TINJAUAN PUSTAKA Terasi Udang diklasifikasikan ke dalam filum Arthopoda, kelas Crustacea, dan bangsa Decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnya yaitu udang laut dan udang darat (Purwaningsih, 2000). Dari sekian banyak jenis udang yang terdapat di perairan Indonesia, jenis udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting antara lain Penaeus monodon (udang windu), Penaeus merguiensis (udang putih), dan Metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain Macrobranchium rosenbergii (udang galah), Panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000). Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran, sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000).
Fermentasi Fermentasi sudah dikenal sejak zaman dahulu, dengan kecenderungan terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, dan pengembangan sumber daya yang dapat diperbaharui, menyebabkan peningkatan upaya dan ketertarikan dalam upaya mengambil kembali produk-produk fermentasi, seperti asam organik, aditif
4
5
makanan, dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857 ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik (Riadi, 2007). Menurut Saono, et al. (1982), setiap negara di Asia Tenggara memiliki jenis fermentasi pasta ikan yang berbeda-beda, namun secara umum hampir sama dengan produk terasi di Indonesia. Adapun nama-nama produk fermentasi pasta ikan di beberapa negara Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1: Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara. Produk Bagoong Belachan Kapi Mam-Tom Ngapi Padec Prahoc Terasi
Negara Filipina Malaysia Thailand Vietnam Myanmar Laos Kamboja Indonesia
(Saono, et al., 1982). Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia yang menyebabkan terasi berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dan menimbulkan cita rasa (flavouring agent) (Kemenristek, 2002). Menurut Hadiwiyoto (1993), selama fermentasi mikroba mampu mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa yang turunanya bersifat volatile. Transformasi ini dapat berupa hidroksilasi, oksidasi, pemecahan rantai karbon atau reduksi. Senyawa volatile adalam senyawa organik kompleks yang mudah menguap pada suhu kamar. Mikroba
6
mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan volatile terasi. Hal inilah yang menjadikan terasi memiliki bau yang khas selama proses fermentasi. Produk ikan dapat diawetkan dengan pengolahan secara fermentasi. Bermacam-macam petis ikan dibuat di negara-negara Asia. Pada dasarnya, ikan kecil-kecil atau udang dibersihkan, dicuci, dicampur dengan garam (1 kg garam untuk 10 kg ikan) dan dikemas rapat-rapat dalam wadah. Selama penyimpanan jaringan daging ikan dihidrolisa oleh enzim yang ada pada bahan pangan dan yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme-mikroorganisme yang telah berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya dan perlu dipelajari lebih lanjut. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat
seperti
Leuconostoc
mesenteroids,
Pediococcus
cerevisiae
dan
Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi (Buckle, dkk., 2009). Selama pengolahan produk pangan terfermentasi dengan bahan baku hasil laut selalu didominasi proses hidrolisis dengan adanya garam konsentrasi tinggi. Walaupun awalnya enzim hidrolitik yang esensial berasal dari jaringan ikan, terutama dari jaringan pencernaan, namun enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme selama fermentasi juga sangat penting dalam proses hidrolisis makromolekul yang terkandung dalam ikan. Dengan demikian, selain enzim, mikroorganisme juga sangat berperan dalam hidrolisis dan pembentukan komponen flavor produk. Dengan penambahan garam akan terjadi penurunan jumlah bakteri aerob dan berkembangnya bakteri anaerob pada awal fermentasi dimana belum terjadi penetrasi garam ke dalam daging ikan. Selanjutnya, mikroorganisme halofilik akan berkembang pada proses fermentasi yang lebih
7
lama. Mikroorganisme halofilik mengambil peran dominan dalam pembentukan flavor produk akhir (Antara, 2009).
Bahan Baku Pembuatan Terasi Udang Rebon Udang Rebon Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan hidup di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015), udang rebon pertama kali ditemukan oleh H. Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan dalam genus Acetes. Sampai sekarang, udang rebon terdapat 14 jenis spesies, dimana spesies Acetes indicus merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia. Terasi yang merupakan produk fermentasi spontan dengan bahan dasar udang atau udang rebon secara umum memiliki komposisi 30-50% air, 20-45% protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang kecil (Suprapti, 2002). Berikut merupakan kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 g pada Tabel 2. Tabel 2 : Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram. Zat Gizi Komposisi Energi (kal) 155 Protein (gram) 22,3 Lemak (gram) 2,9 Hidrat arang (gram) 9,9 Serat (gram) 2,7 Abu (gram) 31,1 Kalsium (mg) 38,2 Fosfor (mg) 72,6 Besi (mg) 78,5 Karoten (mg) 0 Vitamin A (SI) 0 Vitamin B (mg) 0,24 Vitamin C (mg) 0 Air (gram) 33,8 b.d.d. (%) 100 (Suprapti, 2002).
