6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Asesmen Kebutuhan Guru Istilah asesmen berasal dari bahasa Inggris yaitu assessment yang berarti
penilaian atau penaksiran atau juga bisa diartikan sebagai perencanaan. Secara umum asesmen mencakup tiga aspek pokok, yaitu program sistematis untuk menetapkan prioritas, memuat keputusan tentang program-program dan alokasi sumber daya (Witkin, 1981). Asessmen kebutuhan merupakan aspek strategis dalam perencanaan pendidikan, sebagai langkah strategis penetapan kebijakan pendidikan serta dapat memproyeksi, guru, siswa, peta, lokasi, luas lingkup/keadaan goegrafis, tinggi angka droupout serta persentase jumlah usia sekolah terhadap penduduk. Assessmen dapat diartikan atau disamakan dengan dua aktivitas yang sangat berbeda yaitu: 1. Pengumpulan informasi (Measurement), 2. Penggunaan informasi untuk perbaikan individual dan institusional (Evaluasi). Adapun asesmen keterampilan dasar yang meliputi skill dan produk dilakukan dengan menggunakan rubrik penilaian. Dimana pebelajar diberi tugas (task ) dan kemudian unjuk kemampuan dalam mengerjakan tugas dinilai. Ada beberapa pengertian tentang asesmen menurut para ahli : 1. Menurut Robert M Smith (2002) Suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat
7
digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran. 2. Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis Proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akandapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif. 3.
Menurut Bomstein dan Kazdin (1985) Mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi Memilih dan mendesain program treatmen Mengukur dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus. Mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi.
4.
Menurut Lidz 2003 Proses pengumpulan informasi untuk mendapatkan profil psikologis anak
yang meliputi gejala dan intensitasnya, kendala-kendala yang dialami kelebihan dan kelemahannya, serta peran penting yang dibutuhkan anak. Hasil Kajian dari Pengertian diatas adalah sebagai berikut :Tujuan asesmen adalah untuk melihat kondisi anak saat itu. Dalam rangka menyusun suatu program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan layanan pembelajaran secara tepat. Kebutuhan guru perlu dibuatkan perencanaan yang matang, sehingga hasil dari perencanaan dapat dilakukan sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi penghitungan kebutuhan guru. Jika dicermati bahwa perencanaan merupakan
8
awal dari proses-proses rasional, dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam permasalahan. Sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang di dalamnya terdapat aktifitas tes dan evaluasi dalam rangka memperoleh gambaran yang lengkap mengenai kemampuan dan hambatan belajar yang dimiliki oleh anak sehingga berdasarkan gambaran/data itu dapat diambil keputusan untuk menentukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar anak. Sejalan dengan definisi berikut bahwa asesmen adalah mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan
untuk menentukan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut (Mcloughlin and Lewis, 1986:3; Rochyadi & Alimin 2003:44; Sodiq, 1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80). Demikian pula dengan apa yang dinyatakan oleh McLEan, Wolery, dan Bailey (2004 dalam Rahardja, Dajdja, 2006:14) bahwa asesmen merupakan istilah umum yang berhubungan dengan proses pengumpulan informasi untuk tujuan pengambilan keputusan. Terkait
dengan
pengertian
perencanaan
Siagian
(1997:108)
mendefinisikan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Menurut Manullang (1996:18) bahwa perumusan rencana pada dasarnya bermaksud menjawab enam pertanyaan sebagai berikut : (1) tindakan apa yang yan harus dikerjakan,
9
(2) apakah sebabnya tindakan itu haus dikerjakan, (3) dimanakah tindakan itu harus dikerjakan, (4) kapankah tindakan itu dilaksanakan, (5) siapakah yang akan melaksanakan tindakan itu, (6) bagaimanaka melaksanakan tindakan itu. Pendapat diatas menunjukkan bahwa dalam kegiatan peencanaan pelu memperhatikan tingka
ketersediaan
sumber
daya
serta
peluang
yang
ada
dalam
