BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani Elaoin atau minyak sedangkan nama species Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak dari buah kelapa sawit terdiri dari minyak inti sawit (crude palm kernel oil, CPKO) dan minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) yang diperoleh dari inti kelapa sawit dan bagian mesokarp dari buah kelapa sawit (Choo, dkk.,1987). Dari tahun 80 an sampai akhir tahun 2000 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai 3,2 juta Ha dengan produksi CPO sebesar 6,5 juta ton. Perkembangan perkebunan ini akan terus berlanjut dan diperkirakan pada tahun 2012, Indonesia akan menjadi produsen terbesar di dunia dengan total produksi 15 juta ton/tahun. (Darnoko, dkk.,2003) Minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari. Dengan
Universitas Sumatera Utara
kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi (50,2 %), minyak kelapa sawit sangat cocok digunakan sebagai medium penggoreng. (choo, dkk.,1987) Tabel 2.1 Komposisi asam lemak dari CPO Asam Lemak
Rumus
Jumlah (%)
Molekul
Range
Rata-rata
Laurat
C12: 0
0,1 - 1,0
0,2
Miristat
C14: 0
0,9 – 1,5
1,1
Palmitat
C16: 0
41,8 – 46,8
44,0
Stearat
C18: 0
4,2 – 4,1
4,5
Arakhidoat
C20: 0
0,2 – 0,7
0,4
Palmitoleat
C16: 1
0,1 – 0,3
0,1
Oleat
C18: 1
37,3 – 40,8
39,2
Linoleat
C18: 2
9,1 – 11,0
10,1
Linolenat
C18 : 3
0 – 0,6
0,4
Asam Lemak Jenuh
Asam Lemak Tak Jenuh
Sumber : Hamilton (1995) Minyak kelapa sawit (CPO) mengandung karotenoida mencapai 1000 ppm, tetapi dalam minyak dari jenis tenera 500 ppm dan kandungan tokoferol bervariasi karena dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986). Sifat fisik- kimia minyak kelapa sawit (CPO) meliputi warna, kelarutan, titik cair, titik didih, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point) dan lain-lain. Beberapa sifat fisika-kimia dapat dilihat pada Tabel 2.2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat fisika-kimia dari minyak kelapa sawit (CPO) Sifat Bobot jenis pada suhu kamar Indeks bias 40oC Bilangan Iod
Minyak Kelapa Sawit (CPO) 0,9 1,4565 – 1,4585 48 – 56
Bilangan penyabunan
196 – 205
Titik leleh
25 – 50 oC
Sumber : Krischenbauer (1960)
2.2 Minyak Makan Merah Pengolahan minyak sawit menjadi minyak goreng pada skala komersial mengeliminasi dengan sengaja provitamin A dan Vitamin E yang justru merupakan salah satu keungulan minyak kelapa sawit (CPO) dibandingkan minyak nabati lainnya. Bila kandungan giji mikro yang kaya dalam minyak sawit mentah (sekitar 500 ppm pro-vitamin A dan 600-1000 ppm vitamin E) dipertahankan menberikan konstribusi sangat positif terhadap status gizi dan kesehatan konsumen (Susilawati, E. 1997). Anjuran untuk mengkonsumsi sedikitnya 3 - 3,5 mg pro-vitamin A (berbeda menurut usia) dapat dipenuhi melalui produk-produk olahan minyak makan merah. Minyak makan merah ini dapat digunakan dalam bentuk kapsul, minyak sayur, minyak salad pada produk pangan tertentu misalnya mie instan, atau bahan baku dalam pembuatan margarin dan shortening serta produk minyak/lemak pangan lainnya. (Darnoko, dkk.,2003)
Universitas Sumatera Utara
