MENGENAL JENIS KAYU KALIMANTAN DAN PEMANFAATANNYA Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub. Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH
Menurut perkiraan di Indonesia terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas. Dari jumlah tersebut oleh Balai Penelitian Hasil Hutan sampai sekarang sudah berhasil dikumpulkan contoh kayu sebanyak 3.233 jenis yang terdiri dari 33.706 contoh autentik, meliputi 106 famili dan 785 genus. Dari 4.000 jenis kayu tersebut di atas diperkirakan 400 jenis diantaranya dapat dianggap penting untuk Indonesia, karena merupakan jenis yang sekarang sudah dimanfaatkan atau karena secara alami terdapat dalam jumlah besar dan karena itu mempunyai potensi untuk memegang peranan di masa yang akan datang. Dari jumlah 400 jenis yang dianggap penting itu hanya sebagian saja yang sudah diketahui sifat dan kegunaannya, 259 jenis diantaranya sudah dikenal dalam perdagangan dan dapat dikelompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan (Martawijaya, et.al., 2005) Pulau Kalimantan mempunyai hutan hujan tropis yang luas yang didalamnya berisi sumberdaya alam yang tidak terhingga yang dapat dimanfaatkan dan salah satunya adalah kayu. Kayu kalimantan sudah dikenal luas di perdagangan karena mempunyai kayu yang berkualitas bagus. Dari 120 jenis kayu yang telah diperdagangkan, beberapa diantaranya endemik kalimantan dan beberapa lainnya potensinya banyak di Kalimantan. Beberapa jenis kayu yang endemik dan atau banyak berasal dari Kalimantan diantaranya adalah ulin, meranti, bangkirai, kapur, dan lain sebagainya. 1.
Balau (Shorea spp. dan Hopea spp.) Balau mempunyai nama botanis Shore spp. dan Hopea spp., famili Dipterocarpaceae (terutama S. atrinervosa Sym., S. elliptica Burck., S. falcifera Dyer ex Brandis, S. glauca King., S. laevis Ridl., S. maxwelliana King., S. seminis V.SI., H. gregaria V.SI.). Tinggi pohon 20 – 50 m, panjang batang bebas cabang 10 – 35 m, diameter sampai 160 cm, banir dapat mencapai tinggi 3,5 m. Ciri umum kayu balau adalah: kayu teras berwarna coklat muda atau kuning-coklat muda yang lambat laun menjadi coklat tua, kayu gubal berwarna lebih muda dari kayu teras, tebal kayu gubal 2 – 12 cm biasanya 4 cm, tekstur kayu balau cukup halus sampai kasar dan umumnya agak kasar atau kasar, permukaan kayu umunya licin dan sedikit mengkilap sampai mengkilap. Karena kekuatan dan keawetan kayu balau yang tinggi, kayu balau dipergunakan untuk konstruksi berat, terutama jika berhubungan dengan keadaan yang lembab dan berhubungan dengan tanah. Balau antara lain digunakan untuk jembatan, bantalan, tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan (antara lain untuk kemudi, pendayung, tiang layar, lunas dan gading-gading), perumahan, karoseri, batang cikar, sumbu gilingan, bahkan dipergunakan juga untuk membuat tong atau jenis wadah lainnya.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
2.
Bangkirai (Shorea laevis Ridl.) Bangkirai mempunyai nama botanis Shorea laevis Ridl. (syn. S. laevifolia Endert), famili Dipterocarpaceae. Bangkirai dikenal juga dengan sebutan anggelam, dan benuas. Penyebaran bangkirai adalah seluruh Kalimantan. Tinggi pohon bangkirai sampai 50 m dengan panjang batang bebas cabang 35 – 40 m, diameter 100 cm atau lebih, tinggi banir sampai 2 m. Kulit luar berwarna kelabu, merah atau coklat, kadang-kadang sampai merah tua, beralur dan mengelupas kecilkecil, tipis, berdamar warna kuning tua. Ciri umum kayu bangkirai adalah: kayu teras berwarna kuningcoklat, kayu gubal coklat muda pucat kekuning-kuningan, tekstur kayu halus sampai agak kasar, permukaan kayu licin dan mengkilap. Karena kekuatan dan kewaetan yang tinggi, kayu bangkirai dipergunakan untuk konstruksi berat di bawah atau maupun di tempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan, tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan.