mengimplementasikan pekerjaan. Eliot dan Mosier (dalam Sutisna, 2000:199200)
mengemukakan
bahwa
dalam
kegiatan
perencanaan
meliputi
:
(1) menetapkan secera sementara tujuan-tujuan didasarkan pada kebutuhankebutuhan pendidikan, (2) menetapkan keadaan sekarang dari pendidikan dalam masyarakat tertentu, (3) merumuskan suatu program khusus tentang tujuan-tujuan bagi sekolah, (4) menetapka rangkaian tindakan yang perlu untuk mencapai tujuan-tujuan itu, (5) mewujudkan rencana menjadi tindakan, (6) mengadakan secara
terus-menerus
penilaian
terhadap
efektivitas
program
dan
(7)
merencanakan kembali bilamana penilaian menyatakan ini perlu atau diingikan. Gaffar (dalam Sagala, 2000:35) mengemukakan bahwa perencanaan itu dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Definisi diatas menunjukkan bahwa perencanaan merupakan proses penetapan dan pemanfaatan kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dengan demikian perencanaan adalah sasarn untuk bergerak dari keadaan masa kini kesuatu keadaan dimasa yang akan datang sebagai suatu proses yang menggambarkan kerja sama yang akan datang sebagai suatu proses yang menggambarkan kerja
10
sama untuk mengembangkan upaya untuk peningkatan organisasi secara menyeluruh. Sagala (2000:35) mengemukakan bahwa menurut jangkauan waktunya perencanaan dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek (satu minggu, satu bulan dan satu tahun), perencanaan jangka menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka tiga sampai tujuh tahun, dan perencanaan waktu jangka panjang dibuat untuk jangka waktu delapan sampai dua puluh lima tahun. Pembagian waktu ini bersifat kira-kira, dan tiap kali dapat saja menerima batasan yang berbeda-beda atau berlainan, penggalan waktu ini dibuat merupakan ancarancar atau contoh yang dapat saja dilkukan. Berdasarkan uraian diatas jelas merupakan langkah strategis yang dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kesulitan yang kemungkinan akan dialami yang akan datang, serta sebagai suatu bentuk langkah antisipatif. Terkait dengan kebutuhan guru, perlu diadakan kegiatan perencanaan untuk melihat mengetahui secara pasti tingkat kebutuhan guru dalam suatu wilayah tertentu. Perlunya perencanaan kebutuhan guru, juga dalam rangka melihat penyebaran guru pada setiap wilayah secara komprehenship.
B.
Konsep Analisis Kebutuhan Guru Istilah analisis kebutuhan memiliki konotasi dengan asesmen kebutuhan.
Karena kedua-duanya merupakan usaha strategis untuk mengukur atau menilai tingkat kebutuhan atas sesuatu. Masaong (2001:1) mengemukakan bahwa istilah asesmen di Indonesia biasa diartikan dengan penilaian. Dalam Kamus Bahasa
11
Inggris asesmen diartikan penilaian dan penaksiran. Analisis kebutuhan guru merupakan langkah strategis untuk menghitung kebutuhan guru pada suatu daerah tertentu. Analisis kebutuhan menunjukkan adanya usaha strategis untuk mengetahui secara kuantitatif tingkat keperluan suatu masalah. Secara umum kebutuhan dapat didefenisikan sebagai apapun yang diperlukan untuk kesehatan dsn kesejahteraan seseorang, seperti oksigen, makanan atau cinta, (Gold ang Kolb, 1961). Lebih lanjut Masaong (2001:2) berpandangan bahwa penggunaan istilah asesmen kebutuhan telah bayak didefenisikan oleh para pakar, dan defenisi tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tergantung dari sudut mana dan pendekatan disiplin ilmu yang ditekuni oleh pakar tersebut. Agar pemahaman tentang asesmen kebutuhan ini lebih jelas akan dikemukakan beberapa pengertian dari para pakar. Dalam konteks asesmen kebutuhan, istilah kebutuhan diartikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan dengan kondisi yang sebenarnya terjadi (Anderson, 1978; Houston, 1078; dan Kaufman, 1984). Sedangkan Kaufman (dalam Witkin, 1984:6) mendefinisikan kebutuhan sebagai “sebuah gap antara apa itu (what is) dengan apa yang seharusnya (what sould be) dalam bentuk hasil”. Masaong (2001:2) selanjutnya mengintisarikan tiga hal pokok berkaitan dengan kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan adalah segala sesuatu yang menjadi keperluan seseorang; (2) kebutuhan sebagai manifestasi terjadinya kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang telah terpenuhi; (3) ketidaksesuaian
