KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA (Limonia acidissima L.) ASAL BIMA NUSA TENGGARA BARAT
DIDINT DWI PREHANTORO S.
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Didint Dwi Prehantoro S. E24063227. Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. Kekayaan jenis tumbuhan penghasil kayu di daerah kering termasuk Bima Nusa Tenggara Barat sangat beragam. Seiring dengan kelangkaan kayu sebagai bahan baku, penelitian intensif akan sifat-sifat kayu dari beberapa jenis potensial perlu dilakukan. Dengan diketahuinya sifat-sifat kayu tersebut, maka peluang pemanfaatan jenis-jenis tersebut semakin terbuka, dan sebagai akibatnya masalah kelangkaan bahan baku untuk berbagai industri perkayuan dapat teratasi. Hal ini sekaligus diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik struktur anatomi bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari jenis kawista (Limonia acidissima L.) anggota famili Rutaceae asal Bima Nusa Tenggara Barat sebagai landasan pemanfaatan yang optimal serta untuk mengetahui kecocokan kayu tersebut sebagai bahan baku pulp dan kertas. Bahan utama yang digunakan adalah bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista. Pohon contoh tidak diketahui umurnya, namun diameter batangnya sekitar 18 cm. Dari masing-masing bagian kayu, sampel dari setiap riap tumbuh yang ada, dari empulur ke arah kulit, digunakan sebagai unit pengujian. Pengamatan karakteristik anatomi dilakukan melalui sayatan mikrotom, sedangkan pengukuran morfologi serat dan nilai turunannya dilakukan terhadap sediaan maserasi. Pembuatan sayatan miktorom menggunakan prosedur International Association of Wood Anatomist Committee, sedangkan sediaan maserasi mengikuti prosedur standar Forest Products Laboratory. Data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya serta diuji-beda berdasarkan t-student, sementara data kualitatif dinarasikan. Kualitas serat dievaluasi mengikuti standar sebagaimana Rahman dan Siagian (1976) dan dibandingkan dengan kualitas serat kayu mangium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ketiga bagian kayu kawista yang diteliti (normal, tarik, dan opposite) memiliki ciri makroskopis yang sama yaitu warna kayu bagian teras kuning jerami sampai coklat, tidak tegas batas antara bagian teras dan bagian gubalnya, tekstur kayu agak kasar, arah serat berpadu, permukaan tidak mengkilap tetapi cukup licin, kayu tergolong keras, dan tidak memiliki bau yang khas. Ciri mikroskopis pada ketiga bagian kayu tersebut juga sama kecuali dalam hal komposisi jari-jari dan saluran minyak. Jari-jari jayu pada umumnya homoseluler dimana sel tegak hanya terdapat pada jari-jari kayu dari bagian kayu opposite. Saluran minyak hanya pada bagian kayu normal. Ciri struktur anatomi kayu kawista adalah sebagai berikut: lingkar tumbuh jelas; pori tata baur, dalam arah diagonal hingga radial dengan 2-3 sel, memiliki bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning tua, ukuran ceruk pada dinding bersama sangat kecil; jari-jari dua ukuran tidak jelas, lebar 1-6 seri, didominasi oleh sel baring; ditemukan adanya sel-sel parenkima jarang dan parenkima marjinal; tidak ditemukan adanya saluran interselular maupun saluran inklusi lainnya.
Rata-rata diameter pembuluh sekitar 71-79 µm, dengan frekuensi 16 per mm , panjang 160-168 µm, dan ukuran ceruk di dinding bersama ≤ 4 µm. Tinggi jari-jari rata-rata 440-568 µm, dengan frekuensi 6-8 sel per mm2. Rata-rata panjang sel serat 1007 µm, dengan diameter serat 18,9 µm, diameter lumen 12,5 µm, dan tebal dinding 3,2 µm. Nilai turunan dimensi serat kayu kawista adalah sebagai berikut: rata-rata nilai Runkel ratio 0,55; felting power 52-56; Muhlsteph ratio 55-66%; flexibility ratio 1,54-1,78; dan coeffisien of rigidity 0,17-0,21. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka serat kayu kawista secara keseluruhan masuk dalam kualitas II. Total nilai kayu ini lebih tinggi dibandingkan dengan total nilai kayu mangium yang dikenal sebagai penghasil pulp kayu daun lebar terbaik. . 2
Kata kunci: Kawista, kayu normal, kayu tarik, kayu opposite, kualitas serat.
KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN KUALITAS SERAT KAYU NORMAL, KAYU TARIK, DAN KAYU OPPOSITE DARI JENIS KAWISTA (Limonia acidissima L.) ASAL BIMA NUSA TENGGARA BARAT
DIDINT DWI PREHANTORO S. E24063227
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat” adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Didint Dwi Prehantoro S. NRP E26063227
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat
Nama Mahasiswa
: Didint Dwi Prehantoro S.
NRP
: E24063227
Departemen
: Hasil Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP: 19630106 198703 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MScF. NIP: 19660212 199103 1 002
Tanggal Ujian: 19 Agustus 2011
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat”. Karya tulis yang merupakan hasil penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Anatomi Kayu PusLitBang Hasil Hutan Gunung Batu dari bulan Desember 2010 sampai Maret 2011. Dengan diketahuinya karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat dari bagian kayu normal, tarik, dan opposite dari jenis kawista (L. acidissima L.) asal Bima Nusa Tenggara Barat diharapkan dapat membantu dalam mengarahkan penggunaan kayu kawista secara bijaksana. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.
Bogor , Agustus 2011
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bima pada tanggal 7 Juni 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Sarsono, SSos. dan Agustina, SE. Pada tahun 2006 setelah lulus dari SMAN 1 Kota Bima, penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain di Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB “Agriaswara” dan Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Hasil Hutan (HIMASILTAN). Sebagai anggota Agriaswara IPB, penulis telah berpartisipasi dalam “The 11th International Choir Competition and Festival” di Budapest, Hungaria tahun 2007, dan “The 1st ITB International Choir Competition” di Bandung tahun 2010. Di HIMASILTAN, penulis adalah anggota devisi Kewirausahaan pada periode 2007/2008 dan anggota devisi Eksternal periode 2008/2009. Pada tahun akademik 2010/2011, penulis juga merupakan asisten praktikum di dua mata ajaran, yaitu Anatomi dan Identifikasi Kayu di Fakultas Kehutanan IPB serta Dasar-dasar Komunikasi di Fakultas Ekologi Manusia IPB. Kegiatan praktek yang telah dilakukan adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Baturaden-Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cahaya Sakti Furintraco, Bogor, Jawa Barat tahun 2010. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang judul ”Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan. 2. Ayah, ibu serta mas dan adikku tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang selama ini. 3. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku dosen penguji pada ujian akhir program sarjana dan Dr. Ir. Trisna Priadi, MEngSc. selaku pemimpin sidang. 4. Seluruh laboran dan staf DHH yang banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis, khususnya kepada mbak Esti Prihatini, SSi. dan pak Kadiman dari Laboratorium TPMK. 5. Teman-teman THH 43, 44, dan 46 khususnya Arief, Iedo, Mamo, Syifa, Zule, Ema, Dian M, Wulan, Dwi Permada L., atas dukungan semangat dan kerjasamanya. 6. Teman-teman di Agriaswara, Seluruh penghuni Asrama Mahasiswa NTB, dan Alief Collection atas kebersamaannya. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Semoga skripsi
ini dapat
bermanfaat
bagi
semua pihak
yang
memerlukannya. Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR............................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………….. 1 B. Tujuan Penelitian………………………………………...... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jenis Kawista (Limonia acidissima L.)……………. B. Kayu Tarik ………………………………………………... C. Ciri Anatomi Kayu ……………………………………….. 1. Ciri Makroskopis ………………………………………. 2. Ciri Mikroskopis ………………………………………. D. Kualitas Serat ..................................................................... 1. Dimensi Serat …………………………………………. 2. Turunan Dimensi Serat ………………………………… E. Pulp dan Kertas …………………………………………... BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat ...……………………………………... B. Bahan dan Alat …………………………………………… C. Metode Penelitian ………………………………………… 1. Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran………… 2. Pengamatan Struktur Anatomi Kayu ...………………… 3. Pengolahan Data ……………………………………….. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Karakteristik Makro dan Mikroskopis ….….. 1. Bagian Kayu Normal ………………………………...... 2. Bagian Kayu Tarik ………………………………......... 3. Bagian Kayu Opposite ………………………………… B. Dimensi dan Kualitas Serat Kayu Kawista …………….... 1. Panjang Serat ………………………………................. 2. Runkle Ratio (RR)……………………………………… 3. Felting Power (FP)…………………………………….. 4. Muhlsteph Ratio (MR) …………………………………. 5. Flexibility Ratio (FR) …………………………………..
3 4 5 5 6 15 15 16 19 21 21 21 21 21 23 25 25 26 28 32 32 34 35 36 36
v
C.
6. Coefficient of Rigidity (CR)……………………………. 37 Perbandingan Kualitas Serat Kayu Kawista L. acidissima L. dengan Kualitas Serat Kayu Mangium …………………… 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………….. 40 B. Saran ……………….…………………………………….. 41 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………........ 42 LAMPIRAN …………………………………………………………….. 44
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas .................................................................................................19
2.
Perbandingan beberapa karakteristik anatomi kayu kawista................ 31
3.
Rata-rata dimensi serat kayu kawista .................................................. 32
4.
Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat kawista ................................ 32
5.
Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% ............................................................ 33
6.
Scoring kualitas serat kayu kawista .................................................... 38
7.
Perbandingan kualitas serat kayu normal kawista dengan kayu mangium ........................................................................................... 38
v
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Pohon kawista L. acidissima L. ......................................................... 3
2.
Bagian-bagian serat kayu yang diukur ................................................ 22
3.
Penyusunan sayatan pada gelas obyek ............................................... 23
4.
Bagian kayu normal kawista .............................................................. 26
5.
Bagian kayu tarik kawista .................................................................27
6.
Bagian kayu oppositekawista ............................................................ 29
7.
Corak penampang papan tangensial kawista ....................................... 30
8.
Ceruk antar pembuluh sangat kecil < 4 µm ........................................ 30
9.
Variasi radial panjang serat kayu permasing-masing riap tumbuh ....... 33
10. Serat kayu kawista ............................................................................. 34 11. Nilai runkle ratio kayu kawista .......................................................... 35 12. Nilai felting power kayu kawista ........................................................ 35 13. Nilai muhlsteph ratio kayu kawista .................................................... 36 14. Nilai flexibility ratio kayu kawista ..................................................... 37 15. Nilai coefficient of rigidity kayu kawista ............................................ 37
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Prosedur pembuatan sediaan mikrotom .............................................. 45
2.
Prosedur pembuatan sediaan maserasi ................................................ 46
3.
Kriteria pengukuran pori dan jari-jari ................................................ 47
4.
Pengukuran hasil preparat mikrotom .................................................. 48
5.
Hasil pengukuran dimensi serat kayu ................................................. 51
6.