3.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
Jelutung (Dyera spp.) Jelutung mempunyai nama botanis Dyera spp., famili Apocynaceae (meliputi dua jenis, yaitu D. costulata Hook.f. dan D. lowii Hook.f.). Nama daerah jelutung di Kalimantan diantaranya jelutung bukit, pantung jerenang, pantung gunung, pantung kapur, pantung tembaga, dan pulut. Tinggi pohon 25 – 45 m dengan tajuk tipis dan berdaun tunggal yang duduk melingkar pada ranting sebanyak 4 – 8 helai, panjang batang bebas cabang 15 – 30 m, diameter pohon sampai 100 cm, bentuk batang silindris, tidak berbanir, kulit luar berwarna kelabu kehitam-hitaman, rata tetapi kasar, mengeluarkan getah putih seperti susu dan kental. Ciri umum kayu jelutung diantaranya: kayu teras dan kayu gubal berwarna sama yaitu putih krem sampai seperti warna jerami pucat, tekstur kayu agak halus dan merata, permukaan kayu licin dan sedikit mengkilap. Kayu jelutung sangat baik untuk cetakan, meja gambar, kelom dan ukiran, dapat juga dipakai sebagai separator baterai, potlot dan kayu lapis murah.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
4.
Kapur (Dryobalanops spp.) Kapur mempunyai nama botanis Dryobalanops spp., famili Dipterocarpaceae, terutama D. aromatica Gaertn. (Kapur singkel); D. fusca V.SI. (kapur empedu); D. lanceolata Burck (kapur tanduk); D. beccarii Dyer (kapur sintuk); D. rappa Becc. (kapur kayatan). Kapur mempunyai nama daerah diantaranya ampadu, ampalang, awang tanet, bayau, belakan, bindari, empedu, kalampait, kapur, kapur hitam, kapur kedemba, kapur merah, kapur naga, kapur sintuk, kapur tanduk, kapur tulang, kayatan, keladan, melampait, mengkayat, mohoi, muri, serapan, sintok, tulai, dan wahai. Tinggi pohon umumnya berkisar antara 35 – 45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas cabang 30 m atau lebih, diameter 80 – 100 cm, bentuk batang silindris, lurus dengan tajuk kecil, kadang-kadang berbanir sampai 2 m. Ciri umum kayu kapur diantaranya: kayu teras berwarna merah, merah-coklat atau merah-kelabu pada D. aromatica, sedang pada D. lanceolata dan D. beccarii warnanya lebih muda. Kayu gubal berwarna hampir putih sampai coklat-kuning muda, tebal 2 – 8 cm dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tekstur kayu agak kasar dan merata, permukaan kayu licin dan mengkilap, kayu berbau khas kamper jika masih segar dan cenderung untuk hilang jika dikeringkan. Bau kamper sangat menyolok pada D. aromatica. Kayu D. aromatica dapat dipakai untuk balok, tiang, rusuk dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, serta dapat juga dipakai untuk perkapalan, peti (koper), mebel dan juga peti mati. Kayu D. lanceolata dan D. beccarii dipakai untuk perahu, balok, tiang dan kontruksi atap pada bangunan perumahan, juga untuk mebel dan peti (koper). Di Sabah kayu kapur dipakai untuk kayu lapis, konstruksi berat di tempat yang tidak ada serangan rayap yang hebat, lantai, papan ampig, mebel murah, gading-gading dan papan kapal, sirap yang digergaji, karoseri dan peti pengepak untuk barang berat.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
5.
