TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Lokasi Penelitian Administrasi dan kependudukan Kepulauan Derawan yang terdiri dari Kecamatan Pulau Derawan dan Kecamatan Maratua termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Berau bagian utara dan barat berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, bagian timur berbatasan langsung dengan Selat Makassar, serta bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur. Secara keseluruhan Kabupaten Berau terdiri dari 13 kecamatan, yaitu Tanjung Redeb, Gunung Tabur, Teluk Bayur, Segah, Kelay, Sambaliung, Derawan, Maratua, Tabalar, Biatan Lempake, Talisayan, Batu Putih, dan Biduk-biduk. Kepulauan Derawan secara geografis terletak di semenanjung utara dari wilayah perairan laut Kabupaten Berau yang terdiri dari beberapa pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Rabu-rabu, Pulau Samama dan Pulau Sangalaki, Pulau Kakaban dan Pulau Maratua serta beberapa gosong karang seperti gosong Muaras, Pinaka, Buliulin, Masimbung, Tababinga dan beberapa gosong pulau lainnya. Kecamatan
Pulau
Derawan
dan
Maratua
terdiri
dari
beberapa
desa/kampung, secara rinci sebaran penduduk berdasarkan Kepala Keluarga (KK) dan jiwa dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Jumlah penduduk di Kecamatan Derawan dan Maratua (Sumber: Hasil survei Program Bersama Kelautan, 2005) Kecamatan Pulau Derawan
Pulau Maratua
Kampung Pulau Derawan Tanjung Batu Kasai Teluk Semanting Pegat Batumbuk Payung payung Bohe Silian Teluk Harapan Teluk Alulu
Jumlah KK 371 547 472 80 131 118 182 162 126
Jumlah jiwa 1.370 2.188 1.960 458 450 538 682 707 558
Perekonomian Secara umum perekonomian di Kepulauan Derawan sudah berkembang dengan baik, sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan tangkap. Hasil tangkapan nelayan Kepulauan Derawan merupakan pemasok terbesar perekonomian Kabupaten Berau dari sektor perikanan. Jumlah kapal penangkapan yang ada di Kecamatan Derawan dan Maratua pada tahun 2001 sebanyak 426 unit, dengan jumlah perahu tanpa motor sebanyak 77 unit, motor tempel 93 unit, dan kapal motor sebanyak 256 unit. Jenis alat tangkap yang digunakan bermacam-macam, diantaranya adalah payang, purse sein, gill net, jaring angkat, pancing dan bubu. Selain dari kegiatan perikanan, masyarakat Kepulauan Derawan juga menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan dan pariwisata dan perkebunan. Masyarakat membuka toko untuk menjual kebutuhan sehari-hari, peralatan rumah tangga, bahkan ada yang menjadi penjual bahan bakar seperti bensin dan solar untuk keperluan nelayan setempat. Perkebunan diusahakan sebatas untuk kebutuhan internal. Kondisi alam di Kepulauan Derawan yang eksotis sangat mendukung kegiatan pariwisata di daerah tersebut. Masyarakat Pulau Derawan terlibat dalam kegiatan ekonomi dibidang pariwisata hanya pada skala kecil, mereka menyediakan penginapan, rumah makan, serta menyediakan jasa angkutan, baik untuk memancing, diving, maupun sarana transportasi ke darat. Masyarakat lokal yang sudah memiliki dive licence biasanya bekerja pada pengusaha resort sebagai dive guide. Di Pulau Maratua masih belum ada kegiatan pariwisata yang diusahakan masyarakat setempat. Untuk skala yang lebih besar kegiatan pariwisata diperankan oleh pihak swasta. Sampai saat ini terdapat 4 dive resort yang sudah berkembang di Kepulauan Derawan, yaitu: PT Bumi Manimboran Interbuwana (BMI) di P. Derawan, PT Sangalaki Dive Lodge (SDL) di P. Sangalaki, PT Nabucco Island Dive Resort dan PT Paradise Dive Resort di P. Maratua. Mereka menjual paket-paket wisata terutama wisata selam.
