PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING DI ModADA PTFI : ASPEK REKLAMASI DAN SUKSESI ALAMI
SARTJI TABERIMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami adalah benar karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain atau laporan instansi tertentu telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir dari penulisan disertasi.
Bogor, Agustus 2009 Sartji Taberima
ii
ABSTRACT SARTJI TABERIMA. Soil Development of Mine Tailings in ModADA PTFI : Reclamation and Natural Sucession Aspect. Under the supervision of BUDI MULYANTO as Chairman, SUDARSONO, BASUKI SUMAWINATA, YAHYA ABDUL HUSIN as Members. Tailings are residue of mining material after separation of valuable substances such as copper, gold and silver elements. Separation of these elements involves crushing of parent material to become fine particles and separation of the precious elements by flotation technique. Total amount of tailings produced by PT Freeport Indonesia are about 230.000 tons/day. These tailings are transported and deposited in the lowlands of Timika, Papua and confined in the two levees i.e East Levee and West Levee called as ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area). The research had been done in ModADA, the property of PTFI in Timika, Papua from March to November 2005. The main objectives of this research were to study the morphological, physical, chemical, and mineralogical characteristics of soil developed on tailings. The representative sampling location of soils were chosen based on differences in tailings particle size distribution from north to south around Mile 28-21 of ModADA. Results of the research showed that tailings were still under development stage to become soil. It was indicated by soil structure development with ochric epipedon on surface horizons without diagnostic subsurface horizons, therefore tailings soil were classified as Entisols. Distribution of particle size tend to gradual from north to south of area ModADA, that were sand, loamy coarse-fine sand, and silty coarse sand. On the family category, Succession Area were clasified as Typic Endoaquent (PS-1 sand; PS-2, PS-3, PS-4 silty coarse sand; PS-5 loamy fine sand). While Reclamation Area were clasified as Typic Udorthent-sand (I/PR-4-VI/PR-9), Aquic Udorthent-sand (I/PR-8), Aquic Udorthent-loamy coarse sand (VI/PR-7), Aquic Udorthent-silty coarse sand (VI/PR-10), Typic Epiaquent (Mile 21.5, silty coarse sand; Mile 21, loamy coarse sand). The available micro nutrients from high to lower : Cu > Fe > Mn > Zn, and base cations : Ca > Mg > Na > K. Concentration of Cu > 600 mg/kg when total of S > 1% which tend to increase on sub horizons of silty coarse and loamy fine in Sucession Area, but it can be neutralized by OH- because of dissolving Ca from CaO, therefore Ca was high with deepness on sub surface horizons. The mineralogical analysis showed that quartz and feldspar minerals were the dominant, whereas clay mineral contents were very low. Process pedogenesis has been happening especially on loamy coarse-fine sand and silty coarse sand. It showed by weak weathering of feldspar, carbonate, amphibole or piroksen minerals; chlorite to illite, montmorillonite, and inter stratification minerals; and forming of iron oxide/hydroxide. The leaching experiment for 3 months showed that Mn was higher leached than Cu, Fe, dan Zn on the treatment without organic matter, because pH tailing was neutral to alkalin. Dissolving of base cations predominated by Ca2+ from CaO, therefore Ca2+ was high on sub layer of loamy and silty particles. Base on the research that the recommendation for Succession Area is to let land occupied by natural vegetation, while Reclamation Area on sandy particle in the north of ModADA (Mile 28-25) suggested : a). Giving treatment of organic matter to increase soil fertility; b). Chosening of vegetation types which is able to improve soil fertility and continued to forest or agriculuture vegetation; c). Routine monitoring and land evaluation to determine land use and suitably vegetation types,and also do analysis of tissue plant on absorbed nutrient elements. Key Words : soil development, tailing ModADA, reclamation, succession
iii
RINGKASAN SARTJI TABERIMA. Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami. Dibawah bimbingan BUDI MULYANTO sebagai Ketua Komisi Pembimbing, SUDARSONO, BASUKI SUMAWINATA, YAHYA ABDUL HUSIN masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Tailing adalah residu bahan induk setelah mengalami proses pemisahan dari mineralmineral berharga yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Proses pemisahan ini dilakukan secara mekanis dengan menghancurkan batuan yang mengandung tembaga, emas, dan perak di dataran tinggi Grasberg. Total tailing yang diproduksi oleh PTFI adalah 230.000 ton/hari, yang dialirkan dari dataran tinggi 2800 m dpl melalui sistem Sungai AghawagonOtomona-Ajkwa dan mengalir ke dataran rendah untuk diendapkan di dalam Tanggul Barat dan Tanggul Timur yang disebut Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Luas ModADA adalah 45.000 Ha yang terdiri dari 23.000 Ha merupakan bagian daratan dan 22.000 Ha merupakan bagian estuari. Di ModADA terdapat area tailing yang sudah tidak aktif sekitar 8-20 tahun dengan luas ± 1500 Ha, dan saat ini telah berfungsi sebagai Area Suksesi dan Area Reklamasi. Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal (< 50 cm) yang hanya ditumbuhi vegetasi alami, sedangkan Area Reklamasi memiliki kedalaman air tanah dalam (≥ 100 cm) yang telah direklamasi dengan vegetasi budidaya pertanian dan kehutanan tertata. Secara gradual penyebaran ukuran partikel kedua area ini di sepanjang Mile 28-21 dari utara (hulu) ke selatan (hilir) adalah kasar, medium sampai halus. Oleh karena pengendapan tailing mencakup area begitu luas, maka usaha reklamasi perlu dilakukan, termasuk mempelajari karakteristik tanah yang terbentuk dari tailing agar penggunaan lahan setelah penutupan tambang dapat direncanakan. Penelitian bertujuan untuk : 1). Mempelajari karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing di ModADA; 2). Mengklasifikasikan tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan keterwakilan kelas ukuran partikel; 3). Mempelajari kadar unsur makro dan mikro yang terkandung di tailing terhadap waktu pencucian berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel. Penelitian lapang telah dilakukan terhadap 5 profil tanah pewakil di Area Suksesi dan 12 profil tanah pewakil di Area Reklamasi, menyebar dari hulu ke hilir ModADA. Setelah pengamatan lapang dilanjutkan dengan percobaan simulasi selama 3 bulan terhadap contoh tanah tailing utuh dari profil pewakil untuk mempelajari pencucian unsur makro dan unsur mikro yang terkandung di tanah tailing. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Environmental Timika PTFI, Laboratorium Jurusan Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB Bogor, serta Laboratorium Metalurgi PTFI dan Laboratorium Belle Chasse New Orleans USA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan struktur tanah belum maksimal, kecuali pada horison permukaan. Hal ini ditunjukkan oleh epipedon okhrik pada horison permukaan, dan tanpa horison bawah penciri. Penyebaran ukuran partikel secara gradual dari hulu ke hilir, yaitu berpasir, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar, dengan ordo Entisol (A-C). Pada tingkat famili, Area Suksesi diklasifikasikan Typic Endoaquent (PS-1 berpasir; PS-2, PS-3, PS-4 berdebu kasar; PS-5 berlempung halus). Area Reklamasi diklasifikasikan Typic Udorthent-berpasir (I/PR-4-VI/PR-9), Aquic Udorthent-berpasir (I/PR-8), Aquic Udorthent-berlempung kasar (VI/PR-7), Aquic Udorthent-berdebu kasar (VI/PR-10), Typic Epiaquent (Mile 21.5, berdebu kasar; Mile 21, berlempung kasar). Secara morfologi, sebagian besar Area Suksesi dan Area Reklamasi memiliki kemiripan sifat, namun secara kimia berubah sangat cepat. Karakteristik kimia unsur-unsur cenderung meningkat di bagian selatan ModADA pada partikel berlempung kasar- halus dan berdebu kasar, berturut-turut Cu > Fe > Mn > Zn, dan kation basa Ca > Mg > Na > K. Konsentrasi Cu tinggi di sebagian besar horison Area
iv
Suksesi, yaitu > 600 mg/kg ketika terjadi penurunan pH karena oksidasi sulfida, ditunjukkan oleh total S ≥ 1% pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus. Penurunan pH umumnya pada horison permukaan, kemudian dinetralisir oleh CaO yang terkandung di tailing. Oleh karenanya Ca meningkat dan terakumulasi pada horison-horison bawah. Berdasarkan karakteristik mineralogi, proses pelapukan ditunjukkan oleh menurunnya jumlah mineral feldspar, amphibol, dan piroksen; terdapatnya illit, montmorillonit, dan mineral campuran dari pelapukan mineral klorit; serta oksida dan hidroksida besi, terutama pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar. Percobaan Simulasi 3 bulan, jumlah Mn tercuci lebih tinggi dibandingkan Cu, Fe, dan Zn pada perlakuan tanpa bahan organik, kemudian menurun dengan waktu pencucian. Nilai pH ≥ 7 - 8 merupakan faktor pembatas melarutkan unsur mikro secara berlebihan, kecuali Mn2+ lebih mudah tercuci karena mobile. Setelah pencucian, Ca2+ masih dominan ditemukan pada lapisan bawah, dan pencucian Ca2+ lebih intensif pada partikel berpasir daripada partikel berlempung kasar-halus atau berdebu kasar. Dari penelitian ini direkomendasikan untuk Area Suksesi adalah membiarkan lahan tetap ditumbuhi vegetasi secara alami. Area Reklamasi pada partikel berpasir di bagian utara disarankan : a). Mengatur perlakuan pupuk organik sesuai kebutuhan vegetasi reklamasi untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan perlu mengetahui kandungan awal unsur makromikro tersedia di lahan reklamasi; b). Penanaman awal pada lahan reklamasi dengan jenisjenis vegetasi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, seperti Calopogonium sp., kemudian dilanjutkan dengan vegetasi hutan dan budidaya pertanian terutama bagi pemenuhan kebutuhan biomassa; c). Perlu dilakukan pemantauan rutin untuk mengevaluasi lahan dan vegetasi melalui analisis tanah dan jaringan tanaman untuk mempelajari serapan unsur makro-mikro dari jenis-jenis vegetasi reklamasi maupun alami di ModADA. Kata kunci : perkembangan tanah, tailing ModADA, reklamasi, suksesi
v
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber; a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
vi
PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING DI ModADA PTFI : ASPEK REKLAMASI DAN SUKSESI ALAMI
SARTJI TABERIMA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
vii
Penguji pada Ujian Tertutup (30 Juni 2008)
: Dr. Ir. Suwardi, MSc.
Penguji pada Ujian Terbuka (20 Agustus 2009)
: 1. Dr. Ir. Iskandar, MSc. 2. Dr. S. Witoro Soelarno
viii
Judul Penelitian
: Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami
Nama
: Sartji Taberima
NRP
: A 261030021
Program Studi
: Ilmu Tanah
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. Anggota
Dr. Yahya Abdul Husin, MS Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Atang Sutandi, MS
Prof. Dr. Ir. Kharil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2009
Tanggal Lulus :
ix
PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah menjadikan segala sesuatu indah pada waktuNya dan karena kasih karuniaNya saja, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Judul Disertasi adalah Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami, telah dilaksanakan sejak Maret - Nopember 2005 di PTFI Timika dilanjutkan dengan analisis contoh tailing di Laboratorium Lingkungan PTFI dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB hingga Juli 2006. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc., Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc., Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr., Dr. Yahya Abdul Husin, MS selaku pembimbing yang telah memberi saran, arahan, dan koreksi selama proses penyelesaian disertasi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada PT. Freeport Indonesia (PTFI) atas kesempatan yang diberikan, termasuk fasilitas kerja dan bantuan tenaga kerja, laboratorium, data dan literatur penunjang, serta informasi selama pelaksanaan penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor UNIPA Manokwari dan Hubungan kerja sama antara UNIPA dan PTFI, sehingga pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga berterima kasih kepada Pimpinan dan Staf laboran di Laboratorium Lingkungan Timika PTFI, Laboratorium Metalurgi Mile 74 PTFI, Laboratorium Mineralogi Belle Chasse New Orleans USA, Laboratorium Sukofindo Timika, dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan-Fakultas Pertanian IPB Bogor. Terima kasih kepada Departemen Environmental dan Departemen Mine Serve PTFI dan para stafnya untuk segala bantuan, dukungan dan informasi selama pelaksanaan penelitian dan komunikasi yang tetap terjalin baik hingga saat ini. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Rektor IPB dan Jurusan Tanah untuk segala fasilitas dan kesempatan menyelesaikan studi pada program pasca sarjana. Terima kasih atas dukungan doa dan semangat dari keluarga terkasih dan saudarasaudara di Papua, Bogor, dan Australia (WA), serta sahabat-sahabat penulis dan teman-teman IPB, UNIPA, dan PTFI. Diharapkan banyak manfaat yang berguna dapat diperoleh dari penulisan disertasi ini, khususnya untuk penanganan tailing saat ini dan masa mendatang di Timika, Papua. Bogor, Agustus 2009 Sartji Taberima
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
I. PENDAHULUAN ………...................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1.2 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1.4 Hipotesis ...........................................................................................................
1 1 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2.1 Era Tambang di PTFI ...................................................................................... 2.2 Era Tambang Grasberg di PTFI ...................................................................... 2.3 Deskripsi Kegiatan Penambangan di PTFI dan Pengendapan Tailing di ModADA ........................................................................................................ 2.4 Karakteristik Umum Tailing di ModADA ..................................................... 2.5 Geologi dan Geomorfologi di ModADA ....................................................... 2.6 Klasifikasi Tanah Tailing ................................................................................ 2.7 Peranan Mineralogi dan Proses Perkembangan Tanah .................................... 2.8 Proses Pelapukan Mineral dan Pembentukan Tanah ......................................
6 6 7 8 10 11 12 13 14
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................................ 3.3 Bahan Penelitian ............................................................................................. 3.4 Tahapan Penelitian .......................................................................................... 3.4.1 Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Tanah ........................................ Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh .................................... 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah .............……....……………. 2. Karaktersitik Mineralogi Tanah ...................................................... 3.4.2 Percobaan Simulasi : Unsur Hara Tercuci (Nutrients Leaching Test) 1. Percobaan Unsur Hara Tercuci …………….…….……………… 2. Pelaksanaan Percobaan Unsur Hara Tercuci .……….…………… 3. Pengolahan Data Unsur Hara Tercuci ......….……….……………
16 16 16 21 21 21 21 22 23 24 24 24 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 4.1 Karakteristik Morfologi, Fisik, Kimia,dan Mineralogi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA ................................................................................. 4.1.1 Morfologi dan Fisik Tanah ................................................................ 4.1.2 Kimia Tanah .........................................................................................
28
xi
28 28 39
4.1.3 Mineralogi Tanah ................................................................................. 4.1.4 Kesimpulan ......................................................................................... 4.2 Unsur Hara Tercuci pada Tanah yang Berkembang dari Tailing di ModADA 4.2.1 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Makro Tercuci ....... 4.2.2 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Makro Tercuci ................................................................................................ 4.2.3 Kation-kation Basa pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ............................................................................................... 4.2.4 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Mikro Tercuci ........ 4.2.5 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Mikro Tercuci 4.2.6 Kesimpulan ......................................................................................... 4.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA .. 4.3.1 Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) dan Horison Bawah Penciri ................................................................................................. 4.3.2 Proses Perkembangan Profil Tanah di ModADA ............................... 4.3.3 Klasifikasi Tanah di ModADA ........................................................... 4.3.4 Perkembangan Klasifikasi Tanah di ModADA .................................. 4.3.5 Kesimpulan .........................................................................................
60 68 69 69 74 75 77 80 82 83 83 85 86 95 99
V. PEMBAHASAN UMUM ..................................................................................... 5.1 Proses Pengendapan Tailing di ModADA ..................................................... 5.2 Faktor-faktor Pembentukan Tanah di ModADA ........................................... 5.3 Vegetasi Reklamasi dan Suksesi Alami di ModADA ................................... 5.4 Hubungan antara Unsur Mikro dan Vegetasi di ModADA ...........................
100 100 106 113 114
VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ............................................................. 6.1 Kesimpulan Umum ....................................................................................... 6.2 Saran .............................................................................................................
116 116 116
Novelty .........................................................................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
119
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. 127 LAMPIRAN - LAMPIRAN .......................................................................................
xii
128
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Halaman Jenis Analisis Contoh Tanah dan Metode Analisisnya ..................................... Waktu Pengambilan Contoh Air dari Contoh Tailing dari Perlakuan 1, 2, 3, 4 pada Percobaan Simulasi .................................................................................... Analisis Kimia Unsur Hara dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi ............ Karakteristik Morfologi di Area Suksesi, ModADA ........................................ Karakteristik Morfologi di Area Reklamasi, ModADA .................................... Rata-rata Parameter Kimia Tailing Akhir dari Sungai Otmona, Mile 40 Pemantauan Tailing Periode Tahun 2005 - 2007 ............................................... Nilai rata-rata Komposisi Mineral dari Contoh Bulk pada Tailing Mile 74 dan ModADA (Mile 28 - Mile 21) ……….………………………………….……. Persentase Jenis Mineral pada Contoh Bulk di ModADA-PTFI ....................... Rata-rata Unsur Mikro Fe, Mn, Cu, Zn dengan Pereaksi DTPA pada Contoh Tailing Awal di ModADA ................................................................................ Klasifikasi Tanah Tailing Berdasarkan Sistem USDA (Soil Survey Staff, 1999; 2006) ....................................................................................................... Rata-rata Ukuran Partikel (%) Tailing Akhir dari Sungai Otomona, Mile 40 pada Pemantauan Tailing Periode Tahun 2006 - 2007 .....................................
xiii
23 26 27 29 34 40 61 66 78 97 101
DAFTAR GAMBAR
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9a-d. 10a. 10b. 11a. 11b. 11b. 11c. 11d. 12a.
12b.
13a.
13b. 13c. 13d.
Halaman Kerangka Pemikiran Perkembangan Tanah Tailing di ModADA ....................... Proses Pemisahan Bijih di Mile 74, PTFI ............................................................ Tahapan Stabilitas Mineral ................................................................................... Pelapukan Mineral Primer membentuk Mineral Sekunder ................................... Area Kontrak Karya PTFI, Timika - Papua .......................................................... Area Pengendapan Tailing ModADA PTFI, Timika - Papua .............................. Profil Pewakil di Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif ModADA ................... Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA Berdasarkan Distribusi Ukuran Partikel ................................................................................................................... Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci Selama 3 Bulan di Mile 21 PTFI, Timika ................................................................................................................... Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Suksesi, ModADA ……….. Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA ……. Nilai pH di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) .. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4 - II/PR-1) .................................................................................................. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (III/PR-2 - VI/PR-9) ..............................................................................................
5 9 13 15 17 18 19 20 25 32 39 42 43 44
Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 dan Mile 21 ModADA; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) .......................................................... Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA; Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5) …...................................................................... Bahan organik dan KTK di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) .....................................................................................
47
Bahan organik dan KTK di Area Reklamasi Mile 21 - Mile 21.5, Selatan ModADA; Partikel Berlempung Kasar (Mile 21) dan Partikel Berdebu Kasar (Mile 21.5) ...........................................................................................................
48
Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) ………........................................................................
50
Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 28 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4, 6, 8) ............................................................................ Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) ............................................ Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5; Partikel Berdebu Kasar (IV/PR-10 dan Mile 21.5) ..............................................
xiv
45 45
53 54 54
14a.
Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA; Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5) ......................................................................................
Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 27 ModADA; Partikel Berpasir (I/PR-4, I/PR-6, V/PR-3) ........................................................... 14c. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21 ModADA; Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) .............................................. 14d. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA; Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5) ............................. 15. Pelapukan Mineral Primer menjadi Mineral Sekunder di ModADA - PTFI ....... 16a. Nilai pH, C-org, KTK pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan - Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO) ............................................................................ 16b. Kation Basa Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO) .................................................................. 17a. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik ................... 17b. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik .............................. 18a. pH, EC, C-organik, KTK pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ...... 18b. Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi ............... 19a. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik .................. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik ............................. 19b. 20a. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1994 - 2004 Stasiun Meteorologi 04 Area Timika ................................................................................................................... 20b. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1997 - 2004 Stasiun Meteorologi 21 Area Pusat Reklamasi .................................................................................................... 21. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1996 - 2004 Stasiun Meteorologi 11 Kuala Kencana ................................................................................................................ 22a-e. Profil Tanah Pewakil di ModADA dan Tanah Mineral KK-5 ............................. 23. Penyebaran Ukuran Partikel di Area Suksesi, ModADA, Berpasir (PS-1) Berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) - Berlempung Halus (PS-5) ............................ 24a Kelas Ukuran Partikel di Area Reklamasi, ModADA, Partikel Berpasir (profil pewakil I/IPR-4, 6, 8, V/PR-3) .............................................................................. Partikel Berlempung Kasar Profil pewakil VI/PR-7 dan Mile 21 ........................ 24b. 24c. Partikel Berdebu Kasar Profil pewakil VI/PR-10 dan Mile 21.5 ......................... 25a. Kation Basa di Area Suksesi, ModADA ……………………………………….. 25b. Dinamika Unsur di Area Suksesi, ModADA …………………………………... 26a. Kation Basa di Area Reklamasi, ModADA ……………………….……………. 26b. Dinamika Unsur di Area Reklamasi, ModADA …………..…………………......
55
14b.
xv
58 59 59 67 70 71 72 73 76 77 79 80 89 93 95 98 104 104 104 104 107 108 111 112
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Tahapan Kerja Analisis Contoh Air di Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI ................................................................................................................... Analisis Contoh Tanah Tailing pada Awal (0 Bulan) dan Akhir (3 Bulan) Percobaan Simulasi …………………………………………………………... Rata-rata Unsur Hara Tercuci dari Contoh Tanah Tailing Setelah Percobaan Simulasi ............................................................................................................. Anova Unsur Hara Tercuci dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi ………. Anova Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada Percobaan Simulasi ............................................................................................................. Uji Lanjutan (LSD) Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada Percobaan Simulasi …………………………………………………………... Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) Berdasarkan Soil Survey Staff (1999; 2006) ....................................................................................................... Penentuan Horison Bawah Penciri Berdasarkan Soil Survey Staff (1999; 2006) .................................................................................................................. Deskripsi Profil Tanah di Area Suksesi, ModADA, PTFI - Timika …….…… Deskripsi Profil Tanah di Area Reklamasi, ModADA, PTFI-Timika ……….. Deskripsi Profil Tanah Mineral di Area Hutan Kuala Kencana-PTFI …….…. Bio Data .. .…………………………………………………………………….
xvi
128 131 133 134 141 146 149 150 152 155 166 167
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah suatu perusahaan pertambangan tembaga, emas, dan perak yang telah beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua (Irian Jaya) sejak tahun 1972. Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian 4000 m di atas permukaan laut di daerah Ertsberg dan Grasberg dalam wilayah Kontrak Karya seluas 100 km2 (PTFI, 2007). Untuk memperoleh tembaga, emas, dan perak dilakukan pengolahan bahan tambang secara mekanis dengan menghancurkan bijih batuan dan diikuti dengan proses pengapungan di Mile-74. Selanjutnya tembaga, emas, dan perak dipisahkan secara fisika - kimiawi. Selain itu terkandung juga mineral-mineral sulfida di antaranya pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), dan digenit (Cu2S) (PTFI, 1997). Dalam proses pengolahan bijih tambang dihasilkan tailing. Tailing merupakan limbah setelah tembaga, emas, dan perak dipisahkan di pabrik pengolahan dengan teknik pengapungan. Limbah yang disebut tailing berjumlah sekitar 96-97% dari batuan yang diolah, kemudian dialirkan dari pabrik pengolahan bijih pada ketinggian 2800 m di atas permukaan laut melalui sistem sungai Aghawagon-Otomona dan mengalir secara gravitasi ke dataran rendah untuk selanjutnya diendapkan di Area Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi yang dikenal sebagai ModADA di dalam Tanggul Barat - Tanggul Timur. Luas area pengendapan tailing di ModADA adalah 450 km2 (45.000 Ha), yaitu 230 km2 (23.000 Ha) merupakan bagian daratan dan 220 km2 (22.000 Ha) merupakan bagian estuari (PTFI, 2000). Umumnya tailing dari kegiatan pertambangan menimbulkan dampak dan masalah lingkungan yang perlu mendapat penanganan lebih lanjut. Sebagai gambaran saat ini, jumlah tailing yang dihasilkan PTFI sekitar 230.000 ton/hari (PTFI, 2003; 2006; 2007). Pengendapan tailing di ModADA ini menyebabkan karakteristik lahan berubah. Selain masalah fisik yang ditimbulkan tailing, masalah kimia berupa potensi kemasaman karena oksidasi mineral-mineral sulfida adalah mungkin terjadi. Untuk mengantisipasi masalah yang ditimbulkan akibat oksidasi mineralmineral sulfida ini, maka sifat geokimia tailing sebelum memasuki ModADA telah dipertahankan agar memiliki kemampuan menetralkan asam (Acid Neutralizing Capacity) 1.5 kali lebih besar dari kemampuan membentuk asam (Maximum Potential
1
Acidity) (PTFI, 2007). Proses ini dilakukan dengan menambahkan bubur kapur CaO, sehingga pH tailing stabil sekitar 7 - 8. Penambahan kapur ini juga mutlak dibutuhkan pada proses pemisahan bijih tambang melalui pemberian reagen agar konsentrat menjadi hydrophobic dan mengapung. Proses untuk membuat hydrophobic membutuhkan pH alkalin, sehingga dilakukan penambahan kapur yang secara tidak langsung akan meningkatkan pH tailing. Nilai pH ini yang mengkondisikan pengendapan unsur mikro dalam bentuk senyawa hidroksida yang tidak larut. Di area pengendapan tailing ModADA terdapat area tailing tidak aktif dan berumur sekitar 8 - 20 tahun, dengan luas ± 1500 Ha yang saat ini telah berfungsi sebagai Area Suksesi Alami dan Area Reklamasi. Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal (< 50 cm) yang hanya ditumbuhi vegetasi alami, terutama Phragmites karka sebagai pionir, sedangkan Area Reklamasi memiliki kedalaman air tanah dalam (≥ 100 cm) yang telah direklamasi dengan vegetasi pertanian dan kehutanan yang tertata. Kedua area ini berada di sebelah barat dari Tanggul Barat, ModADA dan memiliki penyebaran ukuran partikel dari utara ke selatan yang berubah secara gradual dari kasar, medium, dan halus. Secara keseluruhan di ModADA, ukuran partikel tailing terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu kasar (> 175 µm), medium (175-150 µm), halus (38-75 µm), dan sangat halus (< 38 µm) (PTFI, 1998). Sejalan dengan bertambahnya waktu, maka area pengendapan tailing di ModADA akan berkembang menjadi tanah. Tanah yang terbentuk dari tailing akan memiliki karakteristik yang sangat spesifik dan berbeda dari tanah mineral secara alami. Menurut Jenny (1941), proses pembentukan tanah selain dipengaruhi oleh bahan induk dalam hal ini adalah tailing, juga iklim, organisme (vegetasi), topografi, dan waktu. Sementara proses perkembangan tailing menjadi tanah di ModADA masih sangat muda dan bersifat belum stabil (unstabilize), mengingat strukturnya lepas karena didominasi partikel pasir. Selain itu kondisi umur tailing baru berakhir masa aktifnya dan memiliki ukuran partikel beragam. Namun demikian karena luasan area pengendapan tailing di ModADA cukup besar, maka studi mengenai karakteristik tanah yang berkembang dari tailing ini perlu diteliti sedini mungkin. Fokus dalam penelitian ini adalah mempelajari karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Selanjutnya dilakukan percobaan simulasi untuk mempelajari
2
kelarutan unsur-unsur hara secara alami dari contoh-contoh utuh di ModADA. Manfaat dari penelitian ini sebagai informasi ilmiah untuk tujuan reklamasi dan pengembangan kawasan ModADA lebih lanjut, terutama setelah berakhirnya masa penambangan. 1.2. Kerangka Pemikiran Tailing adalah limbah dari proses pemisahan mineral berharga yang terkandung dari bijih tambang. Taling dari kegiatan pertambangan ini menimbulkan dampak lingkungan dan merubah ekosistem mahluk hidup di sekitarnya, sehingga masalah ini perlu mendapat penanganan lebih lanjut (Mealey, 1999). Sebagai gambaran saat ini, jumlah tailing yang dihasilkan PTFI sekitar 230.000 ton/hari (PTFI,2003; 2006; 2007). Pengendapan tailing di ModADA menyebabkan tertutupnya ekosistem, sehingga karakteristik lahannya berubah. Perubahan ini meliputi perubahan karakteritik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi penyusun tanah, serta vegetasi yang tumbuh di atasnya. Dengan bertambahnya waktu, maka area pengendapan tailing akan berkembang menjadi tanah. Mengingat faktor-faktor pembentuk tanah dalam keadaan alami seperti yang dikatakan oleh Jenny (1941) tidak mungkin diterapkan dalam artificial pengendapan seperti di ModADA, karena tanah yang terbentuk dari tailing memiliki karakteristik yang sangat spesifik dan berbeda dari tanah mineral secara umum. Menurut Schafer et al. (1980), tanah yang terbentuk dari sisa tambang mempunyai perbedaan nyata terhadap kenampakan morfologi, karena merupakan tanah muda yang baru terbentuk dari campuran fragmen batuan pasir, debu, dan sedikit liat secara heterogen dengan perkembangan lapisan atau horison lebih dipengaruhi oleh kontrol manusia daripada proses-proses alami. Oleh karenanya dalam penelitian ini dipelajari sifat-sifat morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi. Sifat morfologi dan fisik meliputi perkembangan struktur, horison, perubahan warna, ukuran partikel (tekstur) yang dipengaruhi oleh kedalaman air tanah dan vegetasi pionir yang tumbuh di atasnya. Sifat kimia meliputi pH, Corganik, KTK, serta unsur makro dan mikro dalam bentuk total dan tersedia. Sifat mineralogi melibatkan pelapukan mineral primer dan pembentukan mineral liat sekunder, pembentukan senyawa oksida atau hidroksida, serta pelepasan unsur dan kation dari mineral tailing yang mudah lapuk.
3
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas dan mengingat umur pengendapan tailing tidak aktif di bagian barat dari Tanggul Barat ModADA baru berakhir 8-20 tahun yang lalu dengan ukuran partikel beragam, maka dalam penelitian ini akan dipelajari karakteristik tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan sifat morfologi, fisik, kimia, dan mineraloginya. Manfaat dari penelitian ini sebagai informasi ilmiah untuk tujuan reklamasi dan pengembangan lahan lebih lanjut setelah berakhirnya masa penambangan. Secara ringkas pada Gambar 1 adalah Kerangka Pemikiran Perkembangan Tanah Tailing di ModADA. 1.3 Tujuan 1. Mempelajari karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang berkembang dari tailing di area pengendapan tailing ModADA; 2. Mengklasifikasi tanah yang berkembang dari tailing berdasarkan keterwakilan kelas ukuran partikel; 3. Mempelajari kadar unsur makro dan unsur mikro dari tanah yang terbentuk dari tailing terhadap lamanya waktu pencucian berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel. 1.4 Hipotesis 1. Karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang terbentuk dari tailing dipengaruhi oleh karakteristik bahan induk dan waktu pengendapan tailing berakhir; 2. Perbedaan kelas ukuran partikel tailing memberikan pengaruh dalam menciptakan karakteristik tanah yang spesifik terhadap jenis tanah yang terbentuk; 3. Tanah-tanah yang berkembang dari tailing memiliki ciri-ciri spesifik terhadap ketersediaan unsur makro dan unsur mikro.
4
DAMPAK PENGENDAPAN TAILING DI AREA ModADA TERHADAP LINGKUNGAN DAN MAHLUK HIDUP SETELAH MASA PENAMBANGAN BERAKHIR
• Volume Endapan Tailing : ± 230.000 ton/hari • Luas area pengendapan di ModADA : 45 000 Ha (Dataran : 23.000 Ha, Estuari : 22.000 Ha)
PERUBAHAN TANAH NYATA EKOSISTEM AREA TERTUTUP
KARAKTERISTIK LAHAN BERUBAH
Perubahan pada Karakteristik Tanah dan Vegetasi yang tumbuh di Area Pengendapan Tailing ModADA
PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL TAILING : topografi relatif datar, melewati aliran air mengalir/CH tinggi, pengelolaan tailing dikontrol manusia, kedalaman air tanah (dangkal/dalam), vegetasi alami, dan waktu pengendapan berakhir
STUDI PERKEMBANGAN TANAH DARI TAILING : RENCANA PENGELOLAAN AREA ModADA Æ TUJUAN REKLAMASI
Karakteristik morfologi/fisik : - Struktur dan horison penciri - Ukuran partikel (tekstur) - Kedalaman air tanah - Vegetasi dan Suksesi Alami
Karakteristik kimia : - pH, C-organik, KTK - Unsur makro - Unsur mikro
Karakteristik mineralogi : - Pelapukan mineral primer - Pembentukan mineral liat - Pembentukan senyawa oksida atau hidroksida - Pelepasan kation-kation
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perkembangan Tanah Tailing di ModADA
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Era Tambang di PTFI PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah suatu perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), bergerak di bidang pertambangan Tembaga dan Emas yang telah beroperasi sejak tahun 1972 di Kabupaten Mimika, Papua. Bijih yang ditambang terletak pada ketinggian ± 4000 m di atas permukaan laut di daerah Ertsberg dan Grasberg dalam Wilayah Kontrak Karya seluas 100 km2 (PTFI, 2007). Kegiatan penambangan diawali pada tambang Ertsberg yang merupakan daerah mineralisasi dan terdapat banyak patahan. Bijih Ertsberg merupakan skarn (endapan) kontak metasomatis, yaitu endapan bijih yang tidak terbentuk di dalam batuan magma, melainkan hanya menempel (kontak) pada batuan kapur yang terdapat di sekelilingnya (Mealey, 1999). Proses pembentukan endapan bijih terjadi ketika cairan magma muncul ke permukaan bumi, kemudian menembus lapisan batuan berumur 36-53 juta tahun yang merupakan bagian utama dari daerah pegunungan di sekitar Ertsberg. Proses awal aliran magma ke permukaan ini dan proses intrusi magma selanjutnya ditandai oleh suhu dan tekanan tinggi yang menghasilkan cairan magma panas dan mudah mengalir. Cairan ini mengandung tembaga (Cu) dan emas (Au), yang kemudian muncul ke permukaan menembus celah-celah batuan kapur. Wilson (1981) mengemukakan bahwa endapan bijih Ertsberg mengandung 40-50% Fe (terutama magnetit atau Fe-oksida), 3% Cu (terutama CuFeS2, Cu5FeS4, Fe- dan Cu-sulfida), dan juga mengandung perak dan emas. Umumnya endapan bijih ini berupa bagian-bagian yang terpisah satu terhadap yang lain dengan ukuran relatif kecil dibandingkan endapan porfiri atau endapan sedimen. Di sisi lain, penambangan endapan ini sulit dilakukan karena ukurannya relatif kecil dan menyebar pada daerah yang tidak beraturan, serta tidak berlanjut dan kadang sulit ditemukan. Pada tahun 1975, ahli geologi Freeport menemukan cebakan mineral yang dikenal sebagai Ertsberg East atau Gunung Bijih Timur (GBT). Cebakan ini memiliki dua zona tambahan, yaitu DOZ (Deep Ore Zone atau Zona Bijih Dalam) dan IOZ (Intermediate Ore Zone atau Zona Bijih Tengah). Mineral tembaga utama yang terdapat di GBT adalah bornit (Cu5FeS4), sedangkan di Erstberg lebih banyak
6
mengandung kalkopirit (CuFeS2). Selama tahun 1976, dari hasil bor diperoleh 40 juta ton bijih dalam cadangan GBT dengan kadar tembaga rata-rata 2.5%, namun pada saat itu dianggap kurang memiliki nilai ekonomis, sehingga tidak menjamin bahwa operasi penambangan ini akan memiliki nilai ekonomis dan juga akses pengeboran relatif sulit di GBT (Mealey, 1999). Pada akhir tahun 1980, tambang bawah tanah di GBT dimulai dan pada tahun 1982 mencapai kapasitas pengolahan sebesar 4500 ton bijih/hari. Pada saat itu produksi bijih GBT cukup banyak, sehingga produksi bijih dari tambang terbuka Ertsberg diperkecil menjadi 5000 ton/hari dari total 9500 ton/hari. Selanjutnya produksi bijih mencapai 12.500 ton/hari pada tahun 1984 dan 20.000 ton/hari pada tahun 1988. Menjelang pertengahan Juni 1988, Freeport melakukan pengeboran dangkal pada zona utama di Grasberg yang terletak sekitar 3 km dari Ertsberg yang baru dibor 15 tahun kemudian setelah tambang Ertsberg di sebelahnya dikerjakan. Pada pengeboran sedalam 611 m tegak lurus kedalaman batuan ditemukan endapan emas dan tembaga berkadar tinggi. Sepanjang kedalaman 591 m dari lobang bor ini mengandung 1.69 % tembaga dan 1.77 g/ton emas, sehingga membuat Grasberg merupakan cadangan emas terbesar dan cadangan tembaga ketiga terbesar di dunia (Mealey, 1999). 2.2 Era Tambang Grasberg di PTFI Tambang Grasberg terletak di daerah pegunungan bagian selatan pulau Papua (Irian Jaya) pada ketinggian 4200 m dari permukaan laut. Endapan bijih di Grasberg berupa intrusi yang telah berumur tiga juta tahun. Berbeda dengan endapan (skarn) Ertsberg, endapan bijih di Grasberg terdapat dalam batuan beku yang disebut intrusi ilaga meliputi diorit, diorit kuarsa, monzonit, monzonit kuarsa, stok, retas, dan sills (Rusmana et al., 1995). Tubuh batuan bijih Grasberg adalah bagian dari batuan intrusi yang mengandung mineral tembaga dan emas (Mealey, 1999). Endapan bijih ini terjadi pada saat cairan magma yang menembus permukaan bumi membeku dan membentuk kristal-kristal yang mengandung mineral tembaga dan emas. Proses pengendapan dan pembentukan kristal yang disebut intrusi ini berlangsung secara berulang-ulang dari waktu ke waktu selama jutaan tahun dengan menghasilkan endapan tembaga dan emas pada daerah intrusi (Kirkham dan Sinclair, 1995; Mealey, 1999). Menurut MacDonald dan Arnold (1994), rata-rata analisis unsur 7
utama yang terkandung pada kompleks batuan Grasberg meliputi SiO2 (61.41%), Fe2O3 (11.18%), Al2O3 (10.27%), CaO (1.97%), MgO (1.30%), Na2O (1.51%), K2O (5.17%), S (1.59%), Au (2.27%), dan Cu (1.46%). Intrusi-intrusi di Grasberg ini menghasilkan daerah mineralisasi berbentuk kerucut terbalik berukuran 2.3 km x 1.7 km di bagian atas dekat permukaan pada ketinggian 4100 m, kemudian mengecil ke bawah dengan ukuran 900 m pada ketinggian 3000 m. Dari ketinggian tersebut, kerucut kemudian mengecil pada ukuran 500-600 m. Pada ketinggian 2650 m masih terdapat endapan mineral cukup berharga hingga kedalaman maksimum yang dapat dicapai dengan alat bor. Mineralisasi tembaga terutama terdapat dalam kalkopirit (CuFeS2), selain itu juga dalam bornit (Cu5FeS4). Bagian yang memiliki kandungan tembaga dan emas terbanyak terdapat pada ketinggian 3550 m dan 3350 m (Mealey, 1999). 2.3 Deskripsi Kegiatan Penambangan di PTFI dan Pengendapan Tailing di ModADA Kegiatan penambangan yang berlangsung saat ini didasarkan pada Kontrak Karya
Kedua
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
PTFI
yang
ditandatangani tahun 1991. Saat ini PTFI mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) dengan target produksi harian sekitar 240.000 ton bijih (PTFI, 2007). Proses pengolahan bijih tambang ini dilakukan secara mekanis, yaitu menghancurkan batuan yang mengandung mineral tembaga, emas, dan perak. Pabrik Pengolahan bijih terletak di dataran tinggi pada ketinggian 2800 m dpl. Pengolahan bijih mineral tembaga, emas, dan perak diekstrak menggunakan teknik pengapungan (flotasi). Sebelumnya bijih yang ditambang digiling sampai halus dan dicampur dengan air dalam jumlah tertentu pada mesin penggilingan yang kemudian dialirkan ke dalam tangki-tangki flotasi. Pada tangki-tangki flotasi diberikan gelembung-gelembung udara dan reagen yang bergerak dari dasar tangki menuju ke permukaan. Dalam
perjalanannya
ke
permukaan,
gelembung-gelembung
tersebut
menangkap dan mengumpulkan mineral berharga dari permukaan butir-butir halus hasil gerusan batuan bijih. Setelah mencapai permukaan, gelembung berubah menjadi buih yang telah kaya dengan mineral berharga. Buih tersebut kemudian dikumpulkan sebagai bubur konsentrat dan dikirim melalui jalur pipa menuju Pabrik Pengeringan 8
Konsentrat ke Pelabuhan Amamapare. Pengeringan dilakukan dengan penyaringan bertekanan tinggi dan pemanasan. Pada kuartal pertama 1999, kapasitas pengolahan bijih mencapai 220.000 ton/hari (PTFI, 2000). Dari total bijih olahan di pabrik, yang merupakan konsentrat sekitar 3 - 4% tembaga, emas, dan perak. Konsentrat kering berupa butiran pasir halus berwarna hitam yang merupakan produk akhir PTFI. Sementara pasir yang tersisa dari proses pengolahan bijih yang disebut tailing berjumlah sekitar 96-97% atau 212.000 ton/hari (PTFI, 2000) yang kemudian diangkut melalui sistem sungai AghawagonOtomona menuju area pengendapan tailing di ModADA. Hingga tahun 2007 jumlah tailing yang dihasilkan PTFI telah mengalami peningkatan sekitar 230.000 ton/hari (PTFI, 2003; 2006; 2007). Secara umum proses pemisahan bijih di dataran tinggi Mile-74 hingga menghasilkan konsentrat mineral berharga dan tailing, disajikan pada Gambar 2.
Produksi Bijih (240.000 ton/hari) Penggilingan dan Pengapungan di Dataran Tinggi Mile 74
Konsentrat 3 - 4% Cu, Au, Ag
96 - 97% Tailing (230.000 ton/hari)
Transportasi melalui jalur Pipa ke Amamapare Tailing dialirkan ke Dataran Rendah
Pengeringan Pengapalan
Pengendapan di ModADA
Gambar 2. Proses Pemisahan Bijih di Mile 74, PTFI Tailing selama perjalanannya dari dataran tinggi ke dataran rendah tidak mengalami pengendapan, namun mengalami pengenceran pada anak-anak sungai Aghawagon dan Otomona. Supaya tidak terjadi perluasan dampak secara lateral, maka dibangun dua buah tanggul yang membujur arah utara ke selatan yang dikenal sebagai Tanggul Barat (± 50 km) dan Tanggul Timur (± 54 km). Jarak kedua tanggul 9
bervariasi antara 4 - 7 km dengan luas total area pengendapan tailing di antara kedua tanggul adalah 230 km2 atau 23.000 Ha merupakan bagian daratan (PTFI, 2006) dan 220 km2 merupakan bagian estuari (PTFI, 2000). Pembangunan tanggul dirancang sebagai proses yang bertahap. Perubahan ketinggian dasar ModADA karena pengendapan tailing diprediksi sekitar 6-12 bulan sebelumnya, dan kemudian elevasi tanggul dinaikkan sesuai dengan laju sedimentasi yang terjadi. Ketinggian tanggul dirancang sedemikian rupa, sehingga mampu menampung ketinggian banjir 100 tahunan (Q100). Tinggi Tanggul Barat dibangun 1 m di atas tinggi banjir rencana 100 tahunan dan tinggi Tanggul Timur 0.5 m di atas Q100. Sejalan dengan naiknya dasar sungai akibat pengendapan tailing aktif, maka kedua tanggul dipertinggi secara bertahap hingga mencapai ketinggian maksimum yang diperkirakan antara 10 - 15 m (PTFI, 2000). Pengendapan tailing di ModADA yang disebabkan oleh gaya gravitasi dari dataran tinggi ke dataran rendah terdistribusi menurut ukuran partikel. Partikel kasar cenderung akan ditemukan lebih banyak mengendap di bagian utara (hulu) ModADA, partikel berukuran sedang mengendap di bagian selatan (hilir) ModADA, dan partikel halus mengendap hingga ujung selatan (hilir) ModADA ke arah Estuari muara Ajkwa. Sementara partikel sangat halus mengendap di Estuari Ajkwa dan sisanya terbawa hingga ke Laut Arafura di bagian selatan pantai Mimika (PTFI, 2006; 2007). 2.4 Karakteristik Umum Tailing di ModADA Karakteristik tailing sangat berbeda dibandingkan tanah mineral secara alami, baik dari sifat fisik maupun sifat kimianya. Berdasarkan karakteristik fisik, ukuran partikel tailing bervariasi dari pasir kasar, medium, halus hingga sangat halus berupa debu. PTFI (1998) membagi ukuran partikel tailing menjadi 4 kelompok, yaitu kasar (> 175 µm), medium (175 - 150 µm), halus (38 - 75 µm), dan sangat halus (< 38 µm). Tailing dengan ukuran partikel kasar akan mengendap di sebelah hulu dan tengah ModADA, tailing medium dan halus akan mengendap di daerah hilir ModADA dan tailing sangat halus akan mengendap di daerah muara Ajkwa dan Laut Arafura (Husin dan Susetyo, 1999). Hasil penelitian Istalaksana et al. (2000) menunjukkan bahwa tailing umumnya bertekstur kasar (lempung berpasir) hingga halus (lempung berdebu) dan bervariasi pada setiap lapisan. Fraksi liat dijumpai dalam jumlah sedikit sekitar 5-6% yang juga merupakan komponen kesuburan tanah sebagai koloid penjerap hara dan air. 10
Pada area berukuran partikel kasar dimana tailing diendapkan memiliki sifat drainase tanah cukup baik dan infiltrasi air tinggi, sehingga ketersediaan air bagi tanaman pada musim kemarau akan berkurang. Sebaliknya area dengan ukuran partikel halus memiliki sifat drainase tanah buruk dan infiltrasi air sangat rendah, sehingga pada musim hujan akan terjadi genangan air yang mengakibatkan ketersediaan O2 bagi tanaman menjadi berkurang. Sementara nilai pH tailing relatif tinggi dan menyebabkan mobilitas beberapa unsur hara menjadi rendah. Umumnya pH tailing ≥ 7 di ModADA karena dalam proses pengolahan bijih menggunakan bahan kapur dari batu gamping di sekitar Grasberg untuk pemisahan tembaga, emas, dan perak melalui proses pengapungan. Meningkatnya nilai pH berhubungan erat dengan ketersediaan kation-kation basa yang terkandung di tailing. Kation Ca2+ menjadi sangat tinggi karena berasal dari penambahan kapur pada proses pemisahan bijih, sehingga pH tailing cenderung netral - agak alkali. Kation Mg2+ rendah hingga sedang, sedangkan K+ dan Na+ rendah. Hasil analisis sifat kimia tailing oleh Istalaksana et al. (2000) menunjukkan bahwa ketersediaan N dan C organik rendah, sehingga tingkat kesuburan tailing tergolong rendah. Sementara kation basa Ca meningkat, temasuk unsur mikro Fe dan Cu. Menurut Tordoff et al. (2000) dan Ross (1994), bahwa konsentrasi tinggi dari Ca adalah baik bagi tanaman, namun kandungan logam berat yang diperoleh dari batuan induk jika terlarut berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman. 2.5 Geologi dan Geomorfologi di ModADA Secara geologi area pengendapan tailing ModADA yang terletak di dataran aluvial Ajkwa merupakan hasil pengendapan limbah tailing pasca penambangan. Pengendapan tailing di ModADA berasal dari sisa hasil penghancuran batuan dari mineral berharga di pabrik pengolahan bijih, dataran tinggi Mile 74. Sebagian besar area pengendapan tailing di ModADA berupa endapan pasir tailing hasil penambangan bijih Ertsberg dan Grasberg yang berasal dari batuan intrusi ilaga. Batuan intrusi ini meliputi diorit, diorit kuarsa, monzonit, monzonit kuarsa, stok, retas, dan sill pada periode kuarter dari zaman pliosen. Berdasarkan kontak geologi, batuan intrusi ini terdapat dalam kelompok batuan kembelangan (berumur jura tengah sampai kapur), batu gamping nugini (berumur kapur akhir sampai miosen), formasi tipuma (berumur jura tengah sampai trias), formasi aiduna (berumur karbon sampai perem), formasi modio (berumur silur sampai devon), dan 11
fomasi otomona (berumur proterozoikum akhir sampai cambrium). Sebagian besar dari kelompok batuan ini didominasi batu pasir, batu lumpur, batu lanau, dan batu gamping (Rusmana et al., 1995). Sebelum terjadi pengendapan tailing, dataran rendah ModADA terbentuk dari bahan aluvium (kerikil, pasir, dan lumpur) yang merupakan dataran aluvium di Kali Kopi dan Kali Aimua. Bahan endapan tersebut terbawa bersama kedua aliran kali yang berasal dari pegunungan Jayawijaya. Menurut Schroo (1962), daerah ini merupakan hamparan endapan aluvial yang luas dari zaman pliosen. Pada zaman pliosen terjadi perombakan batuan sehingga menyebabkan endapan aluvial. Proses pengendapan ini mulai terjadi sejak masa pliosen hingga saat ini (DEPTRANS dan PT Parama Consultant, 1986). 2.6 Klasifikasi Tanah Tailing Tanah-tanah yang berkembang dari tailing di ModADA relatif masih baru dan belum mengalami perkembangan berarti. Pengendapan tailing masih berlangsung terus menerus hingga saat ini, kecuali pada beberapa area di bagian Barat dari Tanggul Barat telah berakhir masa pengendapan tailing sekitar < 20 tahun. Pengendapan tailing yang terus menerus ini juga dapat menyebabkan perkembangan lapisan tailing terhambat. Hasil survei sebelumnya pada tahun 1997 di sekitar area pengendapan tailing tidak aktif pada sebagian besar tanah yang berkembang dari endapan tailing termasuk ordo Entisol. Di sekitar area Kali Kopi Breakout ditemukan endapan tailing tebal dan diklasifikasikan sebagai Typic Tropopsamment, sedangkan endapan tailing tipis diklasifikasikan sebagai Plinthic Tropaquept. Sementara area Tanggul Barat yang memiliki endapan tailing tebal di Pusat Reklamasi Mile-21 diklasifikasikan sebagai Typic Tropopsamment (PTFI dan PT Hatfindo Prima, 1998). Hasil penelitian Néel et al. (2002) terhadap perkembangan alami tanah dari tailing yang sudah berumur 35 tahun dan mengandung sulfida tinggi di La Petite Faye, France juga menunjukkan bahwa horison tanah yang terbentuk dari tailing belum matang. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata kecepatan perkembangan tanahnya relatif lambat, berkisar dari 0.25 - 0.70 cm/tahun dengan horison A-C, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol. Karakteristik solum tanah ini tipis (< 25 cm), akumulasi bahan organik sedikit, dan ketebalan horison A tidak teratur.
