TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Limbah Udang Salah satu pilihan sumber protein adalah tepung limbah udang. Tepung limbah udang merupakan limbah industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%40% dari bobot udang segar. Faktor positif bagi tepung limbah udang karena adalah produk ini limbah maka kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya cukup stabil dan kandungan nutrisinya bersaing dengan bahan baku lainnya (Susana, 1993). Udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, selama ini potensi udang indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4 % per tahun (pada tahun 2001), potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70% berat udang menjadi limbah (bagian kulit, kepala dan ekor) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton (Prasetyo, 2004). Melihat kemungkinan strategis dan harganya cukup bersaing, sudah banyak dilakukan analisis mengenai kandungan nutrisi tepung limbah udang. Suatu penelitian juga telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, untuk memastikan tingkat penggunaan yang optimum dalam pakan ayam petelur (layer) serta memperhitungkan kemampuan substitusi untuk mengurangi ketergantungan yang bersifat penuh pada tepung ikan impor. (Http//www.poultry Indonesia)
Universitas Sumatera Utara
Besaran nisbah harga/protein untuk tepung limbah udang dan tepung ikan adalah 19,87 dan 23,79. semakin kecil semakin ekonomis, sebab makin sedikit harga yang harus dibayar untuk setiap satuan protein. kelemahan tepung limbah udang terletak pada kandungan asam aminonya yang paling kritis yang lebih rendah dibanding tepung ikan. Selain itu serat kasarnya lebih relatif tinggi, sebab diikutsertakannya kulit yang banyak mengandung khitin ( Widjaya,1993). Tabel 1. Nutrisi Tepung Limbah Udang Nutrisi Air (%) Abu (%) Protein (%)
Tepung Limbah Udang 6,09 22,75 42,65
Lemak (%)
8,07
Serat Kasar (%) Energi Bruto *
18,18 3333 kkal/kg
Sumber : Lab. Ilmu Makanan Ternak, Departemen peternakan USU : * Lab. Sei Putih, Galang.
Ayam Pedaging Ayam pedaging dapat digolongkan ke dalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri, yaitu kerangka tubuh besar, pertumbuhan badan yang pesat, pertumbuhan bulu yang cepat, hemat ransum, lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging (Rasyaf,1992). Sistim pencernaan ayam pedaging System pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ assesoris.saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan, yaitu proses metabolisme didalam tubuh. Saluran pencernaan
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari mulut, esophagus, crop, proventiculus, gizzard, duodenum, usus halus, ceca, rectum, kloaka dan vent. Sementara organ aksesori terdiri dari pancreas dan hati ( Siregar,1994 ). Table 2 sistem pencernaan pada unggas Bagian organ
Sekresi
Enzim
Fungsi enzim dan kerja enzim terhadap pakan
Produk akhir digesta
Mulut
Saliva
Amylase / ptyalin
Pati, dekstrin dan lubrikasi pakan
Dektrin glukosa
Crop
Mucus
Proventri Gastricjuic culus e dan asam ( Hcl) ( dinding proventric ulus)
Melicinkan dan melunakan pakan Pepsin lipase
Protease, polipeptida, peptide, asam lemak tinggi, dan gliserol.
Lemak
Melapisi permukaan lambung dengan pelicin
Menggiling atau menghaluskan
Pakan halus, memperkecil ukuran partikel
(pada karnivora) Amylase
Gizzard
Duodenu m (usus halus)
Protein
Pancreatic juice ( pancreas)
Tripsin, kimotripsin
Protein, protease, peptone dan peptide.
Peptone, peptide,asam amino.
Empedu (liver)
Amylopsin
Pati, dekstrin,
Maltosa, dekstrin,
Lemak
Asam lemak tinggi dan gliserol
Karbonzipe ptidase
Peptide
Asam amino dan peptide.
Kolagenase
Kolagen
Peptide
Cholesterol esterase
Cholesterol
Esterifikasi cholesterol dengan asam
(amylase) Strerapsin (lipase)
Universitas Sumatera Utara
lemak
Usus halus
Lemak
Emulsi lemak ( sabun gliserol )
Peptide sukrosa
Asam amino dan peptide.
Maltosa
Glukosa dan fruktosa
Maltase
Laktosa
Glukosa
Lactase
Asam nukleat
Glukosa dan galaktosa
Selulase polisakarida, pati, gula.
Asam lemak mudah terbang, protein mikroba, vitamin B dan K.
