3
PENGEMBANGAN METODE DESTRUKSI UNSUR TANAH JARANG DARI TAILING PASIR TIMAH PULAU BANGKA
FITRIA PRATIWI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRAK FITRIA PRATIWI. Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing Pasir Timah Pulau Bangka. Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan ALADIN SIANIPAR. Pemanfaatan tailing pasir timah secara efektif dan efisien memerlukan pengembangan metode destruksi. Metode destruksi dikembangkan dengan menggunakan NaOH pada suhu tinggi dan dilanjutkan dengan ekstraksi hidrometalurgi. Pada tahap destruksi, jumlah NaOH, suhu, dan waktu destruksi diragamkan. Kondisi optimum destruksi diperoleh pada suhu 600 ºC selama 1 jam dengan nisbah jumlah tailing pasir timah:NaOH sebesar 1:2. Pada tahap ekstraksi hidrometalurgi, jenis pelarut dipilih dan dilanjutkan dengan optimisasi volume, suhu, dan waktu. Pelarut HCl dapat melarutkan dengan sempurna tailing pasir timah hasil destruksi. Kondisi optimum untuk melarutkan 1 gram hasil destruksi dicapai pada suhu 150 ºC selama 2 jam dengan menggunakan 30 mL HCl. Dengan metode ini, unsur tanah jarang dapat larut sebanyak 90-100%. Kata kunci: destruksi, ekstraksi hidrometalurgi, unsur tanah jarang
ABSTRACT FITRIA PRATIWI. Development of Destruction Method for Rare Earth Elements from Tin Sand Tailing of Bangka Island. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and ALADIN SIANIPAR. Effective and efficien utilization of tin sand tailing requires development of destruction method. Destruction method was developed by using NaOH at high temperature and followed by hydrometallurgy extraction. At destruction stage, amount NaOH, temperature, and destrusction time were varied. An optimum destruction was obtained at 600 ºC for 1 hour with tailing:NaOH ratio of 1:2. At hydrometallurgy extraction, solvent was chosen and continued by volume, temperature, and time optimitations. HCl solvent could perfectly dissolved tin sand tailing. The Optimum condition for dissolving 1 gram solid phase from the destruction process reached at 150 ºC during 2 hours by using 30 mL HCl. With this method, rare earth elements could dissolved 90-100%. Keywords: destruction, extraction hydrometallurgy, rare earth elements
PENGEMBANGAN METODE DESTRUKSI UNSUR TANAH JARANG DARI TAILING PASIR TIMAH PULAU BANGKA
FITRIA PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul : Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing Pasir Timah Pulau Bangka Nama : Fitria Pratiwi NIM : G44070061
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Deden Saprudin, S.Si M.Si NIP. 19680518 199412 1 001
Aladin Sianipar, S.Si M.Si
Diketahui Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS. NIP 195012271976032002
Tanggal lulus :
PRAKATA Penulis panjatkan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan kasih sayang-Nya dan ilmu-Nyalah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan Metode Destruksi Unsur Tanah Jarang dari Tailing Pasir Timah Pulau Bangka” dari bulan April sampai bulan November 2011 di Laboratorium Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Pusat Survey Geologi Bandung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deden Saprudin, S.Si, M.Si selaku pembimbing pertama dan Bapak Aladin Sianipar, S.Si, M.Si selaku pembimbing kedua yang selalu memberikan motivasi, ilmu, dan doanya kepada penulis selama penelitian berlangsung sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Irfany Agustiani, S.Si dan Bapak Ir. Joko Subandrio, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Pusat Survey Geologi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suherman, Ibu Nunung, dan semua staf di Laboratorium Analitik yang telah membantu penulis dalam hal pemakaian bahan dan alat selama penelitian berlangsung di Laboratorium Analitik serta ucapan terima kasih disampaikan kepada mamah, ayah, dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang, semangat dan doanya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Bogor, November 2011
Fitria Pratiwi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, 28 Maret 1989 dari pasangan Ibu Enok Karyati, SPd dan Bapak Odjak. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Tunas Harapan Pindad Bandung pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pindad Tiga pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Tiga Puluh Bandung pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 25 Bandung pada tahun 2007 dan pada tahun tersebut penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) serta diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis selama mengikuti perkuliahan aktif mengikuti organisasi FORCES (Forum of Scientific Studies) IPB pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2008/2009, Kimia Lingkungan untuk mahasiswa Kimia pada tahun ajaran 2009/2010, Kimia Fisik untuk Program Ekstensi pada tahun ajaran 2009/2010, Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik untuk Program Ekstensi pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah menjadi tentor Kimia TPB di Lembaga Bimbingan Belajar Avogadro, di Lembaga Bimbingan External and Exchange Program International Association of Students in Agricultural Smart Course (EXPRESS), dan di organisasi FORCES pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Lapang di PT Jhonson Home Hygiene Product dari bulan Juli sampai Agustus 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix PENDAHULUAN................................................................................................................... 1 METODE .................................................................................................................................. Bahan dan Alat ............................................................................................ Lingkup Kerja .............................................................................................
2 2 2
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 4 Destruksi Tailing Pasir Timah dengan NaOH ............................................ 4 Optimisasi Waktu Destruksi ....................................................................... 7 Optimisasi Suhu Destruksi .......................................................................... 8 Optimisasi Pelarut Asam Mineral ............................................................... 9 Optimisasi Komposisi Ekstraksi Hidrometalurgi ....................................... 10 Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi .............................................. 10 Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi................................................. 11 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 12 Simpulan ..................................................................................................... 12 Saran ............................................................................................................ 12 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 14
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
Komponen Mayor dan Minor Tailing Pasir Timah Sebelum Proses destruksi 4 Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Proses Destruksi…………………….... 4 Massa Fase Padat Sebelum Destruksi dan Sesudah Destruksi ....................... 5 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Sesudah Destruksi pada 1:0,5 ......................................................................................... 5 5 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Setelah Destruksi pada 1:2 ............................................................................................ 6 6 Total Kadar Unsur Tanah Jarang pada Berbagai Perbandingan...................... 7 7 Optimisasi Waktu Destruksi pada 1 jam………………………………......... 7 8 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Sesudah Destruksi pada Waktu 1 jam………………………………………………... 7 9 Total Kadar Unsur Tanah Jarang pada Berbagai Suhu……………………… 8 10 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Destruksi dan Setelah Destruksi pada suhu Optimum 600 ºC.……................................................ 8 11 Optimisasi Pelarut Asam Mineral………………………………………….. 9 12 Optimisasi Komposisi Esktraksi Hidrometalurgi…………………………... 10 13 Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi pada 2 jam…………………... 11 14 Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi pada 150 ºC…………………... 11 15 Perubahan Kadar Unsur Tanah Jarang Sebelum Didestruksi dan Sesudah Mengalami Kelarutan menggunakan HCl………………………………….. 12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil analisis pasir timah Pulau Bangka oleh Pusat Survey Geologi ............. 15 2 Diagram alir penelitian.................................................................................... 16 3 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada optimisasi tailing massa pasir timah terhadap NaOH ..................................... 20 4 Data fase padat hasil destruksi ........................................................................ 20 5 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada optimisasi waktu destruksi……………………………………………......... 21 6 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang fosfat, dan silika pada optimisasi suhu destruksi…………............................................................. 22 7 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi pelarut asam mineral………………………............................................................. 23 8 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi komposisi ekstraksi hidrometalurgi……….………………………………. 24 9 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi waktu ekstraksi hidrometalurgi……………………............................................... 25 10 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang, data kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi suhu ekstraksi hidrometalurgi….…….. 26 11 Tabel data kelarutan unsur tanah jarang menggunakan ICP-MS………….. 27