Uji beda nyata .................................................................................... 54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satunya adalah sumberdaya hutan yang sangat luas. Berdasarkan luasnya, hutan hujan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo (FWI/GFW, 2001). Kekayaan jenis tumbuhan di Indonesia, termasuk di daerah kering khususnya di Bima Nusa Tenggara Barat juga sangat beragam. Sayangnya, pemanfaatan kayu dari jenis tumbuhan yang ada di daerah tersebut baru sebatas sebagai kayu bakar. Bila dilakukan penelitian yang mendalam, bukan tidak mungkin beberapa diantaranya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain yang mampu memberikan nilai tambah. Hal ini sekaligus membuka peluang pemanfaatan jenis-jenis potensial sebagai bahan baku alternatif untuk berbagai industri perkayuan. Kayu merupakan produk dari proses metabolisme organisme hidup yaitu pohon. Selama masa pertumbuhannya, pohon dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, sehingga sifat-sifat kayu menjadi sangat bervariasi. Variasi sifat kayu tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi dapat terjadi dalam jenis yang sama, bahkan di dalam satu batang pohon. Pada pohon terdapat berbagai macam cacat yang terjadi secara alamiah. Salah satunya adalah kayu tarik (tension wood), yaitu massa kayu yang terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring sebgai reaksi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi semula (Haygreen dan Bowyer, 1989). Kayu tarik sangat berbeda dengan kayu normal, dalam hal sifat fisik maupun struktur anatominya dimana kayu tarik cenderung menghasilkan permukaan kayu yang tidak rata saat digergaji atau diketam. Selama pengeringan, sortimen penggergajian yang memiliki kayu tarik cenderung untuk collapse. Penyusutan arah longitudinal pada kayu tarik juga tidak normal karena dapat lebih dari 5%, lebih tinggi dari nilai penyusutan longitudinal pada bagian kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989).
2 Salah satu jenis pohon yang potensial untuk dikembangkan adalah kawista (Limonia acidissima L.). Kayu dari pohon yang banyak ditemukan di daerah Bima Nusa Tenggara ini selama ini hanya digunakan sebagai kayu bakar. Mengingat potensinya dan belum ada penelitian tentang sifat-sifat kayu ini maka dilakukanlah penelitian ini.
B. Tujuan Penelitian Penelitian
ini
secara
khusus
ditujukan
untuk
mempelajari
karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat kayu kawista. Meskipun merupakan penelitian pionir, bagian kayu tarik, kayu normal dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista asal Bima Nusa Tenggara Barat digunakan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengarahkan penggunaan kayu kawista secara optimal berdasarkan struktur anatomi dan kualitas seratnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Pohon kawista Limonia acidissima L. dari suku Rutaceae (jeruk-jerukan), tumbuh di daerah tropis dengan kondisi tanah yang kering. Tumbuhan penghasil buah ini merupakan tanaman dataran rendah yang mampu tumbuh hingga pada ketinggian 400 mdpl serta memiliki kebiasaan meluruhkan daun (Gambar 1).
Gambar 1 Pohon Kawista L. acidissima L. Sumber: Wikipedia (2010)
Batang utamanya relatif kecil tetapi dapat mencapai tinggi hingga 12 meter dengan cabang dan ranting yang ramping. Cabang pohon biasanya ditumbuhi duri. Daunnya majemuk berukuran hingga 12 cm, dengan anak daun berhadapan, dua sampai tiga pasang. Bunga biasanya bergerombol berwarna putih atau hijau dan kemerahan. Buah berbentuk bulat, berkulit keras dan bersisik, serta berwarna coklat putih. Daging buahnya berbau harum berwarna coklat kehitaman. Buahnya dapat dimakan langsung atau diolah menjadi berbagai komoditas seperti sirup dan dodol. Buah matang juga dipercaya mampu menjadi obat penurun panas dan sakit perut, atau sebagai tonikum. Kulit batang pohon dipercaya dapat menjadi campuran jamu untuk mengatasi haid yang berlebihan,
4 gangguan hati, mual-mual, bahkan untuk mengobati luka akibat gigitan serangga (Anonim 2010). Di Indonesia pohon kawista belum banyak dibudidayakan. Di beberapa negara seperti Sri Lanka, kawista telah dibudidayakan bahkan krim dari buahnya merupakan salah satu komoditas eksport yang handal. B. Kayu Tarik Kayu tarik adalah kayu reaksi pada kayu daun lebar (hardwood). Kayu ini terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring. Kayu reaksi berfungsi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi semula. Sifat kayu tarik sangat berbeda dibandigkan sifat kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989). Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), penyusutan arah sejajar serat (longitudinal) kayu tarik bisa mencapai lebih dari 5%. Nilai ini lebih besar dari nilai penyusutan longitudinal kayu normal yang biasanya 1% atau kurang. Adanya kayu tarik di sepanjang salah satu sisi atau pinggir sebuah sortimen, akan mengakibatkan terjadinya
pelengkungan
sepihak
atau
pemuntiran.
Saat
dikeringkan, sortimen kayu yang mengandung kayu tarik cenderung untuk collaps sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk pada sortimen. Kekuatan tekan kayu tarik umumnya tidak sebanding dengan kayu normal dewasa. Kebanyakan hasil pengukuran membuktikan bahwa kekuatan tekan kayu tarik lebih kecil dari pada kekuatan tekan kayu normal pada kerapatan yang sama, begitu pula dengan kekuatan tekan sejajar seratnya. Pada keadaan kering udara, kayu tarik sedikit lebih tinggi dalam kekuatan pukulnya (Panshin and de Zeeuw, 1964). Dinding serabut kayu tarik sering sangat tebal dengan rongga sel yang sangat sempit. Ikatan antara dinding sekunder dan dinding primer pada umumnya lemah. Ikatan yang lemah tersebut akan mengurangi kekuatan kayu. Ikatan yang lemah tersebut juga mengakibatkan tidak rata (keriting) nya permukaan sortimen gergajian saat digergaji atau diserut. Permukaan sortimen yang mengandung kayu tarik biasanya berbulu (fussy grain). Dinding serabut yang tebal juga mengakibatkan rendahnya kekuatan kertas yang dihasilkan. Sel-sel yang kaku ini tidak mudah melengkung dan
5 memipih dan karenanya ikatan antar serat menjadi terhalang. Dinding sekunder kayu tarik yang tebal dan terikat secara lemah hampir seluruhnya merupakan selulosa murni dengan porsi kritalin yang tinggi. Karena lapisan ini mengandung sedikit lignin, maka lapisan ini relatif lunak seperti gelatin (G). Disamping hampir seluruhnya selulosa murni, lapisan G tersusun atas mikrofibril-mikrofibril yang tersusun hampir sejajar sumbu sel. Variasinya hanya sekitar 5o (Haygreen dan Bowyer, 1989). Inilah yang mengakibatkan susut longitudinalnya tidak normal. C. Ciri Anatomi Kayu Struktur antomi kayu dapat diamati melalui pengamatan makroskopis (sifat kasar kayu) dan pengamatan mikroskopis. 1. Ciri Makroskopis Menurut Tsoumis (1991), sifat makroskopis kayu adalah sifat yang terlihat pada kayu tanpa harus menggunakan mikroskop. Bila perlu hanya dibantu dengan lup dengan perbesaran 10-15 kali. Mandang dan Pandit (2002) menyebutkan bahwa ciri umum kayu yang dapat diamati secara makroskopis diantaranya adalah warna dan corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan rasa, serta kekerasan. a. Warna Kayu Warna asli kayu sangat bervariasi dari hampir putih sampai hitam. Warna kayu disebabkan karena adanya zat ekstraktif. Perbedaan warna tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi juga dalam jenis yang sama, bahkan dalam sebatang pohon. Warna dari suatu jenis kayu dipengaruhi oleh lokasi kayu di dalam batang, umur pohon waktu ditebang, dan kelembaban udara. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua umumnya lebih gelap dibandingkan dengan kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama (Pandit & Ramdan 2002). b. Tekstur Tekstur berkaitan dengan kualitas permukaan kayu yang ditentukan oleh ukuran relatif sel-sel dominan penyusun kayu. Dikatakan bertekstur halus jika sel-sel dominan penyusun kayu terutama pembuluh dan serat berukuran kecil, sebaliknya bertekstur kasar jika sel-sel dominannya berukuran relatif besar (Mandang & Pandit 2002).
6 c. Arah Serat Arah serat kayu adalah orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap orientasi sel-sel dominan yang ada di lapisan sebelah atas atau sebelah bawahnya. Dikatakan berserat lurus jika orientasi sel-sel dominan tadi searah dengan sumbu batang. Kayu berserat miring apabila orientasi sel-sel dominan tadi membentuk sudut terhadap sumbu batang pohon (Mandang & Pandit 2002). d. Kilap Suatu
jenis
kayu
dikatakan
mengkilap
jika
permukaannya
memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, agak mengkilap, dan sangat mengkilap (Mandang & Pandit 2002). e. Kesan Raba Kesan raba dinilai dari licin atau kesat permukaan kayu. Penetapannya dilakukan dengan menggosok-menggosokan jari ke permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang mempunyai tekstur halus dan berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan yang licin dapat pula bertambah jika kayu mengadung minyak (Mandang & pandit 2002). f. Bau dan Rasa Pada umumnya kayu mempunyai bau dan rasa tertentu apalagi waktu masih segar, tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau dan/atau rasa yang mudah dikenal (Mandang & Pandit 2002). g. Kekerasan Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah tegak lurus serat. Kayu yang semakin keras akan semakin sukar disayat dan bekas sayatannya pun mengkilap (Mandang & Pandit 2002). 2. Ciri Mikroskopis Sifat mikroskopis adalah sifat yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang tetapi harus menggunakan bantuan mikroskop. Pengamatan
7 menggunakan mikroskop terutama ditujukan pada sel-sel penyusun kayu meliputi macam dan kondisi yang ada. a. Lingkar Tumbuh Lingkar tumbuh adalah batas antara sel-sel yang dibentuk akibat perubahan musim namun tidak mesti dalam satu tahun. Lingkar tumbuh berbeda dengan lingkaran tahun dalam hal waktu pembentukannya. Lingkaran tahun adalah lingkaran tumbuh yang terbentuk setiap satu tahun. Pengelompokan suatu jenis kayu berdasarkan lingkaran tumbuh atau lingkaran tahunnya dibagi menjadi 2 golongan yaitu: Kayu yang mempunyai batas lingkar tumbuh yang jelas, yaitu kayu yang mempunyai perubahan struktur yang mendadak pada batas antara kayu awal dan kayu akhir. Biasanya termasuk perubahan pada ketebalan dinding sel dan atau perubahan pada diameter radial seratnya. Kayu yang mempunyai batas lingkar tumbuh yang tidak jelas atau tidak ada, yaitu lingkar tumbuh yang samar yang ditandai oleh perubahan struktur yang terjadi secara berangsur-angsur pada zona tertentu, atau sama sekali tidak dapat dilihat dengan jelas. Lingkar tumbuh dapat ditandai oleh satu atau beberapa perubahan sebagai berikut: Serat atau trakeida kayu akhir berdinding tebal dan menggepeng radial dibandingkan serat atau trakeida kayu awal yang berdinding tipis. Perbedaan mencolok diameter pembuluh kayu awal dan diameter pembuluh kayu akhir. Parenkim marjinal (terminal atau insial) tidak teratur dan tanpa adanya perubahan diameter serat atau ketebalan dinding serat. Trakeida vaskular dan sel pembuluh yang sangat kecil dan sangat banyak membentuk jaringan dasar kayu akhir, yang tidak ditemukan pada kayu awal. Penurunan frekuensi parenkim pita pada zona kayu akhir yang menyebabkan keberadaan wilayah serat makin jelas.
