3
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Tailing Pembangunan pertambangan bertujuan untuk menyediakan bahan baku
bagi industri dalam negeri, me ningkatkan ekspor dan penerimaan negara serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Pembangunan ini dilaku kan
dengan
penganekaragaman
hasil
tambang
dan
pengelolaan
usaha
pertambangan secara efisien Sebelum Repelita IV kegiatan penambangan dan pengolahan emas dan perak tidak menunjukkan pertumbuhan yang berarti. Emas dan perak pada saat itu dihasilkan oleh PT Aneka Tambang di Cikotok serta kegiatan pertambangan rakyat. Jumlah seluruh produksi masih relatif sedikit. Produksi emas pada tahun 1968 adalah sebesar 129,6 kg. Meningkatnya harga emas di pasar dunia dalam masa Repelita IV telah mendorong investasi pertambangan emas. Sebagai akibatnya, selain jumlah perusahaan kontrak karya bertambah, kegiatan penambangan emas yang dilakukan rakyat dan penam bang-penambang tanpa izin berkembang dengan pesat. Penambang an emas tersebar di berbagai daerah di Kalimantan, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Utara. Produksi emas yang tercatat resmi dihasilkan oleh PT Aneka Tambang, 2 buah per usahaan di Bengkulu dan Kalimantan Tengah, dan oleh perusahaan tembaga di Irian Jaya. Dalam Repelita IV produksi emas meningkat dengan pesat sehingga menjadi hampir 6,5 ton pada tahun pertama Repe lita V, atau meningkat hampir lima puluh kali dibandingkan produksi tahun 1968. (Bappenas, 1990) Karena jumlah konsentrat yang bisa diekstrak dalam melakukan penambangan mineral sangat sedikit, maka kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang sangat banyak. Menurut Setyawan (2004) dalam Widyati (2010), tailing adalah ampas mineral yang terdiri dari 30% fra ksi padat dan 70% fraksi cair. Tailing merupakan residu dari sisa pengolahan bijih setelah mineral utama dipisahkan. Dalam pertambangan mineral akan selalu dihasilkan tailing . Penggalian atau penambangan yang dilakukan hanya akan mendapatkan < 3% bijih menjadi produk utama, produk sampingan, sisanya menjadi waste dan tailing. Menurut Maemunah (2007) yang dikutip dalam Widyati (2010), untuk
4
mendapatkan satu gram emas dihasilkan 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing, 5,8 kg emisi beracunm lebih dari 260 g timbal; 6 g merkuri dan 3 g sianida serta diperlukan sedikitnya 104 liter air. Tailing terdiri atas berbagai macam ukuran butir, yaitu fraksi pasir, debu, dan liat. Ketika tailing dibuang dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap di sekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan sebagai suspensi dalam waktu lama. Secara umum pembuangan tailing dilakukan di lingkungan darat yaitu pada depres i topografi atau penampung buatan; sungai atau danau, dan laut. Fraksi pasir kadang -kadang dimanfaatkan untuk pembuatan konstruksi tanggul atau sebagai bahan pengisi backfilling pada tambang bawah permukaan atau bekas galian -galian pada tambang terbuka (Herman, 2006). Besarnya jumlah tailing yang dihasilkan merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius pada lahan sekitar tambang. Pengelolaan yang dilakukan sampai saat ini di perusahaan tambang pada umumnya diendapkan kemudian dialirkan melalui pengairan seperti sungai. Menurut Pohan (2007), tailing dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yaitu tailing sebagai material konstruksi ringan; pembuatan semen berkekuatan tinggi, batu bata, dan keramik; tailing sebagai bahan campuran beton; tailing untuk m embuat paving block. Kurangnya pemanfaatan tailing secara maksimal dalam usaha perbaikan lingkungan diperlukan penanganan yang lebih serius. Salah satu alternatif adalah dengan penambahan bahan organik. Seperti telah disebut pada bab sebelumnya bahwa bahan organik dapat memp erbaiki kualitas tailing.