Intestinal Peptidase ( juice ( erepsin) disekresika n oleh dinding usus) Sukrase ( invertase)
Polinukleoti dase Ceca
Aktivitasmi kroba terbatas
(Rasyaf,2004) Bakteri serratia marcescens
Klasifikasi: Kingdom
: Bakteri
Phylum
: Proteobakteri
Class
: Gamma Proteobakteri
Marga
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Serratia
Spesies
: Serratia marcescens
Serratia marcescens adalah suatu jenis bakteri gram negatif berbentuk basil (bulat lonjong) dan beberapa galur membentuk kapsul. Bakteri ini termasuk
Universitas Sumatera Utara
organisme yang bergerak dengan cepat (motil) karena mempunyai flagela peritrik, dapat tumbuh dalam kisaran suhu 5 0C-40 0C dan dalam kisaran pH antara 5-9. Serratia marcescens dapat digambarkan secara detail karena ia adalah spesies yang umumnya ditemukan dalam spesimen ilmu pengobatan. Koloni Serratia marcescens pada media agar biasa tidak terbedakan pada hari pertama atau hari kedua dan kemudian mungkin berkembang menjadi cembung. Pada suhu kamar, bakteri patogen ini menghasilkan zat warna (pigmen) merah .Bakteri ini jenis fakultatif anaerobik yang tidak terlalu membutuhkan Oksigen. Aktivitas Biokimia Organisme Serratia menfermentasikan mannitol, salisin, dansukrosa dengan produknya berupa asam dan kadang-kadang terdapat buih/gelembung. Serratia marcescens dibedakan dari bakteri gram negatif lainnya karena ia melakukan hidrolisis kasein. Hidrolisis kasein yang dilakukan Serratia marcescens untuk menghasilkan metalloprotease ekstraselular yang berfungsi dalam interaksi sel ke matriks ekstraselular. Serratia marcescens juga menunjukkan adanya triptofan dan degradasi sitrat. Salah satu produk akhir dari degradasi triptofan adalah asam piruvat.Sitrat dan asetat dapat digunakan sebagai sumber karbon satu-satunya. Banyak galur menghasilkan pigmen merah muda, merah/magenta. Glukosa difermentasikan dengan atau tanpa produksi gas dengan volumekecil; selobiose, inositol, dan gliserol difermentasi tanpa menghasilkan gas. Mekanisme kerja bakteri serratia marcescens Degradasi kitin terutama dilakukan oleh mikroorganisme, dimana kitin dapat merupakan sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhannya (Goodway,1990). Terdapat dua macam lintasan perombakan kitin,lintasan
Universitas Sumatera Utara
perombakan kitin yang belum diketahui disebut kitinoklastik, sedangkan jika lintasan tersebut melibatkan hidrolistik ikatan (1,4) glikosida, maka prosesnya disebut kitinolitik. Hidrólisis ikatan ini dilakukan oleh enzim kitinase, eksokitinase memecah bagian diasetilkitobiosa dari ujung nonreduksi suatu rantai kitin sedangkan endokitinase memecah bagian ikatan glikosida rantai kitin secara acak dan menghasilkan diasetilkitobiosa sebagai hasil utama yang bersama-sama dengan triasetilkitobiosa akan dirombak secara perlahan menjadi disakarida dan monosakarida. fermentasi Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzin dari mikroba untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winamo, et al 1980). Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut tapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair, menurut (Harjo, et al 1989) keuntungan menggunakan medium padat antara lain: (1). Tidak memerlukan tambahan lain kecuali air. (2). Persiapan inoculum lebih sederhana. (3).Dapat menghasilkan produk dengan cepat. (4) Control terhadap kontaminan lebih mudah. (5) kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah. (6)
Universitas Sumatera Utara
produktivitas tinggi. (7) Aerasi optimum. (8) tidak diperlukan kontrol PH maupun suhu yang teliti. Pengertian Enzim dan cara Kerjanya Enzim terdapat secara alami pada semua organisme hidup dan berperan sebagai katalisator dalam reaksi kimia. Istilah enzim mulai diperkenalkan pertama kali tahun 1878 oleh Kuhne yang mengisolasi senyawa enzim dari ragi sedangkan konsep kerja enzim dikembangkan oleh Emil Fischer di tahun 1894 yang mempopulerkan istilah “gembok dan kunci” untuk menjelaskan interaksi substrat enzim (Adams,2000). Saat ini lebih dari 3000 enzim telah diidentifikasi. Seperti halnya protein, enzim juga tersusun dari rantai asam amino. Enzim ini akan mempercepat reaksi kimia dengan cara menempel pada substrat dan keseluruhan proses reaksi akan stabil dan menghasilkan kompleks enzim substrat. Dengan bantuan enzim ini, energi yang digunakan untuk menggerakan proses reaksi kimia menjadi lebih kecil. Enzim akan bekerja pada kondisi lingkungan yang tidak mengubah struktur aslinya yaitu yang paling baik pada suhu dan pH menengah.
(Suriwat.1986).