12
Perkembangan horison tanahnya juga lebih lambat karena terletak di daerah beriklim sedang (temperate). 2.7 Peranan Mineralogi dan Proses Perkembangan Tanah Mineral primer banyak ditemukan dalam fraksi pasir dan debu, sedangkan mineral sekunder terbentuk setelah mengalami proses pelapukan dari mineral primer yang ditemukan sebagai fraksi liat. Berdasarkan tahapan stabilitas mineral menunjukkan bahwa kelompok mineral feldspar, muskovit, dan kuarsa termasuk mineral primer yang stabil di dalam tanah, disajikan pada Gambar 3.
Olivine Calcic Plagioclase Augite Calcic-Alkalic Plagioclase Temperatur menurun
Hornblende
Alkali-Calcic Plagioclase Alkalic Plagioclase
Stabilitas meningkat
Biotite Potash Feldspar Muscovite Quartz
Gambar 3. Tahapan Stabilitas Mineral (Goldich, 1938; Rai dan Kittrick, 1989) Pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa mineral primer yang paling stabil adalah kuarsa. Sementara mineral yang paling tidak stabil adalah olivin, disusul augit, hornblende, dan biotit. Pada bagian kiri dari atas ke bawah dengan menurunnya temperatur, olivin merupakan mineral mudah lapuk dan tidak stabil karena terdiri dari satu Si-tetrahedral yang terikat satu sama lain oleh Mg yang mudah dihidrolisis atau Fe yang mudah teroksidasi. Berikutnya augit (piroksen) mempunyai rantai tunggal, hornblende (amphibol) mempunyai struktur rantai ganda, dan biotit mempunyai struktur yang berlapis-lapis. Kelompok mineral mudah lapuk ini umumnya berhubungan dengan mineral ferro magnesian yang cenderung tidak stabil di dalam lingkungan pedogenik (Allen dan Hajek, 1989; Huang et al., 1989).
13
Pada bagian kanan dari atas ke bawah ditemukan penghancuran atau pelapukan mineral semakin berkurang dari Ca-plagioklas ke K-feldspar, karena kation bervalensi dua (Ca2+) tidak mengisi dengan tepat kisi dalam struktur rantai feldspar, walaupun telah memenuhi kekurangan muatan sebagai akibat substitusi Si oleh Al. Sementara K berukuran lebih besar dapat mengisi kisi struktur mineral tersebut dengan tepat. Oleh karenanya K-feldspar (orthoklas) lebih stabil daripada Ca, Nafeldspar (plagioklas). Kuarsa adalah mineral yang paling stabil karena tahan terhadap pelapukan (Dress et al., 1989), terdiri dari ikatan Si-tetrahedral secara keseluruhan dengan semua atom oksigen diikat oleh lebih dari satu Si. Dengan semakin banyaknya Si yang mengikat O, maka rasio O : Si akan semakin menurun, sehingga rasio kuarsa = 2.0 lebih rendah, sedangkan rasio kelompok mineral mudah lapuk lebih tinggi, seperti olivin = 4, piroksen (augit) = 3, dan amphibol (hornblende) = 2.7 (Goldich, 1938; Hardjowigeno, 1993). Mineral kuarsa akan menjadi lebih mudah larut bila ukuran partikelnya semakin halus karena meningkatnya luas permukaan, terutama pada lingkungan pH tinggi (Nahon, 1991). Sementara muskovit lebih stabil karena stability effect dari lapisan silika aluminium. Muskovit cenderung lebih stabil dalam lingkungan pedogenik daripada biotit, karena Al dalam lembar oktahedral sebagai pengganti Fe dan Mg dalam biotit (Fanning et al., 1989; Allen dan Hajek, 1989). Rasio muskovit/biotit pada fraksi pasir cenderung meningkat dengan waktu (Mokma et al., 1973). Muskovit juga tersebar luas pada pasir dan debu, tetapi masih merupakan komponen minor pada sebagian besar tanah (Allen dan Hajek, 1989). 2.8 Proses Pelapukan Mineral dan Pembentukan Tanah Pelapukan menunjukkan disintegrasi dan perubahan batuan dan mineral melalui proses-proses fisik dan kimia. Pelapukan fisik disebabkan oleh tekanan fisik di dalam batuan atau mineral yang menyebabkan batuan hancur menjadi bahan berukuran lebih kecil tanpa perubahan komposisi kimia. Pelapukan kimia disebabkan oleh reaksi kimia dan menyebabkan perubahan kimia yang jelas pada produk pelapukannya. Reaksi-reaksi kimia yang terlibat dalam pelapukan meliputi pelarutan, hidrasi, hidrolisis, oksidasi, reduksi, dan karbonasi. Kenyataannya di alam, pelapukan fisik dan kimia dapat terjadi secara bersamaan. Kedua pelapukan ini yang mengawali proses pembentukan tanah dari batuan keras (Tan, 1991). 14
Proses pelapukan menyebabkan perubahan komposisi mineral-mineral utama penyusun batuan, meliputi perubahan struktur dan komposisi bahan padatan yang mempengaruhi air tanah dan ketersediaan hara untuk tanaman. Terbentuknya mineral liat sekunder dari proses pelapukan mineral primer menghasilkan bentuk kombinasi dan tambahan dari ion-ion dan molekul di dalam larutan tanah pada fase padat. Secara umum, jenis mineral sekunder yang terbentuk dari pelapukan dan hidrolisis mineral primer adalah kaolinit (1:1), illit (2:1), smektit (2:1), vermikulit (2:1), dan klorit (2:1 atau 2:2) dengan hydroxide interlayer seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Mineral Sekunder
Mineral Primer Olivin Piroksen Hornblende
Hydrous oxides Amorphous (Ti, Fe, Al, Si) H+ Ca++
Anatase Goethite Hematite Gibbsite Boehmite
Trioctahedral illite K+
Biotit Muskovit
H+
K+ -SiO2
Ca++
Clay vermiculite K+
H+
Dioctahedral illite
Feldspar
Hydrous oxides Amorphous (Al, Si)
Kuarsa
Silicic acid
Montmorillonit
+SiO2
H+ Ca++
Kaolinite
K+
Gibbsite
Chalcedonite
Secondary quartz
Silicic acid
Hydroxides
Gambar 4. Pelapukan Mineral Primer membentuk Mineral Sekunder (Fieldes dan Swindale, 1954)
15
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret - Nopember 2005 di ModADA dan dilanjutkan hingga Juli 2006 di laboratorium. Penelitian dilakukan di area pengendapan tailing ModADA di dalam area kontrak karya PTFI (Gambar 5). Lokasi penelitian difokuskan di ModADA yang sudah tidak aktif sekitar 8 - 20 tahun yang lalu. Area tailing tidak aktif terletak di sebelah barat Tanggul Barat di dalam Tanggul Barat - Tanggul Timur dari Mile 28 - Mile 21 dan membujur arah utara (hulu) - selatan (hilir) ModADA. 3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di ModADA, PTFI Timika - Papua (Gambar 6). ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area) adalah Area Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi. Pengendapan tailing di ModADA dikontrol melalui Tanggul Barat dan Tanggul Timur. Tanggul Barat dan Tanggul Timur memiliki panjang masing-masing sekitar 50-54 km dan jarak antara kedua tanggul sekitar 4-7 km, sehingga luas daratan ModADA adalah 230 km2 atau 23 000 Ha (PTFI, 1998). Sebelah barat Tanggul Barat dari lokasi pengendapan tailing terdapat area tailing tidak aktif dengan luas ± 1500 Ha. Terdapat dua pendekatan yang diadopsi oleh PTFI untuk mereklamasi area tersebut, yaitu : (1) menyediakan area pengendapan tailing tidak aktif untuk tanaman suksesi alami, dan (2) mengubah area pengendapan tailing tidak aktif untuk area pertanian meliputi tanaman pertanian, kehutanan, dan agroforestri, serta ternak hewan (Husin et al., 2005). Area pertama telah ditumbuhi vegetasi alami dengan kedalaman air tanah < 50 cm yang dikenal sebagai Area Suksesi, dan area kedua ditanami vegetasi pertanian - kehutanan tertata dengan kedalaman air tanah ≥ 100 cm yang dikenal sebagai Area Reklamasi. Pemilihan lokasi penelitian pada dua sistem area yang berbeda ini bertujuan untuk mempelajari karatersitik tanah tailing berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel. Selanjutnya dilakukan pengamatan karakteristik tanah yang terbentuk dari tailing dengan membuat profil-profil pewakil dari Mile 28-21, ModADA.
16
Legenda : Area Kontrak Karya PTFI Area Pengendapan Tailing, ModADA Tanggul Barat Timur
Area ModADA, Bagian Daratan
Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2005
Gambar 5. Area Kontrak Karya PTFI, Timika - Papua
17
Tanggul Timur
Laut Arafura Area Pengendapan Tailing Aktif
Area Hutan Kuala Kencana
Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif Area Reklamasi dan Area Suksesi Mile 28 - Mile 21 (± 1500 Ha)
Tanggul Barat
Pulau Ajkwa
Legenda : Area Tailing aktif ModADA Area Tailing tidak aktif Tanggul Barat - Timur
Gambar 6. Area Pengendapan Tailing ModADA PTFI, Timika - Papua (Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)
18
Area Pengendapan Tailing ModADA
PS-5 M 21
PS-4 PS-2
Tanggul Barat Baru
PS-3 M 21.5
V/PR4 PS-1 I/PR8
I/PR4
I/PR6
III/PR2 IV/PR5 II/PR1 2003/2004
VI/PR7
VI/PR9
1998
VI/PR10
1992/1993
Tanggul Barat Lama
2003/2004
2003
Legenda : Profil Pewakil Area Suksesi
2001/2002
Profil Pewakil Area Reklamasi Area Tailing tidak aktif di ModADA Tanggul Barat (Lama - Baru)
Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2006/2007 dan Tahun Penanaman bervariasi antara 1992 - 2004
Gambar 7. Profil Pewakil di Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif ModADA (Mile 28 - Mile 21, Utara - Selatan atau Hulu - Hilir)
19
Area Pengendapan Tailing Aktif, ModADA
UTARA (HULU)
Zona Atas
Partikel Kasar - Medium
Zona Tengah
Partikel Medium - Halus
Area Pengendapan Tailing Tidak Aktif, ModADA
Tanggul Timur Tanggul Barat
Zona Bawah
Partikel Medium - Halus Sangat Halus
Zona Peralihan Zona Estuari Partikel Campuran Kasar - Sangat Halus Legenda : Area Tailing Aktif ModADA Area Tailing tidak aktif Tanggul Barat - Timur
SELATAN (HILIR)
Keterangan : Sumber Peta Dasar PTFI 2005/2006
Gambar 8. Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA Berdasarkan Distribusi Ukuran Partikel [Distribusi partikel pada masing-masing zona dari utara - selatan, dikutip dari Laporan PTFI (2006)]
20
3.3 Bahan Penelitian Bahan penelitian adalah tailing tidak aktif di Area Suksesi (Mile 28 - 25) dan Area Reklamasi (Mile 28 - 21) dari utara (hulu) ke selatan (hilir) ModADA (Gambar 7). Penetapan lokasi pemeriksaan profil dan pengambilan contoh didasarkan pada Peta Zonasi Pengendapan Tailing di ModADA sesuai Distribusi Ukuran Partikel (Gambar 8). Tailing yang mengendap mempunyai ukuran partikel berkisar antara 1000-38 µm. Sebagian tailing kasar mengendap di bagian hulu, tailing medium mengendap di bagian tengah, sedangkan tailing halus dan sangat halus di bagian hilir ModADA (PTFI, 1998; 2006). Selanjutnya penetapan ukuran partikel atau tekstur contoh tanah dari masingmasing lapisan profil pewakil dilakukan dengan sistem Laser. Pengukuran partikel dengan sistem Laser dikelaskan berdasarkan Table American Geophysical Union Sediment Classification System Laser, yaitu kasar atau pasir (62 - >1000 μm), sedang atau debu (4 - 62 μm), dan halus-sangat halus atau liat (< 0.24 - 4 μm). Data ukuran partikel yang diperoleh dari hasil pengukuran Laser ini kemudian ditentukan berdasarkan sistem USDA, yaitu pasir (2 mm - 50 μm), debu (50 - 2 μm), dan liat (< 2 μm) (Soil Survey Staff, 1999; 2006). 3.4 Tahapan Penelitian Penelitian terdiri atas dua tahapan, yaitu : 1). Karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi; 2). Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci, 3 bulan di Lapang. 3.4.1 Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Tanah Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh Pemilihan lokasi untuk pengamatan profil pewakil adalah dari Mile 28-21 membujur arah utara ke selatan (hulu - hilir), ModADA. Area Suksesi terletak pada Mile 28-25 diwakili oleh 5 profil pewakil, yaitu PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, dan PS-5 yang ditumbuhi vegetasi rumput, anakan pohon dan pohon muda secara alami dengan kedalaman air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah. Area Reklamasi terletak pada Mile 28-21 terdiri dari 10 profil pewakil (I/PR-4-VI/PR-10) pada 6 lokasi yang telah dibudidayakan dengan tanaman pertanian dan kehutanan (Mile 2125), serta 2 profil pewakil (Mile 21.5-21) di bagian selatan yang ditumbuhi vegetasi 21
rumput dan hutan sekunder secara alami. Kedalaman air tanah di Area Reklamasi lebih dalam sekitar 100 cm di bagian utara hingga kurang dari 60 cm dari permukaan tanah di bagian selatan. Pengamatan morfologi profil pewakil dilakukan berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel. Kelas ukuran partikel menyebar dari kasar, sedang, sampai halus yang membujur dari utara ke selatan (hulu - hilir) ModADA (Gambar 8). Profilprofil pewakil Area Suksesi dan Area Reklamasi terletak di sebelah barat Tanggul Barat ModADA, sedangkan sebagai profil pembanding adalah tanah mineral di Area Hutan Kuala Kencana, Mile 38 (Gambar 6). Tahapan penelitian untuk deskripsi dan klasifikasi tanah di lapang sebagai berikut : a. Pembuatan profil pewakil pada kedalaman 0 - 200 cm (1 m x 1.5 m x 1.5 - 2 m); b. Deskripsi karakteristik morfologi pada masing-masing lapisan profil pewakil; Metode pengamatan karakteristik morfologi tanah di lapang merujuk pada Soil Survey Staff (1975) dengan menggunakan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1999; 2006) untuk tujuan deskripsi morfologi dan klasifikasi tanah. c. Pengambilan contoh tanah dari masing-masing lapisan profil pewakil; d. Analisis laboratorium pada contoh tanah untuk sifat fisik, kimia, dan mineralogi dari setiap lapisan profil pewakil; e. Penentuan jenis tanah di ModADA berdasarkan karakteristik morfologi, fisik, kimia dan mineralogi pada kelas ukuran partikel yang berbeda. 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Analisis laboratorium untuk contoh tanah dari masing-masing lapisan pada profil pewakil meliputi sifat fisik dan kimia ditampilkan pada Tabel 1.
22
Tabel 1. Jenis Analisis Contoh Tanah dan Metode Analisisnya No.
Parameter
Kimia *) 1. pH H2O (1:2); pH KCl 1N (1:2) 2. C-organik 3. N-total 4. S-total 5. Ca, Mg, K, Na-dapat dipertukarkan 6. Kapasitas Tukar Kation (KTK) 7. Kejenuhan Basa (KB) 8. Fe, Mn, Cu, Zn - tersedia 9. Fe, Mn, Cu, Zn - total 10. Electro Conductivity (EC) Fisik *) 11. Tekstur (Ukuran Partikel) 12. Struktur Keterangan :
Satuan
Metode Analisis
% % % meq/100 g meq/100 g % mg/kg mg/kg µS/cm
pH Meter - Glass Electrode Walkley & Black Kjeldahl Combustion (Pembakaran) NH4OAc, 1N pH 7 (AAS Flame) NH4OAc, 1N pH 7 (Titrasi) NH4OAc, 1N pH 7 (Perhitungan) DTPA, pH 7.3**) (ICP) HNO3 (ICP) EC Meter
% -
Laser (< 0.024 - 2000 μm) Pengamatan morfologi di Lapang
*)
Analisis kimia dan fisik tanah tailing dilakukan di Laboratorium Lingkungan Timika - PTFI dan Laboratorium Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB - Bogor. ** ) Pereaksi DTPA dikembangkan oleh Lindsay dan Norvell (1978) untuk analisis Fe, Mn, Cu, dan Zn tersedia pada tanah-tanah netral-berkapur (Martens dan Lindsay, 1990; Loeppert dan Inskeep, 1996; Reed dan Martens, 1996; Gambrell, 1996).
2. Karakteristik Mineralogi Tanah Contoh tanah untuk analisis mineral primer diambil pada keseluruhan lapisan, sedangkan contoh tanah untuk analisis mineral liat diambil dari bagian penentu (control section) pada kedalaman 25-100 cm (tanah mineral) dan 0 - ≥ 100 cm (tanah tailing) pada masing-masing lapisan profil pewakil. Contoh tanah diambil dari setiap lapisan profil pewakil, dibersihkan dan dikering anginkan. Setelah itu diambil sebanyak 100 g dari masing-masing contoh dengan menggunakan alat splitter untuk mendapatkan contoh yang mewakili dan dihaluskan hingga berukuran < 50 μm (pulverized), kemudian dianalisis dengan alat XRD (X-Ray Difraktometer). Karakteristik mineralogi tanah yang diamati meliputi mineral primer dari contoh bulk dan mineral sekunder (fraksi liat) dari contoh tanah melalui proses pemisahan liat. Analisis mineral dengan alat XRD untuk mineral primer dan mineral sekunder dari contoh bulk dilakukan di Laboratorium Metalurgi Mile 74 PTFI Timika, sedangkan analisis mineral sekunder dari proses pemisahan liat dilakukan di Laboratorium Mineralogi Belle Chasse, New Orleans USA. Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan mengidentifikasi puncak (peak) pada difraktogram dan menentukan jenis mineral secara otomatis pada komputer dengan menggunakan acuan ASTM (American Standard Testing Methods)
23
untuk setiap contoh tanah dari lapisan pada profil-profil pewakil. Prosedur standar untuk metode kuantifikasi XRD pada komposisi jenis-jenis mineral ditampilkan dalam bentuk nilai persentase (%) berdasarkan perhitungan dari peak height normalization. 3.4.2 Percobaan Simulasi : Unsur Hara Tercuci (Nutrients Leaching Test) 1. Percobaan Unsur Hara Tercuci Percobaan Simulasi dilakukan untuk mempelajari dinamika unsur makromikro tercuci pada kolom tanah yang tidak terganggu, sehingga menyerupai kondisi alami di lapangan. Contoh tanah diambil secara utuh dengan kolom PVC (paralon) berdiameter 6.5 cm dan tinggi 100 cm dari profil-profil tanah pewakil di Area Suksesi dan Area Reklamasi, ModADA. Contoh tanah utuh yang diteliti meliputi : a.
Area Suksesi diwakili oleh partikel berpasir (PS-1); berdebu kasar (PS-2,PS-3, PS-4); dan berlempung halus (PS-5).
b.
Area Reklamasi diwakili oleh partikel berpasir (I/PR-4, I/PR-6, I/PR-8, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, V/PR-9), berlempung kasar (VI/PR-7), dan berdebu kasar (V/PR-10). Percobaan berlangsung selama 3 bulan, terhitung 11 Mei - 17 Agustus 2005 di
Area Percontohan Reklamasi Mile 21 PTFI Timika. Analisis contoh air dan contoh tanah tailing selama Percobaan Simulasi dilakukan di Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI. Analisis parameter kation-kation basa dan KTK contoh tanah tailing dari kolom PVC setelah Percobaan Simulasi dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB - Bogor. 2. Pelaksanaan Percobaan Unsur Hara Tercuci Tahapan kerja dalam penelitian sebagai berikut : a. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan setelah tahap I, yaitu deskripsi karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi pada profil-profil tanah pewakil di lapang telah selesai diamati; b. Pengambilan contoh utuh dengan memasukkan kolom PVC (diameter 6.5 cm; tinggi 100 cm) ke dalam profil tanah pewakil (Gambar 9a, 9b);
24
c. Percobaan dilakukan di Mile 21 dengan meletakkan kolom-kolom PVC pada tempat terbuka untuk menerima air hujan secara alami (Gambar 9c, 9d). Contoh air yang tercuci dikumpulkan ke dalam botol plastik hitam berukuran 1 liter. Contoh air ini diambil setiap 2 minggu dari perlakuan 1 (1 bulan pengamatan), perlakuan 2 (2 bulan pengamatan), perlakuan 3 (3 bulan pengamatan), dan setiap 4 minggu dari perlakuan 4 (3 bulan pengamatan + pupuk kandang) selama 3 bulan percobaan untuk keperluan analisis kimia di laboratorium (Tabel 2 dan 3);
Gambar 9a. Kolom PVC digunakan mengambil contoh tanah tailing utuh dari Profil Pewakil, Lokasi : Area Suksesi, PS-2
Gambar 9c. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci pada kolom PVC, Lokasi : Mile 21
Gambar 9b. Kolom PVC pada Profil Pewakil, Lokasi : Area Reklamasi, VI/PR-9
Gambar 9d. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci pada 15 contoh tanah profil dengan 4 perlakuan, Lokasi : Mile 21
Gambar 9a-d. Percobaan Simulasi Unsur Hara Tercuci Selama 3 Bulan di Mile 21 PTFI, Timika
25
d. Perlakukan pupuk kandang (BO) hanya diberikan pada perlakuan 4. Takaran BO yang diberikan adalah 25.44 g/kolom PVC atau setara 80 ton/Ha seperti yang dilakukan oleh PTFI terhadap vegetasi budidaya di Area Reklamasi, ModADA. e. Perlakukan BO diberikan pada lapisan permukaan dari 15 contoh x 1 perlakuan (4) = 15 contoh tanah, sedangkan tanpa perlakuan BO adalah 15 contoh x 3 perlakuan (1, 2, 3) = 45 contoh tanah. Dengan demikian total contoh tanah pada masing-masing kolom PVC adalah 60. f. Komposisi kimia pupuk kandang (BO) adalah sebagai berikut : Pupuk Kandang (BO)
C %
N %
P %
Ca
47.69
0.98
0.58
27.17
Mg
K
Na
KTK
Fe
Mn
me/100g 13.72
Cu
Zn
mg/kg
46.15
12.17
44.83
1.45
0.025
24.90
0.01
g. Setelah 3 bulan percobaan diambil contoh tanah dari kolom-kolom PVC, kemudian dibagi menjadi 4 lapisan, yaitu 0-25, 25-50, 50-75, 75-100 cm untuk keperluan analisis kimia di laboratorium. h. Parameter tanah yang dianalisis meliputi pH, EC, C-organik, kation-kation basa, KB, dan KTK setelah percobaan pencucian dengan air hujan secara alami. Ratarata curah hujan di Mile 21 adalah 3700 mm/tahun (Data Stasiun Meteorologi PTFI, 2005). Tabel 2. Waktu Pengambilan Contoh Air dari Contoh Tailing dari Perlakuan 1, 2, 3, 4 pada Percobaan Simulasi Waktu Pengambilan Contoh Air Tercuci
Total Contoh Air (Botol penampung)
Waktu Terakhir Pengambilan Contoh Air
No.
Perlakuan
1.
1, 2, 3
25 Mei 2005
45
-
2.
1, 2, 3
8 Juni 2005
45
8 Juni 2005 (Perlakuan 1)
3.
4
17 Juni 2005
15
-
4.
2, 3
22 Juni 2005
30
-
5.
2, 3
6 Juli 2005
30
6 Juli 2005 (Perlakuan 2)
6.
4
15 Juli 2005
15
-
7.
3
20 Juli 2005
15
-
8.
3
3 Agustus 2005
15
3 Agustus 2005 (Perlakuan 3)
9.
4
17 Agustus 2005
15
17 Agustus 2005 (Perlakuan 4)
Keterangan : Perlakuan 1, 2, 3 dimulai pada 11 Mei 2005; Perlakuan 4 dimulai pada 17 Mei 2005, selama 3 bulan.
26
Tabel 3. Analisis Kimia Unsur Hara dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi No. Parameter 1.
pH H2O
2.
EC (Electro Conductivity) 2-
Satuan
Metode Analisis
-
pH Meter - Glass Electroda
µS/cm
EC Meter
3.
Anion (SO4 )
mg/L
CIA
4.
Kation-kation dan logam-logam terlarut (Ca, Mg, K, Na, Fe, Mn, Cu, Zn, S, C-organik)
mg/L
ICP-AES
Keterangan : CIA = Capillary Ion Analyzer ICP-AES = Inductively Coupled Plasma - Atomic Emission Spectrometry
3. Pengolahan Data Unsur Hara Tercuci Parameter unsur hara dari contoh air pada perlakuan 1, 2, 3, 4 diolah secara statistik menggunakan analisis profil (program SAS) untuk mendapatkan analisis varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji lanjutan (LSD) untuk parameter unsur hara dari contoh tanah di dalam kolom PVC. Selanjutnya dari hasil pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan nilai rata-rata untuk melihat kecenderungan pencucian unsur makro dan mikro, serta jumlah unsur-unsur tersebut di dalam contoh tanah menurut lamanya waktu pencucian.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi, Fisik, Kimia, dan Mineralogi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA 4.1.1 Morfologi dan Fisik Tanah Berdasarkan karakteristik morfologi dan fisik tanah yang terbentuk dari tailing di ModADA terlihat bahwa secara keseluruhan ModADA (Mile 28-21) didominasi partikel berpasir di bagian utara (hulu), sementara partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar ke arah selatan (hilir), disajikan pada Tabel 4 dan 5. Karakteristik morfologi tanah yang terbentuk dari tailing belum memperlihatkan perkembangan cukup berarti. Hal ini dikarenakan pengendapan tailing di ModADA relatif baru berakhir masa pengendapannya, sementara secara alami terbentuknya tanah dari proses pelapukan batuan membutuhkan waktu lama. Namun demikian tanah-tanah di ModADA yang didominasi oleh partikel berlempung kasar dan berdebu kasar telah memperlihatkan perkembangan struktur pada lapisan permukaannya, karena kandungan partikel halus dan bahan organik relatif tinggi sebagai akumulasi dari vegetasi yang tumbuh di atasnya. Sementara pada lapisan-lapisan di bawahnya belum menunjukkan perkembangan struktur tanah. Dari 5 profil pewakil yang diamati di Area Suksesi ditemukan bahwa partikel berdebu kasar mendominasi lapisan permukaan PS-2 dan PS-3, dan telah menunjukkan perkembangan struktur lemah dan remah, sedangkan lapisan bawahnya belum terbentuk struktur tanah, disajikan pada Tabel 4. Sementara di Area Reklamasi bagian selatan didominasi partikel berlempung kasar dan berdebu kasar memiliki keragaman jenis vegetasi alami dan budidaya tinggi, seperti VI/PR-7, VI/PR-10 dan Mile 21.5 telah memperlihatkan perkembangan struktur tanah pada horison permukaannya, disajikan pada Tabel 5.
28
Tabel 4. Karakteristik Morfologi di Area Suksesi, ModADA Profil-profil Tanah Pewakil
Kedalaman (cm)
Warna Matriks Dominan
Hulu
Tekstur (Ukuran Partikel)
Jenis Tanah
Struktur
Konsistensi
Perakaran
Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus/kasar banyak Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang
Entisol
Partikel Berpasir
PS-1 Ag ACg ACg2 ACg3 ACg4
0-9 9 - 21 21 - 26 26 - 28 28 - 50
Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Lempung Berpasir (Berlempung Kasar) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Partikel Berdebu Kasar PS-2 Ag Ag2 ACg ACg2 ACg3 ACg4
0-6 6 - 13 13 - 19 19 - 32 32 - 43 43 - 60
Coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) Coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) Kelabu gelap (2.5Y 4/0) Kelabu gelap (2.5Y 4/0) Kelabu gelap-sangat gelap (2.5Y 4/0 - 3/0) Kelabu gelap-sangat gelap (2.5Y 4/0 - 3/0)
Lempung (Berlempung Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar)
Remah Remah Remah Remah Remah - Lepas Remah - Lepas
Agak lekat/plastis Lekat, plastis Agak lekat/ plastis Agak lekat/ plastis Agak lekat/ plastis Lekat, plastis
Halus banyak Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang Halus/kasar sedang
Entisol
Ag ACg ACg2 ACg3 ACg4
0-5 5 - 17 17 - 22 22 - 30 30 - 50
Kelabu gelap (2.5Y 4/0) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) Kelabu sangat gelap (5Y 3/1)
Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung (Berlempung Kasar)
Remah Remah Remah Remah Remah - Lepas
Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Tidak lekat/plastis
Halus banyak Halus/kasar banyak Halus/kasar banyak Kasar banyak Kasar banyak
Entisol
Ag Ag2 Ag3 Ag4 Cg
0 - 10 10 - 19 19 - 28 28 - 35 35 - 50
Kelabu gelap-hijau pudar (5Y 4/1-4/4) Kelabu hijau pudar (5Y 4/2) Kelabu gelap-sangat gelap (2.5Y 4/0-3/0) Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0; 5Y 3/1) Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0)
Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung (Berlempung Kasar) Pasir (Berpasir)
Remah Remah Remah Remah Lepas
Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus banyak Halus/kasar banyak Halus/kasar banyak Halus/kasar banyak Kasar banyak
Entisol
Remah Remah Remah Remah - Lepas
Agak lekat/plastis Agak lekat/plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus/kasar banyak Halus/kasar banyak Halus/kasar banyak Halus/kasar sedikit
Entisol
PS-3
PS-4
Hilir
Partikel Berlempung Halus
PS-5 Ag Ag2 ACg ACg2
0 - 10 10 - 24 24 - 38 38 - 50
Coklat kekelabuan gelap-hijau pudar (2.5Y 4/2-4/4) Coklat hijau pudar-hijau pudar terang (2.5Y 4/4-5/4)
Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0-4/2) Kelabu gelap-hijau pudar (5Y 4/1-5/3)
Berdebu (Berdebu Halus) Berdebu (Berdebu Halus) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Pasir (Berpasir)
Keterangan : Profil Tanah Pewakil PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 terletak di Area Suksesi, Mile 28 - 25, ModADA (Utara - Selatan atau Hulu - Hilir).
29
Meskipun perkembangan struktur tanah baru terbentuk pada horison permukaan dan relatif masih lemah, namun pembentukan struktur tanah ini menandakan bahwa proses pedogenesis telah dimulai. Hal ini terjadi karena proses pengendapan tailing sudah berhenti dan proses interaksi tailing dengan faktor pembentuk tanah seperti faktor-faktor iklim dan biologi telah terjadi. Schafer et al. (1980) menyatakan bahwa tanah alami dan tanah yang terbentuk dari bahan sisa tambang (tailing) mempunyai perbedaan nyata terhadap kenampakan morfologi. Tanah alami terbentuk dari bahan induk yang cukup homogen. Prosesproses perkembangan tanah alami ini selama ribuan tahun telah mengubah bahanbahan induk, sehingga terbentuk lapisan-lapisan tanah yang jelas. Sementara tailing merupakan tanah muda yang baru terbentuk dari campuran fragmen batuan pasir, debu, dan sedikit liat secara heterogen dengan perkembangan lapisan lebih dipengaruhi oleh kontrol manusia daripada proses-proses alami. Selanjutnya pengamatan karakteristik morfologi dan fisik tanah yang berkembang dari tailing di ModADA pada masing-masing profil pewakil dibedakan berdasarkan kedalaman air tanah, yaitu Area Suksesi pada kedalaman < 50 - 60 cm dari permukaan tanah dan Area Reklamasi pada kedalaman ≥ 100 cm dari permukaan tanah. Area Suksesi Area Suksesi umumnya didominasi partikel debu pada horison-horison permukaannya hingga kedalaman < 50 - 60 cm dari permukaan tanah. Partikel debu tertahan pada sebagian besar lapisan permukaan karena pada saat pengangkutan tailing ke ModADA oleh aliran air, partikel debu ini tertahan oleh perakaran Phragmites karka yang telah tumbuh dan mendominasi area pengendapan tailing yang lebih basah tersebut. Berdasarkan identifikasi jenis vegetasi di Area Suksesi menunjukkan bahwa lokasi PS-1 memiliki tingkat keragaman vegetasi tinggi, PS-3 agak tinggi, PS-4 dan PS-5 sedang, serta PS-2 agak rendah. Phragmites karka merupakan vegetasi rumput yang secara alami tumbuh dominan di Area Suksesi dan toleran terhadap kondisi lahan tergenang (Husin et al., 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetasi rumput ini merupakan pionir dengan INP (indeks nilai penting) dapat mencapai 90%, terutama di Area Suksesi dengan kedalaman air tanah dangkal.
30
P. karka memiliki perakaran kasar dan halus dalam jumlah banyak hingga sedang dan dapat mencapai kedalaman lapisan 50 cm. Pada Tabel 4 terlihat bahwa keberadaan perakaran ini menyebabkan warna matriks coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) pada beberapa horison permukaan sebagai hasil dekomposisi bahan organik dari serasah vegetasi tersebut. Sementara warna matriks kelabu gelap - kelabu sangat gelap (5Y 5/1-4/1; 2.5Y 4/0-3/0) di sebagian besar lapisan merupakan warna dominan tailing dalam kondisi lembab-basah. Selain karena pengaruh vegetasi, partikel debu dan liat dari hasil pelapukan mineral primer tailing juga berperan penting terhadap perkembangan struktur tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah sebagai akibat melekatnya butir-butir tanah yang satu dengan yang lainnya. Perkembangan struktur tanah ditemukan pada lapisan-lapisan permukaan PS-2, PS-3, PS-4, dan PS-5 dengan kandungan debu tinggi dan ada sedikit peningkatan liat, sementara PS-1 memiliki partikel debu dan liat yang sangat rendah. Secara keseluruhan PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5
telah
memperlihatkan
perkembangan
struktur
remah
pada
horison
permukaannya walaupun masih lemah. Lapisan-lapisan di bawah horison permukaan juga telah menunjukkan perkembangan struktur remah dan relatif lemah hingga kedalaman 50 - 60 cm. Pada Tabel 4 memperlihatkan konsitensi tanah PS-1 tidak lekat dan tidak plastis, sedangkan PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 umumnya agak lekat dan plastis terutama pada horison-horison permukaan yang didominasi partikel debu tinggi dan liat agak meningkat. Liat mencakup semua bahan padatan berdiameter < 2 μm dan merupakan suatu koloid, termasuk bahan organik. Sifat koloid ini yang memungkinkan fraksi liat dan bahan organik memiliki kemampuan sebagai penjerap air dan hara lebih tinggi, disusul fraksi debu. Sementara fraksi pasir bersifat lepas, oleh karenanya area pengendapan tailing yang didominasi partikel berpasir belum menujukkan pembentukan struktur tanah. Area Suksesi lebih sering tergenang air, sehingga perkembangan struktur tanahnya cenderung terhambat karena terganggu oleh air tanah yang dangkal. Kondisi ini ditunjukkan oleh stabilitas agregat pada struktur yang baru saja terbentuk akan terganggu setelah terjadi penggenangan karena pelarutan bahan-bahan sementasi. Pada kondisi pH tinggi seperti ditemukan di Area Suksesi, struktur tanah yang baru terbentuk relatif mudah terganggu. Hal ini terjadi karena penggenangan menurunkan
31
stabilitas agregat sebagai akibat dari reduksi Fe atau Mn oksida yang merupakan senyawa pengikat agregat.
ACg
-5 0
5 Ag
30
ACg4
-3 0
ACg3
22
ACg2
0-
28
ACg
Kedalaman Horison (cm)
-2 2
Pasir
-5
8 26
-2
6 21
-2
. 21 9-
0
Ag
Debu
0
Pasir
Liat
17
Debu
17 .
Liat
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 5-
P ersenta se pa rtikel (% )
Partikel Berdebu Kasar PS-3
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -9
P ersenta se pa rtikel (% )
Partikel Berpasir PS-1
ACg2
ACg3
ACg4
Kedalaman Horison (cm)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Liat Debu
Ag2
ACg
0 38
-5
8 -3 24
-2 10
0-
Ag
4.
Pasir 10
P ersenta se pa rtikel (% )
Pertikel Berlempung Halus PS-5
ACg2
Kedalaman Horison (cm)
Gambar 10a. Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Suksesi, ModADA
Pada Gambar 10a, terlihat bahwa sebagian besar Area Suksesi masih didominasi partikel berdebu hingga kedalaman lapisan < 50 cm, sedangkan partikel berpasir pada kedalaman lapisan > 50 cm, kecuali PS-1 didominasi partikel berpasir mulai dari kedalaman ≥ 10 cm hingga lapisan bawah. Kondisi lahan sering jenuh air ini yang menyebabkan proses pelapukan lebih lambat terutama pada lapisan-lapisan bawah, sehingga masih didominasi partikel berpasir. Oleh karenanya terbentuk stratifikasi lapisan yang cukup bervariasi dengan ukuran partikel yang kontras antar lapisan sebagai akibat pengendapan tailing dikontrol oleh aliran air dan relatif baru berakhir masa pengendapannya. Berdasarkan uraian karakteristik morfologi dan fisik tanah di Area Suksesi ini, maka horison penciri atas digolongkan sebagai okhrik, sementara horison bawah penciri belum terbentuk. Tanah-tanah semacam ini menurut Soil Taksonomi termasuk ordo Entisol (Soil Survey Staff, 1999; 2006).
32
Area Reklamasi Area Reklamasi memiliki air tanah dalam dan telah ditanami vegetasi budidaya pertanian dan kehutanan sejak tahun 1992/1993 yang terletak di bagian selatan, sedangkan di bagian utara sejak tahun 2001-2004. Membujur dari utara ke selatan (hulu - hilir) ModADA, karakteristik morfologi tanah masih didominasi partikel berpasir pada sebagian besar lapisan di I/PR-4,-6,-8, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, dan VI/PR-9 (Mile 28-25). Area-area ini memiliki kedalaman air tanah dalam hingga 100 cm dari permukaan tanah, kecuali I/PR-8 memiliki kedalaman air tanah kurang dari 80 cm dari permukaan tanah. Ke arah selatan ModADA, kedalaman air tanah kurang dari 90 cm hingga 50 cm dari permukaan tanah pada partikel berlempung kasar di VI/PR-7 dan Mile 21, serta berdebu kasar di VI/PR-10 dan Mile 21.5. Pada Tabel 5 terlihat bahwa struktur tanah pada lapisan yang didominasi partikel berpasir belum terbentuk, kecuali lapisan permukaan I/PR-8 (horison A dan AC : remah), II/PR-1 (horison Ap, A2, A3 : remah), dan VI/PR-9 (horison A : remah), sedangkan VI/PR-7 memperlihatkan perkembangan struktur lemah pada sebagian besar horison permukaannya (horison Ap, A2, A3, AC, AC2 : remah). Struktur tanah telah berkembang di VI/PR-7 karena perkembangan tanahnya didukung oleh pertumbuhan vegetasi budidaya dan vegetasi alami yang cukup baik dengan perakaran halus-kasar (sedang) hingga kasar (sedikit). Perakaran vegetasi alami ini berperan penting untuk menahan partikel debu, mempercepat pelapukan mineral, dan sumber bahan organik. Profil-profil bagian selatan ModADA, yaitu VI/PR-10 dan Mile 21.5 dengan tingkat keragaman vegetasi lebih tinggi daripada VI/PR-7 juga telah memperlihatkan perkembangan struktur tanah lemah pada beberapa horison permukaannya. Berbeda dengan Mile 21 memiliki kecenderungan perkembangan horison seperti di Area Suksesi. Lapisan permukaan Mile 21 didominasi partikel berlempung kasar dengan vegetasi semai, sedangkan lapisan bawah didominasi partikel berpasir dan kedalaman air tanah dangkal, yaitu < 50 cm dari permukaan tanah.
33
Tabel 5. Karakteristik Morfologi di Area Reklamasi, ModADA Profil-profil Tanah Pewakil
Kedalaman (cm)
Warna Matriks Dominan
Hulu
Tekstur (Ukuran Partikel)
Struktur
Konsistensi
Perakaran
Jenis Tanah
Partikel Berpasir
I/PR-4 Ap AC C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9
I/PR-6 A AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
I/PR-8 A AC C C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg Cg2
0 - 10 10 - 14 14 - 27 27 - 42 42 - 50 50 - 76 76 - 89 89 - 96 96 - 103 103 - 115 > 115
Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1)
Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit -
Entisol
0-8 8 - 12 12 -15 15 - 20 20 - 28 28 - 31 31 - 42 42 - 48 48 - 57 57 - 76 76 - 85 85 - 91 91 - 101 101 - 114 114 - 125 > 125
Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Hitam (2.5Y 2/0) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit Halus/kasar sedikit -
Entisol
Kelabu hijau pudar-k.hijau pudar gelap (5Y 4/2-3/2)
Lempung (Berlempung Kasar) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Lempung Berpasir (Berlempung Kasar) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit -
Entisol
0-8 8 - 26 8 - 15 15 - 26 26 - 32 32 - 41 41 - 48 48 - 54 54 - 64 64 - 79 > 79
Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
34
Lanjutan Tabel 5 II/PR-1 Ap A2 A3 C C2 C3 C4
III/PR-2 AC C C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg
IV/PR-5 A A2 AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10
V/PR-3 Ap AC C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9
Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit -
Entisol
0-8 8 - 10 10 - 15 15 - 24/26 24/26 - 43/52 43/52 - 53/79 53/79 - 76/94 76 - 88/94 > 88/94
Kelabu (5Y 5/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu (5Y 5/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1)
Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Lempung (Berlempung Kasar) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit -
Entisol
0 - 4/5 4/5 - 5/9 5/9 - 1412 14/12 -17/16 17/16-22/27 22/27-28/30 28/30-38/44 38/44-50/51 50/51-60/57 60/57-65/71 65/71-68/81 68/81-79/120
Kelabu sangat gelap-k.hijau pudar gelap (5Y 3/1-3/2) Kelabu sangat gelap-k.hijau pudar gelap (5Y 3/1-3/2)
121/>130-130 130 - 145 > 145
Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Kasar sedikit -
Entisol
Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 5/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
0 - 12/15 12/15-18/19 19 - 32 32 - 42 42 - 50 50 - 55 55 - 63 63 - 85 85 - 95 95 - 118 > 118
Kelabu hijau pudar gelap (5Y 3/2) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus-kasar sedikit -
Entisol
0 - 10 10 - 19 19 - 28 28 - 57 57 - 62 62 - 74 > 74
79/120-121/130
35
Lanjutan Tabel 5 VI/PR-9 A C C2 C3 C3” C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 C14 C15
0-8 8 - 13 13 - 18 18 - 29 29 - 37 29 - 44 44 - 48 48 - 52 52 - 61 61 - 68 68 - 76 76 - 81 81 - 90 90 - 100 100 - 112 112 - 129 > 129
Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-k.gelap-kelabu hijau pudar (5Y 5/1-4/1-4/2)
Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Hitam (2.5Y 2/0) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah - Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
-
Entisol
Partikel Berlempung Kasar VI/PR-7 Ap A2 A3 AC AC2 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg
Mile 21 A AC C Cg Cg2
0-5 5 - 10 10 - 20 20 - 29 29 - 35 35 - 48 48 - 68 68 - 75 75 - 81 81 - 88 88 - 97 97 - 112 > 112
Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu (5Y 5/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1;2.5Y 2/0) Kelabu-hijau pudar (5Y 5/1-5/6) Kelabu gelap-kelabu hijau pudar (5Y 4/1-4/2) Kelabu hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Kelabu hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Kelabu hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Kelabu hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Kelabu hijau pudar-kelabu gelap (5Y 5/2-4/1) Kelabu gelap (2.5Y 4/0) Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0)
Lempung Berpasir (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Pasir Berlempung (Berpasir) Lempung Berpasir (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar)
Remah - Lepas Remah Remah Remah Remah Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus-kasar sedang Halus-kasar sedang Halus-kasar sedang Halus-kasar sedang Halus-kasar sedang Halus-kasar sedang Kasar sedang Kasar sedang Halus sedang Kasar sedang-sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit
Entisol
0-7 7 - 12 12 - 19 19 - 35 35 - 50
Kelabu gelap-coklat k.gelap (2.5Y 4/0-4/2) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu-kelabu gelap (5Y 5/1-4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1)
Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir) Pasir (Berpasir)
Remah Remah Lepas Lepas Lepas
Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis Tidak lekat/ t.plastis
Halus-kasar banyak Halus-kasar sedang Kasar banyak Kasar banyak Kasar sedikit
Entisol
36
Lanjutan Tabel 5 Hilir VI/PR-10 Ap AC AC2 AC3 AC4 AC5 C C2 C3 C4 Cg
Mile 21.5 A AC ACg Cg Cg2 Cg3 Cg4 Cg5
Partikel Berdebu Kasar 0 - 10 10 - 22 22 - 27 27 - 29 29 - 39 39 - 43 43 - 48 48 - 53 53 - 59 59 - 68 > 68 0-9 9 - 13 13 - 19 19 - 30 30 - 37 37 - 45 45 - 55 > 55
Kelabu gelap-sangat gelap (5Y 4/1-3/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap-sangat gelap (2.5Y 4/0-3/0) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap (2.5Y 4/0) Kelabu gelap (10YR 4/1) Kelabu gelap (N4/0; 5Y 4/1)
Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung Berdebu (Berdebu Kasar) Lempung (Berlempung Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Lempung Berdebu (Berlempung Kasar)
Remah Remah - Masif Remah - Masif Remah - Masif Remah - Masif Remah - Masif Masif Masif Masif Masif Masif
Agak lekat /a.plastis Agak lekat/a.plastis Agak lekat /a.plastis Agak lekat /a.plastis Agak lekat /a.plastis Agak lekat /a.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/a.plastis
Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit Halus-kasar sedikit
Entisol
Coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) Kelabu gelap-kelabu hijau pudar (5Y 4/1-4/2)
Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar) Debu (Berdebu Kasar)
Remah Remah - Masif Remah - Masif Masif Masif Masif Masif Masif
Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis Agak lekat/ t.plastis
Halus-kasar banyak Halus-kasar sedang Kasar sedang Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit Kasar sedikit -
Entisol
Kelabu hijau pudar-kelabu-k.gelap (5Y 4/2-5/1-4/1)
Kelabu gelap (5Y 4/1) Kelabu gelap-sangat gelap (2.5Y 4/0-3/0) Kelb glp-sgt glp-cklt kk.glp (2.5Y 4/0-3/0-4/2) Kelabu glp-cklt kekelabuan glp (2.5Y 4/0-4/2) Kelabu glp-cklt kekelabuan glp (2.5Y 4/0-4/2)
37
Perbedaan kontras pada karaktersitik mofologi dan fisik tanah di Mile 21 adalah didominasi vegetasi rumput, sedangkan Mile 21.5 selain vegetasi rumput, terdapat vegetasi pohon. Jarak antara kedua area ini sekitar 500 m, namun berdasarkan deskripsi morfologi ditemukan perbedaan nyata pada lapisan-lapisan tanahnya. Di Mile 21.5, warna matriks dominan adalah kelabu gelap (5Y 4/1) dan bercampur coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2), serta agak kemerahan. Perubahan warna ini sebagai akibat proses pelapukan mineral primer dari golongan mineral mudah lapuk pembawa besi (iron bearing mineral) yang melepaskan Fe2+ Æ Fe3+ dan membentuk Fe(OH)3 (Graham et al., 1989) dan dekomposisi bahan organik dari serasah. Berbeda dengan Mile 21, warna kelabu gelap (2.5Y 4/0) dan coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) hanya ditemukan pada horison atas (A), sementara pada horison bawah (AC - Cg2) kelabu (5Y 5/1) dan kelabu gelap (5Y 4/1) hingga kelabu gelap (5Y 4/1) merupakan warna tailing. Warna matriks kelabu gelap (5Y 4/1) umumnya juga ditemukan pada sebagian besar lapisan di Area Reklamasi, terutama pada lapisan-lapisan yang memiliki ukuran partikel berpasir. Warna ini merupakan warna bahan penyusun tailing berupa pasir lepas dari Mile 74. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sebagian besar Area Reklamasi belum memiliki struktur tanah, terutama pada lapisan bawah karena masih memiliki kemiripan sifat dengan bahan induk tailing. Kecuali lapisan-lapisan permukaannya, karena dipengaruhi oleh vegetasi budidaya dan penambahan bahan organik, sehingga struktur tanah telah berkembang baik. Umumnya di bagian selatan Area Reklamasi didominasi partikel berdebu pada lapisan permukaannya dengan kandungan liat cenderung meningkat, karena pelapukan mineral primer lebih intensif pada lingkungan oksidatif, termasuk dekomposisi bahan organik. Sementara lapisan-lapisan di bawahnya didominasi partikel berpasir, termasuk area di bagian utara yang memiliki kedalaman air tanah dalam. Terbentuknya stratifikasi lapisan dengan ukuran partikel berbeda pada setiap lapisan terjadi bukan karena proses pedogenesis. Namun lebih disebabkan oleh pengendapan tailing aktif yang secara periodik dipengaruhi pergerakan air dalam memindahkan sedimen tailing. Gambar 10b memperlihatkan bahwa lebih kurang 80% Area Reklamasi mengandung partikel pasir diikuti debu, sementara liat dalam jumlah sangat sedikit di bagian utara, sedangkan ke arah selatan didominasi partikel debu. 38
Partikel Berlempung Kasar VI/PR-7
100
100
90
90
80
80
70
70
60 50 40 30
Liat
20 10
Persenta se pa r tikel (cm
60 50 40 30
Debu
20
Pasir
10
0
Liat Debu Pasir
C8
C9
AC AC2
C5
2 11
7
12
>
-1
-9
C6
97
88
-8
8
1
C4
81
5
-8
8
-7
C3
75
-6
C2
68
8
C
48
9
5
-4 35
-2
-3 29
.