2.2.
Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah jumlah total semua substansi yang mengandung
karbon organik di dalam tanah, terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati, dan sisa -sisa hasil dekomposisi. Fungsi bahan organik dalam meningkatkan kesuburan kimiawi adalah pengikatan atau penyerapan ion lebih besar, meningkatkan kapasitas pertukaran kation. Humus merupakan kompleks koloidal dengan modifikasi lignin poliuronida, lempung,
5
protein dan senyawa lain berfungsi sebagai misel yang kompleks. Misel mengandung muatan negatif dari gugus –COOH dan –OH yang memungkinkan pertukaran kation meningkat. Fungsi bahan organik dala m meningkatkan kesuburan kimiawi juga akibat penurunan hilangnya unsur hara karena pelindian sebab bahan organik mengikat ion dan immobilisasi N, P, dan S, pelarutan sejumlah unsur hara terutama fosfat dan mineral oleh asam -asam organik sehingga membantu pelapukan kimia mineral dan sebagai gudang unsur hara (Schnitzer, 1991). Peranan bahan organik dengan hasil akhir dekomposisi berupa humus dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah. Humus mempunyai luas permukaan dan kemampuan adsorpsi lebih besar daripada lempung. Sehingga meningkatkan kemampuan mengikat air. Sifat liat (plastisitas) dan kohesi humus yang rendah meningkatkan struktur tanah yang kurang sesuai pada tanah bertekstur halus dan meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap. Agregasi tanah yang baik secara tidak langsung memperbaiki ketersediaan unsur hara. Hal ini karena agregasi tanah yang baik akan menjamin tata udara dan air tanah yang baik pula, sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Peranan bahan organik dalam meningkatkan kesuburan fisik tanah juga dengan mengurangi plastisitas dan kelekatan serta memperbaiki aerasi tanah. Humus juga menyebabkan warna tanah lebih gelap sehingga penyerapan pa nas meningkat (Buckman & Brady, 1982; Sanchez, 1976).
2.3.
Sludge Industri Kertas Salah satu sumber alternatif bahan organik adalah sludge industri kertas.
Proses industri yang menggunakan bahan baku kayu dapat menjadikan sludge sebagai sumber bahan organik dengan sumber C bagi mikrob tanah yang berperan dalam proses pembentukan tanah. (Widyati, Enny. 2006) Kandungan utama dari sludge adalah pulp dan CaCO 3. Pulp adalah serat selulosa yang dihasilkan dari proses penghilangan lignin pada tanaman terten tu. Serat selulosa aalah bahan organik yang dapat memperbaiki sifat -sifat tanah. Sifat tanah yang dapat diperbaiki antara lain adalah kapasitas menahan air, menaikkan
6
daya adsorpsi dari kation, meningkatkan jumlah kation yang dapat dipertukarkan, dan mengikat mineral N, P, S, serta meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolisme organisme tanah yang berperan dalam dekomposisi bahan organik (Supriyanto, 2001). Menurut Widyati (2006), Pemanfaatan sludge industri kertas belum maasih belum optimum. Upaya yang di lakukan yaitu berupa pengomposan sludge tersebut sehingga dapat digunakan sebagai media tanam. industri kertas menghasilkan limbah sludge sebanyak 10% dari total produksi pulp. Sebanyak 300 ton sludge dihasilkan setiap harinya.
