BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Masyarakat Nelayan 2.1.1 Pengertian Respon
Kata respon berasal dari Bahasa Inggris yaitu response, yang berarti jawaban, balasan, reaksi, tanggapan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa defenisi respon adalah tanggapan, reaksi dan jawaban. Respon merupakan tingkah laku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku balik, yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsarangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal (Adi, 1994 : 105). Respon
bermula
dari
adanya
suatu
tindakan
pengamatan
yang
menghasilkan suatu kesan sehingga konsep respon manusia lebih banyak dikemukakan oleh bidang-bidang ilmu sosial yang melihat respon pada tindakan dan perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Simon dan Wijaya membagi respon seseorang atau kelompok terhadap program pembangunan mencakup tiga hal, yaitu : 1.
Persepsi, berupa tindakan penilaian (dalam benak sesorang) terhadap baik
buruknya objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari adanya objek tersebut. 2.
Sikap, berupa ucapan secara lisan atau pendapat untuk menerima atau
menolak objek yang dipersiapkan. 3.
Partisipasi, melakukan kegiatan nyata untuk peran serta atau tindakan
terhadap suatu kegiatan yang terkait dengan objek tersebut.
11 Universitas Sumatera Utara
Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca indera, kemudian stimulus diantar keotak dimana ia dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Persepsi merupakan aktivitas intergrated, maka seluruh yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan, berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut dikemukakan bahwa persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena pengalamannya tidak sama, kemampuan berpikirnya juga tidak sama karena hasil persepsi antara individu satu dengan lainnya tidak sama. Keadaan tersebut memberi gambaran bahwa persepsi memang bersifat individual. Persepsi didefenisikan sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Salah satu defenisi menyatakan bahwa persepsi
merupakan
proses
yang
kompleks
dimana
orang
memilih,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan kedalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis (Savverin dan Tankard, 2008: 83-84). Cara kita mempersepsi situasi sekarang tidak terlepas dari adanya pengalaman sensoris terlebih dahulu. Kalau pengalaman terdahulu itu sering muncul, maka reaksi kita lalu menjadi salah satu kebiasaan. Mungkin 90% dari pengalaman-pengalaman sensoris kita sehari-hari dipersepsi dengan kebiasaan yang didasarkan pada pengalaman terdahulu yang diulang-ulang. Jadi, dalam kebanyakan situasi, persepsi itu pada umunya merupakan proses informasi yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lampau (Mahmud, 1990 : 49).
12 Universitas Sumatera Utara
Sikap merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi kelompok. Dengan demikian pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri (Sunarjo, 1997 : 104). Sikap sebagai suatu tingkatan afeksi yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi tidak tidak menyenangkan. Dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap, dapat menimbulkan berbagai macam tingkatan afeksi pada seseorang. Thurstone melihat sikap hanya sebagai tingkatan afeksi saja, belum mengkaitkan sikap dengan perilaku (Walgito, 2003 : 125). Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009 : 31-32), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fiksi dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan
yang
dilaksanakan
serta
mendukung
pencapaian
tujuan
dan
tanggungjawab atas segala keterlibatan. Pastisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, diluar pekerjaan atau profesinya sendiri (Theodorson dan Sumarto dalam Soelaeman, 2012 : 76). Secara umum pengertian partisipasi adalah adanya keterlibatan langsung suatu masyarakat secara aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan,
13 Universitas Sumatera Utara
sejak tahap sosialisasi, persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi sehingga pengembangan atau perluasannya. Berdasarkan cara keterlibatannya, pasrtisipasi diklasifikasikan menjadi 2 (dua) : 1)
Partisipasi langsung, yakni partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajaukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapan.
2)
Partisipasi tidak langsung, yakni pastisipasi yang terjadi apabila individu mendelagasikan hak partisipasinya. Partisipasi masyarakat dalam hal pencegahan kejahatan merupakan suatu
hal yang penting. Seperti dikemukakan oleh Diana Conyers (1984), bahwa alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang penting : Pertama, partisipasi masyrakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan masyrakat setempat. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai suatu program atau kegiatan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka lebih tahu seluk beluk dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan mempunyai rasa memiliki dari kegiatan yang akan dilaksanakannya. Ketiga, bahwa partisipasi merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam suatu kegiatan yang akan dilaksanakan (Sundayani, 2012).