8
Kondisi iklim dan oseanografi Kondisi iklim dan oseanografi kawasan Kepulauan Derawan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di Samudra Pasifik. Secara umum iklim akan dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur, dan untuk oseanografi akan dipengaruhi pergerakan arus secara musiman dan Arus Lintas Indonesia dari Samudra Pasifik Menuju Samudra Hindia yang melewati Selat Makasar. Arah angin secara umum di kawasan Kepulauan Derawan akan mengikuti musim yang ada di Indonesia yaitu musim barat dan musim timur. Kecepatan angin yang paling rendah di Kepulauan Derawan pada bulan Oktober dan November yang mencapai 4,3 knot dengan arah rata-rata 330o dan kecepatan angin maksimum terjadi pada bulan Juli dan Agustus dengan arah 270o. Suhu udara berkisar antara 22,3 oC sampai 32 oC. Iklim di kawasan Kepulauan Derawan berdasarkan klasifikasi Koppen diklasifikasikan sebagai iklim tipe alpha, menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson kawasan Kepulauan Derawan termasuk golongan iklim A yaitu hujan berlangsung sepanjang tahun dan jarang terjadi bulan kering. Curah hujan harian di Kepulauan Derawan berkisar antara 0,6 mm sampai 21,8 mm dengan jumlah hari hujan antara 4 sampai 28 hari. Kondisi oseanografi Kepulauan Derawan dipengaruhi oleh dinamika aliran Sungai Berau dan dinamika laut lepas Selat Makasar. Kisaran suhu permukaan air laut yang ada Kepulauan Derawan berkisar antara 29,5 oC sampai 30,5 oC untuk kawasan yang berhadapan dengan Sungai Berau dan berkisar antara 29,5 oC sampai 30 oC untuk kawasan yang berhadapan dengan laut lepas. Kisaran suhu rata-rata pada dasar perairan untuk kawasan yang berhadapan dengan Sungai Berau berkisar antara 27,5 oC sampai 29 oC dan untuk kawasan yang berhadapan dengan laut lepas berkisar 21 oC sampai 28 oC. Salinitas pada kawasan yang berhadapan dengan Sungai Berau berkisar antara 32,5 ppt sampai 33 ppt dan pada kawasan yang berdekatan dengan laut lepas mempunyai salinitas 33,5 ppt. Salinitas pada kedalaman 100 meter untuk kawasan yang berhadapan dengan sungai Berau adalah 33,5 ppt dan pada kawasan yang berhadapan dengan laut lepas berkisar antara 34 sampai 34,5 ppt.
9
Sungai Berau Sungai Kelay adalah sungai yang terpanjang di Berau, sejauh 254 kilometer dari Gunung Mantam area di sebelah barat daya Berau, sebelah hulu kampung Dayak Long Gi. Sungai Kelay dan anak-anak sungainya mengaliri setengah area Berau sebelah selatan sampai bergabung dengan Sungai Segah di Tanjung Redeb membentuk Sungai Berau. Secara tradisional, Sungai Kelay melayani rute pengangkutan utama bagi penumpang dan barang ke bagian selatan Berau. Industri skala besar sepanjang Sungai Kelay tidak sebanyak seperti di sepanjang Sungai Segah, meskipun beberapa kegiatan HPH terbukti ada di sepanjang antara Tanjung Redeb dan kampung Pagat Bukur. Industri yang paling terkemuka sepanjang Sungai Kelay adalah PT Berau Coal di Desa Pagat Bukur. Pelayanan jalan yang ditingkatkan antara masyarakat sepanjang Sungai Kelay ke Tanjung Redeb dan daerah pesisir sekarang menjadi jalur utama untuk pengangkutan kayu dan batu bara. Kebanyakan lahan di dekat Sungai Kelay, ditanami beberapa jenis produk pertanian, yang paling mencolok adalah perkebunan pisang ekstensif antara Pagat Bukur dengan Tumbit Melayu. Beberapa area sekitar Tumbit Dayak dan Long Lanuk telah dibuka untuk padang penggembalaan sapi dan babi. Di kalangan masyarakat ini sungai melayani fungsi pengangkutan tradisional, membantu pengangkutan produk pertanian masyarakat lokal menuju pasar di bagian hilir. Kegiatan yang mencolok lainnya di sepanjang Sungai Kelay, bagian hulu Tumbit Melayu adalah pendulangan emas. Sungai Segah membentang sepanjang 152 kilometer dari hulu sungainya, di area Gunung Kundas, bagian hulu kota Malinau di sudut timur laut Berau, ke arah Tanjung Redeb. Sungai Segah mengaliri setengah area Berau sebelah utara, dan di pasok oleh beberapa sungai yang lebih kecil seperti Sungai Malinau (58 kilometer), Pura (72 kilometer), Siagung (38 km) dan Siduung (83 km). Sungai menjadi saluran utama untuk pengangkutan kayu dari pedalaman ke kapal, dan banyak jalan menghubungkan HPH dengan fasilitas pembongkaran sepanjang sungai Segah tampak antara Labanan dan Tanjung Redeb. PT Berau Coal juga menggunakan sungai untuk mengangkut batubara dari lokasi operasional dekat Teluk Bayur ke Tanjung Redeb dan sekitarnya. Pembabatan vegetasi dan lalu
10
lintas kendaraan pada fasilitas pembongkaran memberi kontribusi terhadap erosi tanah dan meningkatkan sedimentasi sungai. Sungai Kelay dan Sungai Segah bergabung di Tanjung Redeb menjadi Sungai Berau. Sungai Berau lebar, berarus lambat dibatasi terutama oleh Nipah dan mangrove sepanjang 40 km dari Laut Sulawesi. Sungai tersebut merupakan koridor pengangkutan industri yang penting dengan banyak stasiun pembongkaran untuk kayu dan batu bara, dan menjadi rute utama untuk pengangkutan barang dan orang dari Tanjung Redeb ke Samarinda, Balikpapan dan tempat lain. Sungai tersebut juga merupakan rute pengangkutan penting bagi fasilitas wisata di Kepulauan Derawan (misalnya dive resort di pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban dan Maratua). Di samping pengangkutan batu bara dan kayu, industri lokal sepanjang Sungai Berau antara lain penambangan pasir (misalnya pasir yang dikeruk dari dasar sungai) dan perikanan. Konversi hutan Nipah menjadi tambak terjadi di sepanjang sungai, dan terutama di dekat kampung Kassai.
