BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas di definisikan oleh para pakar dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang digunakan oleh masing-masing pakar. Berikut ini beberapa pengertian efektivitas dan kriteria efektivitas organisasi menurut para ahli sebagai berikut: 1.
Drucker (1964:5) mendefinisikan efektivitas sebagai melakukan pekerjaan yang benar (doing the rights things).
2. Chung & Megginson (1981:506, dalam Siahaan,1999:17) mendefinisikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung & Megginson yang disebut dengan efektivitas ialah kemampuan atau tingkat pencapaian tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap survive (hidup). 3. Pendapat Arens and Lorlbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf (1999:765), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas mengacu kepada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”. Sehubungan dengan yang Arens dan Lorlbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Menurut Supriyono pengertian efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut” (Supriyono, 2000:29). 5. Gibson dkk (1994:31) memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu (1) seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, dan (2) hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungannya. 6. Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : 1.Keberhasilan program 2.Keberhasilan sasaran 3.Kepuasan terhadap program 4.Tingkat input dan output 5.Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121) Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Menurut Hani Handoko (2000) Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus
Universitas Sumatera Utara
pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indicator efektivitas, sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas. Dari beberapa uraian definisi efektivitas menurut para ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Adapun untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat pula di lakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial misalnya: pendapatan, pendidikan, ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan (Soekanto, 1989 : 48). Beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu : 1. Pemahaman program. 2. Tepat Sasaran. 3. Tepat waktu. 4. Tercapainya tujuan. 5. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Pendekatan Efektivitas Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: 1. Pendekatan sasaran (Goal Approach) Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai
dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan
keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut (Price, 1972:15). Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarakan sasaran resmi “Official Goal” dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan programdalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang tepat makan program tersebut akan lebih efektif. Pendekatan sasaran dalam pelaksanaan program penguatan keluarga dilihat dari pendampinga kepada anak dan keluarga yang menjadi anggota binaan dalam mengarahkan tujuan yang ingin dicapai. 2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach) Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system
Universitas Sumatera Utara
agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam kegiatan program penguatan keluarga ini dilihat dari seberapa jauh hubungan antara anggota binaan program penguatan keluarga dengan lingkungan sekitarnya, berusaha usaha yang menjadi sumber dalam mencapai tujuan. 3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach) Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga (Cunningham, 1978: 635).
2.1.3 Masalah dalam pengukuran Efektivitas Banyaknya ancangan untuk mengukur efektivitas organisasi baik dalam sifat maupun titik asal mereka membuat kesulitan dalam usaha menilai efektivitas dari sesuatu program atau organisasi. Kesulitan menilai efektivitas ini disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang mengenai keberhasilan organisasi. Adapun masalah yang terjadi dalam pengukuran efektivitas adalah sebagai berikut: 1.
Masalah susunan Susunan adalah suatu hipotesis yang abstrak mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Masalahnya disini adalah bahwa sungguh-sungguh tidak tahu apakah susunan dari efektivitas organisasi benar-
Universitas Sumatera Utara
benar berarti atau berguna baik bagi para manajer ataupun para ahli teori organisasi. 2.
Masalah stabilitas kriteria Masalah besar yang dihadapi dalam usaha mengukur efektivitas organisasi adalah banyak dari kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan, dan tekanan-tekanan ekstern. Pada kenyataannya, sifat mudah berubah ini telah mengakibatkan beberapa peneliti kemudian mernyatakan bahwa fleksibilitas dalam menghadapi perubahan seharusnya menjadi ciri yang menentukan efektivitas organisasi.
3.
Masalah perspektif waktu Masalah yang ada hubungannya dengan hal ini adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Jadi masalahnya bagi mereka yang
mempelajari
manajemen
adalah
cara
yang
terbaik
menciptakan
keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan keperntingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu. 4.
Masalah kriteria ganda Keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memandukan beberapa faktor ke dalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting disini adalah bahwa, jika kita menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka organisasi menurut definisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.
Universitas Sumatera Utara
5.
Masalah ketelitian pengukuran Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam angka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jadi, apabila kita membicarakan “pengukuran” efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara konsisten dan tetap.
Dalam pengukuran ini orang harus berusaha
mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimun atau berusaha mengendalikan pengaruh yang menyesatkan dalam proses analisis. 6.
Masalah kemungkinan generalisasi Jika berbagai masalah pengukuran dapat dipecahkan, masih timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi pada waktu memilih kriteria, orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.