14 Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Masyarakat Nelayan
2.1.2.1 Pengertian Masyarakat Dalam bahasa Inggris kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian yaitu society dan community. Community menurut Arthur Hilman (1951) adalah : “a defisition of community must be inclusive enough to take account of the variety of both physical and social form which communuty take.” Dengan perkataan masyarakat sebagai community cukup memperhitungkan dua variasi dari suatu yang berhubungan dengan kehidupan bersama (antar manusia) dan lingkungan alam. Jadi ciri-ciri dari community ini oleh Hasan Shadily (1983) disebut sebagai paguyuban yang memperhatikan rasa sentimen yang sama seperti pada Gemeninshaft. Anggota-anggotanya mencari kepuasan berdasarkan adat kebiasaan dan sentimen (faktor primer), kemudian diikuti atau diperkuat oleh lokalitas (faktor sekunder). Beberapa defenisi masyarakat dari pakar sosiologi : a) Emile Durkheim mendefenisikan masyarakat sebagai kerjasama obyektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya; b) M. J. Herskovits mendefenisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu; c) Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya. Dari berbagai pendapat tentang masyarakat, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal didaerah tertentu
15 Universitas Sumatera Utara
dalam waktu yang relatif lama, memiliki norma-norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama, dan ditempat tersebut anggota-anggotanya melakukan regenerasi (beranak pinak) (Setiadi, 2011 : 36). Menurut Abdulsyani (1987) bahwa masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang ; Pertama, memandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah atau tempat dengan batasbatas terntentu, maka ia menujukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun atau kota-kota kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah atau wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Disamping itu dilengkapi pula oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai dan normanorma yang timbul atas akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia.Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka didalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan dan tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil contoh tentang
masyarakat
Pegawai
Negeri,
masyarakat
Ekonomi,
masyarakat
Mahasiswa, dan lain sebagainya. Dari kedua ciri khusus yang dikemukakan diatas, berarti dapat diduga bahwa apabila suatu masyarakat tidak memenuhi syarat tersebut maka ia dapat disebut masyarakat dalam arti society. Masyarakat dalam pengertian society terdapat interaksi sosial, perubahan-perubahan sosial, perhitungan-perhitungan rasional dan like interest, hubungan-hubungan menjadi bersifat pamrih dan ekonomis (Abdusyani, 2007 : 31).
16 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Pengertian Nelayan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian utamanya dari usaha menangkap ikan dilaut.Nelayan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan.Nelayan
buruh
(penggarap)
adalah
seseorang
yang
menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya merupakan atau membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Nelayan juragan (pemilik) adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan /atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan.Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana (tradisional). Dengan keterbatasan perahu maupun alat tangkapnya, maka jangkauan wilayah penangkapannya pun menjadi terbatas biasanya hanya berjarak 6 mil laut dari garis pantai. Nelayan tradisioanl ini biasanya adalah nelayan yang turun-temurun yang melakukan penangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Masalah aktual yang perlu diperhatikan adalah bahwa potensi untuk berkembangnya jumlah penduduk miskin dikawasan pesisir cukup terbuka. Hal ini disebabkan dua hal penting berikut : a)
Meningkatnya degradasi kualitas dan kuantitas lingkungan pesisir laut. Degradasi karena pembuangan limbah dari wilayah darat atau perubahan tata guna lahan dikawasan pesisir untuk pembangunan fisik. Kondisi demikian akan menyulitkan nelayan memperoleh hasil tangkapan,
17 Universitas Sumatera Utara
khususnya di daerah-daerah perairan yang sudah dalam kondisi tangkap lebih. b)
Membengkaknya biaya-biaya opensi penangkapan karena meningkatnya harga bahan bakar minyak (bensin dan solar) sehingga nelayan mengurangi kuantitas operasi penangkapan. Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam
karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan, status sosial dan kepercayaan. Charles dalam Widodo 2016 membagi kelompok nelayan dalam 4 (empat) kelompok : a) Nelayan Subsistem (Subsistence Fisher), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. b) Nelayan Asli (Nature/Indigenous/Oboriginal Fisher), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama namun memiliki jika hak untuk melakukan aktivitas secara komersial maupun dalam skala yang kecil. c) Nelayan Rekreasi (Recreatinal/Sport Fisher), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga. d) Nelayan Komersial (Commercial Fisher), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Kelompok ini dibagi dua yaitu nelayan skala kecil dan nelayan skala besar (https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April 2017 pukul 20.00 WIB).