12
kebutuhan dimaknakan dua aspek, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer mengacu pada individu-individu penerima pendidikan, ekonomi, dan layanan sosial. Sedangkan kebutuhan sekunder mengacu pada kebutuhan institusi. Apabila kebutuhan dipandang dari sudut institusi, dapat diartikan sebagai ”ketidaksesuaian antara sumber daya nyata yang tersedia. Kebutuhan institusi berkaitan dengan program kurikulum, saran dan prasarana, materi pelajaran dan personalia. Kaitannya dengan ketidaksesuaian, Stufflebeam (dalam Masaong, 2002:3) menyebutkan kebutuhan sebagai yang dapat tunjukkan dan berguna untuk pemenuhan beberapa tujuan yang dapat dipertahankan. Selanjutnya, dikatakan pula kebutuhan dapat didefenisikan atas tiga pandangan, yaitu demokratis, diagnostik, dan analisis. Pandangan demokratis menganggap kebutuhan sebagai perubahan yang dikehendaki oleh mayoritas. Pandangan diagnostik mengatakan bahwa kebutuhan sebagai sesuatu yang jika tidak terpenuhi akan menimbulkan masalah. Sedangkan pandangan analistis adalah pemecahan masalah secara analistis dan perbaikan yang sistematis. Kimmel (dalam Witkin, 1984:35) melalui hasil kajian kepustakaannya tentang asesmen kebutuhan menyimpulkan bahwa asesmen kebutuhan mencakup semua aspek yang meliputi proses yang berorientasi pada program, metode deskripsi secara kuantitatif, prosedur analisis, proses pembuatan keputusan, serta proses pemecahan masalah. Sementara Kaufman (dalam Masaong.2002:23) mengemukakan bahwa asesmen kebutuhan didefenisikan sebagai analisis formal
13
yang menunjukkan kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diinginkan, menyusun kebutuhan untuk dapat dipecahkan. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa asesmen kebutuhan sebagai analisis yang diperlukan, sehingga dapat dirumuskan rangkaian yang sistematis untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Roth (dalam Masaong, 2002:5) mengkategorikan asesmen kebutuhan atas dua tipe, yaitu “preparatory (when a product or program is being planned) and retrospective (whwn the product already exists or the program has been implamented)”. Penelitian Roth tentang asesmen kebutuhan pada pendidikan tinggi dengan menggunakan analisis faktor untuk mengidentifikasi enam elemen proses asesmen, yaitu: “ (1) educational goals or philosophy given as a point departure, (2) need indefication and need prioritization, (3) treatment selection, (4) treatmen implementation, (5) evaluation, and (6) modification and reycle”. Lebih lanjut dikatakan pula, dapat dipandang sebagai: “primarily a political process in which the feassible, the opprtunities and the treats within the envirinment are carefully weighed and measured in light of existing value structures (Witkin, 1984:15)”. Terdapat dua kriteria yang berkaitan dengan pelaksanaan asesmen kebutuhan, yaitu: (1) ketika terdapat kesamaan yang besar sehingga akan mempengaruhi program yang ditetapakan, dan (2) ketika sumber daya untuk melakukan pekerjaan dapat dihasilkan. Selain itu, Demone merekomendasikan untuk tidak melakukan asesmen kebutuhan terhadap beberapa hal sebagai berikut:
14
1.
Apabila data nampaknya tidak relevan dengan masalah yang kritis atau berkaitan dengan masalah kebijakan.
2.
Ketika pengguna utama merupakan penghambat kuat terhadap penggunaan data seperti itu.
3.
Ketika metodologi lemah dimana metode yang digunakan tidak akan menghasilkan hasil yang dapat digunakan untuk membuat keputusan.
4.
Ketika hasil-hasil akan terhambat untuk penggunaan yang efektif.
5.
Ketika terdapat perbedaan-perbedaan yang kuat mengenai opini diantara tingkat-tingkat manajemen yang berbeda mengenai tujuan dan penggunaan asesmen kebutuhan.
6.
Ketika organisasi kekurangan kapasitas untuk diikuti melalui pemanfaatan hasil-hasil. Mengacu pada uraian di atas maka analisis kebutuhan guru dapat diartikan
sebagai usaha untuk mengetahui secara pasti kebutuhan guru, sehingga dapat dilakukan langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan guru yang minim. Demikian juga meleui kegiatan asesmen kebutuhan guru sekaligus menjadi momen yang paling tepat untuk memeratakan guru.
C.