7.
Masalah relevansi teoritis Tujuan utama setiap ilmu adalah merumuskan teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari suddut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model bagi tingkah laku organisasi. Ancangan ini memberikan jauh lebih banyak hal, baik pada peneliti maupun pada para manajer, daripada hanya daftar catatan yang lebih sederhana mengenai apa yang membentuk efektivitas.
8.
Masalah tingkat analisis Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas
gejala
keseluruhan
organisasi
dalam hubungannya
dengan
Universitas Sumatera Utara
efektivitas, tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi.
2.2 Pemberdayaan Masyarakat 2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual, pemberdayaan berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal : 1. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. 2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto, 1997: 210-224) : 1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (lfe,1995). 2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian
kehidupannya.
serta
Pemberdayaan
lembaga-lembaga
menekankan
bahwa
yang orang
mempengaruhi memperoleh
keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya
dan
kehidupan
orang
lain
yang
menjadi
perhatiannya
(Parsons,et.al.,1994). ??
Universitas Sumatera Utara
3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987). 4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport,1984). Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Suharto,2009:57-60). Sedangkan pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan suatu progam / proyek yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat, partisipasi masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan (http://anshorfazafauzan.blogspot.com/2009/06/pengertian-pengembangan
masyarakat.
html diakses pada tanggal 19 Mei 2013 pukul 22.00 Wib).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Aspek pemberdayaan Dalam pelaksanaannya, Narayan (2002:18) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan keberdayaan suatu komunitas di dukung oleh beberapa elemen berikut : a. Aspek terhadap informasi Informasi merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memperoleh akses terhadap kekuasaan dan kesempatan. Pengertian kekuasaan yang dimaksud merupakan kemampuan masyarakat, terutama masyarakat miskin untuk memperoleh akses dan kesempatan untuk mempejuangkan hak-hak dasarnya. Informasi memberikan khasanah dan wawasan baru bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Informasi ini tidak hanya berupa kata-kata yang tertulis, namun dapat pula diperoleh melalui diskusi kelompok, cerita, debat,dan opera jalanan dalam bentuk yang berbeda-beda secara kultural dan biasanya menggunakan media seperti radio, internet, dan televisi. b. Inklusi dan partisipasi Inklusi memfokuskan pada pertanyaan siapa yang terlibat (Bennet ,2002, dalam Malholtra, 2002:5) mengungkapkan bahwa pengertian inklusi sosial sebagai berikut: “The removal of institutional barriers and the enchancement of incentives to increase the access of diverseindividuals and groups to assets and development opportunities.” (Pengurangan hambatan institusional dan peningkatan insentif untuk meningkatkan askes bagi individu dan kelompok yang beragam untuk memiliki kesempatan dan pengembangan). Lebih lanjut Bennet menekankan bahwa pengertian pemberdayaan dan inklusi sosial ini adalah sebuah proses daripada suatu hasil akhir. Proses pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan “dari bawah” dan melibatkan lembaga seperti individu dan kelompok. Sementara inklusi membutuhkan perubahan sistemik yang
Universitas Sumatera Utara
dimulai “dari atas”. Sementara pasrtisipasi secara sederhana diartikan bagaimana komunitas miskin terlibat dan peran apa yang dimainkan. Inklusi sosial pada komunitas miskin merupakan aspek penting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Hal ini bertujuan agar setiap proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan memperhatikan aspek kebutuhan masyarakat, serta memiliki komitmen untuk membuat suatu perubahan yang merupakan hakekat dari pemberdayaan. Usaha untuk mempertahankan inklusi dan partisipasi membutuhkan perubahan peraturan agar masyarakat memiliki ruang untuk berdiskusi dan berpartisipasi secara langsung dalam penentuankebijakan lokal dan nasional, penyusunan anggaran, dan pemberian pelayanan dasar. Dalam hal ini, kita dapat melihat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan memiliki peranan yang vital untuk menentukan berjalan atau tidaknya suatu pemberdayaan. Partisipasi masyarakat dalam berbagai tahap pemberdayaan akan mendukung mereka menjadi lebih berdaya dan memiliki ketahan dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Conyers (1991: 86-187) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, diantaranya adalah masyarakat akan merasa lebih dihargai apabila keterlibatan (partisipasi) mereka berpengaruh terhadap suatu kebijakan tertentu dan berpengaruh langsung terhadap apa yang mereka rasakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah penyesuaian diri perencana sosial atau pemangku kepentingan atas apa yang pentinga dan apa yang tidak penting oleh suatu komunitas.