18 Universitas Sumatera Utara
Menurut tipe ekologinya, Sitorus dkk (1998) mengklasifikasikan masyarakat agraris menjadi masyarakat nelayan (dipantai), masyarakat petani sawah (di dataran rendah), dan msyarakat petani peladang atau petani lahan kering (di dataran tinggi). Disisi lain, Hanson (1984) menyatakan bahwa masyarakat pesisir seringkali memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mengakses pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan sarana produksi usahanya, sehingga terkadang kondisi sosial ekonominya relatif masih rendah (Amanah, 2014 : 34). Dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai standar. Kemiskinan prasarana tidak langsung memiliki andil dalam munculnya kemiskinan keluarga, kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada garis kemiskinan (near poor) bisa merosot kedalam kelompok keluarga miskin (https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April 2017 pukul 20.00 WIB). Masyarakat nelayan merupakan unsur sosial yang sangat penting dalam struktur masyarakat pesisir, maka kebudayaan yang mereka miliki mewarnai karakteristik kebudayaan atau perilaku sosial budaya masyarakat pesisir secara umum. Karakteristik yang menjadi ciri sosial budaya masyarakat nelayan yaitu memiliki struktur relasi patron klien yang sangat kuat, etos kerja tinggi, memanfaatkan kemampuan diri dan adaptasi optimal, kompetitif dan beorientasi
19 Universitas Sumatera Utara
prestasi, apresiatif terhadap keahlian, kekayaan dan kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial yang tinggi, sistem pembagian kerja berbasis seks (laut menjadi ranah laki-laki dan darat adalah ranah kaum perempuan) dan berperilaku konsumtif (Kusnadi, 2009 dalam https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April 2017 pukul 20.00 WIB). Masyarakat nelayan yag dimaksudkan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah nelayan yaitu mereka yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah dan Non peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.
2.2 BPJS Ketenagakerjaan Berdasarkan UU No 24 Tahun 2011, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang disingkat BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah suatu lembaga (semi) otonomi yang menerima titipan aset dari peserta, sehingga aset yang dititipkan semestinya dititipkan kembali pada sekuritas atau sertifikat berpenghasilan tetap. Kemudian badan penyelenggara menetapkan sejumlah harga tertentu sebagai jasa penitipan. Karena itu, pengukuran kinerja badan penyelenggara tidak lagi berpedoman pada Return On Investment (ROI) melainkan pada perkembangan kepesertaan dan manfaat. Dengan mekanisme, program dan sistem penyelenggaraan Jaminan Sosial yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagaimana uraian di atas, dengan meningkatkan jumlah kepesertaan dan memberikan banyak manfaat bagi peserta dan warga negara Indonesia dapat dipastikan merupakan suatu upaya untuk
20 Universitas Sumatera Utara
melakukan percepatan pembangunan kesejahteraan bagi rakyat dan pada gilirannya akan menjadi solusi bagi bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera, mandiri dan berdikari (Soendoro, 2009 : 128). BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan dikelola oleh PT Askes yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan termasuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja yang dulunya ditangani oleh PT Jamsostek. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan yang dikelola oleh PT JAMSOSTEK menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiunan dan Jaminan Kematian. BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 01 Januari 2014. Pada saat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek beralih menjadi
pegawai
BPJS
Ketenagakerjaan.
BPJS
Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
21 Universitas Sumatera Utara
tentang Sistem Jaminan Sosial (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 224). Pada bagian lain dari sudut pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kewenangan untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional sebagai bagian dari fungsi pelayanan sosial negara bukan saja menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, tetapi dapat juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Karena itu undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut sebagai sub sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan pasal 18 ayat (2) dan (5) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tingkat daerah dapat dibentuk dnegan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan SJSN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu diselenggarakan berdasarkan asas, tujuan, dan prinsip sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Norma, standar dan Prosedur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tingkat daerah harus dituangkan dalam peraturan perundang-perundangan yang akan dijadikan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah (Soendoro, 2009 : 49).
