Ukuran Partikel dan Karakteristik Tanah yang Berkembang dari Tailing di Area Pengendapan Tailing ModADA (Particle Sizes and Characteristics of Soils Developed from Tailing on Deposited Area - ModADA) Sartji Taberima1, Budi Mulyanto2, Sudarsono2, Basuki Sumawinata2, Yahya A. Husin3
ABSTRACT Tailings are residue of mining material after separation of valuable substances such as copper, gold and silver elements. Separation of these elements involves crushing of parent material to become fine particles and separation of the precious elements by flotation technique. Total amount of tailings produced by PT Freeport Indonesia from Grasberg mining area in Timika are about 230 000 tons/day. These tailings are transported and deposited in the lowlands of Timika, Papua and confined in the two levees i.e East Levee and West Levee called as ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area). The main objectives of this research were to study the morphological, physical, chemical, and mineralogical characteristics of soil developed on this tailing. The representative sampling location of soils were chosen based on differences in tailings particle size distribution from north to south around Mile 28 21 of ModADA. Results of the research showed that based on the morphological characteristics, tailings were still under development stage to become soil. It were indicated by soil structure development with ochric epipedon on surface horizons without diagnostic subsurface horizons. At the moment, tailings soil development was not maximum yet and tailings soil were classified as Entisols. The mineralogical analysis showed that quartz mineral is the dominant, and feldspar mineral is the second, whereas clay mineral contents are very low. The chemical analysis of soils are characterized by very low of total N (< 0.02%), low to medium of CEC ( 20 me/100g) and C-organic (0.1 - 2%). While pH value is about 7 - 8, that caused low availability of some macro nutrients, but the other nutrients such as Cu2+ is high which about 300 mg/kg as well as Ca2+ > 20 me/100g. These nutrients have tendency to increase on tailings area with fine particle characteristic. Key Words : particle size, soil characterictic, tailing ModADA
PENDAHULUAN Bijih tambang di PT Freeport Indonesia (PTFI), Kabupaten Mimika - Papua berupa batuan yang mengandung emas, tembaga, dan perak. Selain itu terkandung juga mineral-mineral sulfida di antaranya pirit (FeS), kalkopirit (CuFeS2), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), dan digenit (Cu2S) (PTFI, 1997). Untuk melepaskan logamlogam ini dilakukan pengolahan secara mekanis dengan menghancurkan batuan tersebut. Limbah yang disebut dengan tailing berjumlah sekitar 96 - 97% dari batuan yang ditambang, kemudian dibuang dari dataran tinggi 2800 m dari permukaan laut melalui sistem sungai Aghawagon - Otomona - Ajkwa dan mengalir secara gravitasi ke dataran rendah untuk selanjutnya diendapkan di Area Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi (ModADA) di dalam Tanggul Barat - Tanggul Timur. PTFI (2006, 2007) melaporkan bahwa jumlah tailing yang dibuang ke area pengendapan tailing ModADA sekitar 230.000 ton/hari. Pembuangan di ModADA pada sistem sungai ini menyebabkan tertutupnya ekosistem, sehingga karakteristik lahannya berubah. 1. Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Partanian dan Teknologi UNIPA, Manokwari. 2. Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. 3. Direktur PT ERM Indonesia, Jakarta.
1
Selain masalah fisik yang ditimbulkan tailing, masalah kimia berupa potensi kemasaman karena oksidasi mineral-mineral sulfida, walaupun telah dinetralisasi namun masih tetap akan muncul. Untuk mengantisipasi oksidasi mineral-mineral sulfida ini, maka sifat geokimia tailing sebelum memasuki ModADA telah dipertahankan agar memiliki kemampuan menetralkan asam (Acid Neutralizing Capacity) 1.5 kali lebih besar dari kemampuan membentuk asam (Maximum Potential Acidity) (PTFI, 2007). Proses ini dilakukan dengan menambahkan bahan kapur CaO dan CaCO3, sehingga nilai pH tailing stabil sekitar 7 - 8. Nilai pH ini mengkondisikan pengendapan unsur mikro dalam bentuk senyawa hidroksida yang tidak larut. Pada sebagian dari area pengendapan tailing yang sudah tidak aktif sekitar 20 tahun seluas 1500 Ha, saat ini telah berfungsi sebagai Area Suksesi dan Area Reklamasi. Kedua area ini berada di sebelah barat dari Tanggul Barat, ModADA memiliki penyebaran ukuran partikel dari utara ke selatan yang berubah secara gradual dari kasar, medium sampai halus. PTFI (1998) membagi ukuran partikel tailing menjadi 4 kelompok, yaitu : kasar (> 175 µ), medium (175 - 150 µ), halus (38 75 µ), dan sangat halus (< 38 µ). Sejalan dengan bertambahnya waktu, maka area pengendapan tailing di ModADA akan berkembang menjadi tanah. Tanah yang terbentuk dari tailing akan memiliki karakteristik yang sangat spesifik dan berbeda dari tanah mineral secara alami. Oleh karenanya penelitian ini difokuskan pada karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan perbedaan ukuran partikel. METODE PENELITIAN Penelitian difokuskan di Area Suksesi dan Area Reklamasi di area tailing tidak aktif, ModADA yang terletak di antara Tanggul Barat dan Tanggul Timur dengan luas sekitar 1500 Ha (Gambar 1). Lokasi ini telah berakhir masa pengendapan tailingnya sekitar 20 tahun yang lalu. Tahapan penelitian meliputi karakterisasi tanah, pengambilan contoh tanah, analisis contoh tanah di laboratorium, dan analisis data. Sebelum melakukan karakterisasi tanah, dilakukan pemilihan lokasi untuk menentukan letak profil pewakil dan pengambilan contoh berdasarkan kelas ukuran partikel tailing. Berdasarkan pembagian kelas ukuran partikel tailing di ModADA (Utara - Selatan atau Hulu - Hilir), maka Area Suksesi diwakili oleh partikel berpasir, berdebu kasar, dan berlempung halus, masing-masing pada profil tanah pewakil PS-1, PS-2, dan PS-5. Area Reklamasi diwakili oleh partikel berpasir, berlempung kasar, dan berdebu kasar, masing-masing pada profil tanah pewakil I/PR-4, I/PR-8, V/PR-3, VI/PR-7 dan Mile 21, serta VI/PR-10 dan Mile 21.5 (Gambar 1). Pada tahap selanjutnya dilakukan : a. Pembuatan profil-profil tanah pewakil di Area Suksesi dan Area Reklamasi pada kedalaman 0 - 200 cm (1 m x 1.5 m x 1.5 - 2 m); b. Deskripsi morfologi tanah dari horison-horison profil tanah pewakil; c. Pengambilan contoh dari masing-masing lapisan/horison profil tanah pewakil.