Pembengkakan jari-jari.
8 b. Sel pembuluh (pori) Menurut Tsoumis (1991), sel pembuluh atau pori hanya terdapat pada kayu daun lebar. Dalam batang, sejumlah sel pori tersusun secara bertingkat membentuk suatu kesatuan ke arah longitudinal menyerupai pipa (saluran) yang panjangnya bervariasi. Struktur yang demikian lebih dikenal sebagai jaringan pembuluh. Panjang satu sel pembuluh pada umumnya berkisar antara 200 sampai 100 m dengan diameter berkisar antara 40 sampai 400 m tergantung pada jenis kayunya. Jarang yang kurang atau lebih dari itu. Pada pohon, sel-sel inilah yang berfungsi sebagai penyalur air dan zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya. Ciri pembuluh dapat berbeda dari satu jenis kayu ke jenis yang lain. Ciri tersebut meliputi sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi, dan isi (Mandang & Pandit 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri pembuluh yang digunakan sebagai dasar identifikasi, antara lain : 1. Sebaran Pori (Porositas) Berdasarkan sebaran porinya, kayu dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
Kayu berpori tata lingkar (ring porous) Kayu berpori tata lingkar adalah kayu dimana letak pori besar terpisah dari pori kecilnya dalam satu riap sehingga membentuk zona pemisah yang jelas. Pada kayu yang demikian terdapat perubahan yang mendadak dari kayu awal ke kayu akhir.
Kayu pori semi tata lingkar Berpori semi tata lingkar atau disebut juga berpori setengah tata lingkar zonasi pemisahan antara pori besar dan pori kecil tidak begitu jelas. Kayu semi tata lingkar dapat terbentuk dari kepadatan porinya, misalnya pada kayu awal keberadaan pori lebih banyak atau lebih rapat (jumlah per satuan luasnya lebih banyak) dari pada keberadaan pori pada kayu akhirnya. Atau dengan kata lain kayu yang termasuk semi tata lingkar yaitu kayu-kayu yang mempunyai
9 susunan pori pertengahan antara kayu berpori tata lingkar dengan kayu berpori tersebar (diffuse).
Kayu berpori tata baur (diffuse) Kayu berpori tata baur apabila pori besar dan pori kecil tersebar merata pada permukaan kayu atau tidak ada perbedaan lokasi pori besar dan pori kecil dalam satu riap tumbuh atau tidak ada perbedaan ukuran pori dalam satu lingkaran tahun. Kelompok ini hampir mencakup seluruh jenis kayu dari tropis dan juga kebanyakan kayu dari daerah sub tropis.
2. Susunan Pori Pori tersusun sebagai pita tangensial, yaitu pori yang tersusun tegak lurus jari-jari dan membentuk pita tangensial pendek maupun panjang. Pita-pita ini dapat berbentuk lurus maupun bergelombang. Pori tersusun secara diagonal dan atau pola radial, yaitu pori yang tersusun mengarah radial atau semi tangensial dan radial. Pori tersusun dendritik, yaitu pori yang tersusun dengan pola bercabang, atau tersusun seperti lidah api. 3. Pengelompokan Pori Pori hampir seluruhnya soliter, yaitu 90% atau lebih dari pori tersebut secara keseluruhan terpisah dengan yang lainnya karena dikelilingi oleh jaringan lain, misalnya 90% atau lebih tidak berhubungan antar pori. Kebanyakan berkelompok secara radial dari 4 atau lebih, yaitu pori yang saling berdekatan bergabung 4 atau lebih. Kebanyakan
membentuk
cluster,
yaitu
pori
sering
terlihat
membentuk grup-grup dari tiga atau lebih dan terjadi kontak baik pada bidang radial maupun tangensial 4. Bidang Perforasi Bentuk sederhana yaitu bidang perforasi yang berbentuk lubang tunggal daru bulat sampai oval. Bentuk tangga yaitu bidang perforasi dengan lubang yang memanjang kesamping dan tersusun bertingkat kebawah menyerupai
10 tangga. Bidang perforasi yang demikian dapat dibedakan menurut jumlah palang (anak tangga), yaitu ≤ 10 palang, 20-40 palang, dan yang ≥ 40 palang. Bentuk retikulat yakni bidang perforasi yang terdiri dari lubanglubang kecil kadang tidak teratur yang menyerupai jala. Bentuk foraminat yakni bidang perforasi dengan bukan berbentuk bulat atau elips dan terdapat lubang-lubang seperti bentuk ayakan. Biasanya dinding pori lebih tebal dari pada dinding pada retikular itu sendiri. Tipe lain dengan bentuk yang kompleks atau seperti pada bentuk radiat. 5. Ceruk (d/h. noktah) Ceruk antar pembuluh (di antara elemen pembuluh) - Bentuk tangga, yaitu ceruk memanjang atau linier tersusun mirip deretan anak tangga. - Berhadapan, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun dalam barisan pendek sampai panjang yaitu baris arah melintang panjang pembuluh. - Selang-seling, yaitu ceruk antar pembuluh yang tersusun berupa deretan diagonal - Selang-seling bentuk poligonal, yaitu garis luar ceruk bersegi dan lebih dari 4 sisi bila dilihat pada permukaan (bidang) longitudinal. Ceruk persilangan antara pembuluh dengan jari-jari : - Dengan halaman yang jelas; sama dalam ukuran dan bentuk dengan curuk antar pembuluh pada seluruh sel jari-jari - Dengan halaman yang sangat dipersempit
sampai terlihat
sederhana : ceruk budar atau bersudut - Dengan halaman yang sangat dipersempit sampai tampaknya sederhana: ceruk horizontal, bentuk tangga atau jala sampai vertikal - Dengan dua macam ukuran atau tipe yang jelas dalam sel yang sama
11 - Bergabung searah, kasar (< 10 µm) - Terbatas pada baris marjinal. 6. Diameter Lumen Pembuluh Diameter pori diukur pada bidang lintang. Pembuluh yang diukur harus mewakili ukuran sel pembuluh yang ada. Diameter tangensial lumen pembuluh (tidak termasuk dinding selnya) diukur pada bagian terlebar terowongan pembuluh. Pengukuran minimum harus sebanyak 25 kali ulangan. 7. Jumlah atau Frekuensi Pembuluh per mm2 Jumlah pembuluh persatuan luas permukaan lintang dapat mempunyai nilai yang cukup besar di dalam identifikasi kayu. Setiap individu dihitung sebagai satuan individu. 8. Rata-rata Panjang Sel Pembuluh Diukur melalui hasil proses maserasi sebanyak 25 elemen pembuluh. 9. Tilosis dan Bahan Endapan di dalam Pori Tilosis dikatakan ada jika terdapat suatu bahan (gelembung, tonjolan) yang keluar dari dinding pori yang berasal dari sel parenkim jari-jari maupun parenkim aksial melalui ceruk, sehingga sebagian maupun keseluruhannya menyumbat lumen pori tersebut. Sering terdapat pada bagian kayu teras (jarang terdapat di bagian luar pada kayu gubal). c. Serat Sel-sel yang berbentuk panjang langsing dikenal dengan nama serat. Dinding umumnya lebih tebal daripada dinding parenkima maupun dinding pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µm tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalm batang. Diameternya antara 15 sampai 50 µm. Ketebalan dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mondang & Pandit 2002). Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan jenis ceruk. Serat
12 pada kayu daun lebar dibagi atas dua macam, yaitu serat libriform (libriform fiber) dan serat trakeida (tracheid fiber). Serat libriform memiliki ceruk sederhana yang lebih kecil dan bersifat memberikan kekuatan karena diantaranya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat libriform terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan serat trakeida sehingga terlihat lebih panjang. Umunya ceruk-ceruk pada serat libriform ini lebih banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dinding vertikal dari sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada serat trakeid. Serat libriform dan serat trakeida mungkin terdapat secara bersama-sama dalam satu jenis kayu. Perbedaan antara kedua macam sel ini sangat sedikit, sehingga dalam preparat anatomi kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat ceruk yang menjadi ciri kadang-kadang sulit terlihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut sel serat. Sering kali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serat (Pandit & Ramdan 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri serat yang digunakan sebagai dasar identifikasi, sebagai berikut: 1. Jaringan Dasar Serat Pengamatan terhadap bentuk dan distribusi dari ceruk serat hanya pada radial dan tangensial karena pengamatan pada bidang lintang tidak seteliti pada bidang radial atau tangensial. Namun pada bidang radial dan tangensial maupun bidang lintang dapat ditunjukan jenis ceruk yaitu berhalaman atau (semuanya) sederhana. 2. Serat Bersekat Serat bersekaat adalah serat dengan dinding tipis dan tidak berceruk. Sekat terjadi setelah dinding sekunder telah terbentuk. Oleh karenanya sekat tidak berhubungan dengan lamela tengah. Antar serat biasanya tidak terlignifikasi. 3. Tebal Dinding Serat Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi tiga, yakni: Sangat tipis: jika diameter lumen (l) tiga kali lipat atau lebih dari tebal dua dinding serat (2w)
13 Tipis sampai tebal: diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dua dinding serat (2w) dan masih terlihat terbuka. Sangat tebal: jika lumen hampir tertutup. d. Parenkim Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serat mengatur bahan makanan cadangan. Menurut penyusunnya, parenkim dibedakan menjadi 2 macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horizontal (Pandit & Ramdan 2002). Wheeler et al. (1989) menyebutkan jenis parenkim yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: 1.
Parenkim aksial apotrakeal, yaitu parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur (diffuse) dan parenkim aksial kelompok baur (diffuse in aggregate).
2.
Parenkim aksial paratrakeal, yaitu parenkim aksial yang berhubungan dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakeal terdiri dari parenkim aksial paratrakeal jarang, parenkim aksial vasisentrik, parenkim aksial paratrakeal sepihak.
3.
Parenkim aksial bentuk pita, terdiri dari parenkim bentuk pita dengan lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim aksial bentuk jala (bentuk retikulat), bentuk tangga (scalariform) dan parenkim marginal atau menyerupai pita-pita marginal.
4.
Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbetuk melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium fusiform awal.
e. Jari-jari Jari-jari berfungsi sebagai jalan angkutan bagi cairan pohon dalam arah horizontal dari dan ke lapisan floem. Sel jari-jari diproduksi dari pembelahan sel inisial jari-jari dalam kambium. Inisial jari-jari sendiri berasal dari pembelahan inisial jari-jari sendiri atau yang lain atau dari pembelahan yang tidak sama dari inisial bentuk kumparan (Haygreen & Bowyer 1989).