22 Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut, BPJS bertugas untuk : 1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta. 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah. 4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta. 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial. 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial. 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran temasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
2.2.2 Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya dimaksud diatas, BPJS berwenang : 1. Menagih pembayaran iuran.
23 Universitas Sumatera Utara
2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. 3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional. 4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standart tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. 5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. 6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya. 7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 192). Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan atau kekurangan pembayaran, kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
24 Universitas Sumatera Utara
2.3 Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah 2.3.1 Pengertian Program
Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai : 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan. 3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Strategi pelaksanaan. Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu : 1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program. 2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diindentifikasikan melalui anggaran. 3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang
25 Universitas Sumatera Utara
serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996:295). 2.3.2 BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah
Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi : Pemberi Kerja ; Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja diluar hubungan kerja yang bukan menerima upah, contohnya Tukang Ojek, Supir Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, Nelayan, dan lainlain. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, hari tua, dan meninggal. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Keja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sebagai berikut : 1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekeja kurang dari tiga (3) bulan wajib ikut diikutsertakan dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari tiga (3) bulan wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja. 2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam satu bulan kalender. Apabila upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja enam
26 Universitas Sumatera Utara
hari dalam satu minggu adalah upah sebulan dibagi dua puluh lima, sedangkan yang bekerja lima hari dalam satu minggu adalah upah sebulan dibagi dua puluh satu. 3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari tiga bulan penetapan upah sebulan adalah datu dikalikan jumlah hari kerja dalam satu bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari tiga bulan, upah sebulan dihitung dari upah rata-rata tiga bulan terakhir. Jika pekerjaan tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata-rata dua belas bulan terakhir. 4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam perjanjian kerja. Kepesertaan UU No 24 Tahun 2011 pasal 14, Peserta adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 195). 1. Dapat mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta. 2. Dapat mendaftar sendiri langsung ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan atau
mendaftar
melalui
wadah/kelompok/Mitra/Payment
Point
(Aggregator/Perbankan) yang telah melakukan Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan (Tim Visi Yustisia, 2016:133) Cara mendaftar menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah :
27 Universitas Sumatera Utara
1. Mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan) 2. Mengisi Formulir F1 BPU untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru. 3. Menghubungi :Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan terdekat, wadah, mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pembayaran iuran dapat dilakukan oleh peserta sendiri atau melalui Wadah/ Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) selama bulanan/3 bulan/6 bulan/1 tahun sekaligus. Jenis Program dan Manfaat : 1.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari : a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. b. Biaya perawatan medis, sesuai kebutuhan medisnya (unlimited). c. Biaya rehabilitasi. d. Penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), 6 bulan pertama 100% upah, 6 bulan kedua 75% upah seterusnya 50% upah. e. Santunan cacat tetap sebagian. f. Santunan cacat total tetap. g. Santunan kematian (sesuai label), biaya pemakam (Rp 3.000.000,-) santunan berkala bagi yang meninggal dunia (Rp 200.000,- x 24bln / sekaligus Rp 4.800.000,-), beasiswa anak peserta (Rp 12.000.000,-), cacat total tetap, 70% x 80 bulan upah. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi akibat hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan
28 Universitas Sumatera Utara
pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Suatu kasus dinyatakan sebagai kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian seperti terjatuh, terpukul, tertabrak, dan lain-lain. 2.
Jaminan Kematian (JK), terdiri dari : a. Biaya pemakaman sebesar Rp 3.000.000. b. Santunan berkala, Rp 200.000,-/bulan selama 24 bulan sekaligus Rp 4.800.000,-, beasiswa bagi anak peserta dengan masa iuran 5 tahun sebesar Rp 12.000.000,- dan hanya berlaku untuk 1 (satu) orang anak. Peserta yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, dimaksudkan untuk
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. 3.