2
Analisis laboratorium pada contoh tanah meliputi sifat fisik, kimia, dan mineralogi. Sifat kimia yang diteliti adalah, pH H2O, N-total (Kjeldahl), C-organik (Walkley & Black), kation-kation basa Ca, Mg, K, Na, dan KTK (NH4OAc, pH 7), serta unsur-unsur mikro Fe, Mn, Cu, Zn (ekstrak DTPA), sedangkan sifat fisik berupa tekstur (Laser) dan struktur, serta sifat mineralogi yang dianalisis berupa mineral primer dan mineral sekunder dari bulk sample (XRD). Prosedur standar untuk metode kuantifikasi XRD berdasarkan peak height normalization. Jenis analisis dan metode analisis dilakukan sesuai dengan metode analisis di Laboratorium Lingkungan Timika PTFI, Laboratorium Metalurgi Mile 74 PTFI, Laboratorium Belle Chase New Orleans USA, dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB Bogor. Analisis dan interpretasi data dilakukan secara tabulasi dan pembuatan grafik untuk mempelajari karakteristik tanah yang terbentuk dari tailing pada setiap profil tanah pewakil.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi dan Fisik Tanah Tanah yang terbentuk dari tailing umumnya belum memperlihatkan perkembangan. Perkembangan struktur tanah pada horison-horison permukaan ditemukan di area ModADA yang mempunyai partikel berlempung kasar dan berdebu kasar, karena memiliki kandungan partikel halus dan bahan organik relatif lebih tinggi sebagai hasil akumulasi vegetasi yang tumbuh di atasnya. Namun perkembangan struktur tanah belum terlihat pada horison-horison di bawahnya. Di Area Suksesi, ModADA yang memiliki kedalaman air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah dan partikel berdebu kasar (PS-2), tanah yang terbentuk telah menunjukkan perkembangan struktur lemah dan remah pada horison permukaannya, sedangkan horison di bawahnya belum terbentuk struktur. Perkembangan horison permukaan relatif baik dikarenakan area ini didominasi oleh Phragmites karka dengan perakaran yang sangat banyak, sehingga dapat menahan partikel halus tailing. Phragmites karka merupakan rumput pionir di Area Suksesi ModADA dan toleran terhadap kondisi lahan tergenang. Keberadaan vegetasi ini dapat menciptakan kondisi iklim mikro tanah lebih baik, meningkatkan bahan organik tanah dan pengambilan unsur hara esensial oleh tanaman (Husin et al., 2005), sehingga meningkatkan KTK dan perkembangan struktur tanah lebih baik. Di Area Reklamasi, ModADA memiliki kedalaman air tanah kurang dari 100 cm dari permukaan tanah, tanah yang terbentuk di bagian utara ini masih didominasi partikel berpasir, kecuali ke arah selatan ModADA. Tanah pada bagian selatan didominasi oleh partikel berlempung kasar hingga berdebu kasar dengan keragaman jenis vegetasi budidaya dan alami tinggi ditemukan di area-area VI/PR-7, VI/PR-10, dan Mile 21.5 dan telah memperlihatkan perkembangan struktur lemah pada horison-horison permukaannya. Meskipun perkembangan struktur hanya di permukaan dan masih lemah, namun pembentukan struktur tanah ini telah menandakan bahwa proses pedogenesis telah dimulai. Hal ini terjadi karena proses interaksi tailing dengan faktor pembentuk tanah seperti faktor-faktor iklim dan bahan organik telah terjadi. Tanah yang terbentuk dari sisa tambang mempunyai perbedaan nyata pada kenampakan morfologi, karena tanah ini merupakan tanah muda yang terbentuk dari campuran fragmen batuan pasir, debu, dan sedikit liat secara heterogen dengan perkembangan lapisan/horisonnya lebih dipengaruhi oleh kontrol manusia daripada proses-proses alami (Schafer et al., 1980). Berdasarkan karakteristik morfologi dan fisik tanah di area ModADA, maka horison penciri atas digolongkan sebagai okhrik, sementara horison bawah penciri belum terbentuk. Tanah-tanah semacam ini menurut Soil Taksonomi termasuk ordo Entisol (Soil Survey Staff, 1999). Lebih lanjut di Area Suksesi pada tingkat famili diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquent, dengan ukuran partikel berpasir (PS-1), berdebu kasar (PS-2), dan berlempung halus (PS-5), serta memiliki kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik. Area Reklamasi diklasifikasikan sebagai Typic Udorthent dan berpasir (I/PR-4 dan V/PR-3), Aquic Udorthent dan berpasir (I/PR-8), Aquic Udorthent dan berlempung kasar (VI/PR-7), Typic Epiaquent dan berlempung kasar (Mile 21), Aquic Udorthent dan berdebu kasar (VI/PR-10), Typic Epiaquent dan berdebu kasar (Mile 21.5), serta memiliki kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik. 4