PENDAHULUAN Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah yang terletak di pesisir timur Sumatera bagian Selatan. Timah di Pulau Bangka pertama kali ditambang tahun 1709 di Sungai Olin Toboali oleh orang Johor yang berpengalaman menambang di Semenanjung Malaka. Pada tahun 2008 terdapat bijih timah sebesar 67.824 ton (PT.Timah Persero 2008) dan untuk mendapatkan logam timahnya maka bijih timah dilebur terlebih dahulu. Hasil dari proses peleburan bijih timah menghasilkan tailing, yaitu bahan sisa yang berasal dari proses pengolahan atau pemurnian bahan galian (Tjhiaw dan Djohan 2009). Menurut Utomo (2008) tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar, sekitar 97 % dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Menurut Senaring (2011) tailing merupakan limbah dikarenakan dengan jumlah yang begitu banyak tidak dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu tailing harus dimanfaatkan dengan baik agar limbah tailing dapat dikurangi. Berdasarkan analisis oleh Pusat Survey Geologi 2011, tailing pasir timah memiliki matriks komponen mayor berupa ilmenit dan silika, sedangkan komponen minornya adalah unsur tanah jarang dalam bentuk garam fosfat (Lampiran 1). Komponen minor tailing pasir timah, yaitu unsur tanah jarang yang merupakan 15 unsur lantanida, belum dapat diolah secara optimal padahal unsur tanah jarang memiliki banyak kegunaan, yaitu sebagai semikonduktor, superkonduktor, serta laser sehingga dari tahun ke tahun unsur tanah jarang sangat dibutuhkan (El-Taher 2006), contohnya Neodimium memiliki kegunaan dalam hal peralatan rumah, seperti televisi berwarna, lampu pijar, dan lampu hemat energi, selain itu dapat dijadikan magnet permanen. Kegunaan dari unsur tanah jarang menyebabkan unsur tanah jarang menjadi unsur yang memiliki harga yang mahal. Dengan demikian diperlukan suatu metode untuk mengolah unsur tanah jarang sehingga unsur tanah jarang dapat diperoleh (Purwani 2008). Pengolahan unsur tanah jarang diawali dengan proses destruksi, yaitu suatu perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur sehingga kandungan yang terdapat di dalamnya dapat dianalisis. Metode destruksi dilakukan sebelum menganalisis unsur
tertentu dalam suatu sampel karena tidak semua metode analisis dapat digunakan secara langsung. Metode destruksi yang umum dilakukan adalah destruksi terbuka dengan teknik detruksi basah. Pada metode destruksi konvensional dengan teknik destruksi basah, pelarutan berlangsung lambat sehingga banyak pelarut yang hilang karena menguap. Karena itu, dikembangkan proses destruksi tertutup dalam bejana bom teflon yang prosesnya berlangsung pada suhu rendah dan tekanan tinggi (Mulyani 2007). Berdasarkan penelitian Mulyani (2007), destruksi dengan menggunakan bom teflon pada berbagai sampel tanah memberikan hasil analisis yang lebih tinggi dibandingkan dengan destruksi secara konvensional. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Khaldun (2009), destruksi unsur tanah jarang menggunakan bom teflon tidak memberikan hasil yang optimal karena masih terdapat 60 % unsur tanah jarang tidak terdestruksi secara sempurna. Proses destruksi unsur tanah jarang yang kurang sempurna memberikan hasil analisis unsur yang tidak optimal dan akan memengaruhi perolehan unsur tanah jarang dalam tahap pemisahan (Senovita 2008). Metode destruksi terbuka dengan teknik destruksi basah, yaitu penambahan pelarut asam kepada sampel dalam gelas kimia dapat menghasilkan proses pendestruksian yang tidak optimal dikarenakan pelarutan berlangsung lambat sehingga banyak pelarut yang hilang karena menguap (Mulyani 2007). Selain itu menurut Affandi (2000) destruksi basah pada uranium hanya menghasilkan 60 % sehingga diperlukan metode destruksi terbuka dengan teknik destruksi basa sebab destruksi basa dapat memisahkan thorium yang merupakan unsur radioaktif dari sampel monasit kemudian limbah yang dihasilkan dari basa dapat digunakan sebagai pupuk (Khaldun 2009). Metode destruksi terbuka memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan bom teflon, karena dapat digunakan pada skala laboratorium bahkan industri. Metode destruksi terbuka dapat mendestruksi sampel apapun dengan suhu berapapun, sedangkan bom teflon penggunaannya masih terbatas dalam skala laboratorium dan masih terbatas pada sampelsampel tertentu saja karena bergantung pada karakteristik sampel tersebut. Selain itu, titik leleh teflon hanya 342 ºC, padahal agar analisis unsur dalam tanah lebih mudah, senyawa dalam tanah harus diubah dahulu menjadi bentuk oksidanya dengan dilebur pada suhu 800 ºC (Mulyani 2007).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode destruksi unsur tanah jarang dari tailing pasir timah Pulau Bangka dengan sistem destruksi terbuka. Akan dilakukan optimisasi sistem leburan basa serta optimisasi sistem ekstraksi hidrometalurgi oleh asam mineral terhadap hasil destruksi leburan basa. Pendestruksian unsur tanah jarang dari tailing pasir timah menggunakan basa yang dilanjutkan dengan ekstraksi hidrometalurgi diharapkan menghasilkan unsur tanah jarang yang tinggi. Oleh karena itu, unsur tanah jarang dalam penelitian ini akan didestruksi menggunakan metode destruksi terbuka dengan teknik destruksi basa. Metode destruksi terbuka yang dimaksud adalah sistem leburan basa yang dilanjutkan dengan ekstraksi hidrometalurgi. Optimisasi massa sampel, tailing pasir timah terhadap massa basa akan dilakukan, begitu juga optimisasi suhu dan waktu proses destruksi. Pada tahap ekstraksi hidrometalurgi akan dilakukan optimisasi massa fase padat hasil destruksi terhadap asam mineral, selain dilakukan optimisasi suhu pemanasan dan waktu. Selanjutnya unsur tanah jarang dianalisis menggunakan XRF (El-Taher 2006) dan spektrometri massa-plasma gandeng induktif (ICP-MS) (Krachler et al 2002).
METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tailing pasir timah dari Pulau Bangka, polivinil alkohol, asam borat, alkohol, akuades, NaOH (p), asam mineral yang terdiri atas larutan piranha (H2SO4 98% dan H2O2 30%) 7:3, akuaregia, HNO3 65%, H2SO4 98%, dan HCl 37%. Alat-alat yang digunakan adalah XRF tipe ARL Advent+ XP, ICP-MS, cawan zirkon, tanur, hot plate, oven, alat pembuat pelet, cincin pelet, mortar, mortir, pH universal, desikator, neraca analitik, gegep, serta peralatan gelas yang dibutuhkan dalam tahap destruksi dan ekstraksi hidrometalurgi. . Lingkup Kerja Penelitian yang dilakukan terdiri atas 3 tahap (Lampiran 2), yaitu destruksi tailing pasir timah dengan NaOH, ekstraksi hidrometalurgi, dan analisis dengan XRF dan ICP-MS. Tahap destruksi yang dilakukan, yaitu destruksi tailing pasir timah dengan NaOH kemudian optimisasi suhu dan waktu
destruksi. Tahap ekstraksi hidrometalurgi juga dioptimisasi, yaitu, optimisasi pelarut asam mineral, komposisi dalam tahap ekstraksi hidrometalurgi, yaitu nisbah massa 1 g tailing pasir timah hasil destruksi dengan asam mineral, suhu, dan waktu. Semua fase padat dari tailing pasir timah sebelum dan sesudah tahapan destruksi dianalisis menggunakan XRF, sedangkan untuk fase cairan dianalisis menggunakan ICP-MS. Destruksi Tailing Pasir Timah dengan NaOH Tailing pasir timah yang berukuran 200 mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan zirkon menggunakan neraca analitik dengan ragam massa tailing pasir timah per massa NaOH 1:0,5 (A), 1:1 (B), 1:2 (C), dan 1:3 (D) kemudian diaduk menggunakan spatula lalu dilebur dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 2 jam. Cawan zirkon yang berisi tailing pasir timah hasil leburan basa kemudian didinginkan di dalam desikator lalu direndam di dalam gelas kimia yang berisi akuades 300 mL. Setelah tailing pasir timah hasil leburan basa tersebut lepas dari cawan zirkon kemudian cawan zirkon diangkat. Pada tahap perendaman ini terdapat fase padat dan cairan. Oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan fase padatnya. Fase padat tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian dikeringkan menggunakan hot plate dan ditimbang fase padatnya sedangkan fase cairan ditampung. Fase padat dianalisis menggunakan XRF. Optimisasi Waktu Destruksi Tailing pasir timah yang berukuran 200 mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan zirkon menggunakan neraca analitik pada komposisi destruksi yang optimum. Suhu destruksi yang digunakan adalah 400 ºC dengan ragam waktu dari 30 menit, 1 jam, 1 jam 30 menit, 2 jam, 2 jam 30 menit, dan 3 jam. Cawan zirkon yang berisi tailing pasir timah hasil leburan basa kemudian didinginkan di dalam desikator lalu direndam di dalam gelas kimia yang berisi akuades 300 mL. Setelah tailing pasir timah hasil leburan basa tersebut lepas dari cawan zirkon kemudian cawan zirkon diangkat. Pada tahap perendaman ini terdapat fase padat dan cairan. Oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan fase padatnya. Fase padat tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian
3
menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian dikeringkan menggunakan hot plate dan ditimbang fase padatnya sedangkan fase cairan ditampung. Fase padat dianalisis menggunakan XRF. Optimisasi Suhu Destruksi Tailing pasir timah yang berukuran 200 mesh dan NaOH (p) ditimbang di dalam cawan zirkon menggunakan neraca analitik pada komposisi dan waktu destruksi yang optimum. ragam suhu yang digunakan dari 400, 500, 600, 700, dan 800 ºC. Cawan zirkon yang berisi tailing pasir timah hasil leburan basa kemudian didinginkan di dalam desikator lalu direndam di dalam gelas kimia yang berisi akuades 300 mL. Setelah tailing pasir timah hasil leburan basa tersebut lepas dari cawan zirkon kemudian cawan zirkon diangkat. Pada tahap perendaman ini terdapat fase padat dan cairan. Oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan fase padatnya. Fase padat tersebut setelah disaring, dilakukan pencucian menggunakan akuades hingga pH 6 kemudian dikeringkan menggunakan hot plate dan ditimbang fase padatnya sedangkan fase cairan ditampung. Fase padat dianalisis menggunakan XRF. Optimisasi Pelarut Asam Mineral Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak 1 g diekstraksi dengan asam mineral, yaitu larutan piranha (H2SO4 98% + H2O2 30%) 7:3, akuaregia, H2SO4 98%, HNO3 65%, dan HCl 37% masing-masing duplo sebanyak 100 mL pada suhu 150 ºC selama 2 jam di dalam gelas kimia kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk. Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot plate. Pada 1 jam pertama ditambahkan akuades sebanyak 100 mL. Setelah 2 jam, proses pemanasan dihentikan kemudian didiamkan sampai fase cairan dan fase padatnya terpisah. Setelah terpisah dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase cairan. Fase padat hasil ekstraksi kemudian dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk dianalisis menggunakan ICP-MS. Optimisasi Komposisi Ekstraksi Hidrometalurgi Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak 1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral yang optimum sebanyak duplo dengan ragam volume pelarut optimum dari 10, 20, 25, 30,
35, 40, 60, 80, dan 100 mL di dalam gelas kimia kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk. Suhu yang digunakan adalah 150 ºC dengan waktu 2 jam. Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot plate. Pada 1 jam pertama ditambahkan akuades sebanyak 100 mL. Setelah 2 jam, proses pemanasan dihentikan kemudian didiamkan sampai fase cairan dan fase padatnya terpisah. Setelah terpisah dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase cairan. Fase padat hasil ekstraksi kemudian dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk dianalisis menggunakan ICP-MS. Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak 1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral yang optimum pada komposisi ekstraksi hidrometalurgi yang optimum dan ragam waktu yang digunakan dari 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam. Suhu yang digunakan adalah 150 ºC. Penambahan akuades 100 mL pada tahap ini disesuaikan pada waktunya. Contoh pada waktu 1 jam maka penambahan akuades pada waktu 30 menit pertama. Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot plate. Setelah waktu yang ditentukan telah habis maka proses pemanasan dihentikan kemudian didiamkan sampai fase cairan dan fase padatnya terpisah. Setelah terpisah dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase cairan. Fase padat hasil ekstraksi hidrometalurgi kemudian dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk dianalisis menggunakan ICP-MS. Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi Fase padat hasil destruksi NaOH sebanyak 1 g diekstraksi dengan pelarut asam mineral yang optimum pada komposisi ekstraksi hidrometalurgi yang optimum dan pada waktu yang optimum sebanyak duplo dengan ragam suhu yang digunakan adalah 100, 150, dan 200 ºC. Penambahan akuades 100 mL disesuaikan pada waktu yang optimum. Pemanasan pada tahap ini menggunakan hot plate. Setelah waktu optimum yang ditentukan telah habis maka proses pemanasan dihentikan kemudian didiamkan sampai fase cairan dan fase padatnya terpisah. Setelah terpisah dilakukan dekantasi untuk mendapatkan fase cairan. Fase padat hasil ekstraksi kemudian dikeringkan lalu ditimbang dan fase cairanya ditampung untuk dianalisis menggunakan
ICP-MS. Analisis Menggunakan XRF Tahapan preparasi menggunakan XRF sebagai berikut, tailing pasir timah (sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan destruksi) sebanyak 5 g yang sudah berukuran 200 mesh ditimbang, ditambahkan polivinil alkohol sebanyak 1 g kemudian dicampurkan dengan cara digerus di mortar. Setelah itu dilakukan tekan dengan alat pembuat pelet. Cincin pelet dipanaskan terlebih dahulu dalam oven sekitar 15 menit kemudian dipasang dan ditambahkan asam borat 2 g lalu diisi dengan sampel yang sudah digerus. Cross bar ditutup dan tombolnya ditekan maka akan muncul gaya tekan yang diberikan dan waktu yang diperlukan untuk terjadinya pelet. Setelah itu dibuka cross bar. Pelet yang sudah jadi diambil dan dimasukan oven selama 15 menit yang selanjutnya dianalisis menggunakan XRF, alat tekan pelet dibersihkan dengan penyedot debu serta alkohol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Destruksi Tailing Pasir Timah dengan NaOH Pemisahan unsur tanah jarang sulit dilakukan karena pembentukan unsur tanah jarang di alam bersamaan dengan terbentuknya mineral-mineral lain, seperti basnasit, monasit, dan senotim, selain itu unsur tanah jarang memiliki sifat kimia dan fisika yang hampir sama padahal unsur tanah jarang memiliki banyak kegunaan (Unal 2007). Dengan demikian diperlukan suatu perlakuan awal untuk memperoleh unsur tanah jarang, yaitu destruksi. Destruksi yang dilakukan adalah destruksi terbuka yang terdiri atas leburan basa dan ekstraksi hidrometalurgi. Menurut Herman (2009), unsur tanah jarang terkonsentrasi dalam fase silikat sehingga jika silika terleburkan banyak oleh NaOH akan menyebabkan unsur tanah jarang meningkat. Tailing pasir timah memiliki komponen mayor silika dan ilmenit (TiO2 dan Fe2O3) sedangkan komponen minornya berupa unsur tanah jarang (Lampiran 1). Kadar silika sebelum destruksi dengan NaOH sebesar 6,17 % sedangkan kadar TiO2 dan Fe2O3 masingmasing sebesar 55,58% dan 26,30%. Total kadar unsur tanah jarangnya sebesar 0,825% (Gambar 1).
Gambar 1 Komponen mayor dan minor tailing pasir timah sebelum proses destruksi. Unsur tanah jarang sebelum didestruksi terdapat Ce, Y, La, dan Nd yang masingmasing kadarnya adalah 0,336%, 0,200%, 0,165%, dan 0,124% (Gambar 2). Semua komponen mayor dan minor tersebut saling berikatan satu sama lain karena unsur tanah jarang dapat membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan unsur tanah jarang dapat berada pada bentuk fosfat, karbonat, silikat, oksida, dan florida (Suprapto 2009).
Gambar 2 Kadar unsur tanah jarang sebelum proses destruksi. Pada saat destruksi dengan NaOH terjadi reaksi sebagai berikut (Senovita 2008)
5
(Ln,Th)PO4 (p) + NaOH (p) Ln(OH)3 (p) + Th(OH)4 (p)
Na3PO4 (aq) +
Hasil reaksi akan terbentuk Th(OH)4 yang berbentuk padatan sehingga thorium dapat dipisahkan dari sampel monasit dikarenakan thorium adalah unsur radioaktif. Pada tahap ini terjadi peleburan tailing pasir timah oleh NaOH yang menyebabkan silika menjadi silika alkali yang dapat larut dengan air dan fosfat alkali yang dapat larut dengan air sedangkan unsur tanah jarang sebagian besar akan larut dalam asam mineral . Adanya peleburan oleh NaOH dan pencucian oleh akuades menyebabkan massa akhir fase padat setelah didestruksi (Lampiran 3) mengalami penurunan (Gambar 3).
destruksi. Pada perbandingan ini total kadar unsur tanah jarang mengalami kenaikan sebesar 0,8651% dibandingkan sebelum destruksi, yaitu 0.825%. Kenaikan kadar unsur tanah jarang ini disebabkan menurunya masing-masing kadar silika dan fosfat sebesar 2,79% dan 0,0543%. Penurunan massa fase padat setelah destruksi disebabkan juga terdestruksinya ilmenit (FeTiO2) dalam tailing pasir timah. Kadar TiO2 dan Fe2O3 masingmasing sebesar 51,26% dan 26,54%. Kadar tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar sebelum didestruksi (Lampiran 1). Pada A TiO2 dan Fe2O3 tidak terlebur banyak oleh NaOH sehingga sebagian besar masih berada pada fase padatnya dikarenakan jumlah NaOH yang digunakan dalam jumlah kecil. Peningkatan kadar NaOH dalam destruksi pada perbandingan B-D menyebabkan penurunan massa fase padat akibat terleburnya NaOH (28,03-69,77%) namun tidak diikuti dengan penurunan kadar silika. Hal ini menunjukan bahwa silika yang ada dalam tailing pasir timah ada dalam bentuk yang mudah bereaksi dengan NaOH (amorf) dan sukar bereaksi dengan NaOH yang dalam bentuk kristalin.
