PENGARUH TAILING PTFI TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI AJKWA (Status Mutu Air Sungai Ajkwa Menggunakan Metode Storet) Geinessa Irianty, Setyo Sarwanto Moersidik, dan Nyoman Suwartha Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak PTFI, sebagai perusahaan tambang emas dan tembaga, saat ini mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) dengan target produksi harian 240 ribu ton bijih. Hanya 3% dari total bijih yang diolah di pabrik berubah menjadi konsentrat dan sisanya menjadi limbah tambang (tailing). Tailing PTFI dibuang ke Sungai Aghawagon – Ajkwa menuju ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area). Diperlukan status mutu air sungai untuk mengetahui pengaruh tailing terhadap kualitas air Sungai Ajkwa karena sampai saat ini, air sungai dan air sumur masih digunakan sebagai sumber air bersih bagi penduduk Kabupaten Mimika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air Sungai Ajkwa dan beban pencemaran selama periode 2008-2012. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode STORET. Nilai TSS Sungai Ajkwa di setiap stasiun berkisar antara 8-983.000 mg/L dan melampaui baku mutu PP No.82 Tahun 2001 untuk semua kelas air. Parameter lainnya yang tidak memenuhi baku mutu adalah nitrit, sulfat, tembaga, kadmium, mangan, selenium, dan seng. Ada tiga parameter yang berkontribusi paling besar dalam pencemaran Sungai Ajkwa, yaitu TSS (± 99%), mangan (93,14-95,7%), dan sulfat (86,89-93,17%). Tingginya nilai parameter-parameter tersebut berpengaruh pada status mutu air Sungai Ajkwa saat ini, sehingga Sungai Ajkwa tidak dapat dikategorikan ke dalam semua kelas air. Banyaknya sedimen akibat tingginya TSS di Sungai Ajkwa juga menyebabkan pendangkalan sungai dan saat ini ketinggian muka air Sungai Ajkwa berkisar antara 50–1.500 cm. Berdasarkan beban cemaran tertinggi, kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun 2009–2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2011–2012 sebesar 32,909% untuk parameter sulfat, dan tahun 2010–2011 sebesar 20,520% untuk parameter mangan. Kata Kunci : Metode STORET, PTFI, Status Mutu Air, Sungai Ajkwa, Tailing
PTFI’S TAILINGS EFFECT ON WATER QUALITY OF AJKWA RIVER (Water Quality Status of Ajkwa River Using Storet Method) Abstract PTFI, as gold and copper mining company, currently operates the Grasberg open pit and underground DOZ (Deep Ore Zone) mine with a daily production target of 240 thousand tons of ore. Only 3% of the total ore processed at the plant turned into a concentrate and the rest are considered as mine waste (tailings). Freeport tailings are discharged into the Aghawagon-Ajkwa river towards ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area). Water quality status is required to determine the effect of tailings towards water quality in Ajkwa river because until now, the river and deep well are still used as a source of clean water for the people of Mimika. This study aims to determine the status of water quality and pollution load Ajkwa during the 2008-2012 period. The analytical methods used in this study is the STORET method. Ajkwa TSS values at each station ranged between 8-983000 mg/L and exceeded the PP No.82 of 2001 quality standard for all classes of water. Other parameters that do not meet the quality standard is nitrite, sulfate, copper, cadmium, manganese, selenium, and zinc. There are three parameters that contribute the most in Ajkwa pollution, which are TSS (± 99%), manganese (93.14 to 95.7%), and sulfate (86.89 to 93.17%). The high values of these parameters affect the water quality status in Ajkwa nowadays, therefore Ajkwa can not be categorized into all classes of water. Amount of sediment due to high TSS in Ajkwa also cause silting river and the current water level in Ajkwa ranged from 50-1500 cm. Based
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
on the highest contaminant loads, the ability of self-purification at best in Ajkwa occurred in 2009-2010 amounted to 26.141% for TSS parameters, in 2011-2012 amounted to 32.909% for the parameter sulfate, and the years 2010-2011 amounted to 20.520% for manganese parameter. Keywords : Ajkwa River, PTFI, STORET Method, Tailing, Water Quality Status
PENDAHULUAN Saat ini, sungai juga dijadikan alternatif tempat pembuangan limbah oleh berbagai industri pertambangan. Limbah tambang (tailing) umumnya masih mengandung mineral – mineral berharga yang disebabkan karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat dimanfaatkan di industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery) 100%. Secara mineralogi, tailing dapat terdiri dari beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral – mineral tersebut, sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam – garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan (Herman, 2006). Di Indonesia, terdapat beberapa sungai yang dijadikan tempat pembuangan limbah tambang, seperti Sungai Jira di Maluku Utara, Sungai Batang Toru di Sumatera Utara, dan Sungai Ajkwa di Timika. Sungai Ajkwa yang terletak di sebelah timur kota Timika dijadikan tempat pembuangan tailing oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) dengan cara mengalirkan tailing ke Daerah Pengendapan Modifikasi (Modified Ajkwa Deposition Area atau ModADA). Semenjak PTFI melakukan penambangan, sampai saat ini jutaan ton tailing hasil pengolahan telah dibuang, dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988, dan saat ini menjadi 291.000 ton/ hari (Pohan et al., 2007). Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan akibat operasi pertambangan PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Papua dinilai mencapai US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp. 67,5 triliun (kurs Rp. 9000 per US$). Kerugian itu hanya mencakup kerusakan Sungai Ajkwa yang digunakan untuk membawa tailing pertambangan ke daerah pengendapan. Metode pembuangan ini juga dinilai sudah menimbulkan sejumlah masalah, seperti kestasbilan gundukan limbah batuan, pembekapan tanaman yang mengancam kelestarian sejumlah spesies, pencemaran logam berat di perairan sungai dan laut yang akhirnya mengganggu ekologi di muara sungai dan perairan sekitar muara Sungai Ajkwa (Suara Pembaruan, 9 Mei 2006).