14 Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri dari jari-jari yang digunakan sebagai dasar identifikasi, yaitu: 1. Lebar Jari-Jari Jari-jari seluruhnya uniseri - Lebar jari-jari 1-3 sel - Lebar jari-jari 4-10 seri - Lebar jari-jari lebih dari 10 seri Jari-jari dengan bagian multiseri (berseri banyak) mempunyai lebar yang sama dengan bagian uniseri (berseri satu). 2. Tinggi Jari-Jari Jari-jari > 1 mm adalah termasuk jari-jari yang berkategori tinggi. 3. Jari-Jari yang terdiri dari dua ukuran Jari-jari yang membentuk dua populasi yang tegas dam lebar maupun tinggi jika dilihat pada penampang tangensial. 4. Komposisi Sel Jari-Jari Seluruh sel jari-jari baring Semua sel jari-jari tegak dan atau bentuk persegi Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persegi. Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan 2-4 baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persegi. Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya punya lebih dari 4 baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persergi. Jari-jari terdiri dari sel campuran antara sel baring, persegi dan sel tegak. 5. Sel seludang Sel seludang adalah sel yang terletak di sepanjang kedua sisi jari-jari yang besar (lebih dari 3 seri) sebagaimana dapat dilihat pada bidang tangensial. Umumnya lebih besar (lebih tinggi dan lebih lebar) daripada sel-sel jari bagian tengahnya.
15 6. Jumlah jari per mm Jumlah jari-jari per mm paling baik dihitung pada bidang tangensial sepanjang garis tegak lurus pada sumbu aksis jari-jari. f. Inklusi Mineral Kristal prismatik, yaitu kristal-kristal berbentuk rhomboidal atau oktahedral yang terdiri dari kalsium oksalat, yang jika dilihat dengan sinar polarisasi memantulkan warna berkilau. Butir silika, yaitu butir yang tersusun dari silikon dioksida yang bentuknya bundar atau tidak teratur. D. Kualitas Serat 1. Dimensi Serat Dimensi serat yang diukur terdiri dari panjang, diameter, dan tebal dinding serat. a. Panjang Serat Handayani (1991) dalam Sofyan et al., (1993) menyatakan bahwa panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dan Sofyan et al., (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya. Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat penggilingan dan sifat penyebaran tekanan (stres transfer) yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat, terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam (Casey 1980b).
16 b. Diameter Serat Diameter
serat
berpengaruh
terhadap
sifat
kekuatan
pulp,
pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey (1980b) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu: serat berdiameter besar (0,025-0,04 mm), serat berdiameter sedang (0,010,025 mm), serat berdiameter keci (0,02-0,01 mm). Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang (Casey 1980b). c. Tebal Dinding Serat Tebal dinding serat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah. Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih, sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey 1980b). 2. Turunan Dimensi Serat Kualitas serat
merupakan salah satu dasar
untuk
mengetahui
kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas (Casey, 1980b). Penetapan kualitas serat ini di antaranya berdasarkan pada
17 nilai dimensi serat nilai-nilai
turunan dimensinya serat yang mempunyai
hubungan erat dengan sifat-sifat pulp dapat dihitung dari data panjang serat, tebal dinding, diameter serat, dan diameter lumen. Turunan dimensi serat itu adalah: a. Runkle Ratio (RR), adalah perbandingan antara dua kali lipat tebal dinding serat dengan diameter lumen yang dinyatakan dalam persamaan: RR = 2w / l, dimana: w = tebal dinding serat, l = diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam: Golongan I
: dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25
Golongan II
: dinding tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50
Golongan III : dinding dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00 Golongan IV : dinding tebal, lumen sempit, RR = 1-2 Golongan V
: dinding sangat tebal, lumen sangat sempit, RR = 2
Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumen lebar. Pulp yang dihasilkan dari jenis serat yang demikian lebih mudah digiling (beaten) dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga diduga akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan jebol, tarik dan lipat yang tinggi. b. Felting Power (FP) atau Daya Tenun, adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat dengan persamaan: FP = L / d , dimana: L = panjang serat, d = diameter serat. Semakin tinggi nilai daya tenun maka sifat serat cenderung lebih lentur. Daya tenun berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang. Diameter serat menunjukan tingkat kelangsingannya. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik (Tamolang dan Wangaard dalam Sofyan et al., 1993).
18 c. Muhstep Ratio (MR), adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang berpengaruh terhadap keraptan lembaran pulp, dengan persamaan: MR = {(d2-l2) / d2 x 100%}, dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya menurun. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki ketahanan tarik dan ketahanan retak yang rendah. d. Flexibility Ratio (FR), adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat, dengan persamaan: FR = l / d , dimana: d = diameter serat, l = diameter lumen FR mempunyai peran dalam perkembangan kontak antar serat (fiber to fiber contact) serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air dihilangkan pada tahap pembuatan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat. e. Coefficient of Rigidity (CR), adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik kertas dengan persamaan: CR = w / d , dimana: w = tebal dinding serat, d = diameter serat CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. panshin dan de Zeeuw (1990) menyatakan bahwa kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang rebih besar dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang rendah.
19 Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas Kriteria
Kelas I Kelas II Kelas II Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
Panjang serat (mm) >2.000 Runkle Ratio (RR) <0,25 Felting Power (FP) >90 Muhlsteph Ratio (MR) <30 Flexibility Ratio (FR) >0,80 Coefficient of Rigidity (CR) <0,10 Nilai
450-600
100 100 100 100 100 100
1.000-2.000 0,25-0,50 50-90 30-60 0,50-0,80 0,10-0,15 225-449
50 50 50 50 50 50
<1.000 0,50-1,0 <0,50 60-80 <0,50 >0,15
25 25 25 25 25 25
<225
Sumber: Rachman dan Siagian (1976)
E. Pulp dan Kertas Kayu lebih disukai sebagai sumber serat untuk industri kertas walaupun menurut sejarahnya kertas dapat dibuat dari tumbuhan non kehutanan atau bahan berlignoselulosa lainnya. Alasan untuk mengguanakan kayu adalah kadar kualitas pulp tinggi (Casey 1980a). Kualitas bahan baku berpengaruh terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan. Meskipun pada awalnya softwood lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas dibandingkan hardwood karena struktur sel penyusunnya lebih homogen (hampir 90% adalah trakeid) dan memiliki serat yang lebih panjang (rata-rata 3-5 mm) sehingga menghasilkan kertas yang lebih kuat, bukan berarti hardwood tidak cocok. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pulp hardwood mampu memiliki nilai kekuatan tertentu yang sama dengan atau bahkan lebih besar daripada pulp softwood. Hal ini disebabkan adanya variasi pada kayu dan morfologi serat secara statistika dapat mempengaruhi sifat dan kualitas kertas (Casey 1980a). Kertas adalah suatu benda yang disusun terutama oleh serat-serat selulosa disamping bahan penolong lainnya. Perkembangan konsumsi kertas dan produk serat di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, yaitu ratarata 14% pertahun pada periode 1970-1977. Namun produksi dalam negeri periode tahun 1976-1979 hanya bisa memenuhi konsumsi rata-rata 34%. Pulp kayu merupakan bahan yang terbanyak dikonsumsi untuk memproduksi kertas dan produk serat lainnya (Departemen Perindustrian 1982).
20 Menurut Pasaribu dan Silitonga (1974) dalam Sofyan et al., (1993), panjang pendeknya serat dapat mempengaruhi kekuatan pulp kertas. Namun, hubungan panjang serat, tebal dinding serat, dan diameter terhadap kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan secara terpisah kurang nyata dibandingkan dengan hubungan niali turunannya yaitu Runkle ratio, felting power, Muhlstep ratio, flexibility ratio, dan coefficient of rigidity.
BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu DHH Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Anatomi Kayu PusLitBang Hasil Hutan Gunung Batu mulai bulan Desember 2010 sampai Maret 2011. B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah: 1. Bagian kayu normal, kayu tarik, dan kayu opposite dari sebatang pohon kawista (Limonia acidissima L.) asal Bima Nusa Tenggara Barat. Massa kayu dari masing-masing riap tumbuh dari empulur ke arah kulit, digunakan sebagai sampel penelitian. Umur pohon tidak diketahui dengan pasti, namun diameter batang nya 18 cm. 2. Air keran, akuades, asam asetat glasial, hidrogen peroksida, alkohol teknis, alkohol absolut, gliserin, safranin, toluen, karbolxylene, dan ethilen. Adapun peralatan penelitian terdiri dari gelas obyek, gelas penutup, botol timbang, watch glass, waterbath, mikroskop, dan pipet. Untuk pembuatan preparat sayat digunakan mikrotom gelincir merek Reichert, sedangkan untuk dokumentasi digunakan kamera digital Sony. C. Metode Penelitian 1. Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode FPL (Forest Products Laboratory) dengan ukuran contoh uji sebesar batang korek api dari seluruh riap tumbuh yang ada. Maserasi diawali dengan merebus kayu dalam larutan 60% asam asetat glasial dan 30% hidrogen peroksida pada suhu ± 60oC selama 24 jam atau sampai contoh uji berubah warna menjadi putih dan lunak. Perbandingan volume asam asetat glasial dan hidrogen peroksida yang digunakan adalah 1:20. Setelah itu sampel dicuci dengan air hingga bebas asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam. Kemudian zat warna dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi) bertingkat menggunakan
22 alkohol berturut-turut 10%, 30%, 50%, 70%, 90% dan absolut masing-masing selama 2 menit. Setelah didehidrasi, serabut pilihan dipindahkan ke kaca preparat (Gambar 2) kemudian dilanjutkan dengan pengamatan dengan mikroskop.
d
b
c
a
Gambar 2 Bagian-bagian serat yang diukur Keterangan: Panjang serat (a), Diameter serat (b), Diameter lumen (c), dan Tebal dinding sel (d)
2. Pengamatan Struktur Anatomi Kayu Pengamatan struktur anatomi kayu dilakukan pada masing-masing contoh uji kayu. Kegiatannya meliputi tiga tahapan, yaitu: a. Pembuatan Preparat Contoh uji berukuran (1,5 x 1,5 x 1,5) cm dilunakkan dengan cara direndam dengan aquades selama 2 malam kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan alkohol dan gliserin dengan perbandingan 1:1 selama 2-3 hari. Setelah lunak, contoh uji disayat dengan rotary mikrotom untuk menghasilkan sayatan setebal 15-25 µm. Sayatan yang dibuat meliputi penampang lintang (X), radial (R), dan tangensial (T). Lima sayatan terbaik dipilih untuk diamati strukturnya menggunakan mikroskop. Hasil sayatan kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan gliserin dan direndam dalam safranin selama 1 jam untuk pewarnaan. Setelah itu sayatan dicuci kembali dengan akuades sampai bersih, lalu didehidrasi bertingkat menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%, dan alkohol absolut masing-masingnya selama 5-10 menit. Selanjutnya sayatan dibeningkan dengan cara merendamnya beberapa saat, berturut-turut dalam karboxylol dan tuluen. Sesudah itu sayatan direkat dengan entelan di atas
23 gelas obyek, ditutup dengan gelas penutup, diberi label dan siap untuk diamati. b. Pengamatan Ciri anatomi yang diamati meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association Of Wood Anatomist (Wheeler et al, 1989).
