BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perbankan Syariah Kata syariah berasal dari bahasa Arab, dari kata syara’a, yang berarti jalan, cara dan aturan. Syariah digunakan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, syariah adalah ajaran-ajaran agama Islam yang dibedakan menjadi dua aspek, yaitu ajaran tentang kepercayaan (akidah) dan ajaran tentang tingkah laku (amaliah). Dalam arti sempit, syariah merujuk kepada aspek yang berupa kumpulan ajaran atau norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia. Syariah dalam arti sempit inilah yang lazim diterjemahkan sebagai hukum Islam (Anwar, 2007:5). Jadi perbankan Syariah adalah bank yang melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan “prinsip syariah” (Wangsawidjaja, 2012:16). Sebagaimana telah ditegaskan dalam penjelasan umum UU Perbankan Syariah bahwa kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram dan zalim. Pengertian dari prinsip-prinsip tersebut dalam Pasal 2 UU No.21 tahun 2008 menyatakan bahwa: 1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas , kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang
8
mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah); 2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; 3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; 4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; 5. Zalim, transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Fungsi utama perbankan adalah sebagai lembaga perantara yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dari kegiatan perbankan di bidang syariah tersebut digolongkan pada 3 kegiatan pokok, yaitu: 1. Kegiatan Penghimpun Dana (Funding), yaitu bank mengumpulkan dana dari masyarakat untuk disimpan . Dalam perbankan syariah, prinsip dari kegiatan funding terdiri atas: a. Prinsip Wadi’ah (titipan), yaitu penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. b. Prinsip Mudharabah (bagi hasil), yaitu kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola dana untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
9
2. Kegiatan Penyaluran Dana (Financing), yaitu dana yang terdapat di Bank dapat disalurkan kembali oleh Bank kepada masyarakat. Dalam perbankan syariah prinsip dari kegiatan financing terdiri atas: A. Prinsip jual beli, dimana bentuk akadnya bisa berupa: a. Murabahah, yaitu pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh bank selaku shahibul maal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahibul al maal dan pengembaliannya dapat dilakukan secara tunai atau secara angsuran. b. Istishna, yaitu jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dengan pihak penjual. c. Salam, yaitu jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. B. Prinsip Kerjasama Bagi Hasil, dimana akadnya bisa berbentuk : a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. b. Musyarakah, yaitu bentuk kerjasama dimana modal ditanggung bersama antara pelaksana dengan pemilik modal. Jadi, jika ada keuntungan maupun kerugian, maka untung rugi tersebut dibagi dua untuk bagian yang sama besarnya.
10
c. Ijarah (sewa), yaitu sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa menyewa murni atau sewa menyewa dengan hak untuk membeli pada akhir masa sewa. 3. Prinsip Jasa Keuangan (Service), yaitu dalam melaksanakan tugasnya dibidang jasa keuangan, pihak bank mengutip biaya jasa. Adapun bentuk jasa yang disediakan oleh pihak bank adalah : a. Wakalah, yaitu pemberian kuasa dari nasabah kepada bank untuk melakukan sesuatu, misalnya pembelian suatu barang. b. Kafalah, yaitu jaminan atau garansi yang diberikan oleh peminjam kepada pihak ketiga/ pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (peminjam). Dalam hukum positifnya dikenal sebagai pemberian jaminan perorangan atau perusahaan. c. Hawalah, yaitu pengalihan hutang. Dalam prakteknya mengenai hiwalah ini akan dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan factoring atau anjak piutang. d. Rahn (Gadai), yaitu penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan. e. Qardh, yaitu penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. f. Sharf, yaitu pertukaran antara emas dan perak atau sebaliknya, atau pertukaran antara mata uang asing dengan mata uang lainnya.