Keruing (Dipterocarpus spp.) Keruing mempunyai nama botanis Dipterocarpus spp., famili Dipterocarpaceae, diantaranya: D. boorneensis V.SI. (keruing daun halus); D. caudiferus Merr. (keruing anderi); D. confertus V.SI. (keruing tempurung), dan D. cornutus Dyer (keruing gajah). Nama lain keruing di daerah Kalimantan diantaranya: anderi, ansurai, karup, keladan, kerup, ketanggang, tempudau, dan tempurau. Tinggi pohon dapat mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 35 m, diameter dapat mencapai 120 cm, bentuk batang silindris, berbanir 1 – 2 m, pada D. confertus dapat mencapai 4 m. Ciri umum kayu keruing diantaranya: kayu teras berwarna coklatmerah, coklat, kelabu-coklat atau merah-coklat-kelabu, kayu gubal berwarna kuning atau coklat muda semu-semu kelabu dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, lebar gubal 2 – 10 cm, tekstur kayu kasar kadang-kadang agak kasar, permukaan kayu agak licin atau licin dan seringkali melengket, kayu keruing mempunyai bau damar yang agak menyolok. Kayu keruing cocok untuk konstruksi bangunan, lantai, karoseri (kerangka, lantai, dan dinding), bangunan pelabuhan dan bantalan kereta api. Selain daripada itu banyak juga dipakai untuk perkapalan (dek dan kulit tongkang) dan bagian perumahan (balok, tiang, papan dan kerangka atap). Untuk semua penggunaan dimana terdapat serangan jamur, serangga atau binatang laut perusak kayu, kayu keruing harus diawetkan dengan bahan pengawet yang sesuai. Setelah diawetkan kayu keruing baik untuk dipergunakan sebagai bantalan dan tiang listrik.
6.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
Mentibu (Dactylocladus stenostachys Oliv.) Mentibu mempunyai nama botanis Dactylocladus stenostachys Oliv., famili Melastomataceae. Penyebaran kayu mentibu hanya di seluruh Kalimantan dengan nama daerah lainnya: embuwan, entibu, madang, medang, medang keladi, medang pipit, mentibu, merebung, marabungkan, pardu, sangkalikit, seranai, dan turit. Tinggi pohon 30 – 40 m, panjang batang bebas cabang 15 – 25 m, diameter 50 – 100 cm, tajuk hampir bulat dan bercabang besar, batang agak berlekuk-lekuk, tidak berbanir, kulit luar berwarna kelabu atau coklat kekuning-kuningan, pecah-pecah kecil dan bermiang yang menyebabkan gatal. Ciri umum kayu mentibu diantaranya: kayu teras berwarna coklat muda, hampir putih bila masih segar lama-kelamaan menjadi coklat-merah, biasanya dengan noda-noda putih waktu pengeringan dan bila kena cahaya, kayu gubal sukar dibedakan dari kayu teras, tekstur kayu agak halus dan merata kecuali pada bagian kayu yang mengandung noda-noda empulur, permukaan kayu licind an mengkilap. Kayu mentibu banyak dipergunakan untuk papan cetakan beton, konstruksi perumahan bagian dalam, kayu lapis, mebel murah, di Serawak dipergunakan sebagai sirap setelah diawetkan dengan minyak mentah.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
7.
Meranti kuning (Shorea spp.) Meranti kuning mempunyai nama botanis Shorea spp., famili Dipterocarpaceae (terutama S. acuminatissima Sym., S. faguetiana Heim., S. gibbosa Brandis, S. hoperifolia Sym., S. multiflora Sym.). Nama daerah kalimantan meranti kuning diantaranya: bilei, bubuk, damar hirang, damar kelepek, damar kuning, damar siput, jerakat, lelanggai, marakunyit, merengkuyung, pakit, dan potang kunyit. Tinggi pohon 20 – 60 m dengan panjang batang bebas cabang 10 – 45 m, diameter sampai 150 cm, bentuk batang lurus dan silindris, berbanir yang tingginya 3 – 6,5 m. Ciri umum kayu meranti kuning diantaranya adalah: kayu teras berwarna coklat-kuning muda pada S. acuminatissima; S. gibbosa dan S. multiflora, kadang-kadang semu-semu hijau pada S. hopeifolia atau coklat muda semu-semu kuning pada S. faguetiana. Kayu gubal yang masih segar berwarna lebih muda (dan seringkali) lebih kuning) dari kayu teras, nampak jelas pada ujung dolok karena pewarnaan oleh jamur dan damar. Warna kuning cerah pada kayu gubal yang masih segar menjadi coklatkuning muda, lebih muda dari kayu teras, kayu gubal yang telah kering biasanya berwarna kelabu karena pewarnaan oleh jamur, tebalnya antara 5 – 7,5 cm, tekstur kayu agak kasar dan merata, lebih halus dari meranti merah dan meranti putih. Kayu meranti kuning sangat baik untuk lantai dan mebel murah, tetapi pemakaian utama adalah untuk kayu lapis, baik untuk venir luar maupun venir dalam, dapat juga dipakai untuk kano, bangunan perumahan, panil dan bahan pembungkus.