Universitas Sumatera Utara
c. Akuntabilitas Akuntabilitas merujuk pada kemampuan pemerintah, perusahaan swasta, atau penyedia pelayanan untuk dapat mempertanggungjawabkan kebijakan, tindakan, serta penggunaan dana yang mendukung pelaksanaan tindakan tersebut. d. Kapasitas organisasi lokal Kapasitas organisasi lokal merujuk pada kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, mengorganisasikan diri mereka, dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah. Seringkali, di luar jangkauan sistem formal, masyarakat miskin saling mendukung satu sama lain dan memiliki kekuatan untuk memecahkan masalah sehari-hari. Organisasi masyarakat miskin umumnya bersifat informal. Contohnya tetangga yang saling meminjam uang atau beras satu sama lain. Mereka juga dapat berbentuk formal, dengan atau tanpa registrasi yang sah, contohnya kelompok tani kelompok lingkungan ketetanggan. Suara dan permintaan masyarakat yang terorganisasi umumnya lebih didengarkan daripada masyarakat yang tidak terorganisir. Keanggotaan masyarakat miskin
berdasarkan
organisasi
dapat
lebih
efektif
dalam
memenuhi
kebutuhanmendasarnya, namun mereka terhambat oleh sumber daya dan pengetahuan teknis yang terbatas. Seringkali mereka kurang memiliki modal sosial yang menjembatani dan menghubungkan, yaitu mereka tidak dapat terhubunga dengan kelompok lain atau sumber daya lainnya. Kapasitas organisasi lokal merupakan kunci dari efektifnya sebuah pemberdayaan. Organisasi, asosiasi, federasi, jaringan, dan gerakan sosial, kelompok miskin merupakan pemain kunci dalam tataran institusional. Lebih lanjut Narayan mengungkapkan bahwa kaum miskin tidak akan berpartisipasi dalam sebuah kegiatan apabila partisipasi mereka tidak dihargai dan
Universitas Sumatera Utara
tidak menimbulkan perubahan-perubahan yang cukup signifikan bagi kesejahteraan mereka dan berguna dalam proses pengambilan keputusan . Meskipun terdapat organisasi lokal yang kuat, hal ini tetaplah menyebabkan kaum miskin tidak memiliki akses terhadap pemerintahan lokal, sektor ekonomi swasta, dan kurangnya akses terhadap informasi.
2.2.3 Tahap-tahap Pemberdayaan Pada hakekatnya, pemberdayaan merupakan suatu kegiatan yang lebih menekankan proses, tanpa bermaksud menafikan hasil dari pemberdayaan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan proses, maka partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemberdayaan mutlak diperlukan. Sebagaimna yang diungkapkan oleh Adi (2003: 70-75) bahwa pemberdayaan menekankan pada process goal, yaitu tujuan yang berorientasi pada proses yang mengupayakan integrasi masyarakat dan dikembangkan kapasitasnya guna memecahkan masalah mereka secara kooperatif atas dasar kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri (self help) sesuai prinsip demokratis. Dengan menekankan pada proses, maka pemberdayaan pun memiliki tahap-tahap sebagai berikut: 1. Penyadaran Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi terhadap komunitas agar mereka mengerti bahwa kegiatan pemberdayaan ini penting bagi peningkatan kualitas hidup mereka, dan dilakukan secara mandiri (self help). 2. Pengkapasitasan Sebelum diberdayakan, komunitas perlu diberikan kecakapan dalam mengelolanya. Tahap ini sering disebut sebagai capacity building, yang terdiri atas pengkapasitasan manusia, organisasi, dan sistem nilai.
