kayu dan non kayu dari hutan alam. Akhir-akhir ini penelitian juga telah melibatkan jenis-jenis kayu yang berasal dari pohon penghasil buah seperti durian, rambutan, mangga, lengkeng dan nangka disamping jenis kayu cepat tumbuh. Sampel favorit sekarang adalah jenis kayu yang tergolong the least known species dan the promising lesser known species yang sangat mendesak untuk dikembangkan. Fokus penelitian pada awalnya hanya pada pengamatan struktur anatomi masing-masing jenis (kayu dan non kayu) baik makro- maupun mikroskopis untuk tujuan pengenalan (identifikasi) tanpa mempertimbangkan pengaruh umur, pengaruh posisi dalam batang, pengaruh perlakuan silvikultur, pengaruh kondisi tempat tumbuh dan sebagainya serta tanpa mengkaitkannya dengan sifat dasar yang lain apalagi dengan sifat pengolahan dan tujuan penggunaan. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi serta tuntutan kebutuhan, penelitian anatomi kayu tidak hanya sebatas pada identifikasi secara makro- dan mikroskopis melainkan hingga ke segala aspek termasuk mengkaji pengaruh berbagai faktor terhadap struktur anatomi. Dengan demikian, lingkup penelitian menjadi lebih luas dan penelitianpun diarahkan dengan sistematika yang lebih terstruktur dengan melibatkan peneliti bidang lain terutama botanis dan silvikulturis. Penelitian kini tidak lagi sebatas pada pengamatan struktur anatomi semata namun sampai pada evaluasi kelayakan penggunaan masing-masing jenis serta hubungannya dengan teknologi pengolahan dan teknologi peningkatan mutu. Bahkan evaluasi mutu serat kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas juga turut dikaji dengan seksama. Kata Kunci: struktur anatomi, kayu, hasil hutan bukan kayu, hutan alam, hutan tanaman.
1)
Makalah disampaikan pada Diskusi LitBang Anatomi Kayu Indonesia, Bogor 3-4 Juni 2013
PENDAHULUAN Sumberdaya hutan yang ada baik hutan alam maupun hutan tanaman (termasuk hutan tanaman industri/HTI, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan dan lain sebagainya) harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Hal ini baru dapat terwujud apabila sumberdaya hutan tersebut dikelola dengan baik dan mengacu pada prinsip kelestarian hasil. Bila kelestarian hasil terjamin, sudah barang tentu manfaat sumberdaya hutan dapat kita rasakan. Salah satu hasil hutan yang utama dan bernilai sosial-ekonomis tinggi adalah kayu. Meskipun paradigma kehutanan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari kayu ke hasil hutan bukan kayu, tidak perlu diragukan bahwa peranan kayu bagi kehidupan di muka bumi ini tetaplah penting. Apalagi mengingat kayu bersifat multi fungsi dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan lain untuk peran yang sama. Itulah sebabnya kayu merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kayu yang kita gunakan selama ini adalah hasil metabolisme tumbuhan tingkat tinggi, yaitu pohon, melalui aktifitas jaringan kambiumnya. Karena merupakan hasil metabolisme alamiah, maka kayu yang dihasilkan akan memiliki sifat, karakter dan penampilan yang berbeda serta unik meskipun pada jenis yang sama. Karakter dan penampilan tersebut inherent dalam struktur anatomi sel-sel penyusunnya (Bodig and Jayne 1982; Bowyer et al, 2003). Oleh karena itu dalam rangka pemanfaatan kayu secara bijak, maka struktur anatomi kayu yang sangat menentukan dan turut mempengaruhi karakter dan penampilan tersebut perlu dipahami dengan baik. Menurut Rowel (2005), mengenal jenis kayu serta memahami karakteristik dan sifat-sifatnya merupakan hal penting dan perlu diketahui oleh pihak-pihak terkait. Tidak hanya oleh praktisi dibidang industri dan teknologi perkayuan, namun juga oleh pemerintah, pihak museum dan para peneliti khususnya yang berkecimpung dibidang botani, ekologi, antropologi, apalagi kehutanan secara umum. Menurut Martawijaya et al. (2005), di hutan alam Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4000 