Minyak makan merah adalah minyak alamiah hasil pengolahan lanjut dari minyak kelapa sawit (CPO), tanpa pewarna dan pengawet buatan. Minyak makan merah merupakan satu-satunya minyak makan yang kaya dengan karotenoida (pro-vitamin A, 440 ppm), sekaligus kaya dengan vitamin E ( 500 ppm). Keduanya terbukti secara ilmiah sangat esensial untuk kesehatan, sistem kekebalan tubuh, anti-oksida, penundaan penuaan, dan pencegahan kanker. (Darnoko, dkk.,2003). Berikut ini dapat dilihat sifat fisik dan kimia minyak makan merah pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Sifak fisik dan kimia minyak makan merah Variabel
Minyak Makan Merah
Komposisi Asam lemak (%) C14 (miristat)
0,8016
C16 (palmiat)
38,1968
C18 (stearat)
2,1836
C18 : 1 (oleat)
43,2783
C18 : 2 (linoleat)
14,8416
C18 : 3 (linilenat)
0,2221
Could Point (oC) Bilangan Iod Kadar karotenoida (ppm)
7 59,26 410
Sumber : Jatmika dan Guritno (1997)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Peranan Karotenoida Bagi Manusia Minyak kelapa sawit mengandung karotenoida alami yang paling besar bila dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Namun, orang yang sudah terbiasa mengkonsumsi minyak nabati yang diekstrak bukan berasal dari kelapa sawit cenderung tidak mau mengkonsumsi minyak sawit dalam bentuk tidak dimurnikan. Hal ini disebabkan oleh karena secara visual minyak sawit mentah terlihat keruh bahkan terlihat adanya endapan disebabkan banyak fraksi padat berwarna orange kemerahan, aromanya tajam, dan kadar asam lemak bebasnya cukup besar. Oleh karena itu untuk konsumsi pada masa sekarang minyak sawit mentah diolah terlebih dahulu untuk mendapat minyak sawity dimurnikan, dipucatkan dan diawabaukan (refined, bleached, deodorized palm oil), yang terbukti dapat diterima oleh konsumen minyak nabati seluruh dunia. (Jatmika, A.,1996) Sejalan dengan semakin disadarinya peran penting karotenoida bagi kesehatan manusia, menjelang memasuki dasawarsa 90-an mulai dikembangkan khusus pengolahan minyak sawit kaya karotenoida (Jatmaika, A.,1996). Karotenoida minyak kelapa sawit memiliki aktivitas pro-vitamin A, dimana vitamin A sangat berperan dalam meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi, membantu pertumbuhan gigi dan pembentukan tulang selama masa pertumbuhan. Disamping sebagai bahan baku vitamin A, karotenoida juga berperan sebagai antioksida dalam menghambat atau mencegah terjadinya katarak, kanker dan arterosklerosis. (Pangaribuan, Y. 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Proses Pengolahan Minyak Makan Merah Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa proses produksi minyak makan merah yang telah dikembangkan merupakan modifikasi dari proses yang selama digunakan pada pengolahan fraksi cair minyak sawit (olein) dimurnikan, dipucatkan dan diawabaukan. Proses modifikasi dilakukan pada tahap deasidifikasi dan deodorisasi serta proses pemucatan karena pada proses ini terjadi perusakan dan kehilangan karotenoida (Jatmika,1996). Pada proses pemucatan, karotenoida akan terserap pada bahan pemucat, sedangkan pada proses desidifikasi dan deodorisasi yang mengunakan suhu tinggi yaitu 260 – 280 oC, karotenoida mengalami degradasi.