Tujuan Analisis Kebutuhan Guru Masaong (2001:89) mengemukakan bahwa kebutuhan tenaga guru
(teaching supply) adalah tuntutan pemakai profesional guru untuk memberikan pelayanan pendidikan terhadap anak didik pada lembaga pendidikan pemakai jasa guru itu. Kebutuhan akan tenaga guru untuk memberika pelayanan pendidikan ini
15
harus memenuhi persyaratan tertentu untuk menjamin bahwa pelayanan yang dituntut itu sesuai dengan harapan pemakai. Persyaratan ini begitu penting karena penyelenggaraan pendidikan menuntut keahlian profesional tidak setiap saat orang dapat memenuhi persyaratan tersebut. Penyediaan tenaga guru adalah upaya profesional lembaga pendidikan guru untuk memenuhi tuntutan akan tenaga guru dari lembaga pemakai jasa guru. Untuk memenuhi persyaratan tuntutan dari lembaga pemakai, lembaga pendidikan guru sebagai penyedia atau produser harus memperlihatkan persyaratan profesional yang diminta oleh pemakai. Karena itu, upaya pemenuhan inipun perlu dilaksanakan secara profesional pula hingga produk yang dapat dihasilkan memenuhi tuntutan lapangan.
D.
Model-model Analisis Kebutuhan Guru Masaong (2002:10) mengemukakan bahwa para pakar sependapat bahwa
tadak ada satu model atau kerangka kerja yang diterima secara universal dalam pelaksanaan asesmen kebutuhan. Setiap model memilki kelebihan dan kelemahan sehingga perlu untuk dipahami satu persatu dengan latar konteksyang berbedabeda. Kamis (1981) seorang pakar dalam bidang perencanaan dan asesmen kebutuhan layanan masyarakat, percaya bahwa tidak ada satupun metode asesmen kebutuhan yang definitif, akan tetapi merupakan perpaduan strategi secara langsung maupun tidak langsung yang mungkin bisa digunakan. Berikut ada empat model yang dikemukakan oleh Kamis dengan penggunaan secara terpadu (gabungan) yaitu: 1) Asesmen kebutuhan secara langsung melalui survey rumah
16
tangga yang bersifat epidemologis, 2) Penyerapan persepsi kebutuhan dari berbagai tokoh kunci masyarakat atau kebutuhan umum, 3) Menyimpulkan kebutuhan dari pola-pola pemanfaatan layanan yang terus menerus (rates – under – treatment approach), 4) menyimpulkan kebutuhan dari asosiasi yang dikenalantara karakteristikbidang sosial yang dikenal antara karakteristik bidang sosial dan kesehatan (social area analysis and social indicators). Berdasarkan pengamatan Kamis, keempat model ini memiliki kelemahan dan keuntungan. Menurut Kamis survey kemasyarakatan adalah yang paling langsung dan paling absah, akan tetapi merupakan hal yang kompleks, ekstensif dan mahal. Survey informan kunci memberikan masukan penting, mudah, cepat, dan murah, akan tetapi tampaknya bias Rates – under – treatment lemah dalam menangani dan menilai kebutuhan yang tidak terpengaruh. Penggunaan indikator sosial adalah tidak langsung dan inferensial, akan tetapi menyebabkan manipulasi kuantitatif dan prosedur analisis yang berkisar dari sederhana ke yang rumit (kompleks). Dalam lingkungan pendidikan asesmen kebutuhan sangat tergantung pada survey mengenai berbagai pilihan tentang tujuan dan persepsi mengenai tingkat pencapaian siswa yang begambar pada indikator seperti nilai tes yang telah dibakukan, dan pada proses-proses kelompok untuk mencapai konsensus mengenai prioritas kebutuhan. Masalah-masalah dan isu-isu dalam pelaksanaan asesmen kebutuhan pendidikan berbeda dengan asesmen yang dilaksanakan untuk mengenali kebutuhan layanan masyarakat. Di sekolah dasar dan menengah, target asesmen kebutuhan berada dalam sistem, sedangkan dalam asesmen kebutuhan
17
masyarakat target berada diluar sistem. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi target bisa berada didalam atau diluar sistem yang mensponsori asesmen. Pelaksanaan asesmen kebutuhan pendidikan yang bersifat sentralis dan distrik (otonom) tentunya akan berbeda. Di USA yang menganut sistem distirk menemukan hasil asesmen kebutuhan pendidikan yang berbeda setiap distrik karena persepsi masyarakat yang berbeda terhadap tujuan pendidikan. Model-model asesmen kebutuhan dalam pendidikan sangat dipengaruhi oleh pendekatan sistem Kaufman yang dikenal dengan ESCO (Educators, Student, Consumer, of the Educational Product). Model ESCO menyatakan bahwa fokus asesmen harus pada tujuan-tujuan kegiatan belajar siswa dan bahwa bukti berfungsinya tujuan-tujuan tersebut didalam sistem sekolah adalah persetujuan mengenai tiga kelompok acuan, yang hubungannya digambarkan dalam bentuk sisi-sisi tiga sama sisi.
