Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin
Vol. 5 No.2 ISSN 1411-2132
TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari Sanusi Peneliti pada Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan Makassar ABSTRAK Konversi alkalis kitin menjadi kitosan telah dilakukan dengan memanfaatkan kulit udang dan limbah industri udang beku. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kompatibilitas kitin dan kitosan serta aplikasi produk tersebut sebagai senyawa bioaktif. Langkah penelitian yang telah dilakukan meliputi: a) isolasi kitin, b) transformasi kitin menjadi kitosan, dan c) analisis fisiko-kimia dari produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses deproteinasi dan transformasi kitin menjadi kitosan dengan derajat deasitilasi tertinggi, yakni 81,17 %, dicapai pada campuran kulit Udang Windu dan KOH. Keywords : kitin, kitosan, transformasi, udang.
Karena besarnya manfaat dari kitin dan kitosan serta tersedianya bahan baku kulit udang yang berlimpah, bahkan merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan serta merusak estetika lingkungan hidup, maka senyawa ini perlu mendapatkan perhatian yang besar terutama dalam hal upaya pemanfaatan, penelitian proses dan produk, serta penanggulangan pencemaran. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahannya adalah dalam proses transformasi kitin menjadi kitosan melalui proses deasetilasi, seberapa besar derajat deasetilasi yang dihasilkan untuk mengkonversi kitin dari limbah industri udang beku menjadi kitosan. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan informasi bagi berbagai pihak untuk: a) memberikan alternatif pemanfaatan limbah udang untuk menghasilkan produk kitosan yang bernilai ekonomi tinggi sebagai bahan baku industri farmasi, diantaranya sebagai antihiperkolesterol, b) meminimalisasi pencemaran dengan mengolah dan memanfaatkan limbah industri udang beku dalam rangka menciptakan industri bersih dan ramah lingkungan.
PENDAHULUAN Hasil laut merupakan komoditas andalan di dalam peningkatan ekspor komoditas non migas Indonesia, bahkan di antara komoditas tersebut ada yang menjadi primadona yaitu udang. Udang di Indonesia di ekspor dalam bentuk bekuan yaitu udang yang telah mengalami cold storage setelah melalui pemisahan kepala dan kulit. Akibat dari proses tersebut diperoleh limbah atau hasil samping berupa kepala (carapace) dan kulit (peeled) yang menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Hasil samping tersebut dapat mencapai 25 % dari total catch. Walaupun hasil samping tersebut telah dimanfaatkan orang seperti dalam pembuatan kerupuk, petis, terasi, pupuk, dan pakan. Namun, jumlah yang dimanfaatkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan jumlah limbah yang ada. Hal ini diuraikan dalam data (BPS, 2002) sebagai berikut : Ekspor udang Indonesia mencapai 142.000 ton yaitu udang tanpa kepala dan kulit. Dari total ekspor tersebut dilaporkan bahwa bagian limbah yang tidak dimanfaatkan mencapai 60.000 ton. Sebenarnya kulit udang masih dapat dimanfaatkan selain untuk proses pembuatan produk-produk di atas, mengingat limbah tersebut mengandung senyawa kitin yang nilai ekonominya tinggi dan hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dalam industri modern, kitosan sangat luas penggunaannya seperti untuk industri pangan, detergen, tekstil, kulit, kertas, farmasi, dan kosmetika. Diantara sekian banyak penggunaannya yang terbesar pada industri pangan yaitu 45 % dan industri detergen 34 %. Dewasa ini negara yang banyak menggunakan produk kitin dan kitosan adalah Jepang, sekitar 700 ton/tahun dan Amerika Serikat sekitar 500 ton/tahun.
BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang, larutan KOH 3 %, larutan NaOH 3 %, larutan NaOH 50 %, HCl 1,25 N, dan kitosan. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain lemari pendingin National, timbangan analitik Chyo, oven Ohaus, termometer 110 0C, blender National, pengayak (7 mesh), tanur, sentrifuse, otoklaf model no. 1925, seperangkat peralatan gelas, spektrofotometer infra merah (FTIR Perkin Elmer series 1600).
28
Mustari Sanusi
Mar. Chim Acta
Penelitian pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis approximate terhadap kulit udang sebagai limbah industri udang beku. Dilakukan pula ekstraksi dan isolasi kitin dari kulit udang tersebut, dan menghitung rendemennya, kemudian kitin yang dihasilkan digunakan sebagai bahan penelitian utama.
