TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Rotan Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman
famili
Palmae
yang
tumbuh
memanjat
yang disebut
"Lepidocaryodidae". Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran buah. Kata rotan da lam ba hasa Melayu diturunka n dari kata "raut" yang berarti mengupas (menguliti), menghaluskan (Menon, 1979 dalam Jasni dan Nana, 1999). Batang tanaman rotan merupakan bagian yang terpenting karena nilai ekonomi tanaman rotan terletak pada batangnya. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder atau segitiga, tetapi selalu bersifat aktinomorf, yakni bila dibagi dua akan menjadi bagian yang setangkup. Batang rotan memiliki ciri dan sifat berbeda-beda, tergantung pada jenis dan varietasnya. Ukuran ruas pada sebatang rotan berbeda-beda. Ukuran ruas pada pangkal batang hingga sepanjang 1,5 mm tidak sama, tetapi ukuran 1,5 m ke atas akan didapat ukuran ruas dan diameter batang yang hampir seragam. a. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun tanaman rotan melekat pada buku-buku tersebut. b. Batang tanaman rotan selalu tumbuh ke atas menuju sinar matahari (fototrop atau heliotrop). c. Ujung batang
tanaman
rotan
akan
selalu
bertambah
panjang
(Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Rotan seba gaimana asalnya merupaka n tumbuhan yang tergolong da lam kelompok palem-paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk da lam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan pada umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Di Indo nesia jenis ini dapat ditemui di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa kepulauan lainya. Beberapa laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat dijumpai sekitar 25 jenis, Sumatera 75 jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi mencapai 25 jenis. Selain itu rotan juga dapat dijumpai di beberapa pulau lainnya di Indonesia (Erwinsyah, 1999). Dari lebih 50 jenis yang sudah dimanfaatkan dan diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian kecil yang diekspor; antara lain rotan manau, rotan tohiti, rotan irit, rotan sega, rotan semambu, rotan pulut putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini termasuk dalam kelompok calamus. Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%). Ada beberapa kabupaten di Propinsi Sumatra Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai 672.620 ton per tahun. Diantaranya Kabupaten Samosir, Tapanuli Tengah, Langkat dan Mandailing Natal. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008). Intensitas pemungutan rotan ke dalam hutan dilakuka n oleh masyarakat petani rotan menunjukkan bahwa faktor kesehatan pemungut merupakan faktor dominan utama yang disusul dengan factor cuaca/iklim. Hal ini berarti bahwa meskipun musin sedang kering, harga rotan di pasaran sedang mahal, dan jarak ke
Universitas Sumatera Utara
lokasi pemungutan rotan sebenarnya cukup dekat tetapi jika kondisi kesehatan pemungut sedang tidak bagus maka intensitas pemungutan rotan menjadi turun/berkurang atau bahkan terhenti (Hidayat dkk, 2005). Tanaman rotan pada umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda rotan siap dipanen adalah daun dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam- hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau (Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011). Taksonomi Rotan Tellu (2002) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Palmae (Arecaceae)
Sub Famili
: Calamoideae
Genus
: Calamus
Universitas Sumatera Utara
Spesies
: Calamus caesius (rotan sega) merupaka n salah satu contoh spesies genus Calamus
Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan Karthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008). Tempat Tumbuh dan Penye baran Rotan Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh dikawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berba tu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000 mm per tahun menurut tipe iklin Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24ºC-30ºC. Tanaman yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang yang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon. Berdasarkan ekologi hidupnya, tanaman rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia Tenggara, kawasan Afrika Latin, dan Afrika. Sementara pusat penyebaran rotan terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filifina dan Papua Nugini. Di Indonesia rotan tumbuh hampir di semua pulau,