jenis tumbuhan penghasil kayu potensial. Sepuluh persen atau sekitar 400 jenis diantaranya berpotensi untuk memegang peranan penting sebagai penghasil kayu untuk berbagai tujuan penggunaan. Dari 400 jenis tersebut 259 jenis diantaranya sudah dikenal dan diperdagangkan. Mengingat masih banyaknya jenis kayu yang belum diteliti apalagi digunakan, maka penelitian sifat dasar kayu menjadi penting untuk dilakukan, yang diawali dengan penelitian tentang struktur anatominya. Melalui penelitian yang benar dan komprehensif, maka tujuan penggunaan suatu jenis kayu akan dengan mudah dapat ditentukan. Bisa jadi beberapa jenis kayu yang memiliki karakteristik yang sama dikelompokkan menjadi satu yang nantinya akan saling melengkapi, baik sebagai substitusi maupun komplementer. Dengan demikian diharapkan permasalahan klasik yang dihadapi dunia industri perkayuan tanah air yaitu kelangkaan bahan baku bermutu tinggi dapat segera diatasi. Pada saat ini dan masa mendatang, peran dan fungsi peneliti anatomi kayu dalam rangka pemanfaatan kayu secara tepat guna sangat diperlukan. Apalagi bila dikaitkan dengan kebutuhan bahan baku bagi industri perkayuan yang semakin 2
meningkat. Berdasarkan data bersama antara Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Laban 2005), kebutuhan bahan baku kayu untuk industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) tercatat sebesar 63,48 juta m3 per tahun, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam yang legal hanya berkisar 3 juta m3. Untuk industri meubel bagi industri yang bernaung dibawah ASMINDO bahkan lebih parah. Dari kebutuhan kayu sebesar 2,5 juta m3 per tahun, hanya mampu dipasok sebanyak 750.000 m3, sehingga terjadi kekurangan sekitar 70 persen (Sidabutar 2007). Dengan demikian, peran dan fungsi peneliti di bidang anatomi kayu menjadi penting karena dengan melakukan penelitian akan mampu menghasilkan informasi tentang pemanfaatan jenis-jenis lain yang setara yang selama ini belum dikenal oleh pihak industri. Makalah ini dimaksudkan untuk memaparkan macam kegiatan penelitian terkait dengan anatomi kayu dan segala aspeknya yang telah dilakukan oleh Fakultas Kehutanan IPB secara garis besar. Puluhan atau paling tidak hampir seratus jenis pohon dan tumbuhan berkayu dari hutan alam dan hutan tanaman dengan berbagai umur dan ukuran diameter batang serta dari berbagai lokasi telah diteliti. Beberapa diantaranya adalah kelompok meranti, kapur, keruing, jati, mahoni, ramin, gmelina, sungkai, nyatoh, ulin, medang, tusam/pinus, pulai, jelutung, karet, perupuk, mempisang, suren, surian, sonokeling, merbau, pasang, terap, sengon, lamtoro, sengon buto, mangium, eukaliptus, manii (dahulu disebut kayu afrika), terentang, saninten, agathis, kemiri, jabon, balsa, bakau, waru, kaliandra, sugi, karamatsu, todomatsu dan bahkan mahang. Aspek yang dikaji meliputi: a) analisis struktur anatomi kayu secara makros-, mikros- dan ultramikroskopis untuk tujuan identifikasi dan pendugaan tujuan penggunaan yang paling optimal, b) morfologi dan dimensi serat serta evaluasi kelayakannya sebagai bahan baku pulp dan kertas, c) kaitan struktur anatomi dan sifat kimia kayu dengan sifat fisik, sifat mekanik, keawetan alami dan sifat pengolahannya, d) struktur anatomi kayu normal, kayu reaksi dan kayu opposite, e) kaitan antara pertumbuhan dengan struktur anatomi dan mutu kayu terutama mengkaji pengaruh perlakuan silvikultur, umur dan laju pertumbuhan termasuk penentuan batas kayu juvenil dan kayu dewasa serta f) perubahan kondisi struktur anatomi kayu akibat panas dan pengempaan. Selain dilakukan oleh dosen, penelitian juga melibatkan mahasiswa dari seluruh jenjang Program Studi yang ada (S1, S2 dan S3) dan peneliti dari berbagai instansi terutama dari Pusat Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan dan beberapa universitas di Indonesia, Jepang, Korea dan Perancis.