2.5 Deskripsi Proses 2.5.1 Proses Kristalisasi Minyak CPO ini terdiri dari fraksi-fraksi asam lemak yang belum terpisahkan, upaya untuk pemisahan selanjutnya perlu dilakukan agar dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan. Kristalisasi adalah proses pemisahan thermomechanical yang digunakan untuk memisahkan minyak kelapa sawit (CPO) atas fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) secara kristalisasi parsial yang diikuti dengan penyaringan, dimana proses ini didasarkan atas perbedaan titik cair masing-masing fraksi dari minyak kelapa sawit (CPO). (Pasifik Palmindo Industri, 2006) Untuk mendapat pemisahan yang baik, kristal stearin harus dalam bentuk yang kokoh dan bentuk bola yang berukuran seragam. Awalnya minyak kelapa sawit CPO dipanaskan dari temperatur 25oC sampai temperatur 50 oC yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan diatas rata-rata titik cair asam lemak dapat dilihat pada Tabel 2.4, hal ini dilakukan untuk menghomogenkan minyak kelapa sawit. Kemudian CPO tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa ke unit kristalizer, dimana temperatur bahan pada unit kristalizer harus dipertahankan dari 50oC menjadi sebesar 12oC. Proses penurunan temperatur bahan tersebut dilakukan melalui 2 tahap yaitu tahap cooling menggunakan air pendingin 10oC dan tahap chilling menggunakan chilling water 6oC. Proses pada unit ini membutuhkan waktu selama 5 jam untuk membentuk kristal stearin yang kokoh dan bentuk bola yang berukuran seragam. Tabel 2.4 Titik cair asam lemak dari CPO Rumus
Titik Cair
Molekul
(oC)
Laurat
C12: 0
44
Miristat
C14: 0
58
Palmitat
C16: 0
64
Stearat
C18: 0
69,4
Arakhidoat
C20: 0
76,3
Palmitoleat
C16: 1
-
Oleat
C18: 1
14
Linoleat
C18: 2
-11
Linolenat
C18 : 3
-
Asam Lemak
Asam Lemak Jenuh
Asam Lemak Tak Jenuh
Sumber : Krischenbauer (1960) Campuran kemudian dialirkan ke filter press (H-1), untuk memisahkan fraksi padat (cake) dan fraksi cair (filtrat). Fraksi padat yang mengandung 85 % asam-
Universitas Sumatera Utara
asam stearat dan 15 % asam-asam olein,
serta fraksi cair (filtrat) yang
mengandung 85 % asam-asam olein dan 15 % asam-asam stearat. Fraksi cair (filtrat) yang diperoleh akan dialirkan ke tangki mixer (M-1) dengan menggunakan pompa sedangkan fraksi padat akan jatuh ke bak penampungan (Pasifik Palmindo Industri, 2006). Tabel 2.5 Sifat fisik dan kimia Crude Olein Variabel
Crude Olein
Komposisi Asam lemak (%) C14 (miristat)
0,6568
C16 (palmiat)
37,1687
C18 (stearat)
3,7811
C18 : 1 (oleat)
42,1523
C18 : 2 (linoleat)
15,6784
C18 : 3 (linilenat)
0,3673
Could Point (oC)
8
Bilangan Iod
57,83
Perolehan Olein
86,23
Sumber : Guritno (1997)
2.5.2 Proses Mixer Minyak kelapa sawit (CPO) yang telah melalui tahap kristalisasi masih mengandung sejumlah kecil dari senyawa phospholipids dan kotoran-kotoran yang harus dihilangkan terlebih dahulu (treatment process) sebelum proses deodorisasi. Golongan phospholipids (hydratable dan unhydratable gums) adalah ester komplek yang mengandung unsur phospor, nitrogen, gula dan rantai panjang
Universitas Sumatera Utara
fatty acid. Dengan sejumlah kecil asam phospat (H3PO4) 85% harus ditambahkan untuk menghilangkan hydratable dan unhydratable gums (phospholipids). Gumgum yang diperoleh dari proses ini mengandung : phospholipid, karbohidrat, protein, logam dan sebangian kecil dari asam lemak bebas (Munch, E.W.,2007). Tujuan proses mixer adalah untuk menghilangkan gum yang merupakan getah atau lendir tanpa mengurang jumlah asam lemak bebas dalam crude olein. Gum yang diperoleh dari proses ini mengandung : phospholipid, karbohidrat, protein, logam dan sebangian kecil dari asam lemak bebas (Munch, E.W.,2007). Asam phospat (H3PO4) yang digunakan berfungsi untuk dekomposisi/merubah bentuk dari hydratabe phosphatidis hingga mudah dikentalkan dan menjadikannya tak mudah untuk larut dalam CPO sehingga mudah dipisahkan. Pada proses ini membutuhkan temperatur sebesar 70oC, sehingga untuk mencapai temperatur bahan dari 12oC menjadi 70oC membutuhkan media penghantar panas berupa superheated steam. Dimana superheated steam 200oC tersebut dilairkan pada koil-koil yang telah di desain pada tangki mixer. Ini bertujuan untuk mempermudah penghomogenisasi senyawa asam phospat (H3PO4) dengan gum-gum yang terdapat dalam bahan. Senyawa asam phospat (H3PO4) yang ditambahkan secara kontinu berdosis berkisar 0,1 % dari laju umpan CPO (Guritno, 1997). Asam phospat (H3PO4) yang digunakan umumnya pada konsentrasi 85 % dengan BJ = 1,7 kg/ltr. (Pasifik Palmindo Industri, 2006) Campuran kedua bahan tersebut kemudian dialirkan ke filter press (H-2), untuk memisahkan fraksi padat (cake) dan fraksi cair (filtrat). Fraksi padat yang mengandung 100% impuritis dan H3PO4 serta 2 % crude olein terikut, serta fraksi
Universitas Sumatera Utara
cair (filtrat) yang mengandung 98 %
crude olein. Fraksi cair (filtrat) yang
diperoleh akan dialirkan ke tangki reaktor (R-1) dengan menggunakan pompa hal ini bertujuan untuk mereaksikan asam lemak bebas (FFA) yang terdapat dalam crude olein dengan senyawa NaOH, sedangkan fraksi padat akan jatuh ke bak penampungan (Pasifik Palmindo Industri, 2006).
