BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Saus Kata ”saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa
latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah dalam masakmemasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu atau dihidangkan bersama-sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan kelihatan bagus. Saus juga dapat diartikan sebagai cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang dengan atau tanpa rasa pedas.Saus merupakan salah satu produk pangan yang sangat populer. Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso, atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goreng, mie goreng dan aneka makanan fast food (Anonim, 2009). 2.2
Pewarna Makanan Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadangkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara
pengolahan ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno, 1995). Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang disebut Color Additive Amandement yang dijadikan undang-undang. Dalam undang-undang ini zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu Certified Color dan Uncertified Color. 1. Certified Color Ada dua macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi yang ditetapkan FDA (Food and Drug Administration). Sedangkan zat pewarna lake yang terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. a. Dye Dye adalah zat pewarna yang pada umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilenglikol, gliserin atau alkohol. Dye terdapat dalam bentuk bubur, butiran, pasta, maupun cairan yang penggunaannya tergantung kondisi bahan, kondisi proses, dan zat pewarnanya sendiri. b. Lake Diizinkan pemakaiannya sejak tahun 1959, dan penggunaanya meluas dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal bebas (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat
pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak terkena air. Lake sering kali lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak. Daya mewarnai lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada bahan yang diwarnai. 2. Uncertified Color Additive Zat pewarna yang termasuk Uncertified Color Additive adalah zat pewarna mineral, walaupun zat pewarna seperti kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya zat pewarna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat pewarna Uncertified Color Additive yang penggunaanya masih bersifat sementara adalah carbon black (Winarno, 1995). 2.2.1
Pembagian Zat Pewarna 1. Pewarna Alami Pewarna alami merupakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau
hewan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Contohnya karotenoid adalah kelompok zat pewarna yang meliputi warna kuning, orange dan merah. Biasanya terdapat pada tomat, wortel, cabai merah dan jeruk. Sedangkan dari hewan terdapat dalam lobster (udang) dan kulit udang. Berikut penjelasan untuk beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pewarna makanan. a. Buah Bit (pemberi warna pink atau merah keunguan) Buah berwarna merah tua ini mengandung vitamin A (karotenoid), vitamin B1, B2, vitamin C, dan asam folat. Manfaatnya antara lain membantu mengobati
penyakit hati empedu, penghancur sel kanker dan tumor, mencegah anemia, menurunkan kolesterol dan membantu produksi sel darah merah. b. Wortel (pemberi warna kuning/jingga) Wortel bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah, serta membantu pertahanan tubuh dari resiko, terutama kanker, paru-paru, kanker larynk (tenggorokan), esophagus (kerongkongan), prostat, kandung kemih dan leher rahim. c. Kunyit (pemberi warna kuning) Kunyit mengandung curcumin, suatu zat pewarna kuning. Jenis tanaman obat ini berguna sebagai obat anti gatal dan anti kejang, mengurangi pembengkakan dan menyembuhkan hidung tersumbat. d. Daun Suji dan Daun Pandan (pemberi warna hijau) Daun suji lebih sering dipakai sebagai pewarna pada kue jajan pasar dan minuman. Daun pandan juga bisa memberikan warna pada masakan dengan cara menumbuk dan memeras airnya, namun efek warnanya tidak sekuat daun suji e. Sawi (pemberi warna hijau) Sayuran ini kaya akan protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Manfaatnya untuk mengurangi rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan (Winarno, 1995). 2. Pewarna Sintetik Pewarna sintetik/buatan adalah pewarna yang biasanya dibuat di pabrikpabrik dan berasal dari suatu zat kimia. Pewarna ini digolongkan kepada zat
berbahaya apabila dicampurkan ke dalam makanan. Pewarna sintetik/buatan dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada fungsi hati dalam tubuh kita. Contoh-contoh zat pewarna sintetik yang digunakan antara lain indigoten, alleura red, fast green dan tartrazine. Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali dikontaminasi oleh arsen atau logam berat lainnya yang bersifat racun (Winarno, 1995). Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/8 (Cahyadi, 2009). Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia Bahan Pewarna Citrus red No. 2 Ponceau 3R Ponceau SX Rhodamin B Guinea Green B Magenta Chrysoidine Butter Yellow Sudan I Methanil Yellow Auramine Oil Oranges SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB (Cahyadi, 2009).