0. -2
A3
20
A2
10
5
>
3-
Ap
10
C7
Kedalaman Horison (cm)
10
11
5 11 5
03 -1
6
C6
96
9
-9
-8
89
C5
0-
C4
76
-7 6
0
C3
50
-5
2
C2
42
-4
7
C
27
-2
4.
AC
14
-1
0-
Ap
10
10
0 5-
Persen tase partik el (% )
Partikel Berpasir I/PR-4
C7
Cg
Kedalaman Horison (cm)
Persentase partikel (%)
Partikel Berdebu Kasar Mile 21.5 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Liat
A
AC ACg Cg Cg2 Cg3 Cg4 Cg5 Kedalaman Horison (cm)
Gambar 10b. Kelas Ukuran Partikel pada Profil Pewakil di Area Reklamasi, ModADA
Proses pengangkutan tailing dari dataran tinggi melalui trasportasi air sungai ke dataran rendah Ajkwa menyebabkan partikel kasar (pasir) lebih dulu mengendap di bagian utara, sedangkan partikel halus (debu) dan sangat halus (liat) akan mengendap lebih jauh ke arah selatan ModADA. Berdasarkan uraian karakteristik morfologi dan fisik tanah di Area Reklamasi ini, maka horison penciri atas digolongkan sebagai okhrik, sementara horison bawah penciri belum terbentuk. Tanah-tanah semacam ini menurut Soil Taksonomi termasuk ordo Entisol (Soil Survey Staff, 1999; 2006). 4.1.2 Kimia Tanah Berdasarkan karakteristik kimia tanah di ModADA menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa unsur makro rendah, sedangkan kation basa dan unsur mikro yang terkandung sejak awal pada tailing relatif tinggi, dengan kisaran pH netral - agak alkali. Tailing memiliki karakteristik kimia yang berbeda dibandingkan tanah mineral alami, terutama karena berasal dari batuan induk yang mengandung mineral golongan sulfida, seperti pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), dan
39
digenit (Cu2S) (PTFI, 1997). Walaupun logam tembaga (Cu) telah diambil dalam proses pengolahan bijih di Mile 74, namun kenyataannya kandungan Cu masih ditemukan tinggi. Mineral sulfida termasuk FeS2 dapat menciptakan kondisi asam pada tailing ketika teroksidasi di ModADA. Untuk mengantisipasi oksidasi mineralmineral yang mengandung sulfida dan kelarutan unsur mikro secara berlebihan, maka sifat geokimia tailing sebelum memasuki ModADA telah diatur agar memiliki kemampuan menetralkan asam (ANC : Acid Neutralizing Capacity) adalah 1.5 kali lebih besar daripada kemampuan membentuk asam (MPA : Maximum Potential Acidity) (PTFI, 2007). Sebagai gambaran pada Tabel 6 ditampilkan hasil pemantauan rutin yang dilakukan oleh PTFI terhadap parameter kimia sedimen tersuspensi yang memasuki ModADA. Sifat geokimia tailing yang terdeposisi di ModADA dipantau setiap hari di sungai Otomona, tepatnya di lokasi jembatan sungai Otomona Mile 40. Dari hasil pemantauan ini, apabila rasio ANC/MPA < 1.5 dan pH NAG (Net Acid Generation) ≤ 4.5 selama 3 hari berturut-turut, maka akan ditambahkan CaO di pabrik pengolahan bijih Mile 74. PTFI (2007) melaporkan bahwa hasil pemantauan stabilitas geokimia tailing selama triwulan pertama terhadap tailing yang diproduksi dari pabrik pengolahan bijih tidak berpotensi membentuk asam, karena rata-rata harian ANC = 147 ± 26 kg H2SO4/ton melebihi rata-rata harian MPA = 30 ± 10 kg H2SO4/ton. Tabel 6. Rata-rata Parameter Kimia Tailing Akhir dari Sungai Otomona, Mile 40 Pemantauan Tailing Periode Tahun 2005 - 2007 Parameter Kimia Tailing
Satuan
pH H2O EC H2O ANC Total Sulfur (S) NAG pH NAG pH 4.5 NAG pH 7.0 MPA NAPP ANC/MPA
µS/cm kg H2SO4/ton % kg H2SO4/ton kg H2SO4/ton kg H2SO4/ton kg H2SO4/ton -
2005
2006
2007
8.25 2121.00 126.67 1.53 8.90 0.00 0.00 46.84 -79.82 3.06
8.05 1992.50 133.50 1.88 9.48 0.00 0.00 57.58 -75.92 2.46
8.06 2057.14 165.00 1.70 9.79 0.00 0.00 51.89 -113.11 3.43
Sumber : Data Parameter Kimia Tailing diperoleh dari Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI. Keterangan : EC = Electro Conductivity, ANC = Acid Neutralizing Capacity, NAG = Net Acid Generation, MPA = Maximum Potential Acidity, NAPP = Net Acid Producing Potential (NAPP = MPA - ANC).
40
Dalam proses pemisahan bijih tembaga, emas, dan perak dengan bahan flotasi di Mile 74 diperlukan pH > 10 dengan menambahkan reagen kimia berupa bahan kapur (lime) di pabrik pengolahan bijih (Sumber : Informasi Ringkas - Fasilitas Pengolahan Bijih, PTFI). Tailing selanjutnya dialirkan ke dataran rendah ModADA, namun dalam perjalanannya telah terjadi penurunan pH ≥ 8. Kondisi ini terjadi karena proses pengenceran aliran tailing yang masuk ke sungai Otomona dan sebagian kecil senyawa sulfida teroksidasi menghasilkan asam sulfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tailing di dataran rendah relatif stabil sekitar 6.73 - 8.29 (Tabel 7). Secara langsung nilai pH ini mengkondisikan pengendapan unsur mikro yang terkandung pada tailing dalam bentuk senyawa hidroksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kimia tanah di ModADA dicirikan oleh total N < 0.02% (sangat rendah), KTK ≤ 20 me/100 g (rendah sedang), C-organik 0.1-2% (sangat rendah - rendah), kation basa Mg, K, Na bervariasi sangat rendah - sedang, sedangkan Ca tinggi, dan pH netral - agak alkali. Berbeda dengan unsur-unsur mikro terekstrak DTPA terutama Cu relatif tinggi, yaitu > 300 mg/kg pada sebagian besar lapisan profil tanah pewakil yang diteliti. Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa secara alami ketersediaan unsur mikro lebih tinggi pada pH masam. Penjelasan lebih lanjut mengenai pH, C-organik dan KTK, kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na), serta unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di ModADA sebagai berikut di bawah ini. pH Tanah Penyebaran nilai pH di Area Suksesi bervariasi dari netral - agak alkali pada partikel berpasir, berdebu kasar, dan berlempung halus, kecuali pada horison permukaan partikel berdebu kasar (PS-4) memiliki nilai pH agak masam. Gambar 11a, partikel berdebu kasar (PS-4) pada horison permukaan Ag ditemukan pH = 5, kemudian meningkat drastis menurut kedalaman lapisan dan mencapai pH ≥ 7.5 - 8 pada sebagian besar lapisan di bawahnya. Fenomena yang sama juga ditemukan pada keempat profil pewakil lainnya di Area Suksesi. Penurunan pH pada horison permukaan berasal dari proses oksidasi mineral sulfida yang kemudian membentuk asam sulfat, sehingga berpotensi memasamkan lingkungan karena menghasilkan ion H+. Ion H+ di dalam kompleks jerapan dan
41
larutan tanah dapat menyebabkan pH menurun beberapa unit (Bohn et al., 1979). Produksi asam sulfat sangat berpotensi menurunkan pH tanah (Dent, 1986), terutama pada horison permukaan karena proses oksidasi lebih intensif.
PS-1 Nilai pH Tailing 7.2
7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
8.6
8.8
Ag
Horison
ACg
ACg2
ACg3
ACg4 pH H2O pH KCl
6.6
6.8
7.0
PS-2
PS-3
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
7.2
7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
7.4
8.4
Ag
7.5
7.6
7.7
7.8
7.9
Ag
Ag2
Horison
Horison
ACg ACg ACg2
ACg2
ACg3 ACg3
ACg4
ACg4
4.5
pH H2O pH KCl
pH H2O pH KCl
5.0
5.5
6.0
PS-4
PS-5
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
6.8
7.0
7.2
7.4
7.6
7.8
8.0
Ag Ag
Horison
Horison
Ag2
Ag3
Ag2
ACg
Ag4 ACg2
Cg pH H2O pH KCl
pH H2O pH KCl
Gambar 11a. Nilai pH di Area Suksesi PS-1-PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5)
Pada Gambar 11a terlihat bahwa profil pewakil PS-1, PS-2, PS-3, dan PS-5 menunjukkan kecenderungan pH lebih rendah pada horison permukaan dengan kisaran nilai pH ≥ 7, yang kemudian meningkat menurut kedalaman lapisan. Hal ini
42
terjadi karena pH tailing dikontrol dengan memantau ANC/MPA dan pH NAG yang disusul dengan penambahan bahan kapur jika diperlukan. Hasil pengolahan ini ditunjukkan dengan nilai pH stabil sekitar 7 - 8 di ModADA. Nilai pH demikian hampir merata ditemukan pada partikel berpasir, berdebu kasar, dan berlempung halus dari 5 profil pewakil di Area Suksesi. Di Area Reklamasi, nilai pH berkisar dari netral hingga alkali dan pH meningkat lebih teratur menurut kedalaman lapisan, terutama pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar. Pada partikel berpasir, pH bervariasi menurut kedalaman lapisan, namun pada kisaran pH > 7. Kecuali di bagian utara ModADA pada horison-horison permukaan ditemukan pH lebih rendah, yaitu pH < 7 (I/PR-4 dan I/PR-6) dan pH < 5 (I/PR-8), kemudian meningkat lagi pada pH > 7 menurut kedalaman lapisan, disajikan pada Gambar 11b.
6.5
7.0
I/PR-4
I/PR-6
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
7.5
8.0
8.5
9.0
6.0
Ap AC C C3
Horison
Horison
C2 C4 C5 C6 C7 C8 pH H2O pH KCl
C9
4
5
6
6.5
7.0
7.5
8.0
I/PR-8
II/PR-1 Nilai pH Tailing
7
8
9
7.8
10
9.0
9.5
pH H2O pH KCl
Nilai pH Tailing
A
8.5
A AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
7.9
8.0
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
Ap
AC
A2
C
A3
Horison
Horison
C2 C3 C4 C5
C C2
C6
C3
C7 Cg Cg2
pH H2O pH KCl
C4
pH H2O pH KCl
Gambar 11b. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA Partikel Berpasir (I/IR-4 dan II/PR-1)
43
Lanjutan Gambar 11b (Partikel Berpasir).
7.8
8.0
III/PR-2
IV/PR-5
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
8.2
8.4
8.6
8.8
7.4
9.0
AC C
C3
Horison
Horison
C2
C4 C5 C6 C7 pH H2O pH KCl
Cg
7.6
7.8
V/PR-3 7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
8.6
8.8
9.0
VI/PR-9 Nilai pH Tailing 8.4
8.6
8.8
9.0
7.4
Ap AC C C2 C3
Horison
Horison
8.2
pH H2O pH KCl
Nilai pH Tailing 7.2
8.0
A A2 AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10
C4 C5 C6 C7 C8 pH H2O pH KCl
C9
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
A C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 C14 C15 C16
8.6
8.8
pH H2O pH KCl
Gambar 11b. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 25 ModADA Partikel Berpasir (III/PR-2 - VI/PR-9)
Menurunnya pH pada horison-horison permukaan yang didominasi partikel berpasir, selain bearasal dari oksidasi mineral sulfida, juga dapat berasal dari sumber bahan organik yang relatif tinggi dari hasil dekomposisi serasah Casuarina equisetifolia dan leguminosa (Calopogonium muconoides) yang mendominasi lokasi pengendapan tailing di bagian utara ini. Fenomena ini ditemukan pada beberapa lapisan permukaan profil pewakil, karena proses oksidatif lebih intensif dan kandungan bahan organik lebih tinggi daripada lapisan di bawahnya. Pada Gambar 11c-d ditemukan pH < 6 pada partikel berlempung kasar (VI/PR-7) dan berdebu kasar (VI/PR-10) terutama pada horison permukaan. Kondisi demikian terjadi karena oksidasi mineral sulfida. Kecenderungan nilai pH rendah hanya ditemukan pada lapisan permukaan karena lebih oksidatif dibandingkan lapisan-lapisan di bawahnya.
44
3
4
5
VI/PR-7
Mile 21
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
6
7
8
9
10
11
7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
8.6
8.8
Ap A2 A3
A
AC
Horison
Horison
AC AC2 C C2 C3 C4
C
Cg
C5 C6 Cg2
C7 Cg
pH H2O pH KCl
pH H2O pH KCl
Gambar 11c. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 dan Mile 21 ModADA Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21)
4
5
6
VI/PR-10
Mile 21.5
Nilai pH Tailing
Nilai pH Tailing
7
8
9
10
7.2
Ap
7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
A
AC2
AC
AC3
ACg
AC4
Horison
Horison
AC
AC5 C C2
Cg Cg2 Cg3
C3
Cg4
C4 pH H2O pH KCl
Cg
Cg5
pH H2O pH KCl
Gambar 11d. Nilai pH di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5)
Umumnya penurunan pH ini tidak berlangsung lama, karena sejak awal tailing telah diatur agar memiliki kemampuan untuk menetralkan asam. Pemberian CaO sebelum tailing memasuki ModADA memberi dampak sangat nyata terhadap nilai pH di ModADA. Oleh karenanya ketika terjadi penurunan pH terutama pada lapisanlapisan permukaan, segera dapat dinetralkan dengan OH- dari pelarutan bahan kapur tersebut. Fenomena ini yang menyebabkan sebagian besar lapisan tailing di ModADA memiliki nilai pH sekitar 7 - 8. C-organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kandungan bahan organik menurun secara tidak teratur dengan meningkatnya kedalaman lapisan. Di Area Suksesi, bahan organik bervariasi dari rendah hingga sedang, yaitu 1 - 3% terutama pada horison permukaan, kemudian menurun sangat rendah, yaitu < 1% pada lapisan-lapisan di bawahnya. Diketahui bahwa Area Suksesi
45
memiliki kedalaman air tanah dangkal dan sering basah, sehingga bahan organik cenderung tidak terdekomposisi secara sempurna sebagai akibat dari kondisi reduktif lebih intensif ketika curah hujan tinggi. Dampak dari lahan sering tergenang air ini menyebabkan proses dekomposisi bahan organik lebih lambat, sehingga kandungan bahan organik dapat mencapai 3% pada beberapa horison permukaannya. Kandungan bahan organik juga bervariasi terhadap ukuran partikel tailing. Gambar 12a pada partikel berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) dan berlempung halus (PS-5) ditemukan kandungan bahan organik lebih tinggi dengan fluktuasi peningkatan tidak teratur terhadap kedalaman lapisan. Sementara pada partikel berpasir (PS-1) memiliki kandungan bahan organik lebih rendah. Umumnya kandungan bahan organik ditemukan lebih tinggi hanya pada lapisan-lapisan permukaan. Peningkatan bahan organik juga berkorelasi positif terhadap KTK. Seperti kandungan bahan organik, kecenderungan nilai KTK meningkat hanya ditemukan pada lapisan-lapisan permukaan, kemudian menurun terhadap kedalaman lapisan, disajikan pada Gambar 12a. Nilai KTK berkisar dari rendah hingga mendekati sedang pada PS-2 (13.45 me/100g), PS-3 (4.29 me/100g), PS-4 (4.29 me/100g), dan PS-5 (horison Ag : 20.07 me/100g) ditemukan hanya pada lapisan-lapisan permukaan, dan cenderung lebih rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya, yaitu 1.17 me/100g (PS-1), 1.75 me/100g (PS-2), 0.39 me/100g (PS-3), dan 0.97 me/100g (PS-4). Meningkatnya nilai KTK pada beberapa lapisan permukaan tersebut dikarenakan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari biomassa Phragmites karka yang telah mati. Keberadaan vegetasi pionir ini merupakan sumber bahan organik karena dapat tumbuh dan berkembang cepat, sehingga menghasilkan biomassa yang besar (Husin et al., 2005). Keberadaan P.karka di Area Suksesi selain sebagai sumber bahan organik, juga berperan menahan partikel tailing halus karena memiliki perakaran banyak hingga mencapai kedalaman 50 cm dari permukaan tanah. Oleh karenanya sebagian besar Area Suksesi yang didominasi vegetasi ini memiliki partikel halus hingga kedalaman lapisan 50 cm dari permukaan tanah. Selain kandungan bahan organik lebih tinggi, terutama pada partikel berlempung halus dan berdebu kasar, sehingga meningkatkan KTK, terdapat juga mineral liat hasil pelapukan mineral primer. Hasil analisis mineral liat (XRD) di ModADA menunjukkan bahwa rata-rata mineral liat agak tinggi, yaitu 9.82% di bagian selatan, berasal dari montmorillonit (4.05%) pada horison permukaan PS-5 (Ag : 18.63% dan Ag2 : 14.90%). Gambar 12a memperlihatkan bahwa persentase 46
mineral liat lebih tinggi pada horison Ag menyebabkan KTK agak meningkat seperti terlihat pada partikel berlempung halus (PS-5). Fenomena ini menunjukkan bahwa terdapatnya bahan organik dan mineral liat, terutama montmorillonit berdampak positif untuk meningkatkan KTK tanah.
PS-1 Berpasir 25
Konsentrasi
20 15
BO (%) KTK (me/100 g)
10 5 0
Ag
ACg
ACg2
ACg3
ACg4
Horison
PS-3 Berdebu Kasar
25
25
20
20
15 10
BO (%)
Konsentrasi
Konsentrasi
PS-2 Berdebu Kasar
KTK (me/100 g)
5
15 10
BO (%) KTK (me/100 g)
5 0
0 Ag
Ag2
ACg
Ag
ACg2 ACg3 ACg4
ACg
ACg2
Horison
25
25
20
20
15 BO (%)
10
KTK (me/100 g)
5
Konsentrasi
Konsentrasi
ACg4
PS-5 Berlempung Halus
PS-4 Berdebu Kasar
0
ACg3
Horison
15 10
BO (%) KTK (me/100 g)
5 0
Ag
Ag2
Ag3 Horison
Ag4
Cg
Ag
Ag2
ACg
ACg2
Horison
Gambar 12a. Bahan organik dan KTK di Area Suksesi PS-1 - PS-5, Mile 28 - Mile 25 ModADA Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5)
Robert et al. (1988) menyatakan bahwa tanah-tanah tambang yang masih muda cenderung menunjukkan suatu distribusi ukuran partikel yang dikontrol langsung oleh tipe bahan induknya. Pada lapisan-lapisan permukaan akan dijumpai fraksi pasir halus yang telah mengalami hancuran iklim lebih cepat dibandingkan lapisan di bawahnya. Fenomena ini menyebabkan KTK mengalami peningkatan,
47
sedangkan pH lebih rendah (Schafer et al., 1980) karena terjadi proses pelapukan mineral primer menjadi mineral sekunder, termasuk pelapukan mineral sulfida. Di Area Reklamasi bagian utara, umumnya memiliki kandungan bahan organik lebih rendah, yaitu < 1%, dan lebih tinggi di bagian selatan ModADA. Di bagian utara pada profil-profil pewakil I/PR-4, I/PR-6, I/PR-8, II/PR-1, III/PR-2, dan VI/PR-9 dengan ukuran partikel berpasir ditemukan kandungan bahan organik < 1%, sedangkan kandungan bahan organik > 1% pada partikel berdebu kasar (Mile 21.5) dan berlempung kasar (Mile 21), terutama pada lapisan permukaannya. Kandungan bahan organik Mile 21 adalah 1.84% (1.07% C-org) dan Mile 21.5 adalah 4.18% (2.43% C-org) (Gambar 12b).
Mile 21.5 Berdebu Kasar
12
12
10
10
8 6 4
BO (%) KTK (me/100 g)
2 0
A
AC
C
Cg
Cg2
Horison
Konsentrasi
Konsentrasi
Mile 21 Berlempung Kasar
8 6 4
BO (%) KTK (me/100 g)
2 0
A
AC ACg Cg Cg2 Cg3 Cg4 Cg5 Horison
Keterangan : Kandungan BO (%) = % C-organik x 1.724.
Gambar 12b. Bahan organik dan KTK di Area Reklamasi Mile 21 - Mile 21.5, Selatan ModADA Partikel Berlempung Kasar (Mile 21) dan Partikel Berdebu Kasar (Mile 21.5)
Meningkatnya bahan organik pada lapisan permukaan berkorelasi positif terhadap nilai KTK seperti di Area Suksesi. Pada Gambar 12b, nilai KTK lapisan permukaan Mile 21.5 adalah 11.45 me/100g dan Mile 21 adalah 5.07 me/100g. Peningkatan KTK hanya ditemukan pada lapisan permukaan, kemudian menurun terhadap kedalaman lapisan. Meningkatnya KTK pada lapisan permukaan Mile 21.5 dan Mile 21 berasal dari serasah vegetasi pohon dan semak, serta rumput yang mendominasi area ini. Selain itu, pengendapan tailing telah berakhir sejak tahun 1992/1993 (Mile 21) dan 1998 (Mile 21.5), sehingga bagian selatan ini memiliki jenis vegetasi dengan tingkat pertumbuhan dan kerapatan lebih tinggi dibandingkan bagian utara Area Reklamasi.
48
Kation-kation Basa Kation-kation basa yang terdapat pada tailing, sebagian besar berada dalam bentuk kation dan garam-garam terlarut, karena kandungan partikel liat masih sangat rendah di bagian utara, kecuali di bagian selatan ModADA. Penambahan bubur kapur CaO sebelum tailing memasuki ModADA menyebabkan Ca2+ bebas lebih tinggi dalam larutan tanah dibandingkan Ca-dapat dipertukarkan (Ca-dd). Kation Ca mendominasi larutan tanah karena berasal dari penambahan kapur sebelum tailing memasuki ModADA. Oleh karenanya selain Ca-dd terdapat juga Ca2+ bebas, sehingga Ca di larutan tanah lebih tinggi dibandingkan KTK tanah tersebut. Kondisi ini dapat ditemukan juga pada tanah-tanah pertanian yang sering diberi perlakuan pengapuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran kation-kation basa di ModADA didominasi Ca daripada kation basa lainnya. Konsentrasi Ca bervariasi dari rendah hingga tinggi pada sebagian besar lapisan, disusul Mg, Na, dan K dengan konsentrasi lebih rendah. Sumber Ca ini berasal dari bahan kapur yang ditambahkan pada proses pemisahan bijih di Mile 74. Bahan kapur ini kemudian terikut dengan tailing yang dialirkan dari dataran tinggi ke dataran rendah ModADA, yang pelarutannya menyebabkan konsentrasi Ca lebih tinggi dibandingkan kation basa lainnya. Di Area Suksesi, Ca ditemukan mendominasi setiap lapisan, sedangkan Mg, Na dan K pada konsentrasi lebih rendah. Gambar 13a memperlihatkan konsentrasi Ca rendah (< 6 me/100g) pada lapisan-lapisan permukaan partikel berpasir (PS-1) dan partikel berdebu kasar (PS-2, PS-4), kemudian meningkat (11- > 20 me/100g) pada lapisan-lapisan bawah partikel berdebu kasar (PS-3) dan berlempung halus (PS-5). Rendahnya Ca pada partikel berpasir (PS-1) ini dikarenakan Ca tercuci, terutama pada horison permukaan Ag dan ACg yang didominasi partikel pasir, yaitu 75.91% dan 91.59%. Seperti dilaporkan oleh Drosdoff dan Lagasse (1950) bahwa defisiensi kalsium (Ca) lebih sering terjadi pada tanah berpasir di Florida. Sementara bahan organik ditemukan rendah pada horison permukaan Ag (PS-1), yaitu 0.21%. Umumnya dekomposisi bahan organik dari serasah vegetasi agak terhambat di bagian utara ModADA dengan kondisi air tanah dangkal. Oleh karenanya kemampuan lapisan permukaan tanah menahan kation basa sangat rendah,
49
termasuk lapisan-lapisan di bawahnya karena didominasi partikel pasir dengan kandungan bahan organik lebih rendah.
PS-1 Kation-kation Basa (me/100 g) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ag
Horison
ACg
ACg2
ACg3
ACg4
0
5
Ca Mg K Na
PS-2
PS-3
Kation-kation Basa (me/100 g)
Kation-kation Basa (me/100 g)
10
15
20
25
30
0
35
Ag
4
6
8
10
12
14
16
18
Ag
Ag2
ACg
Horison
Horison
2
ACg ACg2
ACg2
ACg3 ACg3 Ca Mg K Na
ACg4
0
5
Ca Mg K Na
ACg4
PS-4
PS-5
Kation-kation Basa (me/100 g)
Kation-kation Basa (me/100 g)
10
15
20
25
0
5
10
15
20
25
Ag Ag
Horison
Horison
Ag2
Ag3
Ag2
ACg
Ag4
Cg
Ca Mg K Na
ACg2
Ca Mg K Na
Gambar 13a. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Suksesi PS-1-PS-5, Mile 28-25 ModADA Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5)
Ke arah Selatan ModADA pada partikel berdebu kasar, Ca ditemukan < 5 me/100 g pada horison Ag ketika pH = 5. Penurunan pH ini disebabkan oksidasi mineral sulfida, sehingga pH menurun drastis. Kondisi ini dimungkinkan pada PS-4,
50
karena total S ditemukan meningkat menurut kedalaman berturut-turut 0.31%, 0.21%, 0.29%, 0.65%, dan 1.84% pada horison-horison Ag, Ag2, Ag3, Ag4, dan Cg. Hasil penelitian juga meunjukkan bahwa konsentrasi Ca lebih rendah hanya ditemukan di bagian utara, dan cenderung meningkat ke arah selatan ModADA. Konsentrasi Ca2+ berkisar dari rendah-sedang (2.67-6.61 me/100g) pada partikel berpasir (PS-1) di bagian utara, kemudian meningkat pada partikel berdebu kasar PS-2 (2.65-26.29 me/100g), PS-3 (9.67-15.67 me/100g), dan PS-4 (3.53-21.79 me/100g), serta partikel berlempung halus PS-5 (12.65-20.50 me/100g) di bagian selatan, disajikan pada Gambar 13a. Konsentrasi Ca2+ atau Ca-dd ditemukan > 20 me/100g daripada kation yang dapat dijerap oleh tanah pada nilai KTK sekitar ≤ 20 me/100g. Kondisi ini dimungkinkan karena Ca yang terlarut selain berasal dari Ca-dd, juga berasal dari Ca2+ bebas di dalam larutan tanah akibat penambahan CaO sebelum tailing memasuki ModADA. Dampak dari penambahan kapur ini menyebabkan Ca terlarut bebas lebih tinggi daripada Ca-dd sesungguhnya yang terukur dan yang terjerap oleh koloid tanah. Fenomena Ca2+ bebas yang over estimated di dalam larutan tanah ini umumnya ditemukan juga pada tanah-tanah pertanian yang diperlakukan dengan pengapuran secara berlebihan, sehingga larutan tanah menjadi jenuh terhadap Ca2+. Berbeda dengan Mg cenderung rendah pada PS-2, PS-3, PS-4, PS-5, hingga sangat rendah pada PS-1. Konsentrasi Mg mengalami peningkatan hanya pada lapisan permukaan, kemudian menurun secara tidak teratur menurut kedalaman lapisan. Meningkatnya Mg dapat berasal dari pelapukan mineral golongan piroksen karena termasuk mineral primer mudah lapuk di ModADA. Kemungkinan lainnya mineral primer dari batuan induk yang terlarut bersama aliran tailing dari kelompok batu gamping nugini yang mengandung dolomit [Ca,Mg(CO)3] (Rusmana et al., 1995). Lindsay (1979) menyatakan bahwa Mg bervariasi sedikit di tanah dari nilai yang tergantung pada pelapukan dibandingkan pencucian. Lindsay (1979) juga menyatakan bahwa secara umum Ca dapat dipertukarkan lebih tinggi dari Mg dapat dipertukarkan. Hal ini sesuai dengan Havlin et al. (1999) bahwa konsentrasi Mg umumnya lebih rendah dibandingkan Ca dalam larutan tanah. Sementara K dan Na ditemukan rendah-sedang pada PS-1, kemudian sedangtinggi pada PS-2, PS-3, PS-4, PS-5. Konsentrasi K lebih rendah dibandingkan Na karena jumlah ion K+ yang terlarut berhubungan dengan proses pelapukan mineral
51
sumber K+. Sebagai sumber potensial ion K+ adalah mineral feldspar. Golongan mineral feldspar ditemukan sebagai mineral primer tertinggi kedua setelah kuarsa di ModADA, berasal dari batuan induk yang terlarut bersama tailing dari formasi aiduna (Rusmana et al., 1995). Ion K+ ini relatif lebih rendah oleh karena pelapukan mineral feldspar tidak terlalu cepat dan ion K+ termasuk mudah tercuci. Konsentrasi K < 0.2 me/100 g hanya pada sebagian besar lapisan PS-1 (partikel berpasir), kemudian meningkat pada partikel halus. Konsentrasi K sangat tinggi pada horison permukaan Ag (PS-5), yaitu 1.03 me/100g. Sementara Na umumnya lebih tinggi dibandingkan K, yaitu sekitar 1.04 - 2.61 me/100g pada beberapa lapisan dari partikel berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4). Dihubungkan dengan kation basa lainnya, Stanford et al. (1942) melaporkan bahwa jumlah Ca dan Mg yang berlebihan di larutan tanah dapat menyebabkan gejala defisiensi K yang ditemukan pada jagung. Ulrich dan Ohki (1975) melaporkan bahwa ketersediaan K untuk tanaman tergantung pada karakteristik tanah, K terlarut pada larutan tanah, Kdd dan K-tdd pada koloid tanah, K dalam kisi struktur dari partikel mineral liat, dan bahan organik tanah. Di Area Reklamasi, Ca sangat rendah hingga rendah di bagian utara, kemudian meningkat pada beberapa lapisan di bagian selatan ModADA. Konsentrasi Ca < 20 me/100g ditemukan pada partikel berpasir dan berlempung kasar di bagian utara, kemudian > 20 me/100g pada partikel berdebu kasar dan berlempung kasar di bagian selatan, yaitu VI/PR-10 (C4 : 22.81 me/100g), Mile 21.5 (Cg4 : 63.88 me/100g), dan Mile 21 (AC : 26.92 me/100g). Chapman (1975) melaporkan bahwa Ca2+ berlebihan karena tanah mengandung kalsium karbonat atau garam-garam kalsium terlarut. Pada Gambar 13b terlihat bahwa konsentrasi Ca rendah pada partikel berpasir seperti ditemukan di Area Suksesi. Konsentrasi Ca rendah disebabkan oleh pencucian cukup intensif pada partikel berpasir. Hal ini terlihat pada beberapa lapisan permukaan I/PR-4, I/PR-6, I/PR-8 dengan Ca < 2 me/100 g. Walaupun pencucian Ca cukup intensif pada partikel berpasir, namun Ca terlihat meningkat pada lapisanlapisan di bawahnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar Ca2+ berasal dari pelarutan CaO untuk menetralkan pH akibat oksidasi mineral sulfida, terutama pada lapisan permukaan. Kondisi oksidatif umumnya lebih intensif pada horison-horison permukaan, karena terjadi kontak dengan O2.
52
0
1
2
I/PR-4
I/PR-6
Kation-kation Basa (me/100 g)
Kation-kation Basa (me/100 g)
3
4
5
6
7
8
0
9
Ap AC C
Horison
Horison
C2 C3 C4 C5 C6 C7 Ca Mg K Na
C8 C9
2
4
6
A AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
8
10
12
Ca Mg K Na
I/PR-8 Kation-kation Basa (me/100 g) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
A AC C
Horison
C2 C3 C4 C5 C6 C7 Cg Cg2
Ca Mg K Na
Gambar 13b. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 28 ModADA Partikel Berpasir (I/PR-4, 6, 8)
Pada Gambar 13c juga terlihat Ca sangat rendah pada partikel berlempung kasar (VI/PR-7) di beberapa horison permukaan Ap-AC, yaitu < 2 me/100g. Menurunnya Ca berkorelasi positif dengan penurunan pH < 5. Nilai pH rendah di VI/PR-7 tampaknya tidak menunjukkan bahwa oksidasi sulfida sebagai penyebab utama. Hal ini ditunjukkan oleh total S < 1% pada lapisan permukaan dan beberapa lapisan di bawahnya. Sementara Ca cenderung mengalami peningkatan pada lapisanlapisan bawah, karena tercuci dari lapisan permukaan, kemudian tertahan pada lapisan bawah yang lebih padat dan masif. Berbeda dengan Mile 21, Ca cenderung menurun drastis karena perbedaan kontras pada ukuran partikel antar lapisan atas dan lapisan dibawahnya. Ukuran partikel pada dua lapisan teratas Mile 21 adalah berlempung kasar (A dan AC), sedangkan lapisan-lapisan di bawahnya adalah berpasir (C, Cg, dan Cg2). Stratifikasi lapisan dengan perbedaan ukuran partikel yang kontras ini menyebabkan kation basa Ca tercuci dari lapisan permukaan dan kemudian larut terbawa air tanah ke lapisan dibawahnya. 53
VI/PR-7 Kation-kation Basa (me/100 g) 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Mile 21 Kation-kation Basa (me/100 g) 18
20
0
5
10
15
20
25
30
A2 A3
A
AC AC2 C
AC
Horison
Horison
Ap
C2 C3 C4
C
Cg
C5 C6
Ca Mg K Na
C7 Cg
Ca Mg K Na
Cg2
Gambar 13c. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21 Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21)
0
5
VI/PR-10
Mile 21.5
Kation-kation Basa (me/100 g)
Kation-kation Basa (me/100 g)
10
15
20
25
30
0
Ap
10
20
30
40
50
60
70
80
90
A
AC2
AC
AC3
ACg
AC4
Horison
Horison
AC
AC5 C C2
Cg Cg2 Cg3
C3 Ca Mg K Na
C4 Cg
Cg4 Cg5
Ca Mg K Na
Gambar 13d. Kation-kation Basa (Ca, Mg, K, Na) di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5)
Pada Gambar 13d, sebagian besar lapisan VI/PR-10 dan Mile 21.5 didominasi partikel debu, namun konsentrasi Ca lebih tinggi di Mile 21.5 daripada di VI/PR-10. Di Mile 21.5, kation basa Ca awalnya rendah, yaitu 16.89 me/100 g pada horison permukaan (A), kemudian meningkat menjadi 23.88-63.88 me/100 g menurut kedalaman lapisan. Meningkatnya Ca pada lapisan-lapisan bawah ini merupakan fenomena umum di ModADA karena penambahan bahan kapur sebelum tailing memasuki ModADA. Konsentrasi Ca juga mengalami peningkatan ke arah selatan karena Ca larut dan terbawa bersama aliran air selama proses pengendapan tailing seperti ditemukan pada sebagian besar lapisan bawah di Mile 21.5. Unsur-unsur Mikro Tersedia Hasil analisis menunjukkan bahwa Cu yang terekstrak DTPA adalah tertinggi, disusul Fe, Mn, dan Zn. Norvell (1972) melaporkan bahwa kestabilan khelat Cu di
54
tanah berkapur untuk Cu-DTPA lebih stabil daripada Cu-EDTA, Cu-EDDA, maupun khelat sintesis lainnya. Norvell (1972) juga melaporkan bahwa secara umum khelat Cu2+ lebih stabil dari khelat Zn2+. Pada Gambar 14a di Area Suksesi terlihat bahwa konsentrasi Cu meningkat menurut kedalaman lapisan. Umumnya Cu tinggi pada sebagian besar lapisan karena pelarutan mineral Cu-sulfida yang terkandung pada tailing.
PS-1 Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg) 0
50
100
150
200
250
300
350
Ag
Horison
ACg
ACg2
ACg3 Fe Mn Cu Zn
ACg4
0
100
PS-2
PS-3
Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg)
Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg)
200
300
400
500
600
700
800
0
900 1000 1100
Ag
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Ag
Ag2
ACg
Horison
Horison
100
ACg ACg2
ACg2
ACg3 ACg3 Fe Mn Cu Zn
ACg4
PS-5 Unsur (ppm) UnsurMikro MikroTersedia Tersedia (mg/kg)
PS-4 UnsurMikro Mikro Tersedia Tersedia (ppm) Unsur (mg/kg) 0
200
400
600
800
1000
1200
Fe Mn Cu Zn
ACg4
0
1400
Ag
200
400
600
800
1000
Ag
Horison
Horison
Ag2
Ag3
Ag2
ACg
Ag4
Cg
Fe Mn Cu Zn
ACg2
Fe Mn Cu Zn
Gambar 14a. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Suksesi PS-1-PS-5, Mile 28-Mile 25 ModADA Partikel Berpasir (PS-1), Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Berlempung Halus (PS-5)
55
Hal ini dapat terjadi karena selama tailing dialirkan dari dataran tinggi Mile 74 memasuki dataran rendah ModADA telah terjadi penurunan pH dari 10.6 menjadi 78, yang juga menyebabkan pelarutan Cu meningkat di ModADA. Konsentrasi Cu meningkat ketika pH agak menurun dan diikuti oleh peningkatan kandungan bahan organik. Pada Gambar 14a terlihat Cu sangat tinggi, yaitu 1009.66 mg/kg pada horison permukaan PS-2 dengan kandungan bahan organik adalah 4.36% dan pH 7.24. Sementara pada PS-4, Cu lebih rendah, yaitu 366 mg/kg dengan kandungan bahan organik adalah 1.24% dan pH 5. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peningkatan bahan organik berpengaruh terhadap kelarutan Cu, karena menyebabkan pH menurun. Kemungkinan lainnya Cu tinggi karena oksidasi bahan sulfidik melalui perakaran P.karka yang berfungsi menyediakan O2 dalam kondisi air tanah dangkal. Total S juga ditemukan meningkat menurut kedalaman lapisan hingga > 1% pada partikel berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) dan berlempung halus (PS-5). Hasil penelitian Wang et al. (2006) menyatakan bahwa partikel halus mempunyai area spesifik tinggi, sehingga dapat menahan sejumlah unsur (metal) lebih tinggi. Demikian juga dikatakan oleh Acosta et al. (2009) bahwa kecenderungan unsur (metal) terakumulasi ditemukan pada partikel halus. Brunskill et al. (2004) menyatakan bahwa tailing di ModADA banyak mengandung Cu pada partikel pasir hingga partikel sangat halus yang berasal dari bahan induk tailing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cu mengalami peningkatan ke arah selatan pada partikel berdebu kasar (PS-3) dan berlempung halus (PS-5). Hal ini ditemukan pada PS-3 (horison bawah ACg4, Cu : 700 mg/kg), PS-4 (horison bawah Cg4, Cu : 1000 mg/kg), dan PS-5 (horison bawah ACg2, Cu : 800 mg/kg). Sementara pada partikel berpasir (PS-1) dengan pH ≥ 7 - 8 dan kandungan bahan organik 0.12 - 0.29% ditemukan Cu lebih rendah, yaitu < 300 mg/kg. Konsentrasi Cu lebih rendah pada partikel berpasir karena mudah larut dan tercuci dalam kondisi air tanah dangkal. Secara umum sebagian besar tanah mineral yang didominasi lempung dan liat mengandung total Cu adalah 10-200 mg/kg atau rata-rata sekitar 25-60 mg/kg, sedangkan tanah berpasir mengandung total Cu adalah 1-30 mg/kg atau rata-rata sekitar 3-15 mg/kg (Reuther dan Labanauskas, 1975). Sementara Cu terekstrak dengan HNO3 bervariasi dari 6-67 mg/kg (Holmes, 1943) dan Cu terekstrak EDTA adalah 0.2-4.7 mg/kg (Blevins dan Massey, 1959). Reuther dan Smith (1953) dalam
56
Reuther dan Labanauskas (1975) melaporkan bahwa Cu berlebihan sekitar 150 mg/kg ditemukan pada tanah sangat berpasir dengan pH ≤ 5. Data-data konsentrasi Cu pada tanah-tanah mineral tersebut di atas umumnya lebih rendah dibandingkan konsentrasi Cu pada lokasi penelitian, ModADA. Selain karena perbedaan sumber batuan induk penyusun tanah, juga secara visual terlihat bahwa vegetasi alami dan budidaya di ModADA tidak memperlihatkan gejala pertumbuhan terhambat. Telah diketahui bahwa pH merupakan faktor pembatas ketersediaan unsur-unsur makro dan mikro bagi tanaman (Jones dan Jacobsen, 2005; Havlin et al., 2005), oleh karenanya pada pH ≥ 7 di ModADA menyebabkan unsur mikro Cu, Fe, Mn, dan Zn dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Selain faktor pH, proses penyerapan unsur oleh akar tanaman juga memerlukan energi metabolik dan selektif. Energi metabolik didapat dari pernapasan akar tanaman, sehingga penyerapan unsur dapat berkurang bila pernapasan berkurang, sedangkan proses seleksi adalah tanaman mempunyai kemampuan memilih unsurunsur tertentu saja untuk diserap. Beberapa faktor tersebut di atas ini diduga berperan dalam mendukung pertumbuhan vegetasi di area pengendapan tailing ModADA. Berbeda dengan Fe, umumnya lebih rendah dan hanya mengalami sedikit peningkatan menurut kedalaman lapisan. Konsentrasi Fe ditemukan meningkat pada partikel berdebu kasar (PS-3), yaitu > 195 mg/kg pada horison bawah ACg4, dan PS-4, yaitu 126 mg/kg pada horison permukaan Ag. Kecenderungan Fe lebih rendah di Area Suksesi terjadi karena besi dalam bentuk Fe2+ dikelat oleh bahan organik dari serasah vegetasi pionir. Demikian juga Mn dan Zn lebih rendah dan hanya mengalami sedikit peningkatan menurut kedalaman lapisan, namun Fe lebih tinggi dibandingkan Mn dan Zn. Kondisi ini dapat terjadi karena secara alami Mn rendah pada pH tinggi, berkapur atau pengapuran berlebihan. Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa secara alami ketersediaan unsur mikro rendah pada pH alkalin. Cappuyns dan Swennen (2008) menyatakan bahwa pH adalah salah satu parameter untuk menentukan pergerakan unsur di tanah, sedimen, dan tailing. Hal yang serupa dikatakan oleh Nyamangara (1998) dan Rodrίguez et al., (2009) bahwa selain pH, faktor lingkungan yang mempengaruhi pergerakan unsur mikro di tanah adalah bahan organik, tipe kondisi redoks, dan eksudat akar sebagai kelat.
57
Berbeda dengan Zn, ketika tanah tergenang sebagian besar unsur mikro meningkat, namun tidak demikian halnya dengan Zn. Oleh karenanya Zn ditemukan lebih rendah, yaitu ≤ 12 mg/kg pada lapisan-lapisan dari profil tanah pewakil di Area Suksesi. Gambar 14b-d di Area Reklamasi, Cu cenderung meningkat ke arah selatan pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar. Sementara di bagian utara pada partikel berpasir, Cu agak meningkat hanya ditemukan pada beberapa lapisan permukaan dan bawah. Meningkatnya konsentrasi Cu pada lapisan permukaan di bagian utara merupakan dampak dari proses oksidasi mineral golongan sulfida karena area ini memiliki kondisi air tanah dalam, porous, dan lebih oksidatif. Hal ini terlihat pada total S dapat mencapai 1% pada lapisan permukaan di bagian utara.
I/PR-4
I/PR-6
Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg) 0
50
100
150
200
250
300
350
Unsur Mikro Tersedia(mg/kg) (ppm) Unsur Mikro Tersedia 400
450
0
Ap AC C
C3
Horison
Horison
C2
C4 C5 C6 C7 Fe Mn Cu Zn
C8 C9
50
100
150
A AC AC2 AC3 AC4 C C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11
200
250
300
350
400
Fe Mn Cu Zn
V/PR-3 Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg) 0
50
100
150
200
250
300
350
400
Ap AC C
Horison
C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9
Fe Mn Cu Zn
Gambar 14b. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 28 - Mile 27 ModADA Partikel Berpasir (I/PR-4, I/PR-6, V/PR-3)
Pada partikel berpasir (I/PR-4, I/PR-6, V/PR-3, dan VI/PR-7) terlihat bahwa konsentrasi Cu mencapai 300 mg/kg pada lapisan permukaan dan lapisan bawah, kemudian Cu > 300 - 500 mg/kg pada partikel berlempung kasar (Mile 21) dan
58
berdebu kasar (VI/PR-10, Mile 21.5) di bagian selatan. Konsentrasi Cu cenderung meningkat di bagian selatan karena semakin ke arah selatan ModADA, permukaan air tanah semakin dangkal dengan elevasi lahan lebih rendah, sehingga profil tanah menjadi lembab. Oleh karenanya tercipta kondisi reduktif dan meningkatkan Cu mudah larut, namun tidak mudah tercuci karena tertahan pada lapisan-lapisan bawah. Menurut Pais dan Jones (1997), bahwa Cu mudah mengendap atau berinteraksi dengan bahan organik atau anorganik dengan daya larut bervariasi terhadap pH. Jones dan Jacobsen (2005) menyatakan bahwa ketersediaan Cu di larutan tanah pada kisaran pH 5 - 7, sehingga untuk mengurangi pelarutan Cu secara berlebihan umumnya dilakukan pengapuran dan penambahan pupuk P.