8
Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Burhanuddin, 2001). Banyak yang menduga bahwa garam pada mulanya ditambahkan ke dalam beberapa makanan untuk meningkatkan cita rasa. Lama kemudian diketahui bahwa penambahan garam dalam beberapa kasus juga bertujuan untuk mengubah produk asli menjadi produk yang berbeda dan lebih atraktif. Studi terbaru menunjukkan, penambahan garam akan berefek langsung pada mikroorganisme pembusukan (Saono, et al., 1982). Ikan Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh organ tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala, ekor, sirip dan isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus tidak seperti kebanyakan hewan mamalia darat (Irawan, 1995). Komoditas perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong mudah dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi yang mudah busuk karena kandungan protein dan air yang cukup tinggi pada tubuhnya. Ikan hanya dapat bertahan 5-8 jam di udara terbuka sebelum mulai
9
mengeluarkan bau busuk dan makin cepat membusuk bila tidak segera mendapat penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan (Irawan, 1995). Trash fish dianggap sebagai bahan sisa tangkapan (hasil ikutan dalam penangkapan ikan atau udang), sehingga nilai ekonomisnya rendah. Namun bila kemudian dapat diolah menjadi produk yang dapat dinaikkan nilai ekonominya dengan diolah menjadi produk terasi. Peluang pasarnya cerah karena terasi tidak hanya digunakan di Indonesia namun juga di negara-negara lain di kawasan Asia (Suprapti, 2002). Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya sebagai berikut: 1.
Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh asam - asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino dalam tubuh manusia.
2.
Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon).
3.
Daging ikan mengandung asam – asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
4.
Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Disamping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu: 1.
Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis
10
menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. 2.
Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.
(Adwyah, 2008). Proses Pengolahan Terasi Cara pembuatan terasi secara umum sebagai berikut : 1. Pertama-tama, udang rebon dicuci dengan air bersih agar semua kotoran terbuang. Selanjutnya udang rebon dimasukkan kedalam karung selama semalam agar bahan baku tersebut menjadi setengah busuk. 2. Keesokan harinya udang rebon tersebut dicuci kembali dan langsung dijemur dibawah sinar matahari sampai setengah kering (kurang lebih selama 1-2 hari). Selama penjemuran, udang rebon harus sering dibalik-balik agar keringnya merata dan kotoran yang mungkin masih melekat dapat dibersihkan. 3. Setelah agak kering, daging udang rebon ditumbuk sampai halus dan dibiarkan lagi selama semalam agar protein yang terkandung didalamnya benar-benar terurai. 4. Selanjutnya kedalam daging udang rebon ditambahkan garam secukupnya untuk membunuh bakteri pembusuk. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal 30% dari berat total udang rebon, agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin. 5. Langkah selanjutnya adalah menggumpalkan dan membungkus bahan terasi tersebut dengan daun pisang kering. Biarkan bahan terasi tersebut selama satu
11
malam agar bakteri pembusuk benar-benar mati. Setelah sat malam, gumpalan bahan terasi tersebut dihancurkan kembali dan dijemur dibawah sinar matahari selama 3-4 hari. 6. Terasi yang telah kering kemudian ditumbuk kembali sampai benar-benar halus dan dibungkus kembali dengan tikar atau daun pisang kering. Selanjutnya terasi tersebut dibiarkan kembali selama 1-4 minggu, agar proses fermentasi dapat berlangsung secara sempurna. Proses fermentasi dapat dianggap selesai apabila telah tercium aroma terasi yang khas. 7. Daya tahan terasi diolah dengan cara seperti diatas dapat mencapai 12 bulan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Mutu Hasil Terasi Perkembangan teknologi pengolahan pangan telah memungkinkan produksi makanan terbungkus (kemasan) dalam jumlah yang besar dengan daya tahan yang relatif lama. Berkembangnya pembuatan makanan terolah dalam kemasan siap pakai secara besar-besaran telah menimbulkan berbagai masalah. Terjadinya kesalahan dalam proses pengolahan suatu produk terbungkus secara besar-besaran dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pada masyarakat luas (Winarno, 1993). Berdasarkan bahan baku yang digunakan, terasi dapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu terasi kelas I terbuat dari udang rebon, kelas II terbuat dari rebon laut, kelas III terbuat dari campuran udang rebon dan ikan laut, dan kelas IV terbuat dari kepala udang dan ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
12
Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan terasi ikan (Suprapti, 2002). Kadang-kadang pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan dengan sengaja menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan terasi. Tindakan demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi menjadi rendah, kadang-kadang zat pewarna yang digunakan mengandung logam Cu atau Mg yang berbahaya bagi kesehatan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Persyaratan mutu terasi berdasarkan SNI 01-2716.1-2009 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 : Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009 Jenis Uji I. Organoleptik II. Cemaran Mikroba * - Escherichia coli - Salmonella - Staphylococcus aureus - Vibrio cholerae III. Kimia - Kadar Air - Kadar Abu Tak Larut dalam Asam - Kadar Garam - Kadar Protein - Kadar Karbohidrat
Satuan Angka (1-9)
Persyaratan Minimal 7
APM/g Per 25 g Koloni / g Per 25 g
Minimal < 3 Negatif 1 x 103 Negatif
% Fraksi Massa % Fraksi Massa % Fraksi Massa % Fraksi Massa % Fraksi Massa
30-50 Maksimal 1,5 Maksimal 10 Maksimal 15 Maksimal 2
(BSN, 2009).