Terumbu Karang Anatomi karang Komponen terpenting terumbu karang adalah karang keras. Karang merupakan hewan sederhana, berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus (Suharsono, 1996). Daerah datar yang berada sekitar mulut disebut oral disc. Mulut karang dikelilingi oleh rangkaian tentakel-tentakel berkapsul yang dapat melukai (nematokis) dan berfungsi sebagai penangkap makanan berupa plankton (Nybakken, 1993). Mulut dan rongga perut dihubungkan oleh tenggorokan yang pendek. Rongga perut berisi semacam usus disebut filamen mesentari yang berfungsi sebagai alat pencernaan (Suharsono, 1996). Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak yang disebut septa, septa tersusun dari bahan organik dan kapur yang merupakan hasil sekresi dari polip karang. Dinding polip karang terdiri dari 3 lapisan, yaitu ektodermis, mesoglea dan endodermis.
11
1. Ektodermis: Jaringan terluar dimana banyak dijumpai sel glandula yang berisi mukus dan sel knidoblast yang berisi sel nematokis. Nematokis merupakan sel penyengat
yang
berfungsi
sebagai
alat
penangkap
makanan
dan
mempertahankan diri dari pemangsaan. 2. Mesoglea: Merupakan jaringan yang di bagian tengahnya berupa jelly. Di dalam lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan di lapisan luar terdapat sel semacam otot. 3. Endodermis: Lapisan dalam yang sebagian besar selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang (zooxanthellae). Seluruh permukaan jaringan karang juga dilengkapi dengan silia dan flagella, yang berkembang dengan baik di lapisan luar tentakel dan di dalam sel mesenteri. Karang mempunyai sistem saraf, jaringan otot dan reproduksi yang sederhana akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Selanjutnya gambaran mengenai anatomi karang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Anatomi karang (Veron, 2000)
Reproduksi karang Karang memiliki dua cara dalam reproduksi, yaitu dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual karang menghasilkan larva planula yang berenang bebas dalam kolom perairan untuk sementara waktu, yang kemudian melekat pada substrat dan mengalami tahap perkembangan selanjutnya.
12
Menurut Harrison dan Wallace (1990) in Tomascik at al. (1997), karang sclerectinia memiliki empat prinsip dasar dalam reproduksi seksual. Hal ini berkaitan anatara hubungan hermaphrodit - gonochorisme dengan pemijahan (pembuahan eksternal) - melahirkan (pembuahan internal). Mayoritas (60%) karang sclerectinia yang memiliki sel kelamin ganda (hermaphrodit) melakukan pembuahan diluar (eksternal). Hanya 15% karang hermaphrodit yang melakukan pembuahan di dalam dan mengeluarkan planula dalam tahap awal reproduksinya. Demikian halnya dengan karang yang memiliki sel kelamin terpisah (gonochorisme) atau dioceous, mereka juga memiliki dua macam pembuahan (eksternal dan internal). Sekitar 70% dari gonochorisme yang diketahui melakukan pembuahan dengan cara eksternal. Penelitian secara ekstensif yang dilakukan di Great Barier Reef, Laut Merah, dan di beberapa tempat di Laut Karibia memperlihatkan bahwa 70% karang sclerectinia yang diteliti melakukan pembuahan diluar, hanya 23% yang melakukan pembuahan didalam (Harrison dan Wallace, 1990 in Tomascik at al., 1997). Setelah karang melekat pada substrat maka ia akan mengalami perubahan struktur dan histologi. Ketika polip menjadi dewasa dan membentuk koralit, maka ia mulai melakukan reproduksi secara aseksual untuk memperbesar koloni. Reproduksi aseksual pada karang dapat terjadi melalui intratentacular budding maupun extratentacular budding. Intratentacular budding adalah tumbuhnya individu baru dari individu yang lama dan hasilnya terdapat dua individu yang identik. Extratentacular budding adalah tumbuhnya individu baru diantara individu yang lama.