8.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
Meranti merah (Shorea spp.) Meranti merah mempunyai nama botanis Shore spp., famili Dipterocarpaceae (terutama diantaranya: S. acuminata Dyer., S. macrophylla Ashton., S. ovalis BI., S. macroptera Dyer., dan S. pinanga Scheff.) Nama daerah kalimantan kayu meranti kuning diantaranya: abang, awang, damar, engkabang, kakan, kenuar, kontoi, lampung, lanan, lentang, ponga, putang, dan tengkawang. Tinggi pohon dapat mencapai 50 m, panjang batang bebas cabang sampai 30 m, diameter umumnya sekitar 100 cm, banir S. Leprosula berukuran tinggi 3,5 m lebar 2,5 m dan tebal 20 cm, kulit luar berwarna kelabu atau coklat, tebal kulit lebih kurang 5 mm. Ciri umum kayu meranti merah diantaranya: warna kayu teras bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-coklat muda dan merah sampai merah tua atau coklat tua, kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu dengan tebal gubal 2 – 8 cm, tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata lebih kasar dari meranti putih dan meranti kuning, permukaan kayu licin atau agak licin dan kebanyakan agak mengkilap. Kayu meranti merah terutama dipakai untuk venir dan kayu lapis, disamping itu dapat juga dipakai untuk bangunan perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan jendela, dinding, lantai, dan sebagainya. Selain itu juga dapat dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kapal kecil, dan bagian-bagian kapal), peti pengepak, mebel murah, peti mati dan alat musik (pipa organ).
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
9.
Meranti putih (Shorea spp.) Meranti putih mempunyai nama botanis Shorea spp., famili Dipterocarpaceae (terutama S. assamica Dyer, S. bracteolata Dyer, S. javanica K. Et V., S. lamellata Foxw., S. ochraceae Sym., S. retionodes V.SI., S. virescens Parijs. Nama daerah meranti putih di Kalimantan antara lain: damar kelepek, damar murau, damar tahan, jerakat, kakan putih, kontoi kapas, lampung warik, madilau putih, pakit lekatan, dan tahan lutup. Tinggi pohon 12 – 55 m, panjang batang bebas cabang 8 – 37 m, diameter dapat mencapai 180 cm, kecuali pada S. javanica dapat mencapai 210 cm, bentuk batang lurus dan silindris dengan banir yang dapat mencapai tinggi 3,5 m, bahkan pada S. virescens dapat mencapai 4,8 m. Ciri umum meranti putih antara lain: kayu teras berwarna hampir putih jika masih segar, lambat laun menjadi coklat-kuning atau kuning muda, permukaan kayu menjadi berwarna lebih gelap semu-semu coklat jika lama berhubungan dengan udara atau cahaya, kayu gubal berwarna putih lambat laun menjadi coklatkuning muda, agak jelas sampai jelas berbeda dengan kayu teras, tebal 4 – 7 cm dan biasanya 5 – 6 cm, tekstur kayu agak kasar dan merata tetapi lebih halus dari kebanyakan meranti merah, permukaan kayu agak licin dan agak mengkilap sampai mengkilap. Kayu meranti putih terutama dipakai untuk venir dan kayu lapis. Selain itu dipakai juga untuk papan partikel, lantai, bangunan dan perkapalan (terutama S. lamellata yang lazim disebut kayu tahan). Jenis kayu ini pernah dipakai untuk tong minyak palm dan mungkin juga baik untuk karoseri atau mebel, asal dipergunakan alat-alat yang sesuai untuk mengerjakannya.