Karakteristik Mineralogi Tanah Berdasarkan karakteristik mineralogi, tanah yang terbentuk dari tailing di area ModADA relatif masih memperlihatkan kemiripan karakteristik jenis mineral dengan tailing Mile 74 sebelum memasuki ModADA. Hasil analisis XRD dari contoh bubuk halus tailing (< 50 m) yang keluar dari pabrik pengolahan dan yang mengendap di ModADA dalam bulan Januari - Mei 2002 menunjukkan bahwa mineral fraksi pasir dominan adalah kuarsa, disusul albit dan ortoklas, sedangkan kalsit, magnetit, kaolinit, biotit, muskovit, plogopit, klorit, dan pirit sangat rendah (Spera, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mineral yang mengalami peningkatan setelah memasuki area ModADA adalah kuarsa. Mineral kuarsa mendominasi area ModADA, disusul feldspar, piroksen, amphibol, karbonat, dan golongan mineral liat. Beberapa jenis mineral yang mengalami penurunan setelah memasuki ModADA adalah golongan sulfat, sulfida, dan mika. Tabel 1. Hasil Analisis Mineral dari Contoh bulk sample Tailing Mile 74 dan Area ModADA Komposisi Mineral Primer (%)
Tailing Mile 74
Area Suksesi, ModADA (Air Tanah Dangkal, < 50 cm) Partikel Berpasir
Partikel Berdebu Kasar
Berlempung halus
Mika (muskovit, biotit, plogopit)
23.90 35.60 0.20 0.00 0.10 4.10 4.40 2.60 6.20 5.90 14.00
25.60 45.27 0.00 7.98 0.23 3.79 0.00 0.18 0.00 6.47 7.35
42.27 29.72 0.00 5.19 0.25 3.83 0.19 0.28 0.00 4.65 9.36
Komposisi Mineral Liat (%) Illit Haloisit Kaolinit Talk Klinoklor (Klorit) Kaolinit-Montmorillonit Illit-Montmorillonit Montmorillonit Saponit/Sepiolit Total Mineral Liat :
0.00 0.00 0.30 0.10 0.80 0.40 0.30 0.90 0.10 3.00
0.00 0.00 0.00 0.05 1.32 0.00 0.99 0.78 0.00 3.14
100.00 10.6
Kuarsa, SiO2 Feldspar, (Na,K,Ca)AlSi3O8 Andalusit/Silimanit, Al2SiO5 Piroksen (augit, diopsid), Ca(Mg,Fe)Si2O6 Amphibol/Serpentin Karbonat (kalsium, dolomit), CaCO3/Ca,Mg(CO3)2
Sulfat (anhidrit, gipsum), CaSO4.2H2O Fe-Sulfida (pirit & markasit), FeS2 Cu-Sulfida (kalkopirit, kovelit, bornit) Fe-Oksida (mag, hem, gut), Fe3O4, Fe2O3, FeOOH
Total Mineral Primer dan Liat : pH H2O
Partikel
Area Reklamasi, ModADA (Air Tanah Dalam, 100 cm) Partikel Berpasir
Partikel Berlempung Kasar
Partikel Berdebu Kasar
44.40 28.12 0.00 2.45 0.37 4.99 0.10 0.00 0.00 2.49 7.26
44.12 25.42 0.00 6.98 0.57 4.76 0.12 0.23 0.00 7.14 8.36
48.17 33.10 0.00 0.55 0.36 1.81 0.40 0.41 0.00 5.27 7.25
45.59 21.46 0.00 3.13 0.37 13.74 0.33 0.19 0.00 1.72 7.85
0.18 0.00 0.00 0.06 2.32 0.00 0.36 1.32 0.00 4.24
1.02 0.11 0.00 0.07 3.79 0.66 0.13 4.05 0.00 9.83
0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 0.14 0.09 0.93 0.12 2.39
0.39 0.00 0.00 0.00 1.11 0.13 0.12 0.78 0.16 2.69
1.19 0.00 0.00 0.04 3.19 0.00 0.30 0.90 0.00 5.62
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
8.29
7.73 -7.23
7.57
7.81
6.73
7.91
Keterangan : - Data Tailing Mile 74 diperoleh dari Lab. Mineralogy Belle Chasse, New Orleans USA (CTI, 10 Juli 2006). - Nilai pH Tailing Mile 74 diperoleh dari Concentrator Mill, PTFI Timika (28 Nopember 2007). - Data Area Suksesi dan Area Reklamasi diwakili oleh masing-masing Profil Tanah Pewakil yang diteliti di Area ModADA.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis mineral yang meningkat presentasenya adalah kuarsa, piroksen, amphibol, karbonat, dan mineral liat. Mineral kuarsa meningkat pesat di ModADA dari 23.90% menjadi sekitar 41.69%, piroksen dari 0% menjadi sekitar 4.38%, amphibol dari 0.10% menjadi 0.36%, karbonat dari 4.10% menjadi 5.49%, sementara itu golongan mineral liat dari 3% menjadi 4.65%. Beberapa mineral yang menurun presentasenya adalah golongan sulfat dari 4.40% menjadi 0.23%, sulfida dari 8.8% menjadi 0%, dan mika dari 14% menjadi 7.91%.