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Salah satu dampak pembuangan limbah tailing ke Sungai Ajkwa adalah adanya perubahan kualitas air sungai. Beberapa penyebab perubahan kualitas air adalah masuknya materi polutan ke dalam air permukaan, asupan panas yang disebabkan oleh aliran buangan air limbah dari sumber-sumber pertukaran panas, pengambilan air untuk kepentingan pengolahan air bersih umum maupun aktivitas industri, perubahan pola aliran, perubahan morfologi badan air, dan interaksi kehidupan flora – fauna. Salah satu upaya pengelolaan kualitas air yang penting dilakukan adalah dengan pelaksanaan pemantauan kualitas air dengan menentukan nilai status mutu air sungai yang dapat dilakukan dengan metode STORET (KepmenLH No.115 Tahun 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status mutu air Sungai Ajkwa, menganalisis beban pencemaran tertitinggi yang ditimbulkan akibat pembuangan tailing ke Sungai Ajkwa, dan mengestimasi self purifikasi Sungai Ajkwa berdasarkan beban pencemaran tertinggi. Periode penelitian ini adalah tahun 2008 – 2012. Adapun baku mutu yang dipakai untuk menjadi standar dalam penelitian ini adalah Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu tersebut menjadi acuan terhadap hasil penelitian untuk mengetahui kelas atau golongan kualitas air dan untuk melihat parameter yang mengindikasikan adanya pencemaran yang ditimbulkan oleh tailing terhadap kualitas air sungai.
TINJAUAN TEORITIS Tailing Dilihat dari bentuk fisik dan sumbernya, tailing didefinisikan sebagai adalah gabungan dari bahan padat berbutiran halus (umumnya berukuran debu, berkisar antara 0,001 hingga 0,6 mm) yang tersisa setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang ditambang, serta air hasil pengolahan yang tersisa. Tailing adalah ampas mineral yang terdiri dari 30% fraksi padat dan 70% fraksi cair. Untuk mendapatkan satu gram emas dihasilkan 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing, 5,8 kg emisi beracun lebih dari 260 g timbal; 6 g merkuri dan 3 g sianida serta diperlukan sedikitnya 104 liter air. Tailing yang dihasilkan PTFI bertekstur kental dan pekat, serta bersifat basa. Sifat kimia tanah tailing dicirikan oleh defisiensi unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Kandungan bahan organik pada tailing rendah bahkan nihil, sedangkan kandungan unsur
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
hara makro seperti kalsium (Ca), sulfur (S), dan magnesium (Mg) serta unsur hara mikro seperti besi (fe), seng (Zn), dan tembaga (Cu) tergolong tinggi. Tailing juga mengandung satu atau lebih logam berat yang beracun dan berbahaya (B3) bagi makhluk hidup, antara lain kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Namun, unsur-unsur tersebut umumnya berada dalam bentuk yang belum dapat diserap, khususnya oleh tumbuhan (Pohan, 2007). Status Mutu Air Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan (Pusat Litbang SDA, 2004). Status mutu air juga didefinisikan sebagai tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada aliran sungai yang dilalui oleh tailing, yaitu di dua belas stasiun dengan enam stasiun di dataran tinggi yang merupakan Sungai Aghawagon, yaitu S.110, S.025, #55, #56, #57, #57, dan #58 (Gambar 1) dan enam stasiun di dataran rendah yang merupakan Sungai Ajkwa, yaitu S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan S.263 (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Lingkungan PT. Freeport Indonesia. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012. Pengambilan data dilakukan satu kali di setiap titik sampling yang dilakukan setiap bulan oleh pihak PTFI. Parameter – parameter yang diuji pada setiap pengambilan data adalah pH, total suspended solid (TSS), nitrat, nitrit, sulfat, arsen, kadmium, kromium, tembaga, besi, air raksa, mangan, timbal selenium, dan seng. Analisis Status Mutu Air Pada penelitian ini, metode penentuan status mutu air yang digunakan adalah metode STORET karena penggunaan metode STORET memberikan keuntungan dalam mengetahui baik buruknya kualitas badan air untuk suatu peruntukkan, serta dapat diketahui pula parameter yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu tertentu (Canter, 1977).
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
728000
730000
732000
734000
736000 9548000
9548000
726000
Mill #
S025
S110
#
9546000
#55
9546000
#
9542000
9542000
9544000
9544000
Ridgecamp
Tembagapura
#57 9540000
N
Legenda
Area Proyek PTFI Prasarana
#56 300 0 300 Meters
Sungai Lokasi Sampling Pegunungan Dataran Tinggi Dataran Rendah Daerah Pesisir
#S
Skala 1 : 52.082 2 November 2006
726000
728000
730000
732000
734000
9540000
#58
Lokasi Pemantauan Air Sungai Dataran Tinggi
Hiden Valley
Banti
# # #
736000
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Dataran Tinggi
Sumber : PT. Freeport Indonesia, 2012 680000
700000
720000 #
S225
#
S245
760000
9500000
9500000
#
740000
S130
#
S590# 9480000
#
#
Kamora N
S417.6
#
S325
#
Lokasi Pemantauan Air Sungai Dataran Rendah Legenda
S420
S760
# S261 S262# ##S260 S263 # S264
Area Proyek PTFI Prasarana
#
Sungai
S860
Tipoeka #S Lokasi Sampling
2 0 2 Kilometers
Dataran Tinggi Dataran Rendah Mangrove
Skala: 1 : 362.745 27 September 2006
Ajkwa
LAUT ARAFURA 680000
700000
9460000
9460000
S255
9480000
#
S415
Minajerwi 720000
Mawati
740000
760000
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Dataran Rendah
Sumber : PT. Freeport Indonesia, 2012
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (tahun 2008 – 2012). 2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu), maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai STORET
Parameter Jumlah
Nilai
Fisika
Kimia
Biologi
< 10
Maksimum Minimum Rata-rata
-1 -1 -3
-2 -2 -6
-3 -3 -9
≥ 10
Maksimum Minimum Rata-rata
-2 -2 -6
-4 -4 -12
-6 -6 -18
Sumber : Center (1997) Catatan : Jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kategori, yaitu : 1) Kategori A : baik sekali, skor = 0
memenuhi baku mutu
2) Kategori B : baik, skor = -1 s/d -10
cemar ringan
3) Kategori C : sedang, skor = -11 s/d -30
cemar sedang
4) Kategori D : buruk, skor ≥ 31
cemar berat
Analisis Beban Pencemaran dan Daya Tampung Analisis beban pencemaran sungai dapat dianalisis dengan perhitungan langsung debit sungai dan konsentrasi parameter yang diukur, berdasarkan persamaan berikut : BP = C x D x f Keterangan : BP
: Beban pencemaran yang masuk dari sungai (ton/bulan)
C
: Konsentrasi limbah (mg/L)
D
: Debit air sungai (m3/detik)
f
: Faktor konversi (3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6)
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
(1)
Analisis daya tampung sungai sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai berikut : DT = Q x BMA x R
(2)
Keterangan : DT
: Daya tampung (ton/bulan)
Q
: Debit aliran air sungai (m3/detik)
BMA : Baku Mutu Air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 R
: Faktor konversi (3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6) Dalam Gambar 3, terlihat segmen – segmen yang akan dihitung beban
pencemarannya. Segmen dibuat agar dapat mempermudah analisis beban cemaran terhadap jarak tempuh antar stasiun.
Gambar 3. Penentuan Segmen Sungai Ajkwa
HASIL PENELITIAN Penentuan Nilai STORET dan Status Mutu Air Bagian dari Sungai Ajkwa terdiri dari stasiun S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan S.263. Dari nilai STORET yang diperoleh pada Tabel 2, maka status mutu air Sungai Ajkwa dapat ditentukan berdasarkan kategori seperti pada Tabel 3. Setelah nilai STORET setiap stasiun dikategorikan, maka dapat diperoleh status mutu air Sungai Ajkwa untuk periode 2008 – 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Tabel 2. Nilai STORET Sungai Aghawagon – Ajkwa Stasiun
S.110
S.025
#55
Parameter pH
Kelas I -16
TSS
-10
2008 Kelas Kelas II III -16 -16 -10
-10
Kelas IV -16
Kelas I -16
-10
-8
2009 Kelas Kelas II III -16 -16 -8
-8
2010 Kelas Kelas II III -16 -16
Kelas IV -16
Kelas I -16
-8
-10
-10 -20
2011 Kelas Kelas II III -16 -16
Kelas IV -16
Kelas I -16
-10
-10
-10
-10
-20
0
-16
-16
2012 Kelas Kelas II III -16 -16
Kelas IV -16
Kelas I -16
Kelas IV -16
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-16
0
-16
-16
-16
0
Nitrit
-16
-16
-16
0
-20
-20
-20
0
-20
Sulfat
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
Tembaga
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Mangan
-16
0
0
0
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Selenium
0
0
0
0
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Seng
0
0
0
0
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL TSS
-82 -10
-46 -10
-46 -6
-26 -6
-80 -10
-48 -10
-48 -10
-24 -10
-66 -6
-46 -6
-46 -6
-26 -6
-62 -6
-42 -6
-42 -6
-26 -6
-58 -10
-42 -10
-42 -6
-26 -6
Nitrit
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-16
-16
-16
0
-4
-4
-4
0
Sulfat
0
0
0
0
-4
0
0
0
-4
0
0
0
0
0
0
0
-4
0
0
0
Kadmium
-4
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tembaga
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-16
-16
-16
0
-4
-4
-4
0
Mangan
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
Selenium
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Seng
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-16
-16
-16
0
TOTAL
-46
-22
-18
-6
pH
-16
-16
-16
-16
-46 -16
-22 -16
-22 -16
-10 -16
-50 -16
-30 -16
-30 -16
-6 -16
-50 -16
-30 -16
-30 -16
-6 -16
-54 -16
-30 -16
-26 -16
-6 -16
TSS
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
Nitrit
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-20
-20
-20
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
Sulfat
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
0
0
0
0
0
0
0
0
-16
0
0
0
0
0
0
0
-16
0
0
0
TOTAL
-62
-42
-42
-26
-62
-42
-42
-26
-82
-46
-46
-26
-62
-42
-42
-26
-74
-42
-42
-26
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
#56
#57
#58
S.130
S.245
pH
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
-4
TSS
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-6
-6
Nitrit
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
Sulfat
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-4
0
0
0
-4
0
0
0
-4
0
0
0
-4
0
0
0
-4
-4
-4
0
Selenium
-4
0
0
0
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-16
0
0
0
TOTAL
-58
-30
-30
-14
TSS
-10
-10
-10
-10
-58 -10
-30 -10
-30 -10
-14 -10
-54 -10
-30 -10
-30 -8
-14 -8
-50 -10
-30 -10
-30 -10
-14 -10
-66 -10
-34 -10
-30 -10
-10 -10
Nitrit
0
0
0
0
-16
-16
-16
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
Sulfat
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-4
0
0
0
Mangan
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Selenium
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Seng
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL
-38
-10
-10
-10
-46
-26
-26
-10
-34
-14
-12
-8
-30
-14
-14
-10
-34
-14
-14
-10
TSS
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
Nitrit
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
-16
-16
-16
0
Sulfat
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
TOTAL
-58
-26
-26
-10
TSS
-10
-10
-10
-10
-62 -10
-26 -10
-26 -10
-10 -10
-62 -10
-26 -10
-26 -10
-10 -10
-58 -10
-26 -10
-26 -10
-10 -10
-58 -10
-26 -10
-26 -10
-10 -10
Nitrit
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sulfat
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
TOTAL
-54
-14
-14
-10
-46
-14
-14
-10
-50
-14
-14
-10
-46
-10
-10
-10
-42
-10
-10
-10
TSS
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-10
Nitrit
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
S.255
S.260
S.262
S.263
Sulfat
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
TOTAL
-54
-14
-14
-10
TSS
-10
-10
-10
-10
-54 -10
-14 -10
-14 -10
-10 -10
-54 -10
-14 -10
-14 -10
-10 -10
-50 -10
-14 -10
-14 -10
-10 -10
-46 -10
-10 -10
-10 -10
-10 -10
Nitrit
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
Sulfat
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
TOTAL
-50
-14
-14
-10
TSS
-8
-8
-8
-8
-50 -10
-14 -10
-14 -8
-10 -8
-54 -8
-14 -8
-14 -8
-10 -8
-50 -8
-14 -8
-14 -8
-10 -8
-46 -10
-10 -10
-10 -10
-10 -10
Nitrit
0
0
0
0
-16
-16
-16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-4
-4
-4
0
Sulfat
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
Tembaga
-4
-4
-4
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
Mangan
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
TOTAL
-44
-12
-12
-8
TSS
-8
-8
-8
-8
-66 -10
-30 -10
-28 -10
-8 -10
-44 -10
-8 -10
-8 -10
-8 -10
-44 -10
-12 -10
-12 -10
-8 -10
-50 -10
-14 -10
-14 -10
-10 -10
Nitrit
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sulfat
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
0
0
0
0
-20
0
0
0
Tembaga
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-4
-4
-4
0
0
0
0
0
TOTAL
-46
-10
-10
-10
-50
-10
-10
-10
-50
-10
-10
-10
-34
-14
-14
-10
-46
-10
-10
-10
TSS
-10
-10
-8
-8
-10
-10
-8
-8
-10
-10
-10
-10
-10
-10
-8
-8
-10
-10
-10
-10
Sulfat
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
Mangan
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-20
0
0
0
-16
0
0
0
-20
0
0
0
TOTAL
-50
-10
-8
-8
-46
-10
-8
-8
-50
-10
-10
-10
-46
-10
-8
-8
-46
-10
-10
-10
Sumber : Olahan Penulis, 2013
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Tabel 3. Penentuan Kategori No
Kategori
Nilai
Keterangan
1
A (baik sekali)
0
memenuhi baku mutu
2
B (baik)
-1 s/d -10
tercemar ringan
3
C (sedang)
-11 s/d -30
tercemar sedang
4 D (buruk) ≥ -31 Sumber : Kepmen LH No. 115 Tahun 2003
tercemar berat
Tabel 4. Status Mutu Air Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012 Tahun 2008
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
tercemar berat
tercemar sedang
tercemar sedang
tercemar ringan
2009
tercemar berat
tercemar sedang
tercemar sedang
tercemar ringan
2010
tercemar berat
tercemar sedang
tercemar sedang
tercemar ringan
tercemar berat tercemar sedang 2012 tercemar berat tercemar ringan Sumber : Olahan Penulis, 2013
tercemar sedang
tercemar ringan
tercemar ringan
tercemar ringan
2011
Beban Pencemaran Beban pencemaran dihitung berdasarkan besarnya konsentrasi masing-masing unsur pencemar dan debit air sungai. Debit Sungai Ajkwa yang dipakai dalam perhitungan merupakan debit harian rata-rata dengan nilai 135,8 m3/detik untuk tahun 2008, 140,5 m3/detik untuk tahun 2009, 136,6 m3/detik untuk tahun 2010, 143,2 m3/detik untuk tahun 2011, dan 141,4 m3/detik untuk tahun 2012. Idealnya, debit sungai diukur di setiap titik stasiun pada setiap pemantauan sehingga dapat diketahui beban pencemar masing-masing polutan di tiap titik pantau pada periode yang berbeda. Beban pencemaran yang dihitung terdiri atas parameter-parameter yang dianalisis pada status mutu air, kecuali pH. Perhitungan daya tampung menggunakan baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas air I karena pada kelas ini semua parameter dihitung. Beban pencemaran diperoleh dari perkalian antara konsentrasi setiap parameter dan debit sungai, sedangkan daya tampung diperoleh dari perkalian antara konsentrasi parameter baku mutu kelas I dan debit sungai. Dari kedua nilai tersebut dapat diperoleh persentase pencemaran yang menggambarkan berapa persen beban pencemaran yang melampaui daya tampung Sungai Ajkwa. Nilai positif menandakan terjadinya pencemaran akibat beban pencemaran telah melampaui daya tampung Sungai Ajkwa, sedangkan nilai negatif menandakan sebaliknya.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Tabel 5. Persentase Pencemaran Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012 2008
Parameter
2009
2010
2011
2012
% Pencemaran
TSS
99,9
99,9
99,91
99,92
99,92
Nitrat (NO₃)
-587,1
-1209,1
-891,2
-594,57
-1229,23
Nitrit (NO₂)
63,8
70,1
67,15
49,85
47,03
Sulfat (SO₄)
91,9
92
93,17
91,09
86,89
Arsen (As)
-84,4
-111,9
-141,98
-145,53
-139,26
Kadmium (Cd)
-400
-601,9
-505,42
-677,76
-728,03
Kromium (Cr)
-721,9
-363,7
-147,93
-733,33
-581,82
Tembaga (Cu)
58,5
53,8
61,48
52,87
-1,75
Besi (Fe)
-118,1
-508,5
-250,23
-332,24
-157,72
Air Raksa(Hg)
44,4
44,4
44,44
44,44
44,44
Mangan (Mn)
95,7
95,5
94,76
93,14
95,69
Timbal (Pb)
-110
-154,4
-165,61
-145,39
-140,5
Selenium (Se)
70,8
31,8
20,15
31
29,9
Seng (Zn)
-47,8
-68,9
2,7
-47,45
-34,92
TSS (%)
Sumber : Olahan Penulis, 2013
50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
2008 2009 2010 2011 Stasiun
2012
Gambar 3. Beban Pencemaran TSS di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012
Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.
mangan (%)
25.0 20.0
2008
15.0 10.0
2009
5.0
2010
0.0
2011 2012 Stasiun
Gambar 6. Beban Pencemaran Mangan di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012
Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Sulfat (%)
25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
2008 2009 2010 2011 2012
Stasiun
Gambar 7. Beban Pencemaran Sulfat di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012
Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.
Dari nilai beban pencemaran TSS, mangan, dan sulfat, dapat diperoleh persentase ratarata penurunan tiap beban pencemaran tahun 2008–2012 seperti yang terlihat pada Tabel 6. Nilai positif menandakan bahwa terjadi penurunan beban pencemar, sedangkan nilai negatif menandakan terjadi kenaikan beban pencemar. Tabel 6. Persentase Rata-rata Penurunan Beban Pencemar Sungai Ajkwa Tahun 2008 - 2012 TSS
Tahun
Sulfat
Mangan
%
2008 - 2009
-42,719
-4,594
2,364
2009 - 2010
26,141
-14,230
15,121
2010 - 2011
-8,057
23,074
20,520
2011 - 2012 -8,093 Sumber : Olahan penulis, 2013
32,909
-57,073
PEMBAHASAN Penentuan Nilai STORET dan Status Mutu Air Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2008 – 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 2, parameter-parameter yang mempengaruhi nilai STORET Sungai Aghawagon-Ajkwa adalah pH, TSS, nitrit, sulfat, mangan, kadmium, tembaga, selenium, dan seng. Jika dilihat dari aliran sungainya, parameter-parameter yang masih ada dari hulu hingga hilir sungai adalah TSS, sulfat, dan mangan. Parameter pH pada stasiun S.110 - #56 bernilai >7, menyatakan bahwa kondisi air berada pada kondisi basa. Hal ini dipengaruhi oleh pengolahan bijih PTFI yang menggunakan proses pengapungan dengan reagent yang mengandung kapur. Parameter TSS dapat dijadikan sebagai indikator kualitas suatu perairan karena TSS berpengaruh terhadap kecerahan dan kekeruhan air, sehingga akan mempengaruhi aktivitas di perairan tersebut (Abel, 1989). Nilai TSS mencapai maksimum pada musim hujan dan musim
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
kemarau, sedangkan konsentrasi TSS minimum dicapai pada bulan – bulan peralihan musim hujan – kemarau dan musim peralihan kemarau – hujan (Setiapermana dan Nontji, 1980). Faktor yang mempengaruhi tingginya TSS adalah volume tailing yang dibuang ke sungai setiap harinya. Volume tailing dipengaruhi oleh jumlah produksi bijih PTFI. Selanjutnya, parameter nitrit. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat. Keberadaan nitrit menggambarkan keadaan oksigen terlarut yang rendah. Sumber nitrit berasal dari hasil proses bijih yang dilakukan dengan peledakan menggunakan ammonium sulfat sehingga sebagian akan terbawa saat proses tersebut. Nilai nitrit juga diakibatkan oleh aktifitas mikroba dalam air atau tanah yang menguraikan sampah yang mengandung nitrogen menjadi amonia kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Parameter sulfat merupakan salah satu parameter yang tetap ada dari hulu hingga hilir Sungai Aghawagon-Ajkwa. Sulfat berasal dari adanya air asam tambang yang terbentuk akibat oksidasi mineral yang mengandung besi-sulfur oleh oksidator yang berasal dari atmosfer, seperti air, oksigen dan karbon dioksida dengan bantuan katalis bakteri Thiobacillus ferooxidans dan produk lainnya yang terbentuk akibat reaksi oksidasi tersebut. Sulfat merupakan hasil dari elemen sulfida yang larut dalam air yang bersifat oksidatif sebagai S+b akan berasosiasi dengan oksigen menjadi SO4-4. Sumber sulfida terluas dalam batuan beku dan sedimen, sedangkan sulfat bersumber dari hasil oksidasi gibsum atau anhidrid. Sulfat juga merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga sangat sulit dipisahkan dari air. Menurut Clark (1989) sumber kadimium yang masuk ke dalam perairan berasal dari uap, debu, dan limbah dari pertambangan timah dan seng serta besi, tembaga, dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium. Kadmium dapat ditemukan dalam berbagai sumber alam namun yang paling melimpah terdapat dalam bijih seng, timah, dan tembaga sulfida. Secara alamiah, tembaga masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan, ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Tembaga juga bersumber dari aktifitas manusia dikarenakan kegiatan pertambangan (Palar, 1994). Tembaga juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Mangan hanya dipertimbangkan pada kelas air I. Bijih mangan sangat erat kaitannya dengan bijih besi. Sumber alami mangan adalah pyrolusite (MnO2), rhodochrosite (MnO3), manganite (Mn2O3.H2O), hausmannite (Mn3O4), biotite mica, dan amphibole (McNeely, 1992). Selenium dalam bentuk unsur tidak larut dalam air, melainkan terserap ke dalam partikulat. Bentuk selenium yang terlarut adalah selenit (SeO32-) dan selenat (SeO42-).
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Keberadaan selenium di perairan diperkirakan dapat menurunkan toksisitas arsen dan merkuri. Sumber alami selenium dalam perairan adalah ferroslite (FeSe2), chalcopyrite, pentladite, dan pyrrhotite (Novontny dan Olem, 1994). Seng merupakan unsur yang terdapat dalam jumlah yang berlimbah dalam alam. Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Keadaan seng dalam air bergantung pada suhu dan pH air. Nilai pH yang cukup netral menyebabkan seng tidak larut dalam air. Seng ada di dalam bijih sfalerit dan smithsonite. Bagian dari Sungai Ajkwa terdiri dari stasiun S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan S.263. Dari nilai STORET yang diperoleh pada Tabel 2, maka status mutu air Sungai Ajkwa dapat ditentukan berdasarkan kategori seperti pada Tabel 3. Setelah nilai STORET setiap stasiun dikategorikan, maka dapat diperoleh status mutu air Sungai Ajkwa untuk periode 2008 – 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 4. Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa Sungai Ajkwa untuk periode 2008 – 2012 tidak memenuhi baku mutu kelas air I – IV. Namun, Sungai Ajkwa mengalami perbaikan pada tahun 2012 dimana pada kelas air II dan kelas air III, status mutu airnya adalah tercemar ringan, sedangkan pada tahun – tahun sebelumnya adalah tercemar sedang. BEBAN PENCEMARAN Berdasarkan Tabel 5, beban–beban pencemar yang melampaui daya tampung Sungai Ajkwa tahun 2008-2009 adalah TSS (± 99%), nitrit (47,03-70,1%), sulfat (86,89-93,17%), tembaga (52,87-61,48%), air raksa (44,44%), mangan (93,14-95,7%), selenium (2,70-70,8%), dan seng (2,70%). Dengan demikian, beban-beban pencemar yang berkontribusi paling tinggi dalam pencemaran Sungai Ajkwa adalah TSS, mangan, dan sulfat. Berdasarkan Gambar 3, persentase TSS tertinggi berada pada stasiun S.130. Kondisi ini disebabkan karena stasiun S.130 menerima akumulasi beban tailing dari dataran tinggi sehingga nilai TSS di stasiun S.130 lebih tinggi daripada stasiun lainnya. Nilai TSS juga mengalami penurunan dari stasiun S.130 – S.255 lalu meningkat di stasiun S.262, S.260 dan S.263. Peningkatan terjadi dikarenakan stasiun – stasiun tersebut berdekatan dengan sungai lain dan muara sehingga kemungkinan terjadinya air pasang menyebabkan sedimen terangkat dan terbawa kembali dari laut ke stasiun S.262, S.260, dan S.263. Penurunan nilai TSS juga dipengaruhi oleh jarak tempuh antarsegmen. Jarak yang jauh memungkinkan terjadinya perpindahan (difusi) oksigen dari udara ke dalam air dan proses sedimentasi. Penurunan nilai TSS
juga mengindikasikan adanya self purifikasi sungai.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Semakin panjang jarak sungai, maka kemampuan self purifikasi sungai akan semakin bagus (Noviriana, 2010). Parameter kedua yang besar kontribusinya dalam pencemaran air Sungai Ajkwa yaitu mangan. Dapat dilihat pada Gambar 6, nilai mangan pada antarsegmen bervariasi. Dari segmen 1 ke segmen 2, nilai mangan cenderung naik, kemudian menurun di segmen berikutnya. Tingginya nilai mangan disebabkan oleh kondisi fisik Sungai Ajkwa yang penuh dengan pasir, batu, dan juga tailing sehingga memungkinkan terjadinya pelapukan batuan. Parameter ketiga yang berkontribusi dalam pencemaran air Sungai Ajkwa adalah sulfat. Terlihat pada Gambar 7, nilai sulfat cenderung datar dan tidak mengalami perubahan yang besar. Sifat sulfat yang larut sempurna dengan air menyebabkan sulfat sulit dihilangkan dari air. Tingginya nilai sulfat berasal dari tembaga yang ditambang oleh PTFI yang mengandung metal sulfida, terutama pyrite dan chalcopyrite. Sulfida sebenarnya stabil jika dia terkunci di dalam bebatuan di bawah tanah, tapi ketika bebatuan digali, dihancurkan dan diuraikan dalam elemen-elemennya, dia menjadi stabil dan terurai menjadi elemen yang berbahaya bagi lingkungan yang disebut air asam tambang. Penurunan beban pencemar mengindikasikan terjadinya self purifikasi Sungai Ajkwa. Untuk parameter TSS, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2009 – 2010 sebesar 26,141%, untuk parameter sulfat, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 – 2011 sebesar 32,909%, dan untuk parameter mangan, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 – 2011 sebesar 20,520%. KESIMPULAN 1.
Status mutu air Sungai Ajkwa, dengan kondisi yang dipenuhi tailing saat ini, tidak memenuhi baku mutu untuk semua kelas air. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai TSS di seluruh aliran sungai tailing PTFI.
2.
Beban pencemaran yang kontribusinya paling besar dalam pencemaran Sungai Ajkwa adalah TSS, mangan, dan sulfat dengan persentase pencemaran 86 – 99,9%. Beban pencemaran ini juga mempengaruhi tinggi muka air Sungai Ajkwa yang saat ini berkisar antara 50–1.500 cm.
3.
Berdasarkan adanya penurunan beban pencemaran di setiap segmen, maka dapat diasumsikan kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun 2009– 2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2010–2011 sebesar 32,909% untuk parameter sulfat, dan tahun 2011–2012 sebesar 20,520% untuk parameter mangan.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
SARAN Berdasarkan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan yaitu : 1.
Mengurangi tailing dengan memanfaatkannya sebagai bahan bangunan, campuran beton, paving block, maupun kerajinan tangan. Diperlukan kerja sama antara perusahaan dan pemerintah untuk mengatasi masalah tailing ini agar pengendapan yang terjadi tidak semakin banyak.
2.
Mengubah metode pembuangan tailing agar pembuangan ke sungai dapat dikurangi. Metode – metode yang dapat dijadikan alternatif adalah dry stacking dan co-disposal system. DAFTAR PUSTAKA
Abel, P., 1989, Water Polution Biology, Department of Biology, Sunderland Polytechnic, Ellisd Horwood Limited, England. Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta. Anabrang, N.P., 2007, Perencanaan Bangunan Pengolahan Tailing PT. Freeport Indonesia, Timika, Papua, Skripsi, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika, 2012, Mimika Dalam Angka 2012. Barus, T.A, 2001, Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Diktat Kuliah, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan. Departemen Industri, Parawisata dan Sumber Daya Australia, 2007, Pengelolaan Tailing, (diterjemahkan oleh : Global Village Translations Pty Ltd) Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Fitra, E., 2008, Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Di Perairan Parapat Danau Toba, Thesis, Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. Harsanto, B., 1995, Parameter dan Kriteria Pencemaran Lingkungan, Kursus Dasar-Dasar Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kerjasama PPLH UGM dengan BAPEDAL, Yogyakarta. Hasibuan, R.E., 2005, Analisis Kualitas Air Sungai Rampah Secara Biologis Akibat Dari Pembuangan Pabrik Tepung Tapioka, Thesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Herman, D.Z, 2006, Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 1, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. Kamarijanto, 1994, Tinjauan Atas Beberapa Perubahan Dalam Produksi Konsentrat Tembaga PT. Freeport Indonesia, Prosiding Temu Profesi Tahunan 1994 Yogyakarta, PERHAPI. Kempton, H., 2003, Addressing the Dilemmas of Long-Term Mining Impacts Using a Framework of Sustainability and Adaptive Management, Proceedings Sixth International Conference on Acid Rock Drainage, The Australasian Institute of Mining and Metallurgy. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kirkham, R.V. and Sinclair, W.D., 1995, Porphyry copper, gold, molybdenum, tungsem, tin, silver, in Eckstrand, O.R., Sinclair, W.D. and Thorpe, R.I., eds., Geology of Canadian Mineral Deposit Types; Geology of Canada, No. 8, Geological Survey of Canada, p. 421-446. Leith, D., 2003, The Politics of Power – Freeport in Suharto’s Indonesia. University of Hawai’i Press. Lestari, F., 2007, Pengaruh Tembaga terhadap Kandungan Klorofil –a dan Pertumbuhan Sel Mikroalga Isochrysis sp., Skripsi, Fakultas Biologi, Universitas Nasional, Jakarta. Mealey, G. A., 1999, Grasberg Penambangan Tembaga dan Emas di Pegunungan Irian Jaya pada Endapan Yang Paling Terpencil di Dunia, Freeport-McMoran Cooper and Gold, Jakarta. McNeely, J. A., 1992, Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati, Terjemahan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Miller, S., Smart, R., Andrina, J., Neale, A., and Richards, D., 2003, Evaluation of Limestone Covers and Blends for Long-Term Acid Rock Drainage Control at the Grasberg Mine, Papua Province, Indonesia. Proceedings Sixth International Conference on Acid Rock Drainage, The Australasian Institute of Mining and Metallurgy. Neale, A., Miller, S., dan Michaelsen, D., 2003, Overview of the Acid Rock Drainage and Overburden Management Program at PT. Freeport Indonesia Operations in Papua Province, Indonesia, Proceedings Sixth International Conference on Acid Rock Drainage, The Australasian Institute of Mining and Metallurgy.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Novirina, H. dan Cahyarani, 2010, Kemampuan Self Purification Kali Surabaya, Ditinjau dari Parameter Organik Berdasarkan Model Matematis Kualitas Air, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol. 2 No. 1, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya. Oey, B.L.R, R.E. Soeriaatmadja, W. Prajitno, 1978, Faktor Lingkungan Penentu dalam Ekosistem Sungai, Seminar Pengendalian Pencemaran Air, Dirjen Pengairan Dept. PURI, Bandung. Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka, Jakarta. Parametrix, 2002, Aquatic Ecological Risk Assessment, Prepared for PT. Freeport Indonesia. Paull, D., G. Banks, C. Ballard, dan D. Gillieson, 2006, Monitoring The Environmental Impact of Mining in Remote Locations Through Remotely Sensed Data. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pusat Litbang SDA, 2004, Status Mutu Air Sungai (Studi Kasus S. Citarum), Balai Lingkungan Keairan. Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal Bapedal, 2001, Aspek Lingkungan dalam Amdal Bidang Pertambangan, Jakarta. Pohan, M., Denni W., Sabtanto J. S., Asep A., 2007, Penyelidikan Potensi Bahan Galian pada Tailing PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Proceeding Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat Sumber Daya Geologi. PT. Freeport Indonesia, 2006, Pengaliran Tailing Melalui Sungai. PT. Freeport Indonesia, 2011, Laporan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Tahun 2011. PTFI Environment Department. Rahmawati, D., 2011, Pengaruh Kegiatan Industri terhadap Kualitas Air Sungai Diwak di Bergas Kabupaten Semarang dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai, Thesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang. Ratnaningsih, D., 2010, Implementasi Metode STORET Terhadap Data Kualitas Air Sungai Di Indonesia, Jurnal Ecolab Vol 4. No 1., Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan – Deputi VII-KLH, Tangerang. Rusmana, E., Parris, K., Sukanta, U., dan Samodra, H., 1995, Peta Geologi Lembar Timika, Irian Jaya (Geological Map of Timika Quadrangle, Irian Jaya), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013
Sabbara, J.J., 2010, Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove di Muara Sungai Ajkwa Kawasan PT. Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Papua, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia, Depok. Sariwati, E., 2010, Analisis Beban Pencemaran Sungai Cihideung Sebagai Bahan Baku Pengolahan Air Di Kampus IPB Dermaga, Thesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiapermana, D. dan A. Nontji, 1980, Klorofil dan Seston in A. Soegiarto, S. Birowo, dan Sukarno (Ed). Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya, LON-LIPI, Jakarta. Soemarwoto, O., 1992, Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Gramedia, Jakarta. Soemarwoto, O., 2001, Atur – Diri – Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Suara Pembaruan, Selasa, 9 Mei 2006, Kerugian Akibat Limbah Freeport di Sungai Ajkwa Mencapai Rp. 67, 5 Triliun. Sundra, K. I., 2006, Kualitas Air Bawah Tanah Di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung, Jurnal Ecotrophic, Vol. 1 No. 2, Universitas Udayana, Bali. Suparjo, M. N., 2009, Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang, Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 4 No. 2, Universitas Diponegoro, Semarang. Suriawiria, U., 2003, Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat, Penerbit Alumni, Bandung. Suwari, Etty Riani, Bambang Pramudya, dan Ita Djuwita, 2010, Penentuan Status Mutu Air Kali Surabaya dengan Metode STORET dan Indeks Pencemaran, Majalah Ilmiah Widya, Tahun 27 Nomor 297, Hal. 59 – 64. Taberima, S., 2007, Hubungan Karakteristik Tanah Yang Berkembang dari Tailing dan Ukuran Partikel, Makalah Seminar S3, Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. UABS (Universitas Cenderawasih and the Australian National University),
1998a,
Amungme Baseline Study. UNCEN-ANU Baseline Studies (UABS) Project, Prepared for PT Freeport Indonesia. UABS (Universitas Cenderawasih and the Australian National University),
1998b,
Amungme Baseline Study. UNCEN-ANU Baseline Studies (UABS) Project, Prepared for PT Freeport Indonesia. WALHI, 2006, Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan dan Emas Freeport – Rio Tinto di Papua, WALHI, Jakarta.
Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013