2.4
Nitrogen dalam Tanah Menurut Soepardi (1983), sebagian besar Nitrogen (N) tanah berada
dalam bentuk N-organik maka pelapukan N -organik merupakan proses menjadikan N tersedia bagi tanaman. N dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik ammonium dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat. Unsur nitrogen didalam tanah dapat berada dalam bentuk gas, ion, bentuk organik, protein, dan humus. Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka penyediaannya sangatdiperhatikan sekali oleh para petani. Su mber N utama tanah adala h dari bahan organik melalui proses mineralisasi NH4+ dan NO3¯ . Selain itu N dapat juga bersumber dan atmosfir (78 % NV melalui curah hujan (8 -10 % N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan tanaman maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman
diberikan secara sengaja dalam
bentuk pupuk, seperti Urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1976: Megel dan Kirkby, 1982). Tanaman yang kekurangan nitrogen tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas. daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung cepat rontok. Akan tetapi bila nitrogen diberikan terlalu banyak dapat merugikan tanaman, yaitu : memperlambat pematangan dengan membantu pertumbuhan vegetatif yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya; melunakkan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah; menurunkan kualitas pada
7
serealia dan buah-buahan;, dan dapat melemahkan tanaman terhadap se rangan hama dan penyakit (Soepardi, 1983).
2.5
Fosfor Fosfor dalam tanah terbagi atas dua jenis yaitu P -organik dan P-
anorganik. Bentuk fosfor dalam tanah berada dalam bentuk P yang terlarut dan P terjerap. Kelarutan P dalam tanah ditentukan oleh pH. Saat pH masam maka Al-P dan Fe-P menjadi stabil dan pada saat pH tinggi maka Ca -P menjadi stabil. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena rekasi dengan komponen tanah maupun dengan ion -ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe dan lain -lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda -beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini. (Soepardi, 1983) Fosfor memliki pengaruh terhadap tanaman seperti, penyu sun metabolit dan senyawa kompleks; sebagai aktivator, kofaktor, atau pengaruh enzim; dan peranannya dalam proses fisiologik. Pengaruh menguntungkan fosfor lainnya adalah dalam kegiatan-kegiatan seperti pembagian sel dan lemak dan albumin; pembentukan bunga, buah, dan biji; kemaangan tanaman, melawan pengaruh nitrogen; perkembangan akar halus dan akar rambut; memperkuat jerami, jadi tidak mudah rebah; kualitas hasil tanaman, terutama rumput dan sayuran; dan ketahanan terhadap penyakit (Soepardi, 1983).
2.6
Kalium Pada umumnya kalium tanah dapat digolongkan menjadi bentuk yang
relatif tidak tersedia, lambat tersedia, dan segera tersedia. Kalium yang relatif tidak tersedia yaitu K yang tidak dapat dipertukarkan. Kalium yang relatif lambat tersedia yaitu K yang tidak dapat dipertukarkan. Kalium yang relatif segera tersedia yaitu K yang dapat dipertuk arkan dan K dalam larutan tanah (Soepardi, 1983).
8
Jumlah K dalam tanah jauh lebih banyak daripada P. Masalah utama ialah ketersediaan. Kalium diikat dalam bentuk -bentuk yang kurang tersedia. Jumlah K yang dapat dipertukarkan atau tersedia bagi tanaman tidak melebihi 1 persen dari seluruh kalium tanah (Soepardi, 1983). Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang essensial bagi tanaman. Peranan utama dari kal ium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim.Kalium dapat membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan merangsang perumbuhan akar. Kalium juga dapat meniadakn pengaruh buruk nitroden dan dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat fosfor. Kelebihan kalium akan berdampak pada terganggunya translokasi dari kation lain. Kadar magnesium dalam daun akan sehingga proses fotosintesis terganggu (Soepardi, 1983) .