Alga simbion - zooxanthellae Zooxanthellae
merupakan
istilah
umum
yang
dipakai
untuk
menggambarkan alga simbiotik yang hidup bersimbiosis dengan hewan, termasuk karang. Zooxanthellae termasuk dalam kelas Dinoflagellata dengan nama genus Symbiodinium, dan yang bersimbiosis dengan karang adalah Symbiondium midroadriaticum. Selain memiliki klorofil a dan c, zooxanthellae juga memiliki pigmen (diadinoxanthine dan piridin) yang berguna dalam fotosintesis. Mereka
13
umumnya berwarna cokelat atau merah kecokelatan sehingga umumnya karang terlihat berwarna cokelat (Brikeland,1998) Selanjutnya Brikeland (1998) menjelaskan bahwa zooxanthella ditransfer ke dalam tubuh individu karang baru melalui proses reproduksi, baik reproduksi aseksual maupun seksual. Dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae secara langsung ditransmisi dalam fragmen dasar koloni baru. Sedangkan melalui reproduksi secara seksual, zooxanthellae diperoleh secara langsung dari induk karang atau secara tidak langsung dari lingkungan. Pada saat reproduksi secara seksual,
zooxanthellae langsung ditransfer ke dalam telur atau larva yang
dikeluarkan. Zooxanthellae juga diperoleh secara tidak langsung dari lingkungan atau sisa dari organisme pemakan karang dan pemakan zooplankton yang didalamnya mengandung zooxanthellae. Hubungan simbiosis yang terjadi antara karang dengan zooxanthellae adalah simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan untuk keduanya. Zooxanthellae mendapatkan beberapa keuntungan dari hubungan ini, terutama tempat hidup yang cukup baik dan terlindung (jaringan karang). Selain itu mereka juga memperoleh suplai nutrien dasar yang keberadaannya berlanjut (PO4 dan NH3) serta produk metabolik lainnya (Urea dan Asam Amino) hasil ekskresi hewan karang. Polip karang juga mensuplai zooxanthellae dengan CO2 sebagai hasil dari produk respirasi, yang berguna bagi zooxanthellae dalam proses fotosintesis (Tomascik et al. 1997). Keuntungan dari hubungan ini bagi hewan karang adalah sejumlah gula dan oksigen sebagai hasil fotosintetis zooxanthellae yang dibutuhkan karang sebagai makanan dan respirasi (Byatt et al. 2001). Keuntungan paling penting dari simbiosis antara karang – zooxanthellae bagi karang adalah dalam proses kalsifikasi, sebagai proses perkembangan struktur skeleton karang (Pearse dan Muscatine, 1971 dan Muscatine et al. 1972 dalam Tomascik et al. 1997). Pada kondisi lingkungan yang tidak normal, zooxanthellae dapat mengalami ekspulsi (keluar dari jaringan karang) sebagai indikator stress pada karang. Penelitian mengenai hilangnya zooxanthellae dari jaringan polip karang telah banyak dilaporkan oleh beberapa author. Peristiwa pemutihan karang (bleaching) sebagai konsekuensi keluarnya zooxanthellae dari jaringan polip
14
karang disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan suhu, perubahan salinitas, limbah panas, masukan lumpur, polusi minyak (Brown dan Howard, 1985), serta short-term sedimentasi (Philipp dan Fabricius, 2003).
Tipe-tipe terumbu karang Sumich (1992) menyebutkan pengelompokkan tipe-tipe terumbu karang berdasarkan tahap pembentukan formasi dari yang termuda, fringing reef, kemudian barrier reef, hingga yang terakhir atoll (Gambar 4). 1.
Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.
2.
Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh gobah (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai.
3.
Atoll, merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah.
Sebaran dan faktor lingkungan Terumbu karang tersebar di laut dangkal baik daerah tropis maupun subtropis, yaitu antara 35o LU dan 32o LS mengelilingi bumi. Garis lintang tersebut merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh. Dari berbagai belahan dunia, terdapat tiga daerah besar terumbu karang yaitu: laut Karibia, laut Hindia, dan Indo-pasifik. Di laut Karibia terumbu karang tumbuh di tenggara pantai Amerika sampai sebelah barat laut pantai Amerika Selatan. Di laut Hindia sebaran karang meliputi pantai timur Afrika, Laut Merah, teluk Aden, teluk Persia, teluk Oman. Sebaran karang di laut Pasifik meliputi laut Cina Selatan sampai pantai timur Australia, pantai Panama sampai pantai selatan teluk California (Suharsono, 1996). Sebaran karang tidak hanya terdapat secara horisontal, tetapi juga secara vertikal. Pertumbuhan, penutupan, dan kecepatan tumbuh karang berkurang secara eksponensial dengan kedalaman. Beberapa faktor lingkungan yang
15
mempengaruhi pertumbuhan ekosistem terumbu karang antara lain: suhu, salinitas, cahaya, sedimentasi, arus dan gelombang.
1
2
3
Gambar 4. Tipe-tipe terumbu karang: 1. Fringing reef; 2. Barrier reef; 3. Atoll (Sumber: Microsoft Encarta, 2006)
16
Bentuk pertumbuhan Bentuk pertumbuhan karang batu umumnya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan di sekitarnya, morfological plasticity memberikan kesempatan bagi terumbu karang untuk beradaptasi secara lokal. Contohnya spesies karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya terdapat pada area dengan energi gelombang yang rendah, koloni karang di daerah dengan konsentrasi cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu karang pada daerah keruh memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas) dibanding bentuk pertumbuhan yang datar atau flat (Riegl, 1996) Variasi bentuk koloni dari spesies karang yang sama sangat tergantung dari kondisi lingkungan perairannya.