Universitas Sumatera Utara
3. Pendayaan Pada tahap ini, target diberikan daya, kekuasaan, dan peluang sesuai dengan kecakapan yang sudah diperolehnya. Tahapan
program pemberdayaan masyarakat
atau
pengembangan
masyarakat merupakan sebuah siklus perubahan yang berusaha mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Secara lebih jelas, tahapan tersebut digambarkan sebagai berikut: Bagan 2.1 Tahap-tahap Pemberdayaan Sosialisasi
Actual Client
Assesment Intake Process
Potential Client
Participation Planning
Interventio n Process
Monitoring & Evaluasi
Termination
Berdasarkan bagan 2.1 tersebut, tahap-tahap pemberdayaan dibagi ke dalam tujuh tahap, yaitu tahap persiapan (intake process), assesment, perencanaan partisipasi, proses intervensi, monitoring dan evaluasi, serta terminasi. Pada tahap intake ,terdapat dua sasaran yang dituju yaitu klien aktual dan klien potensial. Klien aktual merujuk pada klien yang akan diintervensi, sementara klien potensial adalah klien yang memiliki potensi untuk diintervensi. Kedua klien tersebut memperoleh sosialisasi dan melalui tahap assesment untuk kemudian direncanakan sebuah rencana aksi untuk kegiatan pendampingan. Dalam setiap tahap, terutama tahap pendampingan, monitoring dan evaluasi diperlukan. Kemudian akhirnya tahap
Universitas Sumatera Utara
terminasi atau pelepasan merupakan tahap terakhir dari proses pemberdayaan dimana komuntas sasaran telah mampu mandiri dan berberdaya. Berikut tahap-tahap pemberdayaan : 1. Tahap Persiapan Tahap ini mencakup tahap penyiapan petugas dan tahap penyiapan lapangan. Penyiapan petugas dalam hal ini (community worker) merupakan prasyarat suksesnya suatu pengembangan masyarakat. 2. Tahap Pengkajian (assesment) Proses assesment dilakukan dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki oleh klien. 3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan dan Tahap Pemformulasian Rencana Aksi Pada tahap ini, agen perubah (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. 4. Tahap capacity building dan networking Tahap ini mencakup : a. Melakukan penelitian, workshop, dan sebagainya untuk membangun kapasitas setiap individu masyarakat sasaran agar siap menjalankan kekuasaan yang diberikan kepada mereka. b. Masyarakat sasaran bersama-sama membuat aturan main dalam menjalankan progam, berupa anggaran dasar organisasi, sistem, dan prosedurenya. c. Membangun jaringan dengan pihak luar seperti pemerintah daerah setempat yang dapat mendukung kelembagaan lokal.
Universitas Sumatera Utara
5. Tahap pelaksanaan dan pendampingan Tahapan ini mencakup : Melaksanakan kegaitan yang telah disusun dan direncanakan bersama masyarakat sasaran. 6. Tahap Evaluasi Tahapan ini mencakup : a. Memantau setiap tahapan pemberdayaan yang dilakukan. b. Mengevaluasi kekurangan dan kelebihan dari tahapan pemberdayaan yang dilakukan. c. Mencari solusi atas konflik yang mungkin muncul dalam setiap tahapan pemberdayaan. Tahap evaluasi akhir dilakukan setelah semua tahap dijalankan. Tahap evaluasi akhir menjadi jembatan menuju tahap terminasi (phasing out strategy). 7. Tahap Terminasi Tahap terminasi dilakukan setelah program dinilai berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dengan berakhirnya tahap terminasi ini, maka fasilitator menyerahkan kontinuitas program kepada masyarakat sasaran sebagai bagian dari kegiatan keseharian mereka.
2.2.4 Indikator Pemberdayaan Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif (Suharto,1997:215). Parsons et.al (1994:106) juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
b. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : ‘kekuasaaan didalam ‘ (power within),’kekuasaan untuk’ (power to),’kekuasaan atas’ (power with). Adapun indikator pemberdayaan yaitu : 1. Kekuasaan di dalam : Meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah a. Kemampuan Ekonomi 1. Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya. 2. Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara. 3. Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat. b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan : 1.
Kepercayaan diri dan kebahagiaan.
2.
Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara.
3.
Keinginan membuat keputusan mengenai diri dan orang lain.
4.
Keinginan untuk mengontrol jumlah anak.
c. Kemampuan Kultural dan Politis : 1. Keinginan untuk menghadapi subordinasi gender termasuk tradisi budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik.
Universitas Sumatera Utara
2. Keinginan terlibat dalam proses-proses budaya, hukum dan politik 2. Kekuasaan untuk : Meningkatkan kemampuan individu untuk berubah dan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses. a. Kemampuan Ekonomi : 1. Akses terhadap pelayanan keuangan mikro. 2. Akses terhadap pendapatan. 3. Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumah tangga. 4. Akses terhadap pasar. 5. Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan: 1. Keterampilan, termasuk kemelekan huruf. 2. Status kesehatan dan gizi. 3. Kesadaran mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. 4. Ketersedaan pelayanan kesejahteraan publik. c. Kemampuan Kultural dan Politis : 1. Mobilitas dan akses terhadap dunia di luar rumah. 2. Pengetahuan mengenai proses hukum, politik dan kebudayaan.