5
Mineral golongan kuarsa ditemukan lebih tinggi dibandingkan kelompok mineral lainnya di ModADA. Hal ini dikarenakan kandungan kuarsa pada kompleks batuan induk Grasberg sangat tinggi, yaitu 61.41% (MacDonald dan Arnold, 1994). Mineral golongan sulfida merupakan mineral yang ditambang untuk mendapatkan tembaga dan emas. Penurunan cukup drastis terjadi oleh karena mineral sulfida stabil dalam kondisi reduktif saat berada dalam sedimen pada formasi batuan yang ditambang, kemudian menjadi metastabil akibat oksidasi pada saat tertransportasikan dari processing plant ke ModADA. Proses oksidasi mineral sulfida menyebabkan produksi hidronium yang memasamkan lingkungan dan kemudian dinetralkan dengan CaCO3 maupun CaO. Mineral karbonat ini mudah larut ketika pH rendah. Proses ini menghasilkan keseimbangan sementara pada pH 6.73 - 8.29. Nilai pH tanah 7 - 8 umumnya berasal dari penambahan CaCO3 (Lindsay, 1979). Sementara penurunan mineral golongan mika terjadi karena proses transformasi, yaitu ukuran partikel menjadi lebih kecil yang dilanjutkan dengan proses pelarutan beberapa unsur yang dikandungnya, sehingga tertransformasi menjadi mineral liat sekunder. Jenis mineral liat klorit, illit, dan montmorillonit terlihat meningkat di Area Suksesi maupun di Area Reklamasi pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar. Mika sering terdapat di dalam tanah sebagai komponen dari partikel tanah karena proses transformasi menjadi mineral 2:1 yang sebelumnya membentuk mineral-mineral interstratifikasi, seperti mika-vermikulit, mika-smektit, dan mika-klorit (Fanning et al., 1989). Namun demikian mineralmineral liat ini belum menunjukkan hasil yang nyata sebagai proses pelapukan mineral primer menjadi mineral sekunder untuk perkembangan tanah secara maksimal. Hal ini dikarenakan proses pelapukan mineral primer masih sedang berjalan, terutama mineral feldspar yang ditemukan sebagai mineral tertinggi kedua setelah mineral kuarsa di ModADA. Mineral feldspar mempunyai presentase kedua tertinggi, yaitu 21.46% 45.27% setelah kuarsa, yaitu 25.60% - 48.17% di ModADA. Golongan mineral feldspar ditemukan mengalami penurunan persentase drastis pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar daripada yang ditemukan pada partikel berpasir. Hal ini terjadi karena perubahan ukuran partikel kasar menjadi halus akibat pelapukan fisik, sehingga pelapukan mineral mudah lapuk seperti feldspar lebih intensif. Feldspar (K, Na, Ca AlSi3O8) merupakan kelompok mineral pembentuk batuan terpenting dari senyawa silikat aluminium dengan satu atau lebih kation-kation Na, K, dan Ca (Huang, 1989). Keberadaan kation-kation ini menyebabkan feldspar termasuk mineral mudah lapuk. Berbeda dengan kuarsa merupakan mineral sukar lapuk dari golongan tektosilikat (Drees et al., 1989), sementara mineral lainnya merupakan golongan inosilikat (Tan, 1992) yang meskipun lebih mudah lapuk, namun masih relatif sukar lapuk jika dibandingkan dengan mineral golongan sulfida. Karakteristik Kimia Tanah Berdasarkan karakteristik kimia tanah di area ModADA mengandung unsurunsur makro yang rendah, sementara beberapa kation basa dan unsur mikro relatif meningkat pada kisaran pH netral hingga alkali. Nilai pH berkisar 7 - 8 menyebabkan ketersediaan unsur makro (N, K) dan beberapa unsur mikro menjadi rendah (Husin dan Susetyo, 1999; Havlin et al., 1999).