Gambar 3 Massa fase padat sebelum destruksi (A(1), B(1), C(1), D(1)) dan sesudah destruksi (A(2), B(2), C(2), D(2)). Penggunaan NaOH pada saat destruksi dengan perbandingan A terjadi penurunan massa fase padat sebesar 10% (Lampiran 3). Penurunan massa fase padat dikarenakan terjadinya peleburan oleh NaOH. Peleburan tersebut mengakibatkan kenaikan kadar Ce, La, dan Nd sedangkan Y mengalami penurunan kadar (Lampiran 3). Peningkatan kadar Ce, La, dan Nd menunjukan bahwa Ce, La, dan Nd tidak terleburkan oleh NaOH sedangkan Y terleburkan oleh NaOH (Gambar 4). Dengan tidak terleburnya NaOH mengakibatkan Ce, La, dan Nd berada pada fase padatnya, Y sebagian berada pada fase cairan ketika dalam tahap perendaman menggunakan akuades setelah proses
Gambar 4 Perubahan kadar unsur tanah jarang sebelum destruksi (Ce(1), Y(1), La(1), Nd(1)) dan sesudah destruksi pada 1:0,5 (Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2)). Pada perbandingan B massa fase padat terlebur sebesar 28,03%. Pada perbandingan ini semua unsur tanah jarang mengalami penurunan kadar yang diikuti penurunan kadar silika dan kadar fosfat, yaitu masing-masing sebesar 2,34% dan 0%. Total kadar unsur
6
tanah jarang pada perbandingan B sebesar 0,5811% (Lampiran 3). Dengan demikian pada perbandingan ini silika yang ada di tailing pasir timah bersifat amorf sehingga unsur tanah jarang ikut terlebur juga yang menyebabkan total kadar unsur tanah jarang menjadi kecil dan sebagian unsur tanah jarang berada pada fase cairanya ketika dalam proses perendaman menggunakan akuades setelah destruksi. Perbandingan B pun terjadi destruksi ilmenit. Kadar TiO2 dan Fe2O3 masing-masing sebesar 46,67% dan 25,04%. Hasil tersebut menunjukan bahwa ilmenit cukup terlebur banyak oleh NaOH yang menyebabkan sebagian berada pada fase cairanya. Pada perbandingan C yang merupakan perbandingan yang optimum menghasilkan penurunan massa fase padat sebesar 43,38% dengan total kadar unsur tanah jarang sebesar 0,616%, kadar silika 3,92% dan kadar fosfat 0% (Lampiran 3). Pada perbandingan ini hanya Y yang mengalami peningkatan kadar sebesar 0,2090 %, sedangkan Ce, La, dan Nd mengalami penurunan kadar masing-masing sebesar 0,2110%, 0,1260%, dan 0,0700% (Gambar 5).
Gambar 5 Perubahan kadar unsur tanah jarang sebelum destruksi (Ce(1), Y(1), La(1), Nd(1)) dan setelah destruksi (Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2)) pada 1:2. Berdasarkan hasil tersebut maka dengan penambahan NaOH yang banyak Y tidak terleburkan yang mengakibatkan Y berada pada fase padatnya. Kadar silika pada perbandingan C ini merupakan kadar silika yang terbesar (Lampiran 3). Dengan ini maka
silika yang berada pada tailing pasir timah berada dalam bentuk kristalin yang menyebabkan unsur tanah jarang tidak banyak ikut terlebur. Kadar TiO2 dan Fe2O3 pada perbandingan C masing-masing sebesar 41,51% dan 30,21%. Berdasarkan hasil kadar tersebut TiO2 lebih banyak terleburkan NaOH dibandingkan Fe2O3 dikarenakan TiO2 mengalami penurunan kadar dibandingkan sebelum destruksi. Dengan demikian terjadinya peningkatan kadar Fe2O3 setelah didestruksi karena tidak terlebur NaOH maka Fe2O3 berada pada fase padat sedangkan TiO2 sebagian berada pada fase cairan. Pada penurunan dan peningkatan kadar TiO2 dan Fe2O3 disebabkan juga oleh bentuk silika yang terikat pada ilmenit tersebut. Perbandingan D menghasilkan penurunan massa fase padat sebesar 69,77% dengan total kadar unsur tanah jarang sebesar 0,639%, kadar silika 3,09% dan kadar fosfat 0%. Pada perbandingan ini pun hanya Y yang tidak terleburkan oleh NaOH dengan kadar Y 0,2330% sedangkan Ce, La, dan Nd mengalami peleburan oleh NaOH dengan masing-masing kadar sebesar 0,2130%, 0,1230%, dan 0,0700% (Lampiran 3). Hal ini disebabkan reaksi NaOH dengan setiap unsur tanah jarang berbeda. Perbandingan D ini merupakan perbandingan yang menghasilkan peleburan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,77%. Dengan hasil tersebut maka banyak sampel yang terlebur NaOH akan tetapi unsur tanah jarangnya tidak ikut banyak terlebur. Hal ini ditunjukan dengan total kadar unsur tanah jarang pada perbandingan D yang menghasilkan total kadar unsur tanah jarang terbesar. Hal ini disebabkan silika yang berada pada tailing pasir timah ini berada dalam bentuk kristalin sedangkan silika yang berada pada sampel berada dalam bentuk amorf. Gambar 6 menunjukan total kadar unsur tanah jarang pada berbagai perbandingan. Perbandingan C merupakan perbandingan optimum karena sudah cukup untuk mendestruksi unsur tanah jarang. Berdasarkan hasil penelitian Senovita (2008), jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk proses peleburan akan selalu lebih banyak dari jumlah monasit karena setiap fosfat dan logam lantanida mengikat tiga buah basa sesuai dengan hasil penelitiannya bahwa pada 35:65 merupakan komposisi destruksi optimum dengan menggunakan metode bom teflon menghasilkan kadar total unsur tanah jarang Pada 35:65 sebesar 29,99%. Menurut Sulaeman et al (2006) pemisahan unsur tanah jarang sangat sukar dilakukan karena ion-ion
7
tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia
Gambar 6 Total kadar unsur tanah jarang pada berbagai perbandingan. yang sangat mirip terutama dalam pelarut air. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh ukuran jari-jari ion yang kecil dan hampir sama (semuanya mempunyai elektron terluar pada orbital 5f), bermuatan besar (+3). Dengan demikian dalam air sama-sama mengalami hidrasi yang kuat. Namun demikian, serium memiliki sifat anomali dibandingkan dengan unsur tanah jarang lainnya, yaitu serium merupakan satu-satunya unsur tanah jarang yang dapat mempunyai bilangan oksidasi +4 sehingga Ce sulit larut dalam air.
Nd dengan masing-masing kadarnya 0,1630%, 0,0835%, 0,0840%, dan 0,0281%.
Gambar 7 Optimisasi waktu destruksi pada 1 jam. Gambar 8 menunjukan bahwa pada waktu 1 jam mengalami penurunan kadar unsur tanah jarang setelah didestruksi dikarenakan unsur tanah jarangnya terleburkan NaOH dan ketika proses perendaman oleh akudes menyebabkan unsur tanah jarangnya berada sebagian di fase cairan, selain itu pada semua berbagai waktu tersebut terjadi penurunan kadar ketika setelah didestruksi.
Optimisasi Waktu Destruksi Optimisasi waktu dilakukan setelah diperoleh hasil optimisasi destruksi dengan NaOH. Waktu destruksi diragamkan dari waktu 30 menit hingga 3 jam pada suhu 400 ºC dengan selang waktu 30 menit dengan hasil sebagaimana terlampir pada (Lampiran 4). Waktu 1 jam merupakan waktu optimum destruksi. Pengoptimuman ini ditunjukan dengan kadar total kadar unsur tanah jarangnya 0,3586% yang terbesar (Gambar 7) kemudian kadar silika 3,94%, dan kadar fosfat 0,0081%. Gambar 7 menunjukan total kadar unsur tanah jarang pada berbagai waktu. Total kadar unsur tanah jarang pada 0,5 jam, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam dan 3 jam masing-masing sebesar 0,321%, 0,2637%, 0,2735%, 0,2904 %, 0,3433%. Unsur tanah jarang yang berada pada optimisasi 1 jam adalah Ce, Y, La, dan
Gambar 8 Perubahan kadar unsur tanah jarang sebelum destruksi (Ce(1), Y(1), La(1), Nd(1)) dan sesudah destruksi pada waktu 1 jam (Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2). Kadar TiO2 dan Fe2O3 pada waktu 1 jam
8
sebesar 53,56% dan 27,19%. Berdasarkan hasil tersebut kadar Fe2O3 mengalami peningkatan dan kadar TiO2 mengalami penurunan setelah didestruksi. Akan tetapi penurunan dan peningkatan kadar tersebut tidak terlalu berbeda. Kadar TiO2 pada waktu 30 menit, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam masing-masing sebesar 51,65%, 51,58%, 52,30%, 51,96%, dan 51,23%. Hasil tersebut menunjukan terjadi penurunan kadar setelah didestruksi walaupun penurunannya tidak terlalu berbeda. Senyawa Fe2O3 dan TiO2 jika dilihat dari hasil destruksi pada berbagai waktu belum terleburkan banyak oleh NaOH sehingga sebagian besar berada pada fase padatnya. Dengan demikian pengaruh waktu pada kadar Fe2O3 dan TiO2 tidak terlalu berpengaruh. Kadar silika dan fosfat juga pada berbagai waktu optimisasi tidak terlalu berbeda (Lampiran 4).