KEGIATAN PENELITIAN YANG DILAKUKAN Kegiatan penelitian tentang anatomi kayu dan segala aspeknya di Fakultas Kehutanan IPB, dapat dibedakan atas tiga periode, yaitu: 1. Periode Awal Berdiri s/d Pertengahan 1986 Penelitian terkait dengan anatomi kayu telah dilakukan sejak Fakultas Kehutanan IPB “berdiri”, yaitu sekitar 1963. Pada saat itu penelitian difokuskan pada kegiatan yang bertujuan untuk mengenal (identifikasi) jenis atau genus kayu melalui 3
pengamatan struktur anatomi secara makro- dan mikroskopis. Sampel yang digunakan berasal dari koleksi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan hutan sekitar kampus IPB. Peralatan yang digunakan adalah kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikrotom dan fiberscope. Pengamatan makroskopis dilakukan secara langsung terhadap permukaan kayu yang terlebih dahulu sudah dihaluskan dengan cutter, sedangkan pengamatan mikroskopisnya terhadap sampel tipis hasil sayatan mikrotom. Intensitas penelitian masih tergolong minim terkait dengan jumlah mahasiswa saat itu, bahkan proses maserasi (pemisahan serat) dalam rangka pengamatan morfologi serat dan pengukuran dimensinya masih terbatas. Hasil penelitian sebagian besar dituangkan dalam bentuk Laporan Tugas Akhir Sarjana Muda Kehutanan dan sebagian lagi dalam bentuk Skripsi Sarjana Kehutanan. Tidak ada keterangan tentang dipublikasikannya hasil penelitian tersebut. Sekitar tahun 1970, saat aktifitas hak pengusahaan hutan (HPH) mulai digulirkan, intensitas penelitian dibidang anatomi kayu khususnya terhadap kayu dan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan alam (areal konsesi HPH) meningkat tajam. Selain difokuskan pada pengenalan jenis dan atau genus, penelitian juga difokuskan pada penentuan kelas mutu serat kayu yang dilakukan melalui pengukuran dimensi seratnya. Kegiatan ini terus berlangsung dan mencapai puncaknya bertepatan dengan digulirnya program pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Pada saat ini penelitian yang membandingkan struktur anatomi dan kelas mutu serat antara kayu yang dihasilkan oleh pohon yang tergolong cepat tumbuh dengan yang lambat tumbuh sangat diminati. Peralatan yang digunakan masih sama, hanya saja disini proses maserasi sudah lazim dilakukan baik menggunakan prosedur Schulze mau pun prosedur Forest Products Laboratory (FPL). Penentuan kelas mutu serat sebagai bahan baku pulp dan kertas dilakukan mengikuti beberapa standar, yang salah satunya adalah standar hasil penelitian Rachman dan Siagian (1976) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Gunung Batu, Bogor. Pada periode ini selain menggunakan jenis kayu dari kelompok fast growing species seperti sengon, gmelina, eukaliptus dan mangium sebagai sampel, penelitian sejenis juga dilakukan terhadap batang kelapa, bambu dan rotan. Disamping mengkaji struktur anatomi dan mengevaluasi kualitas seratnya, penelitian terkait dengan variasi struktur anatomi, pengaruh pelukaan terhadap mutu kayu dan pengaruh lokasi tempat tumbuh juga mulai dilakukan. Selain kegiatan penelitian, kegiatan pengabdian pada masyarakat yakni berupa pengadaan jasa identifikasi kayu dan non kayu secara komersial kepada masyarakat dan beberapa perusahaan mulai digagas. Aktifitas yang tergolong besar (tingkat nasional) adalah dilakukannya kerjasama penelitian dengan PT. Inti Indo Rayon, Perum Perhutani dan beberapa perusahaan HPH seperti Barito Pasifik, Kayu Lapis Indonesia, Alas Kesuma, Sumalindo dan lain-lain. Sebagai informasi, para dosen dan peneliti yang aktif melakukan penelitian dibidang anatomi kayu dan dapat dikatakan sebagai pelopor di Fakultas Kehutanan IPB adalah Ir. Max Mullenhoff, Dr. Chris. Sarayar (alm), Ir. Togar L. Tobing, MSc (alm)
4