X
R
T
Label
Gambar 3 Penyusunan sayatan pada gelas obyek Keterangan: X = Penampang lintang, R = penampang radial T = penampang tangensial, dan pelabelan dengan label
3. Pengolahan Data Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskripsi naratif, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% sebagai berikut:
Dimana: µ ȳ t(α/2.df) α df s n
: nilai tengah rata-rata : nilai rat-rata : nilai sebaran t pada selang kepercayaan 95% : taraf nyata : derajat bebas (n-1) : standar deviasi : jumlah pengulangan contoh
Untuk mengetahui perbedaan panjang serat antar bagian kayu yang diteliti dilakukan uji beda nyata dengan menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95%. Rata-rata pengulangan contoh (x) digunakan untuk menduga nilai tengah populasi (µ). Sedangkan ragam pengulangan contoh per jenis (s2) digunakan untuk menduga ragam populasi per jenis (σ 2).
24 Nilai rata-rata panjang serat dan nilai turunan dimensi serat yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar kualitas serat untuk bahan baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Karakter Makro dan Mikroskopis Ciri makroskopis dan mikroskopis yang terdapat pada masing-masing bagian kayu kawista yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagian Kayu Normal Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, serta tidak tegas batas antara kayu teras dan kayu gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 sel dan beberapa soliter. frekuensi 16±2,5 per mm2, panjang rata-rata 168±28,1 µm, bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat dan saluran minyak, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 3±1,7 µm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jari-jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, didominasi oleh sel baring, tidak dijumpai adanya sel tegak, tinggi sampai 914 µm dengan rata-rata 440±161,7 µm, frekuensi 6±1,6 sel per mm2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sampai 1428,6 µm dengan rata-rata 1007±209 µm, diameter sampai 29 µm dengan rata-rata 18,9±3,4 µm, diameter lumen 12,5±3,4 µm, dan tebal dinding 3,2±0,5 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu normal yang diteliti disajikan pada Gambar 4.
26
a
b
c
d
Gambar 4 Bagian Kayu Normal Kawista L. acdissima L. a. Penampang lintang (10x), b. saluran sel minyak (anak panah), dan parenkim aksial paratrakeal jarang serta parenkim marjinal, jari-jari 1-6 seri (penampang lintang, 10x), c. jari-jari multiseriate 1-6 seri (anak panah) (penampang tangensial, 10x) d. sel baring (anak panah) (penampang radial, 10x)
2. Bagian Kayu Tarik Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, tidak tegas batas antara kayu teras dan gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap, namun cukup licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan rata-rata diameter lumen 71±13,5 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi 17±3,0 per mm2, panjang rata-rata 160±33,6 µm, bidang perforasi bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat,
27 ceruk antar pembuluh bentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 3±1,6 µm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jarijari: lebar l-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, didominasi oleh sel baring, tidak dijumpai adanya sel tegak, tinggi sampai 914 µm dengan rata-rata 435±167,6 µm, frekuensi 6±1,6 sel per mm2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sel sampai 1400 µm dengan rata-rata 986±182,1 µm, diameter sampai 32,3 µm dengan rata-rata 18±3,7 µm, diameter lumen 10,5±3,2 µm, dan tebal dinding 3,7±0,9 µm. Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu tarik yang diteliti disajikan pada Gambar 5.
a
b
c
d
Gambar 5 Bagian Kayu Tarik Kawista L. acdissima L. a. Pembuluh dominan ganda, frekuensi rapat (penampang lintang, 10x), b. Endapan pada pembuluh (anak panah), parenkim aksial paratrakeal jarang, dan lapisan gelatin yang tebal (penampang lintang, 40x), c. Jari-jari 1-6 seri (penampang tangensial, 10x), d. Jari-jari sel baring (penampang radial, 10x)
28 3. Bagian Kayu Opposite Ciri Makroskopis Warna: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat, serta tidak tegas batas antara kayu teras dan gubalnya. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan tidak mengkilap tetapi cukup licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak berbau. Ciri Mikroskopis Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi 16±2,5 per mm2, panjang rata-rata 167±27,3 µm, bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat, ceruk antar pembuluh bentuk tangga sampai berhadapan, berukuran sangat kecil 2±2,2 µm, berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jarijari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, selain terdapat sel baring juga terdapat 1 seri sel tegak berupa sel bujur sangkar, tinggi sampai 1114 µm dengan rata-rata 568±290,4 µm, frekuensi 7±1,3 sel per mm2. Serat: bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sel sampai 1714 µm dengan rata-rata 1023±239,4 µm, diameter sampai 32,3 µm dengan rata-rata 20,9±5,5 µm, diameter lumen 14,3±5,4 µm, dan tebal dinding 3,3±0,8 µm. Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: tidak ditemukan. Struktur mikroskopis bagian kayu opposite yang diteliti disajikan pada Gambar 6.
29
a
b
c
d
Gambar 6 Bagian Kayu Opposite Kawista L. acdissima L. a. Pembuluh dominan ganda, serta frekuansi rapat (penampang lintang, 10x), b. Endapan dalam pembuluh (anak panah) dan parenkim aksial paratrakeal jarang (penampang lintang, 10x), c. Percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas (anak panah), dan jari-jari 1-6 seri (penampang tangensial, 10x), d. Jari-jari dengan 1 seri sel bujur sangkar (anak panah) (penampang radial, 10x)
Gambar 7 memperlihatkan corak kayu kawista yang diteliti sedangkan Gambar 8 memperlihatkan bentuk dan ukuran ceruk yang terdapat pada dinding bersama antar dua sel pembuluh yang berdempetan. Dari Gambar 7 tampak bahwa kayu kawista memiliki corak mirip dengan corak kayu jati, sedangkan ukuran ceruk pada dinding bersamanya sangat kecil. Tabel 2 memperlihatkan rekapitulasi struktur anatomi ketiga bagian kayu kawista yang diteliti.
30
Gambar 7 Corak penampang papan tangensial Kawista L. acidissima L.
Gambar 8 Ceruk antar pembuluh sangat kecil ≤ 4µm (Skala 40 µm)
31 Tabel 2 Perbandingan Beberapa Karakteristik Anatomi Kayu Kawista Karakteristik Anatomi Lingkar Tumbuh Sel Pembuluh:
No 1 2 a b c
Porositas Sebaran / Susunan Pengelompokan
d
Bentuk pembuluh soliter Bidang perforasi
e f g h i
j k l m n
o
3
Susunan ceruk (µm) Ukuran rata-rata ceruk (µm) Ceruk berumbai Ceruk pada persilangan pembuluh dengan jari-jari
Penebalan ulir/spiral Diameter tangensial lumen pembuluh (µm) Pembuluh per mm2 Rata-rata panjang sel (µm) Tilosis dan endapan dalam pembuluh Elemen trakeida tak berlubang
Normal Jelas
Bagian Kayu Tarik Jelas
Opposite Jelas
Baur Diagonal/radial Berganda/ berkelompok
Baur Diagonal/radial Berganda/ berkelompok
Baur Diagonal/radial Berganda/ berkelompok
Bundar
Bundar
Bundar
Sederhana dan bentuk tangga Sangat kecil <4
Sederhana dan bentuk tangga Sangat kecil <4
Sederhana dan bentuk tangga Sangat kecil <4
3±1,7
3±1,6
2±2,2
Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh
Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh
-
-
Dengan halaman jelas; serupa dengan ceruk antar pembuluh -
79±9,7
71±13,5
77±18,2
16±2,5
17±3,0
16±4,4
168±28,1
160±33,6
167±27,3
Tidak ada tilosis; ada endapan berwarna
Tidak ada tilosis; Endapan berwarna
Tidak ada tilosis; Endapan berwarna
-
-
1-6 seri 2 macam tidak jelas 568±290,4 Ditemukan 1 baris sel tegak
Jari-jari a b
Lebar Macam / Ukuran
1-6 seri 2 macam tidak jelas
c d e
Jari-jari agregat Tinggi (µm) Komposisi
440±161,7 Seluruhnya sel baring
1-6 seri 2 macam tidak jelas 435±167,6 Seluruhya sel baring
f
Sel selubung dan sel persegi Sel jari-jari yang berperforasi Frekuensi per mm
-
-
-
-
-
-
6±1,6
6±1,6
7±1,3
Jarang Pita tangensial panjang
Jarang Pita tangensial panjang
Jarang Pita tangensial panjang
g h
4
Parenkim Aksial: a b c
Apotrakeal Paratrakeal Marjinal
32 Tabel 2 Lanjutan Karakteristik Anatomi Serat:
No 5 a
Jaringan dasar serat
b
Bentuk Ceruk
c d e
Penebalan ulir/spiral Serat bersekat Tebal dinding serat
f
Rata-rata panjang
6
Normal Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial
Bagian Kayu Tarik
Opposite
Berhalaman sangat kecil Tidak bersekat Tipis sampai tebal 1007±209,7
Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial Berhalaman sangat kecil Tidak bersekat Tipis sampai tebal 986±182,1
Bersekat dengan ceruk berhalaman yang jelas; ceruk umum pada bidang radial dan tangensial Berhalaman sangat kecil Tidak bersekat Tipis sampai tebal 1023±239,4
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Inkulsi mineral: a
Kristal prismatic
B. Dimensi dan Kualitas Serat Kayu Kawista Hasil pengukuran dan perhitungan dimensi serat disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata dimensi serat Kayu Kawista L. acidissima L. Bagian Kayu Normal Tarik Opposite
Panjang (L) 1007±209,7 986±182,1 1023±239,4
Dimensi Serat Diameter Lumen (d) (l) 18,9±3,4 18±3,7 20,9±5,5
12,5±3,4 10,5±3,2 14,3±5,4
Tebal Dinding (w) 3,2±0,5 3,7±0,9 3,3±0,8
1. Panjang Serat Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat per masing-masing bagian kayu kawista yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan Tabel 5 memuat hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada selang kepercayaan 95%. Tabel 4 Rata-rata dan kisaran nilai panjang Serat Kawista L. acidissima L. Bagian Kayu Normal Tarik Opposite
Panjang Serat (µ) Rata-Rata Selang Rataan** 1007,5 985,56 1023,33
Keterangan: * Rataan dari pengulangan contoh uji ** Selang kepercayaan 95% dari rata-rata panjang serat
714,29 ≤ µ ≤ 1428,57 714,29 ≤ µ ≤1400 642,29 ≤ µ ≤1714,29
33 Tabel 5
Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada selang kepercayaan 95%
Jenis Kayu Normal Tarik Opposite Keterangan: - = tidak nyata
Tarik
Opposite
Normal
-
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata panjang serat kayu kawista bervariasi dari 985,56 hingga 1023,33 μm. Bagian kayu tarik cenderung memiliki panjang serat yang lebih pendek dibandingkan kedua bagian kayu lainnya. Namun demikian, secara keseluruhan panjang serat tidak dipengaruhi oleh bagian kayu dimana serat tersebut berada (Tabel 5). Variasi radial panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Variasi radial panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa variasi radial panjang serat per masing-masing riap tumbuh pada seluruh bagian kayu kawista yang diteliti relatif sama, dimana serat terpendek dijumpai pada daerah yang dekat empulur (riap tumbuh 1), sedangkan serat terpanjang pada daerah dekat kulit. Phenomena ini memperlihatkan bahwa semakin ke arah kulit, panjang serat cenderung bertambah.