11
2.1.2
Profitabilitas Sebagaimana dengan Bank Umum lainnya, tugas utama Bank Syariah
dalam upaya pencapaian keuntungan adalah dengan mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Tingkat laba yang dihasilkan oleh bank dikenal dengan istilah profitabilitas. Menurut Brigham dan Houston (2012:146) profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi. Definisi profitabilitas menurut Dendawijaya (2005:118), profitabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi perusahaan yang bersangkutan. Untuk itu maka dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio profitabilitas tersebut terdiri dari return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA menunjukkan laba yang diperoleh untuk setiap nilai asset dan mencerminkan kemampuan manajemen untuk menggunakan sumber daya bank dalam menghasilkan laba. Sedangkan ROE mencerminkan seberapa efektif manajemen bank menggunakan dana dari pemegang sahamnya. Secara matematis ROA dan ROE dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA =
Laba Sebelum Pajak x 100% Total Aset
ROE =
Laba Setelah Pajak x 100% Total Ekuitas
12
Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan maka dikatakan telah berhasil mencapai target untuk periode atau beberapa periode, sebaliknya jika gagal atau tidak berhasil mencapai target yang telah ditentukan, ini akan menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode ke depan. Kegagalan ini harus diselidiki dimana letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Profitabilitas mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Mengingat begitu pentingnya bagi bank menjaga profitabilitasnya tetap stabil bahkan meningkat untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang saham, meningkatkan daya tarik investor dalam menanamkan modal, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan kelebihan dana yang dimiliki untuk memperoleh laba selama periode tertentu (Munawir, 2010:33), maka perlu untuk
13
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat profitabilitas dalam sebuah perbankan diantaranya dipengaruhi oleh tingkat likuiditas dan non performing financing (pembiayaan bermasalah).
2.1.3
Likuiditas Bank dalam menjalankan usahanya dihadapkan pada beragam risiko.
Likuiditas merupakan salah satunya. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/25/2009 likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. Sementara itu, Islamic Financial Service Board (IFBS) mendefinisikan likuiditas sebagai potensi kerugian yang dapat dialami oleh bank Islam karena ketidakmampuan bank Islam dalam mendanai peningkatan asetnya dengan biaya yang relatif murah dan tanpa adanya kerugian yang diderita. Dari dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa likuiditas bagi instusi perbankan mencakup dua hal yakni kemampuan bank Islam untuk segera memenuhi liabilitas yang telah jatuh tempo dan kemampuan bank Islam untuk mendapatkan dana baru dengan biaya relatif murah (Wahyudi dkk, 2013:212). Liabilitas bank yang jatuh tempo adalah jumlah dana simpanan (giro, tabungan, dan deposito) yang akan ditarik kembali oleh nasabah. Sementara dana baru yang dimaksud adalah sumber pendanaan yang diperoleh oleh bank ketika bank membutuhkan dana cepat, untuk mendanai aset atau untuk memenuhi liabilitas jangka pendek yang jatuh tempo.
14
Menurut Taswan (2010:245), Pengendalian likuiditas bank merupakan persoalan dilematis, artinya jika bank menghendaki untuk memelihara likuiditas tinggi maka profit akan rendah, sebaliknya kalau likuiditas rendah maka profit menjadi tinggi. Bank yang memiliki likuiditas tinggi, aktivanya relatif lebih besar pada aktiva jangka pendek, sedangkan bank yang likuiditasnya rendahnya, secara umum porsi dana yang tertanam lebih besar pada aktiva jangka panjang. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang tepat. Menurut Muljono (1989:64), bank dikatakan likuid apabila: a. Memegang sejumlah alat likuid, cash assets, yang terdiri dari uang kas, rekening pada bank sentral dan rekening pada bank-bank lainnya sama dengan jumlah kebutuhan likuiditas yang diperkirakan. b. Memegang kurang dari jumlah alat-alat likuid sebagaimana disebutkan pada huruf a diatas, akan tetapi bank tersebut memiliki surat-surat berharga berkualitas tinggi yang dapat segera ditukar atau dialihkan menjadi uang tanpa mengalami kerugian baik sebelum jatuh tempo maupun pada waktu setelah jatuh tempo. c. Memiliki kemampuan untuk memperoleh alat-alat likuid melalui penciptaan utang, misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money, penjualan suratsurat berharga dengan repurchase agreement. Dengan memenuhi sebagai bank yang likuid, maka likuiditas dapat berfungsi sebagai berikut (Taswan, 2010:246), yaitu: a. Untuk menunjukkan dirinya atau bank sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang.