2.7
Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Basa-basa. Kapasitas tukar kation merupakan salah satu sifat kimia tanah yang
penting. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat tanah dalam menjerap dan menukarkan kation. Besarnya KTK tergantung kepada kerapatan muatan negatif dan luas permukaan spesifik kol oid. Semakin tinggi kerapatan muatan negatif koloid dan semakin besar luas permukaan spesifik koloid, maka KTK akan semakin tinggi. Menurut Tan (1993), KTK adalah jumlah atau total miliekuivalen kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Hardjowigeno, 2007). KTK memiliki peranan penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Kation yang terjerap umumnya tersedia bagi tanaman melalui pertukaran dengan ion H + yang dihasilkan oleh respirasi akar tanaman. Hara yang ditambahkan kedalam tanah dalam bentuk pupuk akan ditahan oleh permukaan koloid untuk sementara waktu terhindar pari pencucian. Kation-kation yang dapat mencemari air tanah dapat tersaring oleh kegiatan jerapan koloid tanah. (Hardjowigeno, 2007) Karena adanya muatan tergantung pH pada tanah, maka dalam menentukan KTK harus didasarkan pada pH larutan yang telah ditentukan. Dengan metode ekstraksi menggunakan amounium asetat yang disangga pada pH
9
7, maka pada tanah yang memiliki pH kurang dari 7 akan didapatkan nilai KT K yang lebih besar dari nilai yang sebenarnya (Hardjowigeno, 2007). Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK lebih tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripa da tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation baca, Ca, Mg, K, dan Na dapat meningkatkan kesuburan tanah., tetapi bila didominasi oleh kation asam, Al, H dapat mengurangi kesuburan tanah (Hardjowigeno, 2007). Kation yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat dibedakan menjadi kation-kation basa dan kation-kation asam. Termasuk kation basa adalah Ca ++, Mg++, K+, dan Na +. Termasuk kation asam adalah H + dan Al+++. (Hardjowigeno, 2007). Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation -kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kationkation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman . Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Di samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 2007).
2.8
Unsur Mikro (Fe, Cu, Mn, Zn) Salah satu sifat umum dari unsur mikro ialah bahwa mereka diperlukan
dalam jumlah yang sedikit dan dapat merusak bila dijumpai dalam jumlah banyak. pengendalian terhadap jumlah yang diberikan sebagai pupuk perlu dilakukan mengingat keseimbangan unsur hara secara menyeluruh (Soepardi. 1983).
10
Besi merupakan bagian dari grup prostetik dengan bobot molekul rendah atau bagian integral dari protein. Grup prostetik yang mengandung besi ialah porifin besi seperti sitokrom, katalase, peroksidase, dan dehidrogenase. Non hem-protein besi meliputi feredoksin dan enzim besi mitokondria. Sitokrom dan mitokondria berperan dalam transfer elektron. Besi dapat pula berperan sebagai kofaktor dari berbagai enzim, tetapi jarang sekali mempunyai kekhususan tertentu. Sebagian besar dar i besi daun dijumpai sebagai bagian kloroplas dan besi sangat essensial dalam pembentukan klorofil (Soepardi. 1983). Mangan berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim, diantaranya enzim pentransfer-fosfat dan enzim dalam lingkar Kreb. Kekurangan manga n akan mengganggu pernafasan tanaman mengingat peranannya dalam lingkar Kreb. Mangan juga merupakan bagian penting dari kloroplas dan turut dalam reaksi yang menghasilkan oksigen. kekurangan unsur ini akan mempengaruhi susunan kloroplas. Kepekatan mangan y ang tinggi dapat menimbulkan kekurangan besi dalam tanaman (Soepardi. 1983). Seng merupakan penyusun dari berbagai enzim -logam meliputi dehidrogenase, diantaranya dehidrogenase alkohol dan laktat. Seng juga berfungsi sebagai kofaktor tetapi tidak mempunyai kekhususan yang tinggi. Kekurangan seng menyebabkan pertumbuhan secara drasti s terganggu, daun mengecil dan ruas tanaman memendek. Kegiatan auksin dan asam indolasetat sangat dipengaruhi oleh seng. Sintesis protein yang dibantu oleh asam ribonukleat dikendalikan oleh kepekatan seng dalam tubuh tanaman (Soepardi. 1983). Tembaga merupakan penyusun dari berbagai enzim, meliputi, asam askorbik oksidase, fenolase, lakase, sitokrom oksidase, dan lain -lain. Tembaga juga merupakan kofaktor dari berbagai enzim, tet api tidak memiliki kekhususan yang
tinggi.