Akan tetapi kadar fosfat pada suhu 600 dan 800 ºC memiliki kadar yang sama namun total kadar unsur tanah jarangnya lebih kecil dibandingkan pada suhu 600 ºC (Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena unsur tanah jarang yang berada pada tailing pasir timah dalam bentuk fosfat sehingga ketika terjadi peleburan oleh NaOH dan perendaman oleh akuades maka fosfat akan terlarutkan yang menyebabkan kadar unsur tanah jarang menjadi lebih tinggi. Unsur tanah jarang yang berada pada hasil optimisasi suhu destruksi adalah Ce, Y, La, dan Nd dengan masing-masing kadar 0,1800%, 0,1930%, 0,1180%, dan 0,0639%. Gambar 10 menunjukan adanya penurunan kadar unsur tanah jarang setelah didestruksi akibat suhu pada suhu optimum, yaitu 600 ºC tetapi penurunan kadar setiap unsur tanah jarang pada setiap suhu tidak terlalu berbeda (Lampiran 5).
Optimisasi Suhu Destruksi Optimisasi suhu dilakukan setelah diperoleh hasil optimisasi destruksi dengan NaOH dan waktu destruksi. Suhu yang digunakan diragamkan dari 400, 500, 600, 700, dan 800 ºC. Optimisasi suhu yang diperoleh pada 600 ºC sebab total kadar unsur tanah jarangnya lebih besar, yaitu 0,5549% (Gambar 9) dibandingkan pada suhu lainya, yaitu 400 ºC 0,3586%, 500 ºC 0,4305%, 700 ºC 0,4822%, dan 800 ºC 0,3483%, walaupun kadar silikanya sebesar 3,86% tidak terlalu jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar silika pada suhu lainya. Begitu juga kadar fosfat, kadar fosfat pada suhu 600 ºC, yaitu 0,0057% lebih kecil dibandingkan kadar fosfat pada suhu lainya (Lampiran 5). Gambar 10 Perubahan kadar sebelum destruksi ( Ce(1), Y(1), La(1), Nd1) dan setelah destruksi pada suhu optimum 600 ºC (Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2)).
Gambar 9 Total kadar unsur tanah jarang pada berbagai suhu.
Penurunan tersebut dikarenakan ikut terleburnya oleh NaOH dan ketika perendaman oleh akuades ada sebagian yang berada pada fase cairan. Pengaruh suhu berpengaruh terhadap total kadar unsur tanah jarang. Suhu 400 ºC belum dapat meleburkan tailing pasir timah karena suhu tersebut cukup rendah yang menyebabkan total kadar unsur tanah jarang menjadi lebih kecil dibandingkan suhu yang lainya (Lampiran 5). Menurut Senovita (2008) seiring dengan
9
bertambahnya suhu pemanasan, kadar unsur tanah jarang akan meningkat. Dengan semakin bertambahnya suhu, energi yang diberikan pada proses destruksi semakin besar sehingga reaksi peleburan monasit dengan NaOH dapat berjalan sempurna. Jika suhu dinaikan laju reaksi akan meningkat karena semakin banyak tumbukan. Namun setelah suhu 600 ºC, total kadar unsur tanah jarang mengalami penurunan (Lampiran 5). Suhu yang semakin tinggi bukan berarti akan memberikan total kadar unsur tanah jarang yang besar pula karena pada suatu titik tertentu reaksi akan mulai berjalan konstan. Kadar TiO2 pada suhu 400, 500, 600, 700, dan 800 ºC sebesar 53,56%, 49,23%, 35,32%, 42,03%, dan 41,89%. Hasil kadar tersebut mengalami penurunan setelah destruksi, artinya TiO2 terleburkan NaOH, sebagian berada pada fase cairanya sedangkan kadar Fe2O3 pada suhu 400, 500, 600, 700, dan 800 ºC masing-masing sebesar 27,19%, 24,36%, 30,70%, 25,84%, dan 22,73%. Kadar Fe2O3 pada suhu selain 600 ºC mengalami penurunan kadar setelah didestruksi akibat terleburnya oleh NaOH dan ketika proses perendaman ada sebagian yang berada pada fase cairan. Pada suhu 600 ºC karena kadar setelah didestruksi meningkat maka Fe2O3 berada pada fase padat.
dapat digunakan untuk mendestruksi logam anorganik adalah HNO3 dan akuaregia sedangkan menurut Trisunaryanti et al (2002) untuk melarutkan logam dapat menggunakan akuaregia dan H2SO4 karena kombinasi pelarut asam ini telah banyak digunakan dalam mendekomposisi padatan anorganik dan dapat memberikan dekomposisi yang sempurna. Akuaregia mempunyai kemampuan yang sangat tinggi sebagai agen pengoksidasi karena adanya agen aktif nitrosil klorida dan klorin sebagai hasil reaksi antara HNO3 dan HCl. Daya oksidasinya yang sangat tinggi menyebabkan akuaregia dapat melarutkan hampir semua logam, termasuk logam mulia seperti Au, Pt, Pd dan logam lain yang tahan panas. Pada tahap ini sebanyak duplo masingmasing volume 100 mL melarutkan 1 g tailing pasir timah hasil destruksi dan diperoleh pelarut yang optimum adalah HCl 37% (Gambar 11) dengan rerata residu asam yang dihasilkan sebesar 0,0141 g (Lampiran 6). Semakin sedikit residu asam yang dihasilkan maka akan semakin banyak unsur tanah jarang yang larut.
Optimisasi Pelarut Asam Mineral Unsur tanah jarang yang sudah dilebur menggunakan NaOH kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi hidrometalurgi, yaitu proses ekstraksi yang dilakukan pada temperatur yang relatif rendah dengan cara pelindian dengan media cairan (Affandi et al 2000). Istilah proses pelindian yang selektif dipakai dengan tujuan agar dapat memilih pelarut tertentu yang dapat melarutkan logam berharga tanpa melarutkan pengotornya (Hamzah 2008). Kelarutan unsur tanah jarang dilanjutkan setelah destruksi NaOH karena teknik destruksi yang digunakan adalah destruksi kering. Destruksi kering merupakan perombakan sampel dengan jalan pengabuan dalam tanur pada suhu 600-850 ºC yang akan membentuk oksida. Oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam (Wahidin 2009). Parameter penting dalam tahap ini adalah rerata residu asam serta keefisienan dari pelarut, suhu dan waktu. Pelarut asam yang digunakan diantaranya HNO3 65%, HCl 37%, H2SO4 98%, akuaregia, dan larutan piranha. Menurut Kacaribu (2008) pelarut asam yang
Gambar 11 Optimisasi pelarut asam mineral. Berdasarkan hasil penelitian, rerata residu asam yang dihasilkan dari pelarut H2SO4 98%, HNO3 65%, larutan piranha dan akuaregia masing-masing sebesar 0,1093 g, 0,5069 g, 0,2692 g, dan 0,0846 g (Lampiran 6) sehingga HCl merupakan pelarut yang optimum karena menghasilkan rerata residu asam yang terkecil. Menurut Mulyani (2007) pelarut HCl merupakan pelarut yang bukan termasuk ke dalam pengoksidasi akan tetapi pelarut tersebut dapat membentuk klorida yang dapat larut dengan hampir semua elemen, kecuali
10
Hg, Pb, dan Ag selain itu berdasarkan penelitian Sulaeman et al (2008) HCl digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan dan mengasamkan unsur tanah jarang, selain itu HCl dijadikan fase penerima pada proses pemisahan unsur tanah jarang menggunakan metode SLM (supported liquid membrane) yang menyebabkan unsur tanah jarang banyak berpindah ketika konsentrasi HCl semakin tinggi. Optimisasi Komposisi Ekstraksi Hidrometalurgi Optimisasi yang dilakukan, yaitu dengan melarutkan 1 g tailing massa pasir timah hasil peleburan NaOH dengan HCl 37% pada suhu 150 ºC dan waktu 2 jam. Volume HCl 37% diragamkan dari 10, 20, 25, 30, 35, 40, 60, 80, sampai 100 mL dan diperoleh volume optimum adalah 30 mL dengan rerata residu asamnya sebesar 0,0246 g (Gambar 12). Tahap ini dilakukan sebanyak duplo. Rerata residu asam yang dihasilkan dari 10, 20, 25, 30, 35, 40, 60, 80, dan 100 mL masing-masing sebesar 0,0919 g, 0,0544 g, 0,0409 g, 0,0246 g, 0,0239 g, 0,02385 g, 0,0237 g, 0,0166 g, dan 0,0141 g (Lampiran 7). Berdasarkan data diatas maka semakin banyak jumlah HCl yang ditambahkan akan semakin banyak melarutkan unsur tanah jarang dan residu asam yang diperoleh akan semakin kecil walaupun pada volume 40 mL terdapat kenaikan rerata residu asam. Akan tetapi peningkatanya tidak terlau berbeda. Menurut Sulaeman et al (2006) semakin konsentrasi HCl tinggi maka unsur tanah jarang akan semakin larut. Rerata residu asam yang terkecil memang menjadi parameter yang penting akan tatapi keefisienan dari jumlah pelarut diperhitungkan juga. Jika dilihat rerata residu asam dari 100 mL yang paling terkecil maka 100 mL merupakan volume yang optimum. Akan tetapi rerata residu asam dari 30 mL sudah menunjukan kekostanan dan penurunan yang tidak terlalu berbeda (Lampiran 7) sehingga 30 mL sudah cukup untuk melarutkan 1 g tailing pasir timah hasil destruksi. Selain itu, volume 30 mL lebih sedikit dibandingkan 100 mL sehingga lebih efisien.