3. Kekuasaan atas : Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro; Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut. a. Kemampuan Ekonomi: 1. Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan. 2. Kontrol atas pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya. 3. Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
4. Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. 5. Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar. b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan: 1. Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana. 2. Aksi individu untuk mempertahankan diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat. c. Kemampuan Kultural dan Politis: 1. Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat. 2. Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik. 4. Kekuasaan dengan : Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro. a. Kemampuan Ekonomi: 1. Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern. 2. Mampu memberi gaji terhadap orang lain. 3. Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro.
Universitas Sumatera Utara
b. Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan: 1. Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga. 2. Tindakan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan publik c. Kemampuan Kultural dan Politis: 1. Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis. 2. Tindakan bersama untuk membela orang lain menghadapi perlakuan salam dalam keluarga dan masyarakat (Suharto, 2009:63-65).
2.2.5 Strategi Pemberdayaan Parsons et.al (1994:112-113) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Dalam beberapa situasi,strategi pemberdayaan dapat dilakukan secara individual,meskipun pada gilirannya straegi ini pun berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga cara pemberdayaan yaitu: 1. Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan,konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
2. Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 3. Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
2.2.6 Pendekatan Pemberdayaan Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto, 1997:218-219) 1. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang
secara
optimal.
Pemberdayaan
harus
mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural menghambat. 2. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam
memecahkan
masalah
dan
memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan harus mamu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarkat yang menunjang kemandirian mereka. 3. Perlindungan : melindungi masyarkat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
seimbang antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. 4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpingirkan. 5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha. Dubois dan Miley (1992:211) memberi beberapa cara atau teknik yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu : a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination), menghargai perbedaaan dan keunikan individu, menekankan kerjasama klien. b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, menjaga kerahasiaan klien. c. Terlibat pemecah masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangantantangan sebagai kesempatan belajar, melibaatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui: ketaatan terhadap kode etik profesi; keterlibatan dalam pengembangan profesional,riset, dan perumusan kebijakan; penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi kedalam isu-isu publik; penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.
2.2.7 Prinsip Pemberdayaan Pelaksanaan pendekatan pemberdayaan berlandaskan pada pedoman dan prinsip pekerjaan sosial. Ada beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto, 1997:216-217). 1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu, pekerja sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner. 2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan. 3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan. 4. Kompetensi diperoleh melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat. 5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut. 6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang. 7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri. Tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi peubahan. 9. Pemberdayaan melibatkan askes terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif. 10. Proses
pemberdayaan
bersifat
dinamis,
sinergis,
berubah
terus,
evolutif,permasalahan selalu memiliki beragam solusi. 11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.
2.2.8 Tugas Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Dalam Konferensi Dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000, International Federation of Social Workers (IFSW) (Tan dan Envall, 2005:5) mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut : “Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayan dan pembebasan masyarakat. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik atau situasi dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial.” Schwartz (1961:157-158), mengemukakan lima tugas yang dapat dilaksanakan oleh pekerja sosial : 1. Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka
Universitas Sumatera Utara
2. Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasi kepentingan mereka dan kepentingan orang-orang yang berpengaruh terhadap mereka. 3. Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat, tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas sosial dan masalah yang dihadapi mereka. 4. Membagi visi dengan masyarakat, harapan dan aspirasi pekerjaan sosial merupakan investasi bagi interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu dan sosial. 5. Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana sistem relasi antara pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks bagi kontrak kerja yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-batasan tersebut juga mampu menciptakan kondisi yang dapat membuat masyarakat dan pekerja sosisal menjalankan fungsi masing-masing.
2. 3 Keluarga 2.3.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial yang terkecil yang umumnya terdiri dari ayah,ibu dan anak. Hubungan sosial diantara keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah,perkawainan atau adopsi. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan tanggung jawab (Khairuddin,1997:3). 2.3.2 Peranan Keluarga Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
Universitas Sumatera Utara
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut : 1. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anakanaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
2.3.3 Fungsi-fungsi Keluarga Adapun fungsi-fungsi keluarga yaitu : 1. Fungsi biologis Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua adalah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi afeksi Dalam keluarga terjadi hubngan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan pribadi anak. Dalam masyarakat yang semakin interpersonal, sekuler dan asing maka setiap pribadi membutuhkan hubungan afeksi yang ada dalam keluarga. 3. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi ini menunjukkan peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam
masyarakat
dalam
rangka
perkembangan
kepribadiannya
(Khairuddin,1997:48).