10.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
Mersawa (Anisoptera spp.) Mersawa mempunyai nama botanis Anisoptera spp., famili Dipterocarpaceae (terutama A. costata Korth., A. grossivenna V.SL., A. marginata Korth.). Nama lain mersawa di daerah Kalimantan diantaranya: berua, damar kelasi, damar miharo, kakan, kenyau, merlangsat, merayo, merbani, punyau, suri, tampurau, dan tukam. Tinggi pohon sampai 45 m, panjang batang bebas cabang 15 – 35 m, diameter sampai 150 cm, bentuk batang silindris. Kulit luar berwarna kelabu, kelabu-kuning, kelabu-coklat sampai coklat, beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil. Tinggi banir 1,5 – 3 m, kecuali pada A. costata yang kadang-kadang tidak berbanir. Batang pohon mersawa mengeluarkan damar berwarna keputihputihan, hijau muda, hijau kekuning-kuningan atau kuning. Ciri umum kayu mersawa antara lain: kayu teras berwarna kuning kejingga-jinggaan kotor, kuning kotor atau kuning-kelabu, kayu yang masih segar kadang-kadang berwarna merah atau coklatmerah, kayu gubal berwarna putih sampai kuning muda atau coklat muda, tebal 3 – 12 cm, mengandung damar dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, permukaan kayu agak kesat dan sedikit mengkilap. Kayu mersawa dapat dipakai untuk bangunan ringan di bawah atap (balok, kaso, reng, papan), kano, venir luar dan dalam untuk kayu lapis, mebel murah, papan perahu, karoseri, lantai, dulang (alat pencuci bijih logam).
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
11.
Merawan (Hopea spp.) Merawan mempunyai nama botanis Hopea spp., famili Dipterocarpaceae (terutama H. dasyrrachis V.SI., H. dryobalanoides Miq., H. ferruginea Parijs, H. mengarawan Miq., H. sericea BI., khususnya H. dryobalanoides dan H. mengarawan). Nama lain merawan di daerah Kalimantan antara lain: emang bukit, emang bulan, emang telor, gagil, gagil tulang, luis, nyerakat, takungan, tengkarangan, tekam air, tekam kepuwa, dan tekam lampung. Tinggi pohon 30 – 40 m, panjang batang bebas cabang 15 – 25 m, diameter 75 – 150 cm, berbanir 1 – 3 m, mengeluarkan damar berwarna jernih, putih, kuning sampai kuning tua. Kulit luar berwarna kelabu-coklat, coklat sampai hitam, beralur dangkal, mengelupas kecuali pada H. mengarawan. Ciri umum kayu merawan anatar lain: kayu teras yang masih segar berwarna kuning muda kecoklat-coklatan, coklat muda, kadang-kadang dengan garis-garis tak teratur berwarna kehijauhijauan atau merah muda dan jika berhubungan dengan udara lama kelamaan menjadi berwarna kuning jerami, coklat-kuning atau coklat-merah. Kayu gubal berwarna putih atau kuning muda dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, tebal gubal sampai 10 cm dan biasanya 3 – 4 cm, tekstur kayu halus sampai agak halus dan merata, permukaan kayu agak licin dan mengkilap waktu masih segar dan lambat laun menjadi mengkilap indah. Kayu merawan banyak dipakai untuk balok, tiang dan papan pada bangunan perumahan, juga dapat dipakai sebagai kayu perkapalan (perahu, kulit dan lain-lain), tong air, ambang jendela, kerangka rumah, talenan dan barang bubutan.