34 Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976), nilai panjang serat dari seluruh bagian kayu kawista yang diteliti masuk ke dalam kelas II. Gambar 10 memuat contoh serat kayu kawista pada masing-masing bagian kayu yang diteliti.
a
b
c
Gambar 10 Serat kayu Kawista: a. kayu normal, b. kayu tarik, c. kayu opposite 2. Runkle Ratio (RR) Nilai RR ketiga bagian kayu kawista yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Rata-rata nilai RR berkisar antara 0,54 hingga 0,78. Meski nilai RR tidak dipengaruhi oleh bagian kayu, bagian kayu tarik cenderung memiliki nilai RR yang lebih besar, sedangkan nilai RR pada bagian kayu normal dan opposite-nya hampir sama. Berdasarkan kriteria penilaian mutu serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, nilai RR ketiga bagian kayu tersebut masuk ke dalam kelas mutu II.
35
Gambar 11 Nilai Runkle Ratio Kayu Kawista L. acidissima L. 3. Felting Power (FP) Nilai FP ketiga bagian kayu kawista yang diteliti ternyata juga tidak berbeda, dengan rata-rata berkisar antara 52,21 hingga 56,67 (Gambar 12). Berdasarkan kriteria penilaian mutu serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka nilai FP ketiga bagian kayu kawista yang diteliti masuk kedalam kelas mutu II dengan nilai terbesar dimiliki oleh bagian kayu tarik.
Gambar 12 Nilai Felting Power Kayu Kawista L. acidissima L.
36 4. Muhlsteph Ratio (MR) Sebagaimana nilai panjang serat, RR dan FP, hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa rata-rata nilai MR pada ketiga bagian kayu kawista yang diteliti juga tidak berbeda, dengan rata-rata berkisar antara 54,51 hingga 66,24 (Gambar 13).
Gambar 13 Nilai Muhlsteph Ratio Kayu Kawista L. acidissima L. Berdasarkan kriteria penilaian kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka nilai MR ketiga bagian kayu tersebut juga masuk ke dalam kelas mutu II dengan nilai terkecil dimiliki oleh bagian kayu opposite. 5. Flexibility Ratio (FR) Rata-rata nilai FR kayu kawista yang diteliti disajikan pada Gambar 14. Dari Gambar 14 diketahui bahwa nilai FR juga tidak dipengaruhi oleh perbedaan bagian kayu. Rata-rata nilai FR berkisar antara 1,54 hingga 1,78. Berdasarkan kriteria penilaian kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka nilai FR ketiga bagian kayu kawista yang diteliti masuk kedalam kelas mutu I.
37
Gambar 14 Nilai Flexibility Ratio Kayu Kawista L. acidissima L. 6. Coefficient of Rigidity (CR) Rata-rata nilai CR kayu kawista yang diteliti disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Nilai Coefficient of Rigidity Kayu Kawista L. acidissima L. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata nilai CR pada ketiga bagian kayu kawista yang diteliti juga tidak berbeda, dengan rata-rata berkisar antara 0,17 hingga 0,21. Berdasarkan kriteria penilaian kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka nilai CR ketiga bagian kayu kawista yang diteliti masuk ke dalam kelas III. Tabel 6 memuat rekapitulasi skoring penilaian kualitas serat kayu kawista.
38 Tabel 6. Scoring kualitas serat kayu kawista L. acidissima L. Kriteria L RR FP MR FR CR
Normal Nilai Scoring Hitung
Bagian Kayu Tarik Nilai Scoring Hitung
Opposite Nilai Scoring Hitung
1007,5 0,55 55,14 56,74 1,55 0,17
985,56 0,78 56,67 66,24 1,78 0,21
1023,33 0,54 52,21 54,51 1,54 0,17
Total Nilai Kelas
50 25 50 50 100 25
25 25 50 25 100 25
50 25 50 50 100 25
300
250
300
II
II
II
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa seluruh bagian kayu kawista yang diteliti menghasilkan nilai total yang masuk dalam kelas mutu II. Serat dengan kelas mutu II akan menghasilkan pulp dan kertas yang mempunyai keteguhan sobek, ketahanan pecah, dan keteguhan tarik tergolong sedang, serat mudah mengepeng dengan ikatan antar serat dan daya tenun yang baik. Dengan demikian seluruh bagian kayu kawista tersebut cocok dan sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. C. Perbandingan Kualitas Serat Kayu Kawista Limonia acidissima L. dengan Kualitas Serat Kayu Mangium Tabel 7 menyajikan karakteristik serat kayu kawista dari bagian normal dan serat kayu mangium. Karakteristik kayu mangium yang digunakan adalah karakteristik hasil penelitian Sahri et al., (1993). Tabel 7 Perbandingan kualitas serat kayu normal kawista dan kayu mangium Kriteria L RR FP MR FR CR
Total Nilai Kelas
Jenis Kayu Kawista Limonia acidissima L A. mangium Willd. Nilai Hitung Scoring Nilai Hitung Scoring 1007,5 0,55 55,14 56,74 1,55 0,17
50 25 50 50 100 25
300 II
1017,5 0,73 50,12 66,21 0,58 0,21
50 25 50 25 50 25
225 II
39 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa serat kayu kawista dan kayu mangium sama-sama masuk ke dalam kelas kualitas II, namun kayu kawista memiliki total nilai yang lebih tinggi (300 berbanding 225). Dengan demikian maka kualitas pulp dan kertas yang dibuat dari kayu kawista akan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas pulp dan kertas yang dibuat dari kayu mangium. Oleh karena itu, jenis kawista perlu dikembangkan karena berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Meskipun tidak menjadi objek penelitian ini, berdasarkan corak (tampilan) kayu dengan riap tumbuh yang jelas dan warna yang terang mirip warna kayu sungkai, penggunaan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan furniture perlu diteliti. Apalagi mengingat sebagai penghasil buah, pohon kawista baru akan ditebang setelah tidak lagi produktif sebagai penghasil buah. Saat tidak lagi produktif, umur pohon tentu sudah sangat tua. Sehingga dari segi efisiensi waktu, pemanfaatan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan furniture tentu lebih menjanjikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Tiga bagian kayu kawista L. acidissima L yang diteliti memiliki ciri umum yang sama, yaitu: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat serta tidak tegas batasan antara kayu teras dan kayu gubalnya, tekstur kayu agak kasar, arah serat berpadu, permukaan tidak mengkilap cukup licin, kayu cukup keras dan tidak berbau. 2. Ciri struktur anatomi kayu kawista secara umum adalah sebagai berikut: lingkar tumbuh jelas; pori tata baur, bergabung dalam arah diagonal hingga radial dengan 2-3 sel, memiliki bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning tua, ukuran ceruk pada dinding bersama sangat kecil; jari-jari dua ukuran tidak jelas, lebar 1-6 seri, didominasi oleh sel baring; ditemukan adanya sel-sel parenkima jarang dan parenkima marjinal; tidak ditemukan adanya saluran interselular dan inklusi. 3. Rata-rata diameter pembuluh sekitar 71-79 µm, dengan frekuensi 16 per mm2, panjang 160-168 µm, dan ukuran ceruk di dinding bersama ≤ 4 µm. Tinggi jari-jari rata-rata 440-568 µm, dengan frekuensi 6-8 sel per mm2. Rata-rata panjang sel serat 1007 µm, dengan diameter serat 18,9 µm, diameter lumen 12,5 µm, dan tebal dinding 3,2 µm. 4. Nilai turunan dimensi serat kayu kawista adalah sebagai berikut: rata-rata nilai Runkel ratio 0,55; felting power 52-56; Muhlsteph ratio 55-66%; flexibility ratio 1,54-1,78; dan coeffisien of rigidity 0,17-0,21. 5. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas, maka serat kayu kawista secara keseluruhan masuk dalam kualitas II. Total nilai kayu ini lebih tinggi dibandingkan dengan total nilai kayu mangium yang dikenal sebagai penghasil pulp kayu daun lebar terbaik.
41 B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan memperbanyak jumlah pohon sampel sehingga diperoleh data yang lebih mewakili gambaran struktur anatomi dan kualitas serat kayu kawista. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kualitas pulp dan kertas dari serat kayu kawista melalui pembuatan pulp dan kertas secara langsung. 3. Mengingat kayu kawista memiliki kesan dekoratif yang tinggi dan berwarna cerah, penggunaan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan furniture perlu pula dipertimbangkan. 4. Perlu dilakukan penelitian tentang silvikultur kayu kawista untuk persiapan pemanfaaatan jenis ini dalam skala besar.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Manfaat kayu kawista dalam segala bidang dan kegunaan. http://www.indonesiaindonesia.com/f/37946-kawista/.[11 Juli 2011] Casey J. 1980a. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc. --------. 1980b. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc. Departemen Perindustrian. 1982. Perkembangan Industri Kertas dan Pulp di Indonesia Bagian A. Jakarta: Departemen Perindustrian. Fengel D, G Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Hardjono Sastrohamidjojo, Penerjemah; Soenardi Prawirohatmodjo, Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. FWI/GFW. 2002. The State of the Forest: Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia, and Washington DC: Global Forest Watch. Haygreen JG, JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipta A. Hadikusumo, penerjamah; Soenardi Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Heyne K. 1989. Tumbuhan Berguna Jilid II. Badan Litbang Kehutanan, Penerjemah. Jakarta: Yayasan Wana Jaya. Lestari SB, Yoswita. 2003. Sifat Pengolahan dan Sifat Fisik Pulp Sembilan Jenis Kayu dari Indonesia Bagian Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol. 21 No. 2.Halaman: 91-98. Lewin M, IS Goldstein. 1991. Wood Structure and Composition. New York: Marcel Dekker. Inc. Mandang YI, IKN Pandit. 2002. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia. Mandang YI. 1996. Anatomi Delapan Jenis Kayu Kurang Dikenal dari Suku-Suku Flacourtiaceae sampai Jugladanceae. Bulletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 14 No. 1: Halaman 31-45. Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Soewarsono PH, penerjemah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Pandit I. K, 1992. Mikroteknik Jaringan Berkayu. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
43 Pandit IKN, H Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Panshin AJ dan C de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology: Structure, Identification, Uses, and Properties of the Commercial Woods of the United States and Canada. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Rachman AN, RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor: Laporan LPHH No. 75. Sahri MH, Faridah HI, Nor Aini AS. 1993. Anatomy of acacia mangium grown in Malaysia. IAWA Bulletin. Vol. 10(4), 1989: 364-373. Sofyan K, Deded SN, Trisna P. 1993. Sifat Pulp Jenis-Jenis Kayu Cepat Tumbuh. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. New York: Van Nostrand Reinhold. Wheeler EA, P. Baas, PC. Gasson. 1989. IAWA List of Microscopic Features for Hardwood Identification. IAWA Bull. Vol. 10(3): 219-332.