2.3.4 Keluarga dan Masyarakat Salah satu definisi dari masyarakat pada awalnya adalah a union of families. Artinya kurang lebih masyarakat merupakan gabungan atau kumpulan dari keluargakeluarga. Awal dari masyarakat berasal dari hubungan antar individu, kemudian kelompok membesar menjadi satu kelompok besar orang-orang yang disebut masyarakat. Jadi keluarga dapat dikatakan inti dari masyarakat, dimana setiap keluarga menganggap dirinya adalah sentral dari seluruh masyarakat. Dalam kehidupan sosial, tentu saja keluarga tidak terlepas dari kondisi-kondisi yang ada dalam masyarakat tersebut, baik norma maupun nilai-nilai yang berlaku. Karena pada dasarnya norma dan nilai yang ada dalam masyarakat akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan yang akan dijalankan oleh keluarga. Nilai dan norma yang
Universitas Sumatera Utara
berlaku adalah bersifat kolektif dan mengikat, sehinggga keluarga harus dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku tersebut (Su’adah,2005:110-111).
2.4 Program penguatan Keluarga Program penguatan keluarga bertujuan untuk mencegah anak-anak dari kehilangan merawat keluarga mereka. Program ini dilakukan dengan memberdayakan keluarga, untuk memperkuat kapasitas mereka dalam melindungi dan merawat anak-anak mereka, dan memperkuat jaring pengaman untuk anak-anak yang rentan dan keluarga mereka dalam masyarakat. Mana anak-anak telah kehilangan perawatan keluarga biologis mereka, kita menyediakan perawatan berbasis keluarga. Layanan program diarahkan untuk keluarga dengan anak-anak di bawah usia 18 tahun, yang jatuh dalam kelompok sasaran. Layanan yang dibuat ditujukan bagi seluruh anggota keluarga, termasuk semua anak-anak dan pengasuhnya dalam sebuah keluarga. Sementara anak-anak pada risiko kehilangan perarawatan keluarga mereka adalah kelompok sasaran kita, kita juga bekerja sama dengan pengasuh mereka, mengembangkan kapasitas mereka untuk melindungi dan merawat anak-anak mereka. a. Tujuan program penguatan keluarga Kita membuat agar anak-anak yang beresiko kehilangan perawatan keluarga mereka dapat tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh perhatian. Berkarya secara langsung dengan keluarga dan masyarakat untuk memberdayakan mereka agar secara efektif melindungi dan merawat anak-anak mereka, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan penyedia layanan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Prinsip-prinsip program penguatan keluarga 1. Tempat terbaik untuk anak tumbuh adalah dalam keluarga biologis mereka Keluarga adalah inti dari masyarakat dan lingkungan alam untuk perkembangan yang sehat dan kesejahteraan anak-anak. Anak-anak memiliki hak untuk tumbuh dalam keluarga biologis mereka, di mana mereka dapat menikmati lingkungan yang penuh perhatian, dengan cinta, hormat dan keamanan. Hak ini harus dijamin, kecuali bertentangan dengan kepentingan terbaik. 2. Pengasuh/Orangtua bertanggung jawab atas perkembangan anak mereka Pemberi perawatan adalah orang yang memenuhi peran orangtua dalam kehidupan anak, dengan tanggung jawab utama untuk menciptakan lingkungan keluarga peduli yang dibutuhkan untuk perkembangan anak yang sehat. Peran ini dapat diberikan, menurut komposisi keluarga sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat. 3.
Masyarakat adalah sumber dukungan langsung bagi anak dan keluarga nya Anak-anak dan keluarga adalah bagian dari masyarakat yang lebih luas di mana mereka hidup. masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak anak dan dapat memobilisasi sumber daya mereka sendiri untuk mengatasi masalah untuk anakanak pada risiko kehilangan perawatan keluarga mereka. Masyarakat yang peduli dan kuat dapat secara efektif mendukung anak-anak dan keluarga mereka, dan memberikan kontribusi untuk perkembangan mereka.
4. Tujuan dari pengembangan adalah realisasi hak asasi manusia Anak dan pengasuh mereka, berhak atas semua hak (adalah pemegang hak), sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian hak asasi manusia internasional, terutama Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak (UNCRC) dan Konvensi PBB Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Pemerintah dan pihak lain
Universitas Sumatera Utara
yang terkait mempunyai kewajiban untuk mengakui, menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak-hak ini.