Universitas Sumatera Utara
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara (Januminro, 2000 dalam Baharuddin, 2009). Pemanfaatan Rotan Karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya, batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan. Umumnya diameter batang rotan bervariasi antara 3-60 mm atau lebih, bergantung pada spesiesnya. Di daerah pedesaan, banyak spesies rotan telah digunakan selama berabad-abad untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, ko nstruksi, ke ranjang, atap dan tikar (Dansfield, 1996 dalam Lubis, 2011). Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam- macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan- hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, da n seba gainya (Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011). Semakin berkembangnya industri dan bisnis pemanfaatan rotan melalui berbagai pengolahan untuk berbagai tujuan pemasaran, maka keberadaan sumber daya rotan dapat dipakai untuk membantu memetakan peluang perkembangan industri pengolahannya berikut tantangan pemasarannya Rotan tidak hanya dimanfaatka n seba gai ba han baku industri furniture tetapi juga sebagai makanan
Universitas Sumatera Utara
dan obat. Banyak jenis rotan yang menghasilkan pucuk rotan atau hati rotan yang dapat dimakan seperti Calamus hookerianus, Calamus metzianus, da n Calamus thwaitesii. Rotan merupaka n salah satu hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan komoditi, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai bahan ekspor (Tellu, 2002). Distribusi dan Pe mas aran Rotan Terdapat lima jalur distribusi rotan yang ada di Indo nesia dimulai dari petani rotan, pengumpul rotan serta industri pengolahan rotan. Adapun kelima jalur distribusi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jalur distribusi tipe 1 yang diawali dengan petani rotan, kemudian rotan dijual kepada pengumpul rotan di pedesaan, yang selanjutnya dijual kepada pengumpul rotan di tingkat provinsi. Dari pengumpul rotan tersebut ke mudian rotan disebarluaskan kepada pengrajin rotan di wilayah lokal (daerah penghasil bahan baku). 2. Jalur distribusi tipe 2, yaitu jalur distribusi rotan dengan konsumen akhir rotan ada lah industri pe ngolahan besar di Pulau Jawa. Rotan dari pengumpul tingkat provinsi menjual rotannya langsung ke industri meubel besar di Pulau Jawa. 3. Jalur distribusi tipe-3, merupakan jalur distribusi rotan yang lebih panjang dari jalur distribusi tipe 1 dan tipe 2. Pada jalur distribusi tipe-3 ini, rotan dari pengumpul di tingkat kabupaten tidak hanya dijual kepada distributor besar, namun dijual juga kepada pedagang besar antar pulau. Selanjutnya, rotan dari distributor besar akan dikirimkan kepada pedagang besar di Jawa dan setelah itu rotan kembali dijual kepada industri meubel menengah. Sedangkan pedagang
Universitas Sumatera Utara
besar antar pulau kan menjual rotannya kepada pedagang di Jawa dan selanjutnya rotan diolah oleh ind ustri meube l menengah. 4. Jalur distribusi tipe-4 memiliki jalur yang lebih panjang da ri tipe-tipe sebelumnya. Tipe ini menerangkan distribusi rotan di daerah sentra industri. Rotan dari pedagang antar pulau masih melalui tahap-tahap distribusi lain sebelum sampai pada industri kecil. Tahapan distribusi tersebut antara lain pedagang besar serta pedagang menengah. 5. Jalur distribusi tipe-5 yang menerangka n distribusi rotan dari petani rotan hingga industri mikro pengolah rotan. Jalur distribusi tipe ini hampir sama dengan tipe-4, namun sebelum sampai pada industri, masih melalui satu tahapan yang lebih panjang dari tipe-4, yaitu pedagang kecil (Tlaka, 2007). Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengerajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan penyediaan bahan baku (Tetuko, 2007). Umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan
Universitas Sumatera Utara
pemanenan rotan dari hutan- hutan sekitar tempa t tinggal (yang suda h diklaim menjadi milik sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah lebih dulu melalui proses pemilihan, pengawetan dan pemutihan (diblerang) dengan tingkat rendemen mencapai 70%-80%. Harga jual rotan diolah terlebih dahulu memiliki nilai jual yang tinggi dari pada rotan basah yang dijual langsung setelah panen oleh petani rotan (Rawing, 2006).
Universitas Sumatera Utara