2.5.3 Proses Reaktor Proses yang berlangsung pada unit reaktor (R-1) ini disebut juga dengan proses deasidifikasi atau proses netralisasi yaitu suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas (FFA) dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH sehingga membentuk sabun (soap stock) dan H2O (Ketaren, 1986). Netralisasi dengan mengunakan natrium hidroksida (NaOH) lebih menguntungkan dikarenakan triglyserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining faktor dapat diperkecil. Reaksi antara asam lemak bebas (FFA) dengan NaOH adalah sebagai berikut : O R–C
O + NaOH
R–C
OH Asam lemak bebas
+ H2O ONa
Sabun
Air
Pada proses ini konsentrasi NaOH yang digunakan 14 % dengan jumlah yang disesuaikan dengan jumlah asam lemak bebas yang terdapat CPO (Guritno, 1997) dengan temperatur bahan dalam proses yang digunakan diturunkan kembali
Universitas Sumatera Utara
dari 70oC menjadi 50oC. Untuk mendapatkan temperatur proses tersebut dibutuhkan air pendingin dengan temperatur 23oC sebanyak 3379,14 kg/jam . Campuran kedua bahan tersebut kemudian dialirkan ke filter press (H-3), untuk memisahkan fraksi padat (cake) dan fraksi cair (filtrat). Fraksi padat yang mengandung 100% sabun serta 2 % crude olein terikut, serta fraksi cair (filtrat) yang mengandung 98 % crude olein. Fraksi cair (filtrat) yang diperoleh akan dialirkan ke tangki deodorizer (V-1) dengan menggunakan pompa hal ini bertujuan untuk memisahkan FFA yang tersisa dan air (H2O) dari crude olein agar diperoleh crude olein atau minyak makan merah yang murni, fraksi padat akan jatuh ke bak penampungan (Pasifik Palmindo Industri, 2006).
2.5.4 Deodorisasi Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak, dimana tahap ini dilakukan proses pemanasan yang membutuhkan temperatur 160oC, sehingga proses ini membutuhkan pemanas berupa superheated steam 200oC pada keadaan vakum (Ketaren,1986) sebanyak 622,55 kg/jam. Pada proses deodorisasi ini seyawa asam lemak bebas (FFA) dan air (H2O) yang terdapat pada bahan (olein murni) akan teruapkan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Sifat-sifat bahan 2.6.1 NaOH a. Sifat fisika : Warna
: Putih
Berat molekul
: 40 gr/mol
Titik didih (760 mmHg)
: 1390 0C
Titik leleh (760 mmHg)
: 318,4 0C
Viskositas
: 1,103 Cp
Entropi (∆S)
: 64,46 j/kmol
Kapasitas kalor (cp)
: 59,54 j/kmol
Entalpi pembentukan (∆Hf)25 0C
: -425,61 j/kmol
Densitas
: 2,12 kg/liter
b. Sifat kimia : Basa kuat Larut dalam air Sumber : www. wikipedia.org
2.6.2 H3PO4 a. Sifat Fisika : Warna
: Putih
Berat molekul
: 98 g/mol
Titik didih (760 mmHg)
: 158 0C
Titik leleh (760 mmHg)
: 42,35 0C
Viskositas
: 1,0471 Cp
Densitas
: 1685 kg/m3
b. Sifat kimia : Asam lemah Larut dalam air Sumber : www. wikipedia.org
Universitas Sumatera Utara