(Red G) (Food Red No. 1) (Food Red No. 5) (Acid Green No. 3) (Basic Violet No. 14) (Basic Orange No. 2) (Solvent Yellow No. 2) (Food Yellow No. 2) (Food Yellow No. 14) (Ext. D & C YellowNo. 1) (Basic Yellow No. 2) (Solvent Oranges No. 7) (Solvent Oranges No. 5) (Solvent Oranges No. 6)
Nomor Indeks Warna (C.I.No.) 12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia Pewarna
Amaran
Amaranth : CI Food Red 9
16185
Batas Maksimum Penggunaan Secukupnya
Biru berlian
Brilliant blue FCF : CI Food Red 2
42090
Secukupnya
Eritrosin
Erithrosin : CI Food Red 14
45430
Secukupnya
Hijau FCF
Fast Green FCF : CI Food Green 3
42053
Secukupnya
Hijau S
Green S : CI Food Green 4
44090
Secukupnya
Indigotin
Indigotin : CI Food Blue I
73015
Secukupnya
Ponceau 4R
Ponceau 4R : CI Food Red 7
16255
Secukupnya
Kuning Kuinelin
Quineline yellow : CI Food yellow 3
74005
Secukupnya
Sunset yellow FCF : CI Food yellow 3
15980
Secukupnya
Kuning FCF
-
Secukupnya
19140
Secukupnya
Riboflavina
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Riboflavina Tartrazine Tartrazine (Cahyadi, 2009). 2.2.2
Dampak Pewarna Makanan Pemakaian bahan pewarna sintetis ternyata dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila:
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang. b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama. c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan seharihari, dan keadaan fisik. d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan. e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009). 2.3
Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tsweet, yang telah menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna (Sastrohamidjojo, 1985). Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile). Fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi. Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah: 1). Fasa bergerak zat cair-fasa tetap padat: Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi - Kromatografi lapisan tipis - Kromatografi penukar ion. 2). Fasa bergerak gas-fasa tetap padat: - Kromatografi gas padat
3). Fasa bergerak zat cair-fasa tetap zat cair: Dikenal sebagai kromatografi partisi - Kromatografi kertas 4). Fasa bergerak gas-fasa tetap zat cair: - Kromatografi gas-cair - Kromatografi kolom kapiler (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4
Kromatografi Kertas Kromatografi kertas dikenal sebagai “analisa kapiler”. Metode-metode ini
sangat bersesuaian dengan kromatografi serapan dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari sistem partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu bubuk selulosa. Mula-mula telah dilakukan pemisahan asam-asam amino dan peptida-peptida yang merupakan hasil hidrolisa protein wool dengan suatu cara di mana kolom yang berisi bubuk diganti dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan dalam bejana tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah merupakan jenis dari sistem partisi di mana fasa tetap adalah air, disokong oleh molekul-molekul selulose dari kertas, dan fasa bergerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarutpelarut organik dan air. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika dikehendaki, komponen-komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong-motongnya dan kemudian dilarutkan secara terpisah (Gritter, 1991).
2.4.1
Cara Kerja Secara Umum Setetes dari larutan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan
diteteskan/diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring dimana ia akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan cuplikan ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak (jangan sampai noda tercelup karena berarti senyawa yang akan dipisahkan akan terlarut dari kertas). Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen-komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang telah ditentukan, maka kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka akan terlihat sebagai pita-pita atau noda-noda yang terpisah (Sastrohamidjojo, 1985). Metoda identifikasi
yang paling mudah adalah berdasarkan pada
kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf. Kadang-kadang, terutama pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunan kimianya mirip, seperti asam-asam amino, harga-harga Rf sangat berdekatan satu sama lain. Bila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi kertas maka hal-hal berikut perlu mendapatkan perhatian: 1). Metoda (penaikkan, penurunan atau mendatar) 2). Macam dari kertas 3). Pemilihan dan pembuatan pelarut (fasa bergerak) 4). Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih
5). Pembuatan cuplikan 6). Waktu pengembangan 7). Metoda deteksi dan identifikasi (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4.2
Alat dan Teknik Metode penurunan. Alat yang pokok adalah berupa bejana yang terbuat
dari gelas, platina atau logam tahan karat yang di atasnya ditutup untuk mencegah penguapan dari pelarut. Metode penaikan. Bejana yang digunakan untuk kromatografi penaikan sama seperti untuk kromatografi penurunan, tetapi pelarut diletakkan di bagian bawah dari bejana, dan kertas dicelupkan di atasnya. Metode mendatar. Dalam cara ini kertas dibentuk bulat di tengahnya diberi lubang sebagai tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat baik dari gulungan kertas atau dari benang dimana melalui ini pelarut dapat naik yang kemudian membasahi kertas untuk kemudian mengembang melingkar membawa senyawa yang dipisahkan (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4.3
Kertas Pekerjaan mula-mula dalam kromatografi kertas dilakukan dengan
menggunakan kertas saring Whatmann No. 1 dan hingga sekarang masih dipakai. Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas sendiri sangat kompleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil di mana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion (Sastrohamidjojo, 1985).