Gambar 12 Optimisasi komposisi esktraksi hidrometalurgi. Optimisasi Waktu Ekstraksi Hidrometalurgi Optimisasi ini dilakukan sebanyak duplo dan optimisasi ini dilakukan juga setelah diperoleh pelarut dan komposisi ekstraksi hidrometalurgi yang optimum. Waktu yang digunakan kemudian diragamkan dari 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam. Pada tahap ini suhu yang digunakan masih 150 ºC. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa waktu yang optimum adalah pada 2 jam dengan rerata residu asamnya adalah 0,0246 g (Gambar 13). Rerata residu asam tersebut bukanlah yang terkecil karena yang terkecil adalah pada 2,5 jam, yaitu 0,0208 g dan yang terbesar ada pada waktu 1 jam sebesar 0,0352 g. Waktu 2,5 jam bukan merupakan waktu optimum walaupun rerata residu asamnya terkecil sebab waktu 2 jam lebih efisien untuk menghemat energi, selain itu rerata residu asamnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan waktu 2 jam. Pada waktu 1 jam belum cukup melarutkan unsur tanah jarang dikarenakan waktunya yang singkat sehingga reaksi yang terjadi belum optimal. Waktu 1,5 jam rerata residu asamnya sebesar 0,0261 g dan waktu 3 jam sebesar 0,0240 g. Semakin lama waktu menurut Senovita (2008) akan memungkinkan interaksi antar molekul menjadi lebih optimal. Hal ini terlihat dari rerata residu asam dari waktu 1 jam sampai 2,5 jam mengalami penurunan yang diakibatkan sebagian berada pada fase cairan karena terjadi proses kelarutan walaupun pada
11
3 jam mengalami peningkatan rerata residu asam yang tidak jauh berbeda (Lampiran 8). Kenaikan kelarutan dari 1 jam ke 1,5 jam cukup besar sedangkan dari 1,5 jam ke 2 jam kenaikan mulai konstan sehingga 2 jam dipilih sebagai waktu yang optimum. Pada waktu 2,5 jam ke 3 jam terjadi penurunan kelarutan unsur tanah jarang tetapi penurunan tersebut tidak terlalu besar (Lampiran 8). Peningkatan rerata residu asam pada 3 jam dibandingkan pada waktu yang lainya dikarenakan banyak fase padatnya yang tidak larut dalam HCl dibandingkan pada waktu lainya.
Gambar 13 Optimisasi waktu ekstraksi hidrometalurgi pada 2 jam. Optimisasi Suhu Ekstraksi Hidrometalurgi Optimisasi suhu ektsraksi hidrometalurgi tailing pasir timah dilakukan setelah diperoleh optimisasi pelarut asam mineral, komposisi, dan waktu esktraksi hidrometalurgi. Pada tahap optimisasi ini dilakukan juga sebanyak duplo. Ragam suhu yang digunakan, yaitu dari 100, 150, dan 200 ºC. Optimisasi yang diperoleh adalah pada suhu 150 ºC dengan rerata residu asam sebesar 0,0282 g (Gambar 14). Pada suhu 100 dan 200 ºC rerata residunya masing-masing sebesar 0,0314 g dan 0,0254 g. Berdasarkan hasil tersebut, rerata residu asam yang terkecil berada pada suhu 200 ºC tatapi 200 ºC bukan merupakan suhu optimum pada tahap ini karena suhu 200 ºC cukup tinggi sehingga memungkinkan pelarut asam mineral akan menguap. Selain itu, suhu tersebut akan menghabiskan banyak energi yang menyebabkan tidak efektif dibandingkan pada suhu 150 ºC.
Perbedaan antara rerata residu asam pada suhu 150 dan 200 ºC tidak jauh berbeda (Lampiran 9). Pada suhu 100 ºC belum dapat melarutkan unsur tanah jarang dengan baik dikarenakan pengaruh suhu yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada rerata residu asamnya yang terbesar. Rerata residu asam yang besar menunjukan bahwa banyak unsur tanah jarang yang belum larut. Kelarutan dari suhu 100 ke 150 ºC dan dari 150 ke 200 ºC mengalami kenaikan kelarutan, kenaikan tersebut tidak jauh berbeda (Lampiran 9).
Gambar 14 Optimisasi suhu ekstraksi hidrometalurgi pada 150 ºC. Unsur tanah jarang yang sudah larut dengan HCl pada parameter ekstraksi hidrometalurgi yang optimum dianalisis menggunakan ICPMS. Hasil dari ICP-MS terdapat kadar Ce, Y, La, dan Nd masing-masing sebesar 0.2603%, 0,1555%, 0,1194%, dan 0,0970%. Total kadar unsur tanah jarangnya 0,6322% (Lampiran 10). Hasil kadar tersebut menunjukan bahwa Ce, Y, La, dan Nd mengalami kelarutan dengan baik menggunakan HCl sebab HCl dapat melarutkan Ce, Y, La, dan Nd masingmasing sebesar 77,47%, 77,75%, 72,36%, dan 78,22% (Lampiran 10). Hasil kelarutan unsur tanah jarang tersebut yang tidak mencapai 100% dikarenakan ada sebagian unsur tanah jarang yang berada pada fase cairan ketika proses destruksi NaOH. Kelarutan unsur tanah jarang yang berada pada fase cairan ketika destruksi menggunakan NaOH adalah sisa dari hasil kelarutan unsur tanah jarang menggunakan asam. Kadar unsur tanah jarang dari hasil kelarutan menggunakan HCl menunjukan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan kadar awal
unsur tanah jarang sebelum didestruksi. Artinya, kadar kelarutan unsur tanah jarang mendekati kadar awal unsur tanah jarang sebelum didestruksi karena kadar kelarutan unsur tanah jarang menggunakan HCl tidak boleh melebihi kadar awal unsur tanah jarang sebelum didestruksi.
unsur tanah jarang dari sampel sehingga unsur tanah jarang dapat dengan mudah dianalisis.
DAFTAR PUSTAKA Affandi K, Sarip U, Alwi G, Sudaryanto S. 2000. Pengolahan soil rirang secara flotasi dan pelindian asam. Di dalam: Prosiding Seminar Pranata Nuklir dan Teknisi Litkayasa; Jakarta, 8 Maret 2000. P2BGNBatan. hlm 105-120. El-Taher A. 2006. Rare earth elements in Egyptian granite by instrumental neutron activation analysis. Di dalam: Proceedings of the 2nd Environmental Physics Conference; Alexandria, 18-22 February 2006. Assuit Branch, Egypt: Physics Department, Faculty of Science, Al-Azher University. hlm 133-142. Hamzah B. 2008. Sintesis ligan kelat 4benzoil-1-fenil-3-metil-2-pirazolin-5-on dan aplikasinya pada ekstraksi ion nikel dalam larutan. J Sains Technology 8: 201209.