VI/PR-7
Mile 21 Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg)
Unsur Mikro (mg/kg) Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) 0
50
100
150
200
250
300
350
0
Ap A2
100
150
200
250
300
350
400
450
A
A3 AC
AC
AC2 C C2
Horison
Horison
50
C3 C4 C5
C
Cg
C6 C7
Fe Mn Cu Zn
Cg
Fe Mn Cu Zn
Cg2
Gambar 14c. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 26 - Mile 21 ModADA Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) Mile 21.5
VI/PR-10
Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg)
Unsur MikroTersedia Tersedia (ppm) Unsur Mikro (mg/kg) 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0
550
Ap
100
200
300
400
500
600
700
A
AC
AC
AC2
ACg
Horison
Horison
AC3 AC4 AC5 C
C4 Cg
Cg2 Cg3
C2 C3
Cg
Fe Mn Cu Zn
Cg4 Cg5
Fe Mn Cu Zn
Gambar 14d. Unsur Mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) di Area Reklamasi, Mile 25 - Mile 21.5 ModADA Partikel Berdebu Kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5)
Unsur mikro lainnya, Fe, Mn, dan Zn ditemukan lebih rendah dibandingkan Cu. Namun konsentrasi Mn dan Zn masih lebih rendah dibandingkan Fe di Area Suksesi, dan lebih tinggi dibandingkan di Area Reklamasi. Konsentrasi Fe tertinggi 59
ditemukan pada partikel berlempung kasar (VI/PR-7) pada horison permukaan A3 (126 mg/kg), partikel berdebu kasar (Mile 21.5) pada horison bawah Cg4 (146 mg/kg) dan Cg5 (143 mg/kg). Konsentrasi Fe umumnya rendah di sebagian Area Reklamasi, karena pH > 7. Kondisi ini yang menyebabkan besi dalam bentuk teroksidasi dan membentuk senyawa sukar larut seperti hidrous-oksida, terutama pada lapisan permukaan tanah. Rendahnya Fe terlarut berhubungan dengan sifat Fe2+ yang mudah teroksidasi menjadi Fe3+, dan kemudian Fe3+ segera membentuk Fe(OH)3 dan Fe2O3 yang berbentuk endapan. Di bagian selatan, Fe2+ cenderung meningkat akibat dari permukaan air tanah semakin dangkal dan kondisi lahan lebih reduktif, sehingga Fe2+ mudah larut. Fenomena ini terlihat pada partikel berlempung kasar (Mile 21) dan berdebu kasar (VI/PR-10, Mile 21.5), disajikan pada Gambar 14b-d. Chapman (1975) melaporkan bahwa terdapatnya kalsium karbonat dan pH alkali menyebabkan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn menurun, sedangkan kelebihan Cu menyebabkan ketersediaan Fe, Mn, dan Zn rendah dalam larutan tanah (Olsen, 1972; Reuther dan Labanauskas, 1975). 4.1.3 Mineralogi Tanah Berdasarkan karakteristik mineralogi, tanah yang terbentuk dari tailing di ModADA relatif masih memperlihatkan kemiripan karakteristik jenis mineral dengan tailing Mile 74 sebelum memasuki ModADA. Hasil analisis XRD dari contoh tailing halus (< 50 μm) yang keluar dari pabrik pengolahan dan mengendap di ModADA dalam bulan Januari - Mei 2002 menunjukkan bahwa mineral fraksi pasir dominan adalah kuarsa, disusul albit dan ortoklas, sedangkan kalsit, magnetit, kaolinit, biotit, muskovit, plogopit, klorit, dan pirit sangat rendah (Spera, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mineral yang mengalami peningkatan setelah memasuki ModADA adalah kuarsa. Mineral kuarsa mendominasi ModADA, disusul feldspar, piroksen, amphibol, karbonat, dan golongan mineral liat dengan persentase lebih rendah. Beberapa jenis mineral yang mengalami penurunan setelah memasuki ModADA adalah golongan sulfat, sulfida, dan mika (Tabel 7). Mineral golongan kuarsa ditemukan lebih tinggi dibandingkan kelompok mineral lainnya di ModADA. Hal ini dikarenakan kandungan SiO2 pada kompleks batuan induk Grasberg sangat tinggi, yaitu 61.41% (MacDonald dan Arnold, 1994). Mineral kuarsa meningkat dengan pesat di ModADA dari sekitar 23.90% menjadi 60
sekitar 41.69%, piroksen dari 0% menjadi sekitar 4.38%, amphibol dari 0.10% menjadi 0.36%, karbonat dari 4.10% menjadi 5.49% bervariasi rendah dan tinggi, sementara itu mineral liat dari 3% menjadi 4.65%. Beberapa jenis mineral yang menurun persentasenya adalah sulfat dari 4.40% menjadi 0.23%, sulfida dari 8.8% menjadi 0%, dan mika dari 14% menjadi sekitar 7.91%. Tabel 7. Nilai rata-rata Komposisi Mineral dari Contoh Bulk pada Tailing Mile 74 dan ModADA (Mile 28 - Mile 21) Komposisi Mineral Primer, % Berat
Tailing Mile 74
Area Suksesi, ModADA (Air Tanah Dangkal, 50 cm) Partikel Berpasir
Partikel Berdebu Kasar
Berlempung halus
Partikel
Area Reklamasi, ModADA (Air Tanah Dalam, 100 cm) Partikel Berpasir
Partikel Berlempung Kasar
Partikel Berdebu Kasar
Kuarsa, SiO2
23.90
25.60
42.27
44.40
44.12
48.17
45.59
Feldspar, (Na,K,Ca)AlSi3O8
35.60
45.27
29.72
28.12
25.42
33.10
21.46
Andalusit/Silimanit, Al2SiO5
0.20
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Piroksen (augit, diopsid), Ca(Mg,Fe)Si2O6
0.00
7.98
5.19
2.45
6.98
0.55
3.13
Amphibol/Serpentin
0.10
0.23
0.25
0.37
0.57
0.36
0.37
Karbonat (kalsium, dolomit), CaCO3/Ca,Mg(CO3)2
4.10
3.79
3.83
4.99
4.76
1.81
13.74
Sulfat (anhidrit, gipsum), CaSO4.2H2O
4.40
0.00
0.19
0.10
0.12
0.40
0.33
Fe-Sulfida (pirit & markasit), FeS2
2.60
0.18
0.28
0.00
0.23
0.41
0.19
Cu-Sulfida (kalkopirit, kovelit, bornit)
6.20
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Fe-Oksida (mag, hem, gut), Fe3O4, Fe2O3, FeOOH
5.90
6.47
4.65
2.49
7.14
5.27
1.72
Mika (muskovit, biotit, plogopit)
14.00
7.35
9.36
7.26
8.36
7.25
7.85
Illit
0.00
0.00
0.18
1.02
0.00
0.39
1.19
Haloisit
0.00
0.00
0.00
0.11
0.00
0.00
0.00
Komposisi Mineral Liat, % Berat
Kaolinit
0.30
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Talk
0.10
0.05
0.06
0.07
0.00
0.00
0.04
Klinoklor (Klorit)
0.80
1.32
2.32
3.79
0.93
1.11
3.19
Kaolinit-Montmorillonit
0.40
0.00
0.00
0.66
0.14
0.13
0.00
Illit-Montmorillonit
0.30
0.99
0.36
0.13
0.09
0.12
0.30
Montmorillonit
0.90
0.78
1.32
4.05
0.93
0.78
0.90
Saponit/Sepiolit
0.10
0.00
0.00
0.00
0.12
0.16
0.00
Total Mineral Liat : Total Mineral Primer dan Liat : pH H2O Keterangan : -
3.00
3.14
4.24
9.83
2.39
2.69
5.62
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
10.6
8.29
7.73 -7.23
7.57
7.81
6.73
7.91
Data Mineral Tailing Mile 74 diperoleh dari Lab. Mineralogy Belle Chasse, New Orleans USA (CTI, 10 Juli 2006) Nilai pH Tailing Mile 74 diperoleh dari Concentrator Mill, PTFI Timika (28 Nopember 2007) Area Suksesi diwakili oleh partikel berpasir (PS-1), Partikel Berdebu Kasar (PS-2, PS-3, PS-4), Partikel Berlempung Halus (PS-5) Area Reklamasi diwakili oleh Partikel Berpasir (I/PR-4),Partikel Berlempung Kasar (VI/PR-7),Partikel Berdebu Kasar (Mile 21.5)
Mineral golongan sulfida merupakan mineral yang ditambang untuk mendapatkan tembaga dan emas. Penurunan yang cukup drastis terjadi oleh karena mineral sulfida stabil dalam kondisi reduktif saat berada dalam sedimen pada formasi batuan yang ditambang, kemudian menjadi metastabil pada saat tertransportasikan dari 61
processing plant ke area pengendapan tailing di ModADA. Proses oksidasi mineral golongan sulfida ini menyebabkan produksi hidronium yang memasamkan lingkungan dan kemudian dinetralkan dengan CaO yang terkandung di tailing. Proses ini menghasilkan keseimbangan yang sementara dapat terukur dari nilai pH saat ini sebesar 6.73 - 8.29 (Tabel 7). Sementara penurunan persentase mineral golongan mika (mineral tipe 2:1 primer) terjadi karena proses transformasi golongan mineral tersebut, sehingga ukuran partikel menjadi lebih kecil yang dilanjutkan dengan proses pelarutan beberapa unsur yang dikandungnya, dan terbentuk mineral liat sekunder. Hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan persentase kandungan mineral liat pada partikel berlempung kasar dan halus, serta berdebu kasar di ModADA, walaupun pada presentase yang masih sangat rendah. Jenis mineral liat klorit, illit, dan montmorillonit terlihat agak meningkat di Area Suksesi maupun di Area Reklamasi ke arah selatan ModADA. Proses transformasi mika menjadi mineral liat 2:1, sebelumnya membentuk mineral-mineral interstratifikasi, seperti mika-vermikulit, mika-smektit, dan mikaklorit (Fanning et al., 1989). Hasil analisis mineral liat dengan XRD di Laboratorium Belle Chasse menunjukkan bahwa puncak difraksi contoh tanah tailing di ModADA didominasi oleh mika, sedangkan jenis mineral liat sekunder masih sangat rendah. Jenis mineral liat sekunder belum menunjukkan hasil yang maksimal sebagai proses pelapukan mineral primer menjadi mineral sekunder untuk perkembangan tailing menjadi tanah. Hal ini dikarenakan proses pelapukan mineral primer masih sedang berjalan, terutama feldspar yang ditemukan sebagai mineral tertinggi kedua setelah kuarsa. Mineral feldspar mempunyai persentase kedua tertinggi (21.46% - 45.27%) setelah kuarsa (25.60% - 48.17%) di ModADA. Namun demikian golongan mineral feldspar lebih rendah persentasenya pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar daripada berpasir. Hal ini terjadi karena perubahan ukuran partikel kasar menjadi halus akibat pelapukan fisik, sehingga feldspar ditemukan lebih rendah karena termasuk jenis minaral mudah lapuk. Feldspar adalah tektosilikat anhydrous dengan struktur mineral terdiri dari AlO4 dan SiO4 tetrahedra yang dihubungkan dalam suatu kesatuan tiga dimensi tak terhingga. Feldspar mengandung Na+, K+, atau Ca2+ di dalam kerangka tetrahedranya (Huang, 1989). Umumnya ditemukan sebagai spesies K-fedspar (polimorf, ortoklas, dan mikrolin) yang mempunyai komposisi KAlSi3O8 dan seri plagioklas (bervariasi 62
dari albit, NaAlSi3O8 hingga anortit, CaAl2Si2O8) (Allen dan Hajek, 1989). Oleh karenanya feldspar (K,Na,Ca, AlSi3O8) merupakan kelompok mineral pembentuk batuan terpenting dari senyawa silikat aluminium dengan satu atau lebih kation Na, K, dan Ca. Keberadaan kation-kation ini yang menyebabkan feldspar termasuk jenis mineral mudah lapuk (Huang, 1989). Kenaikan drastis dari mineral kuarsa, amphibol dan piroksen dapat terjadi karena akumulasi relatif (relative accumulation) yang disebabkan oleh pelarutan berbagai mineral yang telah dibahas di atas. Hal ini terjadi karena kuarsa merupakan mineral sukar lapuk dari golongan tektosilikat (Drees et al., 1989), sementara mineral lainnya merupakan golongan inosilikat (Tan, 1992) yang meskipun relatif mudah lapuk, namun lebih sukar lapuk bila dibandingkan dengan mineral golongan sulfida. Pelapukan Mineral dan Pembentukan Tanah 1. Pelapukan Mineral Berdasarkan perbedaan kelas ukuran partikel ditemukan bahwa Area Suksesi maupun Area Reklamasi memperlihatkan fenomena penyebaran jenis-jenis mineral yang relatif hampir sama pada partikel bepasir, berlempung kasar-halus hingga berdebu kasar di ModADA. Namun terdapat perbedaan jumlah persentase pada jenis mineral mudah lapuk, karena proses pelapukan sedang berjalan dan perbedaan ukuran partikel. Bila diperhatikan pada kedalaman air tanahnya, Area Suksesi lebih dangkal, yaitu kurang dari 50 cm dari permukaan tanah, sementara Area Reklamasi lebih dalam, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. Fenomena ini menunjukkan bahwa Area Reklamasi lebih oksidatif dibandingkan Area Suksesi. Dalam kondisi oksidatif, proses pelapukan mineral umumnya berjalan lebih cepat dibandingkan kondisi reduktif (tergenang). Analisis mineral dari contoh bulk menunjukkan bahwa persentase mineral feldspar di Area Reklamasi lebih rendah dibandingkan di Area Suksesi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pelapukan mineral primer mudah lapuk di Area Reklamasi berlangsung ralatif cepat daripada di Area Suksesi. Proses pelapukan mineral feldspar berlangsung melalui proses pelarutan. Menurut Mulyanto (1995) pada lingkungan tropika yang basah dan oksidatif, mineral feldspar melapuk melalui proses pelarutan. Proses pelarutan feldspar sesuai dengan kandungannya melepaskan K, Na, Ca, dan Si. Hal ini dapat terjadi selain oleh kondisi 63
oksidatif dan pH agak menurun, juga akibat pelapukan fisik lebih intensif pada partikel berdebu kasar di Area Reklamasi, sehingga pelapukan mineral feldspar berlangsung relatif cepat. Namun demikian mineral golongan karbonat lebih larut dibandingkan feldspar sebagai akibat perubahan pH. Oleh karenanya ditemukan persentasi karbonat lebih rendah dibandingkan feldspar di ModADA. Sementara mineral golongan sulfat (gipsum dan anhidrit) di Area Reklamasi, meskipun kandungannya sedikit, namun persentasenya lebih tinggi dibandingkan di Area Suksesi. Mineral golongan sulfida, terutama Cu-sulfida seperti kalkopirit, kovellit, dan bornit tidak dijumpai di Area Suksesi maupun di Area Reklamasi, karena golongan mineral ini telah terlarut dalam proses pemisahan bijih. Sementara terdapatnya mineral Fe-sulfida di ModADA adalah merupakan mineral bentukan baru (neoformation) dari besi terlarut (Fe2+) dengan sulfida yang terbentuk dalam larutan tanah, terutama pada horison bawah yang selalu basah. Kandungan mineral Fe-oksida seperti magnetit, hematit, dan goetit yang terdapat di Area Suksesi dan Area Reklamasi agak meningkat dibandingkan yang terkandung di tailing sebelum memasuki ModADA. Hal ini terjadi karena Fe-oksida mudah terbentuk pada lingkungan oksidatif. Fe-oksida berasal dari besi hasil proses pelapukan mineral golongan piroksen atau amphibol. Kandungan mineral piroksen dan amphibol ini lebih tinggi dijumpai di Area Suksesi karena kurang melapuk, sementara kandungan mineral Fe-oksida lebih tinggi di Area Reklamasi karena pembentukan baru. Demikian pula kandungan mineral kuarsa di Area Reklamasi lebih tinggi dibandingkan di Area Suksesi adalah dimungkinkan karena perbedaan kedalaman air tanah. Permukaan air tanah yang lebih dalam di Area Reklamasi menyebabkan area ini memiliki drainase tanah lebih baik dan lebih oksidatif, sehingga pelapukan mineral kuarsa lebih intensif dibandingkan di Area Suksesi. Kemungkinan lainnya adalah pelarutan kuarsa lebih tinggi di Area Suksesi dibandingkan di Area Reklamasi, karena secara relatif pH lebih tinggi di Area Suksesi. Kelarutan kuarsa mengalami peningkatan ketika pH lebih tinggi (Nahon, 1991; Tan, 1991). Mineral kuarsa merupakan kelompok mineral pembentuk batuan bersama-sama bijih. Mineral ini menempati area pengendapan tailing di ModADA karena merupakan residu hasil pemisahan bijih tambang. Komposisi dan jenis mineral yang terdapat di ModADA juga masih menunjukkan kemiripan karakteristik yang khas seperti batuan induknya. Selain itu mineral kuarsa merupakan mineral yang banyak ditemukan di 64
kerak bumi dan sangat tahan terhadap pelapukan oleh cuaca atau iklim (Kusumoyudo, 1986; Drees et al., 1989). 2. Pembentukan Mineral Liat Proses terbentuknya mineral liat sekunder di ModADA masih sangat rendah. Analisis mineral liat dari contoh bulk menunjukkan bahwa total mineral liat relatif masih sangat rendah, kecuali di Area Suksesi pada partikel berlempung halus diperoleh rata-rata total mineral liat agak meningkat, yaitu 9.82% (Tabel 8). Kandungan mineral liat terlihat agak mengalami peningkatan hanya ditemukan pada horison permukaan yang didominasi partikel halus, kemudian menurun menurut kedalaman horison. Kandungan mineral liat pada horison permukaan lebih tinggi dibandingkan horison bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan mineral liat sebagai hasil dari proses pelapukan mineral primer, karena laju pelapukan dan pembentukan tanah pada lapisan permukaan lebih intensif dibandingkan lapisan bawah. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi proses pelapukan mineral tailing pada lapisan-lapisan permukaan di ModADA melalui interaksi bahan induk tailing dengan O2, vegetasi atau organisme, dan iklim yang berperan penting dalam proses pelapukan mineral primer. Terdapat korelasi positif diantara ukuran partikel tailing dengan kandungan dan jenis mineral liat yang terbentuk, walaupun belum nyata. Sebagian besar Area Suksesi pada horison permukaan dan bawah (kedalaman 50 cm) yang didominasi partikel berdebu kasar (PS-2, PS-4) dan berlempung halus (PS-5) memiliki persentase mineral liat lebih tinggi daripada partikel berpasir (PS-1). Demikian pula Area Reklamasi ke arah selatan ModADA, yaitu Mile 21.5 memiliki persentase mineral liat lebih tinggi. Tabel 8 memperlihatkan bahwa rata-rata total mineral liat tertinggi di Area Suksesi pada partikel berlempung halus adalah 9.82%, sedangkan di Area Reklamasi pada partikel berdebu kasar adalah 5.62%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pelapukan mineral primer, seperti feldspar dan mika yang sedang berjalan di ModADA memiliki kecenderungan yang berkorelasi nyata terhadap kehalusan ukuran partikel tailing. Jenis mineral liat di Area Reklamasi memiliki kisaran nilai relatif hampir sama dengan Area Suksesi. Pada Tabel 8 terlihat bahwa persentase total mineral liat pada lapisan-lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah, terutama pada
65
partikel berdebu kasar dan berlempung halus. Fenomena ini menunjukkan bahwa kehalusan ukuran partikel mempercepat proses pelapukan mineral terutama feldspar, sehingga terlihat bahwa persentase mineral liat yang terbentuk agak meningkat pada horison-horison permukaan. Tabel 8. Persentase Jenis Mineral pada Contoh Bulk di ModADA-PTFI Profil Tanah Pewakil
Jenis Mineral (%) Kuarsa
Feldspar
Mika
Liat
Area Suksesi PS-1 Ag
24.77
Partikel Berpasir 44.20
9.31
5.92
ACg2
19.78
58.07
7.67
2.10
ACg4
32.25
33.54
5.06
1.43
Rata-rata
25.60
45.27
7.35
3.15
PS-2 Ag
35.00
Partikel Berdebu Kasar 32.46 9.82
9.55
Ag2
40.68
29.80
12.96
4.46
ACg
40.23
41.31
6.40
3.36
ACg2
46.34
27.30
7.26
2.68
ACg3
42.24
26.16
11.77
1.93
ACg4
49.30
10.69
12.25
4.60
Rata-rata
42.30
27.95
10.08
4.43
PS-4 Ag
36.45
36.02
13.53
5.20
Ag2
38.30
29.18
16.82
6.30
Ag3
32.20
35.23
14.04
5.30
Ag4
43.04
30.38
9.44
4.14
Cg
50.79
15.02
6.51
2.99
Rata-rata
40.16
29.17
12.07
4.79
PS-5 Ag
46.63
Partikel Berlempung Halus 23.48 8.55
18.63
Ag2
45.35
30.99
4.16
14.90
ACg
40.98
26.58
12.11
4.00
ACg2
44.63
31.41
4.23
1.74
Rata-rata
44.40
28.12
7.26
9.82
Mile 21.5 A
49.20
Partikel Berdebu Kasar 25.09 6.64
8.60
Ag
51.14
19.05
9.89
4.90
Ag2
54.48
20.46
5.86
4.99
ACg2
42.31
19.99
5.73
5.46
ACg3
39.64
19.16
5.98
5.00
Cg
36.76
25.04
13.00
4.78
Rata-rata
45.59
21.46
7.85
5.62
Area Reklamasi
Keterangan : Persentase jenis mineral yang ditampilkan hanya mewakili beberapa profil pewakil di ModADA.
Secara umum dapat digambarkan fenomena dari pembentukan mineral primer menjadi mineral sekunder yang sedang terjadi di ModADA (Gambar 15). Mineral
66
klorit merupakan petunjuk awal telah terjadinya proses pelapukan di dalam tanah sebagai hasil pelapukan mineral muskovit. Allen dan Hajek (1989) menyatakan bahwa klorit umumnya ditemukan pada keseluruhan profil tanah yang sangat muda. Sementara itu montmorillonit dan illit merupakan mineral hasil pelapukan selanjutnya dari klorit, seperti yang ditunjukkan oleh adanya jenis mineral campuran illitmontmorillonit. Pelapukan selanjutnya, montmorillonit menjadi kaolinit yang ditunjukkan oleh adanya mineral campuran kaolinit-montmorillonit. Proses pelapukan hingga tingkat lanjut ini untuk tanah-tanah yang terbentuk dari tailing di ModADA masih membutuhkan waktu lama. Namun secara teori setelah terbentuk mineral klorit, akan disusul illit dan montmorillonit.
Mineral Primer
Hasil Pelapukan Hematit
Piroksen
Goetit
Amphibol
Feldspar
Larutan
Bahan Amorf
Tanah Kuarsa
Muskovit
Klorit
Illit
Montmorillonit
Kaolinit
Gambar 15. Pelapukan Mineral Primer menjadi Mineral Sekunder di ModADA-PTFI Mineral klorit cenderung meningkat ditemukan di Area Suksesi dibandingkan di Area Reklamasi, disusul montmorillonit dan illit pada persentase lebih rendah. Namun meningkatnya kandungan partikel berukuran liat di ModADA ini tidak selalu merupakan hasil keseluruhan dari pelapukan mineral primer tailing membentuk mineral liat sekunder. Sebagai contoh pada Tabel 7 terlihat bahwa kandungan montmorillonit di Area Reklamasi pada partikel berdebu kasar (0.78%) dan
67
berlempung kasar (0.90%) lebih rendah dibandingkan pada partikel berpasir (0.93%). Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan mineral liat sekunder di ModADA tidak secara keseluruhan berasal dari hasil pelapukan mineral primer tailing saja. Kemungkinan lain dapat terjadi, yaitu selama perjalanan tailing dari Mile 74 memasuki ModADA, terdapat juga bahan tanah ikutan dari tanah mineral alami yang berasal dari area hutan alam yang letaknya berdekatan dengan sungai Otomona dan sungai Ajkwa. 4.1.4 Kesimpulan 1. Berdasarkan karakteristik morfologi; perkembangan struktur tanah lemah pada horison permukaan di ModADA dikategorikan sebagai epipedon okhrik dan tanpa horison bawah penciri, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol. 2. Berdasarkan karakteristik fisik; area pengendapan tailing tidak aktif di ModADA memiliki distribusi ukuran partikel secara gradual, dari hulu ke hilir adalah berpasir, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar. 3. Berdasarkan karakteristik kimia; pH menurun pada horison permukaan, sehingga Cu meningkat di larutan tanah. Penurunan pH disebabkan oleh oksidasi mineral sulfida lebih intensif pada horison permukaan. 4. Konsentrasi Cu ditemukan di sebagian besar lapisan Area Suksesi dan Area Reklamasi, karena terjadi pelarutan mineral golongan sulfida. 5. Unsur-unsur mikro cenderung meningkat di bagian selatan ModADA pada partikel berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar, berturut-turut adalah Cu > Fe > Mn > Zn, dan kation-kation basa adalah Ca > Mg > Na > K. 6. Berdasarkan karakteristik mineralogi ; a). Proses pelapukan ditunjukkan oleh menurunnya persentase mineral feldspar, karbonat, amphibol, dan piroksen, b). Terdapatnya illit, montmorillonit, dan mineral campuran dari pelapukan mineral mika, c). Oksida-hidroksida besi pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar. 7. Perubahan karakteristik mineralogi tanah di ModADA ini menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembentukan tanah menuju berkembangnya tailing menjadi tanah.
68
4.2 Unsur Hara Tercuci pada Tanah yang Berkembang dari Tailing di ModADA Percobaan Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui dinamika unsur-unsur makro dan mikro pada kolom tanah tidak terganggu yang diperlakukan dengan dan tanpa bahan organik (BO) selama 3 bulan di Mile 21. Percobaan Simulasi dilakukan pada contoh-contoh tanah tailing utuh dari profil pewakil Area Reklamasi dan Area Suksesi di ModADA. Contoh tanah utuh dari profil pewakil yang diteliti dibedakan berdasarkan kelas ukuran partikel berpasir, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar. 4.2.1 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Makro Tercuci Hasil analisis kation-kation basa atau unsur-unsur makro dari contoh air dan contoh tanah tailing ditampilkan pada Gambar 16a-b dan pengolahan data secara statistik pada Lampiran 2 - 6. Pada Gambar 16a terlihat bahwa rata-rata nilai pH awal contoh tanah tailing bervariasi antara 6.73 - 8.29. Nilai pH di Area Reklamasi berkisar antara 6.73 - 8.00, sementara di Area Suksesi pada pH 7.56 - 8.29. Nilai pH ini termasuk dalam kisaran netral hingga agak alkali. Setelah Percobaan Simulasi selama 3 bulan terjadi perubahan pH 6.11-7.93 pada perlakuan tanpa bahan organik (-BO) dan pH 6.19-7.98 pada perlakuan dengan bahan organik (+BO). Nilai pH ini hanya mengalami sedikit penurunan setelah 3 bulan percobaan dan agak menurun pada perlakuan BO dibandingkan tanpa BO. Nilai pH mengalami penurunan ditemukan pada partikel berlempung kasar (Area Reklamasi) dan berdebu kasar (Area Suksesi). Nilai pH agak menurun ditemukan pada contoh-cocntoh tanah utuh dengan ukuran partikel berdebu kasar dan berlempung kasar-halus. Gambar 16a, perlakuan dengan BO setelah Percobaan Simulasi 3 bulan ditemukan kandungan C-organik di Area Suksesi pada partikel berlempung halus menurun dari 1.29% menjadi 0.36% C-org, sementara pada partikel berdebu kasar meningkat dari 0.85% menjadi 1.14% C-org. Di Area Reklamasi pada partikel berpasir, berlempung kasar, dan berdebu kasar menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap perlakuan BO dan tanpa BO. Hal ini terjadi karena sebagian besar lapisan
69
tanah didominasi partikel berpasir, sehingga bahan organik lebih mudah tercuci ketika hujan dan terdekomposisi ketika kondisi aerob.
C-organik Contoh Tailing
Area Reklamasi
1.4
Area Suksesi
Area Reklamasi
Area Suksesi
1.2
C-Org (%)
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2
Be rp as Be ir rd eb u Be ka rl sa em r pu ng ha lu s
3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
B er pa sir Be rd eb u ka Be sa rl r em pu ng ha lu s
0.0 0 Bulan
B er Be pa rl sir em pu ng ka sa B r er de bu ka sa r
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Be rp Be as rl ir em pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
Nilai pH
pH Contoh Tailing
0 Bulan 3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
KTK Contoh Tailing 9
Area Reklamasi
Area Suksesi
8 7 6 5 4 3 2 1
Be rp as ir Be rd eb u ka Be sa rl r em pu ng ha lu s
Be rp Be as rl ir em pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
0
0 Bulan 3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
Gambar 16a. Nilai pH, C-org, KTK pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan - Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO)
Pada Gambar 16b berdasarkan susunan kation basa dari contoh tailing awal, konsentrasi Ca2+ tertinggi pada partikel berlempung halus, yaitu 16.69 me/100g di Area Suksesi, sedangkan di Area Reklamasi pada partikel berdebu kasar, yaitu 10.16 me/100g dan lebih rendah dibandingkan di Area Suksesi pada partikel berdebu kasar, yaitu 13.91 me/100g. Sebaliknya pada partikel berpasir Area Reklamasi maupun Area Suksesi, konsentrasi Ca2+ < 10 me/100g. Rendahnya konsentrasi Ca2+ ini dikarenakan proses pencucian lebih intensif pada partikel pasir. Proses pencucian unsur hara lebih intensif pada partikel pasir karena bersifat porous, termasuk pH agak menurun sebagai akibat oksidasi mineral sulfida. Ketika terjadi penurunan pH karena oksidasi mineral sulfida, maka tailing secara alami akan menetralkan pH melalui pelarutan CaO. Proses pelarutan ini menghasilkan ion OHdan meningkatkan nilai pH. Oleh karenanya konsentrasi Ca2+ umumnya meningkat di
70
tailing, sementara OH- untuk menstabilkan kembali nilai pH menjadi ≥ 7. Fenomena ini yang menyebabkan proses pelarutan kalsium lebih intensif pada kondisi oksidatif, namun lebih mudah tercuci pada pertikel berpasir.
2+
2+
Mg Contoh Tailing
18 16 14 12 10
9 8
Area Suksesi Mg2+ (me/100 g)
Area Reklamasi
8 6 4 2 0
Area Reklamasi
7 6 5 4 3 2
3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
+
Be rp as ir Be rd eb u ka Be sa rl r em pu ng ha lu s
Be rp Be as rl ir em pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
Be rp as Be ir rd eb u Be ka rl sa em r pu ng ha lu s
0 Bulan
0 Bulan 3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
Na+ Contoh Tailing
K Contoh Tailing 9
9
8
Area Reklamasi
7
8
Area Suksesi
Area Reklamasi
7 K+ (me/100 g)
6 5 4 3 2
Area Suksesi
6 5 4 3 2
1
1
0
Be rp as ir
Be rd eb u
ka sa r
ka sa r ng
ka Be sa rl r em pu ng ha lu s
3 Bulan +BO
Be rd eb u
3 Bulan –BO
Be rl em pu
ha lu s
ka sa r
em pu ng
Be rl
Be rd eb u
Be rp as ir
ka sa Be r rd eb u ka sa r
Be rl
em pu ng
Be rp as ir
0 0 Bulan
Be rp as ir
K+ (me/100 g)
Area Suksesi
1 0
Be rp Be as rl ir em pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
Ca 2+ (me/100 g)
Ca Contoh Tailing
0 Bulan 3 Bulan –BO 3 Bulan +BO
Gambar 16b. Kation Basa Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tanah Tailing, Awal 0 Bulan - Akhir Percobaan 3 Bulan (-BO/+BO)
Sementara konsentrasi Mg2+ dari contoh tailing awal di Area Reklamasi umumnya rendah hingga sedang (0.41-1.14 me/100g), termasuk di Area Suksesi adalah rendah (0.26-0.98 mg/100g) dengan konsentrasi terendah pada partikel berpasir (± 0.2 me/100g). Konsentrasi Mg2+ rendah ditemukan pada partikel berpasir karena memiliki kandungan C-organik dan KTK lebih rendah, sehingga kemampuan tailing tersebut untuk mengikat kation tersedia menjadi rendah dan mudah tercuci. Fenomena Mg2+ relatif mirip dengan Ca2+, namun pada konsentrasi berbeda, dan secara alami kation bervalensi sama cenderung mengalami persaingan di dalam larutan tanah. Namun karena Ca2+ yang terkandung di tailing sejak awal sangat tinggi yang berasal dari penambahan bubur kapur CaO, sehingga Ca2+ bebas di dalam larutan tanah ditemukan lebih tinggi dibandingkan Mg2+, Na+, dan K+.
71
Konsentrasi K+ pada contoh tanah tailing awal di Area Reklamasi relatif rendah, yaitu 0.19-0.24 me/100 g, sedangkan di Area Suksesi agak meningkat dari rendah - sedang, yaitu 0.22-0.51 me/100g. Sementara Na+ umumnya sedang - sangat tinggi (0.58-1.76 me/100g) di Area Reklamasi, dan sedang (0.37-0.72 me/100g) di Area Suksesi. Pada Gambar 17a-b memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa BO terhadap kation-kation basa tercuci cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakukan dengan BO. Pencucucian kation-kation basa juga bervariasi pada partikel berpasir, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar. Terlihat bahwa dengan meningkatnya waktu pencucian, terjadi penurunan terhadap jumlah kation-kation basa tercuci. Pada awal pencucian, Ca2+ tercuci lebih dominan, kemudian disusul Mg2+, Na+, dan K+. Pada awal pencucian minggu ke-4, jumlah Ca2+ tercuci berkisar ± 200 - 500 mg, kemudian menurun menjadi ± 130 - 250 mg pada akhir pencucian minggu ke-12.
Perlakuan Tanpa BO (Minggu-8) Kation Basa pada Contoh Air
s ir bu ka Be s rl e ar mp un gh al u
rp a
Be
rd e Be
rd e
ka ng pu
rl e m
Be
sa
s ir
r
Na
rp a
Area Suksesi
K
Be
Area Reklamasi
Mg
Be
Be rp as Be ir rd eb u Be ka sa rl e r mp un gh al u s
Na
Ca
sa r
K
ka
Mg
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 bu
Ca
J umla h Tercuci (mg )
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Be rp Be as rle ir mp un gk Be as ar rd eb uk as ar
Jumla h Tercuci (mg )
Perlakauan Tanpa BO (Minggu-4) Kation Basa pada Contoh Air
Area Reklamasi
Area Suksesi
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Ca Mg K
Area Reklamasi
Be rp as Be ir rd eb uk Be as rle ar mp un gh alu s
Na
Be rp Be as rle ir mp un gk as Be ar rd eb uk as ar
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan Tanpa BO (Minggu-12) Kation Basa pada Contoh Air
Area Suksesi
Gambar 17a. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik (Pengamatan Minggu ke-4, 8, 12)
72
Area Reklamasi
Mg K
Area Suksesi
s ar rle mp un gh alu
s ir
as
Be rp a
rd eb uk
Be
Be
ar
r
rle mp un
Be
rp a
s ir
Na
Be
Be rp as
Be rp as Be ir rd eb uk Be a sa rle r mp un gh al u s
Na
as
K
Ca
Be rd eb uk
Mg
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
gk as a
Ca
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan BO (Minggu-8) Kation Basa pada Contoh Air
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Be rl e ir mp un gk as Be ar rd eb uk as ar
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan BO (Minggu-4) Kation Basa pada Contoh Air
Area Reklamasi
Area Suksesi
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Ca Mg K
Be
Be Area Reklamasi
Be rp as Be ir rd eb uk Be as ar rle mp un gh alu s
s ir rl e mp un gk as Be ar rd eb uk as ar
Na
rp a
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan BO (Minggu-12) Kation Basa pada Contoh Air
Area Suksesi
Gambar 17b. Kation Basa dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik (Pengamatan Minggu ke-4, 8, 12) Gambar 17a-b juga memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa BO dan dengan BO menyebabkan jumlah Ca2+ tercuci menurun dengan meningkatnya waktu pencucian di Area Suksesi maupun di Area Reklamasi, namun pencucian lebih intensif di Area Reklamasi. Pada perlakuan BO, jumlah Ca2+ tercuci pada minggu ke-4, yaitu 470 mg pada partikel berlempung kasar, kemudian menurun menjadi 206 mg pada minggu ke-8, dan 150 mg pada minggu ke-12. Sementara kation basa lainnya lebih rendah, berturut-turut pada minggu ke-4 adalah 133 mg Mg2+, 32 mg K+, dan 6.8 mg Na+. Kemudian menurunan hingga minggu ke-12, yaitu 26 mg Mg2+, 38 mg K+, dan 0.7 mg Na+. Kation-kation basa Ca2+, Mg2+, Na+, dan K+ walaupun termasuk kategori basabasa kuat, namun kekuatan ikatannya hanya terjadi pada bagian permukaan koloid dari partikel tailing halus dan bersifat lemah karena memiliki ikatan gaya elektrostatik (perbedaan muatan), sehingga mudah digantikan oleh kation-kation kelompoknya atau kation logam lainnya (Bohn et al., 1979; Tan, 1992). Walaupun demikian jumlah
73
Ca2+ yang tercuci masih lebih tinggi dibandingkan Mg2+, K+, dan Na+ dengan intensif pencucian lebih rendah pada perlakuan dengan BO dibandingkan tanpa BO. 4.2.2 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Makro Tercuci Kandungan C-organik pada contoh tailing sebelum Percobaan Simulasi adalah sangat rendah, yaitu < 1%, kecuali partikel berlempung halus (Area Suksesi) memiliki kandungan C-organik 1.29% (Gambar 16a). Dengan perlakuan BO, C-organik ditemukan > 1% (1.14%) pada partikel berdebu kasar di Area Suksesi. Peningkatan Corganik ini relatif tinggi pada partikel halus dikarenakan adanya ikatan antara bahan organik dengan komponen tanah, seperti liat. Pada kondisi ini bahan organik sulit didekomposisi oleh mikroorganisme, sehingga kandungannya menjadi tinggi. Sementara KTK hanya mengalami sedikit peningkatan, yaitu < 5 me/100g pada perlakuan BO dan tanpa BO. Pada perlakuan BO ditemukan C-organik dan KTK mengalami penurunan pada partikel berlempung halus di Area Suksesi dibandingkan sebelum percobaan. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya bahan tailing yang bersifat koloid. Prasetyo et al. (2005) menyatakan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi nilai KTK adalah kandungan liat dan C-organik. Perlakuan dengan BO menyebabkan pH larutan menurun, karena pada dasarnya bahan organik tersusun oleh C, H, O dalam bentuk senyawa sebagai asam humat dan asam fulvat. Perubahan pH larutan tanah ini menyebabkan mineral mudah lapuk juga menjadi intensif dengan melepaskan kation-kation monovalent dari struktur mineralnya, seperti feldspar. Menurunnya pH dapat menyebabkan ion H+ menggantikan posisi kation monovalent dalam kisi mineral, karena memiliki valensi sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase mineral feldspar lebih rendah pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar dibandingkan partikel berpasir, termasuk pada tailing sebelum memasuki ModADA. Tan (1991) menyatakan bahwa pelapukan menghasilkan penurunan terhadap ukuran partikel, pelepasan bahan mudah larut, dan sintesis bahan-bahan baru. Tan (1991) menyatakan bahwa stabilitas dan kekuatan ikatan dari suatu mineral ditentukan oleh energi pembentukan. Ikatan antara ion-ion logam seperti Ca2+, Mg2+, K+, Na+, dan H+ dengan oksigen adalah terlemah dibandingkan ikatan SiO atau Al-O. Energi pembentukan ikatan kation-oksigen yang terendah adalah K+, yaitu 299 kg kal/mol (Keller, 1954; Paton, 1978; Tan, 1991). Oleh karenanya K+ yang
74
tercuci ditemukan lebih tinggi pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus seperti diperoleh dari Percobaan Simulasi ini. 4.2.3 Kation-kation Basa pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi Setelah Percobaan Simulasi 3 bulan, Ca2+ masih ditemukan lebih tinggi dibandingkan kation basa lainnya. Konsentrasi Ca2+ berkisar 10.19-11.08 me/100 g dan tertinggi pada lapisan 75-100 cm dengan perlakuan BO dan tanpa BO. Hal ini terjadi karena proses oksidasi lebih intensif pada lapisan permukaan dibandingkan lapisan bawah dan adanya pola interaksi tailing dengan O2, sehingga terjadi penurunan pH. Menurunnya pH pada lapisan permukaan ini (Gambar 18a) menyebabkan pelarutan Ca2+ lebih intensif untuk menetralkan pH tailing dan kemudian Ca2+ cenderung terakumulasi pada lapisan bawah (Gambar 18b). Walaupun jumlah Ca2+ tercuci lebih tinggi daripada kation basa lainnya, namun kandungannya masih terlihat tinggi pada contoh tailing setelah percobaan 3 bulan. Kondisi ini terjadi karena penambahan CaO sebelum tailing memasuki ModADA. Sebagian besar Ca2+ yang tercuci dari pelarutan CaO melepaskan Ca2+ menurut persamaan reaksi : CaO + 2H+ Æ Ca2+ + H2O (Lindsay, 1979). Kation basa Ca2+ yang tercuci lebih tinggi ditemukan pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar dibandingkan partikel berpasir. Namun pencucian Ca2+ lebih rendah ditemukan pada perlakuan dengan BO dibandingkan tanpa BO. Kondisi ini terjadi karena partikel tailing halus yang terbentuk umumnya sebagai akibat pelapukan fisik yang melibatkan pelapukan mineral mudah lapuk dan membentuk mineral sekunder. Kondisi ini dapat meningkatkan KTK, termasuk dari penambahan BO, sehingga partikel tailing halus lebih mampu menahan kation-kation basa dibandingkan partikel pasir. Oleh karenanya jumlah kation basa juga ditemukan terakumulasi lebih tinggi pada partikel berlempung kasar-halus dan berdebu kasar daripada partikel berpasir. Gambar 18a memperlihatkan bahwa perlakuan dengan BO menyebabkan KTK mengalami peningkatan, yaitu 6.4 me/100g pada lapisan permukaan (0-25 cm), kemudian menurun hingga < 1.5 me/100g pada lapisan-lapisan di bawahnya. Nilai KTK terendah, yaitu < 3 me/100g pada partikel berpasir dengan kandungan bahan organik dan mineral liat lebih rendah. Fenomena ini menunjukkan bahwa kemampuan tailing untuk menahan dan mempertukarkan kation-kation basa sangat rendah, sehingga unsur hara mudah tercuci dari lapisan permukaan ke lapisan bawah. 75
pH Contoh Tailing Setelah PercobaanSimulasi 3Bulan
EC Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan 600
7.8
500
7.6
400
EC (uS/cm)
N ila i pH
8.0
7.4
300 200
7.2
100
7.0 Treat1 (- BO) 6.8
Treat1 (- BO) 0
Treat2 (- BO) 0-25
25-50
50-75
75-100
Lapisan (cm)
Treat2 (- BO) 0-25
Treat3 (- BO)
25-50
50-75
75-100
Lapisan (cm)
Treat4 (+ BO)
Treat3 (- BO) Treat4 (+ BO)
KTK Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan
C-org Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan
C -o rg (% )
7
1.0
6
0.8
5 4
0.6
3
0.4 2
0.2
1
Treat1 (- BO)
0.0 0-25
25-50
50-75
75-100
Treat2 (- BO)
Treat1 (- BO)
0 0-25
25-50
50-75
Treat4 (+ BO)
Treat2 (- BO) Treat3 (- BO)
Treat3 (- BO)
Lapisan (cm)
75-100
Lapisan (cm)
Treat4 (+ BO)
Gambar 18a. pH, EC, C-organik, KTK pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi
Pada Gambar 18b terlihat bahwa proses pedogenesis yang sedang terjadi di ModADA ditunjukkan oleh K+ dan Na+ relatif agak meningkat karena berasal dari pelapukan mineral feldspar, sementara peningkatan Ca2+ berasal dari penambahan bahan kapur sebelum tailing memasuki ModADA. Pada perlakuan BO di Area Reklamasi, K+ ditemukan meningkat dari 0.24 me/100 g pada awal percobaan dan menjadi 0.52 me/100g setelah akhir percobaan (Gambar 16b). Kondisi ini sesuai dengan persentase mineral feldspar terendah, yaitu 21.46% pada partikel berdebu kasar di Area Reklamasi. Setelah percobaan 3 bulan pada perlakuan BO dan tanpa BO, kation basa K+ juga terlihat meningkat pada beberapa lapisan, yaitu 0-25 cm (0.56 me/100 g), 25-50 cm (0.66 me/100 g), dan 50-75 cm (0.44 me/100 g). Sementara Na+ pada lapisan 0-25 cm (1.04 me/100g), 25-100 cm (1.46 me/100g), dan 50-75 cm (1.05 me/100 g) (Gambar 18b). Proses pelapukan mineral adalah penghancuran mineral karena serangan ion hidrogen (H+) pada struktur mineral mudah lapuk, misalnya feldspar. Proses ini menyebabkan terjadinya penggantian kation-kation dalam struktur mineral oleh H+ menurut reaksi : KAl Si3O8 + H+ Æ HAl Si3O8 + K+ (Bohn et al., 1979). Adanya penggantian kation K+ atau Na+ oleh ion H+ ini dapat menyebabkan kerusakan pada
76
stuktur mineral, sehingga memudahkan pelepasan kation. Tailing selain didominasi feldspar juga mengandung mika, dan ketika terjadi serangan H+ terhadap K+ interlayer pada struktur mineral tersebut (misalnya : mika) dapat menyebabkan sebagian K+ digantikan oleh H+, sehingga terbentuk mineral liat illit yang merupakan mineral sekunder. Kondisi ini dapat terjadi ketika pH menurun dan umumnya pada lapisan permukaan karena lebih oksidatif. Selain pH, perbedaan ukuran partikel juga merupakan salah satu faktor pendukung untuk melepaskan kation-kation ke dalam larutan tanah melalui proses pelapukan mineral. Sebagian besar mineral feldspar terbentuk pada partikel berukuran pasir dan debu (Allen dan Hajek, 1989), dan relatif lebih cepat terlapuk dibandingkan kuarsa, sehingga dengan semakin halusnya ukuran partikel, maka suatu mineral akan semakin mudah terlapuk (Tan, 1992).
2+
2+
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Mg Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan 6 5 Mg2+ (me/100 g)
Ca 2 + (me/100 g)
Ca Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan
4 3 2 1
Treat1 (- BO) 0-25
25-50
50-75
75-100
Treat1 (- BO)
0
Treat2 (- BO)
0-25
50-75
75-100
Treat2 (- BO) Treat3 (- BO)
Lapisan (cm)
Treat4 (+ BO)
Lapisan (cm)
+
Treat4 (+ BO)
+
K Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan
Na Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi 3 Bulan
6
6
5
5 Na+ (me/100 g)
K+ (me/100 g)
25-50
Treat3 (- BO)
4 3 2
4 3 2 1
1
Treat1 (- BO) 0 0-25
25-50
50-75
Lapisan (cm)
75-100
Treat2 (- BO)
Treat1 (- BO)
0 0-25
25-50
50-75
75-100
Treat4 (+ BO)
Treat2 (- BO) Treat3 (- BO)
Treat3 (- BO)
Lapisan (cm)
Treat4 (+ BO)
Gambar 18b. Ca2+, Mg2+, K+, Na+ pada Contoh Tailing Setelah Percobaan Simulasi
4.2.4 Hubungan Ukuran Partikel dengan Unsur-unsur Mikro Tercuci Hasil analisis unsur mikro (pereaksi DTPA) contoh tailing awal di ModADA menunjukkan bahwa konsentrasi Cu tertinggi disusul Fe, Mn dan Zn. Di Area Suksesi, rata-rata Cu tertinggi pada partikel berlempung halus dan berdebu kasar,
77
masing-masing adalah 622.67 mg/kg dan 530.12 mg/kg. Sementara Fe tertinggi pada partikel berdebu kasar, yaitu 88.02 mg/kg, disusul berlempung halus, yaitu 66.19 mg/kg dan berpasir, yaitu 29.01 mg/kg. Di Area Reklamasi, rata-rata Cu tertinggi pada partikel berdebu kasar, yaitu 230.36 mg/kg, disusul berpasir (202.98 mg/kg) dan berlempung kasar (151.35 mg/kg), sedangkan Fe, Mn, dan Zn umumnya lebih rendah daripada Cu, disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Unsur Mikro Fe, Mn, Cu, Zn dengan Pereaksi DTPA pada Contoh Tailing Awal di ModADA Contoh Tailing Area Reklamasi 1 2 3 Area Suksesi 1 2 3
Unsur Mikro (mg/kg)
Kelas Ukuran Partikel Tailing
Fe
Mn
Cu
Zn
Berpasir Berlempung kasar Berdebu kasar
16.99 34.90 33.53
4.52 3.61 4.80
202.96 151.35 230.36
5.05 2.94 3.02
Berpasir Berdebu kasar Berlempung halus
29.01 88.02 66.19
4.32 17.21 13.59
228.16 530.12 622.67
5.50 7.17 7.18
Keterangan : Nilai unsur mikro merupakan nilai rata-rata dari profil pewakil berukuran partikel sama.
