TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfium Vertebrata, kelas Aves, super order Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus (Myers et al., 2006). Menurut Mansjoer (1985) bahwa nenek moyang ayam domestikasi yang menyebar di seluruh dunia berasal dari empat jenis ayam hutan yaitu ayam Hutan Merah (Gallus gallus), ayam Hutan Sri Lanka (Gallus lafayetti), ayam Hutan Abu-abu atau ayam Hutan Sonerat (Gallus sonneratti) dan ayam Hutan Jawa (Gallus varius). Nenek moyang ayam domestikasi yang utama adalah ayam Hutan Merah (Gallus gallus).
A
B
Sumber: Kuswardani (2012)
Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B)
C
D
Sumber: Candrawati (2007)
Gambar 2. Ayam Sentul Jantan (C), Ayam Wareng Tangerang Jantan (B) Beraneka ragam ayam asli Indonesia menyebar di seluruh kepulauan Indonesia yang memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas. Sejauh ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal
yaitu Pelung, Sentul, Nagrak, Banten, Ciparage, Siem, Wareng, Kedu hitam, Kedu putih, Kedu cemani, Sedayu, Gaok, Bangkalan, Olagan, Nusa penida, Nunukan, Ayunai, Tolaki, Tukung, Sumatera, Burgo, Merawang, Kukuak balenggek, Melayu, Bangkok, Bekisar, Walik/Rintit, Kampung, Galus varius, Galus galus, dan Maleo. (Nataamijaya, 2010). Keanekaragaman sifat genetik yang dimiliki ayam lokal secara nyata dimunculkan dalam penampilan fenotipik, seperti warna bulu, kulit, paruh, daging, bentuk jengger, bulu penutup, penampilan produksi, pertumbuhan dan reproduksi (Schmidt, 1985; Sidadolog, 1990). Keanekaragaman dapat dimunculkan secara evolusi maupun revolusi akibat dari sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi. Faktor cekaman lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan, karena upaya untuk mempertahankan diri melalui proses adaptasi. Proses adaptasi yang berlangsung lama dapat memunculkan sifat dan penampilan baru dan kemudian dapat diwariskan secara genetik dari generasi ke generasi. Ayam lokal Indonesia dipelihara sebagai ayam pedaging dan petelur. Selain itu berfungsi sebagai hewan kesayangan yang bermanfaat sebagai penghias halaman, aduan, ritual atau sebagai pemberi kepuasan melalui suara kokok yang merdu. Informasi dasar yang meliputi ciri spesifik, asal-usul, performa dan produktivitas diperlukan sebagai sumber daya genetik ternak ayam lokal lebih dikenal dan lebih dikembangkan secara berkelanjutan (Sulandari et al., 2007). Ayam Kampung Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam Kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan ayam Hutan Merah yaitu Hutan merah Sumatra (Gallus gallus gallus) dan ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus javanicus). Selanjutnya menurut Rasyaf (2011), ciri-ciri ayam Kampung jantan lebih jelas dari segi bentuk, memiliki tubuh yang gagah; sedangkan pada betina, bulu ekor lebih pendek dari panjang tubuh, memiliki ukuran badan dan kepala yang lebih kecil. Ayam Kampung merupakan ayam yang paling banyak menyebar di Indonesia. Ayam dibiarkan bebas berkeliaran sepanjang hari dan pakan yang didapat dari timbunan sampah, sisa-sisa dapur di sekeliling rumah. Secara umum ciri-ciri ayam Kampung adalah memiliki tubuh yang ramping, kaki panjang dan warna bulu 3
yang bervariasi yaitu hitam, putih, coklat, abu-abu campuran. Sifat fenotipik dan genotipik ayam Kampung masih sangat bervariasi seperti warna bulu yang masih beragam yaitu berwarna hitam, tipe liar, pola kolumbian, bulu putih dan bulu lurik (Sulandari et al., 2007).
A
B
Gambar 3. Ayam Kampung Jantan Ciamis (A) dan Ayam Kampung Jantan Blitar (B) Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung 2.405,141 ± 151,510 g (jantan) dan 1.650,00 ± 124,31 g (betina). Selanjutnya Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa manfaat dan keunggulan ayam Kampung adalah penghasil daging dan telur serta tahan terhadap penyakit. Ayam Kampung mudah dikenali masyarakat karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah Indonesia.