Gambar 15 Perubahan kadar unsur tanah jarang sebelum didestruksi (Ce(1), Y(1), La(1), Nd(1)) dan sesudah mengalami kelarutan menggunakan HCl (Ce(2), Y(2), La(2), Nd(2)).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Unsur tanah jarang dapat didestruksi menggunakan metode destruksi terbuka dengan teknik destruksi basa. Kondisi optimum destruksi diperoleh pada nisbah jumlah tailing pasir timah:NaOH sebesar 1:2, dengan suhu 600 ºC selama 1 jam. Pelarut HCl sebanyak 30 mL merupakan pelarut optimum yang dapat melarutkan 1 gram hasil destruksi pada suhu 150 ºC selama 2 jam. Dengan metode ini, unsur tanah jarang dapat larut sebanyak 90-100%. Saran Penelitian lebih lanjut dibutuhkan dalam hal pengembangan metode untuk memisahkan
Herman DZ. 2009. Tinjauan kemungkinan sebaran unsur tanah jarang (REE) di lingkungan panas bumi (contoh kasus lapangan panas bumi Dieng, Jawa Tengah). J Geology Indonesia 4: 1-8. Kacaribu K. 2008. Kandungan kadar seng (Zn) dan besi (Fe) dalam air minum dari depot air minum isi ulang air pegunungan Sibolangit di Kota Medan [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Khaldun I. 2009. Pemisahan unsur-unsur logam tanah jarang dari pasir Monasit Bangka dengan metode solvent impregnated resin (SIR) [disertasi]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Krachler M, Mohl C, Emons H, Shotyk W. 2002. Influence of digestion procedures on the determination of rare earth elements in peat and plant samples by USN-ICP-MS. J Anal Spectrom 17: 844-851. Mulyani O. 2007. Studi perbandingan cara destruksi basah pada beberapa sampel tanah asal aliran sungai Citarum dengan metode konvensional dan bomb teflon
13
[tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. PT. Timah (Persero) Tbk. 2008. Membangun Kemandirian di tengah krisis. Laporan Keberlanjutan. Purwani MV, Suyanti, AW Muhadi. Ekstraksi konsentrat neodimium memakai asam di2-etil-heksil-fosfat. Seminar Nasional IV, SDM Teknologi Nuklir, ISSN 1978-0176. Senaring Zul Fadhli AK. 2011. Penggunaan Pasir Tailing Eks Timah di Pulau Bangka untuk Rehabilitasi Perkerasan Kaku. Program Pascasarjana. Universitas Negri Solo. Sulaeman A, Buchari, Mardiana U. 2006. Pemisahan serium dari mineral monasit dengan teknik SLM bertingkat. Jurnal Kimia Indonesia 1: 1-6. Senovita R. 2008. Optimasi destruksi mineral monasit Bangka untuk pemungutan unsur tanah jarang [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Suprapto SJ. 2009. Tinjauan tentang unsur tanah jarang. Makalah Ilmiah. Buletin Sumber Daya Geologi, Vol 4, No 1. Tjhiaw G, Djohan ST. 2009. Suksesi vegetasi alami di bekas tambang timah Pulau Bangka (Succession of natural vegetation in post tin-mining Bangka Island). J Manusia Lingkungan 16: 23-41. Trisunaryanti W, Mudasir, Saroh S. 2002. Studi pengaruh matriks pada analisis Ni dan Pd secara AAS dalam destruat katalis hidrorengkah menggunakan akuaregia dan H2SO4. Jurnal Kimia Indonesia 2:177-185. Unal S. 2007. Preconcentration of rare earth elements (REE) using silica gel modified with several functional groups [tesis]. Graduate School of Engineering and Sciences, Institute of Technology. Utomo A S. 2008. Realita degradasi area hutan pasca penambangan timah di Puau Bangka. Kabar Indonesia Dari Kita Untuk Kita.
Wahidin. 2009. Analisis zat besi dari susu sapi murni dan minuman susu fermentasi yakult, calpico, dan vitacharm secara destruksi dengan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Hasil analisis pasir timah Pulau Bangka oleh Pusat Survey Geologi GEOLOGICAL RESEARCH & DEVELOPMENT CENTER DIPONEGORO 57 ID---BANDUNG Fax: C:\UQ5\USER\ARL\JOB\JOB.915 Sample ident = SPL PRESS Compound --------------TiO2 Fe2O3 SiO2 MnO ZrO2
TAILLING.B
Wt% ------55.58 26.30 6.17 2.77 1.75
StdErr -------0.25 0.22 0.12 0.08 0.07
| | | | | | |
El -Ti Fe Si Mn Zr
Weight% -----------33.32 18.39 2.88 2.14 1.30
StdErr -------0.15 0.15 0.06 0.06 0.05
SnO2 Al2O3 P2O5 CeO2 Nb2O5
1.65 1.51 0.568 0.413 0.295
0.06 0.06 0.028 0.021 0.015
| | | | |
Sn Al Px Ce Nb
1.30 0.797 0.248 0.336 0.206
0.05 0.032 0.012 0.017 0.010
Y2O3 V2O5 La2O3 Nd2O3 ThO2
0.254 0.202 0.193 0.145 0.109
0.013 0.012 0.010 0.007 0.005
| | | |
Y V La Nd Th
0.200 0.113 0.165 0.124 0.0955
0.010 0.007 0.008 0.006 0.0048
PbO Na2O WO3 HfO2 Er2O3
0.0820 0.076 0.0484 0.0474 0.0310
0.0041 0.029 0.0036 0.0028 0.0069
ZnO Ta2O5 Co3O4 S U3O8
0.0199 0.0176 0.0170 0.0168 0.0150
0.0012 0.0027 0.0016 0.0008 0.0012
CaO Cr2O3 BaO As2O3 K2O
0.0119 0.0115 0.0110 0.0105 0.0098
0.0014 0.0019 0.0049 0.0023 0.0009
Ga2O3 MoO3 Sc2O3 Cl Bi2O3
0.0090 0.0086 0.0072 0.0042 0.0024
0.0008 0.0014 0.0012 0.0007 0.0010
| | | | | |
Pb Na W Hf Er
0.0761 0.057 0.0384 0.0402 0.0271
0.0038 0.022 0.0029 0.0024 0.0060
|
Zn Ta Co S U
0.0160 0.0144 0.0134 0.0168 0.0127
0.0010 0.0022 0.0013 0.0008 0.0010
| |
Ca Cr Ba As K
0.0085 0.0079 0.0099 0.0080 0.0081
0.0010 0.0013 0.0044 0.0018 0.0007
| | | | |
Ga Mo Sc Cl Bi
0 0067 0.0057 0.0047 0.0042 0.0022
0.0006 0.0010 0.0008 0.0007 0.0009
| | | | | | |
KnownConc= 0 REST= 1.64 LOI Sum Conc's before normalisation to 100% : 99.99%
D/S= 0.200Phenol
16
Lampiran 2 Diagram alir penelitian 1.
Optimisasi komposisi destruksi
Tailing massa pasir timah per NaOH, 1:0,5, 1:1, 1:2, dan 1:3 campuran diaduk Peleburan di tanur suhu 600 ºC selama 2 jam didinginkan di desikator Perendaman menggunakan akuades 300 mL hingga sampel terlepas dari cawan zirkon
Penyaringan fase padat dan cairan fase cairan ditampung Pencucian fase padat menggunakan akuades hingga pH 6
Fase padat dikeringkan diatas hot plate kemudian ditimbang
Fase padat dianalisis menggunakan XRF 2.
Optimisasi waktu destruksi Komposisi destruksi yang optimum
Peleburan di tanur suhu 400 ºC pada ragam waktu 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5, dan 3 jam didinginkan di desikator Perendaman menggunakan akuades 300 mL hingga sampel terlepas dari cawan zirkon
Penyaringan fase padat dan cairan fase cairan ditampung Pencucian fase padat menggunakan akuades hingga pH 6
Fase padat dikeringkan diatas hot plate kemudian ditimbang
Fase padat dianalisis menggunakan XRF
17
Lanjutan 3.
Optimisasi suhu destruksi Komposisi destruksi yang optimum
Peleburan di tanur pada waktu destruksi yang optimum dengan ragam suhu 400, 500,600,700, dan 800 ºC didinginkan di desikator Perendaman menggunakan akuades 300 mL hingga sampel terlepas dari cawan zirkon
Penyaringan fase padat dan cairan fase cairan ditampung Pencucian fase padat menggunakan akuades hingga pH 6
Fase padat dikeringkan diatas hot plate kemudian ditimbang
Fase padat dianalisis menggunakan XRF
4.
Optimisasi pelarut asam mineral Tailing pasir timah hasil destruksi sebanyak 1 gram masing-masing diekstraksi menggunakan 100 mL HCl 37%, H2SO4 98%, HNO3 65%, larutan piranha, akuaregia sebanyak duplo diaduk Pemanasan 150 ºC selama 2 jam di atas hot plate diaduk Penambahan akuades 100 mL pada 1 jam pertama diaduk Fase cairan dan fase padat didiamkan agar terpisah
Dekantasi
Fase padat dikeringkan diatas hot plate
Ditimbang residu asam
Fase cairan ditampung
Analisis menggunakan ICP-MS
18
Lanjutan 5.
Optimisasi komposisi ekstraksi hidrometalurgi Tailing pasir timah hasil destruksi sebanyak 1 g diekstraksi menggunakan pelarut optimum dengan ragam volume 10, 20, 25, 30, 35, 40, 60, 80, dan 100 mL, masing-masing duplo diaduk Pemanasan pada suhu 150 ºC selama 2 jam di atas hot plate diaduk Penambahan akuades 100 mL pada 1 jam pertama diaduk Fase cairan dan fase padat didiamkan agar terpisah
Dekantasi
Fase cairan ditampung
Fase padat dikeringkan diatas hot plate
Fase padat ditimbang 6.
