TINJAUAN PUSTAKA
Botani Krisan Krisan dikenal juga dengan sebutan bunga aster atau seruni. Ada lebih dari 1000 spesies yang tumbuh didunia. Krisan yang banyak dikenal saat ini merupakan hasil persilangan tetua-tetua krisan, disebut Dendrathema sp. Berbagai jenis krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya dari Belanda, Amerika Serikat, dan Jepang (Purwanto dan Martini, 2009). Perakaran krisan menyebar kesemua arah pada kedalaman 30-40 cm. Akar krisan berbentuk serabut, menjalar kedalaman tanah yang mudah mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan dan penyakit (Grewal, 1998). Batang tanaman krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Bila dibiarkan tumbuh terus, batang menjadi keras dan berkayu menjadi hijau kecoklat-coklatan. Krisan juga mempunyai cabang-cabang lateral yang tumbuh diketiak daun. Biasanya cabang lateral ini tumbuh 5 minggu setelah tanam. Ciri tanaman krisan dapat diamati pada bentuk daun, yaitu pada tepi bercelah atau bergerigi, tersusun secara berselang-seling pada cabang atau batang (Soekarwati, 1996). Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai (tandan) berukur pendek sampai panjang. Bentuk bunga beraneka ragam, tetapi yang jelas diketahui 13 katagori berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga (Laurie and Kenard, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Iklim Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 20-26 0C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 17-30 0C. Pada fase vegetatif, krisan temperature yang dikehendaki adalah 22-28 0C pada siang hari dan tidak melebihi 260C pada malam hari. Pada masa generatif, kisaran temperaturnya 16-180C. Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan proses inisiasi bunga juga terhambat (Yenny, 2009). Untuk pembungaan membutuhkan cahaya yang lebih lama yaitu dengan bantuancahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baikadalah tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal9 m2 dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Periodepemasangan lampu dilakukan sampai fase vegetatif (2-8 minggu) untukmendorong pembentukan bunga. (Prihatman, 2009). Kebutuhan kelembatan krisan sekitar 90 – 95% pada awal pertumbuhan (pertumbuhan akar). Kelembapan yang terlalu rendah dapat mengakibatkan udara disekelilingnya menjadi kering dan itu akan berimbas pula pada tanaman sekitarnya (Purwanto dan Martini, 2009). Tempat Tumbuh Tanaman krisan sangat cocok ditanam pada lahan dengan ketinggian antara 700-1200 di atas permukaan laut (dpl). Untuk daerah yang curah hujannya tinggi, penanaman hars dilakukan didalam bangunan rumah plastik, karena krisan tidak tahan terpaan air (Emir, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Keadaan tanah yang ideal untuk krisan adalah tanah yang bertekstur liat berpasir, subur, gembur dan drainasenya bagus, tidak mengandung hama atau penyakit nular pada tanah (soil borne), dan pH 5,5 - 6,7 (Ningsi dan Toto, 1993). Aklimatisasi Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik (Pospisilova et al., 1996). Masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis karena pucukatau planlet yang diregenerasikan dari kultur
in vitro menunjukkan beberapa sifat yang
kurang menguntungkan ,seperti lapisan lilin (kutikula ) tidak berkembang dengan baik, kurangnya lignifikasi batang, jaring pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang, dan stomata seringkali tidak berfungsi (tidak menutup ketika penguapan tinggi) (Zulkarnain, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Masalah yang ada dalam memindahkan planlet yang telah berakar kedalam pot dan pemeliharaanya. Biasanya planlet yang ditumbuhkan secara in vitro tersebut lebih peka terhadap cahaya yang kuat, intesitas cahaya perlu dinaikan dan kelembaban diturunkan,keduanya dilakukan secara bertahap dan tahap ini lazim disebut dengan aklimatisasi.tahap aklimatisasi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerugiaan akibat kematian tanaman (Setiawan, 2002). Pengeluaran seedling dari dalam botol untuk kemudian dipindah tanamkan dalam pot sering menyebabkan kegagalan perbanyakan. Sewaktu masih dalam botol, seedling sudah terbiasa dengan makanan yang sudah tersedia (heterotrof). Pada saat dikeluarkan,seedling-seedling harus
berjuang sendiri membuat
makanan (autrotof). (Sarwono, 2002). Tanaman – tanaman yang ternaungi mengalami kerusakan reversible bila ditumbuhkan
pada
intensitas
cahaya
harian
normal.