A
B
Gambar 4. Ayam Kampung Betina Ciamis (A) dan Ayam Kampung Betina Blitar (B)
4
Pertumbuhan Menurut Herren (2000) pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran atau volume dari mahkluk hidup. Pertumbuhan terjadi pada dua fase utama yaitu fase prenatal dan fase postnatal. Pertumbuhan prenatal terjadi sebelum hewan lahir sedangkan pertumbuhan postnatal terjadi setelah hewan lahir. Tubuh hewan akan mengalami pertumbuhan yang cepat sejak hewan lahir sampai dewasa kelamin. Setelah dewasa kelamin pertumbuhan hewan masih berlanjut walaupun pertumbuhan berjalan dengan lambat tetapi pertumbuhan tulang dan otot pada saat itu telah berhenti. Selanjutnya Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Jantan memiliki testosteron sebagai suatu steroid androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan. Androgen dihasilkan sel-sel interstisial dan kalenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah testosterone yang dihasilkan testis. Sekresi testosterone yang tinggi pada jantan menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak jantan dibandingkan betina, lebih cepat terutama setelah sifat-sifat kelamin sekunder muncul. Morfometrik Analisis morfometrik yang menggunakan metode AKU menerangkan bahwa komponen utama pertama merupakan indikasi dari ukuran hewan yang diteliti (vektor ukuran) dan komponen kedua merupakan indikasi dari bentuk hewan yang diteliti (vektor bentuk) Everitt dan Dunn (1991). Menurut Nishida et al. (1982) bentuk (shape) tubuh ayam asli Indonesia dipengaruhi tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Panjang tibia memberikan pengaruh yang paling besar terhadap ukuran tubuh ayam. Ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif dalam pendugaan konformasi tubuh, ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dengan lingkar shank, menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh. Tulang Femur Menurut McLelland (1990) menyatakan bahwa tulang femur merupakan tulang yang terdapat diantara tulang pelvis bagian atas dan tulang tibia di bagian bawah. Bagian ujung distal dari tulang femur miring secara kranioteral yang
5
membawa banyak anggota badan bagian belakang untuk mendekat ke pusat gravitasi tubuh. Selanjutnya Nugraha (2007); Candrawati (2007) menyatakan panjang femur adalah 102,29 ± 6,45 mm; 10,23 cm sedangkan pada betina adalah 83,48 ± 3,79 mm; 8,35 cm. Tulang Tibia Menurut McLelland (1990) tulang tibia adalah bagian anggota badan yang sering disebut dengan drumstick yang terdiri atas balutan fibula dan tibia yang bergabung dengan baris proksimal dari tulang tarsal ke bentuk tibiotarsus. Nugraha (2007) panjang tibia ayam Kampung jantan adalah 152,95 ± 10,24 mm; sedangkan betina 123,14 ± 5,92 mm. Tulang Maxilla (Ossa Maxillaria) Menurut Sisson dan Grossman (1975) maxilla merupakan salah satu ciri khas dari kelompok burung yang membedakan dengan kelompok vertebrata lain. Tulang maxilla berbentuk tipis yang membentuk rahang atas. Selanjutnya Rusdin (2007) menyatakan maxilla merupakan bagian kepala yang berfungsi sebagai alat untuk memasukkan makanan ke dalam tubuh ayam. Selanjutnya Nugraha (2007); Nishida et al. (1980) panjang maxilla pada jantan 35,99 ± 3,65 mm; 63,40 mm; sedangkan pada betina 31,70 ± 1,86 mm; 58,10 mm. Tulang Tarsometatarsus (shank) Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
III
II
Femur Patella Tibiotarsus Fibula Tarsometatarsus Tulang jari i. Jari pertama ii. Jari kedua iii. Jari ketiga iv. Jari keempat
I IV Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 5. Tulang Femur, Tibia, Tarsometatarsus dan Jari pada Ayam 6
Menurut McLelland (1990) tarsometatarsus dibentuk melalui penggabungan ruas paling bawah dari tulang tarsal dan tulang metatarsal jari II, III dan IV. Lingkar tarsometatarsus berfungsi untuk menopang tubuh ayam supaya seimbang Mulyono et al. (2009). Menurut Mansjoer (1985) panjang shank merupakan salah satu sifat kuantitatif yang dijadikan parameter pertumbuhan. Panjang shank pada jantan adalah 110,04 ± 9,11 mm; sedangkan betina 85,81 ± 4,52 mm. Lingkar shank pada jantan adalah 53,29 ± 7,44 mm; sedangkan pada betina 39,64 ± 3,02 mm. Tulang Sayap Menurut McLelland (1990) menjelaskan setelah menetas, ruas bawah dari tulang carpal menyatu dengan metacarpus untuk membentuk carpometatarsus. Menurut Nishida et al. (1980); Nugraha (2007) panjang sayap pada ayam Kampung jantan adalah 227,24 mm; 234,79 ± 15,10 mm; sedangkan pada betina 197,22 mm; 192,14 ± 11,61 mm.