2.5 Kerangka Pemikiran Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 mengakibatkan terjadinya peningkatan kemiskinan sampai sekarang. Berbagai permasalahan sosial muncul akibat terjadinya peningkatan kemiskinan tersebut. Berdasarkan data dari BPS(Badan Pusat Statistik) jumlah keluarga miskin yang lebih dari 20% keluarga Indonesia merupakan fakta sosial bahwa posisi keluarga saat ini relatif rentan/rawan. Keluarga sebagai kelompok masyarakat yang fundamental dan lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahtraan dari seluruh anggota dan khususnya anak, harus diberikan perlindungan dan pelayanan yang diperlukan sehingga bisa memikul tanggung jawab sepenuhnya dalam masyarakat. Melihat keluarga yang kurang beruntung khususnya secara ekonomi, dikhawatirkan anak-anak terabaikan baik secara jasmani maupun rohani, seperti kurang bahkan tidak ada lagi perhatian mereka akan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan secara keseluruhan terabaikan kebutuhan anak anak mereka agar dapat berkembang layaknya sebagai seorang anak. Salah satu teori dalam Ilmu Sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu “family is the fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat). Artinya kalau institusi keluarga sebagai pondasi lemah, maka “bangunan” masyarakat juga akan lemah. Menurut teori tersebut, masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam kebobrokan sosial, adalah cerminan dari tidak kokohnya institusi keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu dalam mensejahterakan kehidupannya dan mengatasi krisis ekonomi yang dmpaknya dapat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat dan terpuruknya kondisi sosial ekonomi maka dibutuhkan upaya pemberdayaan masyarakat berbasis keluarga melalui program penguatan keluarga yang dilakukan oleh yayasan SOS Children’s Village Medan. Program penguatan keluarga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, menggerakkan kembali roda ekonomi masyarakat sebagai fungsi sarana dan prasarana masyarakat, untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat kecil mengikuti program pemberdayaan pemerintah berupa pemberdayaan yang memberikan bantuan kepada masyarakat khususnya keluarga. Jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam program penguatan keluarga berupa kegiatan pengembangan ekonomi, kegiatan kesehatan, kegiatan pendidikan. Tiga bentuk kegiatan yang dilakukan melalui program penguatan keluarga ini merupakan tiga serangkai yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pada anak-anak yang ber-risiko kehilangan perawatan keluarga karena lemahnya kondisi keluarga dan adanya monitoring serta evaluasi secara terus-menerus dari yayasan SOS Children’s Village Medan. Oleh karena itu, melalui program-program penguatan keluarga yang dilakukan oleh yayasan SOS Children’s Village Medan dengan berbagai upaya dalam pemberdayaan masyarakat berharap berpengaruh positif terhadap peningkatan kapasitas keluarga sehingga bisa membantu keluarga untuk belajar untuk menjaga diri mereka sendiri sehingga mereka dapat hidup mandiri dalam jangka panjang. Hanya dengan cara ini dapat memastikan bahwa anak-anak tidak dibiarkan sendiri dan bahwa mereka tumbuh dalam keluarga mereka serta terpenuhinya hak-hak anak dan mencapai kesejahteraan anak.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat keefektivan pelaksanaan program penguatan keluarga oleh yayasan SOS Children’s Village Medan di Lingkungan III Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan dapat dilihat dari teori efektivitas dengan indikator sebagai berikut: 1. Pemahaman program, merupakan pemahaman keluarga tentang program penguatan keluarga yang diberikan oleh SOS Children’s Village Medan. 2. Ketetapan sasaran, merupakan tepatnya
keluarga sasaran yang sesuai untuk
mendapatkan bantuan program penguatan keluarga. 3. Ketetapan waktu, merupakan penggunaa waktu dalam melakukan program penguatan keluarga oleh SOS Children’s Village Medan sesuai dengan yang sudah ditentukan. 4. Tercapainya tujuan, merupakan hasil yang dicapai dari program penguatan keluarga. 5. Perubahan nyata, merupakan perubahan yang terjadi sebagai hasil dari program penguatan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Bagan Alur Pikir
SOS Children’s Village Medan
Program Penguatan Keluarga 1. Pengembangan ekonomi keluarga 2. Peningkatan kapasitas SDM (Pendidikan dan Kesehatan)
Keluarga Miskin