Lamp i ran 1. Prosedu r p embu atan sediaan mi krotom Pembuat an sediaan mikrot om menurut met ode yang umum dilakukan d i Laborat orium dengan urut an ker ja sebagai ber ikut : a. Cont oh kayu berukur an 2 cm x 2cm x 5 cm dibent uk la lu d i rebus sampai lunak kemud ian disayat . b. Pembuat an sayat an dilakukan pada t iga bidang orient asi ( lint ang, radial, t angensial) dengan menggunakan pisau mikrotom spencer dengan t ebal sayat an ant ar a 12-20 µm. Selanjut nya sayat a n direndam dala m alkoho l dengan ko nsent rasi 50%. c. Selanjut nya perendaman dilakukan bert urut -t urut dengan alco ho l 30%, 20%, 10%, lalu dengan aquades. d. Kemudian sayat an deber i safranin 2% dan dis impan selama 6 - 8 jam. e. Safranin dibuang dan digant i bert urut – bert urut dengan alkoho l 30%, 50%, 70%, 90%, 100% dan t erakhir dengan xylo l. f. Sayat an secepat mungkin dipindahkan ke object glass lalu dibubuhi
canada
balsam
dan
dit ut up
dengan
cover
glass.
Selanjut nya diker ingkan pada alat penger i ng fisher dengan suhu 40-45 o C.
Lamp i ran 2. Prosedu r p embu atan sediaan maserasi Pembuat an
sediaan
maser asi
dilakukan
dengan
met ode
Schult ze, dengan urut an sebagai ber ikut : a. Dibuat cont oh kayu berukuran 3 cm x 1 mm x 1 mm at au sebesar bat ang korek api sebanyak empat buah dar i set iap co nt oh uji. b. Potong-potongan sampel dimasukkan kedalam t abung reaksi. c. Kedala m t abung reaksi dimasukkan kr ist al KCLO 3 dan dit amba h sedikit lar ut an HNO 3 pekat sampai pot ongan kayu t erendam. d. Tabung reaksi dipanaskan sampai larut an ber buih dan ser abut kelihat an t er lepas. Kemudian t abung reaksi segera d i singkirka n dar i nyala api dan reaksi dihent ikan dengan menyemprot kan aquades ke dalam t abung reaksi. e. Serabut yang t er lepas dicuci beber apa kali dengan aquade s sampai net ral. Selanjut nya diber i zat warna safranin 2% dan disimpan sela ma 6 -8 jam. f. Zat warna dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi) dengan
cara
member ikan
alkoho l
bert urut -t urut
dengan
konsent ras i 30%, 50%, 70%, 90%, dan terakhir 100%, masi ngmasing sela ma 2 menit . g. Sesudah didehidrasi, serabut yang t er lepas dipindahkan ke object glass dan diber i xylo l dan preparat diber i canada balsam la lu dit ut up. h. Penger ingan sediaan yang ber is i serabut dilakukan pada alat penger ing fisher dengan suhu ant ar a 40-45 o C.
Lamp i ran 3. K riteria pengu ku ran pori dan jari -jari PORI Jumlah por i
a. Sangat jarang b. Jarang c. Agak jarang d. Agak banyak e. Banyak f. Sangat banyak
a. <2 per mm 2 b. 2-5 per mm 2 c. 6-10 per mm 2 d. 10-20 per mm 2 e. 20-40 per mm 2 f. >40 per mm 2
Ukuran por i
a. Luar biasa kecil b. Sangat kecil c. Kecil d. Agak kec il e. Agak besar f. Besar g. Sangat besar
a. <20 µ b. 20-50 µ c. 50-100 µ d. 100-200 µ e. 200-300 µ f. 300-400 µ g. >400 µ
JARI- JARI Lebar jar i- jar i
a. Sangat sempit b. sempit c. Agak sempit d. Agak lebar e. lebar f. Sangat lebar g. Luar biasa lebar
a. <15 µ b. 15-30 µ c. 30-50 µ d. 50-100 µ e. 100-200 µ f. 200-400 µ g. >400 µ
T inggi jar i- jar i
a. b. c. d. e. f. g. h.
a. b. c. d. e. f. g. h.
Luar biasa pendek Sangat pendek Pendek Agak pendek Agak t inggi T inggi Sangat t inggi Luar biasa t inggi
Su mb er : D en Ber ger dala m Mar tawija ya el al (1987)
<0.5 mm 0.5-1 mm 1-2 mm 2-5 mm 5-10 mm 10-20 mm 20-50 mm >50 mm
Lamp i ran 4. Pengu ku ran hasi l Preparat Mikrotom (Bagian K ayu Opposite) No
Panjang Pembuluh (40x) Bacaan 10 15 10 10 10 14 12 15 12 10 14 12 12 15 10 10 10 11 10 11 10 10 10 12 14 10 12 14 15 10
SK 95%
Mikron 142.86 214.29 142.86 142.86 142.86 200.00 171.43 214.29 171.43 142.86 200.00 171.43 171.43 214.29 142.86 142.86 142.86 157.14 142.86 157.14 142.86 142.86 142.86 171.43 200.00 142.86 171.43 200.00 214.29 142.86 167±27,3
ø tangensial lumen pembuluh (10x) Bacaan 4 5 4 6 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 6 7 7 6 8 5 4 8 7 7 6 4 7 6 5 5 16±2,5
Mikron 57.14 71.43 57.14 85.71 57.14 71.43 71.43 57.14 57.14 57.14 57.14 71.43 71.43 71.43 85.71 100.00 100.00 85.71 114.29 71.43 57.14 114.29 100.00 100.00 85.71 57.14 100.00 85.71 71.43 71.43 77.14
Frekuensi Pembuluh per mm2
% Pembuluh Soliter
Ganda 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 30%
70%
26 25 22 18 21 18 10 15 15 15 14 15 11 17 14 12 17 18 10 15 19 22 12 12 21 11 12 11 16 12 16.87±2,5
Tinggi jari-jari (4x) Bacaan 70 64 53 46 20 24 23 67 72 45 56 78 34 56 77 40 20 20 23 21 44 56 34 23 23 23 20 20 20 20
Mikron 1000.00 914.29 757.14 657.14 285.71 342.86 328.57 957.14 1028.57 642.86 800.00 1114.29 485.71 800.00 1100.00 571.43 285.71 285.71 328.57 300.00 628.57 800.00 485.71 328.57 328.57 328.57 285.71 285.71 285.71 285.71 568±290,4
Frekuensi jari-jari per mm 7 7 6 6 7 8 9 8 9 9 7 8 8 9 8 7 8 8 9 7 8 8 8 5 7 7 6 5 5 5 7±1,3
Ukuran ceruk antar pembuluh berhadapan (40x) Bacaan Mikron 1.0 3.2 0.8 2.6 0.5 1.6 1.0 3.2 1.0 3.2 1.0 3.2 0.5 1.6 2.0 6.5 0.5 1.6
2±2,2
Lamp i ran 4. lanjutan (Bagian kayu tari k) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 SK 95%
Panjang Pembuluh (4x) Bacaan 8 15 12 10 9 12 9 12 10 10 10 11 10 11 9 10 10 9 12 15 10 10 10 12 10 10 12 18 17 12
Mikron 114.29 214.29 171.43 142.86 128.57 171.43 128.57 171.43 142.86 142.86 142.86 157.14 142.86 157.14 128.57 142.86 142.86 128.57 171.43 214.29 142.86 142.86 142.86 171.43 142.86 142.86 171.43 257.14 242.86 171.43 160±33,6
ø tangensial lumen pembuluh (10x) Bacaan 4 4 5 4 6 4 5 5 5 5 6 6 5 6 5 6 4 4 4 6 4 5 5 4 4 4 8 5 5 5
Mikron 57.14 57.14 71.43 57.14 85.71 57.14 71.43 71.43 71.43 71.43 85.71 85.71 71.43 85.71 71.43 85.71 57.14 57.14 57.14 85.71 57.14 71.43 71.43 57.14 57.14 57.14 114.29 71.43 71.43 71.43 71±13,5
Frekuensi Pembuluh per mm2
% Pembuluh Soliter
Ganda 1
20 21 14 15 17 21 21 20 20 22 14 22 14 21 17 16 16 14 14 14 16 14 14 21 12 16 18 21 21 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 4 15 16 17 18 19 20 21 5 6 7 8 9 30%
70%
17±3,0
Tinggi jari-jari (4x) Bacaan 64 23 42 13 13 41 30 43 26 28 31 45 35 39 25 20 19 40 26 22 33 12 27 29 40 30 26 37 43 12
Mikron 914.29 328.57 600.00 185.71 185.71 585.71 428.57 614.29 371.43 400.00 442.86 642.86 500.00 557.14 357.14 285.71 271.43 571.43 371.43 314.29 471.43 171.43 385.71 414.29 571.43 428.57 371.43 528.57 614.29 171.43 435±167,6
Frekuensi jari-jari per mm 10 6 8 9 6 5 7 5 6 7 4 6 8 5 6 7 6 7 8 9 5 6 6 6 6 4 5 7 6 4 6±1,6
Ukuran ceruk antar pembuluh berhadapan (40x) Bacaan Mikron 2 6.45 1 3.23 0.5 1.61 2 6.45 0.5 1.61 1 3.23 1 3.23 1 3.23 0.8 2.58 2 6.45
3±1,6
Lamp i ran 4. lanjutan (Bagian kayu normal) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 SK 95%
Panjang Pembuluh (4x) Bacaan 10 15 10 10 10 14 12 15 12 10 14 12 14 15 10 10 10 11 10 11 10 10 10 12 14 10 12 14 15 10
Mikron 142.86 214.29 142.86 142.86 142.86 200.00 171.43 214.29 171.43 142.86 200.00 171.43 200.00 214.29 142.86 142.86 142.86 157.14 142.86 157.14 142.86 142.86 142.86 171.43 200.00 142.86 171.43 200.00 214.29 142.86 168.62±28,1
ø tangensial lumen pembuluh (10x) Bacaan 6 5 5 6 6 7 6 5 5 5 5 6 6 5 5 6 7 6 5 5 7 5 5 5 5 6 5 5 5 5
Mikron 85.71 71.43 71.43 85.71 85.71 100.00 85.71 71.43 71.43 71.43 71.43 85.71 85.71 71.43 71.43 85.71 100.00 85.71 71.43 71.43 100.00 71.43 71.43 71.43 71.43 85.71 71.43 71.43 71.43 71.43 79±9,7
Frekuensi Pembuluh per mm2
% Pembuluh Soliter
Ganda 1 1 2 2 3 4 5 6 7 8 9 10 13 3 4 5 14 6 15 16 17 18 7 8 9 10 11 12
30%
19 20 70%
20 21 14 15 17 19 14 15 16 15 14 15 14 20 17 16 16 14 14 14 16 14 14 14 12 16 18 21 21 18 16±2,5
Tinggi jari-jari (4x) Bacaan 64 23 42 13 13 41 30 43 26 28 31 45 35 39 25 20 19 40 26 22 33 12 27 29 40 30 26 37 43 22