Di Area Suksesi, Cu terekstrak DTPA lebih tinggi pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus dibandingkan di Area Reklamasi. Fenomena yang sama pada Fe, disusul Mn, dan Zn dalam konsentrasi lebih rendah. Dalam kondisi basah seperti di Area Suksesi, unsur-unsur mikro ini lebih mobile dan mudah larut. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa batuan induk tailing tersusun oleh jenis mineral yang mengandung Fe, Cu, dan S sebagai pirit, digenit, kovelit, bornit, dan kalkopirit (PTFI, 1997). Gambar 19a-b memperlihatkan bahwa Setelah Percobaan 3 bulan, jumlah Mn yang tercuci dari contoh air lebih tinggi, disusul Cu, Zn, dan Fe. Sementara analisis awal tailing menunjukkan bahwa Cu lebih tinggi dibandingkan Fe, Mn dan Zn (Tabel 9). Hal ini dimungkinkan karena kelarutan unsur mikro sangat ditentukan oleh pH larutan tanah. Labanauskas (1975) melaporkan bahwa pH tanah adalah faktor pengontrol ketersediaan mangan. Gambar 19a-b menunjukkan bahwa jumlah Mn tercuci lebih tinggi pada perlakuan tanpa BO dibandingkan perlakuan dengan BO untuk partikel berpasir dan berlempung kasar di Area Suksesi. Pada awal pengamatan minggu ke-4, jumlah Mn
78
tercuci adalah 6.05 mg pada partikel berpasir, disusul 5.77 mg (berdebu kasar), dan 2.88 mg (berlempung halus). Sementara di Area Reklamasi, Cu tercuci adalah 0.48 mg pada partikel berlempung kasar, disusul 0.34 mg (berdebu kasar), dan 0.33 mg (berpasir). Berbeda dengan jumlah Fe tercuci sangat rendah, namun mengalami pencucian intensif di Area Suksesi, terutama pada partikel berdebu kasar. Sementara jumlah Zn tercuci lebih tinggi daripada Fe pada partikel berlempung kasar dan berpasir di Area Reklamasi. Namun dengan meningkatnya waktu pencucian, jumlah Mn tercuci tidak mengalami pencucian yang berarti, demikian pula Fe, Mn, dan Zn.
Perlakuan Tanpa BO (Minggu-8) Unsur Mikro pada Contoh Air
7
7
6
6
5 4
Fe Mn Cu Zn
3 2 1 0
Jumlah Tercuci (mg)
5 4
Fe Mn Cu Zn
3 2 1
Area Reklamasi
Be rp Be as rle ir m pu ng k a Be sa r rd eb u ka sa r
Be rp as Be ir rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Be rp Be as rle ir m pu ng ka Be sa r rd eb u ka sa r
0
Area Suksesi
Area Reklamasi
Be rp as Be ir rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan Tanpa BO (Minggu-4) Unsur Mikro pada Contoh Air
Area Suksesi
Perlakuan Tanpa BO (Minggu-8) Unsur Mikro pada Contoh Air
7 Jumlah Tercuci (mg)
6 5 4
Fe Mn
3
Cu Zn
2 1
Area Reklamasi
Be rp as Be ir rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Be Be rp as rle ir m pu ng ka Be sa rd r eb u ka sa r
0
Area Suksesi
Gambar 19a. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Tanpa Bahan Organik (Pengamatan Minggu ke-4, 8, 12) Dengan penambahan BO menyebabkan jumlah unsur mikro tercuci lebih rendah dibandingkan tanpa BO. Pada perlakuan tanpa BO, jumlah Mn tercuci hingga minggu ke-12 mengalami sedikit penurunan, yaitu 4.69 mg pada partikel berlempung halus di Area Suksesi, disusul Cu, yaitu 0.31 mg pada partikel berdebu kasar di Area Reklamasi. Baker dan Senft (1995) menyatakan bahwa Cu stabil di dalam air. Oleh karenanya Cu ditemukan lebih rendah dibandingkan Mn. Berbeda dengan jumlah Fe tercuci lebih tinggi, yaitu 1.46 mg pada minggu ke-12 pada partikel berlempung halus di Area Suksesi. Sementara jumlah Zn tercuci menurun dan terendah pada perlakuan 79
BO di Area Suksesi. Namun dengan meningkatnya waktu pencucian, unsur mikro tercuci mengalami penurun lebih rendah dibandingkan pada awal pencucian.
Perlakuan BO (Minggu-8) Unsur Mikro pada Contoh Air
7.00
7.00
6.00
6.00
5.00
5.00
4.00 3.00
Fe Mn
2.00
Jumlah Tercuci (mg)
4.00 Fe
3.00
Mn
2.00
Cu
1.00
Zn
Cu
1.00
Zn
0.00
Area Reklamasi
Be rle ir m pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
Be rp as
Be rp as ir Be rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Be rp as
Be ir rle m pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
0.00
Area Reklamasi
Area Suksesi
Be rp as ir Be rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Jumlah Tercuci (mg)
Perlakuan BO (Minggu-4) Unsur Mikro pada Contoh Air
Area Suksesi
Perlakuan BO (Minggu-12) Unsur Mikro pada Contoh Air Tercuci 7.00
Jumlah Tercuci (mg)
6.00 5.00 4.00 3.00
Fe Mn
2.00
Cu Zn
1.00
Area Reklamasi
Be rp as ir Be rd eb u ka Be sa rle r m pu ng ha lu s
Be rp as
Be ir rle m pu ng ka sa Be r rd eb u ka sa r
0.00
Area Suksesi
Gambar 19b. Unsur Mikro dari Contoh Air pada Perlakuan Bahan Organik (Pengamatan Minggu ke-4, 8, 12) 4.2.5 Pengaruh Bahan Organik (BO) terhadap Unsur-unsur Mikro Tercuci Jumlah unsur mikro tercuci yang terukur pada contoh air relatif lebih rendah pada perlakuan dengan BO dibandingkan perlakuan tanpa BO. Pada Gambar 19a-b terlihat bahwa jumlah Mn dan Fe tercuci agak meningkat pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus di Area Suksesi. Berbeda dengan jumlah Cu dan Zn tercuci agak meningkat pada partikel berpasir di Area Reklamasi pada minggu ke-4, kemudian menurun menurut waktu pencucian. Sementara jumlah Mn tercuci meningkat hingga minggu ke-8, kemudian menurun menurut waktu pencucian. Pada perlakuan tanpa BO ditemukan bahwa jumlah Mn tercuci agak meningkat dibandingkan perlakuan dengan BO. Jumlah Mn tercuci lebih tinggi ditemukan di Area Suksesi daripada Area Reklamasi. Pada minggu ke-4 dan ke-8 di Area Reklamasi, jumlah Mn tercuci adalah 0.33-0.60 mg (berpasir), 0.68-0.95 mg (berlempung kasar), dan 2.29-1.94 mg (berdebu kasar), sementara di Area Suksesi
80
adalah 3.25-4.69 mg (berpasir), 5.44-5.19 mg (berdebu kasar), dan 5.19-6.96 mg (berlempung halus). Jumlah Mn tercuci ini kemudian menurun pada minggu ke-12, yaitu 0.17 mg (berpasir), 0.42 mg (berlempung kasar), dan 1.21 mg (berdebu kasar) di Area Reklamasi, sedangkan di Area Suksesi, yaitu 2.28 mg (berpasir), 1.67 mg (berdebu kasar), dan 2.62 mg (berlempung halus). Hal ini sesuai dengan pendapat Smith dan Paterson (1995) bahwa Mn2+ jarang melebihi 10 mg/l larut air pada tanah alkali. Dibandingkan dengan ketiga unsur mikro lainnya, Mn lebih mobile, sehingga lebih mudah larut. Berbeda dengan Cu, Fe, dan Zn tercuci lebih rendah dibandingkan Mn selama percobaan 3 bulan. Rendahnya ketiga unsur mikro ini tercuci terutama disebabkan oleh pH tailing sebagai penyangga (buffer). Nilai pH > 7 menyebabkan unsur mikro dalam bentuk tidak tersedia, sehingga cenderung lebih rendah di larutan tanah. Sementara Fe relatif stabil dan tidak mudah tercuci karena reduksi besi ferri menjadi ferro cenderung rendah ketika pH netral - agak alkali. Namun secara alami sebagian besar Fe dilepaskan selama proses pelapukan mineral primer sebagai Fe2+ terlarut (Taylor, 1987). Ketersediaan Fe juga sangat bergantung pada sifat tanah dan mencapai konsentrasi tertinggi bila tanah mengandung bahan organik dan total Fe tinggi. Di ModADA, kandungan bahan organik tinggi umumnya ditemukan pada lapisan permukaan, kemudian menurun drastis pada lapisan-lapisan di bawahnya. Walaupun total Fe tinggi di ModADA, namun karena kandungan bahan organik rendah dan pH ≥ 7, sehingga proses pelepasan Fe2+ lebih rendah, akibatnya ketersediaan Fe2+ lebih rendah daripada Mn2+ yang lebih mobile. Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa untuk setiap unit peningkatan pH, maka konsentrasi Fe3+ menurun 1000 kali, sedangkan Fe2+ menurun 100 kali.
81
4.2.6 Kesimpulan 1. Pencucian unsur-unsur lebih rendah pada Perlakuan BO dibandingkan Perlakuan Tanpa BO. 2. Pencucian kation-kation basa lebih nyata pada partikel berpasir dibandingkan berlempung kasar - halus dan berdebu kasar, karena partikel berpasir memiliki kandungan bahan organik, mineral liat, dan KTK lebih rendah. 3. Pencucian intensif didominasi oleh pelarutan Ca, sehingga konsentrasi Ca2+ lebih tinggi dibandingkan Mg2+, Na+, K+ dan terakumulasi pada lapisan bawah partikel berdebu kasar dan berlempung halus, di Area Suksesi. 4. Jumlah Mn tercuci meningkat pada partikel berpasir, diikuti berdebu kasar dan berlempung halus di Area Suksesi, sedangkan Fe, Cu, Zn tercuci umumnya lebih rendah karena pH ≥ 7 sebagai faktor pembatas.
82
4.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tanah yang Terbentuk dari Tailing di ModADA Berikut ini pada sub-bab 4.3 adalah penjelasan mengenai deskripsi dan klasifikasi tanah yang terbentuk dari tailing hingga tingkat famili pada masing-masing profil tanah pewakil di ModADA. Pengamatan profil tanah pewakil difokuskan di Area Suksesi yang ditumbuhi vegetasi alami dan di Area Reklamasi yang ditumbuhi vegetasi budidaya, utara (hulu) ke selatan (hilir) ModADA (Gambar 6, 7). Sebagai profil pembanding dilakukan pengamatan pada tanah mineral di area Hutan Kuala Kencana yang terletak di luar ModADA (Gambar 6). 4.3.1 Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) dan Horison Bawah Penciri Area Suksesi Berdasarkan deskripsi morfologi terhadap 5 profil tanah pewakil di Area Suksesi (Mile 28-25), diketahui bahwa PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 hampir memenuhi semua kriteria epipedon mollik (Lampiran 7), kecuali value. Sementara pada PS-1, terdapat beberapa kriteria yang tidak memenuhi persyaratan mollik, karena memiliki value lembab > 3 pada horison A : 5Y 4/1, C-organik < 0.6%, dan ketebalan lapisan atas belum mencapai 10 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, epipedon yang memenuhi syarat PS-1 - PS-5 adalah okhrik (Soil Survey Staff, 1999; 2006). Area Reklamasi Di Area Reklamasi, sebagian profil tanah pewakil memperlihatkan perbedaan kriteria epipedon yang beragam. Di bagian utara pada profil pewakil I/PR-8 ditemukan beberapa perbedaan kriteria sebagai mollik, termasuk I/PR-4 dan I/PR-6. Namun I/PR-6 dan I/PR-8 tidak memenuhi kriteria mollik, karena kadar C-organik < 0.6% dan ketebalan lapisan atasnya tipis < 10 cm, selain itu I/PR-6 tidak memenuhi kriteria nilai kejenuhan basa, yaitu < 50%. Sementara I/PR-4 tidak memenuhi syarat mollik pada kadar C-organik, yaitu < 0.6%. Oleh karenanya epipedon yang memenuhi syarat untuk ketiga profil pewakil tersebut adalah okhrik. Area Reklamasi berikutnya adalah II/PR-1 dan III/PR-2. Kedua profil pewakil ini tidak memenuhi kriteria mollik, karena memiliki value lembab > 3 dan kadar C-organik < 0.6%. Selain itu, II/PR-1 juga memiliki kriteria warna value maupun kroma yang sama pada horison A maupun C, sehingga tidak memenuhi
83
kriteria mollik, termasuk ketebalan lapisan atas III/PR-2 adalah < 10 cm. Epipedon yang memenuhi syarat kedua profil pewakil tersebut adalah okhrik. Area Reklamasi berikutnya adalah IV/PR-5, V/PR-3, VI/PR-7 dan VI/PR-9. Keempat profil pewakil ini tidak memenuhi kriteria mollik pada nilai C-organik karena tergolong rendah, yaitu < 0.6%. Selain itu IV/PR-5 dan VI/PR-9 tidak memenuhi kriteria ketebalan tanah pada lapisan atas sebagai mollik, karena < 10 cm. Epipedon yang memenuhi syarat pada keempat profil pewakil tersebut adalah okhrik. Area Reklamasi ke arah selatan ModADA, yaitu VI/PR-10 dan Mile 21.5 hampir memenuhi persyaratan mollik, kecuali VI/PR-10 memiliki bahan tanah lebih padat dan masif bila kering, sedangkan Mile 21.5 selain lebih padat dan masif bila kering, juga memiliki value lembab 4 (lebih terang). Oleh karenanya epipedon yang memenuhi syarat adalah okhrik. Walaupun termasuk kriteria epipedon okhrik, namun kedua profil pewakil ini telah memiliki kondisi tanah yang lebih baik dibandingkan profil pewakil lainnya di bagian utara. Hal ini ditunjukkan oleh ukuran partikel atau tekstur lebih halus pada keseluruhan horison dan didominasi vegetasi pohon dengan tingkat keragaman jenis tinggi. Lokasi pengamatan di bagian selatan ModADA, yaitu Mile 21 terletak pada jarak sekitar 500 m dari Mile 21.5. Mile 21 tidak memenuhi syarat sebagai epipedon mollik, karena memiliki value lembab 4 (lebih terang) dan ketebalan lapisan atasnya < 10 cm, sehingga epipedon yang memenuhi syarat adalah okhrik. Profil Pembanding : Tanah Mineral KK-5 Sebagai profil pembanding tanah mineral adalah KK-5, terletak di kawasan hutan Kuala Kencana, PTFI. Berdasarkan kriteria epipedon, KK-5 tidak memenuhi kriteria mollik pada warna value (kering) ≤ 5, karena matriks lapisan atasnya 0-8 cm (lembab) lebih gelap (value : 3-4), kejenuhan basa < 50%, dan ketebalan lapisan atas < 10 cm. Oleh karenanya epipedon yang memenuhi syarat adalah okhrik (Soil Survey Staff, 1999; 2006). Perkembangan profil KK-5 berbeda dibandingkan profil-profil tanah pewakil di ModADA. Struktur tanah telah terbentuk di KK-5 pada horison A (0-8 cm) dan ABw (8-22 cm), juga pada horison Bw (22-38 cm) telah memperlihatkan perkembangan struktur tanah sedang-lemah. Sementara tekstur tanahnya halus, karena didominasi debu, yaitu > 60% - 80%, namun belum menunjukkan perkembangan liat. Walaupun demikian kadar liat horison eluvial A (12.35%) dan ABw (14.37%) telah 84
menunjukkan sedikit peningkatan, yaitu > 3%, dan pada horison iluvial Bw (19.78%), namun menurun pada horison Bw2 (16.72%) di bawahnya, sehingga belum memenuhi syarat sebagai Argillik. Berdasarkan uraian tersebut, maka kriteria horison bawah penciri yang memenuhi syarat di KK-5 adalah horison kambik (Bw). Hal ini ditunjukkan oleh tekstur tanah lebih halus dan telah terbentuk struktur tanah. Horison kambik ditunjukkan oleh struktur tanah yang telah terbentuk dan ketebalan lapisan bawah (ABw - Bw2) ≥ 25 cm. Secara ringkas penentuan Epipedon dan Horison Bawah Penciri dari setiap profil pewakil Area Suksesi dan Area Reklamasi di ModADA, serta profil tanah mineral di Hutan Kuala Kencana PTFI Timika yang telah dibahas di atas tercantum pada Lampiran 7 - 8, serta uraian deskripsi morfologinya pada Lampiran 9 - 14. 4.3.2 Proses Perkembangan Profil Tanah di ModADA Faktor pembentukan tanah merupakan faktor yang menentukan terbentuknya jenis-jenis tanah tertentu. Faktor pembentukan tanah terdiri atas bahan induk dan faktor lingkungan yang berperan terhadap perubahan bahan induk menjadi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan profil-profil tanah dari tailing di ModADA belum maksimal, karena dibatasi oleh beberapa faktor lingkungan secara alami maupun karena area pengendapan tailing dibawa pengontrolan manusia. Sebagai gambaran di Area Reklamasi bagian utara (Mile 28-26) memiliki perkembangan horison tanah relatif lambat dibandingkan bagian selatan (Mile 25-21), kecuali pada lapisan permukaan di bagian utara karena kondisi oksidatif lebih nyata. Sementara di bagian selatan tampak jelas dipengaruhi oleh faktor vegetasi dan kelembaban. Di bagian selatan ini selain ditumbuhi vegetasi budidaya, telah bercampur dengan vegetasi alami pada tingkat keragaman jenis dan kerapatan tinggi. Kondisi air tanahnya agak dangkal, yaitu kurang dari 60 cm dari permukaan tanah dan sebagian besar horisonnya lembab, sehingga pertumbuhan vegetasi lebih cepat dan subur dibandingkan bagian utara. Kondisi ini menyebabkan pembentukan struktur tanah di bagian selatan relatif cepat, karena terjadi perekatan bahan organik dengan partikel tailing dan terdapatnya organisme hidup di sekitar daerah perakaran. Selain itu area tailing di bagian selatan memiliki tekstur lebih halus akibat pelapukan fisik dan ketersediaan air relatif cukup karena elevasi lahannya agak rendah. 85
Sementara di Area Suksesi relatif terhambat perkembangan horison tanahnya karena kondisi reduktif lebih intensif dan sering tergenang air. Walaupun didominasi vegetasi alami dengan tingkat keragaman jenis dan kerapan tinggi yang merupakan penyumbang bahan organik pada lapisan permukaan, namun perkembangan horisonnya lebih sering terganggu karena basah hampir sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan proses dekomposisi bahan organik dan pelapukan mineral primer cenderung lambat walaupun perpindahan partikel halus lebih intensif di Area Suksesi dibandingkan di Area Reklamasi bagian utara, kecuali pada lapisan-lapisan permukaan. Kandungan bahan organik relatif tinggi pada lapisan-lapisan permukaan di Area Suksesi, namun belum terdekomposisi sempurna. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi lahan basah, serasah vegetasi masih berbentuk serat kasar, dan kadar bahan organik bervariasi sekitar 1% - 3% lebih tinggi daripada Area Reklamasi di bagian utara, yaitu < 1%, kecuali di bagian selatan Mile 21.5 dan Mile 21 memiliki kadar bahan organik > 1%. Kondisi lahan basah di Area Suksesi ini menyebabkan beberapa unsur mikro juga mudah larut dan tercuci. Menurut Stoops dan Eswaran (1985) bahwa kondisi basah selama beberapa bulan dapat menyebabkan sebagian besar Fe dan Mn dipindahkan dari profil. Pada kondisi demikian, Fe dan Mn sangat mudah bergerak (mobile) dan tercuci. Sementara bila tidak tercuci, besi ferro (Fe2+) atau mangan (Mn2+) akan bereaksi dengan sulfida atau senyawa-senyawa lain dalam larutan tanah (Hardjowigeno, 1993), dan secara langsung mempengaruhi pembentukan struktur tanah. Di sebagian besar tanah, kondisi basah berkaitan dengan terbentuknya bercakbercak warna secara alami seperti halnya struktur tanah (Moormann dan van de Wetering, 1985). Dalam hal ini, kondisi basah menyebabkan perkembangan profil cenderung terhambat dibandingkan kondisi kering. 4.3.3 Klasifikasi Tanah di ModADA Area Suksesi (Mile 28 - Mile 25) Berdasarkan klasifikasi tanah dari Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1999; 2006) pada profil-profil tanah pewakil PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 di Area Suksesi menunjukkan bahwa area ini memiliki epipedon okhrik dan belum memiliki horison bawah penciri, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol.
86
Pada tingkat subordo, kondisi lahan PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 sering tergenang air (aquik) hingga kedalaman ≥ 50 cm dari permukaan tanah, dan PS-2 hingga PS-4 mengandung bahan sulfidik. Hal ini terlihat dari total S mengalami peningkatan konsentrasi menurut kedalaman lapisan, namun tidak lebih dari 3%. Bahan sulfidik adalah bahan yang mengandung sulfur (S) dan mudah teroksidasi. Ditemukan bahwa total Fe dan S meningkat menurut kedalaman lapisan pada setiap profil tanah pewakil yang diteliti. Total S pada lapisan atas rendah (0.1%), kemudian meningkat (0.9% - 1.2%) hingga kedalaman 50 cm, sementara total Fe berkisar antara 3% - 7% dan cenderung meningkat menurut kedalaman lapisan. Total S dan Fe ini umumnya tinggi di ModADA karena merupakan sisa dari hasil penambangan tembaga dan emas yang berasal dari mineral-mineral golongan sulfida, seperti pirit, kalkopirit, kovelit, bornit, dan digenit (PTFI, 1997). Secara umum bahan sulfidik dapat sebagai bahan mineral atau organik dengan pH > 3.5 dan jika diinkubasi sebagai lapisan setebal 1 cm di bawah kondisi aerobik dan lembab (kapasitas lapang) pada suhu kamar, maka akan terjadi penurunan pH ≥ 0.5 satuan ke pH 4.0 (Soil Survey Staff, 1999; Rachim, 2003). Berbeda dengan tailing, umumnya memiliki pH netral - agak alkali karena ditambahkan CaO pada proses pemisahan bijih di Mile 74, sehingga tailing yang dialirkan ke ModADA menghasilkan nilai pH lebih tinggi dibandingkan tanah mineral alami. Oleh karenanya subordo yang memenuhi syarat di Area Suksesi adalah Aquent. Menurut Wilding dan Rehage (1985) bahwa tanah-tanah yang secara periodik dijenuhi air memiliki subordo aquik. Subordo Aquent yang memenuhi syarat great group di PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 adalah Endoaquent. Hal ini terlihat pada profil-profil tanah pewakil di Area Suksesi ini dijenuhi air pada semua horison dari batas atas penjenuhan hingga kedalaman ≥ 200 cm. Deskripsi profil tanah pewakil di Area Suksesi hanya dibatasi hingga kedalaman 50 cm, karena pengamatan morfologi dan pengambilan contoh tanah dari setiap horison ini terhalang oleh air tanah (ground water) yang dangkal. Sementara pada tingkat subgroup tidak ditemukan ciri-ciri tambahan yang menunjukkan transisi ke great group lain, selain daripada ciri-ciri yang telah ditentukan dari tingkat ordo hingga great group, sehingga PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 dikategorikan sebagai Typic Endoaquent. Pada tingkat famili, sebagai pembeda utama adalah kelas ukuran partikel, mineralogi, regim suhu, dan aktivitas pertukaran kation. Dalam penentuan kelas 87
ukuran partikel di ModADA dimodifikasi berdasarkan nilai rata-rata kelas ukuran partikel dari masing-masing horison profil. Nilai rata-rata kelas ukuran partikel (liat, debu, pasir) pada masing-masing profil pewakil di Area Suksesi adalah PS-1 (1.15%, 9.41%, 88.35%), PS-2 (10.75%, 75.99%, 13.24%), PS-3 (5.24%, 77.91%, 16.83%), PS-4 (10.48%, 64.88%, 17.97%), dan PS-5 (18.60%, 49.30%, 32.07%). Berdasarkan nilai ukuran partikel tersebut, maka PS-1 dikategorikan Berpasir, PS-2, PS-3, PS-4 dikategorikan Berdebu kasar, dan PS-5 dikategorikan Berlempung halus. Sebagai penciri kelas mineralogi adalah berdasarkan susunan mineral pada bagian penentu yang digunakan untuk kelas ukuran partikel. Bagian penentu tanah mineral adalah kedalaman 25-100 cm, namun dalam menentukan kelas mineralogi tanah di ModADA berdasarkan fraksi partikel penentu, yaitu 0.02-2 mm dari masingmasing horison profil tanah pewakil. Profil tanah pewakil PS-1 terletak di bagian utara yang didominasi kelompok mineral feldspar (45.27%), disusul kuarsa (25.60%), dan kurang dari 8% adalah kelompok mineral garnet, karbonat, sulfat, Fe- dan Cu-sulfida, Fe-oksida, mika, liat, dan amphibol-serpentin. Sementara PS-2 hingga PS-5 hanya menunjukkan perbedaan pada jumlah mineral kuarsa (40.16%-44.40%) lebih dominan dibandingkan feldspar (27.95%- 32.03%), sedangkan kelompok mineral lainnya relatif sama seperti PS-1 dalam jumlah lebih rendah (≤ 10%). Berdasarkan uraian komposisi jenis mineral di atas, maka profil tanah pewakil di Area Suksesi belum menunjukkan perbedaan persentase mineral tertentu yang lebih dominan, yaitu > 90% sebagai mineral kuarsa maupun feldspar. Selain itu terdapat juga mineral lainnya yang berasal dari bahan induk utama dan sedang mengalami pelapukan menjadi tanah, sehingga kategori kelas mineralogi yang memenuhi syarat adalah Campuran. Dalam Key to Soil Taxonomy, kelas Campuran didefinisikan sebagai semua lapisan atau horison tanah mineral lain yang dalam penampang kontrol mineraloginya mempunyai sifat lain yang kurang dari 40% suatu mineral selain kuarsa dan feldspar. Selanjutnya penciri kelas aktivitas pertukaran kation belum dapat digunakan sebagai pembeda famili pada tanah-tanah yang baru terbentuk dari tailing di Area Suksesi, karena hasil analisis tekstur didominasi partikel berpasir dan berdebu kasar, serta KTK rendah. Untuk penciri kelas temperatur (suhu) tanah, diasumsikan bahwa ModADA termasuk dalam kawasan iklim tropis dan penentuan rata-rata suhu tanah didekati dengan rata-rata suhu udara di area penelitian. 88
Rata-rata suhu udara per tahun selama 10 tahun (1994-2004) di area Timika adalah 26.06 oC, dengan suhu udara maksimum adalah 27.46 oC dan suhu udara minimum adalah 24.63 oC. Berdasarkan data tersebut, maka kelas temperatur tanah pada profil tanah pewakil PS-1, PS-2, PS-3, PS-4, PS-5 adalah Isohipertermik, yaitu suhu tanah tahunan rata-rata ≥ 22 oC, atau 26.06 oC adalah rata-rata suhu udara per tahun di area Timika (Gambar 20a), atau 25.94 oC di area Pusat Reklamasi (Gambar 20b).
Rata-rata Rata-rataSuhu SuhuUdara Udara(oC) (oC)Tahun Tahun1994-2004 1994-2004 Stasiun StasiunMeteorologi Meteorologi04 04Area AreaTimika Timika
28 28
SuhuUdara Udara(oC) (oC) Suhu
27 27 26 26
Suhu SuhuMax Max Suhu SuhuRata-rata Rata-rata
25 25
Suhu SuhuMin Min
24 24 23 23 22 22 Jan Jan
Peb Peb
Mar Mar
Apr Apr
Mei Mei
Jun Jun
Jul Jul
Ags Ags
Sept Sept
Okt Okt
Nop Nop
Des Des
Bulan Bulan
Sumber : Stasiun Meteorologi PTFI - Timika, 2005
Gambar 20a. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1994 - 2004 Stasiun Meteorologi 04 Area Timika Area Reklamasi (Mile 28 - Mile 21) Berdasarkan klasifikasi tanah dari Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1999; 2006) pada 12 profil tanah pewakil di Area Reklamasi (I/PR-4 - Mile 21) menunjukkan bahwa keseluruhan horison permukaannya seperti juga di Area Suksesi memiliki epipedon okhrik dan belum mempunyai horison bawah penciri, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol. Pada tingkat subordo berbeda dengan Area Suksesi. Area Reklamasi di bagian utara memiliki kondisi tanah lebih kering dan jarang tergenang air, kecuali ke arah selatan ModADA pada beberapa lapisan bawah adalah lembab - basah. Pada tingkat subordo di Mile 28, yaitu I/PR-4, I/PR-6, dan I/PR-8 yang terletak dalam satu hamparan lahan (105 Ha) dibedakan berdasarkan jenis vegetasi yang tumbuh di atas area tersebut. 89
Profil tanah pewakil I/PR-4 terletak di bagian utara ModADA, didominasi vegetasi Calopogonium muconoides - Casuarina equisetifolia dan pada horison atasnya telah terbentuk tanah. Hal ini ditunjukkan oleh terdapatnya tailing bercampur bahan organik, sehingga warna matriks lebih gelap (5Y 4/1; 5Y 3/1). Secara keseluruhan I/PR-4 didominasi tekstur pasir berlempung - pasir (79.06%-98.98% pasir di setiap lapisan) dan terdapat batuan (berukuran kecil-sedang-besar) dalam jumlah banyak pada kedalaman 50-76 cm. Demikian juga kandungan C-organik sangat rendah (0.23% - 0.32%) pada kedalalaman 25-100 cm dan cenderung menurun tidak teratur pada lapisan-lapisan bawah. Profil tanah pewakil I/PR-6 terletak di bagian kanan lahan setelah I/PR-4, didominasi tekstur yang bervariasi antara pasir berlempung dan pasir (68.45%97.30% pasir pada setiap horison), terdapat kerikil dan batuan berukuran kecil sedang dalam jumlah sedang pada kedalaman 57-76 cm. Kandungan C-organik sangat rendah (0.17%-0.08%) dan menurun menurut kedalaman horison. Profil tanah pewakil I/PR-8 terletak di bagian tengah lahan antara I/PR-4 dan I/PR-6 ke arah timur ModADA, didominasi tekstur lempung, pasir, dan pasir berlempung (44.85%-96.25% pasir pada setiap horison), dan selain vegetasi C. equisetifolia terdapat juga Metroxylon sago. Pada horison atas I/PR-8 (0-8 cm) telah menunjukkan perkembangan tanah lebih baik dibandingkan I/PR-4 dan I/PR-6. Terlihat pada tekstur lempung dan struktur tanah remah, namun masih lemah. Horison di bawahnya juga masih menunjukkan kesamaan bahan partikel seperti kedua profil sebelumnya, kecuali tidak terdapat batuan. Kandungan C-organik sangat rendah (0.10% - 0.08%) pada kedalaman 25-125 cm. Berdasarkan uraian kriteria pembeda subordo di atas, maka I/PR-4, 6, 8 dikategorikan subordo Orthent. Bleeker (1983) melaporkan bahwa orthent berkembang dari Entisol, terutama pada permukaan tanah yang baru dan mudah tererosi. Area berikutnya dibedakan berdasarkan vegetasi pertanian dan kehutanan, yaitu II/PR-1 (Pometia pinnata - C.equisetifolia), III/PR-2 (Alley cropping C.equisetifolia - Coconut nucifera), IV/PR-5 (King-grass - C.equisetifolia), dan V/PR-3 (Leucaena leucocephala - C.equisetifolia), didominasi tekstur berpasir (> 80%) pada setiap lapisannya. Selain itu terdapat kerikil dan batuan kecil - besar dalam jumlah sedang pada II/PR-1 (horison C: 28-57 cm); III/PR-2 (horison C4: 24/26-43/52 cm; Cg: > 88/94 cm), IV/PR-5 (horison C7: 79/120-121/130 cm), V/PR-3 (horison C3: 42-50 cm; C7 : 85-95 cm). Kandungan C-organik sangat rendah, 90
yaitu II/PR-1 (0.09%-0.06%), III/PR-2 (0.05%-0.08%), dan IV/PR-5 (0.05%-0.09%) pada kedalaman 25-100 cm, sehingga subordo yang memenuhi syarat adalah Orthent. Area berikutnya setelah V/PR-3 ditumbuhi C.equisetifolia - C.muconoides, yaitu VI/PR-7 dan VI/PR-9, masing-masing memiliki perbedaan kelas ukuran partikel. Ukuran partikel VI/PR-7 lebih bervariasi pada setiap lapisannya dari atas hingga bawah, yaitu berlempung kasar, berpasir, dan berlempung kasar dengan kelas tekstur lempung berpasir - pasir berlempung (33.4%-93.96% pasir), dan tidak terdapat batuan. Sementara VI/PR-9 didominasi partikel berpasir dengan tekstur pasir > 90% pada setiap lapisan, terdapat kerikil dan batuan kecil pada kedalaman 61-68 cm (C8). Kandungan C-organik sangat rendah, yaitu VI/PR-7 (0.29%-0.26 %) dan VI/PR-9 (0.15%-0.20%) pada kedalaman 25-100 cm, sehingga termasuk subordo Orthent. Area berikutnya VI/PR-10, selain ditumbuhi C.equisetifolia - C.muconoides, terdapat juga vegetasi alami dan perkembangan horisonnya lebih baik. Profil tanah pewakil VI/PR-10 memiliki tekstur debu - lempung berdebu (51.25%-91.19% debu pada setiap horison) dan C-organik sangat rendah, yaitu 0.23%-0.86% pada kedalaman 25-125 cm, sehingga dikategorikan subordo Orthent. Pada tingkat great group, subordo Orthent, yaitu I/PR-4, I/PR-6, I/PR-8, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, VI/PR-7, VI/PR-9 dan VI/PR-10 tidak memiliki regim suhu cryik, dan regim kelembaban xeric, ustik, aridik (atau torrik), sehingga great group yang memenuhi syarat adalah Udorthent. Great group Udorthent mempunyai regim kelembaban udik, yaitu tanah-tanah yang tidak pernah kering lebih dari 90 hari (kumulatif). Pada tingkat great group Udorthent ini tidak ditemukan ciri-ciri tambahan yang menunjukkan transisi ke great group lain, sehingga I/PR-4, I/PR-6, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, dan VI/PR-9 dikategorikan sebagai subgroup Typic Udorthent. Sementara great group Udorthent yang menunjukkan kondisi aquik di salah satu horison atau lebih pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah dan mempunyai deplesi redoks berkroma ≤ 2 selama tahun-tahun normal, berturut-turut ditemukan pada I/PR-8 (horison Cg: 64-79 cm, 5Y 4/1; horison Cg2: > 79 cm, 5Y 4/1), VI/PR-7 (horison Cg: > 112 cm, 2.5Y 3/0), dan VI/PR-10 (horison Cg: > 68 cm, N 4/0-5Y 4/1), sehingga dikategorikan subgroup Aquic Udorthent.
91
Area berikutnya ditumbuhi vegetasi alami (Mile 21) dan area konservasi hutan sekunder alami (Mile 21.5). Perbedaan agak kontras pada kelas ukuran partikel di antara kedua profil tanah pewakil tersebut. Mile 21 memiliki tekstur lempung pada horison atas (A; AC), dan pasir pada horison bawahnya (C; Cg; Cg2), terdapat air tanah pada horison Cg-Cg2 (kedalaman 19-35 cm dan 35-50 cm), dan selalu jenuh air (kroma ≤ 1) dengan total S rendah (0.47%) di horison permukaan dan meningkat pada horison di bawahnya (1.47%-2.15%), dan total S mencapai 3.81% pada horison C. Namun pH relatif stabil, yaitu > 7 - 8, karena tailing mengandung bahan kapur dan memiliki kemampuan menetralkan asam ketika terjadi oksidasi mineral sulfidik. Mile 21.5 didominasi tekstur debu pada setiap horisonnya (84.11%-88.02% debu), selalu jenuh air dan matriks tereduksi dengan kroma ≤ 2 di setiap horison pada kedalaman > 20 cm hingga horison di bawahnya. Berdasarkan uraian kriteria subordo, maka Mile 21 dan Mile 21.5 dikategorikan sebagai Aquent, karena memenuhi syarat utama selalu jenuh air dan matriks tereduksi pada semua horison di bawah kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Profil-profil pewakil Mile 21 dan Mile 21.5 dengan subordo Aquent ini, masing-masing memiliki kriteria yang mirip sebagai syarat ke tingkat great group. Mile 21.5 memiliki kandungan C-organik sangat rendah (0.46%-0.68%) pada kedalaman 25 - > 55 cm dan terdapat air tanah pada kedalaman 55 cm, sehingga memenuhi syarat episaturasi. Sementara Mile 21 memenuhi syarat episaturasi pada kedalaman 19-35 cm (horison Cg) dan 35-50 cm (horison Cg2), sedangkan pada horison permukaan A, AC, dan C tidak tergenang air, oleh karenanya Mile 21 dan Mile 21.5 dikategorikan sebagai Epiaquent. Namun tidak ditemukan ciri-ciri tambahan yang menunjukkan kriteria transisi ke great group lain, sehingga subgroup Mile 21 dan Mile 21.5 termasuk Typic Epiaquent. Sebagai pembeda pada tingkat famili adalah kelas ukuran partikel (liat, debu, pasir). Area Reklamasi memiliki kelas ukuran partikel bervariasi dari partikel berpasir, berdebu kasar dan berlempung kasar, yaitu I/PR-4 (1.17%, 7.56%, 90.69%), I/PR-6 (1.47%, 8.71%, 88.54%), I/PR-8 (5.31%, 12.69%, 81.64%), II/PR-1 (0.97%, 4.13%, 94.84%), III/PR-2 (2.37%, 11.26%, 86.35%), V/PR-3 (0.33%, 1.65%, 98.02%), IV/PR-5 (0.71%, 3.38%, 94.22%), VI/PR-7 (2.57%, 29.18%, 65.75%), VI/PR-9 (0.52%, 2.69%, 96.06%), VI/PR-10 (4.93%, 75.13%, 19.94%), Mile 21 (3.09%, 28.38%, 67.20%), dan Mile 21.5 (8.09%, 86.99%, 4.91%).
92
Berdasarkan nilai rata-rata ukuran partikel pasir, debu, dan liat tersebut di atas, maka kelas ukuran partikel I/PR-4,6,8, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, dan VI/PR-9 dikategorikan Berpasir, VI/PR-7 dan Mile 21 dikategorikan Berlempung kasar, serta VI/PR-10 dan Mile 21.5 dikategorikan Berdebu kasar. Sebagai penciri kelas mineralogi di Area Reklamasi seperti di Area Suksesi, yaitu bagian penentu didasarkan pada fraksi 0.02 - 2 mm dari masing-masing horison. Area Reklamasi ini didominasi kelompok mineral kuarsa (37.98%-48.17%), disusul feldspar (17.49%-35.15%), dan ≤ 11% adalah garnet, karbonat, sulfat, Fe- dan Cusulfida, Fe-oksida, mika, liat, dan amphibol-serpentin. Komposisi jenis mineral tersebut bervariasi dan tidak terdapat salah satu mineral yang lebih dominan, yaitu > 90% sebagai kuarsa maupun feldspar, dan masih terdapat kelompok mineral lain yang berasal dari bahan induk utama dan sedang mengalami pelapukan, sehingga kategori kelas mineralogi adalah Campuran. Pembeda kelas temperatur tanah adalah rata-rata suhu udara per tahun selama 10 tahun (1994-2004) di area Timika, yaitu 26.06 oC (suhu udara maksimum : 26.79 o
C dan suhu udara minimum : 24.63 oC). Oleh karenanya kriteria kelas temperatur
tanah di Area Reklamasi adalah Isohipertermik, yaitu rata-rata suhu tanah tahunan ≥ 22 oC atau, 26.06 oC dan 25.94 oC adalah rata-rata suhu udara per tahun di area Timika dan area Pusat Reklamasi (Gambar 20a-b).
Rata-rata Rata-rataSuhu SuhuUdara Udara(oC) (oC)Tahun Tahun1997-2004 1997-2004 Stasiun StasiunMeteorologi Meteorologi21 21Pusat PusatReklamasi Reklamasi 28 28
SuhuUdara Udara(oC) (oC) Suhu
26 26 Suhu SuhuMax Max Suhu SuhuRata-rata Rata-rata
24 24
Suhu SuhuMin Min
22 22 20 20 18 18 Jan Jan
Peb Peb
Mar Mar
Apr Apr
Mei Mei
Jun Jun
Jul Jul
Ags Ags
Sept Sept
Okt Okt
Nop Nop
Des Des
Bulan Bulan
Sumber : Stasiun Meteorologi PTFI - Timika, 2005
Gambar 20b. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1997 - 2004 Stasiun Meteorologi 21 Area Pusat Reklamasi
93
Profil Pembanding : Tanah Mineral KK-5 Sebagai profil pembanding tanah mineral KK-5 diklasifikasikan sebagai epipedon okhrik dan telah memiliki horison bawah penciri kambik, sehingga termasuk ordo Inseptisol. Pada tingkat subordo, faktor pembeda utama di KK-5 adalah regim kelembaban tanah udik, sehingga dikategorikan Udept. Tingkat great group dikategorikan sebagai Dystrudept, karena rata-rata kejenuhan basa (NH4OAc 1N, pH 7) pada kedalaman 25-100 cm (horison Bw: 22-38 cm - BC3: 83-90 cm) adalah 41.56% (KB < 50%). Pada tingkat subgroup tidak ditemukan ciri-ciri tambahan yang menunjukkan kriteria transisi ke great group lain, sehingga dikategorikan sebagai Typic Dystrudept. Pada tingkat famili, rata-rata kelas ukuran partikel (liat, debu, pasir) adalah 17.31% liat, 72.43% debu, dan 10.44% pasir, sehingga dikategorikan Berdebu kasar. Penciri kelas mineralogi ditentukan berdasarkan bagian penentu kelas ukuran partikel pada kedalaman 25-100 cm di dalam fraksi 0.02 - 2 mm dari masing-masing horison tanah. Rata-rata kelas mineralogi KK5 didominasi oleh mineral kuarsa, yaitu 81.62%, sedangkan kelompok mineral feldspar, sulfat, Fe- dan Cu-sulfida, mika, liat, dan amphibol-serpentin sangat rendah, yaitu < 6%, sehingga termasuk kelas mineralogi Campuran. Penciri kelas aktivitas pertukaran kation juga belum dapat digunakan sebagai pembeda famili di KK-5, karena hasil analisis terhadap kelas ukuran partikel adalah berdebu kasar dengan KTK rendah - sangat rendah pada setiap horisonnya. Sebagai penciri kelas temperatur (suhu) tanah KK-5 didekati dengan suhu udara. Rata-rata suhu udara per tahun (1996-2004) adalah 25.57 oC (suhu udara maksimum : 26.14 oC dan suhu udara minimum : 24.41 oC) (Gambar 21). Oleh karenanya kategori kelas temperatur tanah KK-5 adalah Isohipertermik, yaitu ratarata suhu tanah tahunan ≥ 22 oC, atau 25.57 oC adalah rata-rata suhu udara tahunan.
94
Rata-rata Rata-rataSuhu SuhuUdara Udara(oC) (oC)Tahun Tahun1996-2004 1996-2004 Stasiun StasiunMeteorologi Meteorologi11 11--Kuala KualaKencana Kencana 28 28
SuhuUdara Udara(oC) (oC) Suhu
27 27 26 26 25 25
Suhu SuhuMax Max Suhu SuhuRata-rata Rata-rata
24 24
Suhu SuhuMin Min
23 23 22 22 21 21 Jan Jan
Peb Peb
Mar Mar
Apr Apr
Mei Mei
Jun Jun
Jul Jul
Ags Ags
Sept Sept
Okt Okt
Nop Nop
Des Des
Bulan Bulan
Sumber : Stasiun Meteorologi PTFI - Timika, 2005
Gambar 21. Rata-rata Suhu Udara (oC) Tahun 1996 - 2004 Stasiun Meteorologi 11 Kuala Kencana 4.3.4 Perkembangan Klasifikasi Tanah di ModADA Secara keseluruhan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah-tanah di ModADA mempunyai epipedon okhrik dan tanpa horison bawah penciri, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol. Sementara tanah mineral KK-5 di Hutan Kuala Kencana telah memiliki epipedon okhrik dan horison bawah penciri kambik, sehingga termasuk ordo Inseptisol. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kandungan bahan organik dan liat dari pelapukan mineral primer tailing berperan penting untuk mempercepat proses pembentukan tanah di ModADA. Secara alami bahan organik dan liat memiliki sifat koloid, sehingga berperan sebagai bahan penjerap agregat partikel tanah dan menahan unsur hara atau kation yang terdekomposisi dari pelapukan mineral, terutama feldspar yang merupakan mineral primer mudah lapuk dan tertinggi kedua setelah kuarsa. Tanah-tanah di ModADA tersusun dari partikel pasir dan debu yang masih didominasi oleh mineral kuarsa tahan pelapukan dan disusul mineral feldspar mudah lapuk. Mineral feldspar termasuk mineral mudah lapuk, terutama pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus-kasar yang akan menghasilkan liat dan melepaskan K, Na, atau Ca dari struktur mineralnya. Proses dekomposisi kelompok mineral feldspar (orthoklas) terjadi menurut reaksi berikut (Bohn et al., 1979) : 2 KAlSi3O8 + 2H+ + 9 H2O ' H4Al2Si2O9 + 4 H4SiO4 + 2 K+ (feldspar)
(liat)
(unsur hara K+)
95
Pada kondisi ukuran partikel diperkecil karena penghancuran partikel akibat pelapukan fisik selama pengangkutan tailing ke ModADA, maka feldspar merupakan mineral mudah lapuk yang mudah melepaskan kation-kation dari struktur mineralnya. Kation basa yang terlepas ini akan masuk ke dalam larutan tanah dan kemudian terjerap atau tercuci. Kation-kation yang memiliki afinitas lebih besar akan tinggal dalam larutan tanah, kecuali K+ tidak mudah tercuci pada tanah mineral dibandingkan Ca2+ dan Na+ karena terfiksasi lebih besar daripada kehilangan oleh pencucian, namun K+ lebih mudah tercuci di area tailing. Ketika pelapukan semakin intensif, maka kandungan liat yang dihasilkan juga tinggi, sehingga dapat mendukung proses perkembangan horison-horion tanah. Berbeda dengan Ca2+ dari mineral golongan karbonat termasuk mudah larut oleh perubahan pH dan ditemukan dominan daripada Mg2+, K+, dan Na+, karena Ca2+ ditambahkan sebagai CaO di Mile 74 sebelum tailing memasuki ModADA. Umumnya
di
ModADA,
horison
permukaan
telah
memperlihatkan
perkembangan tanah lebih baik daripada horison bawah. Sementara horison bawah penciri belum terbentuk. Bila dibandingkan dengan tanah KK-5 ditemukan bahwa kedalaman air tanah, ukuran partikel, dan jenis mineral mudah lapuk merupakan bagian terpenting dari faktor pembentuk tanah di ModADA. Persentase mineral feldspar di KK-5 sangat rendah, yaitu 4.03%, termasuk mineral liat, yaitu 5.88%, sedangkan mineral kuarsa sangat tinggi, yaitu 81.62%. Fenomena ini menunjukkan bahwa pelapukan mineral mudah lapuk cukup intensif, namun mineral kuarsa yang dominan juga mengindikasikan bahwa perkembangan tanah belum matang. Sementara di ModADA memiliki persentase feldspar sedang, yaitu 21.46%45.27% dengan persentase terendah pada partikel berdebu kasar (Mile 21.5) dan tertinggi pada partikel berpasir (Area Suksesi). Bila dihubungkan dengan kedalaman air tanah Mile 21.5, yaitu < 60 cm dari permukaan tanah dan agak dalam daripada Area Suksesi, yaitu < 50 cm dari permukaan tanah, maka Mile 21.5 lebih oksidatif untuk perkembangan horison bawah penciri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mile 21.5 memiliki perkembangan tanah relatif mendekati perkembangan tanah KK-5. Hal ini ditunjukkan oleh ukuran partikelnya lebih halus (berdebu kasar) pada setiap horison dan memiliki persentase mineral feldspar terendah. Oleh karenanya diperkirakan dengan menurunnya persentase feldspar menjadi sangat rendah menurut waktu, maka horison bawah penciri dapat terbentuk di Mile 21.5. Kondisi ini dimungkinkan karena perkembangan 96
tanah sangat ditentukan oleh vegetasi, topografi, iklim, dan waktu seperti dikemukan oleh Jenny (1941), namun yang terpenting adalah pelapukan mineral primer yang terkandung pada bahan induk tailing. Dari uraian tersebut menujukkan bahwa faktor pembentukan tanah berperan penting di ModADA adalah bahan induk, vegetasi, topografi, iklim, dan waktu. Secara ringkas hasil klasifikasi tanah-tanah di ModADA dan KK-5 yang telah diuraikan di atas disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 22a-e. Tabel 10. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem USDA (Soil Survey Staff, 1999; 2006) Profil Pewakil
Epipedon
Horison Bawah Penciri
Famili
Vegetasi
Area Suksesi (Mile 28 - Mile 25) PS-1
Okhrik
-
PS-2
Okhrik
-
PS-3
Okhrik
-
PS-4
Okhrik
-
PS-5
Okhrik
-
Typic Endoaquent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik Typic Endoaquent, Berlempung halus, Campuran, Isohipertermik
Phragmites karka, Ficus adenosperma, Adina nerifolia P. karka, Ficus armiti Mig., Casuarina equisetifolia P. karka, Nauclea papuana, Camnosperma brepetiolata P. karka, Ficus armiti Mig., Sterculia sp. P. karka, Glochidion macrophyla, Camnosperma brepetiolata
Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Aquic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Aquic Udorthent, Berlempung Kasar, Campuran, Isohipertermik Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik Aquic Udorthent, Berdebu kasarBerlempung kasar, Campuran, Isohipertermik
Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia
Typic Epiaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik Typic Epiaquent, Berlempung kasar, Campuran, Isohipertermik
Ficus adenosperma, Premna corymbossa, Widelia biflora, P. karka Glochidion macropyla, Sterculia sp, Ficus armiti Mig., P.karka, Imperata cylindrical
Typic Dystrudept, Bedebu kasar, Campuran, Isohipertermik
Gireniero, Myristica sp, Ficus sp., Diyospirus ebecarpa, Malothus sp, Scropya sp.