Pada
tanaman
Solidago virgaurea yang telah beradaptasi dengan keadaan ternaungi, tumbuhann seminggu pada intensitas cahaya tinggi, mempunyai respon yang tidak baik terhadap cahaya dari pada tanaman pembanding, tetapi seminggu pada intensitas cahaya rendah kerusakan ini telah dapat teratasi. Penyebab kerusakan adalah terdapat bentuk menyimpang dari struktur kloroplas (Fitter dan Hay, 1991). Media Tumbuh Aklimatisasi Media tanam dikatakan berfungsi sebagai tempat berpijak jika tanaman dapat melekatkan akarnya dengan baik. Namun, untuk pertumbuhan akar tanaman yang sempurna, media tanam harus didukung oleh drainase dan aerasi yang memadai. Drainase yang lancar menjadikan akar-akar tanaman lebih leluasa bernafas sehingga lebih optimal dalam menyerap unsur-unsur yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara aerasi yang memadai sangat dibutuhkan oleh akar untuk bernafas sehingga asupan oksigen dapat tercukupi. Kekurangan oksigen pada tanaman dapat
menyababkan
kematian
akar
(root
dieback)
(Penebar Swadaya, 2008). Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang. Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali (Waluya, 2009). Arang sekam atau sekam bakar adalah sekam yang sudah mengalami pembakaran yang tidak sempurna. Komposisi kimiawi dari arang sekam terdiri dari SiO2 dengan kadar 52% dan C sebanyak 31%. Sementara kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O, MgO, dan Cu dengan jumlah yang kecil. Karakteristik fisik dari sekam bakar yaitu : berat yang sangat ringan dan kasar, membuat sirkulasi udara dan air dalam tanaman jadi lebih tinggi sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna dan berperan penting dalam perbaikan struktur tanah. (http://tabloidgallery.wordpress.com, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Cocopeat adalah sabut kelapa yang diolah menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Sebelum diolah, sabut direndam dalam air untuk menghilangkan zat tanin.
Senyawa
itu
dapat
menghambat
pertumbuhan tanaman.
Setelah
dikeringkan, sabut dimasukkan ke dalam mesin untuk memisahkan serat dan jaringan empulur. Banyak keuntungan menggunakan media tanam cocopeat. Pertama, daya serapnya tinggi karena mempunyai banyak pori-pori yang bersifat kapiler, serta mampu menyimpan udara dan air dengan baik. Kedua, mampu menghemat air dan pupuk karena frekuensi penyiraman dan pemberian pupuk berkurang. Ketiga, mempercepat pertumbuhan akar karena banyaknya oksigen yang tersimpan dalam pori-pori membuat tanah menjadi gembur. Keempat, bebas dari penyakit tanah karena berasal dari buah kelapa yang tumbuh di atas pohon. Kelima, ramah lingkungan karena terbuat dari bahan alami, organik, tanpa tambahan bahan kimia. Selain itu, cocopeat juga mengandung trichoderma molds sejenis enzim dari jamur yang dapat mengurangi penyakit dalam tanah. Ia juga mengandung lignin, yang membuatnya tak mudah lapuk sehingga dapat digunakan selama lima tahun tanpa perubahan sifat (Mulyani, 2009). Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi 2, yaitu batang pakis hitam dan batang pakis coklat. Dari kedua jenis tersebut, batang pakis hitam lebih umum digunakan sebagai media tanam. Batang pakis hitam berasal dari tanaman pakis yang sudah tua sehingga lebih kering. Selain itu, batang pakis ini pun mudah dibentuk menjadi potongan kecil dan dikenal sebagai cacahan pakis. Selain dalam bentuk cacahan, batang pakis juga banyak dijual sebagai media tanam siap pakai dalam bentuk lempengan persegi empat. Umumnya, bentuk lempengan pakis digunakan sebagai media tanam anggrek. Kelemahan dari
Universitas Sumatera Utara