Teknik Pengolahan Terasi Pada umumnya, teknik pengolahan terasi di setiap daerah hampir sama yaitu bahan baku berupa udang dipotong kecil-kecil, dijemur, kemudian ditambahkan garam dan difermentasi. Menurut Junianto (2012), kondisi geografis
13
sangat berkaitan dengan mutu terasi yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Komposisi bahan baku terasi merupakan hal utama dalam pembuatan terasi, terutama jika terasi dicetak menggunakan alat/mesin. Adapun komposisi bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai untuk alat pencetak terasi. Alat Pencetak Terasi di Pasaran Pada umumnya, alat pencetak terasi yang ada di pasaran sekarang merupakan alat jenis extruder. Menurut Frame (1994), extruder juga sering digunakan pada pengolahan bahan makanan karena extruder mampu menghasilkan energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan. Extruder
mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang dengan bentuk tertentu (die). Prinsip Kerja Alat Pencetak Terasi Alat pencetak terasi ini bekerja dengan prinsip mengempa atau mengepres adonan terasi dengan menggunakan screw press . Setelah alat dipastikan dalam keadaan siap pakai, bahan baku berupa adonan terasi kemudian dimasukkan ke dalam silinder melalui saluran masukan (hopper). Dalam silinder, terdapat screw press yang akan mengalirkan dan mengempa adonan terasi ke lubang cetakan yang telah dipasang. Adonan terasi yang telah keluar dari lubang cetakan kemudian disusun di tempat penampungan untuk dijemur.
14
Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat keluar
dari
mesin
pengolahan
membutuhkan
tenaga
operator
untuk
mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugraha, dkk., 2012). Kadar Abu Tak Larut Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dangaram anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 2003). Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Dimana analisis gravimetrik pada abu terbagi menjadi dua, yaitu analisis langsung dengan menggunkan tanur dan analisis secara tidak langsung atau analisis basah. Penentuan
kadar
abu
merupakan
cara pendugaan
kandungan
mineral
15
bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 % (Yunizal, dkk.,1998). Kadar Protein Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O, dan N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2007). Prinsip analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: bahan organik di didihkan dengan asam sulfat pekat sehingga unsur-unsur dapat terurai. Atom karbon menjadi CO2 dan nitrogen menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian dibuat alkalis dengan menambahkan NaOH berlebihan sehingga ion amonium bebas menjadi amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara distilasi kemudian dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang terbentuk dititrasi dengan HCl (Sudarmadji, dkk., 2003). Kadar Bakteri E. coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm
16
dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz, et al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu : 1.
Infeksi saluran kemih E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2.
Diare E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda
(Jawetz, et al., 1995). Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
17
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2007) Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol. Konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan Aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Winarno, 2007). Organoleptik Secara umum, jumlah responden bergantung pada keanekaragaman produk, penilaian reproduktivitas, dan juga terdapat perbedaan dasar pada parameternya. Sekadar informasi, uji deskriptif biasanya memiliki empat responden atau lebih dan sering berjumlah antara delapan sampai sepuluh responden atau lebih. Uji diskriminatif sangat jarang menggunakan kurang dari 20 sampai 25 responden (biasanya berjumlah diatas 40 responden) terkecuali jika produk
yang
diuji
hanya
memiliki
perbedaan
yang
sedikit
(Pilgrim and Peryam, 1996). Pengujian organoleptik terasi akan dilakukan dengan metode uji hedonik atau uji kesukaan. Sesuai dengan pernyataan Rahayu (2001), dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan
tanggapan
pribadinya
tentang
kesukaan
dan
ketidaksukaan, sekaligus tingkatannya. Tingkat kesukaan itu disebut dengan skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, dan tidak suka.
18
Menurut Riwan (2005), indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk dalam uji organoleptik adalah : 1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan. 2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus. 3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan. 4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatannya juga cepat diperoleh. Dengan demikian, uji organoleptik dapat membantu analisis usaha untuk meningkatkan produksiatau pemasarannya. Uji organoleptik juga memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat beberapa sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan.
Manusia
merupakan
panelis
yang
kadang-kadang
dapat
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis dapat menjadi jenuh dan menurun kepekaannya (Soekarto, 2008).
19
Menurut Watts, et al. (1989) ilmu pengetahuan tentang sensoris merupakan gabungan metode dan teknik dari ilmu psikologi, statistika, ilmu pengetahuan terapan, seperti ilmu pangan dan ilmu kimia kosmetik, biofisika dan teknik, ergonomis, sosiologi, dan beberapa ilmu matematika. Untuk melakukan uji sensoris dengan baik memerlukan pengertian tentang bagaimana kebiasaan manusia dan komunikasi yang baik.