Kekurangan
nitrogen
mengganggu
sintesis
protein
dan
menyebabkan senyawa-nitrogen larut meningkat. Kepekatan gula -reduksi pada tanaman yang kekurangan tembaga adalah rendah, sedangkan kadar asam organiknya tinggi (Soepardi. 1983). Sumber mikro yang utama adalah bahan induk dan bahaan organik tanah. Pengaruh bahan induk terhadap unsur mikro mungkin lebih besar daripada
11
terhadap unsur makro. Besi, mangan, seng, dan tembaga dijumpai sebagai senyawa oksida, sulfida, dan silikat dalam tanah. Pada bahan organik, pelapukan bahan organik dapat membebaskan sebagian, meskipun unsur -unsru tersebut tidak segera tersedia (Soepardi. 1983). Keadaan-keadaan dimana unsur mikro dapat membatasi pertumbuhan tanaman ialah : (a) tanah pas ir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian hebat, (b) tanah organik, (c) tanah ber -pH tinggi, dan (d) tanah yang terus ditanami dan dipupuk berat dengan unsur makro (Soepardi. 1983). Pengaruh tanah terhadap keempat unsur mikro (besi, tembaga, seng, da n mangan) berbeda-beda. Akan tetapi faktor tanah tertentu cenderung mempunyai pengaruh umum yang sama terhadap ketersediaan keempat unsur mikro tersebut. Kation unsur mikro dalam keadaan masam sangat larut dan tersedia bagi tanaman. Kenaikan pH menyebabkan bentuk ion dari kation unsur mikro berubah menjadi bentuk-bentuk hidroksida atau oksida. Besi, mangan, dan tembaga dapat dijumpai dalam beberapa tingkat oksidasi. Pada tanah yang teroksidasi buruk, sering mengandung besi dan mangan dalam jumlah beracun. Pemupukan fosfor dalam jumlah banyak dapat merugikan suplai dari beberapa unsur mikro. Serapan bei dan seng sangat terganggu bila fosfor berlebihan dijumpai didalam tanah. Adanya kombinasi organik juga dapat mengurangi ketersediaan unsur mikro. Pada tanah b erkadar organik tinggi, dapat terjadi pengikatan unsur mikro oleh bahan organik. Reaksi yang terjadi antara bahan organik dengan kation unsur mikro tersebut memungkinkan kita membuat senyawa sintetik yang disebut dengan kelat ( chelates) (Soepardi. 1983).
2.9.
Kemantapan Agregat Tanah Tanah memiliki kerawanan terhadap gaya perusak dari luar. Stabilitas
agregat adalah ukuran dari kerawanan tersebut. Secara lebih khusus, hal tersebut menyatakan ketahanan tanah terhadap perusakan bila dikenakan proses -proses yang bersifat merusak. Karena r eaksi tanah terhadap gaya yang bekerja padanya, tidak hanya tergantung pada tanah itu sendiri, tetapi juga sebagian besar terhadap kondisi dan cara gaya-gaya tersebut diberikan. Stabilitas agregat tidak dapat
12
diukur secara pasti. Hal tersebut bersifat rela tif, dan kadang-kadang merupakan onsep bersifat subyektif. (Hilel, 1982) Pembentukan agregat tergantung pada terdapatnya butir -butir primer yang dapat beragregasi, pengumpulan dan penjojotan butir -butir tanah, serta sementasi dari bahan-bahan yang menggumpal menjadi agregat yang stabil. Analisis agregat dapat dilakukan terhadap distribusi dan kemantapan agregat, yang dapat dipakai dalam penilaian struktur tanah. Kemantapan agregat adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya penghancuran agregat tersebut. (Sitorus, et al).