12.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
Resak (Vatica spp.) Resak mempunyai nama botanis Vatica spp., famili Dipterocarpaceae (terutama V. oblongifolia Hook.f., V. rassak BI., V. venulosa V.SI.). Nama lain resak di Kalimantan antara lain: aboh, damar rasak, gisok gunung, kadamu, keresek, rahuk tebung, rasak bukit, rasak kunyit, dan resek. Tinggi pohon 25 – 35 m, panjang batang bebas cabang 10 – 20 m, diameter 40 – 80 cm, tidak berbanir. Kulit luar berwarna kelabuputih, tidak beralur, sedikit mengelupas, mengeluarkan damar berwarna putih atau putih kuning. Ciri umum kayu resak antara lain: kayu teras berwarna coklatkuning atau coklat semu-semu merah, kayu gubal berwarna merah jambu, kuning muda atau coklat-kuning muda, jika masih segar gubal berbeda jelas dengan kayu teras tetapi hanya sedikit berbeda jika sudah kering, tebal gubal 5 – 10 cm, tekstur kayu halus dan merata, permukaan kayu kesat sampai agak licin dan kilap permukaan kayu kusam sampai agak mengkilap. Kayu resak cocok untuk tiang dalam tanah dan air, juga dapat dipakai untuk balok, rusuk dan papan pada bangunan perumahan, kayu pertambangan, lantai, balok gerbong, tiang listrik, perkapalan (lunas dan gading-gading), sirap ambang jendela, rangka pintu dan jendela, bantalan, barang bubutan dan kabinet.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia I
13.
Belangeran (Shorea belangeran (Korth.) Burck) Belangeran mempunyai nama botanis Shorea belangeran (Korth.) Burck, famili Dipterocarpaceae. Di Kalimantan belangeran dikenal juga dengan nama balangiran, belangiran, kahoi, kahul, dan kawi. Tinggi pohon 20 – 25 m, dengan panjang batang bebas cabang sampai 15 m, diameter 50 cm, tidak berbanir. Kulit luar berwarna merah tua sampai hitam, sedikit beralur dangkal, tidak mengelupas, tebal 1 – 3 cm. Ciri umum antara lain: kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat tua, kayu gubal berwarna putih kekuning-kuningan atau merah muda, tebal gubal 2 – 5 cm dan jelas dapat dibedakan dari kayu teras, tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, permukaan kayu licin dan pada beberapa tempat terasa lengket karena damar, permukaan kayu agak kusam sampai mengkilap. Kayu belangeran dapat dipakai untuk balok dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik (diawetkan).
14.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia Jilid II
Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) Kempas mempunyai nama botanis Koompassia malaccensis Maing., famili Caesalpiniaceae. Nama lain kempas di daerah Kalimantan diantaranya: ampas, bengaris, berniung, empas, gemaris, gembris, hampas, impas, kampas, kempas, mengerih, menggeris, pah, sabanting, dan umpas. Tinggi pohon sampai 45 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 32 m, diameter 90 cm atau lebih, batang lurus berbanir sampai tinggi 3 m, kulit luar berwarna kelabu atau putih-kuning, kadang-kadang merah-coklat, tidak beralur dan kebanyakan tidak mengelupas. Ciri umum kempas antara lain: kayu teras berwarna merah-coklat dengan pembuluh yang dikelilingi parenkim tampak seperti garisgaris berwarna coklat-kuning, kayu gubal berbeda nyata dengan kayu teras berwarna kuning muda atau agak kecoklat-coklatan dengan lebar 3 – 8 cm dan biasanya 3 – 4 cm, tekstur kayu sangat kasar, permukaan kayu kesat, permukaan kayu sedikit mengkilap sampai sedang. Karena kekerasannya yang sangat tinggi, sedang keawetannya rendah, kayu kempas jarang dipergunakan sebagai bahan bangunan. Penduduk banyak memakainya untuk rumah (balok) alat serut, tetapi jarang untuk mebel. Jenis kayu ini menghasilkan arang yang sangat baik. Kayu banir yang lebih padat, lebih berat, dan lebih awet dari kayu batang banyak dipergunakan sebagai daun meja. Kayu kempas cocok untuk lantai, terutama pada tempat dimana terdapat asam atau bahan kimia seperti dalam laboratorium. Setelah diawetkan kayu kempas cocok untuk bantalan rel kereta api, balok dan lantai gerbong, konstruksi berat, dan bangunan pelabuhan. Jenis kayu ini dapat juga dipakai untuk palet, panil dan kayu lapis.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia Jilid II
15.