15
b. Untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak memungkinkan. c. Memperkecil penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban penarikan dananya. d. Untuk menghindari diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan negatif dari otoritas pengawas atau pengusaha moneter karena meminjam dana likuiditas dari bank sentral. Dalam penelitian ini likuiditas bank syariah diukur dengan Financing to Deposits Ratio (FDR) karena rasio ini merupakan teknik yang sangat umum digunakan untuk mengukur posisi atau kemampuan likuiditas suatu bank.
2.1.4
Financing to Deposit Ratio (FDR) Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara seluruh jumlah
kredit (pembiayaan) yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya,
2005:116).
Rasio
ini
berpengaruh
positif
pada
tingkat
profitabilitas, semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, karena semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan maka dengan demikian, jumlah dana yang menganggur bekurang sehingga berdampak pada naiknya profitabilitas (Rivai dkk, 2007:394). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman FDR suatu bank adalah 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% - 100% (Dendawijaya, 2005:116). Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain pada kekhususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya. Oleh karena itu untuk menilai cukup tidaknya likuiditas suatu bank dengan menggunakan ukuran 16
financing to deposit ratio (FDR), yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kewajibannya, seperti antisipasi atas pemberian jaminan bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban pada bank. Apabila hasil pengukuran jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank tersebut dapat memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaya pemeliharaan kas yang menganggur (idle money). Dari uraian diatas maka dapat dikatakan Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan jumlah pembiayaan yang diberikan dengan simpanan masyarakat.
FDR =
Jumlah Pembiayaan yang diberikan x 100% Dana Simpanan Masyarakat
2.1.5 Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian dari pembiayaan, adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Sehubungan dengan peran bank syariah sebagai lembaga intermediary dalam kaitannya dengan penyaluran dana masyarakat atau fasilitas pembiayaan
17
berdasarkan prinsip syariah, bank syariah menanggung risiko kredit atau risiko pembiayaan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah apabila pembiayaan tersebut dinyatakan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) merupakan gambaran kinerja usaha pembiayaan yang diberikan. Misalnya berapa persen jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang tidak dapat ditagih (Purwanto, 2011). Timbulnya pembiayaan bermasalah diantaranya mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank (Dendawijaya, 2005:88). Menurut (Hidayat, 2014:122), apabila tingkat NPF semakin rendah maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya apabila tingkat NPF tinggi maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Berdasarkan dari uraian tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) memiliki pengaruh negatif bagi profitabilitas bank. Adapun beberapa faktor penyebab pembiayaan bermasalah sebagai berikut (Djamil, 2012:73) yaitu: 1. Faktor intern (berasal dari pihak bank), terdiri dari: a. Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah. b. Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah.
18
c. Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha nasabah. d. Proyeksi penjualan terlalu optimis. e. Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan kurang memperhitungkan aspek kompetitor. f. Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable g. Lemahnya supervisi dan monitoring. h. Terjadinya emosi mental: kondisi ini dipengaruhi timbal balik antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek perbankan yang sehat. 2. Faktor ekstern,terdiri dari : a. Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan informasi dan laporan tentang kegiatannya) b. Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah dalam persaingan usaha c. Usaha yang dijalankan relatif baru. d. Bidang usaha nasabah telah jenuh. e. Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis. f. Meninggalnya key person. g. Perselisihan sesama direksi. h. Terjadi bencana alam. i. Adanya kebijakan pemerintah: peraturan suatu produk atau sektor ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
19
Keberlangsungan usaha suatu bank yang didominasi oleh aktivitas pembiayaan dipengaruhi oleh kualitas pembiayaan yang merupakan sumber utama bank dalam menghasilkan pendapatan dan sumber dana untuk ekspansi usaha yang berkesinambungan. Pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan dapat meminimalisasi potensi kerugian yang akan terjadi. Pengelolaan tersebut antara lain dilakukan melalui Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami penurunan kemampuan membayar namun dinilai masih memiliki prospek usaha dan mempunyai kemampuan untuk membayar setelah restrukturisasi. Adapun tingkat dari Non Performing Financing dapat dihitung dengan sebuah rasio yaitu sebagai berikut :
NPF =
Pembiayaan Bermasalah x 100% Total Pembiayaan
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang financing to deposit ratio, non performing financing, dan profitabilitas, yaitu: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti/ Tahun Riki Antariksa (2005)
Judul Penelitian Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas terhadap Profitabilitas Perbankan.