6
Kation-kation Basa Penyebaran kation-kation basa (Ca2+, Mg2+, K+, Na+) di ModADA lebih didominasi Ca2+ dibandingkan kation basa lainnya. Konsentrasi Ca2+ ditemukan bervariasi dari rendah hingga tinggi pada sebagian besar horison, disusul Mg2+, Na+, dan K+ pada konsentrasi lebih rendah. Sumber Ca adalah berasal dari bahan kapur CaO dan CaCO3 yang ditambahkan pada proses pemisahan bijih di Mile 74. Bahan kapur ini terikut dari dataran tinggi dengan tailing yang dialirkan ke dataran rendah ModADA, yang pelarutannya menyebabkan tailing memiliki konsentrasi Ca2+ sangat tinggi dan bervariasi terhadap kedalaman horison, serta lebih tinggi dibandingkan kation basa lainnya. Di Area Suksesi, Ca2+ lebih rendah ditemukan di bagian utara, kemudian meningkat ke arah selatan ModADA. Konsentrasi Ca2+ rendah hingga sedang (2.676.61 me/100g) ditemukan pada partikel berpasir PS-1, kemudian meningkat dari rendah hingga sangat tinggi pada partikel berdebu kasar PS-2 (2.65-26.29 me/100g) dan partikel berlempung halus PS-5 (12.65-20.50 me/100g) (Gambar 2a). Konsentrasi Ca2+ ditemukan lebih tinggi daripada kation yang dapat dijerap oleh tanah pada nilai KTK 20 me/100g. Hal ini terjadi karena Ca yang terlarut selain berasal dari Ca-dd, juga berasal dari Ca2+ bebas di dalam larutan tanah akibat pelarutan kapur yang ditambahkan sebelum tailing memasuki ModADA. Dampak dari penambahan kapur ini menyebabkan Ca2+ yang terlarut bebas lebih tinggi daripada Ca-dd sesungguhnya yang terukur dan yang terjerap oleh koloid tanah. Fenomena Ca2+ bebas yang over estimated di dalam larutan tanah umumnya ditemukan juga pada tanah-tanah pertanian yang sering diberi pengapuran. PS-1
PS-2
Kation-kation Basa (me/100 g) 0
1
2
3
4
5
6
7
Kation-kation Basa (me/100 g) 8
9
10
0
10
15
20
25
30
35
Ag
Ag
Ag2
Horison
ACg
Horison
5
ACg2
ACg ACg2
ACg3 ACg3
ACg4
Ca Mg K Na
Ca Mg K Na
ACg4
PS-5 Kation-kation Basa (me/100 g) 0
5
10
15
20
25
Horison
Ag
Ag2
ACg
ACg2
Ca Mg K Na
Gambar 2a. Jumlah Kation Basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) pada Profil Pewakil PS-1, PS-2, PS-5 di Area Suksesi, ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2), Berlempung Halus (PS-5)
7
Di Area Reklamasi, konsentrasi Ca2+ sangat rendah hingga rendah di bagian utara, kemudian meningkat dari rendah hingga sangat tinggi pada beberapa horison di bagian selatan ModADA. Konsentrasi Ca2+ < 20 me/100g ditemukan pada sebagian besar profil tanah pewakil yang memiliki partikel berpasir dan berlempung kasar, kemudian meningkat > 20 me/100g pada partikel berdebu kasar dan berlempung kasar di bagian selatan ModADA pada VI/PR-10 (horison C4 : 22.81 me/100g), Mile 21.5 (horison Cg4 : 63.88 me/100g), dan Mile 21 (horison AC : 26.92 me/100g). Fenomena peningkatan konsentrasi Ca2+ ditemukan seperti di Area Suksesi, dimana konsentrasi Ca2+ tinggi hingga sangat tinggi, karena sebagian besar Ca2+ yang terlarut berasal dari pelarutan CaO maupun CaCO3 untuk menetralkan pH akibat oksidasi mineral sulfida, terutama pada horison permukaan dari partikel berpasir (Gambar 2b). Kondisi oksidatif ini umumnya lebih intensif ditemukan pada horison permukaan, karena terjadi kontak dengan O2.
1
2
I/PR-8 Kation-kation Basa (me/100 g)
3
4
5
6
7
8
9
0
Ap
A
AC
AC
C
C
C2
C2
C3
C3
Horison
Horison
0
I/PR-4 Kation-kation Basa (me/100 g)
C4 C5 C6
C9
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
C4 C5 C6
C7 C8
1
C7
Ca Mg K Na
Cg Cg2
Ca Mg K Na
Gambar 2b. Jumlah Kation Basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4 dan I/PR-8)
Dampak dari pelarutan Ca2+ bebas ini menyebabkan konsentrasi Ca2+ meningkat hingga sangat tinggi yang ditemukan juga pada horison bawah. Kation Ca lebih tinggi pada horison bawah, karena partikel tailing di bagian utara umumnya lepas (berpasir) dan tidak memiliki sifat koloid, sehingga mudah tercuci dari horison permukaan dan kemudian tertahan pada horison bawah yang lebih padat dan massive. Selain itu karena bahan induk tailing didominasi Ca sangat tinggi, sehingga pada setiap horison ditemukan konsentrasi Ca2+ tinggi-sangat tinggi. Chapman (1975) melaporkan bahwa Ca2+ berlebihan karena tanah mengandung kalsium karbonat atau garam-garam kalsium terlarut. Konsentrasi Ca2+ tinggi di ModADA yang didominasi partikel berdebu kasar pada horison bawah (Gambar 2d), disusul partikel berlempung kasar (Gambar 2c) dan partikel berpasir (Gambar 2b). Kondisi ini menunjukkan bahwa pencucian kation basa lebih intensif pada partikel berpasir dibandingkan partikel berlempung maupun berdebu. Hal ini terjadi karena partikel pasir tidak dapat menahan kation-kation, karena tidak memiliki sifat koloid (Tan, 1992). Drosdoff dan Lagasse (1950) melaporkan juga bahwa defisiensi kalsium (Ca) lebih sering terjadi pada tanah berpasir di Florida. Selain itu pada partikel berpasir memiliki kandungan C-organik yang rendah. Dengan demikian KTK tanah ini juga rendah.
