PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus dan M. sintangense. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada stasiun VIII dan X yaitu tiga spesies. Stasiun VIII dan X memiliki habitat yang bervariasi dan sesuai untuk kehidupan ketiga spesies udang air tawar tersebut (Tabel 3). Sedangkan spesies yang terendah terdapat di stasiun I, III, IV, V dan VI yaitu satu spesies. Stasiun I, III, IV,V dan VI tidak memiliki variasi habitat, yaitu kondisi air, tumbuhan air dan substrat (Tabel 3). Jumlah individu tertinggi terdapat di stasiun IV, yaitu 75 individu (Tabel 1). Stasiun IV ini digunakan oleh penduduk untuk kegiatan perikanan berupa keramba apung. Sisa-sisa makanan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan jatuh di dasar perairan dan menjadi sumber makanan bagi udang air tawar, di stasiun ini airnya tidak mengalir dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) di pinggir danau (Tabel 3). Kondisi lingkungan dan unsur hara di stasiun ini mendukung kehidupan udang air tawar terutama
M. lanchesteri. Banyaknya
individu dari spesies M. lanchesteri di stasiun IV, karena tidak adanya persaingan dengan spesies udang air tawar lain dalam mendapatkan unsur hara, M. lanchesteri cepat dalam berkembangbiak. Menurut Johnson (1967) M. lanchesteri juga tahan dengan kondisi suhu yang tinggi pada kisaran 25,5-33,5oC. Menurut Santoso (1993), banyaknya jumlah spesies dan individu yang diperoleh pada suatu habitat, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan dan unsur hara mendukung untuk kehidupan spesies. Jumlah individu terendah terdapat di stasiun VII yaitu 14 individu (Tabel 1). Sedikitnya jumlah individu yang diperoleh di stasiun VII disebabkan stasiun tersebut dekat dengan perumahan, di pinggir danau terdapat batu-batu dan sedikit tumbuhan air. Adanya perumahan menyebabkan limbah rumah tangga masuk ke perairan dan bersifat racun bagi organisme perairan. Selain itu habitat pada stasiun VII mendukung untuk kehidupan udang air tawar M. lanchesteri dan M. pilimanus, sehingga pada stasiun ini terjadi persaingan kedua spesies tersebut
25 dalam mendapatkan unsur hara (Tabel 3).
Mason (1991) menyatakan
bahwa peningkatan racun di perairan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air, sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Oksigen merupakan komponen utama dan sangat penting bagi hewan di perairan seperti udang air tawar dan ikan. Ukuran udang air tawar yang diperoleh > 0,3 cm, beberapa spesies dari famili Atyidae dengan ukuran < 0,3 cm tidak tertangkap. Hal ini disebabkan ukuran mata jaring yang digunakan agak besar, yaitu 0,3 x 0,3 cm. Selain itu, ada kemungkinan ketidakmampuan spesies ini bersaing dengan spesies lain contohnya spesies dari genus Macrobrachium.
Zoogeografi Udang Air Tawar Di Danau Kerinci diperoleh tiga spesies udang air tawar yang ketiganya memiliki penyebaran luas, yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus dan M. sintangense. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Chong & Khoo (1988), yang menyatakan bahwa, M. lanchesteri tersebar di Thailand dan Malaysia, M. pilimanus diperoleh di Malaysia, Sumatera, Jawa dan Borneo sedangkan M. sintangense diperoleh di Thailand, Sumatera, Jawa dan Borneo. Wowor et al. (2009), juga menjelaskan bahwa M. lanchesteri telah tersebar di Myanmar, Singapura, Sumatera, Borneo dan Jawa, sedangkan M. pilimanus tersebar di Sumatera, semenanjung Malaysia, dan M. sintangense diperoleh di Thailand, Jawa dan Borneo. Dari tiga spesies yang diperoleh di Danau Kerinci, satu diantaranya merupakan spesies invasive, yaitu M. lanchesteri. Macrobrachium lanchesteri merupakan spesies asli dari Thailand, yang penyebarannya telah diperoleh di Danau Kerinci. Spesies ini diperoleh di semua stasiun penelitian. M. lanchesteri memiliki jumlah total individu yang lebih banyak dari M. pilimanus dan M. sintangense.