Alasan utama penggunaan enzim dalam industri makanan ternak adalah untuk memperbaiki nilai nutrisinya. Semua binatang menggunakan enzim dalam mencerna makanannya, dimana enzim tersebut dihasilkan baik oleh binatang itu sendiri maupun oleh mikroorganisme yang ada pada alat pencernaannya. Namun demikian proses pencernaan tidak mencapai 100 % dari bahan makanan yang dicerna, karena itu perlu ada suplemen enzim pada pakan untuk meningkatkan efisiensi pencernaannya.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam sistem produksi peternakan, pakan ternak menempati komponen biaya yang paling besar karena itu keuntungan peternakan akan tergantung dari biaya relatif dan biaya nilai nutrisi pada makanan. Ada empat alasan utama untuk menggunakan enzim dalam industri pakan ternak (Bedford dan Partridge, 2001) yaitu: Untuk memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat di dalam campuran makanan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogeneous di dalam ternak, dapat mengganggu pencernaan normal. Untuk meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna (contoh: pospor dalam asam pitat) Untuk merombak ikatan kimia khusus dalam bahan mentah yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim ternak itu sendiri. Sebagai suplemen enzim yang diproduksi oleh ternak muda yang mana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogeneous kemungkinan belum mencukupi. (Ensminger, 1992).
Energi Metabolis . Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya digunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energi), energi dapat dicerna, energi
Universitas Sumatera Utara
metabolis dan energi neto (Wahju, 1997). Penentuan kandungan energi metabolis bahan makanan secara biologis dilakukan pertama kali oleh Sibbald (1980). Metode Hill pada dasarnya mengukur konsumsi energi dengan energi ekskreta. Metode ini menggunakan Cr2O3 Energi berasal dari dua kata Yunani yaitu : En yang berarti dalam dan Ergon yang berarti kerja sebagai indikator. Selain itu, metode ini menampilkan prinsip penentuan energi metabolis melalui substitusi glukosa dalam ransum basal yang diketahui energi metabolisnya dengan bahan yang akan diuji dalam proporsi tertentu. Sibbald dan Slinger (1963); Valdes dan Leeson (1992) mengembangkan metode substitusi dengan suatu rumus turunan untuk menghitung energi metabolis dapat dinyatakan dengan empat peubah, yaitu Energi metabolis semu (EMS),Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), Energi metabolis murni (EMM) dan Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). energi metabolis bahan pakan dalam ransum perlakuan. Sibbald (1976) mengembangkan metode baru dalam menentukan energi metabolis bahan pakan dengan mengukur energi metabolis feses dan energi urin endogenous. Metode ini dapat mengetahui nilai energi metabolis murni (EMM), yaitu energi metabolis yang sudah dikoreksi dengan energi endogenous. Akan tetapi metode ini mengandung unsur pemberian makanan secara paksa. Menurut Sibbald (1979), energi metabolis semu (EMS) merupakan perbedaan antara energi pakan dengan energi feses dan urin, dimana pada unggas feses dan urin bercampur menjadi satu dan disebut ekskreta. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) biasanya paling banyak digunakan untuk memperkirakan nilai energi metabolis. EMSn berbeda dengan EMS karena EMSn telah dikoreksi oleh retensi nitrogen (RN) dimana RN bisa bernilai positif atau
Universitas Sumatera Utara
negatif. Energi metabolis murni (EMM) merupakan EM yang dikoreksi dengan energi endogenous. Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) memiliki hubungan yang sama dengan EMM seperti halnya EMSn terhadap EMS. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985b) energi metabolis dapat dinyatakan dengan empat peubah, yaitu EMS, EMSn, EMM dan EMMn. Retensi Nitrogen Retensi nitrogen adalah sejumlah nitrogen dalam protein pakan yang masuk ke dalam tubuh kemudian diserap dan digunakan oleh ternak (Sibbald dan Wolynetz, 1985b). Retensi nitrogen itu sendiri merupakan hasil konsumsi nitrogen yang dikurangi ekskresi nitrogen dan nitrogen endogenous. Sibbald (1980) menyatakan bahwa nitrogen endogenous ialah nitrogen yang terkandung dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan pakan yang terdiri dari peluruhan sel mukosa usus, empedu dan peluruhan sel saluran pencernaan. Genetik, umur dan bahan pakan yang merupakan faktor yang mempengaruhi retensi nitrogen karena tidak semua protein yang masuk kedalam tubuh dapat diretensi (Wahju, 1997). Selain itu menurut (amrullah,dkk,1981) nilai retensi nitrogen berbeda untuk setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik. Banyaknya nitrogen yang diretensi dalam tubuh ternak akan mengakibatkan ekskreta mengandung sedikit nitrogen urin dan energi dibandingkan dengan ternak yang tidak meretensi nitrogen. Pengukuran retensi nitrogen ransum bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan protein pakan. Retensi nitrogen dapat bernilai positif atau negatif tergantung pada konsumsi nitrogen. Ewing (1963) menyatakan bahwa retensi
Universitas Sumatera Utara
nitrogen yang menurun dengan meningkatnya protein ransum mungkin disebabkan sebagian kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Hal ini menunjukkan pentingnya energi yang cukup dalam ransum jika ayam digunakan untuk mengevaluasi kualitas protein berdasarkan keseimbangan protein
Universitas Sumatera Utara