Area Reklamasi (Mile 28 - Mile 21) I/PR-4
Okhrik
-
I/PR-6
Okhrik
-
I/PR-8
Okhrik
-
II/PR-1
Okhrik
-
III/PR-2
Okhrik
-
IV/PR-5
Okhrik
-
V/PR-3
Okhrik
-
VI/PR-7
Okhrik
-
Okhrik
-
VI/PR-10
Okhrik
-
Mile 21.5
Okhrik
-
Mile 21
Okhrik
-
VI/PR-9
C. equisetifolia, C.muconoides C. equisetifolia, Metroxylon sago Pometia pinnata, C. equisetifolia Alley Cropping, C. equisetifolia, Coconut nucifera King grass, C. equisetifolia Leucaena leucocephala, C. equisetifolia C. equisetifolia, C.muconoides C.equisetifolia, C.muconoides C.equisetifolia, C.muconoides, Phragmites karka, Dryapteris sp.
Tanah Mineral KK-5
Okhrik
Kambik
97
Profil PS-1 Typic Endoaquent Partikel Berpasir Vegetasi : Phragmites karka, Ficus adenosperma, Adina nerifolia
Profil PS-2 Typic Endoaquent Partikel Berdebu Kasar Vegetasi : P. karka, Ficus armiti Mig., Casuarinaequisetifolia
Profil PS-5 Typic Endoaquent Partikel Berlempung Halus Vegetasi : P. karka, Glochidiomacrophila, Camnospermabrepetiolata
Gambar 22a. Profil Pewakil di Area Suksesi
Profil I/PR-4 Typic Udorthent Partikel Berpasir Vegetasi : Calopogoniummuconoides, C. equisetifolia
Profil I/PR-8 Aquic Udorthent Partikel Berpasir Vegetasi : C.equisetifolia, Metroxylon sago
Profil V/PR-3 Typic Udorthent Partikel Berpasir Vegetasi : Leucaenaleucocephala, C.equisetifolia
Gambar 22b. Profil Pewakil di Area Reklamasi (Pertikel Berpasir)
Profil VI/PR-7 Aquic Udorthent Partikel Berlempung Kasar Vegetasi : C.equisetifolia, C. muconoides
Profil Mile 21 Typic Epiaquent Partikel Berlempung Kasar Vegetasi : Glochidionmacrophila, Sterculia sp., Ficus armiti Mig., P.karka, Imperata- cylindrica
Gambar 22c. Profil Pewakil di Area Reklamasi (Pertikel Berlempung Kasar)
Profil VI/PR-10 Aquic Udorthent Partikel Berdebu Kasar Vegetasi : C.equisetifolia, C.muconoides, P. karka, Dryapteris sp.
Profil Mile 21.5 Typic Epiaquent Partikel Berdebu Kasar Vegetasi : Ficusadenosperma, Premnacorymbossa, Wideliabiflora, P. karka
Gambar 22d. Profil Pewakil di Area Reklamasi (Pertikel Berdebu Kasar)
Profil KK-5 Typic Dystrudept Partikel Berdebu Kasar Vegetasi : Gireniero sp., Myristica sp., Ficus sp., Diyospirus ebecarpa, Malothus sp., Scropya sp.
Gambar 22e. Profil Tanah Mineral di Hutan KK-5 PTFI
98
4.3.5 Kesimpulan 1. Area ModADA (Mile 28-21) diklasifikasikan sebagai ordo Entisol (A - C), sedang mengalami perkembangan terutama pada horison permukaan dan telah terbentuk struktur tanah, perubahan warna, serta kadar C-organik agak meningkat, sedangkan horison bawah penciri belum terbentuk. 2. Perkembangan horison bawah penciri belum terbentuk di Area Reklamasi bagian utara (Mile 28-26), karena didominasi partikel berpasir dan kedalaman air tanah dalam 100 cm dari permukaan tanah, sehingga perpindahan partikel dan pelapukan mineral relatif terhambat. 3. Di Area Suksesi dengan kedalaman air tanah dangkal 50 cm dari permukaan tanah, perkembangan horison bawah penciri cenderung terhambat karena sering tergenang air. 4. Pada tingkat famili, Area Suksesi diklasifikasikan Typic Endoaquent dengan ukuran partikel berpasir (PS-1), berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4), dan berlempung halus (PS-5), serta kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik. 5. Pada tingkat famili, Area Reklamasi diklasifikasikan Typic Udorthent dan berpasir (I/PR-4, I/PR-6, II/PR-1, III/PR-2, IV/PR-5, V/PR-3, VI/PR-9), Aquic Udorthent dan berpasir (I/PR-8), Aquic Udorthent dan berlempung kasar (VI/PR-7), Aquic Udorthent dan berdebu kasar (VI/PR-10), Typic Epiaquent dan berdebu kasar (Mile 21.5), Typic Epiaquent dan berlempung kasar (Mile 21), serta kelas mineralogi campuran dan regim suhu isohipertermik.
99
V. PEMBAHASAN UMUM Secara umum dari tahapan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV dapat dinyatakan bahwa : 1). Karakteristik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang terbentuk dari tailing masih dipengaruhi oleh karakteristik bahan induk, dikategorikan ordo Entisol, yaitu tanah yang baru berkembang karena masa akhir pengendapan tailing berakhir sekitar 8 - 20 tahun; 2). Ukuran partikel tailing akibat pelapukan fisik mempengaruhi proses pelapukan mineral primer dan perkembangan tanah; 3). Tanah yang berkembang dari tailing memperlihatkan karakteristik spesifik terhadap kandungan unsur makro-mikro tersedia dan vegetasi yang telah tumbuh di atasnya. Beberapa faktor utama yang berperan terhadap pembentukan tanah di ModADA sebagai berikut. 5.1 Proses Pengendapan Tailing di ModADA Sebagian besar tanah di ModADA berasal dari bahan tailing yang dikeluarkan dari Mile 74. Hal ini terlihat pada pemantauan ukuran partikel dari contoh tailing yang diambil di Jembatan sungai Otomona Mile 40, sebelum tailing memasuki ModADA memiliki ukuran partikel berkisar antara 38-150 µm adalah > 80%, disajikan pada Tabel 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel tailing di ModADA (Mile 28-21) termasuk dalam kisaran tersebut dengan variasi ukuran partikel, yaitu < 2 µm (liat), 2 - 50 µm (debu), dan 50 µm - 2 mm (pasir). Sementara ukuran partikel ≥ 500 µm pada sebagian besar lapisan dari profil pewakil di bagian utara diduga berasal dari batuan dan kerikil yang terikut dari sungai Ajkwa dan sungai Otomona sebelum tailing memasuki ModADA. Partikel kasar hanya ditemukan di bagian utara Area Reklamasi, yaitu I/PR-4 dan I/PR-6. Fenomena ini terjadi karena letak lokasi dari kedua profil pewakil ini berdekatan dan sejajar dengan aliran sungai Ajkwa, sehingga dimungkinkan partikel berukuran kerikil dan batuan kecil terikut bersama aliran tailing dan mengendap pada lokasi tersebut. Berbeda dengan profil pewakil di Area Suksesi tidak ditemukan partikel berukuran ≥ 500 μ karena lebih jauh dari sungai Ajkwa.
100
Tabel 11. Rata-rata Ukuran Partikel (%) Tailing Akhir dari Sungai Otomona,Mile 40 pada Pemantauan Tailing Periode Tahun 2006 - 2007 Ukuran Partikel Tailing (μm) 2 5 10 20 38 53 75 150 300 > 300
2006
2007
14.30 29.32 42.26 59.84 81.39 86.08 89.40 96.16 32.74 12.50
14.44 29.85 45.15 65.74 87.23 92.37 95.40 98.34 19.93 16.66
Sumber : Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI
Penyebaran partikel tailing di Area Suksesi lebih teratur dan hanya sedikit bervariasi dalam membentuk stratifikasi lapisan dari atas ke bawah maupun dari utara ke selatan ModADA. Umumnya pada lapisan permukaan didominasi partikel berdebu, sedangkan lapisan bawah cenderung berpasir. Pada Gambar 23, bagian utara didominasi partikel berpasir (PS-1), sedangkan ke arah selatan didominasi berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) dan berlempung halus (PS-5). Area Suksesi memiliki kedalaman air tanah dangkal dengan partikel berdebu mendominasi sebagian besar lapisan hingga batas perakaran Phragmites karka pada kedalaman < 50 cm, dan partikel berpasir setelah kedalaman > 50 cm dari permukaan tanah. Perakaran P.karka sangat berperan dalam menahan pergerakan tailing halus, sehingga pada lapisan atas akan ditemukan fraksi halus lebih dominan dibandingkan lapisan di bawahnya. Menurut Wilding dan Rehage (1985) bahwa sebagian besar tanah dengan regim kelembaban aquik mempunyai perbedaan ukuran partikel di antara lapisan permukaan dan lapisan bawah. Fenomena ini ditemukan ke arah selatan Area Suksesi, yaitu partikel berdebu mendominasi lapisan permukaan dengan perkembangan struktur tanah lemah dibandingkan lapisan bawah yang berpasir.
101
PS-1/MA 220 Typic Endoaquent Berpasir
ACg ACg2 ACg3
ACg4
0
0
Ag
Lempung berpasir
……… ………
9
Ag
0 Lempung
13
10 Ag2
17 19
……… ……… ………
28
Pasir
24 Ag3
………
Ag4
ACg4
ACg4 Pasir
Lempung berdebu 60
ACg
28
Cg
43 50
Lempung berdebu
Debu 30
32
Berdebu
Ag2
19
ACg3
ACg3
10 Debu
ACg2 Debu
ACg2
Berdebu
Ag
5
22 26
Ag
ACg
ACg 21
0
0
Lempung berdebu
Ag
6 Ag2
PS-5/MA 160 Typic Endoaquent Berlempung halus
PS-4/MA 170 Typic Endoaquent Berdebu kasar
PS-3/MA 175 Typic Endoaquent Berdebu kasar
PS-2/MA 180 Typic Endoaquent Berdebu kasar
50 Debu
Lempung
……… ………
35 Pasir 50
38 ACg2
………
Pasir 50
………
Gambar 23. Penyebaran Ukuran Partikel di Area Suksesi, ModADA Berpasir (PS-1) - Berdebu kasar (PS-2, PS-3, PS-4) - Berlempung halus (PS-5) Lokasi : Mile 28 - Mile 25 (Utara Æ Selatan)
102
Area Reklamasi memiliki kedalaman air tanah dalam dan didominasi partikel berpasir dengan stratifikasi lapisan bervariasi terutama di bagian utara ModADA, sementara di bagian selatan memiliki kedalaman air tanah lebih dangkal dengan partikel berlempung kasar dan berdebu kasar, disajikan pada Gambar 24a-c. Umumnya partikel pasir mengendap lebih dahulu dan ditemukan di bagian utara terutama pada lapisan-lapisan bawah, sementara partikel debu dan liat mudah terbawa jauh ke arah selatan oleh aliran air permukaan. Hal ini terlihat di bagian utara profilprofil pewakil I/PR-4, I/PR-8, dan V/PR-3 didominasi partikel berpasir (Gambar 24a), sedangkan ke arah selatan didominasi partikel berlempung kasar (VI/PR-7 dan Mile 21) (Gambar 24b), dan partikel berdebu kasar (VI/PR-10 dan Mile 21.5) (Gambar 24c). Distribusi penyebaran partikel demikian menunjukkan bahwa aliran air permukaan dan pola pengaturan air mengalir berperan penting menciptakan stratifikasi lapisan tailing di ModADA. Secara morfologi, sebagian besar Area Suksesi dan Area Reklamasi di ModADA masih memperlihatkan kemiripan sifat, namun secara kimia terjadi perubahan yang sangat cepat. Sebagian besar lapisan bawah belum memperlihatkan perkembangan tanah, kecuali lapisan permukaan telah menunjukkan perkembangan struktur tanah dan lemah, sehingga dikategorikan sebagai epipedon okhrik. Lapisan bawah umumnya didominasi partikel berpasir, terutama Area Reklamasi bagian utara hingga kedalaman
100 cm dan Area Suksesi hingga kedalaman 50 - 60 cm.
Sementara Area Reklamasi bagian selatan dengan partikel berlempung kasar dan berdebu kasar hingga kedalaman < 100 cm. Area yang didominasi partikel berlempung kasar dan berdebu kasar ini telah
memperlihatkan perkembangan
struktur tanah dibandingkan partikel berpasir. Transportasi partikel tailing secara gravitasi melalui aliran air sungai dan banjir ketika curah hujan tinggi berperan penting dalam menciptakan stratifikasi pengendapan tailing di ModADA. Hal ini sejalan dengan pendapat Collinson (1986) yang mengatakan bahwa faktor pendukung utama pengendapan akhir (main depositional agent) adalah air permukaan yang dilanjutkan dengan proses pengendapan. Walaupun penyebaran partikel tailing lebih teratur di Area Suksesi daripada di Area Reklamasi bagian utara, kecuali bagian selatan, namun proses horisonisasi belum intensif, sehingga pelapisannya masih berhubungan dengan hasil deposisi oleh aliran tailing dari Mile 74.
103
………
AC
………
Pasir berlempung
C
……… ………
Lempung berpasir
C2
41
Pasir berlempung
C3
48
Lempung 8
……
AC C
Pasir berlempung
15
C2
C
26 C3
27
……… ………
C2
Pasir berlempung 50
C7
Pasir
•·•·•
Pasir berlempung
……… ………
89
C8
………
103
C9
………
C7
Pasir
C6
………
Pasir berlempung
C7
………
Cg
76
C6
C5
64 >79
54
………
Pasir berlempung
Pasir Pasir berlempung
………
C6
Pasir
……… ……… •·•·• ……… ………
C5
42
C5
32
C4
Pasir
C3 C4
Ap
A
10 14
AC
0
0
0
Ap
V/PR-3 Typic Udipsamment Berpasir
I/PR-8 Aquic Udorthent Berpasir
I/PR-4 Typic Udorthent
Cg2
C4
96
> 115
18/19
32 42 50
……… ………
C9
………
Pasir
55 63
……… •·•·•
C8 Pasir
12/15
85 95
> 118
Gambar 24a. Kelas Ukuran Partikel di Area Reklamasi, ModADA Partikel Berpasir (profil pewakil I/PR-4, 6, 8, V/PR-3) Lokasi : Mile 28 - Mile 26 (Utara Æ )
VI/PR-7 Oxyaquic Udothernt Berlempung kasar 0
Ap
A
10
Lempung berdebu
A3
C
20 AC
Cg
29 AC2
35
Pasir berlempung
C
C2
Cg2
……… ………
48
7
AC
……… ……… ……… ……… ………
Lempung berdebu
C4 C5
10
19
AC2 AC3 Pasir
35
AC4 AC5 C
50
C3
88
AC
13
ACg
22
19 Lempung berdebu
Cg
27 29 39
30
Lempung
Cg2 Cg3
43 53 59
Debu
37
Debu
45
48
Cg4 Lempung berdebu
> 55 Cg5
Debu
C4 >68
75 81
9 Debu
AC
12
68 C3
0 A
Ap
C2 Pasir
Mile 21.5 Typic Epiaquent Berdebu kasar 0
0
Lempung berpasir
5
A2
VI/PR-10 Aquic Udorthent Berdebu kasar
Mile 21 Typic Epiaquent Berlempung kasar
Pasir berlempung
Cg
Lempung berdebu
C6 97 C7 > 112 Cg
Lempung berpasir Lempung berdebu
Gambar 24b. Partikel Berlempung Kasar Profil pewakil VI/PR-7 dan Mile 21 Lokasi : Mile 26 dan Mile 21 (Æ Selatan)
Gambar 24c. Partikel Berdebu Kasar Profil pewakil VI/PR-10 dan Mile 21.5 Lokasi : Mile 25 dan Mile 21.5 (Æ Selatan)
104
Secara fisik, Area Suksesi di bagian utara memiliki ukuran partikel lebih kasar (pasir) dan secara gradual partikel lebih halus ke arah selatan. Fenomena ini terjadi karena perubahan kemiringan mendadak di Mile 40, sehingga kecepatan aliran air menurun. Penurunan kecepatan ini menyebabkan terjadinya proses pengendapan yang mana partikel kasar akan mengendap lebih dahulu, sedangkan partikel halus mengendap lebih jauh ke arah selatan. Sementara partikel halus bersifat liat (clay) dapat mencapai Laut Arafura oleh karena membentuk suspensi dan partikel liat tersebut terflokulasi setelah mencapai laut dan mengendap yang dapat menyebabkan pendangkalan. Berdasarkan berakhirnya waktu pengendapan tailing memperlihatkan bahwa pelapukan cukup intensif pada partikel berdebu kasar di bagian selatan Area Reklamasi (VI/PR-10 dan Mile 21.5) karena memiliki masa tidak aktif lebih lama (≤ 20 tahun) dan proses oksidasi lebih nyata. Hal ini terlihat pada penampang lapisannya telah mengalami perubahan warna dan struktur. Warna coklat kekuningan gelap (10YR 4/4) - coklat gelap (7.5YR 4/4) pada sebagian besar horison Ap-C4 (VI/PR10) dan coklat kekuningan (10YR 5/6-5/8) pada horison Ap, A2, A3, dan AC (Mile 21.5). Warna matriks ini menunjukkan bahwa besi telah mengalami oksidasi membentuk oksida besi, sehingga menghasilkan warna merah kekuningan. Golongan mineral Fe-oksida juga ditemukan tinggi pada partikel berpasir, yaitu 7.14% dan berlempung kasar, yaitu 5.27%, sedangkan partikel berdebu kasar lebih rendah, yaitu 1.72% karena proses pelapukan lebih lama yang ditunjukkan oleh warna matriks bercampur dengan coklat kekuningan. Walker et al. (1978) melaporkan bahwa warna sedimen merah kekuningan karena proses pelapukan menghancurkan mineral fero-magnesian menjadi liat dan hematit. Dalam kondisi oksidatif dan pH tinggi pada partikel berpasir di bagian utara Area Reklamasi terdapat kecenderungan Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+ dan setelah itu Fe3+ cenderung membentuk hidroksida Fe(OH)3, yang selanjutnya menjadi Fe2O3 n H2O yang tidak larut. Sementara pada partikel berdebu kasar di bagian selatan, pH relatif rendah dan sering mengalami basah-kering. Kondisi ini menciptakan warna kelabu dan bercak-bercak coklat kekuningan (karat).
105
5.2 Faktor-faktor Pembentukan Tanah di ModADA Proses perkembangan tailing menjadi tanah sangat ditentukan oleh seberapa banyaknya pelapukan mineral primer terjadi disusul pelepasan kation-kation dan terbentuknya partikel halus, waktu berakhirnya pengendapan tailing, serta vegetasi. Proses pelapukan dapat terjadi secara kimia, fisik, dan biologi. Ketiga proses tersebut dapat berlangsung berurutan atau simultan. Pelapukan juga dapat terjadi oleh karena pengaruh air, O2, jenis organik, asam inorganik (CO2), dan agent pengompleks. Pelapukan sangat tergantung pada stabilitas mineral yang terkandung di tailing. Berdasarkan komposisi mineral di ModADA, total mineral primer tertinggi adalah kuarsa, disusul feldspar dan beberapa kelompok mineral garnet, karbonat, sulfat, Fe- dan Cu-sulfida, Fe-oksida, mika, liat, serta amphibol-serpentin dalam jumlah sangat rendah. Oleh karena kandungan mineral yang relatif stabil cukup banyak, maka total mineral liat masih sangat rendah, kecuali di bagian selatan cenderung agak meningkat pada beberapa lapisan permukaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mineral liat klorit ditemukan lebih tinggi disusul montmorillonit, illit, dan mineral campuran illit-montmorillonit. Persentase total mineral liat ini umumnya lebih tinggi pada lapisan permukaan dibandingkan lapisan bawah. Di Area Suksesi, rata-rata total mineral liat di PS-5 adalah 9.82% atau tertinggi pada horison Ag (18.63%), disusul Ag2 (14.90%), kemudian menurun drastis menjadi 1.74% pada horison bawah ACg2. Fenomena yang mirip di Area Reklamasi Mile 21.5, rata-rata total mineral liat adalah 5.62% pada horison A (8.60%), kemudian menurun pada lapisan di bawahnya, yaitu 4.904.78%. Proses pelapukan mineral primer meliputi pelepasan kation-kation dari struktur mineralnya. Pelapukan mineral feldspar agak nyata di ModADA dibandingkan jenis mineral lainnya, karena termasuk mudah lapuk. Umumnya pelapukan golongan mineral feldspar dengan melepaskan K+ dan Na+ dari struktur mineralnya, sedangkan pelepasan Mg2+ diduga berasal dari pelapukan mineral piroksen, namun dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya Ca2+ ditemukan tertinggi di ModADA karena berasal dari bubur kapur CaO yang ditambahkan pada proses pemisahan bijih di Mile 74. Penambahan kapur ini mutlak dibutuhkan pada proses pemisahan bijih tambang melalui pemberian reagen agar konsentrat menjadi hydrophobic dan
106
mengapung. Proses untuk membuat hydrophobic membutuhkan pH alkalin, sehingga dilakukan penambahan kapur yang secara tidak langsung akan meningkatkan pH tailing. Pemberian kapur juga untuk menetralkan pH akibat oksidasi pirit (Coleman dan Veloo, 1996; Coleman dan Napitupulu, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kapur dapat menetralkan pH ≥ 7, sehingga unsur mikro Cu, Fe, Mn, dan Zn tidak mengalami pelarutan secara berlebihan di ModADA. Umumnya pelapukan mineral golongan sulfida menyebabkan produksi hidronium yang memasamkan lingkungan tailing, namun dapat dinetralkan oleh CaO yang terkandung di tailing. Pada Gambar 25a, pemberian kapur sebelum tailing memasuki ModADA menyebabkan Ca2+ meningkat drastis dibandingkan Mg2+, K+, dan Na+. Konsentrasi Ca2+ meningkat dan bervariasi terhadap kedalaman lapisan dan cenderung meningkat ke arah selatan. Hal ini terjadi karena Ca2+ lebih mudah tercuci ke bawah maupun ke samping. Sementara Mg2+ dan K+ relatif rendah, kecuali Na+ sedikit meningkat dan merata dari utara ke selatan pada partikel berpasir (PS-1), berdebu kasar (PS-3), dan berlempung halus (PS-5).
Kation Basa di Area Suksesi 25
9 8 7 6
15
5 4
10
Nilai pH
Konsentrasi KB
20
3 2
5
1
PS-1
PS-3
ACg2 (38-50 cm)
ACg (24-38 cm)
Ag2 (10-24 cm)
Ag (0-10 cm)
ACg4 (30-50 cm)
ACg3 (22-30 cm)
ACg2 (17-22 cm)
ACg (5-17 cm)
Ag (0-5 cm)
ACg4 (28-50 cm)
ACg3 (26-28 cm)
ACg2 (21-26 cm)
ACg (9-21 cm)
0 Ag (0-9 cm)
0
PS-5
Profil Pewakil (kedalaman, cm)
Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) pH
Gambar 25a. Kation Basa di Area Suksesi, ModADA Penambahan kapur menyebabkan pH tailing ≥ 7. Pada Gambar 25b, di bagian utara dimana kondisi belum terjadi oksidasi sulfida ditunjukkan oleh total S < 1%,
107
sehingga pH stabil 7.5 - 8.5, dan Cu < 300 mg/kg. Selanjutnya ke arah selatan, karena oksidasi sulfida membentuk sulfat ditujukkan oleh meningkatnya total S, sehingga pH menurun yang menyebabkan Cu meningkat, walaupun sudah dinetralkan oleh CaO. Terlihat bahwa Ca2+ meningkat terhadap kedalaman lapisan dengan meningkatnya total S pada partikel berpasir (PS-1), berdebu kasar (PS-3), dan berlempung halus (PS-5). Pada PS-1, terlihat bahwa Cu2+ mengalami peningkatan dan penurunan bervariasi terhadap kedalaman lapisan. Konsentrasi Cu tertinggi pada horison bawah ACg, yaitu 288 mg/kg, kemudian menurun terhadap kedalaman lapisan. Meningkatnya Cu pada horison ACg merupakan dampak dari penurunan pH pada horison permukaan, sehingga Cu2+ terlarut, dan diikuti oleh Ca2+ untuk menetralkan pH. Selain itu sebagian besar lapisan tanah PS-1 berpasir, sehingga Cu mudah tercuci, sedangkan ke arah selatan pada PS-3 (berdebu kasar) dan PS-5 (berlempung halus), Cu meningkat dan terakumulasi pada lapisan bawah. Semakin ke lapisan bawah, proses buffer oleh Ca2+ meningkat, sehingga pH stabil 7 - 8.
9 8
6 5 4 3
Nilai pH, C-org, Tot S
7
2
PS-1, 2000
PS-3, 2000
ACg2 (38-50 cm)
ACg (24-38 cm)
Ag2 (10-24 cm)
Ag (0-10 cm)
ACg4 (30-50 cm)
ACg3 (22-30 cm)
ACg2 (17-22 cm)
ACg (5-17 cm)
Ag (0-5 cm)
ACg4 (28-50 cm)
ACg3 (26-28 cm)
ACg2 (21-26 cm)
ACg (9-21 cm)
1 Ag (0-9 cm)
2+
Konsentrasi Ca ,Cu
2+
Unsur Esensial di Area Suksesi 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
0
PS-5, 2000
Profil Pewakil (kedalaman, cm), Tahun Suksesi
Ca2+ (me/100 g) Cu2+ (10 x mg/kg) Tot-S (%) C-org (%) pH
Gambar 25b. Dinamika Unsur di Area Suksesi, ModADA Bila dihubungkan dengan total sulfur (S) terlihat mengalami sedikit peningkatan dan cenderung tinggi pada horison bawah ACg4, yaitu 0.40%, sementara 108
Ca2+ adalah 6.61 me/100g. Linday (1979) melaporkan bahwa secara umum total S di tanah mineral berkisar 30-1000 mg/kg dengan nilai rata-rata diperkirakan 700 mg/kg (0.07%). Tabatabai (1996) menyatakan bahwa total S di tanah mineral berkisar < 20 mg/kg pada tanah berpasir hingga > 600 mg/kg pada tanah bertekstur padat, sementara sebagian besar tanah mengandung S di antara 100 dan 500 mg/kg. Total S relatif tinggi karena berasal dari batuan induk Grasberg yang mengandung jenis-jenis mineral golongan sulfida. MacDonald dan Arnold (1994) melaporkan bahwa total S yang terkandung pada batuan induk Grasberg yang ditambang adalah 1.59%. Pada Gambar 25b, total S cenderung meningkat menurut kedalaman lapisan, sehingga pada lapisan-lapisan bawah ditemukan total S > 1% terutama pada partikel berdebu kasar (PS-3) dan berlempung halus (PS-5). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sumawinata (1999) pada sedimen yang mengandung pirit di Kalimantan Selatan. Kondisi ini dapat terjadi karena pelapukan mineral sulfida lebih intensif pada partikel halus sebagai akibat dari pelapukan fisik. Korelasi nyata antara meningkatnya total S dan Cu2+ bervariasi terhadap ukuran partikel. Total S > 1% menyebabkan Cu2+ meningkat dua kali lebih besar pada partikel berlempung halus dibandingkan total S < 1% pada partikel berpasir. Meningkatnya total S menyebabkan pH < 8 pada semua lapisan yang diamati. Demikian pula Cu2+ > 600 mg/kg (642-768 mg/kg) ketika total S > 1% pada lapisan bawah, yaitu 1.08% pada horison ACg, dan 1.20% pada horison ACg2. Fenomena ini ditemukan pada partikel berdebu kasar, dimana Cu2+ mencapai 682 mg/kg ketika total S adalah 1.14% pada horison ACg4 dengan nilai pH < 8. Total S cenderung meningkat pada lapisan-lapisan bawah, karena tercuci dari lapisan permukaan sebagai akibat kondisi oksidatif lebih intensif dan air tanah yang dangkal. Kondisi ini kemudian dinetralisir oleh bahan kapur yang terkandung di tailing, sehingga pelarutan Ca2+ mengalami peningkatn terhadap kedalaman lapisan. Tabatabai (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi serapan sulfat oleh tanah diantaranya kandungan liat, jenis mineral liat, pH, dan kation-kation dapat dipertukarkan. Bahan kapur memberi dampak positif di ModADA, karena diperlukan untuk menetralkan pH tailing ketika terjadi oksidasi mineral sulfida, terutama pirit (FeS2). Telah diketahui bahwa bahan utama pembentuk pirit adalah sulfat, mineral yang mengandung besi, bahan organik yang dapat dimetabolik, bakteri pereduksi sulfat, dan kondisi anaerobik dengan aerasi sangat terbatas (Sumawinata et al., 2000). 109
Menurut van Breemen (1976), kandungan pirit dalam sedimen dapat digolongkan sebagai berikut : sangat sedikit (< 0.61%), sedikit (0.61-1.21%), sedang (1.2-2.4%), banyak (2.41-4.50%), dan sangat banyak (> 4.50%). Bila kriteria ini diterapkan di ModADA, diperkirakan potensi pirit di Area Suksesi pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus dengan total S > 1% termasuk kriteria sedang - banyak. Namun kriteria ini lebih relevan ketika pH menurun drastis sekitar ≤ 4, karena bakteri pereduksi sulfat akan menjadi aktif untuk memproduksi sulfat. Menurut Garel dan Thompson (1960), Bieger dan Swift (1979), serta Smith et al. (1968) dalam Nordstrom (1982) bahwa pirit lebih cepat teroksidasi tanpa oksigen pada pH rendah ketika tersedia ion ferri, menurut reaksi : FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O Æ 15 Fe2+ + 2SO42- + 16H+. Kondisi ini dapat terjadi karena aktivitas bakteri Thiobacillus ferrooxidans berperan sebagai katalis dalam reaksi ini ketika pH rendah, yaitu 4 - 5 (Nordstrom, 1982). Dent (1986) menyatakan bahwa oksidasi pirit oleh ion Fe3+ dibatasi oleh nilai pH, karena ion Fe3+ hanya larut pada pH < 4 dan T. ferrooxidans tidak dapat berkembang pada pH tinggi. Oleh karenanya pH ≥ 7 merupakan kondisi aman di ModADA. Seperti di Area Suksesi, demikian pula di Area Reklamasi, Ca meningkat dan bervariasi terhadap kedalaman lapisan dan Ca mengalami peningkatan drastis ke arah selatan pada partikel berdebu kasar (Mile 21.5). Pada Gambar 26a, konsentrasi Ca2+ lebih tinggi di Mile 21.5 (berdebu kasar) dibandingkan Mile 21 (berlempung kasar), dikarenakan Mile 21 didominasi partikel berpasir pada lapisan di bawahnya. Selain itu proses pencucian Ca2+ lebih intensif pada partikel kasar dibandingkan partikel halus. Pada Gambar 26b di Area Reklamasi pada partikel berpasir, total S > 1% pada horison bawah (C3 dan C8), sedangkan total S < 1% pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar. Pada partikel berpasir (PR-4), total S meningkat dan bervariasi dari 0.25-1.48% menurut kedalaman lapisan. Total S > 1% pada horison C3 (1.07%) dan horison C8 (1.48%), namun peningkatan Cu2+ masih lebih rendah di Area Reklamasi dibandingkan di Area Suksesi. Di Area Reklamasi, pada lapisan permukaan dan bawah partikel berpasir ditemukan kecenderungan total S > 1% ketika pH < 8, namun tidak menyebabkan Cu2+ meningkat drastis seperti di Area Suksesi. Sementara pada partikel berlempung kasar dan berdebu kasar di Area Reklamasi, ketika pH menurun, dinetralkan oleh Ca2+, sehingga total S < 1% dan Cu2+ ≤ 350 mg/kg.
110
Kation Basa di Area Reklamasi 70
9
65 60
8 7 6
45 40
5
35 30
4
25 20
3
15 10
2
Nilai pH
Konsentrasi KB
55 50
1
5 0
PR7, 2003
PR4, 2001
M21.5, 1998
A (0-7) AC (7-12) C (12-19) Cg (19-35) Cg2 (35-50)
A (0-9) A2 (9-13) Ag (13-19) Ag2 (19-30) ACg (30-37) ACg2 (37-45) ACg3 (45-55) Cg (> 55)
Ap (0-10) AC (10-14) C (14-27) C2 (27-42) C3 (42-50) C4 (50-76) C5 (76-89) C6 (89-96) C7 (96-103) C8 (103-115) C9 (> 115)
Ap (0-5) A2 (5-10) A3 (10-20) AC (20-29) AC2 (29-35) C (35-48) C2 (48-68) C3 (68-75) C4 (75-81) C5 (81-88) C6 (88-97) C7 (97-112) Cg (> 112)
0
M21, 1992
Profil Pewakil (Kedalaman, cm), Tahun Reklamasi
Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) pH
Gambar 26a. Kation Basa di Area Reklamasi, ModADA Rendahnya pH pada horison permukaan partikel berpasir dikarenakan bersifat porous yang menyebabkan pergerakan O2 meningkat dan terjadi oksidasi sulfida, sehingga meningkatkan Cu2+. Sementara Ca2+ ≥ 6 me/100g pada horison-horison bawah C8 dan C9 sebagai akibat menurunnya pH. Fenomena ini mengindikasikan bahwa peningkatan total S diikuti oleh meningkatnya pelarutan Ca2+ untuk menetralkan pH tailing, sehingga pH > 8. Pada Gambar 26b di Area Reklamasi pada partikel berlempung kasar (PR7), konsentrasi Cu2+ pada horison permukaan Ap, yaitu 316 mg/kg, kemudian menurun tidak teratur hingga < 100 mg/kg terhadap kedalaman lapisan. Total S < 1%, sedangkan Ca2+ meningkat dari sangat rendah hingga tinggi, yaitu 0.64-14.43 me/100g terhadap kedalaman lapisan. Sementara pH ≤ 4 - 6 pada beberapa horison Ap-AC2. Kondisi pH sangat rendah ini terjadi karena oksidasi sulfida, selanjutnya diikuti oleh pelarutan Cu dan Ca ke arah selatan, sehingga pH sekitar 7 - 8. Pada kondisi oksidatif dan pH rendah dapat terbentuk H2SO4 dari bahan sulfidik. Sementara tailing karena mengandung bahan kapur, sehingga memiliki kemampuan menetralkan asam ketika terbentuk H2SO4 dan kemudian dinetralisir melalui pelarutan kapur tersebut, oleh karenanya tidak menyebabkan pH menurun drastis. Hal ini terlihat setelah kedalaman 29-35 cm, pH 4.30 pada horison AC
111
menjadi pH 6.05 pada horison AC2 hingga pH 8.06 pada horison C, kemudian pH stabil 7 - 8.
Unsur Esensial di Area Reklamasi 70
9
65
8
60
7
50
6
45 40
5
35 30
4
25
3
20
Nilai pH, C-org, Tot S
2+
Konsentrasi Ca ,Cu
2+
55
2
15 10
1
5
PR7, 2003
PR4, 2001
M21.5, 1998
A (0-7) AC (7-12) C (12-19) Cg (19-35) Cg2 (35-50)
A (0-9) A2 (9-13) Ag (13-19) Ag2 (19-30) ACg (30-37) ACg2 (37-45) ACg3 (45-55) Cg (> 55)
Ap (0-10) AC (10-14) C (14-27) C2 (27-42) C3 (42-50) C4 (50-76) C5 (76-89) C6 (89-96) C7 (96-103) C8 (103-115) C9 (> 115)
0 Ap (0-5) A2 (5-10) A3 (10-20) AC (20-29) AC2 (29-35) C (35-48) C2 (48-68) C3 (68-75) C4 (75-81) C5 (81-88) C6 (88-97) C7 (97-112) Cg (> 112)
0
M21, 1992
Profil Pewakil (kedalaman, cm), Tahun Reklamasi
Ca2+ (me/100 g) Cu2+ (10 x mg/kg) Tot-S (%) C-org (%) pH
Gambar 26b. Dinamika Unsur di Area Reklamasi, ModADA Di Area Reklamasi, pelarutan Cu lebih rendah rendah pada partikel berlempung kasar dibandingkan partikel berpasir. Hal ini terjadi karena partikel berpasir memiliki ruang pori lebih besar daripada partikel berlempung kasar maupun berdebu kasar. Oleh karenanya pergerakan udara (O2) lebih rendah pada partikel berlempung kasar yang menyebabkan oksidasi sulfida terhambat, sehingga pelarutan Cu rendah. Sementara di bagian selatan ModADA, Mile 21.5 dengan kedalaman air tanah lebih dangkal dan lembab memiliki peluang oksidasi lebih rendah, namun pelarutan Cu lebih tinggi karena dalam kondisi tereduksi. Fenomena ini ditemukan pada partikel berdebu kasar (Mile 21.5), dengan konsentrasi Cu pada horison Ag2, yaitu 541 mg/kg, dan menurun terhadap kedalaman lapisan, sedangkan total S meningkat hingga 0.8% pada horison terbawah (Cg). Meningkatnya total S sangat berpengaruh terhadap Cu, namun ketika total S < 1% tidak menyebabkan Cu > 600 mg/kg. Kondisi ini terjadi karena pH merupakan faktor pembatas terhadap kelarutan unsur mikro. Jones dan Jacobsen (2005) melaporkan bahwa pelarutan Cu terjadi pada kisaran pH 5-7, sementara pH tailing ≥ 7-8. Nilai pH ini ditunjukkan oleh pelarutan Ca2+, yaitu 16.89 - 63.88 me/100g terhadap kedalaman lapisan. 112
5.3 Vegetasi Reklamasi dan Suksesi Alami di ModADA PTFI menerapkan sistem reklamasi di ModADA sesuai kondisi alami lahan tersebut. Untuk ModADA tidak aktif yang dikenal sebagai Area Reklamasi dengan kondisi air tanah dalam, sehingga memerlukan perlakuan awal, seperti pemberian pupuk organik sebelum ditanami dengan tanaman pertanian atau kehutanan. Berbeda dengan Area Suksesi dengan kondisi air tanah dangkal, sehingga vegetasi rumput dan herba dapat tumbuh secara alami. Vegetasi alami yang dominan di Area Suksesi pada tingkat semai adalah Phragmites karka, memiliki daya adaptasi tinggi pada kondisi lahan tergenang air dan basah. Di Papua (New Guinea), vegetasi ini sering ditemukan pada kondisi lahan rawa tergenang (swampy). P.karka adalah jenis rumput-rumputan yang tumbuh di dataran rendah dan toleran terhadap kondisi basah, tegap dan kuat (robust), tegak (erect), tahunan (perennial), dan dapat mencapai ketinggian 4 m dengan perakaran sangat banyak (PROSEA, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa P.karka merupakan rumput pionir di Area Suksesi, berperan meningkatkan kandungan bahan organik, memperbaiki struktur tanah, mencegah pencucian unsur mikro secara berlebihan, dan berfungsi menahan partikel tailing halus (debu). Hal ini sesuai dengan pendapat Husin et al. (2005) dalam Reklamasi dan Natural Suksesi di Area Pengendapan Tailing, PTFI. Vegetasi pionir juga berperan penting pada kondisi lahan dengan produktivitas habitat rendah, karena mampu bersaing dan beradaptasi. Di Area Suksesi, vegetasi tingkat pohon anakan yang dominan setelah vegetasi pionir adalah Ficus sp dengan tingkat keragaman jenis cukup tinggi. Ficus armiti merupakan vegetasi sekunder setelah P.karka, tumbuh dengan cepat dan dapat beradaptasi baik, daunnya mudah terurai dan merupakan sumber bahan organik. Grime (1981) melaporkan bahwa tanaman herba toleran stress, semak, dan pohon-pohon berperan penting pada tahap awal di Suksesi alami. Menurut Paijmans (1976) setelah vegetasi pionir akan segera disusul dengan vegetasi semak dan pohon seperti Ficus sp, Cassia alata, Albizia falcataria, dan Trema sp dari lahan drainase baik, serta Pandanus sp dan Metroxylon sago dari lahan rawa tergenang. Vegetasi tingkat pohon muda berikutnya yang dominan adalah Adina nerifolia pada partikel berpasir, disusul Pandanus sp dan Casuarina equisetifolia pada partikel berpasir dan berdebu kasar. Vegetasi pohon ini juga ditemukan di sekitar area hutan
113
alam Timika, terutama Pandanus sp hingga ketinggian 2700 m dpl. Sementara C. equisetifolia dapat tumbuh dan beradaptasi pada lahan-lahan marginal yang miskin hara dan berpasir (Duever, 2004), termasuk di Area Reklamasi bagian utara ModADA. Berbeda dengan Area Reklamasi, terutana di bagian utara yang memiliki keterbatasan air dan kandungan bahan organik lebih rendah, sehingga oleh PTFI diawali dengan penanaman Calopogonium muconoides (Legum) untuk memperbaiki kesuburan tanah sebelum ditanam dengan tanaman tingkat tinggi, seperti C.equisetifolia dan Pometia pinnata. Menurut Dogbe (1998), bahwa Legum dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Sementara C. equisetifolia merupakan vegetasi pohon setelah C. muconoides yang dominan di ModADA. Tanaman ini lebih menyukai tanah berpasir, bergaram, berkapur, batuan, volkanik, granitik, atau tanah miskin hara dengan kisaran pH 5-7.7 (Duever, 2004). C. equisetifolia mampu tumbuh pada kondisi lahan berpasir dengan kedalaman air tanah dalam hingga agak dangkal, juga ditemukan pada partikel berpasir hingga berlempung kasar di Area Reklamasi. C. equisetifolia merupakan spesies pohon yang dapat berasosiasi dengan mikroba tanah untuk memfiksasi nitrogen dari atmosfer, sehingga dapat tumbuh pada bahan pasir yang hampir steril, tanah terkontaminasi, dan tailing. 5.4 Hubungan antara Unsur Mikro dan Vegetasi di ModADA Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cu meningkat dan cenderung terakumulasi pada lapisan-lapisan bawah, terutama di bagian selatan ModADA. Di Area Suksesi, Cu adalah 700 mg/kg pada partikel berdebu kasar PS-3 (horison bawah ACg4), PS-4 (horison bawah Cg4 : 1000 mg/kg), dan berlempung halus PS-5 (horison bawah ACg2 : 800 mg/kg). Sementara di Area Reklamasi, Cu lebih rendah dibandingkan di Area Suksesi. Kecenderungan Cu agak meningkat hanya pada beberapa lapisan bawah partikel berpasir, dan terakumulasi pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus di bagian selatan. Reuther et al. (1975) melaporkan bahwa secara alami total Cu di antara tanah lempung dan liat adalah 10 - 200 mg/kg. Nilai ini sangat rendah dibandingkan Cu terekstrak DTPA di ModADA. Namun dari hasil analisis jaringan tanaman oleh PTFI belum ditemukan gejala toksik atau stress pada pertumbuhan vegetasi terhadap Cu maupun unsur mikro lainnya di ModADA. Forbes (1917) menyatakan bahwa tingkat toksik Cu dalam larutan tanah menyebabkan pertumbuhan menurun, klorosis pada 114
daun, produksi abnormal, dan perkembangan akar kerdil yang ditemukan pada jagung, buncis, dan labu. Reuther et al. (1975) melaporkan bahwa Cu terlindungi di sebagian besar tanah pada kisaran pH 7-8, dan kurang terlindungi pada pH 6 hingga masam. Dilaporkan juga bahwa pengapuran tanah hingga pH 6 dapat mengurangi toksisitas Cu, termasuk Fe, Mn, dan Zn. Dihubungkan dengan pertumbuhan vegetasi di ModADA, maka kisaran pH ≥ 7-8 merupakan faktor pembatas terhadap unsur-unsur mikro tersedia. Oleh karenanya Cu, Fe, Mn, dan Zn dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman ketika pH netral - agak alkali. Selain itu nilai KTK rendah dan partikel tanpa struktur yang masih mendominasi sebagian besar lapisan bawah menyebabkan unsur mikro mudah tercuci, sehingga Cu dan Fe ditemukan lebih tinggi pada lapisan-lapisan bawah yang tidak terjangkau oleh perakaran vegetasi. Oleh karenanya secara visual, gejala toksik tidak ditemukan pada sebagian besar vegetasi alami maupun reklamasi di ModADA.
115
VI. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Umum 1. Area ModADA (Mile 28 - 21) terbagi atas tiga kelas ukuran partikel, yaitu berpasir di bagian utara, berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar ke arah selatan. 2. Area ModADA diklasifikasikan sebagai ordo Entisol (A-C), dengan epipedon okhrik pada horison permukaan dan tanpa horison bawah penciri. 3. Perkembangan horison permukaan terlihat di Area Suksesi, namun kendalanya pada kadalaman air tanah < 50 cm, sedangkan di bagian selatan Area Reklamasi pada partikel berdebu kasar (Typic Epiaquent, Mile 21.5) memiliki perkembangan horison lebih baik dengan kedalaman air tanah ≤ 60 - 70 cm, lembab, dan tingkat pertumbuhan vegetasi lebih tinggi. 4. Unsur-unsur Ca, Cu, dan S-total cenderung meningkat ke arah selatan Area Suksesi pada partikel berdebu kasar dan berlempung halus (Typic Endoaquent), dan Area Reklamasi pada partikel berdebu kasar (Aquic Udorthent), berdebu kasar dan berlempung kasar (Typic Epiaquent). 5. Penambahan bubur kapur CaO untuk mengantisipasi oksidasi sulfida, sehingga Ca terlarut dan terakumulasi pada lapisan-lapisan bawah di sebagian besar ModADA, dan menciptakan pH stabil 7 - 8. 6. Unsur mikro Cu tersedia lebih tinggi pada partikel berlempung kasar-halus, dan berdebu kasar, dan terakumulasi pada lapisan-lapisan bawah, sedangkan Fe, Mn, dan Zn tersedia lebih rendah. 6.2 Saran dan Rekomendasi 1. Area Suksesi (Mile 28-25) memiliki kedalaman air tanah dangkal dan basah hampir sepanjang tahun, sehingga untuk kelanjutan reklamasi direkomendasikan untuk membiarkan lahan tetap ditumbuhi vegetasi secara alami. 2. Area Reklamasi di bagian utara (Mile 28-25) yang didominasi partikel berpasir dan kedalaman air tanah dalam, untuk kelanjutan reklamasi disarankan : a. Mengatur perlakuan pupuk organik sesuai kebutuhan jenis-jenis vegetasi reklamasi untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan perlu mengetahui kandungan awal dari unsur makro-mikro tersedia di lahan reklamasi;
116
b. Penanaman pada lahan reklamasi diawali dengan jenis-jenis vegetasi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, seperti Calopogonium sp. (Legum), kemudian dilanjutkan dengan vegetasi hutan dan budidaya pertanian terutama bagi pemenuhan kebutuhan biomassa; c. Perlu dilakukan pemantauan rutin untuk mengevaluasi lahan (tanah) dan jenisjenis vegetasi melalui analisis tanah dan jaringan tanaman, serta mempelajari serapan unsur makro-mikro dari vegetasi reklamasi maupun alami di ModADA. Novelty Studi perkembangan tanah selama ini lebih banyak terkonsentrasi pada tanahtanah yang berkembang dari batuan insitu pada landscape alaminya. Sebagai contoh penelitian pada batuan andesit yang dilakukan oleh Hendricks dan Whittig (1968); Mulyanto dan Stoops (2003), batuan basalt (Benayas et al., 1978); batuan kapur (Mulyanto, 2003); granit (Torrent dan Benajas, 1977; Gilkes et al., 1973; Eswaran dan Bing Wong Chauw, 1978; Gilkes et al. 1980; Curmi dan Maurice, 1981; Roberston dan Eggleton, 1991), batuan mafik (Robinson, 1989), batuan ultramafik (Traore et al., 2008), serta batuan volkanik (Aomine dan Wada, 1962; Nagasawa, 1978; Parfitt et al., 1989; Mulyanto, 1990; Irfan, 1999). Sementara penelitian di ModADA jarang dilakukan sebelumnya. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan, namun lebih terkonsentrasi pada tanah dan mikroriza, serta biodiversiti tanah (PTFI dan PT Hatfindo Prima, 1998; 1999), kandungan logam pada pati sagu di tailing (Istalaksana et al., 2000), serta sedimen dan pengendapan unsur dari sungai Ajkwa (Brunskill et al., 2004). Sebaliknya perkembangan tanah dari tailing belum pernah dilakukan sebelumnya karena aktivitas pengendapan tailing di ModADA masih berlangsung hingga tahun 2040 berakhirnya penutupan tambang. Mengingat luasan dari kawasan tailing cukup besar dan dapat terjadi di berbagai lokasi pertambangan, maka penelitian perkembangan tanah dari tailing menjadi sangat penting. Oleh karenanya studi karaktersitik morfologi, fisik, kimia, dan mineralogi pada kelas ukuran partikel yang berbeda merupakan landasan ilmiah yang sangat diperlukan untuk tujuan reklamasi dan pengembangan lahan setelah berakhirnya masa penambangan.