Spesies invasive udang air tawar di Danau Kerinci Spesies udang air tawar di Danau Kerinci didominasi oleh M. lanchesteri yaitu 289 individu. Udang ini merupakan spesies invasive yang dapat bersaing
26 dengan spesies asli dalam mendapatkan sumber makanan. Masuknya M. lanchesteri di Danau Kerinci diduga disebabkan oleh kegiatan perikanan yang mengintroduksi spesies ikan budidaya, diantaranya adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan mujahir (Tilapia mossambica). Akibat introduksi tersebut, larva udang air tawar M. lanchesteri ikut terbawa bersama media ikan yang diintroduksikan. Menurut Wowor et al. (2004), di Malaysia terdapat dua spesies invasive, yaitu M. lanchesteri dan M. nipponense. Namun di Danau Kerinci hanya diperoleh satu spesies invasive yaitu M. lanchesteri. Menurut Johnson (1961), di Singapura M. lanchesteri merupakan spesies invasive yang masuk secara tidak sengaja melalui perdangangan aquarium. Macrobrachium lanchesteri memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan lingkungan perairan di Danau Kerinci yaitu air yang tidak mengalir, perairan terbuka dan tumbuhan air. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Johnson (1961, 1963), menyatakan bahwa M. lanchesteri banyak diperoleh pada air yang tidak mengalir seperti pada danau, kolam dan sawah di daerah Malaysia. Adanya
M. lanchesteri di Danau Kerinci dikhawatirkan dapat menyebabkan
kepunahan terhadap spesies asli. Pada saat penelitian ditemukan bahwa M. lanchesteri ditangkap dan dijual untuk sumber makanan bagi komsumsi masyarakat lokal, serta untuk makanan ikan hias di aquarium. Hal ini dapat dinyatakan bahwa M. lanchesteri sebagai invasive spesies, juga memiliki potensi ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat. Chong & Khoo (1988), melaporkan bahwa di Malaysia dan Singapura M. lanchesteri juga digunakan sebagai makanan untuk ikan Arwana (Scleropagus formosus), dan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). Ikan Arwana (S. formosus) merupakan ikan hias yang dipelihara di aquarium dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sedangkan ikan betutu (O. marmorata) merupakan ikan budidaya yang terdapat di tambak-tambak, ikan ini juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Macrobrachium lanchesteri di Myanmar digunakan oleh masyarakat lokal untuk makanan (Suzuki & Ohtomi 2005). Macrobrachium lanchesteri juga dapat
27 dimanfaatkan sebagai makanan untuk ikan hias di aquarium (Wowor 24 Februari 2011, komunikasi pribadi). Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E) dan Dominansi (D) Indeks keanekaragaman berkisar antara 0 – 0,96. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di stasiun VIII yaitu 0,96, sedangkan yang terendah terdapat di stasiun I, III, IV, V dan VI yaitu 0 (Tabel 2). Rendahnya nilai indeks keanekaragaman di stasiun ini ditunjukkan dari hanya diperoleh satu spesies saja, karena tipe habitatnya hanya air yang tidak mengalir, perairan terbuka, dengan tumbuhan air di pinggir danau. Tingginya indeks keanekaragaman di stasiun VIII, karena diperoleh tiga spesies. Walaupun di stasiun X juga diperoleh tiga spesies, tetapi jumlah individu di stasiun VIII lebih banyak dari pada stasiun X (Tabel 2). Stasiun VIII memiliki tipe habitat yang bervariasi yaitu air yang tidak mengalir, perairan terbuka, dengan tumbuhan air di pinggir danau; air mengalir lambat; air mengalir deras dan berbatu. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di stasiun VIII, mendukung untuk kehidupan berbagai spesies udang di perairan tersebut. Menurut Gray (1981), tinggi rendahnya indeks keanekaragaman, tergantung pada banyaknya spesies dan jumlah individu pada masing-masing tempat. Rendahnya nilai indeks keanekaragaman udang air tawar di Danau Kerinci karena sedikitnya jumlah spesies yang diperoleh yaitu tiga spesies dan jumlah individu masing-masing spesies tidak merata, serta ada spesies yang mendominasi
yaitu
M.
lanchesteri.