E.
Teknik Analisis Kebutuhan Guru Untuk dapat menghitung kebutuhan guru sangat diperlukan data tertentu.
Adapun data yang diperlukan untuk memproyeksi kebutuhan guru menurut Tobing (1980:2) adalah 1) banyaknya kelas belajar atau kelompok murid, 2) banyaknya jam belajar perminggu, 3) apakah sekolah menganut guru kelas atau guru bidang studi. Jika guru bidang studi maka banyaknya guru tergantung dari beberapa mata pelajaran yang dapat diajarkan oleh seorang guru, 4) banyaknya jam mengajar guru perminggu. Hal ini harus dihubungkan dengan tugas mengajar penuh perminggu.
18
Gaffar(dalam Masaong, 2001:87) mengemukakan bahwa data dasar yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan guru yaitu: 1) enrolment sekolah, 2) jumlah jam perminggu yang diterima murid untuk seluruh mata pelajaran atau mata pelajaran tertentu, 3) beban mengajar guru perminggu, 4) besar kelas yang dianggap efektif untuk menerima mata pelajaran, 5) jumlah guru yang ada, 6) jumlah guru yanf akan pensiun, 7) jenis sekolah dan jenjang sekolah yang memerlukan jabatan guru secara umum untuk tiap bidang studi. Untuk dapat melakukan penghitungan kebutuhan guru secara tepat perlu didukung dengan data hasil proyeksi seperti proyeksi penduduk dan siswa SD, rerata koefisien,jumlah guru yang ada sekarang, jumlah sekolah, besar kelas, guru yang akan berhenti (pensiun). 1) Proyeksi penduduk Istilah proyeksi mengandung pengertian bahwa kecenderungan penduduk masa datang masih belum diketahui dan bahwa nilai mengenai masa datang merupakan petunjuk jumlah penduduk masa datang, apabila ditetapkan angak mortalitas, fertilitas, dan migrasi tertentu yang mungkin berlaku (Munir dan Budiarto: 1974:201). Dalam demografi setidak-tidaknya, orang membedakan projection dengan forecast ataupun prediction. Ketiga hal tersebut dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kegiatan untuk meramalkan. Pengertian tentang projection, forecast dan prediction
yang dikemukakan ole Sembiring (1985:90) adalah
forecast adalah ramalan tanpa kondisi atau syarat bertujuan menentukan apa yang akan terjadi dikemudian hari. Prediction gambaran suatu keadaan yang akan
19
terjadi dikemudian hari, sedangkan projection adalah evaluasi numerik dari suatu koleksi asumsi atau model. Bedasarkan hal tersebut diatas maka Gaffar (1987:62) mendefinisikan proyeksi penduduk sebagai “perkiraan pertumbuhan pada masa medatang”. Proyeksi penduduk dilakukan dengan menerapkan metode yang umum dipakai dikalangan ahli demografi, yaitu metode cohort. Metode ini dimaksudkan untuk menggambarkan tern penduduk dimasa mendatang. Hal ini mempengaruhi dalam proyeksi penduduk menurut para ahli demografi yaitu faktor kelahiran, kematian dan migrasi. Tanpa proyeksi penduduk, sulit diketahui besar penduduk yang perlu mendapat perhatian dan target sesuai dengan reseource yang tidak dapat diketahui dengan jelas pula. Proyeksi penduduk merupakan salah satu base line data dalam menyusun perencanaan pendidikan. Manfaatnya dapat mengetahui sumber yang diperlukan sebagai usaha memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pendidikan. 2) Proyeksi siswa sekolah dasar Untuk dapat menghitung kebutuhan guru tahun 2012-2017 dapat diketahui jika terlebih dahulu diadakan analisis siswa SMP. Proyeksi siswa ini dibuat untuk tahun mendatang, maka yang akan diproyeksi adalah: 1) semua siswa kelas 1 samapai dengan kelas VI yang ada disetiap sekolah pada daerah yang dihitung kebutuhan gurunya. Proyeksi semua siswa kelas 1 sampai dengan kelas VI yang ada disetiap sekolah pada daerah yang dihitung kebutuhan gurunya sangat penting karena semuanya akan menjadi enrollment SMP dari tahun 2012-2017. Siswa kelas 1-6 menjadi input SMP/MTs (new entrans). Apabila seluruh alur dikaji secara seksama dengan menghubungkan enrollment dari satu umur menuju umur