Variabel Penelitian Independen: Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD), dan Financial Deposit Ratio (FDR).
Teknik Analisis Data Metode analisis regresi linier dengan uji kelembanan (lag) dan analisis musiman (dummy variabel).
Hasil Penelitian Risiko likuiditas yang diwakili oleh LTA, LAD dan FDR berpengaruh posiif dan signifikan terhadap profitabilitas.
Dependen: ROA dan ROE.
20
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti/ Tahun Suryani (2011)
Tri Joko Purwanto (2011)
Muh. Sabir. M, Muhammad Ali, Abd. Hamid Habbe. (2012)
Judul Penelitian Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia. Analisis Besarnya Pengaruh Pembiayaan, Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Ratio Non Performing (NPF) terhadap Laba Bank Syariah. Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia
Variabel Penelitian Independen: Financing to Deposit Ratio (FDR)
Teknik Analisis Data Metode analisis regresi linear.
Hasil Penelitian Tidak adanya pengaruh signifikan Financing to Deposit Ratio terhadap Return on Asset (ROA).
Dependen: ROA.
Independen: Pembiayaan, Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF).
Terdiri dari dua model regresi linear sederhana dan satu model regresi linear berganda.
FDR dan rasio NPF berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Laba, sedangkan penyaluran pembiayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Laba.
Dependen: Laba. Independen: BOPO, NOM, NPF, FDR, NIM, NPL, dan LDR.
Metode analisis 1. regresi berganda dan uji beda.
2. Dependen: Return on Asset (ROA) 3.
4.
5.
6.
7.
BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, NOM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia, NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
21
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti/ Tahun
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian ROA pada Konvensional Indonesia.
Bank di
2.3 Kerangka Konseptual Profitabilitas sebagai dasar dari adanya keterkaitan antara efisiensi operasional dengan kualitas jasa yang dihasilkan oleh suatu bank. Penting bagi bank menjaga profitabilitasnya tetap stabil bahkan meningkat untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang saham, meningkatkan daya tarik investor dalam menanamkan
modal,
dan
meningkatkan
kepercayaan
masyarakat
untuk
menyimpan kelebihan dana yang dimiliki pada bank karena Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba selama periode tertentu (Munawir, 2010:33). Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit (pembiayaan) yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya,
2005:116).
Rasio
ini
berpengaruh
positif
pada
tingkat
profitabilitas, semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, karena semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan maka dengan demikian, jumlah dana yang menganggur bekurang sehingga berdampak pada naiknya profitabilitas (Rivai dkk, 2007:394). Pembiayaan merupakan salah satu faktor rapuhnya usaha perbankan apabila pembiayaan tersebut dinyatakan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau
22
non performing financing (NPF) merupakan gambaran kinerja usaha pembiayaan yang diberikan. Misalnya, berapa persen jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang tidak dapat ditagih (Purwanto, 2011). Timbulnya pembiayaan bermasalah diantaranya mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank (Dendawijaya, 2005:88). Menurut (Hidayat, 2014:122), apabila tingkat NPF semakin rendah maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya apabila tingkat NPF tinggi maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Berdasarkan dari uraian tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) memiliki pengaruh negatif bagi profitabilitas bank. Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing (NPF) memiliki pengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka gambar kerangka konseptual pada penlitian ini adalah sebagai berikut: Financing to Deposit Ratio Profitabilitas (ROA)
Non Performing Financing Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 23
2.4 Hipotesis Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro, 2009). Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual, maka hipotesis pada penelitian ini adalah Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank syariah di Indonesia.
24