dan Prof. I Ketut N. Pandit. Generasi berikutnya adalah saya (Prof. Imam Wahyudi) dan Istie Sekartining Rahayu, SHut., MSi. 2. Periode Pertengahan 1986 s/d 2000 Dengan digulirnya kegiatan pembangunan HTI, sudah barang tentu penelitian sebagaimana di atas khususnya terhadap kayu-kayu kelompok fast growing species yang dijadikan sebagai tanaman pokok pun semakin intensif dilakukan. Berbagai jenis kayu dari hutan alam dan hutan tanaman, dari berbagai lokasi dengan umur dan diameter yang juga bervariasi, semuanya digunakan sebagai sampel penelitian. Selain kayu, pada periode ini hasil hutan bukan kayu seperti batang kelapa sawit, abaca dan kenaf juga dijadikan bahan penelitian mengingat potensi batang kelapa sawit hasil peremajaan yang berlimpah dan tuntutan zaman yang dihadapi saat itu. Pada periode ini variasi radial dan variasi longitudinal dalam sebatang pohon, pengaruh umur tegakan dan diameter batang, perbandingan struktur anatomi antara kayu normal, kayu reaksi dan kayu opposite serta pengaruh tegangan pertumbuhan dan abnormalitas lainnya terhadap struktur anatomi dan sifat dasar lainnya semakin intensif diteliti. Demikian pula halnya dengan pengaruh lokasi tempat tumbuh dan pengaruh perlakuan silvikultur. Ini berarti, dimulainya era baru dimana para peneliti anatomi mulai bekerjasama dengan peneliti lain khususnya silvikalturis dan botanis. Aktifitas yang tergolong besar (tingkat nasional) selain kerjasama dengan berbagai pihak adalah seminar nasional terkait sifat dan kegunaan kayu-kayu cepat tumbuh yang digunakan sebagai tanaman pokok dengan judul “Kini Menanam, Esok Memanen” yang melibatkan sebagian besar peneliti anatomi kayu. Pada periode ini juga diketahui bahwa banyak hasil penelitian di bidang anatomi yang telah diseminarkan dan atau dipublikasikan di jurnal ilmiah nasional dan internasional. 3. Periode 2001 s/d Sekarang Pada periode ini, penelitian dilakukan dengan lebih dalam, lebih komprehensif dan tuntas untuk satu jenis. Beberapa penelitian bahkan telah melibatkan penelitipeneliti asing khususnya dari Jepang, Malaysia, Philippina dan Korea Selatan. Tidak sedikit diantara mereka yang menyediakan bantuan dana hibah penelitian dan peralatan. Jenis kayu yang dijadikan sampel pun tidak lagi terbatas kepada jenis-jenis kayu yang selama ini sudah dikenal luas tetapi juga melibatkan kayu-kayu dari pohon penghasil buah yang sengaja ditaman namun sudah tidak lagi produktif seperti durian, rambutan, mangga, lengkeng dan nangka. Jenis-jenis kayu yang tergolong dalam the least known species pun juga mulai diteliti. Terkait dengan “lebih dalam, lebih komprehensif dan tuntas”-nya penelitian mengacu pada pelibatan berbagai peneliti (silvikultur, botanis, pengolahan dan teknologi peningkatan mutu) dan berbagai peralatan canggih (mikroskop elektron, Xray diffractometer, EDME dan lainnya). Pada periode ini, penelitian untuk menemukan jenis-jenis alternatif unggulan setempat sebagai pengganti jenis kayu yang selama ini digunakan mulai intensif dilakukan. Kegiatan ini tidak hanya berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa yang terlibat, namun juga berdampak pada peningkatan jumlah kolega dari berbagai 5
disiplin ilmu baik dalam dan luar negeri dengan berbagai skema. Bila dilakukan secara komprehansif maka penelitian ini akan memperkaya jenis-jenis pohon yang akan menjadi sumber penghasil kayu masa depan sehingga ketergantungan industri pada jenis-jenis tertentu dan juga kerugian petani hutan akibat serangan hama yang mematikan akibat sifat hutan tanaman yang monokultur dapat diatasi. Penelitian ini juga berkontribusi pada pengembangan teknik perbanyakan bibit ataupun teknik peningkatan mutu yang diperlukan. Penelitian tanpa menebang pohon pun mulai banyak dilakukan pada periode ini. Penelitian yang demikian sangat membantu dalam rangka menganalisis dan mengkaji hubungan pertumbuhan pohon dengan pembentukan sel-sel penyusun kayu (struktur anatominya) karena dapat dilakukan secara berkesinambungan (pohon sampel tetap tumbuh). Pada periode ini juga, pengamatan ultramikroskopis bukan lagi merupakan sesuatu yang aneh meski masih dianggap mahal. Dengan mengetahui komposisi dan dimensi kristalin serta derajat kristalinitas penyusun dinding sel, perbedaan nilai beberapa sifat fisis dan