2). Penghilangan garam mineral Kulit udang yang telah mengalami penghilangan protein dicampur dengan HCl 1,25 N dengan perbandingan 10:1, lalu dipanaskan tiga kali pada suhu 70 – 75 0C selama satu jam. Setelah pemanasan, padatan dicuci sampai pH netral. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0C selama 24 jam. Kitin yang dihasilkan disimpan dalam kantong plastik untuk siap digunakan.
Penelitian utama Penelitian utama meliputi : a. Penyiapan bahan baku kulit udang Kulit udang mula-mula di simpan dalam lemari pendingin pada suhu rendah, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 8 – 12 jam atau dalam oven dengan suhu 80 0C selama 24 jam sehingga diperoleh produk kering dengan kadar air ± 10 %. Kulit udang kemudian dihaluskan dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan 7 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang akan digunakan (± 3 mm).
a. Konversi kitin menjadi kitosan 250 gram kitosan yang diperoleh dengan deasetilasi dari kitin dengan menambahkan NaOH 50 % (b/v) dengan perbandingan 10:1, 15:1, dan 20:1, lalu dipanaskan pada suhu 70-75 0C dan waktu satu jam. Padatan yang diperoleh dicuci dengan air sampai pH netral sebelum dikeringkan pada suhu 80 0C selama 24 jam. Kitosan yang diperoleh ditimbang dan disimpan dalam kantong plastik pada suhu kamar. Konversi kitin menjadi kitosan tersebut dilakukan sesuai diagram pada Gambar 2.
b. Ekstraksi dan isolasi kitin 1).Penghilangan protein Larutan NaOH 3 % digunakan untuk mencuci dan menghilangkan protein pada kulit udang, Mulamula larutan natrium hidroksida 3 % dicampur dengan perbandingan 6 : 1, lalu dipanaskan pada suhu 80 – 85 0C selama empat jam. Selanjutnya, larutan didinginkan dan disaring sehingga didapatkan padatan. Padatan dicuci dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan pada suhu 80 0C selama 24 jam.
Kitin Ditambahkan NaOH 50 % (b/v) Dipanaskan pada suhu 70-75 0C Selama 1 jam, kemudian disaring
Padatan
Dicuci dengan air sampai netral, kemudian disaring
Filtrat
Padatan
Serpihan Kulit Udang (Kering)
Dikeringkan
Kitosan
Dipanaskan pada suhu 80-85 0C Dalam larutan basa 3 %, selama 4 jam kemudian disaring
Filtrat
Gambar 2. Proses konversi kitin menjadi kitosan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Padatan
1. Hasil Penelitian Pendahuluan
Dicuci dng air sampai netral
Padatan
Data analisis pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 1, di mana tampak bahwa kadar air kulit udang windu yang digunakan masih relatif tinggi, yaitu 13,29 %. Demikian juga halnya dengan kandungan protein dan kadar abunya.
Filtrat
Ditambahkan HCl 1,25 N, diaduk selama 1 jam pada suhu kamar, kemudian disaring
Filtrat
Padatan
Tabel 1. Proksimat analisis kulit udang windu
Dicuci dengan air sampai netral
Padatan Kitin
dikeringkan
Filtrat
Filtrat Jenis Udang
Gambar 1. Proses isolasi kitin dari kulit udang
Udang windu
29
Parameter Uji Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Protein (%)
13,29
27,09
23,94
Vol 5 No. 2
Transformasi Kitin dari Hasil Isolasi Limbah ...
Abu adalah sisa yang tertinggal merupakan unsur-unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan, di mana pada proses pengabuan, unsur-unsur itu membentuk oksida-oksida, atau bergabung dengan radikal negatif seperti fosfat, sulfat, nitrat atau klorida. Sedangkan bahan-bahan organik yang lain akan habis terbakar (Permadi, 1999). Kadar abu kitosan tidak dipengaruhi oleh jenis basa pada proses deproteinisasi maupun oleh perbandingan jumlah basa pada proses deasetilasi. Sebenarnya yang berperan dalam penentuan kadar abu kitosan adalah proses demineralisasi yang dilakukan (Bastaman,1990). Kadar abu kitosan terutama disebabkan oleh Ca3 (PO4)2 dan CaCO3. Jika proses demineralisasi hanya dilakukan satu kali saja maka kemungkinan hilangnya mineralmineral tadi tidak sebaik proses demineralisasi yang dilakukan dua kali. Untuk itu, kadar abu kitosan yang beredar di pasaran diharapkan tidak lebih besar dari 2 % (Proton Laboratories).