117
Penelitian yang berjudul : Perkembangan Tanah dari Tailing di ModADA PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami, diperoleh hasil-hasil terbaru (Novelty) sebagai berikut : 1. Setelah area pengendapan tailing tidak aktif sekitar ± 8 - 20 tahun, telah terjadi proses-proses pedogenesis nyata yang mengindikasikan perkembangan tailing menjadi tanah pada tahap awal. 2. Terjadi proses perubahan sifat-sifat tailing setelah mengalami pengendapan bila dibandingkan dengan tailing awal sebelum memasuki area pengendapan. Sifat-sifat yang berubah adalah penurunan pH, kandungan sulfat, dan unsur-unsur mikro (Cu, Fe, Mn, Zn). Penurunan pH terjadi karena oksidasi bahan sulfida, selanjutnya dinetralkan oleh pelarutan kapur (CaO), sehingga pH berkisar 7 - 8. Penurunan pH menyebabkan peningkatan pelarutan unsur-unsur mikro Cu > Fe > Mn > Zn. 3. Setelah pengendapan tailing sekitar ± 8 - 20 tahun di ModADA, telah terjadi penambahan spesies dominan dari vegetasi alami di Area Reklamasi, selain vegetasi budidaya pertanian dan kehutanan, yaitu Phragmites karka, Dryapteris sp. Ficus adenosperma, Ficus armiti Mig., Premna corymbossa, Widelia biflora, Glochidion macropyla, Sterculia sp, dan Imperata cylindrical. Di Area Suksesi, vegetasi dominan dan pionir adalah Phragmites karka, tahap berikutnya adalah Ficus adenosperma, Ficus armiti Mig., Adina nerifolia, Casuarina equisetifolia, Nauclea papuana, Camnosperma brepetiolata, Sterculia sp., dan Glochidion macrophyla. 4. a). Penelitian Unsur Hara Tercuci pada kolom-kolom tanah menunjukkan bahwa jika tanah tailing tidak terganggu dan berada dalam lingkungan alaminya (termasuk air hujan), maka pH tanah stabil sekitar 7 - 8, kelarutan unsur-unsur lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian menggunakan pelarut standar untuk analisis laboratorium (Cu, Fe, Mn, Zn, pelarut DTPA pH 7.3; dan Ca, Mg, K, Na, pelarut NH4 OAc pH 7). b). Perlakuan Bahan Organik mampu menahan unsur-unsur mikro dan kationkation basa, sehingga kelarutannya lebih rendah.
118
DAFTAR PUSTAKA Acosta, J. A., Faz Cano, A., Arocena, J. M., Debela, F. and Martίnez-Martίnez, S. 2009. Distribution of metals in soil particle size fractions and its implication to risk assessment of playgrounds in Murcia City (Spain). Geoderma 149 (2009) 101-109. Allen, B. I. and Hajek, B. F. 1989. Mineral Occurrence in Soil Environments. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Aomine, S. and Wada, K. 1962. Differential weathering of volcanic ash and pumice, resulting in formation of hydrated Halloysite. Am. Min. 47 : 1024-1048. Baker, D. E. and Senft, J. P. 1995. Copper. In Heavy Metals in Soil. Sedond Edition. Edited by B. J. Alloway. Blackie Academic & Professional. LondonGlasgow-Weinheim-New York-Tokyo-Melbourne-Madras. Benayas, J., Fernandez, C. E. and Tejedor, S. M. L., 1978. Estudio micromorfologico de Vitrandept (T Tenerife). Anales de Edafologia y. Agrobiologia 37:295-302. Bleeker, P. 1983. Soils of Papua New Guinea. The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization, Australia in association with Australian National University Press. Canberra, Australia, London, England and Miami, USA. Blevins, R. L. and Massey, H. F. 1959. Evaluation of two methods of measuring available soil copper, and the effect of soil pH and extractable aluminum on copper uptake by plants. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 23:296-298. Bohn, H. L., Brian L. M. and George, A. O. 1979. Soil Chemistry. A Wiley Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York, Chichester, Brisbane, Toronto. BPT, 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Edisi Pertama. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. Brunskill, G.J., Zagorskis, I., Pfitzner, J. and Ellison, J. 2004. Sediment and trace depositional history from the Ajkwa River estuarine mangroves of Irian Jaya (West Papua), Indonesia. Continental Shelf Research, 17pp. Cappuyns, V. and Swennen, R. 2008. The application of pHstat leaching tests to assess the pH dependent release of trace metals from soils, sediments and waste materials. Journal of Hazardous Materials 158(2008) 185-195. Chapman, H. D. 1975. Calsium. In Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Edited by Homer D. Chapman. Dept. of Soil and Plant Nutrition, Univ. of California. Eurasia Publishing House (P) LTD. Ram Nagar, New Dehli. Coleman, R. E. and Veloo, C. 1996. PT Freeport Indonesia Concentrator Expansion. SME Annual Meeting, Phoenix, Arizona, 11-14 March 1996. Coleman and Napitupulu. 1998. Freeport’s Fourth Concentrator - A Large Step Towards the 21st Century. Madang, 6 - 8 October.
119
Collinson, J. D. 1986. Alluvial Sediments (Chapter 3). Sedimentary Environments and Facies. Edited by H. G. Reading. Department of Earth Sciences. University of Oxford. Second Edition. Blackwell Scientific Publications. Curmi, P. and Maurice, F. 1981. Caractérisation microscopique de l’altération dans une aréne granitique conservée. In Bisdom, E. B. A (ed). Submicroscopy of soils and weathered rocks. Pudoc, Wageningen 19, 249-270. Dent, D. 1986. Acid sulphate soils : a baseline for research and development. Publication 39. International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI, Wageningen, The Netherlands 1986. DEPTRANS dan PT Parama Consultant. 1986. Laporan Akhir - Rencana Teknik Satuan Pemukiman (Tahap III A), Tahun 1984 - 1985, Paket E.35, Propinsi Irian Jaya, WPP/SKP XXV/B, Lokasi Timika. DEPTRANS Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman Direktorat Bina Program. Dogbe, W. 1998. Green-manure crops for sustainable agriculture in the inland valleys of northern Ghana. Copyright 1998 © IDRC/CRDI. (http://www.idrc.ca/ books/focus/852/15-sec12.html). Drees, L. R., Wilding, L. P., Smeck, N. E. and Senyaki, A. L. 1989. Silica in Soils : Quartz and Disordered Silica Polymorphs. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Drosdoff, M. and Lagasse, F. S. 1950. The effect of some magnesium and calsium fertilizers in a magnesium deficient bearing tung orchard. Proc. Amer. Soc. Hort. Sci. 56:5-11. Duever. 2004. Casuarina equisetifola. FLORIDATA. (http://www.floridata.com). Eswaran, H. and Bing Wong Chauw. 1978. A study a deep weathering profile on granite in Peninsular Malaysia. III. Alteration of feldspar. Soil Sci. Soc. Am. J., 42:154-158. Fanning, D. S., Keramidas, V. Z. and El-Desoky, M. A. 1989. Micas. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Fieldes and Swindale. 1954. Weathering of primary rock forming minerals. New Zealand Journal. Sci. Tech. 36B, 140, 1954. Forbes, R. H. 1917. Certain effects under irrigation of copper compounds upon crops. Calif. Publ. Agr. Sci. 1:395-494. Gambrell, R. P. 1996. Manganese. In Soil Science of America and American Society of Agronomy, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods - SSSA Book Series, no.5. Gilkes, R. J., Scholz, G. and Dimmock, G. M. 1973. Leteritic deep weathering of granite. J. Soil Sci. 24: 523-361. Gilkes, R. J., Suddiprakarn, A. and Armitage, T. M. 1980. Scanning electron microscope morphology of deep weathered granite. Clay and Clay Miner. 28: 29-34. Goldich, S. S. 1938. A Study in rock weathering. J. Geol. 46 : 17-58.
120
Graham, R. C., Weed, S. B., Bowen, L. H. and Buol, S. W. 1989. Weathering of iron bearing minerals in soils and saprolites on the North Caroline Blue Ridge front: 1. Sand size primary minerals. Clay and Clay Miner. 37: 19-28. Grime, J. P. 1981. Plant Strategies and Vegetation Processes. John Wiley & Sons. Chichester - New York - Brisbane - Toronto. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Havlin, J. L., Beaton, J. C., Tisdale, S. L. and Nelson, W. L. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458. Havlin, J. L., Beaton, J. C., Tisdale, S. L. and Nelson, W. L. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth Edition. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. 515 p. Hendricks, D. M. and Whittig, L. D. 1968. Andesite weathering II : Geochemical changes from andesite to saprolite. J. Soil Sci. 19 : 147-153. Holmes, R. S. 1943. Copper and Zinc content of certain United States Soils. Soil Sci. 56:359-370. Huang, P. M. 1989. Feldspar, Olivines, Pyroxenes, and Amphiboles. Saskatchewan Institute of Pedology Publication, no. R438. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Husin, Y. dan Susetyo, W. 1999. Dampak Kegiatan Pertambangan PT Freeport Indonesia Terhadap Komponen Lingkungan Biogeofisik dan Usaha-Usaha Pencegahan serta Penanggulangannya. Makalah disampaikan pada Seminar Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam Terhadap Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Irian Jaya, 15 - 16 Desember 1999. Husin, Y., Susetyo, W., Puradyatmika, P., Sarwom,R., Macpherson, J. and Chamberlain, D. 2005. Reclamation and Natural Succession in PTFI Tailings Deposition Area. Indonesian Mining Conference and Exibition, 21-22 September 2005 - Jakarta. Irfan, T. Y. 1999. Characterization of weathered volcanic rocks in Hongkong. Quarterly Journal of Engineering Geology, Vol. 32, no4, pp. 317-348. Istalaksana, P., Matanubun, H., Maturbongs, L., Husin, Y. A. dan Puradyatmika, P. 2000. Sifat Fisik-Kimia dan Kandungan Logam pada Pati Sagu dari Habitat Alami dan Tailing di Timika, Papua. PSUS UNCEN, Manokwari. Jenny, H. 1941. Factors Soil Formation. Mc Graw Hill. New York. Jones C. and Jacobsen, J. 2005. Plant Nutrition and Soil Fertility. Nutrient Management Module No. 2. Montana State University-Extention Service. Jones, L. H. P. and Jarvis, S. C. 1981. The fate of heavy metals. In D. J. Greenland and M. H. B. Hayes (ed) : The Chemistry of Soil Processes. John Wiley and Sons Ltd. New York. Keller, W. D. 1954. Bonding energies of some silicate minerals. Amer. Mineralogist, 39 : 783-793.
121
Kirkham, R.V. and Sinclair, W.D. 1995. Porphyry copper, gold, molybdenum, tungsem, tin, silver, in Eckstrand, O.R., Sinclair, W.D. and Thorpe, R.I., eds., Geology of Canadian Mineral Deposit Types; Geology of Canada, no. 8, Geological Survey of Canada, p. 421-446. Kusumoyudo, B.W. 1986. Mineralogi dasar. Percetakan Binacipta. Bandung. Labanauskas, C. K. 1975. Manganese. In Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Edited by Homer D. Chapman. Dept. of Soil and Plant Nutrition, Univ. of California. Eurasia Publishing House (P) LTD. Ram Nagar, New Dehli. Lindsay, W. L. and Norvell, W. A. 1978. Development of a DTPA soil test for zinc, iron, manganese, and copper. Soil Sci. Soc. Am. J. 42: 421 - 428. Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. A Wiley Interscience Publication. John Wiley & Sons, New York - Chichester - Brisbane - Toronto. Loeppert, R. H. and Inskeep, W. P. 1996. Iron. In Soil Science of America and American Society of Agronomy, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods - SSSA Book Series, no.5. MacDonald, G. D. and Arnold, L. C. 1994. Geological and geochemical zoning of the Grasberg Igneous complex, Irian Jaya. Journal of Geochemical Exploration 50, Elsevier, pp 143. Martens, D. C. and Lindsay, W. L. 1990. Testing Soils for Copper, Iron, Manganese, and Zinc. Contribution of Department of Agronomy, Virginia Polytechnic Inst. and State Univ., Blacksburg, VA 24061, and Colorado State Univ. In Soil Science Society of America, 677 S. Segoe Rd., Madison, USA. Soil Testing and Plant Analysis. 3rd ed. SSSA Book Series, no. 3. Mealey, G. A. 1999. Grasberg. Penambangan Tembaga dan Emas di Pegunungan Irian Jaya pada Endapan Yang Paling Terpencil di Dunia. Freeport-McMoran Copper and Gold. Jakarta. Mokma, D. L., Jackson, M. L. and Syers. 1973. Mineralogy of chronosequence of soils from greywacke and mica-schist alluvium, Westland, New Zealand, N. Z. J. Sci. 16 : 769-797. Mitchell, R. L. 1964. In F. E. Bear (ed) : Chemistry of the Soils (Second Edition). Reinhold, New York. Moormann, F. R. and van de Wetering, H. T. J. 1985. Problems in Characterizing and Classifying Wetland Soils. Wetland Soils : Characterization, Classification, and Utilization. Proceedings of a workshop held 26 March - 5 April 1984. IRRI Los Banos, Laguna Philippines. p. 53-68. Mulyanto, B. 1990. Some genetic characteristics of soils on volcanic ash from West Java, Indonesia. MSc Thesis, ITC-RUG, Ghent. 85p. Mulyanto, B. 1995. Characteristics and Genesis of Minimum Disturbed Soils of Two Watersheds in West Java, Indonesia. PhD Thesis in Earth Sciences, University of Gent. Mulyanto, B. 2003. Chemical and Mineralogical aspects of limestone weathering in humid tropic, West Java. Gakuryoku Vol IX, No.: 3 - 2003.
122
Mulyanto, B. and Stoops, G. 2003. Mineral neoformation in pore soaces during alteration and weathering of andesitic rocks in the humid tropic Indonesia. Catena, Vol 54(3) : 385-391. Elsevier B. V. (http://www.sciencedir etc. com). Nagasawa, K. 1978. Weathering of volcanic ash and other pyroclastic materials. In Sudo and Shimoda (eds). Clay and clay minerals in Japan. Kondansha, Elsevier, Tokyo - Amsterdam. 105 - 125. Nahon, D. B. 1991. Introduction to the petrology of soils and chemical weathering. John Wiley and Sons Inc. New York. Néel C., Brill, H., Nomade, A. C. and Dutreuil, J. P. 2003. Factors affecting natural development of soil on 35-years old sulphide rich mine tailings. Geoderma 111 (2003) 1 - 20. Nordstrom, D. K. 1982. Aqueous Pyrite Oxidation and the Consequent Formation of Secondary Iron Minerals. In Soil Science Society of America. Acid Sulfate Weathering. SSSA Special Publication Number 10. Madison, Wisconsin. Norvell, W. A. 1972. Equilibria of Metal Chelates in Soil Solution. Micronutrients in Agriculture. Procceedings of a symposium in Alabama, April 20-22, 1971. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin USA. Nyamangara, J. 1998. Use of sequential extraction to evaluate zinc and copper in a soil amended with sewage sludge and inorganic metal salts. Agri. Ecosyst. Environ. 69, 135-141. Olsen, S. R. 1972. Micronutrient Interactions. Micronutrients in Agriculture. Procceedings of a symposium in Alabama, April 20-22, 1971. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin USA. Paijmans, K. 1976. New Guinea Vegetation. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam - Oxford - New York. Pais, I. and Jones Jr, J. B. 1997. The Handbook of Trace Elements. St. Lucie Press. Boca Raton, Florida. Parfitt, R. L., Russel, M. and Orbell, G. E. 1989. Weathering of soils from volcanic ash involving Allophane and Halloysite, New Zealands. Geoderma 29 : 41-57. Paton, T. R. 1978. The Formation of Soil Material. Allen & Unwin, Boston, Mass. Prasetyo, B.H., Subardja, D. dan Kaslan, B. 2005. Ultisols Bahan Volkan Andesitik : Diferensiasi Potensi Kesuburan dan Pengelolaannnya. Jurnal Tanah dan Iklim. No.23, Desember 2005. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. PROSEA. 2003. Plant Resources of South-East Asia. No.17 Fibre plants. Bogor, Indonesia. PSUS UNIPA. 2002. Studi Kelayakan Dusun Sagu Tanam di Nayaro Kecamatan Mimika Baru Kabupaten Mimika. Kerjasama PT Freeport Indonesia Company dan Pusat Studi Ubi-ubian dan Sagu, Universitas Papua. PTFI. 1997. Studi Analisis Dampak Lingkungan AMDAL Regional. Rencana Perluasan Kegiatan Penambangan Tembaga dan Emas serta Kegiatan Pendukungnya hingga Kapasitas Maksimum 300.000 ton bijih/Hr di Kabupaten Mimika, Propinsi Irian Jaya. Laporan Utama. PT Freeport Indonesia. Jakarta. 123
PTFI. 1998. Rencana Tahunan Lima Tahun Pertama (1999-2003). Reklamasi Daerah Pengendapan Tailing. PT Freeport Indonesia. Jakarta. PTFI and PT Hatfindo Prima. 1998. Soil and Mycorhizae Research for Reclamation Planning in the PT Freeport Indonesia Contract of Work Mining and Project Area, Irian Jaya -Indonesia. PT Hatfindo Prima, Bogor - Indonesia. PTFI and PT Hatfindo Prima. 1999. Soil Biodiversity Study at PT Freeport Indonesia Contract of Work Mining and Project Area, Irian Jaya, Indonesia. PT Hatfindo Prima, Bogor - Indonesia. PTFI. 2000. Reklamasi Lahan Tailing Di PT Freeport Indonesia-Irian Jaya. Suatu Pendekatan Program Reklamasi Ramah Lingkungan. PT Freeport Indonesia. PTFI. 2003. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Departemen Lingkungan PT Freeport Indonesia. Kuala Kencana - Mimika, Papua. PTFI. 2006. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Triwulan kedua. April-Mei-Juni Tahun 2006. PT Freeport Indonesia. Jakarta. PTFI. 2006. Pengelolaan Tailing PT Freeport Indonesia Pada Masa Operasi dan Pasca Operasi. Maret 2006. PT Freeport Indonesia. PTFI. 2007. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. Triwulan 1 Tahun 2007. PT Freeport Indonesia. Jakarta. Rachim, D. A. 2003. Mengenal Taxonomi Tanah. Jurusan Tanah - Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Rai, D. and Kittrick, J. A. 1989. Mineral Equilibria and the Soil System. In Soil Science of America, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Minerals in Soil Environments. 2nd Edition. SSSA Book Series, no. 1. Reed, S. T. and Martens, D. C. 1996. Copper and Zinc. In Soil Science of America and American Society of Agronomy, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods - SSSA Book Series, no.5. Reuther, W. and Labanauskas, C. K. 1975. Copper. In Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Edited by Homer D. Chapman. Dept. of Soil and Plant Nutrition, Univ. of California. Eurasia Publishing House (P) LTD. Ram Nagar, New Dehli. Roberston, I. D. M. and Eggleton, R. A. 1991. Weathering of granitic muscovite to kaolinite and halloysite and plagioclase derived kaolinite to halloysite. Clay and Clay Miner. 39 : 113 - 126. Robert, J. A., Daniels, W. L., Bell, J. C. and Burger, J. A. 1988. Early Stages of Minesoil Genesis in South West Virginia Spoil Lithosequence. Soil Sci.Soc.Am. J.52:716-723. Robinson, G. D. 1989. Possible quartz synthesis during weathering of quartz free mafic rock, Jasper County, Georgia. J. Sediment. Petrol. 50:193-203. Rodrίguez, L., Ruiz, E., Alonso-Azcarate, J. and Rincon, J. 2009. Heavy metal distribution and chemical speciation in tailings and soils around a Pb-Zn mine in Spain. Journal of Environmental Management 90 (2009) 1106-1116.
124
Ross, S. M. 1994. Source and Forms of Potentially Toxic Metals in Soil-Plant Systems. In S. M. Ross (ed) : Toxic Metals in Soil-Plants System. John Wiley & Sons. Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapore. England. Rusmana, E., Parris, K., Sukanta, U. and Samodra, H. 1995. Peta Geologi Lembar Timika, Irian Jaya (Geological Map of the Timika Quadrangle, Irian Jaya). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Schafer, W. M., Nielsen and Nettleton. 1980. Mine soil Genesis and Morphology in a Spoil Chronosequence in Montana. Soil Sci. Soc. Am. J. 44:802-807. Schroo, H. 1962. An inventory of Soils and Soil Suitabilities in West Irian. I. Neth. J. Agric. Sci., Vol. 11, No.4. p. 300 - 333. Smith, K. A. and Paterson, J. E. 1995. Manganese and cobalt. In Heavy Metals in Soil. Sedond Edition. Edited by B. J. Alloway. Blackie Academic & Professional. London - Glasgow - Weinheim - New York - Tokyo Melbourne - Madras. Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Survey. Soil Conserv. Service, USDA Handb. 436. U.S. Govt. Printing Office, Washington, D. C. Soil Survey Staff. 1999. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture (USDA). Nature Resources Conservation Service (NRCS). Eighth Edition. Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture (USDA). Nature Resources Conservation Service (NRCS). Tenth Edition. Spera, S.J. 2002. XRD Mineral Analysis 20 Tailings PT Freeport Indonesia. Crescent Technology, Inc. Belle Chasse Technical Center. Department of Petrographic Services. New Orleans, Louisiana. (Internal Report, unpublished). Stanford, C., Kelly, J. B. and Pierre, W. H. 1942. Cation balance in corn grown on high lime soils in relation to potassium deficiency. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. (1941) 6:333-341. Stoops, G. and Eswaran, H. 1985. Morphological Characteristics of Wet Soils. Wetland Soils : Characterization, Classification, and Utilization. Proceedings of a workshop held 26 March - 5 April 1984. IRRI Los Banos, Laguna Philippines. p. 177-189. Sumawinata, B. 1999. Soil Chemical Profiles Developed from Pyrite-containing Sediments under Banjarese Agricultural Practices in South Kalimantan. Southeast Asian Studies, Vol. 36, No. 4, March 1999. Sumawinata, B., Mulyanto, B., Djajakirana, G. dan Suwardi. 2000. Pengelolaan Lahan Gambut Berpotensi Sulfat Masam untuk Pertanian yang Ekologis dan Berkesinambungan. Laporan Riset Unggulan Terpadu V (1998-2000). Kantor Mentri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional. April 2000. Tabatabai, M. A. 1996. Sulfur. In Soil Science of America and American Society of Agronomy, 677 South Segoe Road, Madison, USA. Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods - SSSA Book Series, no.5.
125
Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. Tan, K. H. 1992. Principles of Soil Chemistry. John Wiley & Sons. New York. Taylor, R. M. 1987. Non-Silicate Oxides and Hydroxides (Chapter 2). In Chemistry of Clays and Clay Minerals. Edited by A.C.D. Newman. Mineralogical Society. Monograph No. 6. Longman Scientific & Technical. England. Tordoff, G. M., Baker, A. J. M. and Willis, A. J. 2000. Curent approaches to the revegetation and reclamation of metalliferous mine wastes. Chemosphere. 41, 219-228. Torrent, J. and Benajas, J. 1977. Origin of gibbsite in weathering profile on granite in west central Spain. Geoderma 19 : 39-49. Traore, D., Beauvais, A., Chabaux, F., Peiffert, C., Parisot, J. C., Ambrosi, J. P. and Colin, F. 2008. Chemical and physical transfers in an ultramafic weathering profile : Part 1. Supergene dissolution of Pt-bearing chromite. American Mineralogist, Vol. 93, p. 22-30, 2008. Ulrich, A. and Ohki, K. 1975. Potassium. In Diagnostic Criteria For Plants and Soils. Edited by Homer D. Chapman. Dept. of Soil and Plant Nutrition, Univ. of California. Eurasia Publishing House (P) LTD. Ram Nagar, New Dehli. van Breemen, N. 1976. Genesis and Solution chemistry of Acid Sulphate Soils in Thailand. Centre for Agricultural Publishing and Documentation, Wageningen 264p. Walker, T. R., Waugh, B. and Crone A. J. 1978. Diagenesis in first-cycle desert alluviumof Cenozoic age, southwestern US and northwestern Mexico. Bull. geol. Soc. Am., 89 : 19-32. Wang, X., Quin, Y. and Chen, Y. 2006. Heavy metals in urban roadside soils, part 1: effect of particle size fractions on heavy metals partitioning. Environmental Geology 50, 1061-1066. Wilding, L. P. and Rehage, J. A. 1985. Pedogenesis of Soils with Aquic Moisture Regimes. Wetland Soils : Characterization, Classification, and Utilization. International Rice Research Institute. Los Banos-Laguna. Philippines. Wilson, F. 1981. The Conquest of Copper Mountain. New York, Atheneum.
126
DAFTAR SINGKATAN (ABBREVIATION) AAS A-C ASTM ANC ANOVA BD BO Ca CIA C-org Cu DOZ DTPA EC Fe GBT GPS ICP-AES IOZ INP K KB KCl KTK LSD Mg Mn ModADA
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
MPA N Na NAG NAPP P PMA PPT ppm
: : : : : : : : :
PR PS PTFI PVC S SAS SSSA U-S USDA XRD Zn
: : : : : : : : : : :
Atomic Absorption Spectrometry Horison A - C (hanya pada order Entisol) American Standard Testing Methods Acid Neutralizing Capacity Analysis of Variance Bulk Density (Kerapatan Isi) Bahan Organik Calsium (Kalsium) Capillary Ion Analyzer Organic carbon (Karbon Organik) Copper (Tembaga) Deep Ore Zone (Zona Bijih Dalam) Diethylene Triamine Penta Acetic Acid Electro Conductivity Ferri/Ferro (Besi) Gunung Bijih Timur (Ertsberg East) Global Position System Inductively Coupled Plasma - Atomic Emission Spectrometry Intermediate Ore Zone (Zona Bijih Tengah) Indeks Nilai Penting Kalium (Potasium) Kejenuhan Basa (Base Saturation : BS) Kalium Klorida Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity : CEC) Least Significant Difference (Uji Statistik : Beda Nyata Terkecil) Magnesium Mangan Modified Ajkwa Deposition Area (Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi) Maximum Potential Acidity Nitrogen Natrium (Sodium) Net Acid Generation Net Acid Producing Potential Phospor/Phosphat Penanaman Modal Asing Pusat Penelitian Tanah part per million (bagian per setuja = mg/kg untuk padatan, atau mg/L untuk cairan) Profil Reklamasi Profil Suksesi PT Freeport Indonesia Poly Vinyl Chloride Sulfur (Belerang) Statistical Analysis System Soil Science Society of America Utara - Selatan United States Department of Agriculture X-Ray Difraktometer Zinc (Seng)
127
Lampiran 1. Tahapan Kerja Analisis Contoh Air di Laboratorium Lingkungan Timika, PTFI DIAGRAM ALIR : ANALISIS CONTOH AIR Contoh Air
Filtrasi : 0.45 μm
Analisis : pH EC Tot. Alkalinitas (CaCO3)
pH Meter EC Meter Titrasi
Metode-1 Metode-2 Metode-3
Analisis : CIA
Metode-4
Analisis : ICP/AAS
Metode-5
Merkuri (Hg)
Analisis : FIMS AAS
Metode-6
Sulfur terlarut (S)
Analisis : ICP
Metode-5
C-Organik terlarut
Analisis : TOC Analyzer
Metode-7
N-NO2 N-NO3 P-PO43SO42Logam terlarut Perak (Ag) Aluminum (Al) Boron (B) Barium (Ba) Kalsium (Ca) Kadmium (Cd) Kromium (Cr) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Kalium (K) Magnesium (Mg) Mangan (Mn) Natrium (Na) Timbal (Pb) Seng (Zn)
128
Analisis contoh air hanya dilakukan pada beberapa unsur makro dan unsur mikro yang ada hubungannya dengan karakteristik tailing di ModADA. Jenis analisis dan metode yang digunakan di Laboratorium Lingkungan - PTFI, Timika adalah sebagai berikut : 1. pH - Metode 1 Metode ini diterapkan untuk penetapan pH contoh air, limbah cair dan tailing yang diekstrak dengan air bebas mineral. Prinsip : pH ditentukan dengan mengukur konsentrasi ion H+ di dalam contoh. Nilai pH dipengaruhi oleh adanya ion-ion asam dan basa pada larutan tersebut. pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter. Bahan Kimia : Larutan buffer pH 4.00, 6.00 dan 7.00. Cara Kerja : • 100 mL contoh air dituangkan ke dalam wadah polietilen. • Elektrode pH meter dicelupkan ke dalam contoh, dan pH dibaca sampai pembacaan stabil dari alat. • Elektrode dibilas dengan air bebas mineral untuk setiap pengukuran dan dikeringkan dengan kertas tissue. 2. EC (Electro Conductivity) - Metode 2 Setelah pengukuran pH, contoh air dicelupkan dengan elektrode EC pada alat pengukur. Satuan μS/cm. 3. Logam Terlarut - Metode 5 Dasar metode ini adalah pengukuran emisi atom dengan teknik spektroskopi opotik. Inductively coupled plasma atomic emission spectrometry (ICP-AES) dapat menentukan unsur logam di dalam larutan. Emisi Atom dengan ICP memiliki area pengujian kadar yang luas dan memiliki pengaruh interferennya lebih sedikit dibandingkan metode spektrofotometri serapan atom. Metode ini digunakan untuk menguji kadar unsur terlarut, tersuspensi, atau unsur total di dalam contoh air minum, air tanah dan permukaan, limbah domestik, limbah industri, air permukaan tambang, air asam tambang, air laut, termasuk juga logam terekstrak di dalam sedimen, tailing, tanah, jaringan hewan dan tanaman. Logam terlarut adalah unsur logam dapat lolos melalui saringan membran 0.45 μm. Logam total adalah jumlah unsur logam terlarut dan tersuspensi di dalam air setelah dilakukan proses pemanasan dengan asam kuat. Bahan Kimia : • Air bebas mineral. • Larutan HNO3 2%. Tambahkan bertahap 20 mL HNO3 pekat ke dalam labu ukur 1 L yang sudah terdapat ± 500 mL air bebas mineral, kemudian tepatkan dengan air bebas mineral sampai tanda tera. • Larutan SPEXCertiprep QC-21, dengan kadar As, Be, Ca, Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Li, Mg, Mn, Mo, Ni, Pb, Sb, Se, Sr, Ti, Tl, V, Zn masing-masing 100 mg/L. • Larutan SPEXCertiprep QC-7, standar gabungan 7 logam dengan kadar K 1000 mg/L, Ag, Al, B, Ba, Na masing-masing 100 mg/L dan Si 50 mg/L. • Larutan standar Mn 1000 mg/L. • Larutan SPEXCertiprep ICV-2A, dengan kadar Ca, K, Mg dan Na 2000 mg/L. • Larutan standar pembanding SLS APG Trace Metals, dari Analytical Product Group Inc, Amerika. • Larutan deret standar As, Be, Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Li, Mn, Mo, Ni, Pb, Sb, Se, Sr, Ti, Tl, V, Zn, Ag, Al, B, Ba dan K. Encerkan SPEXCertiprep QC-21dan SPEXCertiprep QC-7 dalam wadah dengan HNO3 2% secara bertahap, sehingga konsentrasi logam masingmasing : 0.010; 0.10; 1.00; 10.0 mg/L.
129
•
Larutan deret standar Ca, Mg, Na. Encerkan larutan SPEXCertiprep ICV-2A dengan HNO3 2% secara bertahap, sehingga diperoleh konsentrasi logam masing-masing : 0.10; 1.00; 10.0; 100 dan 200 mg/L. Cara Kerja : • Siapkan larutan standar, standar pembanding dan contoh dalam wadah polipropilen dan tempatkan pada auto-sampler AS 90/91. • Nyalakan plasma dan biarkan nyalanya stabil kira-kira selama 60 menit. • Operasikan semua peralatan, sehingga diperoleh kurva kalibrasi dan kadar logam yang dikehendaki dalam larutan standar pembanding dan contoh. 4. Total Karbon Organik - Metode 7
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar total Karbon Organik dan Karbon Organik terlarut dalam contoh air dan contoh air yang mengandung TSS dengan ukuran partikel sampai 200 mesh. Metode ini berlangsung menggunakan panas, oksigen, ultraviolet, iradiasi dan pengoksidasi kimia atau kombinasi dari pengoksidasi untuk mengubah karbon organik menjadi CO2. Kemampuan alat ini hanya dapat mengukur pada kisaran konsentrasi terendah 0.5 ppm dan untuk pelaporan adalah 1 ppm. Prinsip : Total Karbon Organik - Analyzer-5000A adalah alat analisis TOC sangat sederhana dan dapat dioperasikan dengan sistem komputer. Contoh yang akan dianalisis dihomogenkan, dituang ke dalam tabung reaksi dan dengan sistem komputerisasi, maka alat akan bekerja secara otomatis. Artinya alat akan menginjeksikaan contoh ke dalam tungku pembakaran pada suhu 680 oC dengan berisikan katalis Pt dan bersifat oksidatif, kemudian contoh diuapkan dan Karbon Organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dari hasil oksidasi gas karbon dan organik ditransfer oleh arus pembawa gas dan diukur secara infrared analyzer. Bahan Kimia : • Potasium Hydrogen Phetalate (KHP). • Sodium Hydrogen Carbonat • Sodium Carbonat. Peralatan : TOC Model TOC-5000A Cara Kerja : • DOC contoh air disaring dengan filter 0.45 μm dan dapat langsung dianalisis. • TOC untuk contoh dengan TSS rendah dapat langsung diukur, sedangkan untuk TSS tinggi dan ukuran partikel < 200 mesh perlu pengenceran.
130
Lampiran 2. Analisis Contoh Tanah Tailing pada Awal (0 Bulan) dan Akhir (3 Bulan) Percobaan Simulasi Contoh Tailing
Kelas Ukuran Partikel Tailing
Awal Sebelum Percobaan
Akhir Setelah 3 Bulan – BO pH
Area Reklamasi 1
Berpasir
Akhir Setelah 3 Bulan + BO
8.00
7.88
7.82
2
Berlempung kasar
6.73
6.11
6.19
3
Berdebu kasar
7.49
7.55
7.49
Area Suksesi 1
Berpasir
8.29
7.88
7.73
2
Berdebu kasar
7.56
7.65
7.65
3
Berlempung halus
7.57
7.93 C-org (%)
7.98
Area Reklamasi 1
Berpasir
0.16
0.21
0.41
2
Berlempung kasar
0.26
0.21
0.17
3
Berdebu kasar
0.56
0.72
0.35
Area Suksesi 1
Berpasir
0.15
0.16
0.33
2
Berdebu kasar
0.85
0.38
1.14
3
Berlempung halus
1.29
0.34 KTK (me/100 g)
0.36
Area Reklamasi 1
Berpasir
1.04
2.21
2.79
2
Berlempung kasar
0.83
2.17
1.69
3
Berdebu kasar
1.48
1.04
1.26
Area Suksesi 1
Berpasir
2.30
1.81
2.37
2
Berdebu kasar
3.15
1.82
3.50
3
Berlempung halus
8.09
0.58 2+ Ca (me/100 g)
2.34
7.19
6.84
6.63
Area Reklamasi 1
Berpasir
2
Berlempung kasar
7.25
4.87
4.48
3
Berdebu kasar
10.16
11.11
12.95
Area Suksesi 1
Berpasir
5.57
8.74
7.97
2
Berdebu kasar
13.91
14.85
14.53
3
Berlempung halus
16.69
16.96 (me/100 g)
15.86
Mg
Area Reklamasi
2+
1
Berpasir
0.41
0.28
0.50
2
Berlempung kasar
0.85
0.48
0.62
3
Berdebu kasar
1.14
0.56
0.69
0.15
0.19
0.65
0.82
0.16
0.29
Area Suksesi 1
Berpasir
2
Berdebu kasar
3
Berlempung halus
0.26 0.98 0.95
131
Lanjutan Lampiran 2. +
K (me/100 g)
Area Reklamasi 1
Berpasir
0.24
0.15
0.39
2
Berlempung kasar
0.19
0.12
0.38
3
Berdebu kasar
0.24
0.15
0.52
Area Suksesi 1
Berpasir
0.22
0.04
0.04
2
Berdebu kasar
0.36
0.14
0.25
3
Berlempung halus
0.51
Area Reklamasi
0.08 + Na (me/100 g)
0.28
1
Berpasir
0.65
0.34
0.87
2
Berlempung kasar
0.58
0.26
0.86
3
Berdebu kasar
1.76
0.37
1.13
Area Suksesi 1
Berpasir
0.37
0.12
0.13
2
Berdebu kasar
0.72
0.12
0.21
3 Berlempung halus 0.61 0.15 Keterangan : Perlakuan tanpa bahan organik (– BO); Perlakuan bahan organik (+ BO).
0.76
132
Lampiran 3. Rata-rata Unsur Hara Tercuci dari Contoh Tanah Tailing Setelah Percobaan Simulasi Rata-rata Nilai/ Jenis Analisis
0 - 25
Lapisan Tailing (cm) 25 - 50 50 - 75
75 - 100
pH H2O Treat1 (- BO)
7.27
7.56
7.74
7.82
Treat2 (- BO)
7.21
7.57
7.79
7.82
Treat3 (- BO)
7.37
7.68
7.88
7.85
Treat4 (+ BO)
7.32
7.56
7.88
7.89
Treat1 (- BO)
505
483
459
415
Treat2 (- BO)
451
436
440
431
Treat3 (- BO)
396
362
324
361
Treat4 (+ BO)
236
307
251
358
Treat1 (- BO)
0.44
0.30
0.31
0.90
Treat2 (- BO)
0.32
0.23
0.27
0.31
Treat3 (- BO)
0.34
0.32
0.25
0.53
Treat4 (+ BO)
0.36
0.24
0.29
0.35
Treat1 (- BO)
2.11
1.22
1.71
1.33
Treat2 (- BO)
1.96
1.13
0.93
1.21
Treat3 (- BO)
2.61
1.68
1.18
2.27
Treat4 (+ BO)
6.40
1.42
1.48
1.48
Treat1 (- BO)
9.06
10.10
11.21
11.08
Treat2 (- BO)
8.78
9.32
10.80
10.83
Treat3 (- BO)
7.85
9.50
9.80
10.42
Treat4 (+ BO)
7.08
9.98
9.51
10.19
Treat1 (- BO)
0.64
0.47
0.38
0.32
Treat2 (- BO)
0.76
0.47
0.34
0.31
Treat3 (- BO)
0.56
0.37
0.28
0.27
Treat4 (+ BO)
0.81
0.81
0.30
0.28
Treat1 (- BO)
0.16
0.16
0.44
0.17
Treat2 (- BO)
0.56
0.21
0.15
0.20
Treat3 (- BO)
0.17
0.11
0.14
0.12
Treat4 (+ BO)
0.19
0.66
0.29
0.23
Treat1 (- BO)
0.25
0.30
1.05
0.39
Treat2 (- BO)
1.04
0.61
0.47
0.46
Treat3 (- BO)
0.32
0.23
0.26
0.26
EC (μS/cm)
C-org (%)
KTK (me/100g)
2+
Ca (me/100 g)
2+
Mg (me/100g)
+
K (me/100g)
+
Na (me/100g)
Treat4 (+ BO) 0.26 1.46 0.64 0.43 Keterangan : Treat 1, 2, 3, 4 adalah perlakuan waktu pencucian bulan 1, 2, 3 (-BO), 3 (+ BO); BO = Bahan Organik.
133
Lampiran 4. Anova Unsur Hara Tercuci dari Contoh Air pada Percobaan Simulasi (Program SAS untuk Analisis Profil)
C-organik
The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Treat
4
1234
Location
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model
17
1648.82
96.989
Error
41
1886.93
44.927
Corrected Total
58
3535.75
F Value
Pr > F
2.16
0.0218
Values
Data for Analysis of pH to CEC Number of Observations Read
60
Number of Observations Used
60
R-Square
Coeff Var
Root MSE
C-org Mean
0.466329
89.27
6.70
7.508
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Data for Analysis of pH to CEC Number of Observations Read
60
Treat
3
1190.512500
396.837500
8.83
0.0001
Number of Observations Used
59
Location
14
458.308333
32.736310
0.73
0.7341
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
1190.512500
396.837500
8.83
0.0001
Location
14
458.308333
32.736310
0.73
0.7341
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
134
pH
EC
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model
17
1.88167667
0.11068686
Error
42
1.26478333
0.03011389
Corrected Total
59
3.14646000
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
3.68
0.0003
Model
17
4660268.206
274133.424
6.82
<.0001
Error
41
1647580.641
40184.894
Corrected Total
58
6307848.847
R-Square
Coeff Var
Root MSE
pH Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
EC Mean
0.598030
2.344098
0.173534
7.403000
0.738805
25.18202
200.4617
796.0508
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Treat
3
0.75536667
0.25178889
8.36
0.0002
Treat
3
2821777.652
940592.551
23.41
<.0001
Location
14
1.12631000
0.08045071
2.67
0.0070
Location
14
1838490.554
131320.754
3.27
0.0016
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
0.75536667
0.25178889
8.36
0.0002
Treat
3
2916012.025
972004.008
24.19
<.0001
Location
14
1.12631000
0.08045071
2.67
0.0070
Location
14
1838490.554
131320.754
3.27
0.0016
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
135
SO42-
S DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
242915.4792
14289.1458
5.55
<.0001
Model
17
1765592.976
103858.410
6.03
<.0001
Error
42
108144.3221
2574.8648
Error
42
723850.307
17234.531
Corrected Total
59
351059.8013
Corrected Total
59
2489443.283
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
S Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
SO4 Mean
0.691949
44.56850
50.74313
113.8542
0.709232
45.28210
131.2804
289.9167
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
155594.1704
51864.7235
20.14
<.0001
Treat
3
1232548.178
410849.393
23.84
<.0001
Location
14
87321.3088
6237.2363
2.42
0.0136
Location
14
533044.798
38074.628
2.21
0.0241
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
155594.1704
51864.7235
20.14
<.0001
Treat
3
1232548.178
410849.393
23.84
<.0001
Location
14
87321.3088
6237.2363
2.42
0.0136
Location
14
533044.798
38074.628
2.21
0.0241
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
136
Ca
Mg
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
284972.9391
16763.1141
4.81
<.0001
Model
17
12236.12373
719.77198
5.80
<.0001
Error
42
146223.1683
3481.5040
Error
42
5208.11274
124.00268
Corrected Total
59
431196.1074
Corrected Total
59
17444.23647
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Ca Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Mg Mean
0.660889
37.48231
59.00427
157.4190
0.701442
64.49461
11.13565
17.26602
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Treat
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
3
175913.6662
58637.8887
16.84
<.0001
Treat
3
5009.832861
1669.944287
13.47
<.0001
Location
14
109059.2729
7789.9481
2.24
0.0223
Location
14
7226.290872
516.163634
4.16
0.0002
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
175913.6662
58637.8887
16.84
<.0001
Treat
3
5009.832861
1669.944287
13.47
<.0001
Location
14
109059.2729
7789.9481
2.24
0.0223
Location
14
7226.290872
516.163634
4.16
0.0002
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
137
Na
K Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
6849.036678
402.884510
10.96
<.0001
Model
17
43.84583658
2.57916686
6.06
<.0001
Error
42
1543.579798
36.751900
Error
42
17.86917426
0.42545653
Corrected Total
59
8392.616475
Corrected Total
59
61.71501083
R-Square
Coeff Var
Root MSE
K Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Na Mean
0.816079
39.44465
6.062335
15.36922
0.710457
68.36696
0.652270
0.954072
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Source
DF
Type I SS
Treat
3
5296.520274
1765.506758
48.04
<.0001
Treat
3
24.14547694
Location
14
1552.516403
110.894029
3.02
0.0028
Location
14
19.70035964
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Treat
3
5296.520274
1765.506758
48.04
<.0001
Treat
3
24.14547694
Location
14
1552.516403
110.894029
3.02
0.0028
Location
14
19.70035964
Mean Square
F Value
Pr > F
8.04849231
18.92
<.0001
1.40716855
3.31
0.0013
F Value
Pr > F
8.04849231
18.92
<.0001
1.40716855
3.31
0.0013
Mean Square
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
138
Cu
Fe
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
0.82097759
0.04829280
2.14
0.0232
Model
17
0.00069515
0.00004089
1.32
0.2288
Error
42
0.94890466
0.02259297
Error
42
0.00130325
0.00003103
Corrected Total
59
1.76988225
Corrected Total
59
0.00199839
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Cu Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Fe Mean
0.463860
95.96421
0.150310
0.156631
0.347853
158.6216
0.005570
0.003512
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type I SS
Treat
3
0.13309689
0.04436563
1.96
0.1341
Treat
3
0.00016232
0.00005411
1.74
0.1727
Location
14
0.68788070
0.04913434
2.17
0.0264
Location
14
0.00053282
0.00003806
1.23
0.2932
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
F Value
Pr > F
Treat
3
0.13309689
0.04436563
1.96
0.1341
Treat
3
0.00016232
0.00005411
1.74
0.1727
Location
14
0.68788070
0.04913434
2.17
0.0264
Location
14
0.00053282
0.00003806
1.23
0.2932
Mean Square
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
139
Mn
Zn
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
116.4086940
6.8475702
4.74
<.0001
Model
17
0.07568021
0.00445178
4.19
<.0001
Error
42
60.6347569
1.4436847
Error
42
0.04459279
0.00106173
Corrected Total
59
177.0434509
Corrected Total
59
0.12027300
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Mn Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Zn Mean
0.657515
93.16292
1.201534
1.289713
0.629237
85.17544
0.032584
0.038255
Mean Square
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type I SS
Treat
F Value
Pr > F
3
15.1627631
5.0542544
3.50
0.0235
Treat
3
0.00384990
0.00128330
1.21
0.3183
Location
14
101.2459309
7.2318522
5.01
<.0001
Location
14
0.07183031
0.00513074
4.83
<.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
15.1627631
5.0542544
3.50
0.0235
Treat
3
0.00384990
0.00128330
1.21
0.3183
Location
14
101.2459309
7.2318522
5.01
<.0001
Location
14
0.07183031
0.00513074
4.83
<.0001
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
140
Lampiran 5. Anova Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada Percobaan Simulasi (Program SAS untuk Analisis Profil)
KTK
The GLM Procedure Source
Class Level Information Class
Levels
Values
Treat
4
Treat 1, Treat 2, Treat 3, Treat 4
Location
15
PR-1, PR-2, PR-3, PR-4, PR-5, PR-6, PR-7, PR-8, PR-9, PR-10, PS-1,PS-2, PS-3, PS-4, PS-5
Depth
4
0-25 cm, 25-50 cm, 5075 cm, 75-100 cm
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model
20
1325.01870
66.25093
Error
218
10611.74034
48.67771
Corrected Total
238
11936.75904
F Value
Pr > F
1.36
0.1442
R-Square
Coeff Var
Root MSE
KTK Mean
0.111003
303.8483
6.976941
2.296192
Data for Analysis of pH H2O, pH_KCl, EC, C-Org, Ca, Mg, K, Na, KTK
Source
Number of Observations Read
239
Treat
Number of Observations Used
239
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
3
347.0582866
115.6860955
2.38
0.0709
Location
14
756.9606668
54.0686191
1.11
0.3494
Depth
3
220.9997465
73.6665822
1.51
0.2120
Data for Analysis of KB (BS) Number of Observations Read
239
Number of Observations Used
238
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
346.9391137
115.6463712
2.38
0.0710
Location
14
755.0008563
53.9286326
1.11
0.3520
Depth
3
220.9997465
73.6665822
1.51
0.2120
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
141
pH H2O
pH KCl
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
20
57.1736044
2.8586802
13.41
<.0001
Model
20
77.7517602
3.8875880
14.54
<.0001
Error
218
46.4682843
0.2131573
Error
218
58.3006632
0.2674342
Corrected Total
238
103.6418887
Corrected Total
238
136.0524234
R-Square
Coeff Var
Root MSE
pH H2O Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
pH_KCl Mean
0.551646
6.045673
0.461690
7.636695
0.571484
6.656679
0.517140
7.768745
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Treat
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
3
0.44225091
0.14741697
0.69
0.5581
Treat
3
0.33326400
0.11108800
0.42
0.7421
Location
14
44.83262726
3.20233052
15.02
<.0001
Location
14
58.33057554
4.16646968
15.58
<.0001
Depth
3
11.89872620
3.96624207
18.61
<.0001
Depth
3
19.08792067
6.36264022
23.79
<.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
0.44508562
0.14836187
0.70
0.5554
Treat
3
0.33250011
0.11083337
0.41
0.7428
Location
14
44.60230150
3.18587868
14.95
<.0001
Location
14
58.01695750
4.14406839
15.50
<.0001
Depth
3
11.89872620
3.96624207
18.61
<.0001
Depth
3
19.08792067
6.36264022
23.79
<.0001
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
142
EC
C-organik
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
20
9862729.08
493136.45
21.38
<.0001
Model
20
13.80305745
0.69015287
2.80
0.0001
Error
218
5028358.39
23065.86
Error
218
53.77337518
0.24666686
Corrected Total
238
14891087.46
Corrected Total
238
67.57643264
R-Square
Coeff Var
Root MSE
EC Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
C_Org Mean
0.662324
39.17460
151.8745
387.6862
0.204258
137.6400
0.496656
0.360837
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type I SS
Treat
3
1142835.596
380945.199
16.52
<.0001
Treat
3
2.41942820
Location
14
8691253.897
620803.850
26.91
<.0001
Location
14
Depth
3
28639.585
9546.528
0.41
0.7432
Depth
3
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Treat
3
1111479.150
370493.050
16.06
<.0001
Treat
Location
14
8688702.866
620621.633
26.91
<.0001
Depth
3
28639.585
9546.528
0.41
0.7432
Mean Square
F Value
Pr > F
0.80647607
3.27
0.0221
9.84796715
0.70342622
2.85
0.0006
1.53566211
0.51188737
2.08
0.1044
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
3
2.42079679
0.80693226
3.27
0.0221
Location
14
9.83799631
0.70271402
2.85
0.0006
Depth
3
1.53566211
0.51188737
2.08
0.1044
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
143
Ca Source
DF
Sum of Squares
Mg Mean Square
F Value
Pr > F
Source
27.92
<.0001
Model
Model
20
5034.46
251.7229
Error
218
1965.43
9.015743
Corrected Total
238
6999.89
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
20
17.52104
0.87605203
8.64
<.0001
Error
218
22.10452
0.10139690
Corrected Total
238
39.62556
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Ca Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Mg Mean
0.719220
30.90366
3.002623
9.716075
0.442165
69.15572
0.318429
0.460452
Type I SS
Mean Square
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
F Value
Pr > F
Source
DF
Treat
3
49.809203
16.603068
1.84
0.1405
Treat
3
0.97659197
0.32553066
3.21
0.0239
Location
14
4769.765131
340.697509
37.79
<.0001
Location
14
10.22234686
0.73016763
7.20
<.0001
Depth
3
214.883744
71.627915
7.94
<.0001
Depth
3
6.32210182
2.10736727
20.78
<.0001
Source
DF
Type III SS
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Treat
3
48.149755
16.049918
1.78
0.1519
Treat
3
0.97247205
0.32415735
3.20
0.0243
Location
14
4768.779934
340.627138
37.78
<.0001
Location
14
10.21456738
0.72961196
7.20
<.0001
Depth
3
214.883744
71.627915
7.94
<.0001
Depth
3
6.32210182
2.10736727
20.78
<.0001
Mean Square
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
144
K Source
DF
Sum of Squares
Na Mean Square
Model
20
3.59685
0.179842
Error
218
11.5868
0.053150
Corrected Total
238
15.1837
F Value
Pr > F
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
3.38
<.0001
Model
20
23.5126847
1.1756342
Error
218
87.4336796
0.4010719
Corrected Total
238
110.9463643
F Value
Pr > F
2.93
<.0001
R-Square
Coeff Var
Root MSE
K Mean
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Na Mean
0.236889
93.09339
0.230544
0.247649
0.211928
119.7046
0.633302
0.529054
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Source
DF
Type I SS
Type I SS
Treat
3
1.40054311
0.46684770
8.78
<.0001
Treat
3
7.03944526
Location
14
1.80480950
0.12891496
2.43
0.0035
Location
14
Depth
3
0.39149809
0.13049936
2.46
0.0640
Depth
Source
DF
Treat
Mean Square
F Value
Pr > F
2.34648175
5.85
0.0007
14.00034354
1.00002454
2.49
0.0026
3
2.47289591
0.82429864
2.06
0.1071
F Value
Pr > F
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Source
DF
Type III SS
Mean Square
3
1.39906294
0.46635431
8.77
<.0001
Treat
3
7.01602464
2.33867488
5.83
0.0008
Location
14
1.80604076
0.12900291
2.43
0.0035
Location
14
13.94217863
0.99586990
2.48
0.0028
Depth
3
0.39149809
0.13049936
2.46
0.0640
Depth
3
2.47289591
0.82429864
2.06
0.1071
Keterangan : F < α 0.05 adalah berbeda nyata; F > α 0.05 adalah tidak berbeda nyata.