Analisis menggunakan ICP-MS
Optimisasi waktu ekstraksi hidrometalurgi Komposisi ekstraksi hidrometalurgi yang optimum diaduk Pemanasan pada suhu 150 ºC di atas hot plate dengan ragam waktu 1, 1,5, 2, 2,5, dan 3 jam diaduk Penambahan akuades 100 mL (sesuaikan waktu) diaduk Fase cairan dan fase padat didiamkan agar terpisah
Dekantasi
Fase padat dikeringkan diatas hot plate
Fase padat ditimbang
Fase cairan ditampung
Analisis menggunakan ICP-MS
19
Lanjutan 1.
Optimisasi suhu ekstraksi hidrometalurgi Komposisi ekstraksi hidrometalurgi yang optimum diaduk
Pemanasan dengan ragam suhu 100, 150, dan 200 ºC pada waktu pelindian yang optimum di atas hot plate diaduk Penambahan akuades 100 mL (sesuaikan waktu pelindian yang optimum) diaduk Fase cairan dan fase padat didiamkan agar terpisah
Dekantasi
Fase cairan ditampung
Fase padat dikeringkan diatas hot plate
Fase padat ditimbang 2.
Analisis menggunakan ICP-MS
Analisis XRF Fase padat sebelum dan sesudah destruksi sebanyak 5 g ditambah polivinil alkohol 1 g Digerus sampai tercampur ditambah asam borat 2 g Sampel dimasukan ke cincin pelet
Ditekan menggunakan alat tekan
Dimasukan oven selama 15 menit
Analisis menggunakan XRF
20
Lampiran 3 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang, fosfat, dan silika pada optimisasi tailing massa pasir timah terhadap NaOH Nisbah tailing pasir timah dengan NaoH 1:0,5
Kadar silika (%)
Kadar fosfat (%)
2,79
0,0543
1:1
2,34
0
1:2
3,92
0
1:3
3.09
0
Kadar unsur tanah jarang (%) Ce 0,3697 Y 0,1797 La 0,1777 Nd 0,1380 Total 0,8651 Ce 0,1970 Y 0,1680 La 0,1380 Nd 0,0781 Total 0,5811 Ce 0,2110 Y 0,2090 La 0,1260 Nd 0,0700 Total 0,616 Ce 0,2130 Y 0,2330 La 0,1230 Nd 0,0700 Total 0,639
Data fase padat hasil destruksi Nisbah tailing pasir timah dengan NaOH 1:0,5 1:1 1:2 1:3
Massa sampel sebelum didestruksi (g) 15,0006 15,0005 15,0002 10,0003
Massa NaOH (g)
7,5742 15,0028 30,1187 30,0077
Massa sampel setelah didestruksi (g) 13,4829 10,7956 8,4926 3,0228
Peleburan (%)
10,12 28,03 43,38 69,77
21
Lampiran 4 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang, fosfat, dan silika pada optimisasi waktu destruksi Waktu (jam)
Kadar silika (%)
Kadar fosfat (%)
0,5
4,02
0,0228
1
3,94
0,0081
1,5
4,44
0,0028
2
3,74
0,0205
2,5
3,8
0,0202
3
4,04
0,0156
Kadar unsur tanah jarang (%) Ce 0,1610 Y 0,0623 La 0,0734 Nd 0,0243 Total 0,321 Ce 0,1630 Y 0,0835 La 0,0840 Nd 0,0281 Total 0,3586 Ce 0,1180 Y 0,0591 La 0,0701 Nd 0,0165 Total 0,2637 Ce 0,1310 Y 0,0572 La 0,0673 Nd 0,0180 Total 0,2735 Ce 0,1340 Y 0,0574 La 0,0743 Nd 0,0246 Total 0,2903 Ce 0,1570 Y 0,0683 La 0,0816 Nd 0,0364 Total 0,3433
22
Lampiran 5 Tabel data analisis XRF untuk unsur tanah jarang, fosfat, dan silika pada optimisasi suhu destruksi Suhu (ºC)
Kadar silika (%)
Kadar fosfat (%)
400
3,94
0,0081
500
3,31
0,0162
600
3,86
0,0057
700
3,92
0,0129
800
3,78
0,0057
Kadar unsur tanah jarang (%) Ce 0,1630 Y 0,0835 La 0,0840 Nd 0,0281 Total 0,3586 Ce 0,1660 Y 0,1080 La 0,1030 Nd 0,0535 Total 0,4305 Ce 0,1800 Y 0,1930 La 0,1180 Nd 0,0639 Total 0,5549 Ce 0,185 Y 0,155 La 0,0961 Nd 0,0461 Total 0,4822 Ce 0,1370 Y 0,1080 La 0,0675 Nd 0,0358 Total 0,3483
23
Lampiran 6 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi pelarut asam mineral Pelarut asam mineral HCl 37% H2SO4 98% HNO3 65% Akuaregia Larutan piranha
Massa pasir timah hasil peleburan (g) 1,0001 1,0002 1,0004 1,0005 1,0003
Ulangan 1 (residu asam) (g)
Ulangan 2 (residu asam) (g)
Rerata residu asam (g)
0,0127 0,0792 0,5204 0,0992 0,3105
0,0155 0,1393 0,4934 0,0699 0,2279
0,0141 0,1093 0,5069 0,0846 0,2692
Contoh perhitungan : Rerata residu asam =
g
24
Lampiran 7 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi komposisi ekstraksi hidrometalurgi Massa pasir timah hasil peleburan basa (g) 1,0004 1,0008 1,0005 1,0006 1,0006 1,0008 1,0004 1,0006 1,0001
Volume HCl 37 % (mL)
Ulangan 1 residu asam (g)
Ulangan 2 residu asam (g)
Rerata residu asam (g)
Kelarutan (%)
10 20 25 30 35 40 60 80 100
0,0926 0,0561 0,0417 0,0252 0,0267 0,0238 0,0262 0,0156 0,0127
0,0912 0,0526 0,0401 0,0240 0,0211 0,0239 0,0212 0,0175 0,0155
0,0919 0,0544 0,0409 0,0246 0,0239 0,02385 0,0237 0,0166 0,0141
90,81367453 94,56934452 95,91204398 97,54147511 97,61143314 97,61690647 97,63094762 98,3459924 98,59014099
Contoh perhitungan : Kelarutan (%) = Kenaikan kelarutan (%) =
Kenaikan kelarutan (%)
0,375567 0,26853989 0,32588623 0,01399161 0,00109467 0,00070206 0,03575224 0,01220743
25
Lampiran 8 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi waktu ekstraksi hidrometalurgi Massa pasir timah hasil peleburan basa (g) 1,0006 1,0006 1,0006 1,0008 1,0006
Waktu (jam)
Ulangan 1 (residu asam) (g)
Ulangan 2 residu asam (g)
Rerata residu asam (g)
Kelarutan (%)
1 1,5 2 2,5 3
0,0398 0,0283 0,0252 0,0202 0,0237
0,0305 0,0238 0,0240 0,0213 0,0242
0,0352 0,0261 0,0246 0,0208 0,0240
96,4871077 97,3965621 97,5414751 97,9266587 97,6064361
Contoh perhitungan : Kelarutan (%) = Kenaikan kelarutan (%) =
Kenaikan kelarutan (%)
1,818908655 0,289826104 0,770367116 0,640445069
26
Lampiran 9 Tabel data analisis kelarutan unsur tanah jarang pada optimisasi suhu ekstraksi hidrometalurgi Massa pasir timah hasil peleburan basa (g) 1,0006 1,0005 1,0003
Suhu (ºC)
Ulangan 1 residu asam (g)
Ulangan 2 residu asam (g)
Rerata residu asam (g)
Kelarutan (%)
100 150 200
0,0321 0,0285 0,0240
0,0307 0,0278 0,0268
0,0314 0,0282 0,0254
96,87873 97,19403 97,4676
Contoh perhitungan : Kelarutan (%) =
Kenaikan kelarutan (%) =
Kenaikan kelarutan (%)
0,006306 0,005471
27
Lampiran 10 Tabel data kelarutan unsur tanah jarang menggunakan ICP-MS Unsur tanah jarang Ce Y La Nd
Kadar unsur jarang (ppb) 21251 12690 9750 7919
tanah
Kadar unsur jarang (%) 0,2603 0,1555 0,1194 0,0970
tanah
Kelarutan unsur tanah jarang (%) 77,47 77,75 72,36 78,22
Contoh perhitungan Diketahui ρ = Gram larutan = 245 mL x Gram terlarut =
x245 g x
x
Zat terlarut (%) = Diketahui kadar awal Ce = 0,336% Y = 0,200% La = 0,165% Nd = 0,124%
Kadar pada 1:2 Ce = 0,2110 Y = 0,2090 La = 0,1260 Nd = 0,0700
Kelarutan (%) La di filtrat asam = Kelarutan (%) La di filtrat basa = Kelarutan total (%) La di filtrat asam dan basa = 72,36% + 23,63 % = 95,99%
21
13
14
12
13
25