8
VI/PR-7 Kation-kation Basa (me/100 g) 2
4
6
8
10
12
14
16
Ap A2 A3 AC AC2 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg
18
20
0
5
10
15
20
25
30
A
AC
Horison
Horison
0
Mile 21 Kation-kation Basa (me/100 g)
C
Cg
Ca Mg K Na
Ca Mg K Na
Cg2
Gambar 2c. Jumlah Kation Basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21.5)
0
5
VI/PR-10
Mile 21.5
Kation-kation Basa (me/100 g)
Kation-kation Basa (me/100 g)
10
15
20
25
0
30
Ap
10
20
30
40
50
60
70
80
90
A
AC
AC
AC2
ACg
Horison
Horison
AC3 AC4 AC5 C
C3
Cg
Cg2 Cg3
C2
C4
Cg
Ca Mg K Na
Cg4 Cg5
Ca Mg K Na
Gambar 2d. Jumlah Kation Basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, Na) pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA; Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5)
Unsur-unsur Mikro Hasil analisis unsur mikro terekstrak DTPA di ModADA menunjukkan bahwa Cu tertinggi, disusul Fe2+ (Fe3+), Mn2+, dan Zn2+. Meningkatnya konsentrasi Cu2+ bervariasi pada setiap horison. Pada beberapa profil tanah pewakil ditemukan konsentrasi Cu2+ lebih tinggi pada horison bawah. Di Area Suksesi, Cu2+ cenderung meningkat menurut kedalaman horison yang terjadi karena pelarutan mineral Cu-sulfida dari tailing setelah proses pemisahan bijih, sehingga Cu2+ meningkat. Hal ini terjadi karena selama tailing dialirkan dari dataran tinggi Mile 74 memasuki dataran rendah ModADA telah terjadi penurunan pH dari 10.6 menjadi 6.73 - 8.29 (Tabel 1) yang menyebabkan pelarutan Cu2+ meningkat di ModADA. Pada profil PS-2 ditemukan Cu2+ sangat tinggi, yaitu 1009.66 mg/kg pada horison permukaan Ag, namun kemudian menurun menurut kedalaman horison. Konsentrasi Cu2+ sangat tinggi, yaitu 1009.66 mg/kg pada horison permukaan (PS-2) dengan kandungan bahan organik 4.36% dan pH 7.24. Kondisi ini mengindikasikan peningkatan bahan organik berpengaruh terhadap kelarutan Cu2+, karena pH menurun. Kemungkinan lainnya Cu2+ tinggi karena oksidasi bahan sulfidik melalui perakaran Phragmites karka yang berfungsi menyediakan O2 dalam kondisi 2+
9
air tanah dangkal. Total S juga ditemukan meningkat menurut kedalaman horison hingga > 1% pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus. Selanjutnya Cu2+ meningkat lagi pada horison-horison bawah ke arah selatan ModADA, seperti ditemukan pada profil PS-5 (horison ACg2 : 800 mg/kg) (Gambar 3a). Konsentrasi Cu2+ ditemukan tinggi pada sebagian besar horison di Area Suksesi. Hal ini terjadi karena sejak awal tailing mengandung kelompok mineral sulfida yang didominasi Cu. Dalam PTFI (1997) dikatakan bahwa tailing mengandung mineral sulfida yang berasal dari kalkopirit (34.6 % Cu), kovelit (6.4 % Cu), bornit (63.3 % Cu), dan digenit (79.8 % Cu).
0
50
PS-1
PS-2
Unsur Mikro Tersedia (ppm)
Unsur Mikro Tersedia (ppm)
100
150
200
250
300
350
0
200
300
400
500
600
700
800
900 1000 1100
Ag
Ag
Ag2
Horison
ACg
Horison
100
ACg2
ACg ACg2
ACg3 ACg3
Fe Mn Cu Zn
ACg4
Fe Mn Cu Zn
ACg4
PS-5 Unsur Mikro Tersedia (ppm) 0
200
400
600
800
1000
Horison
Ag
Ag2
ACg
ACg2
Fe Mn Cu Zn
Gambar 3a. Kandungan Fe, Mn, Cu, Zn tersedia pada Profil Pewakil di Area Suksesi PS-1, PS-2, PS-5 ModADA Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2), Berlempung Halus (PS-5)
Sementara pelarutan Fe2+ (Fe3+) lebih teratur pada konsentrasi rendah dan hanya mengalami sedikit peningkatan menurut kedalaman horison. Rendahnya Fe di Area Suksesi terjadi karena besi dalam bentuk Fe2+ dikelat oleh bahan organik yang relatif tinggi dari serasah vegetasi pionir. Demikian pula Mn2+ dan Zn2+ relatif rendah dan hanya mengalami sedikit peningkatan menurut kedalaman horison, namun konsentrasi Fe2+ masih lebih tinggi dibandingkan Mn2+ dan Zn2+. Kondisi ini juga terjadi karena secara alami Mn2+ rendah pada tanah-tanah dengan pH tinggi, berkapur atau pengapuran berlebihan. Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa secara alami ketersediaan unsur-unsur mikro ini rendah pada pH tanah alkalin. Ketika tanah tergenang sebagian besar unsur mikro meningkat, namun tidak demikian halnya dengan Zn2+. Meningkatnya pH dan aerasi tanah terhambat secara jelas menyebabkan ketersediaan Zn rendah (Havlin et al., 1999). Oleh karenanya Zn2+ lebih rendah, yaitu 12 mg/kg pada horison-horison di Area Suksesi. 10