Tabel 2.3 Macam-macam Kertas Kromatografi Kecepatan aliran Cepat
Sedang
Lambat
Kertas-kertas
No. 4
No. 7
No. 2
tipis
No. 54
No. 1
No. 20
No. 540 Kertas-kertas
No. 31
No. 3
tebal
No. 17
No. 3 MM
(Sastrohamidjojo, 1985). Kertas saring Whatman No.1 biasanya dipotong-potong menjadi beberapa carik dan cuplikan ditotolkan pada salah satu ujung carik itu. Kromatogram dapat dikembangkan dengan cara menaik atau menurun. Untuk cara menaik, kertas digantungkan pada penggantung berbentuk kail yang dipasang pada penutup bejana kromatografi. Pelarut berada di dasar bejana dan kertas dicelupkan ke dalam pelarut di dalam wadah dan diberati dengan batang kaca supaya tetap pada tempatnya. Lembaran kertas diangkat, dikeringkan, dan ditampakkan dengan cara yang sama seperti lapisan tipis (Gitter, 1991).
2.4.4 Pelarut-Pelarut Beberapa campuran pelarut dapat dilihat dalam daftar berikut: Tabel 2.4 Pelarut-pelarut untuk Kromatografi Kertas Pemisahan
Asam-asam amino
Karbohidrat (gula) Asam-asam lemak Fe, Cl, Br, I (garam-garam Na) Hg, Pb, Cd, Cu, Bi (klorida-klorida) (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4.5
Pelarut fenol/air n-butanol/as.cuka/air n-butanol/as.cuka/air n-bu OH/piridin/air
Perbandingan Larutan jenuh 4:1:5 12 : 3 : 5 1:1:1
etil asetat/piridin/air etil asetat/n-PrOH/air etil asetat/as.cuka/air n-butanol/1,5 M NH3 Piridin/air
2:1:2 6:1:3 3:1:3 Larutan jenuh 90 : 10
n-butanol/3 M HCl
Larutan jenuh
Cara Pembuatan Cuplikan Pada Kertas Larutan campuran yang akan dipisahkan ditempatkan pada kertas yang
berupa noda. Biasanya dibiarkan untuk berkembang membentuk suatu bulatan. Noda sebaiknya dibiarkan kering dalam udara, tetapi bila mungkin dapat dikeringkan dengan menggunakan udara panas, terutama jika larutan bersifat asam, karena ia dapat menyebabkan kertas menjadi hitam (Gritter, 1991). Harus dicegah penempatan larutan terlalu banyak. Karena kelebihan setiap komponen akan menyebabkan tidak akan tercapainya kesetimbangan partisi selama bergerak, hingga akan mengakibatkan terjadinya kedudukan/lokasi yang kabur. Ada beberapa cara pembuatan noda. Salah satu cara adalah dengan menggunakan gelas kapiler dengan diameter yang sama, di mana cara ini yang sering digunakan. Sedangkan cara yang lain dapat menggunakan alat penyuntik (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.6
Identifikasi dari Senyawa-senyawa Dalam
mengidentifikasi
noda-noda
dalam
kertas
sangat
lazim
menggunakan harga Rf (retordation factor) yang didefinisikan sebagai: Rf =
jarak yang digerakkan oleh senyawa jarak yang digerakkan oleh permukaan pelarut
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu: -
Pelarut
-
Suhu
-
Ukuran dari bejana
-
Kertas
-
Sifat dari campuran Untuk mengukur Rf perlu melokalisir permukaan pelarut. Harga-harga Rf
biasanya dinyatakan sebagai fraksi/bagian. Perbedaan dalam harga-harga Rf untuk dua senyawa yang dipisahkan tergantung pada besarnya noda-noda dan panjangnya aliran pelarut. Cara yang paling mudah dalam mengukur Rf adalah dengan menggunakan mistar (Sastrohamidjojo, 1985). Cara lain untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yaitu dengan reaksireaksi warna yang karakteristik. Reaksi kebanyakan sangat berguna dalam pemisahan senyawa-senyawa anorganik, tetapi untuk senyawa organik sangat kecil kejadian-kejadiannya, karena kebanyakan konstituen-konstituen dari campuran mempunyai sifat-sifat kimia yang mirip (Gritter, 1991).