145
Lampiran 6. Uji Lanjutan (LSD) Residu Unsur Hara dari Contoh Tanah Tailing pada Percobaan Simulasi (Program SAS untuk Uji Lanjutan LSD)
pH H2O
pH KCl
EC
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Mean Square
0.213157
Error Mean Square
0.267434
Error Mean Square
23065.86
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Least Significant Difference
0.1665
Least Significant Difference
0.1865
Least Significant Difference
54.766
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
A
7.84433
60
75-100cm
A
7.82233
60
50-75cm
7.58950
60
25-50cm
7.28475
59
0-25cm
B C
Harmonic Mean of Cell Sizes
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
A
8.03400
60
A
7.98983 B C
59.74684
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
75-100cm
A
397.08
60
25-50cm
60
50-75cm
A
394.03
59
0-25cm
7.72867
60
25-50cm
A
391.10
60
75-100cm
7.31492
59
0-25cm
A
368.63
60
50-75cm
146
C-organik
KTK
KB
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
217
Error Mean Square
0.246667
Error Mean Square
48.67771
Error Mean Square
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
Least Significant Difference
0.1791
Least Significant Difference
2.5159
Least Significant Difference
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684 Harmonic Mean of Cell Sizes
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
A
0.49220
59
A
0.36033
B B
B
Means with the same letter are not significantly different. Mean
N
Depth
0-25cm
A
3.314
59
60
50-75cm
A
3.223
0.31200
60
75-100cm
A
0.28100
60
25-50cm
A
1.97096 0 59.4958
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
t Grouping
0
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
0-25cm
A
100.0
59
0-25cm
60
75-100cm
A
100.0
60
25-50cm
1.362
60
25-50cm
A
100.0
60
50-75cm
1.302
60
50-75cm
A
100.0
59
75-100cm
147
Ca
Na
K
Mg
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Degrees of Freedom
218
Error Mean Square
9.015743
Error Mean Square
0.101397
Error Mean Square
0.053151
Error Mean Square
0.401072
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Critical Value of t
1.97091
Least Significant Difference
1.0827
Least Significant Difference
0.1148
Least Significant Difference
0.0831
Least Significant Difference
0.2284
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
Harmonic Mean of Cell Sizes
59.74684
59.74684
Harmonic Mean of Cell Sizes
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
N
Depth
0.69636
59
0-25cm
0.52997
60
25-50cm
t Grouping
A
10.6298
60
75-100cm
A
10.3349
60
50-75cm
A
9.7238
60
25-50cm
C
0.32653
60
50-75cm
B
8.1497
59
0-25cm
C
0.29288
60
75-100cm
B
B
A
Mean
Means with the same letter are not significantly different.
B
Mean
N
Depth
A
0.28683
60
25-50cm
A
0.26885
59
0-25cm
A
0.25462
60
0.18065
60
Means with the same letter are not significantly different. t Grouping
Mean
N
Depth
A
0.6503
60
25-50cm
B
A
0.6049
60
50-75cm
50-75cm
B
A
0.4621
59
0-25cm
75-100cm
B
0.3977
60
75-100cm
148
Lampiran 7. Penentuan Horison Permukaan (Epipedon) Berdasarkan Soil Survey Staff (1999; 2006)
Profil Pewakil
Kedalaman (cm)
Persyaratan Epipedon Mollik 1
Epipedon
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Area Suksesi (Mile 28 - Mile 25) PS-1
0-9
+
+
-
+
-
+
-
-
+
+
+
Okhrik
PS-2
0-6; 6-13
+
-
-
+
+
+
+
-/+
+
+
+
Okhrik
PS-3
0-5; 5-17
+
-
-
+
+
+
+
-/+
+
+
+
Okhrik
PS-4
0-10; 10-19
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
Okhrik
PS-5
0-10; 10-24
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
Okhrik
Area Reklamasi (Mile 28 - Mile 21) I/PR-4
0-10
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Okhrik
I/PR-6
0-8
+
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
Okhrik
I/PR-8
0-8
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
Okhrik
II/PR-1
0-10; 10-19
+
-
+
+
-
+
-
+
+
+
+
Okhrik
III/PR-2
0-8
+
-
+
+
+
+
-
-
+
+
+
Okhrik
IV/PR-5
0-5; 5-9
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
Okhrik
V/PR-3
0-15
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Okhrik
VI/PR-7
0-5-10-20
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Okhrik
VI/PR-9
0-8
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
Okhrik
VI/PR-10
0-10
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Okhrik
Mile 21.5
0-9-13
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Okhrik
Mile 21
0-7
+
-
-
+
+
+
+
-
+
+
+
Okhrik
+
+
-
+
+
-
+
-
+
+
+
Okhrik
Profil Pembanding(Mile 38) KK-5
0-8
Keterangan : Krieteria Epipedon Mollik (1 - 11), lihat pada Halaman 151. + adalah memenuhi kriteria Epipedon Mollik - adalah tidak memenuhi kriteria Epipedon Mollik
149
Lampiran 8. Penentuan Horison Bawah Penciri Berdasarkan Soil Survey Staff (1999; 2006) Profil Pewakil
Persyaratan Horison Bawah Penciri Argillik Kambik
Kedalaman (cm)
Horison
1
2
3
4
5
6
7
8
Area Suksesi (Mile 28 - Mile 25) PS-1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PS-2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PS-3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PS-4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PS-5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Area Reklamasi (Mile 28 - Mile 21) I/PR-4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
I/PR-6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
I/PR-8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
II/PR-1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
III/PR-2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
IV/PR-5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
V/PR-3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
VI/PR-7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
VI/PR-9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
VI/PR-10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mile 21.5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mile 21
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+/-
+
+
Kambik
Profil Pembanding (Mile 38) KK-5
8-22; 22-38
Keterangan : Krieteria Horison Argillik (1 - 3) dan Horison Kambik (4 - 8), lihat pada Halaman 151. + adalah memenuhi kriteria Horison Bawah Penciri - adalah tidak memenuhi kriteria Horison Bawah Penciri.
150
Keterangan untuk kriteria penentuan Epipedon dan Horison Bawah Penciri dari Lampiran 7 dan 8 adalah sebagai berikut : Epipedon Mollik memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Tidak massive dan keras atau sangat keras ketika kering; 2. Warna value lembab ≤ 3; 3. Warna value kering ≤ 5; 4. Warna kroma lembab ≤ 3; 5. Warna value sedikitnya 1 unit gelap atau kroma 2 unit atau kurang dibandingkan horison C (kering atau lembab); 6. Kejenuhan Basa ≥ 50% (NH4OAc, pH 7 ); 7. C-organik ≥ 0.6% atau bahan organik 1% atau > 1.644%; 8. Ketebalan ≥ 10 cm atau ≥ 18 cm atau ≥ 25 cm, tergantung pada karakteristik profil tanah lain; 9. P2O5 larut dalam 1% asam sitrat < 250 mg/kg; 10. Beberapa bagian dari ekosistem adalah lembab ≥ 3 bulan dari kumulatif 1 tahun, > 7 bulan atau 10 tahun pada waktu lama, temperatur tanah pada kedalaman 50 cm adalah ≥ 5 oC bila tidak diirigasi; 11. n-value < 0.7 (> 0.7 belum matang). Horison Argillik (Bt) merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi daripada bahan tanah yang terletak di atasnya. Horison Bt menunjukkan adanya gejala iluviasi liat. Beberapa kriteria umum adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan liat di dalam jarak vertikal ≤ 30 cm; 2. Ketebalan minimal 7.5 cm atau sekurang-kurangnya 1/10 jumlah ketebalan semua horison yang terletak di atasnya; 3. Bila horison argilik termasuk kelas ukuran partikel berpasir, atau skeletal berpasir, maka ketebalannya ≤ 15 cm. Horison Kambik (Bw) merupakan horison yang terbentuk sebagai hasil proses alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan atau hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut. Beberapa kriteria umum adalah sebagai berikut : 4. Tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau lebih halus; 5. Memiliki struktur tanah atau tidak memiliki struktur batuan pada > ½ volume tanah; 6. Warna tidak berubah saat terbuka di udara. Warna dominan lembab pada permukaan ped atau di dalam matriks value ≤ 3 (kroma 0) atau value ≥ 4 (kroma ≤ 1) atau value dan kroma ≤ 2, dan terdapat redoks; 7. Tidak memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan epipedon anthropik, histik, folistik, melanik, plagen atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horison argillik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, plakik, atau spodik; 8. Kedalaman lapisan bawah dari permukaan tanah ≥ 25 cm.
151
Lampiran 9. Deskripsi Profil Tanah di Area Suksesi, ModADA, PTFI - Timika Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk Lapisan/Horison
: PS-1 : Typic Endoaquent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 8 Juli 2005 : Mile 28 (MA-220) : Sedang-lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : Phragmites karka, Ficus adenosperma, Ficus copyosa, Pteris sp. : Aluvial Kedalaman (cm)
Uraian
Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) berlapis, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), coklat gelap (10YR 3/3), sedikit, kecil, baur, jelas, basah, lempung berpasir, halus, medium, remah (lemah), lepas, tidak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) basah, kelabu gelap (2.5Y 4/0) berlapis sedikit, pasir, kasar, remah, lepas, belum berkembang, perakaran halus dan ACg 9 - 21 kasar sedang, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/4), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), pasir, medium, kasar, remah, lepas, perakaran halus ACg2 21 - 26 dan kasar sedang, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/4), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), pasir, kasar, belum berkembang, remah, lepas, perakaran halus ACg3 26 - 28 dan kasar banyak, jelas dan bergelombang; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, pasir, remah, lepas, perakaran halus dan kasar ACg4 28 - 50 banyak. Keterangan : dpt = dari permukaan tanah; hijau pudar = olive Ag
0-9
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk Lapisan/Horison
: PS-2 : Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik : 26 April 2005 (Cuaca : Cerah/Panas) : Mile 27 (MA-180) : Sedang-sangat lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : P.karka, Pteris sp., C.equisetifolia, Pandanus sp., Alstonia sp. : Aluvial Kedalaman (cm)
Ag
0-6
Ag2
6 - 13
ACg
13 - 19
ACg2
19 - 32
ACg3
32 - 43
ACg4
43 - 60
Uraian Coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) lembab dan basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, kecil, bercak baur, jelas, bercampur perakaran Phragmites karka halus banyak, lempung, remah, perkembangan struktur lemah, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata, berombak kecil; Coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, kecil, bercak, baur, jelas, debu, remah, lemah, lekat, plastis, perakaran halus dan kasar sedang, banyak, jelas dan rata, berombak kecil; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, kecil, bercak, baur, jelas, debu (liat sedikit), remah, lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedang, banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), biasa, sedang, jelas, debu (pasir sangat halus), remah, lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedang, banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) basah, debu (pasir sangat halus), remah, lepas, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedang, banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) basah, lempung berdebu, remah, lepas, lekat, plastis, terdapat air tanah, perakaran halus dan kasar sedang, banyak.
152
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: PS-3 : Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik : 27 April 2005 (Cuaca : Cerah/Panas) : Mile 27 (MA-175) : Sedang-sangat lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : P.karka, Ficus sp, Imperata cylindrica, Pandanus sp. : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
Ag
0-5
ACg
5 - 17
ACg2
17 - 22
ACg3
22 - 30
ACg4
30 - 50
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi
Bahan Induk
Uraian Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu hijau pudar (5Y 4/2) basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, biasa, kecil, sedang, jelas, lempung berdebu, halus, perkembangan struktur lemah, remah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, coklat kekuningan (10YR 5/8), sedikit, biasa, kecil, sedang, jelas, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) basah, coklat kekuningan (10YR 5/8), sedikit, kecil, sedang, jelas, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) basah, bahan mineral pasir kuning hijau pudar (5Y 6/6), debu, halus, medium, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perkaran kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) basah, lempung (dominan pasir), medium, remah, lepas, belum berkembang, terdapat air tanah, perakaran kasar banyak.
: PS-4 : Typic Endoaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik : 6 Juli 2005 (Cuaca : Mendung) : Mile 26 (MA-170) : Lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : P. karka, Paku-pakuan, Palma, Nuclea papuana, Timonius timon, Ficus armiti Mig., Ficus endosperma, Sterculia sp., Macuranga mappa, Glohidion macrocarpa. : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
Ag
0 - 10
Ag2
10 - 19
Ag3
19 - 28
Ag4
28 - 35
Cg
35 - 50
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1), hijau pudar (5Y 4/4), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6) basah, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus banyak, jelas dan rata; Kelabu hijau pudar (5Y 4/2), kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6) basah, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 3/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 4/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2), coklat kekuningan (10YR 5/6), coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, jelas, basah, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0; 5Y 3/1), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6), coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, kecil, jelas, basah, lempung, halus, remah, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) basah, pasir, kasar, lepas, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis.
153
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah
: PS-5 : Typic Endoaquent, Berlempung halus, Campuran, Isohipertermik : 8 Juli 2005 : Mile 25 (MA-160) : Sedang-lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : P.karka, Glohidion macrocarpa, Ficus armiti Mig., Nuclea orientalis, Imperata cylindrica. : Aluvial
Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
Ag
0 - 10
Ag2
10 - 24
ACg
24 - 38
ACg2
38 - 50
Uraian Coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2), coklat hijau pudar (2.5Y 4/4), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) basah, berdebu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata hingga bergelombang; Coklat hijau pudar (2.5Y 4/4), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/4), kelabu gelap (2.5Y 4/0) basah, berdebu, halus, remah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar banyak hingga sedang, jelas dan rata hingga bergelombang; Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2), hijau pudar (5Y 5/3) basah, lempung berdebu, halus, remah, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar banyak hingga sedang, jelas dan rata hingga bergelombang; Kelabu gelap (5Y 4/1) bercampur hijau pudar (5Y 5/3), mineral pasir kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), kecil, biasa, baur, jelas, basah, pasir, kasar, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit.
Keterangan : dpt = dari permukaan tanah
154
Lampiran 10. Deskripsi Profil Tanah di Area Reklamasi, ModADA, PTFI-Timika
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk Lapisan/Horison
: I/PR-4 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 1 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 28 : Baik : Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia : Aluvial Kedalaman (cm)
Ap
0 - 10
AC
10 - 14
C
14 - 27
C2
27 - 42
C3
42 - 50
C4
50 - 76
C5
76 - 89
C6
89 - 96
C7
96 - 103
C8
103 - 115
C9
> 115
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1), kuning hijau pudar (5Y 6/6) lembab dan kering, bahan magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, agak halus, remah (lemah), lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1), kuning (5Y 7/6) lembab dan kering, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, agak halus, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1), coklat gelap (7.5YR 4/4), sedikit, kecil, baur, lembab dan kering, pasir berlempung, kasar, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan kering, pasir, kasar, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), mineral kuning (mengkilap) (5Y 7/6) lembab dan kering, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, sedang hingga besar, nyata berlapis, pasir berlempung, agak halus, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1), mineral kuning (5Y 7/6) (kuning dan putih mengkilap) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, kerikil dan batu kecil, sedang dan besar, banyak, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, baur, pasir berlempung, agak halus, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, baur, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, baur, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), mineral kuning (5Y 7/6) (kuning dan putih mengkilap) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, baur, pasir, kasar, kerikil kecil sedikit, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, baur, pasir, agak halus, lepas.
155
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: I/PR-6 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 4 April 2005 (Cuaca : Mendung-Hujan) : Mile 28 : Baik : Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-8
AC
8 - 12
AC2
12 - 15
AC3
15 - 20
AC4
20 - 28
C
28 - 31
C2
31 - 42
C3
42 - 48
C4
48 - 57
C5
57 - 76
C6
76 - 85
C7
85 - 91
C8
91 - 101
C9
101 - 114
C10
114 - 125
C11
> 125
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1), dekat perakaran tanaman coklat gelap (10YR 4/3), magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab dan basah, sedikit, kecil, baur, pasir, agak halus, remah, perkembangan struktur lemah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), sedikit, kecil, baur, pasir berlempung, agak halus, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata; Matriks kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur, pasir berlempung, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan tidak teratur; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, pasir kuning (5Y 7/6), magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur, pasir, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), sedikit, kecil, baur, pasir, bercak, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata; Matriks magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, besar, nyata berlapis, kelabu gelap (5Y 4/1), kuning pucat (5Y 7/4) lembab dan basah, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), kuning (5Y 7/6) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, sedang, nyata berlapis, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, banyak, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1), kuning (5Y 7/6) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, sangat kasar, kerikil, batu berukuran kecil hingga sedang, sedang, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1), kuning (5Y 7/6) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, sedang, nyata, pasir, agak kasar, kerikil kecil, sedikit, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, pasir berlempung, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, kerikil kecil, sedikit, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), kuning pucat (5Y 7/4) lembab dan basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, kerikil hingga batu kecil, sedang, lepas.
156
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Lokasi Tanggal Pengamatan Drainase Vegetasi Bahan Induk
: I/PR-8 : Aquic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : Mile 28 : 5 April 2005 (Cuaca : panas) : Baik - lambat (kedalaman air tanah < 80 cm dpt) : Casuarina equisetifolia, Metroxylon sago : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-8
AC
8 - 26
C (a)
8 - 15 (a)
C2 (b)
15 - 26 (b)
C3
26 - 32
C4
32 - 41
C5
41 - 48
C6
48 - 54
C7
54 - 64
Cg
64 - 79
Cg2
> 79
Uraian Kelabu hijau pudar (5Y 4/2), kelabu hijau pudar gelap (5Y 3/2) kering dan lembab, coklat kekuningan (10YR 5/6), biasa, sedang, nyata, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) kecil, sedikit, baur, lempung, halus, remah, perkembangan struktur lemah, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, medium, remah, lepas, belum berkembang, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, kasar, lepas, belum berkembang, jelas dan terputus hingga tidak teratur; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, medium dan kasar, lepas, belum berkembang, jelas dan terputus hingga tidak teratur; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, medium, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata berlapis, lempung berpasir, medium, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, medium, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kerikil kecil, lepas, sangat kasar, jelas dan tidak teratur; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, medium, lepas, jelas dan tidak teratur; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, lepas, jelas dan tidak teratur; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, medium, lepas, kasar, tidak lekat, tidak plastis, terdapat air tanah.
157
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: II/PR-1 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 30 Maret 2005 (Cuaca : Panas) : Mile 27 : Baik : Pometia pinata, Casuarina equisetifolia : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
Ap
0 - 10
A2
10 - 19
A3
19 - 28
C
28 - 57
C2
57 - 62
C3
62 - 74
C4
> 74
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, bahan organik coklat kekuningan gelap (10YR 4/6), sedikit, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, remah, perkembangan struktur lemah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, berangsur dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, berangsur dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat gelap (7.5YR 4/4), sedikit, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang hingga besar, nyata berlapis, pasir, remah, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, kerikil hingga batu kecil sedang, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat gelap (7.5YR 4/4), sedikit, magnetik hitam (2.5Y 2/0) biasa, banyak, sedang, besar, nyata berlapis, pasir, lepas, berangsur dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, lepas, berangsur dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, banyak, sedang hingga besar, nyata berlapis, pasir, lepas.
: III/PR-2 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 30 Maret 2005 (Cuaca : Panas-Mendung menjelang hujan) : Mile 27 : Baik - lambat (kedalaman air tanah < 88/94 cm dpt) : Alley Cropping (Lamtoro-Kaliandra-Turi-Sengon-Gamal), Casuarina equisetifolia, Coconat nucifera : Aluvial
Bahan Induk Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
AC
0-8
C
8 - 10
C2
10 - 15
C3
15 - 24/26
C4
24/26 - 43/52
C5
43/52 - 53/79
C6
53/79 - 76/94
C7
76 - 88/94
Cg
> 88/94
Uraian Kelabu (5Y 5/1) lembab, coklat gelap (10YR 3/3), magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir berlempung, remah, perkembangan struktur lemah, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), sedikit, kecil, berlapis dan baur, pasir berlempung, medium, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, besar, nyata, pasir, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat kuat (7.5 YR 4/6), magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, kerikil kecil, sedikit, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, jelas berlapis, lempung, batu kecil, sedikit, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1) lembab, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), biasa, sedang, baur, pasir, medium, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, jelas, pasir, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), pasir kuning (5Y 7/6; 5Y 7/8), biasa, sedang, jelas, pasir, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1) basah, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, baur hingga jelas, pasir, sangat kasar, kerikil kecil hingga sedang, batu kecil, lepas, terdapat air tanah.
158
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: IV/PR-5 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 4 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 27 : Baik : King grass, Casuarina equisetifolia : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0 - 4/5
A2
4/5 - 5/9
AC
5/9 - 14/12
AC2
14/12 - 17/16
AC3
17/16 - 22/27
AC4
22/27 - 28/30
C
28/30 - 38/44
C2
38/44 - 50/51
C3
50/51- 60/57
C4
60/57 - 65/71
C5
65/71 - 68/81
C6
68/81 - 79/120
C7
79/120 - 121/130
C8
121/>130 - 130
C9
130 - 145
C10
> 145
Uraian Kelabu sangat gelap (5Y 3/1), kelabu hijau pudar gelap (5Y 3/2) lembab dan kering, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, remah, perkembangan struktur lemah, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu sangat gelap (5Y 3/1), kelabu hijau pudar gelap (5Y 3/2) lembab dan kering, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan kering, coklat kekuningan (10YR 5/8) sedikit, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, sedikit, nyata, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat kekuningan (10YR 5/8), mineral pasir kuning (5Y 7/6), magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, sedang, nyata, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat gelap (10YR 4/3), magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), sedikit, sedang, nyata, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 5/1) lembab, coklat gelap (10YR 4/3), magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, sedang, nyata berlapis, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan tidak beraturan; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), banyak, besar, nyata berlapis, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6), magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, kerikil, batu kecil dan besar sedang, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir, kasar, kerikil, batu sedang dan besar sedang, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas.
159
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk Penggunaan Lahan
: V/PR-3 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 1 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 27 : Baik : Leucaena leucocephala, Casuarina equisetifolia : Aluvial : Pupuk organik diberikan pada tahun 2001
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
Ap
0 - 12/15
AC
12/15 - 18/19
C
19 - 32
C2
32 - 42
C3
42 - 50
C4
50 - 55
C5
55 - 63
C6
63 - 85
C7
85 - 95
C8
95 - 118
C9
> 118
Uraian Kelabu hijau pudar gelap (5Y 3/2), coklat kelabu gelap (10YR 4/3) lembab dan kering, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, remah, lemah, belum berkembang, lepas, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), biasa, sedang, nyata, pasir, remah, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, pasir, kasar, kerikil hingga batu kecil sedang, banyak, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), banyak, besar, nyata berlapis, pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata, pasir, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, pasir, kasar, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, baur, pasir, kasar, kerikil hingga batu kecil, sedang, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, pasir, kasar, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), sedikit, kecil, baur, pasir, lepas.
160
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: VI/PR-7 : Aquic Udorthent, Berlempung kasar, Campuran, Isohipertemik : 5 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 27 : Baik-sedang/lambat : Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A(p)
0-5
A2
5 - 10
A3
10 - 20
AC
20 - 29
AC2
29 - 35
C
35 - 48
C2
48 - 68
C3
68 - 75
C4
75 - 81
C5
81 - 88
C6
88 - 97
C7
97 - 112
Cg
> 112
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 31/) kering, coklat kekuningan (10YR 5/8) sedikit, kecil, baur, lempung berpasir, pasir sedikit, remah, perkembangan struktur lemah, medium hingga halus, sangat gembur, lepas, perakaran halus dan kasar (Phragmites karka) sedang, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) kering dan lembab, coklat gelap (10YR 4/3) sedikit, kecil, baur, lempung berdebu (pasir halus sedikit), medium hingga halus, remah hingga sangat gembur, lemah, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1; 5Y 4/1), kelabu gelap (2.5Y 2/0) lembab, coklat kekuningan (10 YR 5/6; 10YR 5/8) berlapis banyak, besar, nyata, lempung berdebu, medium dan halus, remah, lemah, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), hijau pudar (5Y 5/6), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat kekuningan (10YR 5/6) lembab, biasa, sedang, nyata, pasir berlempung, medium hingga kasar, remah, gembur, lemah, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu hijau pudar (5Y 4/2), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir berlempung, medium, remah, gembur, lemah, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu hijau pudar (5Y 5/2), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir berlempung, medium hingga kasar, gembur, lepas, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu hijau pudar (5Y 5/2), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir, kasar, gembur, lepas, perakaran kasar sedang, jelas dan berombak; Kelabu hijau pudar (5Y 5/2), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir berlempung, medium, gembur, lepas, perakaran kasar sedang, jelas dan berombak; Hijau pudar (5Y 5/3), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir berlempung, medium hingga kasar, gembur, lepas, perakaran halus sedang, jelas dan berombak; Kelabu hijau pudar (5Y 5/2), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab, pasir berlempung, medium hingga kasar, gembur, lepas, perakaran kasar sedang hingga sedikit, jelas dan berombak; Kelabu hijau pudar (5Y 5/2), kelabu gelap (5Y 4/1), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), hitam (2.5Y 2/0) lembab, pasir berlempung, medium hingga kasar, gembur, lepas, perakaran kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu (5Y 5/2), mineral magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab dan basah, lempung berpasir, medium hingga kasar, lepas, gembur, perakaran kasar sedikit, jelas dan sedikit berombak; Kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) lembab dan basah, lempung berdebu, medium hingga kasar, tidak lekat, tidak plastis, lepas, perakaran kasar sedikit.
161
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi Bahan Induk
: VI/PR-9 : Typic Udorthent, Berpasir, Campuran, Isohipertermik : 6 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 26 : Baik - sedang : Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia : Aluvial
Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-8
C
8 - 13
C2
13 - 18
C3 (a)
18 - 29
C3 (b)
29 - 37
C4
29 - 44
C5
44 - 48
C6
48 - 52
C7
52 - 61
C8
61 - 68
C9
68 - 76
C10
76 - 81
C11
81 - 90
C12
90 - 100
C13
100 - 112
C14
112 - 129
C15
> 129
Uraian Kelabu sangat gelap (5Y 3/1) kering, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur, pasir, medium, remah, perkembangan struktur lemah, perakaran tidak ada, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) kering, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0) sedikit, kecil, nyata berlapis, pasir, lepas, belum berkembang, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) kering dan lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang, nyata berlapis, mineral pasir kuning (5Y 7/6), pasir, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) kering dan lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, sedang, nyata berlapis, pasir, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit hingga biasa, kecil hingga sedang, nyata berlapis, pasir, lepas, jelas dan terputus; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu hijau pudar (5Y 4/2) kering dan lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), biasa, sedang hingga banyak, nyata berlapis, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) kering dan lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, sedang, nyata berlapis, pasir, lepas, jelas dan terputus; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur dan berlapis, pasir, medium, lepas, jelas dan terputus; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, pasir, kasar, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, sedang, baur dan berlapis, mineral pasir kuning (5Y 7/6), pasir, kasar, kerikil dan batu kecil, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur dan berlapis, mineral pasir kuning (5Y 7/6), pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0) sedikit, kecil, baur dan berlapis, pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Matriks hitam dominan mineral magnetik (2.5 Y 2/0) lembab, banyak, besar, nyata dan berlapis padat, teguh, mineral pasir kuning (5Y 7/6), sedikit hingga sedang, kelabu (5Y 5/1) sedikit, pasir, medium, teguh hingga lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur, bercak, pasir, medium, lepas, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur, bercak, pasir, kasar, kerikil hingga batu besar, sedikit, lepas, jelas dan berombak; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, baur dan berlapis, pasir, medium, lepas, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, mineral magnetik hitam (2.5Y 2/0), sedikit, kecil, nyata dan berlapis, pasir, medium hingga kasar, lepas.
162
Pofil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi
: VI/PR-10 : Aquic Udorthent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertemik : 6 April 2005 (Cuaca : panas) : Mile 26 - 25 : Sedang-lambat (kedalaman air tanah < 68 cm dpt) : Calopogonium muconoides, Casuarina equisetifolia, Phragmites karka, Mimosa pudica : Aluvial
Bahan Induk Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A(p)
0 - 10
AC
10 - 22
AC2
22 - 27
AC3
27 - 29
AC4
29 - 39
AC5
39 - 43
C
43 - 48
C2
48 - 53
C3
53 - 59
C4
59 - 68
Cg
> 68
Uraian Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1) lembab, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4; 10YR 4/6), magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), debu, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, gembur, agak teguh, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata-berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4) bercak, banyak, sedang, jelas, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), sedikit, kecil, jelas berlapis, debu, remah, masif, belum berkembang hingga lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan rata hingga berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat gelap (7.5YR 4/4) bercak, biasa, sedang, jelas, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), lempung berdebu, remah, masif, belum berkembang hingga lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, coklat gelap (7.5YR 4/4) bercak, biasa, sedang, jelas, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), lempung, remah, masif, belum berkembang hingga lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat gelap (7.5YR 4/4), coklat kuat (7.5YR 4/6), banyak, sedang, jelas, debu, remah, masif, belum berkembang hingga lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), kelabu hijau pudar (5Y 5/2) lembab, coklat gelap (7.5YR 4/4), sedikit, kecil, jelas, debu, remah, masif, belum berkembang hingga lemah, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat gelap (7.5Y 4/4), biasa, kecil, jelas, lempung berdebu (pasir halus), masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (5Y 4/1) lembab, magnetik hitam (2.5Y 2/0), coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, jelas, lempung berdebu, masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (2.5Y 4/0) lembab dan agak basah, kelabu hijau pudar (5Y 4/2), magnetik hitam (2.5Y 2/0), coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, jelas, lempung berdebu (pasir halus), masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (10YR 4/1) lembab dan agak basah, magnetik kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, jelas hingga baur, debu, masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, jelas dan berombak; Kelabu gelap (N4/0; 5Y 4/1) basah, magnetik kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), setelah teroksidasi coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, baur hingga agak jelas, lempung berdebu, masif, belum berkembang, agak lekat, agak plastis, perakaran halus dan kasar sedikit, terdapat air tanah.
163
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi
: Mile 21.5 : Typic Epiaquent, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik : 4 Juli 2005 (Cuaca : Cerah/Panas) : Mile 21.5 (Nauclea papua dominan), Area Konservasi Hutan Alam sekunder : Sedang-sangat lambat (kedalaman air tanah < 60 cm dpt) : Nauclea papuana, Ficus adenosperma, Premna corimbossa, Widelia biflora, Phragmites karka, Pteris sp. : Aluvial : 10 Tahun
Drainase Vegetasi Bahan Induk Waktu tidak aktif Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-9
AC
9 - 13
ACg
13 - 19
Cg2
19 - 30
Cg2
30 - 37
Cg3
37 - 45
Cg4
45 - 55
Cg5
> 55
Uraian Coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2), kelabu hijau pudar (5Y 4/2) lembab dan basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, baur, debu, halus, remah, lemah, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu hijau pudar (5Y 4/2) basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), sedikit, kecil, baur, debu, halus, remah, masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan rata; Kelabu hijau pudar (5Y 4/2), kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), biasa, sedang, jelas, debu, halus, remah, masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedang, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1) basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4; 10YR 3/4), banyak, besar, jelas, debu, halus, masif, belum berkembang, agak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0) basah, coklat kekuningan gelap (10YR 3/4), biasa, sedang, jelas, debu, halus, masif, agak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) basah, coklat kekuningan (10YR 5/6), coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit hingga sedang, kecil, jelas, debu, halus, masif, agak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2) basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4; 10YR 4/6), sedikit, kecil, baur hingga jelas, debu, halus, masif, agak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedikit, jelas dan rata; Kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kekelabuan gelap (2.5Y 4/2), hijau pudar (5Y 5/4), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6) basah, debu, halus, masif, agak lekat, tidak plastis, terdapat air tanah.
164
Profil Pewakil Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi
: Mile 21 : Typic Epiaquent, Berlempung kasar, Campuran, Isohipertermik : 4 Juli 2005 (Cuaca : Cerah/Panas) : Mile 21 (Timonius timon : dominan) : Sedang-sangat lambat (kedalaman air tanah < 50 cm dpt) : Glochidion macnocarpa, Sterculia sp., Ficus armiti Mig., Premna corymbossa, Phragmites karka, Sacharum sp., Imperatacylindrica, Pandanus sp. : Aluvial : 10 Tahun
Bahan Induk Waktu tidak aktif Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-7
AC
7 - 12
C
12 - 19
Cg
19 - 35
Cg2
35 - 50
Uraian Kelabu gelap (2.5Y 4/0), coklat kelabu gelap (2.5Y 4/2) lembab dan basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, baur, perakaran rumput dan vegetasi banyak, lempung berdebu, medium, remah, lemah, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) lembab dan basah, coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), sedikit, kecil, baur, lempung berdebu, medium, remah, lemah, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis, perakaran halus dan kasar sedang, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), kelabu sangat gelap (5Y 3/1), mineral pasir kuning hijau pudar (5Y 6/6), berlapis dengan kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), hitam (2.5Y 2/0), coklat kekuningan (10YR 5/6), coklat kelabu sangat gelap (10YR 3/2), lunak, mudah hancur, lembab dan basah, pasir, medium hingga kasar, lepas, belum berkembang, tidak lekat, tidak plastis, perakaran kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu (5Y 5/1), kelabu gelap (5Y 4/1) basah, kelabu sangat gelap (2.5Y 3/0), mineral pasir hijau pudar pucat (5Y 6/4), kuning (5Y 7/6), biasa, sedang, jelas, pasir, kasar, lepas, tidak lekat, tidak plastis, perakaran kasar banyak, jelas dan rata; Kelabu gelap (5Y 4/1), mineral pasir kuning (5Y 7/6) basah, kuning pucat (2.5Y 8/4) kering, baur dengan matriks, basah, pasir, kasar, lepas, tidak lekat, tidak plastis, perakaran kasar sedikit, terdapat air tanah.
165
Lampiran 11. Deskripsi Profil Tanah Mineral di Area Hutan Kuala Kencana-PTFI Profil Tanah Mineral Klasifikasi Tanah Tanggal Pengamatan Lokasi Drainase Vegetasi
: KK5 : Oxic Dystrudept, Berdebu kasar, Campuran, Isohipertermik : 22 Agustus 2005 (Cuaca : cerah/panas - mendung - hujan) : Hutan Hujan Tropis, Kuala Kencana Mile 38 : Baik : Gireniero, Myristica, Ficus sp., Diyospirus ebecarpa, Malothus sp., Scropya sp. : Aluvial
Bahan Induk Lapisan/Horison
Kedalaman (cm)
A
0-8
ABw
8 - 22
Bw
22 - 38
Bw2
38 - 52
BC
52 - 69
BC2
69 - 83
BC3
83 - 90
Uraian Coklat kekuningan gelap (10YR 4/4), coklat kekelabuan sangat gelap (10YR 3/2) lembab, debu, halus, perkembangan struktur lemah hingga sedang, remah hingga gumpal membulat, agak lekat, agak plastis, perakaran halus sedang dan kasar sedikit, jelas dan rata; Coklat kekuningan (10YR 5/6) lembab, debu, halus, sedang, gumpal membulat, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata; Coklat kekuningan (10YR 5/6) lembab, debu, halus, sedang, gumpal bersudut, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata; Coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/4), coklat hijau pudar (2.5Y 4/4), coklat kekuningan (10YR 5/6) lembab, debu, sedang hingga lemah, gumpal bersudut, masif, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata; Coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/4), hijau pudar pucat (5Y 6/3), coklat kekuningan (10YR 5/6) lembab, debu, halus, lemah, masif, gumpal bersudut, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata; Hijau pudar pucat (5Y 6/4), kuning hijau pudar (2.5Y 6/6), coklat kekuningan (10YR 5/6), coklat kekuningan gelap (10YR 4/6) lembab, debu, halus, masif, gumpal bersudut, agak lekat, agak plastis, jelas dan rata; Hijau pudar (5Y 5/4), coklat hijau pudar terang (2.5Y 5/6), kelabu (2.5Y 5/0), coklat kuat (7.5YR 5/8), coklat kekuningan (10YR 5/6), sedang hingga banyak, lembab, lempung berdebu, halus, masif, gumpal bersudut, agak lekat, agak plastis.
166
Lampiran 12. Bio Data 1. Nama 2. Tempat dan Tanggal lahir 3. Alamat
: Sartji Taberima : Jayapura, 25 Juni 1966 : Kantor : Fakultas Pertanian dan Teknologi UNIPA Jl. Gunung Salju - Amban, Manokwari - Papua 98314. E-mail :
[email protected] : Staf Pengajar :
4. Pekerjaan 5. Pendidikan Nama Universitas
Strata
Periode (tahun)
Program Studi
Universitas Cenderawasih, Manokwari
S1
1985 - 1991
Agronomi
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
S2
1995 - 1998
Ilmu Tanah (Mayor : Klasifikasi Tanah dan Genesis)
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
S3
2003 - 2009
Ilmu Tanah (Mayor : Klasifikasi Tanah dan Genesis)
6. Aktivitas pada Magang dan Kursus : a. b. c. d. e.
f. g.
Kursus Physical Inorganic Chemistry; Sponsor oleh CIDA, Canada pada 10 Agustus 4 September 1992. Universitas Haluoleo, Kendari. Magang Inorganic Chemistry; Sponsor oleh CIDA, Canada pada 7 September - 2 Desember, 1992. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. The 3rd International Training on Sweetpotato Variety Evaluation; Sponsor CIP, pada 1 Mei 2 Juni 1994 di Philipina. Penyelenggara CIP - Philipina. Pelatihan Metode Kimia dan Aplikasinya dalam Penelitian; Sponsor BPPK - SDM Ditjen DIKTI DEPDIKBUD, pada 30 Oktober - 10 Nopember 2001. FMIPA-IPB, Bogor. Short Course : Understanding, Documentation, and Audit Principles ISO 14001 : 2004, 12 16 Desember 2006 di Hotel Sahid Jaya. Penyelenggara pt. P-E International Indonesia, Jakarta. Short Course : Lead Auditors ISO 14001 : 2004, 18 - 22 Desember 2006 di Hotel Mercure. Penyelenggara pt. P-E International Indonesia, Jakarta. Program Sandwich 4 bulan; Sponsor oleh DIKTI, 12 Januari - 15 Mei 2009 di University of Western Australia. (Kegiatan : studi literatur, diskusi mining area WA, dan penulisan artikel).
7. Aktivitas pada Seminar dan Workshop : a. b. c.
Peserta pada Seminar Nasional HITI (Himpunan Ilmu Tanah Indonesia), Desember 1995 di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang. Peserta pada Seminar Save Our Water, 11 Desember 2004. IPB, Bogor. Presentasi Plant Metal Uptake from Soil and Tailings Media (Laporan PT ERM Indonesia PT Freeport Indonesia; Yahya A. Husin, Ari Irawan, Sartji Taberima, Tri Candra Setiawati), Maret 2008 di PTFI, Timika.
167
d.
Peserta pada Seminar dan Workshop : Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Penutupan Tambang, pada 22 Mei 2008 di IPB International Convention Center, Bogor. Penyelenggara Pusat Studi Reklamasi Tambang LPPM Institut Pertanian Bogor.
8. Pengalaman Kerja : a. b. c. d.
Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian, pada 1993 - sekarang, Universitas Cenderawasih Manokwari (2000), saat ini Fakultas Pertanian dan Teknologi, UNIPA Manokwari. Staf PSUS (Pusat Studi dan Ubi-ubian), UNCEN, periode 1993 - 1995, Manokwari. Koordinator Sweetpotato germplasm maintenance program of Irian Jaya highland in Anggi, Manokwari, periode 2000 - 2001, Swiss Project antara PSUS UNCEN dan CIP Bogor. Staf Peneliti PSUS UNIPA, periode 2001 - 2003, Manokwari.
9. Pengalaman Penelitian : a. b. c. d. e.
f. g. h.
i.
j.
k.
Sartji Taberima. Analisis Penggunaan Langsung Tiga Jenis Batuan Phospat pada Tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol), Warmare - Manokwari (Skripsi S1, 1991). Hubertus Matanubun dan Sartji Taberima. Identifikasi Morfologi Ubi Jalar dari Dataran Tinggi, Irian Jaya (Penelitian PSUS-UNCEN, September - Desember 1993). Sartji Taberima. Studi Ekologi Talas (Taro) pada beberapa area di sekitar Manokwari, Irian Jaya (Penelitian PSUS-UNCEN, Desember 1993 - Pebruari 1994). Hubertus Matanubun, Thera Sawor, Sartji Taberima. Eksplorasi germplasm dan etnobotani Sagu di Kabupaten Manokwari (Penelitian PSUS-UNCEN, 1994). Franki A. Paiki, La Musadi, Sartji Taberima. Pembentukan Umbi, Umur Panen, Potensi Hasil dari Kultivar Lokal Ubijalar pada beberapa area di Irian Jaya (Penelitian BBI, 15 Juni 1994 - Maret 1995). Sartji Taberima. Evaluasi Potensi Hasil Klon Ubijalar pada dua tipe ekologi di Irian Jaya (Penelitian PSUS-UNCEN, 1994/1995). Sartji Taberima. Karakteristik Jenis Tanah Sawah di Bogor, Kerawang, Serang, dan Yogyakarta. (Thesis S2, 1998). Hubertus Matanubun, Sartji Taberima, Budi Santoso. Koleksi dan Evaluasi Aksesi Ubijalar dari Dataran Tinggi (1.500 - 1.800 m dpl) di Lembah Baliem, Jayawijaya (Penelitian Kerjasama PSUS-UNIPA dan DINTAN Wamena, 2001/2002). Hubertus Matanubun, Sartji Taberima, Budi Santoso. Koleksi dan Evaluasi Aksesi Ubijalar dari Dataran Tinggi (> 1.800 m dpl) di Lembah Baliem, Jayawijaya (Penelitian Kerjasama PSUS-UNIPA dan DINTAN Wamena, 2002/2003). Frans Wanggai, Hubertus Matanubun, Soemono, Y. S. Budiyanto, Sartji Taberima, Kati Syamsudin, Leo Maturbongs, D.N. Kesaulija, Rusdi Angrianto, Yunus Abdullah, Ery Atmojo, Yolanda Hole, Achmad Rohani, Yohanes Tethol. Studi Kesesuaian Lahan di Dusun Sagu, Nayaro - Timika (Penelitian Kerjasama PSUS-UNIPA dan PT Freeport Indonesia, 2002). Sartji Taberima. Perkembangan Tanah dari Tailing di Area ModADA-PTFI : Aspek Reklamasi dan Suksesi Alami (Penelitian S3, 2005 - 2006).
10. Publikasi
:
a.
Sartji Taberima. 1999. Karakteristik tapak bajak (plow pan) pada jenis-jenis Tanah Sawah. Irian Jaya Agro, Volume 6(2) 1999 : 51- 61. b. Sartji Taberima. 2001. Klasifikasi dan Kesesuaian Lahan di Kebun Percobaan Anggori, Manokwari. Irian Jaya Agro, Volume 8(2) 2001 : 1-6. c. Sartji Taberima. 2001. Karakteristik Morfologi Aksesi Ubijalar dari Dataran Rendah Biak dan Serui. Hyphere, Volume 6(1) 2001 : 1-5. d. Sartji Taberima, Budi Mulyanto, Sudarsono, Basuki Sumawinata, Yahya A. Husin. 2009. Ukuran Partikel dan Karakteristik Tanah yang Berkembang dari Tailing di Area Pengendapan Tailing ModADA (Particle Sizes and Characteristics of Soils Developed on Tailings Deposited Area - ModADA). Jurnal Agrivita. UNIBRAW-Malang. Edisi 2009.
168