Merbau (Intsia spp.) Merbau mempunyai nama botanis Intsia spp., famili Caesalpiniaceae (terutama I. bijuga O. Ktze dan I. palembanica Miq.) Di Kalimantan kayu ini dikenal juga dengan nama daerah alai, anglai, ipil, jumelai, maharau. Tinggi pohon dapat mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 4 – 30 m, diameter sampai 100 cm, tinggi banir sampai 4 m dengan lebar sampai 4 m. Kulit luar berwarna kelabu, kelabucoklat, coklat muda atau merah muda, beralur dangkal pada I. bijuga dan tidak beralur pada I. palembanica, mengelupas sedikit sampai banyak, besar dan tebal, sedikit bergetah berwarna hitam atau merah tua. Ciri umum kayu merbau antara lain: kayu teras berwarna sangat bervariasi dari kelabu-coklat dan kuning-coklat sampai coklatmerah cerah atau hampir hitam, kayu gubal berwarna kuning pucat sampai kuning muda dengan tebal 5 – 7,5 cm dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tekstur kayu kasar dan merata, permukaan kayu licin dan mengkilap indah. Kayu merbau umum dipakai untuk balok, tiang dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan. Selanjutnya dapat dipakai untuk bantalan dan mungkin juga baik untuk kayu perkapalan (lunas, gading-gading, dan dek), lantai, panil, mebel, karoseri dan barang bubutan.
16.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia Jilid II
Tembesu (Fagraea spp.) Tembesu mempunyai nama botanis Fragraea spp., famili Loganiaceae (terutama F. fragrans Roxb. dan F. sororia J.J.S.). Tinggi pohon sampai 40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter 80 cm atau lebih, batang tegak, tidak berbanir. Kulit luar berwarna coklat sampai hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas. Ciri umum kayu tembesu antara lain: kayu teras berwarna coklatkuning muda, jika kena udara menjadi coklat-kuning emas tua atau coklat-jingga, kayu gubal tidak dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras tetapi pada umumnya berwarna lebih muda, tekstur kayu halus sampai agak halus dan merata, permukaan kayu agak kesat dan mengkilap, kayu yang masih segar berbau busuk yang akan hilang jika kayunya sudah kering. Kayu tembesu terutama dipergunakan untuk konstruksi berat di tempat terbuka maupun berhubungan dengan tanah, balok jembatan atau tiang rumah, lantai dan barang bubutan.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia Jilid II
17.
Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) Ulin mempunyai nama botanis Eusideroxylon zwageri T. et B., famili Lauraceae. Ulin dikenal juga dengan nama belian, tabulin, telian, dan tulian di daerah Kalimantan. Tinggi pohon sampai 35 m dengan panjang batang bebas cabang 5 – 20 m, diameter sampai 100 cm, kadang-kadang sampai 150 cm, berbanir sampai tinggi 4 m, lebar 10 m dan tebal 15 – 40 cm. Kulit luar berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat tua atau coklat-kelabu, tebal 2 – 9 cm, kadang-kadang beralur sangat dangkal, mengelupas banyak kecil-kecil dan tipis. Ciri umum kayu ulin antara lain: kayu teras berwarna coklatkuning, lambat laun menjadi coklat-hitam, kayu gubal berwarna coklat-kuning muda dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras dengan tebal gubal 1 – 5 cm dan umumnya 3 cm, tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, permukaan kayu licin atau agak licin, permukaan kayu agak mengkilap sampai mengkilap, kayu yang masih segar berbau asam yang lambat laun menghilang atau agak asam menyerupai bau kayu cedar. Kayu ulin dapat dipakai untuk tiang landasan dalam tanah, balok, papan lantai, mebel, dan ukiran untuk hiasan rumah. Selain itu, juga dapat digunakan untuk sirap, bangunan maritim, tiang, balok, kerangka atau papan pada bangunan perumahan dan jembatan, bantalan, pintu air, balok, pelapis jalan, tiang pagar, balok percetakan, patok, karoseri, perkapalan (lunas, gading-gading, dek), keser penyarad, tiang listrik dan sumpit makan.
Sumber: Atlas Kayu Indonesia Jilid II
Pustaka: Martawijaya, A.; Iding Kartasujana; Kosasi Kadir; Soewanda Among Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Martawijaya, A.; Iding Kartasujana; Y.I. Mandang; Soewanda Among Prawira; Kosasi Kadir. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor.