Status Mutu Kualitas Air Baku Sungai Pulai Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Ratih Safitri Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH.
[email protected] Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH.
[email protected] Nancy Willian Dosen Pendidikan Kimia, FKIP.UMRAH
[email protected] Abstrak Pulau Bintan merupakan pulau kecil di Indonesia. Salah satu sumber air baku yang dimafaatkan untuk masyarakat adalah Sungai Pulai. Penelitian terhadap air baku ini bertujuan untuk mengetahui status mutu kualitas air baku Sungai Pulai dengan menggunakan metode survey dan metode analisis menggunakan metode storet sesuai dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Pengambilan titik sampling diambil sebanyak 30 titik secara acak. Hasil pengukuran rata-rata yang didapat dari 30 di sumber air baku di Sungai Pulai yaitu TDS (7,5 mg/l), suhu (30,7 oC), pH (7,3), amonia (0,1 mg/l), nitrit (0,01 mg/l), timbal (0,16), besi (0,1 mg/l), serta tembaga dan fecal coliform tidak ditemukan. Setelah dilakukan analisis dengan metode storet diketahui hanya timbal (Pb) yang melewati baku mutu dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Kata Kunci : Pulau Kecil, Sungai Pulai, Air Baku
Status Of The Raw Water at Sungai Pulai On District Gunung Kijang Regency Bintan Kepulauan Riau Ratih Safitri Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH.
[email protected] Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH.
[email protected] Nancy Willian Dosen Pendidikan Kimia, FKIP UMRAH.
[email protected]
Abstract Pulau Bintan is a small island. One of the sources raw water is used for people is Sungai Pulai. This research use survey method and storet for analysis according to Government Regulation No. 82 Year 2001 on Water Quality Management and Pollution Control. Sampling points are 30 with random. Average of the research result from 30 points on Sungai Pulai’s raw water are TDS (7,5 mg/l), temperature (30,7oC), pH (7,3), ammonia (0,1 mg/l), nitrites (0,01 mg/l), lead (0,16), besi (0,1 mg/l), and copper and fecal coliform have no found. After analysis by storet method only lead which passed standart of Government Regulation No 82 year 2001 on Water Quality Management and pollution control. Keywords : Small island, Sungai Pulai, Raw water
I.
PENDAHULUAN
Indonesia terdiri dari pulau besar dan pulau kecil. Salah satu pulau kecil yang ada di Indonesia adalah Pulau Bintan. Menurut (Lestari dkk) Pulau Bintan merupakan salah satu pulau yang berada di Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan dengan luas wilayah 2000 km2. Luasan wilayah yang dimiliki oleh Pulau Bintan menunjukkan bahwa Pulau Bintan terkategori ke dalam Pulau kecil. Menurut Undangundang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Meskipun terkategori pulau kecil, Pulau Bintan memiliki sungai yaitu Sungai Pulai. Keberadaan Sungai Pulai bagi Pulau Bintan sangat penting terutama sebagai penyediaan air baku. Menurut (PDAM Tirta Kepri) Sei Pulai dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air baku untuk PDAM Tirta Kepri, akan tetapi sejalan dengan waktu semakin bertambah pembangunan di Pulau Bintan dan ini menyebabkan Sungai Pulai sebagai penyedia air baku semakin berkurang dari segi kuantitas. Pada tahun 1971 distribusi terhadap air baku sebanyak 2.000 m3 dan saat ini tersedia sebanyak 300 m3 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air semakin berkurang sebesar 1700 m3. Dengan ketersediaan air yang berkurang dan adanya tekanan aktivitas manusia akan mempengaruhi kualitas air baku di Sungai Pulai. Aktivitas yang ada di sekitar Sungai Pulai seperti pemukiman penduduk, dan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas-aktivitas tersebut diikuti dengan peningkatan tuntutan ekonomi yang membuat aktivitas manusia ikut bertambah dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi lahan. Menurut(Kodoatie dan 2005 dalam Rahmawati 2007) fungsi lahan dapat berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air serta meningkatnya daya rusak air. Lahan yang hijau berkurang terdapat sumber pencemar di sekitar pemanfaatan Sungai Pulai yang memungkinkan membuat kualitas mutu air tidak sesuai dengan baku mutu nya. Cadangan air tanah di pulau kecil adalah labil karena dikelilingi oleh laut. Menurut (Bakti dan Hehanussa, 2005) keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil merupakan persoalan yang harus segera di tangani. Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukannya penelitian tentang “Status Mutu Kualitas Air Baku Sungai Pulai Kecamatan Gunung Kijang Provinsi Kepulauan Riau” pada saat ini.
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Pulau Kecil dalam Kepulauan
Indonesia merupakan negara kepualauan yang terdiri dari ±17.504 pulau (Durand, 2010). Menurut (Bakti dan Hehanussa, 2005) pada dekade terakhir ini peran strategis pulau kecil sebagia pusat pengembangan ekonomi di berbagai belahan negara dunia telah semakin menonjol, meninggalkan peran wilayah daratan yang luas tetapi padat penduduk. Pulau-pulau kecil perlu di kelola potensi air dengan sebaiknya dilihat dari ketersediaan air yang terbatas. Menurut (Bakti dan Hehanussa, 2005) belasan ribu pulau kecil yang membentuk nusantara mengharuskan kita untuk dapat secara cepat, tepat, murah, dan mudah memetakan potensi air dan menelusuri batas daya dukungnya agar keberlanjutan sumber daya air dapat dicapai. B. Sumberdaya Air Baku Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya alam yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumberdaya lainnya. Air adalah sumber daya yang terbaharui, bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat (Kodoatie dkk 2002 dalam Rahmawati 2007). Ada dua sumber daya air yaitu air tanah dan air permukaan tanah. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah seperti air sungai, air waduk, air kolam, air dalam sistem irigasi dan sistem drainase serta air yang keluar dari sumber mata air (Kodoatie dan Syarief 2005 dalam Rahmawati 2007). Air baku merupakan salah satu sumber air yang dapat berasal dari sungai ataupun bendungan sungai yang menjadi waduk. C. Siklus Hidrologi Ketersediaan air yang ada di Sungai Pulai dipengaruhi oleh curah hujan. Banyaknya curah hujan akan mempengaruhi seberapa besar atau banyaknya air yang ditampung di waduk Sungai Pulai. Siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan presipitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melali proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut, serta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah karena tiupan angin. Ruang udara yang mendapat akumulasi uap air secara kontinu akan mnejadi jenuh. Pengaruh udara dingin pada lapisan atmosfer, uap air tersebut mengalami sublimasi
sehingga butiran-butiran uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagai hujan (Effendi, 2003). D. Air Permukaan Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off), dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run off) (Effendi, 2003). 1. Sungai Menurut (Kamus Webster dalam Februarman, 2008 ) DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. 2. Waduk Untuk keperluan sunber daya air, pengambilan air secara langsung dari sungai kemungkinan besar tidak akan dapat memenuhi kebutuhan penyediaan air bagi pemakainya pada saat air rendah atau di musim kering/kemarau, maka dibuatlah suatu waduk yang gunanya menampung kelebihan air dalam periode pengaliran air tinggi (kelebihan air) yang akan digunakan selama musim kering berikutnya. Disamping sebagai penyimpan air pada muism hujan, waduk dapat pula dijadikan tempat menampung air banjir untuk sementara waktu dan dilepas/ dibuang ke hilir pada waktu banjir mulai surut (Februarman, 2008). Perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air tergenang dan badan air mengalir (Effendi, 2003): a. Perairan Tergenang (Lentik) Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya. Perairan tergenang (Lentik), khususnya danau, biasanya mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air yang terjadi secara vertikal. b. Perairan Mengalir (Lotik) Salah satu contoh perairan mengalir adalah sungai. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase.
E. Kualitas Air Baku Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain didalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya) (Yuliastuti, 2011). III.
Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di laksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015 di Sungai Pulai Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. B. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah metode survey. Di dalam ketentuan sistem storet terdapat beberapa parameter yang diukur dalam penelitian yang akan dibandingkan dengan baku mutu yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu suhu, TDS, pH, Fe, Pb, Cu, Amonia, Nitrit dan Fecal Coliform dan metode yang digunakan dalam menentukan status mutu air baku mengacu pada Keputusan Menteri No 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. C. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengambilan Sampel Air Titik pengambilan sampel air di lokasi penelitian diambil berdasarkan metode acak. Pengambilan sampel dilakukan dalam satu hari pada hari yang sama. Titik pengambilan sampel air secara acak ini didapat dengan menggunakan software VSP (Visual Sample Plan). Titik-titik pengambilan sampel yang diambil berjumlah tiga puluh titik. Berikut titik pengambilan sampel di Sungai Pulai :
Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Nitrit Amonia 3
Biologi Fecal Coliform
Mg/l
SNI 6989.6-2009
Mg/l
SNI 6989.8-2009
Mg/l Mg/l
Spektrofotometrik SNI 06-6989.302005
Jml/100 ml
Trawas
E. Analisis Data Sumber : Lab Sistem Informasi FIKP UMRAH 2. Alat dan Bahan yang Digunakan Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian : Tabel 1. Alat dan Bahan Yang Digunakan No 1
2
Alat dan Bahan Alat Termometer TDS Meter Trawas pH Meter Koloni Konter Botol Cawan Petri GPS AAS Pinset Spektrofotometer Bahan Lugol Larutan Induk Logam Larutan Pengokidasi, larutan fenol, larutan nitroprusid Reagent Instan
2
TDS Kimia pH
Mg/l
Besi (Fe)
Mg/l
o
C
-
< 10
≥ 10
Nilai Maksimum Minimum Rata - rata Maksimum Minimum Rata - rata
Cara Penilaian
Parameter Kimia -2 -2 -6 -4 -4 -12
Biologi -3 -3 -9 -6 -6 -18
:
Dengan kategori : 1. Kelas A : Baik sekali, skor = 0 Memenuhi baku mutu
Metode Analisis
1.
Fisika -1 -1 -3 -2 -2 -6
SNI 06-6989.112004 SNI 6989.4-2009
Tabel 2. Prosedur Analisis Sampel Satuan
Jumlah contoh
SNI 06-6989.232005 Digital
Berikut adalah prosedur dalam analisis penelitian :
Parameter Fisika Suhu
Tabel 3. Pedoman Penentuan Status Mutu Air
Nilai Negatif (-) diberikan bila hasil analisis melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu, Nilai nol (0) diberikan bila hasil analisis memenuhi syarat baku mutu, Nilai parameter bakteriologi = 3x parameter fisika, Nilai parameter kimia = 2x nilai parameter fisika. Bila angka rata-rata parameterhasil analisis melampaui baku mutu, diberi nilai = 3x nilai yang diberikan pada parameter maksimum atau minimum yang melampaui baku mutu, Jumlah percontoh dari suatu stasiun yang ≥10, diberi nilai = 2x dari jumlah percontoh <10, Jumlah nilai negatif (-) seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya (Tabel 2 ) dengan melihat skor yang didapat (Matahelumual, 2007).
D. Prosedur Analisis Sampel
No 1
Dalam analisis data digunakan metode storet yaitu dengan membandingkan data kualitas air baku yang diperoleh dengan baku mutunya yang ada di Peraturan Pemerintan No 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Untuk mengetahui apakah air berada dalam kelas I, II, III, IV dan dilakukan perhitungan melalui Keputusan Menteri No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman penentuan Status Mutu air.
2. 3. 4. 5.
6. 7.
2. 3. 4.
Kelas B : Baik, skor = -1 s/d -10 Cemar ringan Kelas C : Sedang, skor = -11 s/d -30 Cemar sedang Kelas D : Buruk, skor ≥ 31 Cemar berat
IV.
Hasil dan Pembahasan A. Kondisi Umum Sungai Pulai Pulau Bintan merupakan salah satu pulau kecil. Pulau Bintan memiliki sumber air baku yaitu Waduk Sungai Pulai. Sungai Pulai terletak di Jalan Nusantara kecamatan gunung kijang Provinsi Kepulauan Riau. Di sekitar Sungai Pulai terdapat catchment area yaitu tanaman vegetasi yang dilindungi. Ketersediaan air di Waduk Sungai Pulai berasal dari simpanan air yang ada di catchment area dan dapat berasal dari air hujan. Hutan lindung Sungai Pulai memiliki luas 751,80 ha (PDAM Tirta Kepri). 1. Data Curah Hujan Curah hujan mempengaruhi ketersediaan air baku di Sungai Pulai. Semakin tinggi curah hujan dan berlangsung dalam waktu yang lama akan membuat ketinggian air di Sungai Pulai menjadi tinggi. Berikut data curah hujan pada tahun 2015 : Tabel 4. Data Curah Hujan Tahun 2015 NO Bulan Curah Hujan (mm) 1 Februari 11,74 mm 2 Maret 10,61 mm 3 April 18,86 mm 4 Mei 18,44 mm 5 Juni 14,65 mm 6 Juli 7,38 mm 7 Agustus 12,26 mm Sumber : PDAM Tirta Kepri 2. Ketinggian Waduk Ketinggian air di waduk Sungai Pulai dipengaruhi oleh curah hujan dan kondisi vegetasi yang ada di sekitarnya atau hutan lindung yang berfungsi sebagai catchment area. Ketinggian air waduk semakin rendah jika pada musim kemarau karena tidak adanya masukan dari curahan hujan dan pohon-pohon dihutan yang sudah mulai ada yang ditebang. Berikut data ketinggian waduk pada tahun 2015 : Tabel 5. Ketinggian Waduk Sungai Pulai No
Bulan
1
Desember 2014Januari 2015 Januari 2015Februari 2015
2
Ketinggian Waduk (cm) 397,4 cm 326 cm
3
Februari 2015-Maret 2015 4 Maret 2015-April 2015 5 April 2015-Mei 2015 6 Mei 2015-Juni 2015 7 Juni 2015-Juli 2015 8 Juli 2015-Agustus 2015 Sumber : PDAM Tirta Kepri
224,2 cm 1,36 cm 92,2 cm 1,24 cm 124,2 cm 0,20 cm
B. Kualitas Air Baku Kualitas air minum yang akan di distribusikan ke pengguna PDAM sangat dipengaruhi oleh kualitas air baku. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari 30 titik rata-rata kualitas air baku Sungai Pulai yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran adalah sebagai berikut : Tabel 6. Kualitas Air Baku Sungai Pulai NO
Parameter
1
Fisika TDS Suhu Kimia pH Amonia Nitrit Timbal Besi Tembaga Biologi Ecoli
2
3
Satuan
Baku mutu
Rata-rata Hasil Pengukuran
Mg/l o C
1000 Deviasi 3
7,5 30,7
Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l
0,5 0,06 0,03 0,3 0,02
7,3 0,1 0,01 0,16 0,1 0
Jmlh per 100 ml
100
0
MelewatiBaku mutu P no 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
C. Parameter Fisika Air Baku Dalam Metode Storet 1. Suhu Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, rata-rata suhu di Sei Pulai di peroleh ratarata sebesar 30,7 oC. Suhu yang ada di perairan Sei Pulai berada di bawah baku mutu yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran yaitu pada deviasi 3. Deviasi 3 dimaksudkan bahwa suhu yang di peroleh diperbolehkan lebih atau kurang sebesar 3 dari suhu pada kondisi alamiah nya. Menurut (Nontji dalam
Patty 2013) suhu air permukaan di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 25,6oC – 32,3oC. Tingginya suhu dapat melarutkan bahanbahan kimia yang ada di dalam air sehingga bahan anorganik dapat terdekomposisi dengan baik. Bahan anorganik tersebut dapat mencakup amonia dan nitrit.
Menurut (Fitra, 2008) Salah satu yang mempengaruhi proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat adalah temperatur air. Temperatur air berpengaruh karena pada proses oksidasi yang di lakukan suhu akan membuat bahanbahan terlarut menjadi baik apabila suhu berada dalam keadaan yang normal. 3. Nitrit
2. TDS Dari hasil penelitian yang dilakukan di Sungai pulai, rata-rata padatan terlarut yang di peroleh di Sei Pulai adalah 7,5 mg/l. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran bahwa padatan terlarut untuk air kelas I yaitu yang dalam peruntukannya sebagai air baku adalah 1000 mg/l. Padatan terlarut memiliki hubungan erat dengan kesadahan. Menurut (Desiandi., dkk 2009) semakin tingginya nilai TDS maka kesadahannya juga akan tinggi. D. Parameter Kimia Air Baku Dalam Metode Stotret 1. pH Rata-rata hasil pengukuran terhadap pH yang diperoleh di Sungai Pulai adalah sebesar 7,32 dan dikategorikan ke dalam pH yang basa. Rata-rata pengukuran terhadap pH tersebut berada di bawah baku mutu air baku yang sesuai di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran sebesar 6-9. Nilai pH 7 adalah netral dan semakin besar nilainya maka semakin basa pula nilai pH tersebut. Hasil rata-rata pH yang lebih dari 7 tersebut menentukan sifat korosi yang rendah sebab semakin rendah pH maka sifat korosinya semakin tinggi (Gupta et al., 2009 dalam Astari dan Iqbal, 2009). Menurut (Sururi et al., 2008 dalam Astari dan Iqbal, 2009) pH yang lebih besar dari 7 memiliki kecendrungan untuk membentuk kerak pada pipa 2. Amonia Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan hasil perhitungan rata-rata terhadap amoniak di Sei Pulai yaitu sebesar 0,1 mg/l. Sesuai untuk peruntukannya pada kelas I yaitu sebagai air pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran yang diperbolehkan adalah sebesar 0,5 mg/l dan kondisi amonia di Sungai Pulai berada dibawah baku mutu. Menurut (Titiresmi dan Sopiah, 2006) konsentrasi amonia diatas 1000 mg/l akan bersifat toksik pada bakteri nitrifikasi.
Hasil rata-rata pengukuran nitrit di Sei Pulai diperoleh sebesar 0,01 mg/l. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kadar nilai nitrit berada di bawah baku mutu yang di tetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran dengan baku mutu sebesar 0,06 mg/l. Kecilnya nilai nitrit di Sungai Pulai menunjukkan bahwa oksidasi nitrogen berjalan dengan baik. Apabila jumlah nitrit tinggi pada air baku dapat dikatakan bahwa perairan tersebut bersifat toksik karena nitrit bersifat labil dan ditemukan pada air yang sudah lama atau basi. Nitrit merupakan bentuk yang tidak stabil di dalam perairan yang berasal dari hasil oksidasi amoniak menjadi nitrit oleh bakteri. Menurut (Ginting,2007 dalam Yuliastuti, 2011) kadar nitrit di perairan relatif sedikit, tidak tetap dan dapat berubah menjadi amonia atau di oksidasi menjadi nitrat. Menurut (Widayat dkk, 2010) dalam mengoksidasi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas. Bakteri ini hidup pada pH antara 7,5 – 8,5. Dengan melihat kadar nilai nitrit yang rendah diduga karena bakteri nitrosomonas hidup dengan baik karena hasil pengukuran pH pada Sei Pulai mendukung untuk kehidupannya yaitu sebesar 7,3. 4. Timbal Hasil pengukuran timbal di Sungai Pulai sebesar 0,16 mg/l. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran batas baku mutu yang diperbolehkan adalah sebesar 0,03 mg/l. Dengan demikian, kandungan timbal di Sungai Pulai telah melewati batas baku mutu yang telah ditetapkan. Timbal termasuk ke dalam kategori logam berat karena logam ini termasuk non essensial dan beracun. Menurut (UNEP 2002 dalam Purwantari 2007) logam berat Pb sangat beracun untuk makhluk hidup atau lingkungan. Menurut (Hutagalung 1994 dalam Saenab dkk, 2014) musim juga ikut berpengaruh terhadap konsentrasi dimana pada musim hujan konsentrasi logam berat cenderung lebih rendah karena terencerkan oleh air hujan. Tingginya suhu juga ikut berpengaruh terhadap
larutnya logam dalam air (Afriansyah 2009 dalam rachmaningrum dkk 2015).
diduga karena penduduk yang berada tidak terlalu dekat dengan Sei Pulai.
5. Tembaga
F. Status Mutu Air Baku Sungai Pulai
Salah satu logam berat yang diukur di Sei Pulai adalah Cu. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran untuk batas baku mutu Cu pada kelas I yang kegunaannya dalam air baku adalah sebesar 0,02 mg/l. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan bahwa di dalam perairan Sei Pulai tidak terdapat tembaga yaitu dengan konsentrasi 0,00 mg/l. Tembaga termasuk ke dalam logam yang essensial yaitu yang diperlukan oleh makhluk hidup dalam jumlah yang sedikit. Menurut (Laws 1981 dalam Bangun 2005) salah satu golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien yang bermanfaat bagi kehidupan organisme yaitu Cu.
Status mutu Sungai Pulai penting untuk diketahui dalam memenuhi sumber air baku. Untuk mengetahui status mutunya, digunakan sistem storet yang ada di dalam Peraturan Pemeritah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Dari hasil pengukuran yang telah di dapat, kemudian dihitung status mutunya sesuai dalam ketetapan Keputsan Mentri Lingkuhan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu air dan juga perhitungan ini merujuk pada Shafa’atullah tahun 2013 guna untuk mengetahui skor akhir dari mutu air baku di Sungai Pulai. Perhitungan kualitas air baku di Sei Pulai dapat dilihat pada tabel berikut :
6. Besi Tabel 7. Perhitungan Skor Status Kelas Air Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, batas maksimum untuk besi pada kelas I adalah sebesar 0,3 mg/l. Hasil pengukuran besi di Sei Pulai menunjukkan kandungan besi di dalam Sei Pulai termasuk aman karena berada di bawah baku mutu yaitu sebesar 0,1 mg/l. Sama halnya dengan tembaga, besi juga sebagai mikronutrien untuk organisme. Apabila konsentrasi besi melebihi dari baku mutu atau terdapat dalam jumlah yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif terhadap air baku yang akan di konsumsi. Dampak yang ditimbulkan adalah air baku akan terasa tidak enak, bau busuk dan menjadi berwarna. E. Parameter Biologi Air Baku Dalam Metode Storet 1. Escherichia Coli Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, batas baku mutu untuk keberadaan Escherichia coli untuk air kelas I sebagai air baku adalah 100 jml/ 100 ml. Dari hasil pengukuran Escherichia coli di Sei Pulai tidak didapati bakteri tersebut dan dapat dikatakan bahwa Sungai Pulai memenuhi baku mutu. Menurut (Purbowaristo, 2011) koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air. Dengan tidak adanya bakteri Escherichia coli di perairan Sei Pulai mengindikasikan bahwa tidak ada indikasi terhadap adanya bakteri tersebut ke dalam perairan, hal ini
NO
Parameter
1
FISIKA TDS Suhu KIMIA pH Amoniak Nitrit
2
3
Maksimum
Skor
Minimum
Skor
Ratarata
Skor
Skor Akhir
7,8881 31,03
0 0
7,186 30,4
0 0
7,5335 30,175
0 0
0 0
7,68 -
0 -
6,96 -
0 -
7,32 0,1186 0,0096
0 0 0
0 0 0
Timbal (Pb)
-
-
-
-
0,155
-12
-12
Tembaga (Cu) Besi (Fe)
-
-
-
-
0
0
0
-
-
-
-
0,11
0
0
0
0
0
0
0
BIOLOGI Escherichia coli
0
0
JUMLAH
-12
Setelah dihitung kualitas air bakunya melalui skor yang telah ditentukan, dan batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, status mutu kelas air baku Sungai Pulai berada pada kelas C yaitu peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut. Setelah diketahui Waduk Sungai Pulai memiliki kriteria kelas C dalam pemenuhan air baku, perlu dilakukannya penelitian yang lebih kompeherensif dengan time series dari waktu ke waktu tentang status mutu kualitas air baku Waduk Sungai Pulai karena adanya kekurangan dalam alat yang digunakan dalam penelitian yang mana alat yang digunakan kurang maksimal seperti kalibrasi alat secara periodik pada laboratorium dan tidak semua menggunakan prosedur sesuai SNI.
V.
PENUTUP A. Kesimpulan
Sungai Pulai merupakan salah satu sumber air baku yang ada di Pulau Bintan dan termasuk ke dalam kategori pulau kecil. Dengan ketersediaan air yang terbatas, sumber air baku yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu di Sungai Pulai perlu diketahui bagaimana kualitas dan status mutu air bakunya. Setelah dilakukannya pengukuran dan perhitungan terhadap kualitas air baku di Sungai Pulai diketahui bahwa kandungan timbal telah melewati batas baku mutu yang telah ditentukan. Jumlah timbal yang sebesar 0,16 mg/l. Status mutu air baku Sungai Pulai di peroleh nilai sebesar -12. Kategori -12 ini termasuk ke dalam kategori kelas C yaitu berada pada tercemar sedang B. Saran Waduk Sungai Pulai termasuk ke dalam kategori kelas C yaitu termasuk dalam cemar sedang. Maka perlu penelitian selanjutnya yang lebih komprehensif dengan waktu secara periodik waktu ke waktu tentang status mutu air baku sehingga dapat diketahui kondisi status air baku di Sungai Pulai dari waktu ke waktu dan bukan hanya pada saat ini.
Februarman, 2008. Kajian Pembangunan Waduk Untuk Meningkatkan Produktivitas PLTA Batang Agam. Jurnal Rekayasa Sipil Vol 4 No 2:Universitas Andalas Fitra, Eva. 2008. Analisis Kualitas Air Dan Hubungannya Dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Di Perairan Parapat Danau Toba. TESIS. Universitas Sumatera Utara : Medan Lestari Deah A, Sambodho K, Suntoyo. Pengaruh Kenaikan Permukaan Air Laut Pada Intrusi Air Laut di Akuifer Pantai. Studi Kasus Pulau Bintan Provinsi Kepualauan Riau. ITS : Surabaya Patty Simon I, 2013. Distribusi Suhu, Salinitas Dan Oksigen Terlarut Di Perairan Kema Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax Vol 1.(3), Mei 2013 Purbowarsito H. 2011. Uji Bakteriologis Air Sumur di Kecamatan Semampir Surabaya. Skripsi. Universitas Air Langga Purwantari N.D. 2007. Reklamasi Area Tailing Di Pertambangan Dengan Tanaman Pakan Ternak; Mungkinkah?. Wartazoa Vol 17 No 3.
DAFTAR PUSTAKA Astari R dan Iqbal R. Kualitas Air dan Kinerja Unit Pengolahan di Intalasi Pengolahan Air Minum ITB. ITB : Bandung Bakti H dan Hehanusa, 2005. Sumberdaya PulauPulau Kecil. LIPI PRESS Bangun Julius M. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Dalam Air, Sedimen Dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) Di Perairan Ancol Teluk Jakarta. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogot : Bogor Desiandi M, Sitorus Rico J, Hasyim H, 2009. Pemeriksaan Kualitas Air Minum Pada Daerah Persiapan Zona Air Minum Prima (ZAMP) PDAM Tirta Musi Palembang. Durand, Swenekhe Sandra. 2010. Studi Potensi Sumberdaya Alam Di Kawasan Pesisir Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Perikanan Dan Kelautan VOL VI Nomor 1 April. UNSTRAT:Manado Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya di Lingkungan Perairan. Kanisius : Yogyakarta
Rachmaningrum M, Wardhani E dan Pharmawati K. 2015, Konsentrasi logam Berat Kadmium (Cd) Pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot - Nanjung. Jurnal Online Institur Teknologi Nasional Vol 3 No 1 Rahmawati, 2007. Pemanfaatan Kawasan Sumber Mata Air Senjoyo Dalam Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. TESIS. Universitas Diponegoro : Semarang Saenab S, Nurhaedah dan Muthiadin C. 2014. Studi Kandungan Berat Timbal Pada Langkitang (Faunus ater) Di Perairan Desa Maroneng Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Jurnal Bionature Vol 15 No 1 Titiresmi dan Sopiah N. 2006. Teknologi Biofilter Untuk Pengolahan Limbah Amonia. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 7 No 2. Balai Teknologi Lingkungan : Jakarta Widayat W, Suprihatin dan Herlambang A. 2010. Penyisihan Amoniak Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Air Baku PDAM-IPA Bojong Renged Dengan Proses Biofiltrasi Menggunakan Media Plastik Tipe Sarang Tawon. Jurnal JAI vol 6. No. 1. Pusat
Teknologi Lingkungan BPP Teknologi. IPB : Bogor Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Universitas Diponegoro : Semarang