B. Hasil Penelitian Utama 1. Hasil Analisis Kitin a. Rendemen Pada proses isolasi kitin dari limbah kulit udang windu diperoleh rendemen yang cukup tinggi. Dengan penggunaan NaOH pada proses deproteinisasi diperoleh rendemen 45,92 % dan pada penggunaan KOH diperoleh 46,02 %. Sedangkan dampak penggunaan larutan NaOH maupun KOH pada proses deproteinisasi tidak memberikan perbedaan yang nyata. b. Kadar Air Hasil analisis kadar air kitin menunjukkan bahwa baik pada proses deproteinisasi maupun jenis basa yang digunakan pada preses deproteinisasi tidak memberikan perbedaan yang berarti terhadap kadar air kitin yang dihasilkan. Menurut Proton Laboratories kitin yang beredar di pasaran diharapkan tidak mempunyai kadar air yang lebih besar dari 10 %, hal ini mengingat sifat fisik kitin yang higroskopis.
c. Rendemen Kitosan Rendemen kitosan adalah persentase kitosan yang dihasilkan dari bahan baku utama, yang dalam penelitian ini berupa kulit udang kering. Persentase perhitungan berdasarkan perbandingan terhadap kadar kitin. Hasil analisis rendemen kitosan dapat dilihat pada Tabel 2. Rendemen kitosan tidak dipengaruhi oleh jenis basa pada proses deprotainisasi maupun perbandingan jumlah basa pada proses deasetilasi.
c. Kadar Abu Kadar abu kitin diketahui bahwa baik natrium hidroksida maupun kalium hidroksida yang digunakan pada proses deproteinisasi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar abu kitin.
Tabel 2. Hasil analisis rendemen kitosan (%)
2. Hasil Analisis Kitosan a. Kadar Air Kadar air adalah salah satu hal terpenting pada Standar Mutu Kitosan. Kitosan yang dijual di pasaran kadar airnya tidak lebih dari 10 % (Standar Mutu Kitosan), karena semakin tinggi kadar air , maka semakin besar pula kemungkinan cepat rusaknya produk. Rata-rata kadar air kitosan ternyata lebih tinggi dari rata-rata kadar air kitin yaitu 5,22 % untuk kitin dan 6,25 % untuk kitosan. Sedangkan kadar air ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh kelembaban udara sehingga terjadi absorbsi uap air dari lingkungan sekitarnya pada saat kitosan dalam penyimpanan (Tsigos, 2000).
Perbandingan basa pada proses deasetilasi Jenis Kulit Udang
J
A1
A3
Jenis Basa Pada Proses Deproteinisasi B 1
1
R
B 2
B 1
B 2
B 1
B 2
1 9,50 1 8,20
1 8,80 1 9,20
1 9,00 1 8,00
1 8,80 1 8,30
1
8,60
1 9,00 1 8,50
9,25
1 8,75
1 8,85
1 9,00
1 8,55
1 8,55
1
C 9,90
ratarata
A2
1
d. Hasil Analisis Viskositas Kitosan Viskositas kitosan diukur berdasarkan kitosan yang larut pada asam asetat 2 %, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 %. Viskositas kitosan
b. Kadar Abu
30
Mustari Sanusi
Mar. Chim Acta
yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
kitosan yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai rata-rata derajat deasetilasi Natrium hidroksida (B 2) sebagai basa pada proses deproteinisasi. Hal ini disebabkan karena Kalium hidroksida lebih reaktif dari pada Natrium hidroksida (Hamsina, 2003), sehingga memudahkan pembebasan gugus asetil ( – C – CH3 ) dari kitin. Kesulitan yang timbul untuk mencapai derajat deasetilasi lebih dari 90 % ialah karena contoh yang berupa serpihan-serpihan dengan ukuran 3 mm, tidak mengalami proses deasetilasi secara homogen pada setiap bagiannya. Beberapa bagian dari bulk sample mengalami proses deasetilasi yang kurang sempurna dibandingkan dengan bagian lain dari bulk yang sama. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya serpihan-serpihan yang tidak larut pada larutan asam asetat (Natsir, 2000). Serpihan-serpihan kitosan yang tidak larut ini akan mengganggu jalannya analisis spektrofotometri infra merah.