20
yang lain dari satu kelas menuju kelas yang lain maka akan terbentuk satu alur sistem yang teratur yang disebut “flow model”. Model ini digunakan sebagai dasar analisis enrollment dan sebagai patokan dalam melakukan proyeksi enrollment (Gaffar, 1987:74). 3) Pehitungan koefisien-koefisien Indar (dalam Masaong, 2001:52)mengemukakan bahwa koefisien adalah angka pecahan yang merupakan seperberapa bagian dari kesatuan jumlah. Dalam analisis cohort murid selaku kesatuan jumlaj ini adalah murid seluruhnya perkelas. Kesatuan jumlah tersebut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1) kelompok naik kelas, 2) kelompok mengulang, 3) kelompok putus sekolah. (Gaffar, 1987:75). Menurut Indar (dalam Masaong, 1997:53) bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian kpoefisien yaitu: a) untuk menuliskan koefisien digunakan tanda titik (.12) buka tanda koma (0.12) sehingga nol (0) didepan tidak perlu ditulis, b) koefisien jumlah murid seluruhnya setiap kelas selalu 1,00 (satu), c) koefisien ditulis diatas masing-masing kotak yang bersangkutan. Penulisan koefisien dengan ketentuan dibulatkan menjadi dua atau tiga angka dibelakang tanda titik. Menurut
Chesswas
(dalam
Gaffar,
1987:74)
untuk
mengetahui
karakteristik enrollment tiap kelas, perlu dikaji struktur enrollment pada kelas tersebut. Adapun struktur enrollment kelas 1 berbeda dengan struktur enrollmen kelas diatasnya. Struktur enrollmen untuk kelas I adalah murid baru, murid murid mengulang dan putus sekolah. struktur enrollmen untuk kelas II ke atas adalah murid yang naik dari kelas I tahun sebelumnya, murid yang mengulang dari kelas
21
II sebelumnya dan putus sekolah tahun sekarang. Oleh karena itu total enrollment untuk kelas II ke atas adalah murid yang naik ditambah murid yang mengulang dikurangi murid yang putus sekolah. Untuk data ini digunakan rerata prosentasi beberapa tahun sebelumnya. 4) Jumlah guru yang ada sekarang Jumlah guru yang ada merupakan keseluruhan guru negeri atau atau guru yayasan yang masih aktif mengajar. Untuk menutupi diskrepensi antara kebutuhan dan penyediaan pada periode proyeksi (2012-2017) diperlikan serangkaian tindakan yang meripakan perwujudan kebujakan yang harus terlebih dahuhu dirumuskan. Gaffar (1987:102) mengemukakan bahwa guru yang ada yaitu guru yang tetap, fill time dan mempunyai kewenangan penuh. Jumlah guru yang ada pada proyeksi merupakan dasar perhitungan kebutuhan guru. 5) Guru sekolah dan besar kelas Jumlah sekolah adalah keseluruhan sekolag dasar negeri maupun swasta yang ada di suatu wilayah tertentu. Jumlah sekolah dasar dalam perkiraan kebutuhan yang akan datang sangat penting keberadaannya, artinya dengan adanya jumlah sekolah yang ada, para perencana pendidikan dapat memprediksi jumlah guru yang dibutuhkan. Sesuai dengan PP RI No 28 tahun 1990 bahwa sekolah dasar adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program enam tahun. Mengacu pada aturan tersebut diatas, maka perencanaan pendidikan dengan mudah untuk menentukan banyak guru yang dibutuhkan masing-masing sekolah dasar sampai pemakai guru. Berdasarkan hal tersebut di atas maka
22