Jaminan Hari Tua (JHT) terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada tenaga kerja apabila sudah mencapai
usia pensiun 56 tahun, mengalami cacat total tetap untuk selama-lamanya, meninggal dunia, mengundurkan diri dan terkena PHK, meninggalkan Negara Republik Indonesia untuk selama-lamanya (pindah kewarganegaraan untuk WNI dan kembali kenegara asal untuk WNA). Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut : a. Diambil maksimal 10% dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun. b. Diambil maksimal 30% dari total saldo untuk perumahan.
29 Universitas Sumatera Utara
Iuran Bukan Penerima Upah Iuran didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan peserta, dipilih salah satu dari tabel iuran yang tersedia sesuai penghasilan sebulan. Iuran sepenuhnya ditanggung oleh peserta. Jaminan Kecelakaan Kerja
: 1%
Jaminan Hari Tua (minimal) : 2% Jaminan Kematian
: Rp 6.800,-
2.4 Kesejahteraan Sosial 2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 angka 1, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan Material, Spritual dan Sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam kajian ini, kata Kesejahteraan Sosial memiliki beberapa makna, diantaranya sebagai sebuah kondisi sejahtera (well being), pelayanan sosial (social service), tunjangan sosial (social assistence/social aid) dan proses atau usaha terencana. Sebagai sebuah kondisi sejahtera (well being) kesejahteraan sosial merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan secara seimbang dan bermatabat. Beberapa para ahli mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai sebuah kondisi, diantaranya adalah Skidmore dan Midgley. Menurut Skidmore, “kesejahteraan sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak, yang
30 Universitas Sumatera Utara
mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional dan ekonominya”. Midgley, et.all (2000:xi) mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai “a condition or state of human well-being”. Kondisi sejahtera terjadi apabila kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasarnya seperti makanan yang bergizi, air bersih, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dan pendapatan dapat dipenuhi. Selain itu manakala manusia mendapatkan perlindungan dari berbagai risiko utama yang mengancam kehidupannya seperti risiko sakit, risiko kecelakaan, risiko di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), risiko kerugian akibat bencana, risiko pada saat lanjut usia, dan risiko kematian. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah pelayanan sosial yang ditujukan kepada warga negara khususnya warga miskin berupa penyediaian pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan jaminan sosial. pelayanan sosial bertujuan untuk membantu individu dan kelompok agar dapat mengembangkan kapasitas diri dna meningkatkan peran-peran sosialnya (Pujileksono, 2016 : 22-23).
2.4.2 Tujuan Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial mempunyai tujuan yaitu : 1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.
31 Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan (Fahrudin, 2012:10). 2.4.3 Nilai dan Prinsip dalam Praktik Kesejahteraan Sosial
Dalam kaitan dengan nilai dan prinsip-prinsip dasar ini, Zastrow (2010) melihat ada tiga komponen dasar yang harus dipertimbangkan dan dielaborasi dalam
mengembangkan
profesi
praktik
dibidang
pekerjaan
sosial
dan
kesejahteraan sosial. Ketiga komponen dasar tersebut adalah : 1.
Pengetahuan (knowledge) Menurut pendapat Kahn (1969) pengetahuan adalah pemahaman teoritis ataupun praktis yang terkait dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan (science); belajar; dan seni yang melibatkan penelitian maupun praktik serta pengembangan keterampilan. Untuk melihat apakah suatu knowledge statement itu benar atau salah, cara pembuktiannya adalah berdasarkan kajian terhadap dunia empirik, melalui cara pangkajian yang ilmiah. Sehingga pernyataan itu menjadi benar, setelah dibuktikan dari berbagai data yang ada.
2.
Keterampilan (skill) Keterampilan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu profesi pemberi bantuan (helping profession), serta menjadi prasyarat bila profesi tersebut ingin berkembang. Secara defenitif, keterampilan didefenisikan sebagai kemampuan, keahlian ataupun kemahiran yang diperoleh dari praktik dan pengetahuan.
3.
Nilai (value)
32 Universitas Sumatera Utara
Pincus dan Minahan (1973:38) menyatakan nilai adalah keyakinan, prefensi ataupun asumsi mengenai apa yang diinginkan atau dianggap baik oleh manusia . nilai yang dianut oleh seseorang dapat menentukan sikap dan tindakan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Nilai-nilai dasar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial sendiri pada awalnya banyak dipengaruhi oleh nilai yang berkembang pada profesi yang memberikan bantuan terhadap masyarakat lainnya.