Indikator Efektivitas Pelaksanaan program dilihat dari : 1. Pemahaman Program merupakan pemahaman keluarga tentang program penguatan keluarga yang diberikan oleh SOS Children’s Village Medan. 2. Ketetapan Sasaran merupakan tepatnya keluarga sasaran yang sesuai untuk mendapatkan bantuan program penguatan keluarga. 3. Ketetapan Waktu merupakan penggunaa waktu dalam melakukan program penguatan keluarga oleh SOS Children’s Village Medan sesuai dengan yang sudah ditentukan. 4. Tercapainya Tujuan merupakan hasil yang dicapai dari program penguatan keluarga. 5. Perubahan Nyata merupakan perubahan yang terjadi sebagai hasil dari program penguatan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Definisi Konsep Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan kata lain, penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis. Jadi, definisi konsep ialah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138). Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut: 1. Yang dimaksud dengan efektivitas dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk melaksanakan aktifitas- aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal. 2. Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat dalam penelitian ini adalah suatu progam / proyek yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat,
Partisipasi
masyarakat
dan
kelembagaan
dalam
penyelenggaraan
pembangunan. 3. Yang dimaksud dengan program penguatan keluarga dalam penelitian ini adalah salah satu program dari SOS Children’s Village yang dirancang untuk anak-anak yang beresiko terlantar agar dapat tumbuh dan berkembang dalam keluarga dengan memberdayakan keluarga untuk memperkuat kapasitas mereka dalam melindungi dan merawat anak-anak mereka, dan memperkuat jaring pengaman untuk anak-anak yang rentan dan keluarga mereka dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
4. Yang dimaksud dengan SOS Children’s Village Medan dalam penelitian ini adalah yayasan sosial yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang lemah, miskin, dan kurang mampu dalam bidang advokasi,usaha kecil dan pemberdayaan.
2.9 Definisi Operasional Definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011:142). Untuk memberikan kemudahan dalam memahami penelitian ini, maka permasalahan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga dapat diukur melalui indikator sebagai berikut: 1. Pemahaman program a. Sumber informasi tentang program penguatan keluarga b. Pemahaman responden setelah mendapat informasi tentang program c. Pengetahuan tentang sasaran program penguatan keluarga d. Pengetahuan tentang tujuan program penguatan keluarga e. Pemahaman tentang jenis kegiatan dari program penguatan keluarga f. Jenis usaha yang dikembangkan dari program penguatan keluarga g. Wadah komunikasi dan informasi antara warga binaan dengan staff yayasan
2. Ketetapan sasaran a. Responden termasuk kedalam sasaran program penguatan keluarga b. Responden tercatat sebagai keluarga miskin di kelurahan c. Frekuensi makan dalam sehari d. Tempat berobat e. Tipe rumah f. Pernah atau tidaknya mendapat bantuan dari pemerintah
Universitas Sumatera Utara
3. Ketetapan waktu a. Tahun responden menjadi anggota program penguatan keluarga b. Frekuensi mengikuti kegiatan dari program penguatan keluarga c. Ketetapan waktu mendapat bantuan program penguatan keluarga d. Frekuensi mendapatkan bantuan program penguatan keluarga
4. Tercapainya tujuan a. Jenis kegiatan yang diikuti dari program penguatan keluarga b. Jenis bantuan yang diperoleh dalam program penguatan keluarga c. Terpenuhinya kebutuhan anggota keluarga d. Peningkatan pendapatan keluarga e. Peningkatan kesejahteraan keluarga f. Kelancaran biaya sekolah anak g. Peningkatan prestasi anak h. Peningkatan kemandirian dan ketahanan keluarga i. Kesesuaian dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat j. Kelanjutan pelaksanaan program penguatan keluarga
Universitas Sumatera Utara
5. Perubahan nyata Tabel 2.1 Perubahan Nyata
No
1
Kriteria
Mata
pencaharian
menjadi
anggota
pokok
sebelum
binaan
program
Sebelum Menjadi
Setelah Menjadi
anggota binaan
anggota binaan
program penguatan
program penguatan
keluarga
keluarga
penguatan keluarga 2
Mata pencaharian pokok sejak menjadi anggota binaan program penguatan keluarga
3
Mata pencaharian tambahan sebelum menjadi
anggota
binaan
program
tambahan
setelah
binaan
program
penguatan keluarga 4
Mata
pencarian
menjadi
anggota
penguatan keluarga 5
Status kepemilikan rumah
6
Peningkatan fasilitas perabot rumah
7
Tingkat pendidikan anak
8
Peningkatan
peluang
menabung
keluarga
Universitas Sumatera Utara