Di Area Reklamasi, konsentrasi Cu2+ > 300 mg/kg ditemukan pada profil tanah pewakil I/PR-4, V/PR-3, dan VI/PR-7 pada horison permukaan dan horison bawah, kemudian meningkat hingga konsentrasi Cu2+ > 300 dan 500 mg/kg pada partikel berlempung kasar (Mile 21), dan berdebu kasar (VI/PR-10, Mile 21.5) di bagian selatan ModADA. Hal ini terjadi oleh karena semakin ke arah selatan ModADA, permukaan air tanah semakin dangkal karena elevasi lahan lebih rendah, sehingga profil tanah menjadi lembab. Oleh karenanya tercipta kondisi reduktif, sehingga meningkatkan Cu2+ mudah larut. Konsentrasi Cu2+ mengalami peningkatan ke arah selatan ModADA ditemukan pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar (Gambar 3c-d). Sementara pada partikel berpasir, Cu2+ tinggi hanya ditemukan pada beberapa horison permukaan dan bawah tanah (Gambar 3b). Meningkatnya Cu2+ pada partikel berpasir juga disebabkan oleh perubahan pH yang mengalami sedikit penurunan akibat oksidasi mineral sulfida dan kandungan bahan organik yang relatif tinggi terutama pada horison permukaan. Bahan organik merupakan penyumbang ion H+ yang juga berperan menurunkan pH tanah. Ion H+ di dalam kompleks jerapan dan larutan tanah dapat menyebabkan pH menurun beberapa unit (Bohn et al., 1979). Selain itu produksi asam sulfat berpotensi menurunkan pH tanah (Dent, 1986), terutama pada horison-horison permukaan karena proses oksidasi lebih intensif. Unsur mikro Cu dapat dengan mudah mengendap atau berinteraksi dengan bahan organik atau anorganik dengan daya larut bervariasi terhadap pH (Pais dan Jones, 1997). Menurut Jones dan Jacobsen (2005), kisaran pH untuk ketersediaan Cu di dalam larutan tanah sekitar pH 5 - 7, sehingga untuk mengurangi pelarutan Cu2+ umumnya dilakukan pengapuran, penambahan pupuk P atau bahan organik. Sementara konsentrasi Fe2+ (Fe3+), Mn2+, dan Zn2+ ditemukan lebih rendah dibandingkan Cu2+. Namun Mn2+ dan Zn2+ masih memperlihat fenomena kelarutan lebih rendah dibandingkan Fe2+ seperti yang ditemukan di Area Suksesi. Konsentrasi Fe2+ (Fe3+) tertinggi, yaitu 150 mg/kg hanya ditemukan pada partikel berlempung kasar (VI/PR-7) dan berdebu kasar (Mile 21.5), masing - masing pada horison permukaan A3 dan horison bawah Cg4. Konsentrasi Fe2+ cenderung rendah karena area ini memiliki pH > 7, sehingga akan ditemukan besi dalam bentuk teroksidasi dan membentuk senyawa sukar larut seperti hidrous oksida, terutama pada horison permukaan tanah. Rendahnya Fe terlarut ini berhubungan dengan sifat Fe2+ yang mudah teroksidasi menjadi Fe3+, dan kemudian Fe3+ segera membentuk Fe(OH)3 dan Fe2O3 yang berbentuk endapan. Sementara ke arah selatan ModADA, konsentrasi Fe2+ cenderung meningkat sebagai akibat dari permukaan air tanah semakin dangkal, sehingga kondisi lahan lebih reduktif dan Fe2+ mudah larut.
11
V/PR-3
I/PR-4
Unsur Mikro Tersedia (ppm)
Unsur Mikro Tersedia (ppm) 50
100
150
200
250
300
350
400
450
0
Ap
Ap
AC
AC
C
C
C2
C2
C3
C3
Horison
Horison
0
C4 C5 C6
50
100
150
200
250
300
350
400
C4 C5 C6
C7
C7 Fe Mn Cu Zn
C8 C9
Fe Mn Cu Zn
C8 C9
Gambar 3b. Kandungan Fe, Mn, Cu, Zn tersedia pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA Partikel Berpasir (I/PR-4, V/PR-3)
50
Mile 21 Unsur Mikro Tersedia (ppm)
100
150
200
250
300
Ap A2 A3 AC AC2 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg
0
350
50
100
150
200
250
300
350
400
450
A
AC
Horison
Horison
0
VI/PR-7 Unsur Mikro Tersedia (ppm)
C
Cg Fe Mn Cu Zn
Fe Mn Cu Zn
Cg2
Gambar 3c. Kandungan Fe, Mn, Cu, Zn tersedia pada Profil Pewakil i Area Reklamasi, ModADA Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21)
0
50
100
VI/PR-10
Mile 21.5
Unsur Mikro Tersedia (ppm)
Unsur Mikro Tersedia (ppm)
150
200
250
300
350
400
450
500
0
550
Ap
Horison
Horison
400
500
600
700
ACg
AC3 AC4 AC5 C
Cg Cg2 Cg3
C2
Cg
300
AC
AC2
C4
200
A
AC
C3
100
Fe Mn Cu Zn
Cg4 Cg5
Fe Mn Cu Zn
Gambar 3d. Kandungan Fe, Mn, Cu, Zn tersedia pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5)
12
KESIMPULAN 1. Tanah yang berkembang dari tailing di ModADA telah menunjukkan adanya perkembangan struktur yang lebih baik pada horison-horison permukaan dibandingkan horison-horison di bawahnya. 2. Secara keseluruhan area pengendapan tailing di ModADA diklasifikasikan sebagai Entisol. Pada tingkat famili, Area Suksesi diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquent dengan partikel berpasir (PS-1), berdebu kasar (PS-2), dan berlempung halus (PS-5), serta kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik. Area Reklamasi diklasifikasikan sebagai Typic Udorthent dan berpasir (I/PR-4 dan V/PR-3), Aquic Udorthent dan berpasir (I/PR-8), Aquic Udorthent dan berlempung kasar (VI/PR-7), Typic Epiaquent dan berlempung kasar (Mile 21), Aquic Udorthent dan berdebu kasar (VI/PR-10), Typic Epiaquent dan berdebu kasar (Mile 21.5), serta kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik. 3. Distribusi ukuran partikel tanah secara gradual dari utara ke selatan ModADA, yaitu berpasir, berlempung kasar dan halus, serta berdebu kasar. 4. Proses pelapukan yang sedang terjadi di ModADA ditunjukkan oleh menurunnya jumlah mineral feldspar dan amphibol/piroksen; terdapatnya illit, montmorillonit, dan mineral campuran dari pelapukan mineral klorit; dan terdapatnya oksida/ hidroksida besi, terutama pada partikel berlempung kasar/halus dan berdebu kasar. 5. Konsentrasi unsur mikro yang tertinggi ditemukan di bagian selatan ModADA pada partikel berlempung halus dan berdebu kasar, berturut-turut adalah Cu > Fe > Mn > Zn, sedangkan kation basa adalah Ca > Mg > Na > K.