2.5 Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yang luas wilayahnya 70% merupakan wilayah lautan. Di wilayah lautan ini terkandung potensi ekonomi yang sangat besar dan beragam, antara lain sumber daya ikan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja, pada saat krisis ekonomi peranan sektor perikanan semakin signifikan, terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan pengusaha, padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan dan petani ikan (Mulyadi, 2005 : 15). Bekerja di sektor informal memang harus siap menerima risiko absennya sejumlah aspek perlindungan sosial, seperti upah minimum, uang pesangon, cuti,
33 Universitas Sumatera Utara
upah lembur, jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Kegiatan sektor informal umumnya cenderung tidak stabil dan pekerjanya rentan terperangkap dalam pengangguran dan kemiskinan. Hadirnya pekerja sektor informal tidak bisa dihindari karena hal itu berkaitan dengan kinerja ekonomi yang belum mampu menciptakan kesempatan kerja formal secara memadai. Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejateraan pekerja sektor informal khususnya nelayan dan keluarganya melalui program bukan penerima upah atau pekerja yang bekerja diluar hubungan kerja. Peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor itu sangat dimungkinkan karena BPJS ketenagakerjaan memuat layanan jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiunan. Masyarakat Kampung nelayan seberang merupakan salah satu pekerja sektor informal yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. Peneliti ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat Kampung Nelayan Seberang, mereka yang terdaftar sebagai peserta dan mereka yang tidak terdaftar sebagai peserta terhadap pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.
Bagan Alur Pikir
Program Luar Hubungan Kerja (Sektor Informal)
Masyarakat Nelayan Kampung Nelayan Seberang : 1. Peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah 2. Non Peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima 34 Upah Universitas Sumatera Utara
Respon Masyarakat Kampung Nelayan Seberang
Persepsi, meliputi :
Sikap, meliputi :
Partisipasi, meliputi :
1. pengetahuan tentang BPJS Ketenagakerjaan BPU
1. Penilaian terhadap BPJS Ketenagakerjaan BPU
1. Keikutsertaan dalam Program BPJS Ketenagakerjaan BPU
2. Pemahaman tentang BPJS Ketenagakerjaan BPU
2. Penolakan terhadap BPJS Ketenagakerjaan BPU
2. Partisipasi mengikuti sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan
3. Pengharapan terhadap BPJS Ketenagakerjaan BPU
1. Respon Positif 2. Respon Netral 3. Respon Negatif
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berada kembali di alam pikiran atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata. Dengan demikian, konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang
35 Universitas Sumatera Utara
memang merujuk ke gejala nyata ke alam empiris. Konsep adalah sarana merujuk kedua empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna (mutlak) dunia empiris bahkan konsep bukanlah dunia empiris itu sendiri (Suyanto & Sutinah, 2008:49). Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Respon merupakan suatu tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melihat proses pemahaman, penilaian, suka atau tidak suka serta partisipasi terhadap objek permasalahan. 2. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan, penangkap ikan dilaut. 3. BPJS Ketenagakerjaan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. 4. Program Bukan Penerima Upah adalah suatu Program BPJS Ketenagakerjaan untuk mendukung upaya menjamin kesejahteraan pekerja berkeadilan dibidang sektor informal.
2.6.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional merupakan suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke dunia nyata (Siagian, 2011:141). Perumusan defenisi operasional bertujuan memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan.
36 Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini melalui indikator sebagai berikut : 1)
Persepsi masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi : a. Pengetahuan masyarakat nelayan tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. b. Pemahaman masyarakat nelayan tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.
2)
Sikap masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi : a. Penilaian adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki masyarakat tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. b. Penolakan dan penerimaan masyarakat nelayan adalah hubungan dengan rasa
senang
atau
tidak
senangnya
masyarakat
terhadap
BPJS
Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. c. Pengharapan adalah masyarakat nelayan tentang harapan akan program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah serta manfaat BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. 3)
Partisipasi masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi : a. Keikutsertaan masyarakat nelayan dalam program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. b. Masyarakat nelayan berperan serta dalam program-program sosialisasi tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.
37 Universitas Sumatera Utara