Veron (1995) mememperlihatkan
keragaman bentuk dan morfologi jenis karang Pocillopora damicornis. Di Great Barier Reef, karang jenis Pocillopora damicornis memiliki morfologi dan bentuk pertumbuhan yang berbeda antara daerah karang depan mangrove, laguna, reef flat hingga karang bagian dalam. Karang di daerah yang keruh seperti laguna dan mangrove bentuk percabangan lebih ramping sebagai adaptasi terhadap sedimen. Di daerah reef flat dengan adanya energi gelombang, bentuk koloni lebih padat dan kokoh. Dan di daerah slope bagian dalam percabangan kembali ramping, tetapi tidak seramping daerah yang keruh di bagian darat (Gambar 5).
Reef flat
Reef back
Mangrove Turbid lagoon
Upper reef slope
Lower reef slope
Gambar 5. Variasi bentuk pertumbuhan Pocillopora damicornis di Great Barrier Reef dalam kaitannya dengan lingkungan (Veron, 1995)
17
English et al. (1994) menggolongkan bentuk pertumbuhan karang menjadi dua kelompok besar, yaitu Acropora dan Non-acropora. Secara lengkap bentuk pertumbuhan dari masing-masing kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kategori bentuk pertumbuhan karang (English et al. 1994) Kategori Dead Coral
Kode DC
Dead Coral with Alga Hard Coral: Acropora
DCA
Non Acropora
Other Fauna Soft Coral Sponge Zoanthids Others
Branching
ACB
Encrusting
ACE
Submassive
ACS
Digitate
ACD
Tabular
ACT
Branching
CB
Encrusting
CE
Foliose
CF
Massive
CM
Submassive
CS
Mushroom
CMR
Millepora
CME
Heliopora
CHL
SC SP ZO OT
Keterangan Karang yang baru mati, Berwarna putih Karang mati yang ditumbuhi alga
Bercabang seperti ranting. contoh: A. Formosa, A. palmata Bentuk merayap, seperti Acropora yang belum sempurna. Contoh : A. cuneata Bercabang lempeng dan kokoh. Contoh : A..palifera Percabangan rapat seperti jari tangan. Contoh : A. digitifera, A. humilis Percabangan arah mendatar. Contoh : A. hyacinthus Bercabang seperti ranting pohon. Contoh : Seriatopora hystrix Bentuk merayap, menempel pada substrat. Contoh : Montipora undata Bentuk menyerupai lembaran. Contoh : Merulina ampliata Bentuk seperti batu besar. Contoh : Platygyra daedalea Bentuk kokoh dengan tonjolan. Contoh : Porites lichen Bentuk seperti jamur, soliter. Contoh : Fungia repanda Semua jenis karang api, warna kuning diujung koloni. Karang biru, adanya warna biru pada skeleton. Karang dengan tubuh lunak
Anemon, teripang, gorgonian, kima
18
Algae
Abiotik
Kategori Alga Assemblage Coralline Algae Halimeda Macroalgae Turf Agae Sand Rubble Silt Water Rock
Other
Kode AA
Keterangan Terdiri lebih dari satu jenis alaga
CA
Alga yang mempunyai struktur kapur Alga dari genus Halimeda Alga berukuran besar Menyerupai rumput-rumput halus Pasir Pecahan karang yang berserakan Lumpur Kolom air /celah dengan ketdalaman lebih dari 50 cm
HA MA TA S R SI WA RCK DDD
Data tidak tercatat atau hilang
Terumbu karang di Kepulauan Derawan Tipe terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Derawan adalah: fringing reef (terumbu karang tepi), barrier reef (terumbu karang penghalang), atoll (terumbu karang cincin) dan patch reef (gosong terumbu karang). Gosong terumbu karang yang terdapat di daerah ini meliputi gosong Pulau Panjang, gosong Masimbung, gosong Buliulin, gosong Pinaka, gosong Tababinga, dan gosong Muaras. Atoll yang terdapat di Kepulauan Derawan telah terbentuk menjadi pulau, yaitu Maratua dengan luasan 690 km2 dan Muaras dengan luas 288 km2; serta ada pula yang terbentuk menjadi danau air asin, yaitu Kakaban dengan luas 19 km2 (Wiryawan et al. 2004). Hasil dari REA (Rapid Ecologycal Assesment), tercatat sebanyak 444 spesies karang yang telah teridentifikasi, serta 63 spesies tambahan yang belum teridentifikasi dan statusnya masih dalam menunggu konfirmasi dari museum Tropical of Queensland, Australia. Apabila spesies tersebut telah terkonfirmasi, ini akan menambah kekayaan spesies karang di Kepulauan Derawan menjadi 507 spesies. Hal ini akan menjadikan Kepulauan Derawan menduduki urutan kedua dunia dalam keanekaragaman spesies terumbu karang setelah Raja Ampat, Irian dengan jumlah 523 spesies terumbu karang (Turak, 2003). Selanjutnya Turak (2003) mengelompokkan komunitas terumbu karang di Kepulauan Derawan ke dalam 6 tipe komunitas yang terdiri dari 3 komunitas dangkal (Tipe A, B, C) dan 3 komunitas dalam (tipe D, E, F). Pengelompokan ini
19