lempengan batang pakis ini adalah sering dihuni oleh semut atau binatangbinatang kecil lainnya. Karakteristik yang menjadi keunggulan media batang pakis lebih dikarenakan sifat-sifatnya yang mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman (www.kebonkembang.com, 2008) Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Kompos yang baik digunakan sebagai media tanam yaitu yang telah mengalami pelapukan secara sempurna, ditandai dengan perubahan warna dari bahan pembentukan (hitam kecoklatan), tidak berbau, memiliki kadar air yang rendah, dan memiliki suhu ruang. Kandungan dalam kompos terdiri dari N (1,69%), P (0,34%), K (2,81%), Ca (4,2%), Mg (1,1%) (Penebar Swadaya, 2008). Penggunaan media campuran cenderung mendorong pertumbuhan menjadi lebih baik dibandingkan dengan media tunggal. Karena masing – masing media dapat saling mendukung. Campuran dua macam bahan dapat memperbaiki kekurangan sifat masing-masing bahan antara lain : kecepatan pelapukan, tingkat pelapukan, tingkat tersedianya hara dan kondisi kelembaban dalam media tanam (Ginting, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Indole-3-acetic acid (IAA) Auksin merupakan istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang mampu merangsang pemanjangan sel pucuk di daerah subapikal. Auksin bisa mempengaruhi proses pemanjangan. Auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi dalam tumbuhan, antara lain pemanjangan sel, fototropisme, geotropisme, dominasi apical, inisiasi akar, produksi etilen, pembentukan kalus, perkembangan buah, partenokarpi, absisi, dan ekspresi kelamin pada tumbuhan hermafrodit (Harjadi, 2009). Indole-3-acetic acid (IAA) nama lain auksin berperan dalam pembelahan sel apikal (tunas, daun muda, dan buah). Senyawa itu meregulasi beragam proses fisiologi seperti pertumbuhan, pembelahan, serta diferensiasi sel, dan sintesis protein. Pergerakannya hingga titik tumbuh akar melalui jaringan pembuluh tipis atau parenkim. Saat menyebar, IAA menghambat pembentukan mata tunas. IAA yang terkonsentrasi merangsang pembelahan sel akar sehingga akar-akar baru bermunculan (Malcolm, 1989). Auksin memacu pemanjangan potongan akar maupun akar utuh pada beberapa spesies tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada konsentrasi yang lebih tinggi perpanjagan akar dihambat sel-sel akar dianggap mengandung
cukup
auksin
untuk
pemanjangan
secara
normal.
Pada
kenyataannya, akar yang telah dipotong terus tumbuh untuk beberapa hari atau minggu secara invitro tanpa penambahan auksin, menunjukkan bahwa kebutuhan hormon untuk pemanjangan akar dapat dipenuhi melalui sintesis yang berlangsung pada akar itu sendiri. Penghambatan ini sebagian besar disebabkan oleh etilen, karena semua jenis auksin akan merangsang berbagai sel tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
untuk menghasilkan etilen, terutama jika auksin diberikan dalam jumlah besar (Lakitan,1996). Pembelahan sel memainkan peranan penting adalah pembentukan akar. Tunas – tunas aktif pada potongan meningkatkan akar dibawahnya yang pada tahap awal membawa pada sebuah gagasan adanya sebuah hormon pembentukan akar yang bergerak kearah bawah. Pembentukan akar pada dasar tangkai benih tanaman yang dipotong yang telah diproses secara apical dengan larutan uji dan kemudian disimpan dua minggu pada larutan sukrosa, hal ini membawa pada identifikasi hormon pembentukan akar dengan auksin. Sejak akhri tahun tigapuluhan auksin-auksin sintesis memang digunakan oleh para pemelihara pohon-pohonan dan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan akar dari tanaman yang dipotong (Malcolm, 1989). Penggunaan
zat
kimia
NAA
(Naphtalene
acetic
acid),
IAA
(Indole-3-acetic acid), IAN (Indole-3-acetonitrile) yang di treatment pada kecambah diperoleh bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primodia akar. Pemberian konsentrasi IAA yang relatif tinggi, akan menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar (Abidin, 1993).
Universitas Sumatera Utara