SARAN 1. Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal dan basah hampir sepanjang tahun, sehingga untuk tujuan reklamasi direkomendasikan membiarkan lahan ditumbuhi vegetasi secara alami. 2. Area Reklamasi di bagian utara yang didominasi partikel berpasir dan kedalaman air tanah dalam, disarankan : a. Memberi perlakuan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah; b. Memilih jenis-jenis vegetasi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan dilanjutkan dengan vegetasi hutan atau budidaya berdaun lebar; c. Menutupi area tailing dengan top soil dari tanah alami pada bagian lahan yang akan ditanami, agar kandungan liat meningkat dan terjadi ikatan antara partikel tanah alami dan partikel tailing, sehingga terbentuk struktur tanah yang kuat.
UCAPAN TERIMA KASIH Perhargaan dan terima kasih disampaikan kepada PT Freeport Indonesia untuk kesempatan dan fasilitas selama pelaksanaan penelitian di area pengendapan tailing ModADA, Timika - Papua.
13
DAFTAR PUSTAKA Bohn, H. L., Brian L. M. and George, A. O. 1979. Soil Chemistry. A Wiley Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York, Chichester, Brisbane, Toronto. Chapman, H. D. 1975. Calsium. In Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Edited by Homer D. Chapman. Dept. of Soil and Plant Nutrition, Univ. of California. Eurasia Publishing House (P) LTD. Ram Nagar, New Dehli. Dent, D. 1986. Acid sulphate soils : a baseline for research and development. Publication 39. International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI, Wageningen, The Netherlands 1986. Drees, L. R., Wilding, L. P., Smeck, N. E. and Senyaki, A. L. 1989. Silica in Soils : Quartz and Disordered Silica Polymorphs. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Drosdoff, M., and Lagasse, F. S. 1950. The effect of some magnesium and calsium fertilizers in a magnesium deficient bearing tung orchard. Proc. Amer. Soc. Hort. Sci. 56:5-11. Fanning, D. S., Keramidas, V. Z. and El-Desoky, M. A. 1989. Micas. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Havlin, J.L., Beaton, J. C., Tisdale, S. L. and Nelson, W. L. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458. Huang, P. M. 1989. Feldspar, Olivines, Pyroxenes, and Amphiboles. Saskatchewan Institute of Pedology Publication, no. R438. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Husin,Y. dan Susetyo, W. 1999. Dampak Kegiatan Pertambangan PT Freeport Indonesia Terhadap Komponen Lingkungan Biogeofisik dan Usaha-Usaha Pencegahan serta Penanggulangannya. Makalah disampaikan pada Seminar Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam Terhadap Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Irian Jaya, 15 - 16 Desember 1999. Husin,Y., Susetyo, W., Puradyatmika, P., Sarwom, R., Macpherson, J. and Chamberlain, D. 2005. Reclamation and Natural Succession in PTFI Tailings Deposition Area. Indonesian Mining Conference and Exhibition, 21-22 September 2005, Jakarta. Jones C. and Jacobsen, J. 2005. Plant Nutrition and Soil Fertility. Nutrient Management Module No. 2. Montana State University-Extention Service. Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. A Wiley Interscience Publication. John Wiley & Sons, New York - Chichester - Brisbane - Toronto. MacDonald G. D. and Arnold L. C. 1994. Geological and geochemical zoning of the Grasberg Igneous complex, Irian Jaya., Journal of Geochemical Exploration 50, Elsevier, pp 143. Pais, I. and Jones Jr, J. B. 1997. The Handbook of Trace Elements. St. Lucie Press. Boca Raton, Florida.
14
PTFI. 1997. Studi Analisis Dampak Lingkungan AMDAL Regional. Rencana Perluasan Kegiatan Penambangan Tembaga dan Emas serta Kegiatan Pendukungnya hingga Kapasitas Maksimum 300.000 ton bijih/hari di Kabupaten Mimika, Propinsi Irian Jaya. Laporan Utama PT Freeport Indonesia. Jakarta. PTFI. 1998. Rencana Tahunan Lima Tahun Pertama (1999 - 2003). Reklamasi Daerah Pengendapan Tailing. PT Freeport Indonesia. PTFI. 2006. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Triwulan kedua, April-Mei-Juni 2006. Departemen Lingkungan - PT Freeport Indonesia. Jakarta. PTFI. 2007. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Triwulan 1 Tahun 2007. Departemen Lingkungan - PT Freeport Indonesia. Jakarta. Schafer, W. M., Nielsen and Nettleton. 1980. Minesoil Genesis and Morphology in a Spoil Chronosequence in Montana. Soil Sci. Soc. Am. J. 44:802-807. Soil Survey Staff. 1999. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture (USDA). Natural Resources Conservation Service. Eighth Edition. Spera S.J. 2002. XRD Mineral Analysis 20 Tailings PT Freeport Indonesia. Crescent Technology, Inc. Belle Chasse Technical Center. Department of Petrographic Services. International Environmental, Safety, Engineering and Analytical Services New Orleans, Louisiana (Reported by S.J. Spera, unpubished). Tan, K. H. 1992. Principles of Soil Chemistry. John Wiley & Sons. New York.
E-mail sartji taberima :
[email protected]
15