didasarkan atas komposisi serta kelimpahan dari spesies-spesies karang yang ditemukan pada masing-masing stasiun. Komunitas dangkal tipe A dicirikan dengan perairan yang jernih, ditemukan pada daerah jauh dari pantai dan cenderung berasosiasi dengan komunitas dalam tipe E. Komunitas dangkal tipe B ditemukan pada daerah flat, slope bagian atas dengan pengadukan yang moderat. Komunitas dangkal tipe C ditemukan pada daerah yang tertutup pada flat bagian luar serta reef crest dan upper slope, dicirikan dengan turbiditas yang tinggi. Komunitas dalam tipe D ditemukan pada daerah slope bagian dalam dan terlindung, turbiditas tinggi sebagai pengaruh dari sungai Berau. Komunitas dalam tipe E dicirikan dengan perairan yang jernih di bagian luar dan di sekitar atoll, biasanya berasosiasi dengan komunitas dangkal tipe A. Komunitas dalam tipe F ditemukan pada daerah lebih ke luar dimana pengaruh dari pantai masih cukup kuat. Komposisi dari masing-masing tipe komunitas kemungkinan besar dipengaruhi oleh adanya Sungai Berau. Masukan sedimen dan materi lain yang terbawa dari darat menjadi faktor pembatas bagi spesies-spesies karang tertentu, sehingga penyebaran karang membentuk pola tersendiri pada area terumbu karang yang dekat dengan daratan hingga area terumbu karang pada bagian luar (atoll). Selanjutnya sepuluh spesies-spesies karang tertinggi yang ditemukan pada masing masing tipe komunitas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sepuluh spesies karang tertinggi yang ditemukan pada masing-masing tipe komunitas (Turak, 2003). Tipe A Kelimpahan Porites massive 28 Porites cylindrical 27 Acropora millepora 24 Galaxea fasicularis 23 Acropora palifera 35 Acropora formosa 30 Stylophora pistillata 26 Pocillopora verrucosa 24 Acropora subulata 23 Acropora nasuta 21
Tipe B Kelimpahan Favia matthai 31 Favites abdita 27 Porites massive 32 Pocillopora verrucosa 28 Montipora grisea 27 Pocillopora danae 26 Acropora digitifera 23 Symphyllia recta 23 Acropora humilis 22 Seriatopora caliendrum 31
Tipe C Fungia concinna Fungia repanda Favia pallida Porites cylindrical Porites nigrescens
Tipe D Herpolitha limax Oxypora glabra Favia favus Montipora florida Galaxea fasicularis
Kelimpahan 15 15 13 13 13
Kelimpahan 14 13 13 12 12
20
Fungia horrida Echinopora lamellosa Merulina ampliata Platygyra daedelea Acropora Formosa
12 12 10 10 9
Tipe E Kelimpahan Pavona varians 29 Platygyra daedelea 29 Echinopora lamellosa 28 Favia matthai 26 Hydnophora exesa 22 Acropora horrida 31 Porites vaughani 31 Acropora divaricata 30 Porites massive 30 Stylophora pistillata 29
Pectinia alcicornis Pavona cactus Seriatopora hystrix Plerogyra simplex Pachyseris foliosa
12 15 13 11 11
Tipe F Kelimpahan Favia matthai 29 Favites russelli 27 Diploastrea heliopora 21 Pachyseris speciosa 24 Galaxea fasicularis 22 Goniasatrea pectinata 22 Porites massive 26 Seriatopora caliendrum 24 Porites lichen 23 Mycedium elephantotus 21
Sedimen Karakteristik alami Secara umum terdapat dua macam sedimen yang terdapat dalam air laut. Pertama adalah terrigenous sediment, yang terbentuk dari hasil pelapukan; erosi dari daratan yang kemudian ditransfer masuk ke laut melalui sungai; gletser dan angin. Mereka terdiri dari gravel, pasir, lumpur dan tanah liat (clay). Kedua adalah biogenous sediment, yang terbentuk dari hasil proses-proses biologis organisme planktonik (dominan) yang mensekresikan skeleton dari kalsium karbonat atau silica (Bearman, 1989). Selanjutnya Tomascik et al. (1997) mengemukakan bahwa terrigenous sediment lebih dominan terdapat di daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Pada daerah ini (misalnya: pantai utara Jawa dan selatan Kalimantan), masukan lumpur dan pasir (yang kaya akan clay mineral) banyak dijumpai sebagai penyusun habitat dasar. Untuk daerah yang lebih kering serta kawasan non-vulkanik (Banda Arc bagian luar), sedimen pada perairan dangkalnya lebih didominasi oleh biogeous sediment. Komposisi dan jumlah sedimen yang masuk ke daerah pantai (termasuk kawasan terumbu karang) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama adalah kondisi geologis yang meliputi lithologi dan fisiografi, dimana dengan kondisi geologis yang berbeda akan menghasilkan sedimen yang berbeda dalam hal jumlah dan kualitas (ukuran partikel, minerologi). Faktor kedua yang tidak kalah
21