Menurut
Krebs
(1978),
kriteria
keanekaragaman adalah: H’ = 0 – 2,302 keanekaragaman rendah, H’ = 2,302 – 6,907 keanekaragaman sedang dan H’ > 6,907 keanekaragaman tinggi. Indeks kemerataan tertinggi terdapat di stasiun VII yaitu 0,95. Hal ini disebabkan karena jumlah individu dari masing-masing spesies yang terdapat di stasiun ini hampir merata, tipe habitatnya mendukung untuk kehidupan spesies M. lanchesteri dan M. pilimanus. Habitat di stasiun ini airnya tidak mengalir, perairan terbuka, terdapat tumbuhan air di pinggirnya dan banyak terdapat batu. Indeks kemerataan terendah terdapat di stasiun I, III, IV, V dan VI. Rendahnya indeks kemerataan ini menunjukkan bahwa, di stasiun ini spesiesnya tidak tersebar merata dan terdapat spesies yang mendominasi yaitu M. lanchesteri
28 (Tabel 2). Habitat di stasiun ini hanya mendukung untuk spesies M. lanchesteri yaitu airnya tidak mengalir, perairan terbuka,
di pinggirnya terdapat eceng
gondok (Eichornia crassipes) dan tumbuhan air. Indeks kemerataan antar stasiun ditentukan oleh selisih jumlah individu setiap spesies yang diperoleh pada stasiun tersebut. Menurut Krebs (1985), nilai indeks kemerataan berkisar antara 0 – 1. Jika indeks kemerataan mendekati 0, berarti kemerataan suatu populasi rendah dan penyebaran spesies tidak merata serta ada spesies yang dominan pada populasi tersebut. Apabila indeks kemerataan mendekati 1, berarti kemerataannya tinggi dan menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I, III, IV, V dan VI yaitu 1 (Tabel 2). Stasiun ini didominasi oleh M. lanchesteri. Tingginya indeks dominansi di stasiun ini, karena tipe habitat mendukung untuk kehidupan M. lanchesteri yaitu air yang tidak mengalir, perairan terbuka dengan eceng gondok (E. crassipes) dan tumbuhan air di pinggir danau. Indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun VIII, yaitu 0,43 (Tabel 2). Pada stasiun ini tidak ada spesies yang dominan karena jumlah individu ketiga spesies yang diperoleh hampir sama. Wowor et al (2009), menyatakan bahwa dominansi terjadi karena adanya kesesuaian kondisi lingkungan untuk kehidupan spesies tersebut dan kemampuan bersaing dengan spesies lain dalam mendapatkan sumber makanan. Secara umum udang air tawar di Danau Kerinci di dominasi oleh M. lanchesteri, karena tipe habitatnya mendukung untuk kehidupan spesies tersebut. Di pinggir Danau umumnya perairan terbuka, tidak ada naungan, airnya tidak mengalir dan terdapat eceng gondok (E. crassipes). Spesies M. lanchesteri ini tahan pada suhu perairan yang tinggi di tempat terbuka, oleh karena itu M. lanchesteri dapat mendominasi M. pilimanus dan M. sintangense.
Karakteristik Habitat Pada penelitian ini M. lanchesteri diperoleh pada semua stasiun dan mendominasi M. pilimanus dan M. sintangense. Macrobrachium lanchesteri diperoleh pada air yang tidak mengalir, perairan terbuka dan tumbuhan air di pinggir danau. Wowor (2004), menyatakan bahwa M. lanchesteri merupakan invasive spesies yang dapat bersaing dengan spesies udang air tawar lainnya
29 dalam memperebutkan sumber makanan. Johnson (1961, 1963), menyatakan bahwa M. lanchesteri banyak diperoleh pada air yang tidak mengalir seperti pada danau, kolam dan sawah di daerah Malaysia. Macrobrachium pilimanus diperoleh pada air yang berarus deras dan berbatu atau air tidak mengalir dan berbatu (stasiun VII, VIII, IX dan X) (Tabel 1). Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Iwata (2003), yang melaporkan bahwa M. pilimanus dapat diperoleh pada substrat yang berbatu dan pada air mengalir. Iwata (2003), juga melaporkan bahwa M. pilimanus lebih banyak diperoleh di hutan primer dibandingkan pada hutan sekunder, karena di hutan primer lebih banyak terdapat perairan dengan substrat berbatu. Johnson (1963), melaporkan bahwa M. pilimanus diperoleh pada air mengalir seperti sungai. Johnson (1961), juga melaporkan bahwa M. pilimanus tidak diperoleh di rawa dan di daerah payau. Macrobrachium sintangense diperoleh pada habitat air yang berarus lambat dengan bersubstrat lumpur (stasiun II, VIII dan X) (Tabel 1). Penelitian ini memperkuat hasil penelitian Johnson (1963) yang melaporkan bahwa M. sintangense dapat diperoleh pada air yang mengalir lambat dan sungai-sungai kecil. Sabar (1979) juga melaporkan bahwa M. sintangense dapat diperoleh pada perairan yang mengalir lambat. Danau Kerinci termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), pada saat penelitian ditemukan di sekitar danau (beberapa stasiun penelitian),terdapat pemukiman penduduk, lahan pertanian, perikanan dan tempat wisata. Hal ini disebabkan bahwa sebelum penetapan sebagai kawasan TNKS di sekitar danau telah terdapat tempat-tempat tersebut.
Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kedalaman perairan yang diperiksa kualitas airnya berkisar antara 20 dan 130 cm. Kedalaman tertinggi yang diperiksa terdapat di stasiun IV yaitu 130 cm, sedangkan yang terendah terdapat di stasiun VII yaitu 20 cm. Rendahnya kedalaman di stasiun VII, disebabkan karena dekat dengan perumahan penduduk. Adanya perumahan menyebabkan limbah rumah tangga masuk ke perairan tersebut dan mengakibatkan pendangkalan. Nilai kecerahan di tiap stasiun
30 berkisar antara 20 dan 120 cm. Kecerahan tertinggi terdapat di stasiun IV yaitu 120 cm. Stasiun ini merupakan daerah terbuka, airnya jernih, sehingga cahaya matahari dapat mencapai keperairan lebih dalam. Kecerahan terendah di stasiun VII yaitu 20 cm. Stasiun ini airnya jernih, daerah terbuka dan substrat perairan berbatu, sehingga cahaya matahari dapat mencapai ke dasar perairan (Tabel 3). Pengukuran kecerahan dilakukan untuk menentukan kejernihan air, apabila kecerahannya rendah berarti kandungan lumpurnya banyak dan ini akan berpengaruh terhadap proses respirasi udang air tawar karena lumpur tersebut dapat mengganggu penyerapan oksigen dari lingkungan. Derajat keasaman (pH) yang diperolehkan berkisar antara 7,2 dan 7,9. pH tertinggi terdapat di stasiun VI dan VII yaitu 7,9, sedangkan yang terendah di stasiun II dan III yaitu 7,2 (Tabel 3). Tingginya pH di stasiun VII disebabkan di sekitar pinggir danau merupakan daerah berbatu dan terdapat batu berkapur. Johnson (1967), melaporkan bahwa M. lanchesteri, M. pilimanus dan M. sintangense dapat diperoleh pada pH rendah maupun pH tinggi. Hasil analisis standar deviasi (SD) kondisi fisika dan kimia perairan di setiap stasiun menunjukkan bahwa kedalaman dan kecerahan di Danau Kerinci pada setiap stasiun bervariasi, dengan nilai SD 37,64 dan 33,09. Sedangkan nilai pH di setiap stasiun tidak bervariasi, dengan nilai SD 0,34, 0,29 (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pH antar stasiun di Danau Kerinci tidak berbeda nyata. Menurut Cheng & Chen (2000), pH normal untuk kehidupan udang air tawar adalah 7-8,5. Nilai P uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) dan kondisi fisika kimia perairan di Danau Kerinci adalah P > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisika dan kimia perairan tidak signifikan pengaruhnya terhadap indeks keanekaragaman udang air tawar di Danau Kerinci (Tabel 5), ini disebabkan karena karakteristik habitat antar stasiun hampir sama. Di pinggir danau banyak terdapat eceng gondok (E. crassipes). Hartoto et al.(1995), melaporkan bahwa 40% permukaan Danau Kerinci terdapat eceng gondok (E. crassipes).
31 Tabel 5 Hasil uji korelasi indeks keanekaragaman (H’) dan kondisi fisika-kimia perairan Parameter
Nilai P(95%) H’
Kedalaman
0,5241
Kecerahan
0,4073
pH
0,3788