Keterangan: 1. Tulang jari 1 2. Tulang jari 2 3. Tulang jari 3 4. Metacarpus 5. Radius 6. Ulna 7. Humerus Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 6. Tulang Sayap pada Ayam Jengger (Pecten Oculi Capilaris) Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ukuran jengger dipengaruhi kerja hormon sebagai salah satu karakter kelamin sekunder. Hutt (1949) menyatakan bahwa ukuran tinggi jengger dipengaruhi aktivitas testis. Jengger sangat berperan dalam sistem sirkulasi darah karena berfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Saat suhu lingkungan dingin, aliran anastomes Artery Venous (AV) mengirimkan darah arteri menuju vena untuk menghangatkan sebagian darah yang dingin dari kapiler (Lucas dan Stettenheim, 1972). Menurut Nugraha, (2007);
7
Candrawati (2007) tinggi jengger pada ayam Kampung jantan adalah (49,45 ± 19,40 mm; 4,71 ± 2,27 cm; sedangkan pada betina 1,59 ± 1,01 cm; 16,84 ± 10,09 mm.
Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 7. Bentuk Jengger Ayam Tulang Jari Ketiga Menurut McLelland (1990) kebanyakan pada burung termasuk ayam lokal ditemukan kaki dengan empat jari yaitu dari digit I sampai IV. Posisi dari jari-jari dikaitkan dengan ilmu taksonomi yang berhubungan dengan posisi burung pada saat bertengger atau tidak bertengger. Selanjutnya (Nugraha 2007; Candrawati 2007) panjang jari ketiga pada jantan 64,27 ± 5,93 mm; 6,73 ± 0,33 cm sedangkan pada betina 52,64 ± 5,16 mm; 5,28 ± 0,49 cm. Tulang Dada
Sumber: Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 8. Tulang Sternum pada Ayam 8
Menurut Fastasqi (2012) panjang dada pada jantan 135,66 ± 17,89 mm; sedangkan pada betina 111,90 ± 16,63 mm. Lebar dada pada jantan 71,61 ± 14,83 mm; sedangkan pada betina 69,06 ± 6,98 mm. Analisis Komponen Utama Menurut Gaspersz (1992), Analisis Komponen Utama (AKU) memiliki tujuan dari suatu variabel-variabel untuk menerangkan struktur varian kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dari variabel tertentu. Secara umum AKU memiliki tujuan untuk mereduksi data dan menterjemahkannya. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa analisis morfometrik yang menggunakan metode AKU menerangkan bahwa komponen utama pertama merupakan indikasi dari ukuran hewan yang diteliti (vektor ukuran) dan komponen kedua merupakan indikasi dari bentuk hewan yang diteliti (vektor bentuk). Keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk AKU. Keragaman ini diperoleh dari hasil pembagian antara nilai eigen komponen utama ke-i dan jumlah variabel yang diamati Gaspersz (1992). Selanjutnya Afifi dan Clark (1996) menyatakan bahwa vektor eigen merupakan seperangkat koefisien pada kombinasi linear untuk komponen utama ke-i.
9