pentingnya adalah iklim yang dapat mempengaruhi laju pelapukan serta erosi tanah, intensitas dan durasi curah hujan. Faktor lainnya yang mempengaruhi masukan sedimen adalah angin yang membawa debu dan pasir, kapasitas infiltrasi dari tanah dan batuan, serta adanya penutupan oleh tanaman vegetasi di sekitarnya (Meijerink, 1977 dalam Tomascik et al. 1997; Milliman, 2001). Selanjutnya berdasarkan ukuran butirnya, sedimen dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yakni batu (stone), pasir (sand), lumpur (silt), dan lempung (clay). Klasifikasi ini didasarkan pada Skala Wentworth seperti yang disajikan pada Tabel 4. Skala tersebut menunjukkan ukuran standar kelas sedimen dari fraksi berukuran mikron sampai beberapa mm dengan spektrum yang bersifat kontinyu (Wibisono, 2005). Tabel 4. Klasifikasi ukuran butir sedimen berdasarkan Skala Wentworth (Wibisono, 2005)) Nama Batu (stone)
Pasir (sand)
Lumpur (silt)
Lempung (clay)
Partikel Bongkah (boulder) Krakal (coble) Kerikil (peble) Butiran (granule) Pasir sangat kasar (v. coarse sand) Pasir kasar (coarse sand) Pasir sedang (medium sand) Pasir halus (fine sand) Pasir sangat halus (v. fine sand) Lumpur kasar (coarse silt) Lumpur sedang (medium silt) Lumpur halus (fine silt) Lumpur sangat halus (v. fine silt) Lempung kasar (coarse clay) Lempung sedang (medium clay) Lempung halus (fine clay) Lempung sanat halus (v. fine clay)
Ukuran (mm) > 256 64 – 256 4 – 64 2–4 1–2 ½–1 ¼–½ 1/8 – ¼ 1/16 – 1/8 1/32 – 1/16 1/64 – 1/32 1/128 – 1/64 1/256 – 1/128 1/640 – 1/256 1/1024 – 1/640 1/2360 – 1/1024 1/4096 – 1/2360
Keterangan: v = very; istilah lumpur umumnya disebut lanau
Ukuran-ukuran partikel tersebut diatas sangat mungkin untuk menutupi polip karang yang memiliki variasi ukuran dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Penutupan oleh sedimen seperti ini secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan polip karang. Sirkulasi sedimen di daerah pantai serta transport dari dan ke arah laut lepas lebih dipengaruhi oleh angin, arus, gelombang dan pasang surut. Hasil dari pelapukan dan erosi terbawa oleh aliran sungai dalam bentuk padatan tersuspensi,
22
kemudian melalui proses mekanik sebagian didepositkan dan terakumulasi pada lapisan dasar, peristiwa ini disebut sedimentasi (Bates and Jackson, 1980 in Tomascik, 1997). Selanjutnya Tomasik (1997) menyebutkan bahwa laju sedimentasi dari padatan tersuspensi ini dipengaruhi oleh struktur fisik dari partikel itu sendiri (contoh: volume, luas permukaan, densitas, dan porositas), sifat fisik dari air (contoh: densitas), serta kondisi hidrologis di sekitar lokasi (contoh: velositas arus, shear stress, pengadukan). Pengaruh sedimen terhadap terumbu karang Komunitas terumbu karang identik dengan kondisi lingkungan dengan perairan yang jernih, oligotropik, dan substrat dasar yang keras. Sedimen yang tersuspensi maupun yang terdeposit umumnya diketahui memberikan efek yang negatif terhadap komunitas karang (McLaughin et al. 2003). Rogers (1990) in Tomascik et al. (1997) menyebutkan bahwa laju sedimentasi dapat menyebabkan kekayaan spesies yang rendah, tutupan karang rendah, mereduksi laju pertumbuhan dan laju recruitment yang rendah, serta tingginya pertumbuhan karang bercabang. Pengaruh sedimen terhadap komunitas karang secara garis besar terjadi melalui beberapa mekanisme. Pertama, partikel sedimen menutupi permukaan koloni/individu karang sehingga polip karang memerlukan energi yang lebih untuk menyingkirkan partikel-partikel tersebut. Kedua, sedimen menyebabkan peningkatan kekeruhan dan dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dasar perairan sehingga dapat mengganggu kehidupan spesies-spesies karang yang kehidupannya sangat bergantung terhadap penetrasi cahaya (Salvat, 1987). Ketiga, selain mampu mengikat unsur hara, sedimen juga dapat mengadsorpsi bahan toksik dan penyakit yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan karang. Selanjutnya Hubbard (1997) menyebutkan bahwa sedimentasi juga dapat menghalang-halangi penempelan larva karang pada substrat dasar. Sebagaimana diketahui bahwa larva karang membutuhkan substrat yang keras untuk menempel, dengan adanya penutupan substrat oleh sedimen, larva tersebut tidak mendapatkan kestabilan dalam penempelan sehingga tahap perkembangan selanjutnya tidak dapat tercapai.