Mikron 914.29 328.57 600.00 185.71 185.71 585.71 428.57 614.29 371.43 400.00 442.86 642.86 500.00 557.14 357.14 285.71 271.43 571.43 371.43 314.29 471.43 171.43 385.71 414.29 571.43 428.57 371.43 528.57 614.29 314.29 440±161,7
Frekuensi jari-jari per mm 10 6 8 9 6 5 4 5 6 5 4 6 8 5 6 5 6 5 8 9 5 6 6 6 6 4 5 7 6 4 6±1,6
Ukuran ceruk antar pembuluh berhadapan (40x) Bacaan Mikron 2 6.45 1 3.23 0.5 1.61 2 6.45 1 3.23 1 3.23 1 3.23 1 3.23 0.8 2.58
3±1,7
Lamp i ran 5. Hasi l Pengu ku ran Di men si Serat (bagian kayu Opposit e) Panjang serat
Diameter serat
Diameter lumen
Tebal dinding
1
1457.14
16.13
9.68
2
857.14
25.81
3
1142.86
4
800.00
5
No
RR
FP
MR
FR
CR
3.23
0.67
90.34
64.0
1.67
0.20
19.35
3.23
0.33
33.21
43.8
1.33
0.13
19.35
12.90
3.23
0.50
59.05
55.6
1.50
0.17
19.35
16.13
1.61
0.20
41.33
30.6
1.20
0.08
742.86
22.58
12.90
4.84
0.75
32.90
67.3
1.75
0.21
6
857.14
12.90
6.45
3.23
1.00
66.43
75.0
2.00
0.25
7
1500.00
19.35
9.68
4.84
1.00
77.50
75.0
2.00
0.25
8
1400.00
12.90
9.68
1.61
0.33
108.50
43.8
1.33
0.13
9
1028.57
25.81
19.35
3.23
0.33
39.86
43.8
1.33
0.13
10
928.57
19.35
12.90
3.23
0.50
47.98
55.6
1.50
0.17
11
1400.00
25.81
12.90
6.45
1.00
54.25
75.0
2.00
0.25
12
800.00
22.58
16.13
3.23
0.40
35.43
49.0
1.40
0.14
13
857.14
16.13
12.90
1.61
0.25
53.14
36.0
1.25
0.10
14
928.57
12.90
9.68
1.61
0.33
71.96
43.8
1.33
0.13
15
1428.57
16.13
12.90
1.61
0.25
88.57
36.0
1.25
0.10
16
957.14
16.13
12.90
1.61
0.25
59.34
36.0
1.25
0.10
17
957.14
22.58
16.13
3.23
0.40
42.39
49.0
1.40
0.14
18
800.00
19.35
12.90
3.23
0.50
41.33
55.6
1.50
0.17
19
771.43
22.58
16.13
3.23
0.40
34.16
49.0
1.40
0.14
20
1085.71
19.35
12.90
3.23
0.50
56.10
55.6
1.50
0.17
21
1142.86
12.90
6.45
3.23
1.00
88.57
75.0
2.00
0.25
22
800.00
25.81
22.58
1.61
0.14
31.00
23.4
1.14
0.06
23
1128.57
22.58
19.35
1.61
0.17
49.98
26.5
1.17
0.07
24
1128.57
19.35
12.90
3.23
0.50
58.31
55.6
1.50
0.17
25
928.57
19.35
9.68
4.84
1.00
47.98
75.0
2.00
0.25
26
1228.57
25.81
19.35
3.23
0.33
47.61
43.8
1.33
0.13
27
714.29
25.81
19.35
3.23
0.33
27.68
43.8
1.33
0.13
28
785.71
25.81
22.58
1.61
0.14
30.45
23.4
1.14
0.06
29
714.29
12.90
6.45
3.23
1.00
55.36
75.0
2.00
0.25
30
828.57
16.13
9.68
3.23
0.67
51.37
64.0
1.67
0.20
Rata-rata
1007,33
19.78
13.76
3.01
0.54
52.21
54.51
1.54
0.17
Lamp i ran 5. Lanjutan (Bagian kayu Tari k) Panjang serat
Diameter serat
Diameter lumen
Tebal dinding
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
971.43 714.29 828.57 828.57 942.86 814.29 1242.86 900.00 1242.86 842.86 1028.57 1171.43 1142.86 1100.00 1200.00
16.13 16.13 25.81 16.13 22.58 19.35 16.13 12.90 12.90 19.35 16.13 16.13 16.13 19.35 22.58
9.68 9.68 19.35 12.90 12.90 12.90 9.68 6.45 6.45 12.90 9.68 9.68 9.68 12.90 12.90
16 17
714.29 957.14
16.13 12.90
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
785.71 828.57 1028.57 1071.43 1114.29 714.29 1142.86 900.00 1200.00 1142.86 1057.14 800.00 1014.29 986.43
No
Rata-rata
RR
FP
3.23 3.23 3.23 1.61 4.84 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 4.84
0.67 0.67 0.33 0.25 0.75 0.50 0.67 1.00 1.00 0.50 0.67 0.67 0.67 0.50 0.75
60.23 44.29 32.11 51.37 41.76 42.07 77.06 69.75 96.32 43.55 63.77 72.63 70.86 56.83 53.14
9.68 6.45
3.23 3.23
0.67 1.00
19.35 16.13 16.13 12.90 16.13 19.35 22.58 22.58 16.13 12.90 16.13 16.13 25.81
12.90 6.45 9.68 6.45 6.45 9.68 12.90 12.90 6.45 6.45 9.68 12.90 22.58
3.23 4.84 3.23 3.23 4.84 4.84 4.84 4.84 4.84 3.23 3.23 1.61 1.61
17.63441
6.39
3.49
MR
FR
CR
64.0 64.0 43.8 36.0 67.3 55.6 64.0 75.0 75.0 55.6 64.0 64.0 64.0 55.6 67.3
1.67 1.67 1.33 1.25 1.75 1.50 1.67 2.00 2.00 1.50 1.67 1.67 1.67 1.50 1.75
0.20 0.20 0.13 0.10 0.21 0.17 0.20 0.25 0.25 0.17 0.20 0.20 0.20 0.17 0.21
44.29 74.18
64.0 75.0
1.67 2.00
0.20 0.25
0.50 1.50 0.67 1.00 1.50 1.00 0.75 0.75 1.50 1.00 0.67 0.25 0.14
40.60 51.37 63.77 83.04 69.09 36.90 50.61 39.86 74.40 88.57 65.54 49.60 39.30
55.6 84.0 64.0 75.0 84.0 75.0 67.3 67.3 84.0 75.0 64.0 36.0 23.4
1.50 2.50 1.67 2.00 2.50 2.00 1.75 1.75 2.50 2.00 1.67 1.25 1.14
0.17 0.30 0.20 0.25 0.30 0.25 0.21 0.21 0.30 0.25 0.20 0.10 0.06
0.78
56.67
66.24
1.78
0.21
Lamp i ran 5. Lanjutan (Bagian kayu Normal) Panjang serat
Diameter serat
Diameter lumen
Tebal dinding
1
1000.0
16.1
12.9
2
714.3
16.1
3
828.6
4
828.6
5
No
RR
FP
1.61
0.25
62.00
9.7
3.23
0.67
25.8
19.4
3.23
16.1
9.7
3.23
1014.3
22.6
12.9
6
1042.9
19.4
7
1085.7
8
MR
FR
CR
36.0
1.25
0.10
44.29
64.0
1.67
0.20
0.33
32.11
43.8
1.33
0.13
0.67
51.37
64.0
1.67
0.20
4.84
0.75
44.92
67.3
1.75
0.21
12.9
3.23
0.50
53.88
55.6
1.50
0.17
16.1
9.7
3.23
0.67
67.31
64.0
1.67
0.20
900.0
12.9
6.5
3.23
1.00
69.75
75.0
2.00
0.25
9
1314.3
12.9
6.5
3.23
1.00
101.86
75.0
2.00
0.25
10
842.9
19.4
12.9
3.23
0.50
43.55
55.6
1.50
0.17
11
1100.0
16.1
9.7
3.23
0.67
68.20
64.0
1.67
0.20
12
842.9
16.1
9.7
3.23
0.67
52.26
64.0
1.67
0.20
13
1142.9
16.1
6.5
4.84
1.50
70.86
84.0
2.50
0.30
14
942.9
19.4
12.9
3.23
0.50
48.71
55.6
1.50
0.17
15
1242.9
22.6
16.1
3.23
0.40
55.04
49.0
1.40
0.14
16
1028.6
16.1
9.7
3.23
0.67
63.77
64.0
1.67
0.20
17
1100.0
12.9
6.5
3.23
1.00
85.25
75.0
2.00
0.25
18
914.3
19.4
12.9
3.23
0.50
47.24
55.6
1.50
0.17
19
1385.7
16.1
9.7
3.23
0.67
85.91
64.0
1.67
0.20
20
1028.6
16.1
9.7
3.23
0.67
63.77
64.0
1.67
0.20
21
1071.4
12.9
6.5
3.23
1.00
83.04
75.0
2.00
0.25
22
1014.3
16.1
9.7
3.23
0.67
62.89
64.0
1.67
0.20
23
714.3
19.4
12.9
3.23
0.50
36.90
55.6
1.50
0.17
24
785.7
22.6
16.1
3.23
0.40
34.80
49.0
1.40
0.14
25
900.0
22.6
16.1
3.23
0.40
39.86
49.0
1.40
0.14
26
1128.6
16.1
9.7
3.23
0.67
69.97
64.0
1.67
0.20
27
1057.1
12.9
6.5
3.23
1.00
81.93
75.0
2.00
0.25
28
1057.1
16.1
9.7
3.23
0.67
65.54
64.0
1.67
0.20
29
1000.0
16.1
9.7
3.23
0.67
62.00
64.0
1.67
0.20
30
1014.3
16.1
9.7
3.23
0.67
62.89
64.0
1.67
0.20
Rata-rata
1007
17.31
10.75
3.28
0.55
55.14
56.74
1.55
0.17
Lamp i ran 6 Uji Beda Nyata 95% SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.762678637 R Square 0.581678704 Adjusted R Square 0.511958488 Standard Error 2.030842757 Observations 8 ANOVA df Regression Residual Total
Normal Tarik
1 6 7
Coefficients 135.1431735 1.159468439
SS MS F 34.40939499 34.40939499 8.343042194 24.74593381 4.124322302 59.1553288 Standard Error
t Stat
P-value
395.3255806 0.341852843 0.744117159 0.401417879 2.88843248 0.027750305
Significance F 0.027750305
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
-1102.47002 832.1836729 -1102.47002 832.1836729 0.177234276 2.141702601 0.177234276 2.141702601
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.827581377 R Square 0.684890935 Adjusted R Square 0.632372757 Standard Error 1.762591858 Observations 8 ANOVA df Regression Residual
1 6
Total
7
Normal Opposite
Coefficients 728.1577251 0.274403414
SS MS F 40.51494845 40.51494845 13.04102632 18.64038035 3.106730058
Significance F 0.011214313
59.1553288 Standard Error t Stat P-value 77.14188326 9.439200786 8.04147E-05 0.075986007 3.611236121 0.011214313
Lower Upper Lower 95% Upper 95% 95.0% 95.0% 539.3983371 916.9171131 539.3983371 916.9171131 0.088472353 0.460334475 0.088472353 0.460334475
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0.649155562 0.421402943 0.338746221 1.640324597 9
ANOVA df Regression Residual Total
SS MS F 1 13.71762668 13.718 5.09823 7 18.83465349 2.6907 8 32.55228017
Significance F 0.05851
Tarik
Standard Coefficients Error t Stat 840.2829689 64.15381699 13.098
P-value 3.5E-06
Lower 95% 688.5833
Opposite
0.142489558 0.063106392 2.2579 0.05851
-0.00673
Lower Upper 95% 95.0% 991.9826404 688.5832975 0.291712463 0.006733346
Upper 95.0% 991.9826404 0.291712463