sifat mekanis pada kayu-kayu ber-berat jenis sama dapat dijelaskan secara ilmiah. Demikian pula dengan proses pembentukan kayu reaksi serta mekanisme terbentuknya tegangan pertumbuhan dalam batang pohon dan pengaruhnya terhadap sel-sel penyusun kayu. Bahkan akhir-akhir ini penelitian terkait penentuan batas juvenile wood dan mature wood sehubungan dengan evaluasi mutu kayu memperoleh banyak perhatian, termasuk pengukuran sudut mikrofibril (microfibril angle/MFA) dan derajat kristalinitasnya. Meskipun aspek ini sudah tidak asing bagi penulis, secara pribadi kami sangat mendukung penelitian yang dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang ada. Intensifnya kegiatan penelitian di bidang kehutanan termasuk anatomi kayu hingga saat ini salah satu penyebabnya adalah adanya kegiatan seminar tahunan tingkat nasional dan internasional yang digagas dan dilaksanakan olah Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) dan Indonesia Wood Researcher Society (IWoR). Ketersediaan dana penelitian dari DIKTI dan institusi lain serta besarnya peluang dan kesempatan untuk melakukan kerjasama penelitian dengan berbagai pihak dalam dan luar negeri juga berpengaruh nyata terhadap perkembangan penelitian anatomi kayu di Indonesia khususnya di Fakultas Kehutanan IPB. Seminar internasional yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Kehutanan Indonesia setiap dua tahun sekali (INAFOR), juga berkontribusi secara signifikan. Kondisi yang kondusif ini tidak hanya perlu dipertahankan, namun juga perlu dibuktikan dengan keaktifan kita di forum-forum regional dan dunia sebagai pembawa makalah.
PENUTUP Menyadari bahwa penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh para peneliti di instansinya masing-masing, maka data-data yang ada perlu segera dihimpun dan disosialisasikan untuk menghindari terjadinya pengulangan yang sekaligus akan mempermudah kita semua dalam menyusun state of the art sebuah penelitian pada aspek yang sama. Sebagai seorang akademisi kami sangat berharap agar hubungan 6
yang sinergis antar kita sesama peneliti anatomi kayu dan antara kita dengan silvikuluris, botanis dan praktisi peningkatan mutu kayu dapat terjalin dengan harmonis. Dengan demikian kita dapat bersama-sama menyusun roap-map penelitian yang dibutuhkan untuk melestarikan sumberdaya alam Indonesia. Menyadari bahwa masih banyak jenis kayu dan bukan kayu yang belum diteliti termasuk kayu hasil hutan tanaman yang merupakan sumber bahan baku utama bagi industri dimasa yang akan datang, maka penelitian anatomi kayu dan segala aspeknya perlu segera dilakukan bersama-sama secara komprehensif dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan masing-masing institusi sehingga keterbatasan alat tidak lagi merupakan suatu penghambat. Terkait dengan hutan tanaman, maka aspek teknologi pengolahan kayu yang dihasilkan dan pengaruh tindakan silvikultur yang dilakukan perlu mendapat perhatian. Jangan sampai tindakan silvikultur berdampak negatif pada mutu kayu.
DAFTAR PUSTAKA Bodig J and BA Jayne. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. Van Nostrand Reinhold Company. New York, Toronto, London, Melbourne. Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science: An Introduction. Fourth Edition. Ames, Iowa, USA. Iowa State Press a Blackwell Publishing Company. Laban BY. 2005. Prospek Produk Industri Hasil Hutan Indonesia. Paper dalam Seminar Kesiapan Indonesia dalam Implementasi ISPM # 15: Solid Wood Packaging Material. Pusat Standardisasi dan Lingkungan. Sekjen Departemen Kehutanan, Jakarta, 27 April. Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Rachman AN dan RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor: Laporan LPHH No. 75. Rowel RM. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. USA. CRC Press. Sidabutar JH. 2007. Perancangan arsitektur strategik di perusahaan furniture panel wood PT. Cahaya Sakti Furintraco [Tesis]. Program Magister Bisnis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.
7