23
Dalam banyak kasus, adanya sedimentasi di daerah terumbu karang menyebabkan kematian dan degradasi bagi beberapa spesies karang. Hubbard (1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan karang (dan mungkin penutupan) di sepanjang terumbu karang Costa Rica mengalami penurunan secara gradual dengan meningkatnya tekanan lingkungan, terutama sedimentasi sebagai pengaruh dari lahan pertanian sejak 1950. Selanjutnya aktivitas pengerukan yang terjadi di pelabuhan Castle, Bermuda sekitar 30 tahun yang lalu, telah memyebabkan kematian karang di beberapa area karang sekitarnya yang dipengaruhi sistem sirkulasi perairan dari daerah pengerukan tersebut (Dodge dan Vaisnys, 1977 dalam Hubbard, 1997). Di Ko Phuket, Thailand pengerukan pada daerah dalam selama 8 bulan secara signifikan telah menyebabkan reduksi penutupan karang pada area terumbu karang intertidal yang berdekatan dengan aktifitas tersebut (Brown et al. 1990 dalam Hubbard, 1997). Di Indonesia, Sungai Solo di Jawa Timur memasok sekitar 1200 ton.km-2 /thn sedimen (Hoekstra et al. 1989 dalam Tomascik et al. 1997). Selanjutnya masukan sedimen dari Sungai Solo ini berpengaruh terhadap degradasi dan penyebaran karang di pantai utara Jawa dan Madura (Tomascik et al. 1997). Berdasarkan data yang tersedia, terlihat bahwa pengaruh yang paling kuat terjadi di bagian timur, selama puncak run off yaitu pada muson barat laut, ketika arus dari laut jawa mengalir ke arah timur (Wyrtki, 1961; Hoekstra, et al. 1989 dalam Tomascik et al. 1997). Adaptasi karang terhadap sedimen Bagaimanapun juga jenis karang tertentu masih memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap sedimentasi pada lingkungan perairannya, baik secara fisiologi maupun morfologi. Adaptasi secara fisiologi merupakan bentuk adaptasi secara aktif dari karang dalam menolak sedimen (active sediment rejection), sedangkan adaptasi secara morfologi merupakan kemampuan karang secara pasif dalam menolak sedimen (passive sediment rejection). Kondisi hidrologi lokal dan bentuk umum corallum karang merupakan dua faktor kunci kemampuan karang dalam menolak sedimen secara pasif (Tomascik et al. 1997). Kenyataan bahwa setiap jenis karang memiliki kemampuan yang berbeda untuk beradaptasi terhadap keberadaan sedimen, akan menyebabkan pola penyebaran dari jenis-jenis
24
karang serta struktur komunitas benthic lainnya berbeda pula antara daerah dengan sedimentasi tinggi hingga daerah yang sedikit sekali mengalami sedimentasi ( Litz et al. 1985; Hallock, 1998 dalam Hallock et al. 2004). Sebagai contoh karang dari jenis Fungia dapat beradaptasi secara morfologi dan fisiologi terhadap kondisi perairan dengan turbiditas tinggi. Turbinari peltata dan Echinopora mammiformis merupakan jenis karang yang mampu bertahan pada kondisi perairan dengan turbiditas tinggi, yaitu dengan memiliki morfologi corallum (unifacial lamine) yang memfasilitasi untuk menolak sedimen secara pasif (Stafford-Smith dan Ormond, 1992 dalam Tomascik et al. 1997). Dengan memiliki kemampuan tersebut, keduanya mengalami kesuksesan yang cukup tinggi untuk bertahan di area karang dengan turbiditas tinggi di Kepulauan Berau, bahkan keberadaannya sangat melimpah (Tomascik et al. 1997). Jenis-jenis karang yang memiliki kemampuan secara aktif dalam menolak sedimen telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti (Marshall dan Orr, 1931; Hubbard dan Pacock, 1972; Bak dan Elgershuizen, 1976; Rogers, 1978, 1983; Logan, 1988 dalam Tomascik et al. 1997). Hasilnya mengindikasikan bahwa terdapat variasi dalam kempuan penolakan sedimen diantara masing-masing grup taksa. Selanjutnya Stafford-Smith dan Ormond (1992) dalam Tomascik et al. (1997) mengemukakan bahwa terdapat 42 spesies karang yang diteliti di Great Barier Reef yang memiliki kemampuan aktif dalam menolak sedimen. Sebagai contoh, Leptoria phyriga, yang umumnya terdapat pada daerah upper reef slope yang jernih, tapi masih memiliki kemampuan mentolerir sedimentasi hingga 25 mg.cm-2 /hari tanpa mengalami kerusakan (Stafford-Smith, 1993 dalam Tomascik et al. 1997). Jenis lain yang memiliki kemampuan tinggi dalam menolak sedimen adalah Diploastrea heliopora, Gardineroseris planulata dan Favia pallida, dan keberadaannya cukup melimpah pada daerah turbiditas tinggi di Kepulauan Berau dengan kedalaman kurang dari 5 meter (Tomascik et al. 1997).
25