Tabel 3. Hasil analisis viskositas kitosan
Perbandingan basa pada proses deasetilasi Jenis Kulit Udang
J
A1
A2
Jenis Basa Pada Proses Deproteinisasi B 1
8,62
C1
ratarata
A3
R
7,02 7,82
8 8 8
B 2
8,30 9,86 9,08
8 8 8
B 1
8,45 3,30 5,88
8 8 8
B 2
0,58 9,18 9,88
9 8 8
B 1
9,35 8,30 8,83
8 8 8
B 2
0,83 1,08 0,96
9 9 9
Viskositas kitosan dipengaruhi oleh jenis kulit udang. Viskositas kitosan merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan kualitas kitosan. Halhal yang mempengaruhi viskositas kitosan, misalnya pemilihan jenis udang dan konsentrasi basa, serta perbandingan volume basa dengan kitin yang digunakan pada proses deasetilasi, konsentrasi HCl dan lamanya proses demineralisai (Tsigos, 2000).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rendemen dan viskositas kitosan dipengaruhi oleh jenis kulit udang.
e. Hasil Analisis Derajat Deasetilasi Kitosan Derajat deasetilasi kitosan adalah persentase gugus asetil kitin yang berhasil dihilangkan pada proses deasetilasi agar diperoleh kitosan. Hasil analisis derajat deasetilasi kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.
2. Derajat deasetilasi kitosan dipengaruhi oleh jenis basa yang digunakan pada deproteinisasi dan jenis kulit udang. KOH memberikan hasil yang lebih baik dibanding NaOH. Penggunaan kitin dari kulit udang windu dan KOH pada proses deproteinisasi serta konversi kitin menjadi kitosan pada perbandingan basa (50%) dan kitin 15 : 1 dapat dicapai pada derajat deasetilasi tertinggi, yaitu ratarata 81,17 %.
Tabel 4. Hasil analisis derajat deasetilasi kitosan (%) Perbandingan Basa Pada Proses Deasetilasi Jenis Kulit Udang
J
A1
A2
Mengingat banyaknya manfaat kitosan dalam bidang industri, di samping kitin sebagai sumberdaya alam yang cukup melimpah di Indonesia, sebaiknya dilakukan langkah aplikatif produktif secara komersial untuk memenuhi permintaan pasar internasional.
Jenis Basa Pada Proses Deproteinisasi B 1
C 4,09 1
ratarata
Saran
A3
R
4,47 7,00
8 7 6
B 2
3,87 6,61 6,77
8 7 7
B 1
7,00 6,57 9,50
7 7 4
B 2
1,40 0,93 7,18
8 8 7
B 1
3,28 2,14 4,68
8 7 6
B 2
1,50 2,30 4,70
8 7 7
Kalium hidroksida yang digunakan pada proses deproteinisasi (B1) ternyata memberikan nilai rata-rata derajat deasetilasi yang lebih tinggi bagi 31
Vol 5 No. 2
Transformasi Kitin dari Hasil Isolasi Limbah ...
DAFTAR PUSTAKA Balassa, L. L., Prudden, J. F., 1984. Application of Chitin and Chitosan in Wound-Healing Acceleration, Lea Carten Ltd., New York. Bastaman, S., Aprianita, N., dan Hendarti, 1990. Penelitian Limbah Udang Sebagai Bahan Industri Kitin dan Kitosan, Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Biro Pusat Statistik, 2002. Jurnal Ekspor Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jakarta. Hamsina, 2003. Optimalisasi Proses Ekstraksi Khitin dari Cangkang Kepiting dan Uji Kualitatif, Thesis, Universitas Hasanuddin, Makassar. Natsir, H., 2000. Karakteristik dan Purifikasi Sifat-Sifat Biokimia Enzim Kitinase dan Kitin Deasitilase yang Berasal dari Mikroba Acidofilik Tanah Kawah Kamojang Jawa Barat, Bogor. Permadi, W., 1999. Produksi dan Kegunaan Kitin dan Kitosan, Makalah. Tsigos, L., Aggeliki, M., Dimitri, K., and Vasillis, B., 2000. Chitin Deasetylases, New Versatile Tools in Biotechnology. Williams, H. D., and Flemming, I., 1973. Spectroscopic Methods in Organic Chemistry, 2nd. Ed., McGraw-Hill Book Co. Ltd., Berkshire.
32