banyaknya kelas tergantung pada jumlah sekolah yang ada, dimana setiap sekolah terdiri atas enam kelas. Banyaknya kelas adalah merupakan keseluruhan rombongan belajar yang terdapat pada keseluruhan sekolah yang ada di wilayah tertentu. 6) Guru yang akan berhenti Guru yang akan berhenti adalah perkiraan guru yang karena sesuatu hal akan meninggalkan jabatan guru seperti pensiun, meninggal, pindah dan mengundurkan diri. Dalam formulasi yang lain (Masaong, 2001:92) mengemukakan bahwa untuk menghitung kebutuhan guru pada suatu lembaga atau sistem memerlukan data dasar yang mencakup : 1) Enrollmen sekolah, 2) Jumlah jam perminggu yang diterima murid seluruh mata pelajaran atau mata pelajaran tertentu, 3) Beban mengajar penuh guru perminggu, 4) Besar kelas yang dianggap efektif untuk menerima suatu mata pelajaran, 5) Jumlah guru yang ada, 6) Jumlah yang akan pensiun atau berhenti atau karena sesuatu hal akan meninggalkan jabatan keguruan, 7) Jenis sekolah dan jenjang sekolah yang memerlukan guru. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa untuk menghitung kebutuhan total guru untuk suatu jenis sekolah atau tingkat sekolah tertentu tidaklah sulit asalkan data dasar yang diperlukan di atas tersedia. Adapun formula umum menghitung kebutuhan guru adalah : Enrollment x Beban studi siswa Besar kelas x Beban Mengajar Guru perminggu
23
Formula di atas dapat digunakan formula sederhana telah diuraikan terdahulu menunjukkan adanya kemungkinan untuk merubah variabel tertentu bilamana resources untuk mengadakan guru tidak mungkin disediakan. Dalam keadaan keterbatasan resources ini, umpamanya besar kelas 40 orang dapat diperbesar 50, dengan demikian jumlah guru yang diperlukan sudah dapat ditekan tanpa berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Beban mengajar guru yang sedianya ditentukan 18 jam perminggu, tapi karena keterbatasan reseources baban mengajar dapat ditambah dan karenanya jumlah guru dapat ditekan. Pilihan seperti ini dapat saja diambil oleh planners bilamana resources memang dalam keadaan yang amat terbatas. Pilihan ini pun dapat pula dipertimbangkan pada waktu menghitung kekurangan guru. Masaong (2001:93)mengemukakan bahwa untuk menghitung kekurangan guru atau teacher shortage adalah langkah lanjutan dari menghitung kebutuhan total guru langkahnya adalah: 1.
Ambillah data tentang jumlah guru yang ada berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, lama bekerja sebagai guru, usia, kualifikasi atau ijazah tertinggi yang diperoleh, beban mengajar dan bidang spesialisasi. Kesemua data ini penting untuk menentukan kekurangan guru dalam arti full time, full qualified.
2.
Identifikasi jumlah guru yang akan pensiun pada tahun dalam periode perencanaan yang telah ditentukan.
24
3.
Identifikasi guru yang karena sesuatu hal akan meninggalkan tempat kerja sekarang (karena dipindahkan, diberikan kesempatan untuk studi dan seterusnya).
4.
Identifikasi apakah ada guru yang belum fully qualified.
5.
Identifikasi jumlah guru yang beban mengajarnya tidak penuh seperti guru part time atau honorer.
6.
Kembangkan standard atau rambu-rambu untuk menentukan kekurangan guru yang mencakup: a) Apakah besar kelas tetap berdasarkan kebijakan yang berlaku saat ini; b) Apakah beban mengajar guru akan berubah; c) Apakah besar kelas akan ditambah; d) Apakah jumlah beban studi siswa akan dikurangi; e) Apakah guru yang kualifikasinya belum memenuhi standard akan diberikan kesempatan untuk meneruskan studi.
Berdasarkan langkah-langkah diatas kemudian komputasi dilakukan dengan menggunakan formula guru sebagai berikut : Kekurangan Guru = Kebutuhan Guru Total – (Guru yang ada – Guru yang akan pensiun/yang akan keluar/meneruskan studi) Apabila guru yang setelah dikurangi dengan berbagai dengan berbagai kelompok guru yang karena macam-macam alasan tidak dapat bertugas lagi pada sekolah atau sistem itu lebih besar dari kebutuhan total guru, maka terjadilah kelebihan guru. Bila ini terjadi, maka artinya tidak demand tergadap guru.
25
F.
Kerangka Berpikir
PERMASALAHAN GURU
DISTRIBUSI
KEKURANGAN
ANALISIS KEBUTUHAN GURU
1. 2. 3. 4. 5. 6.
TREND USIA SEKOLAH DASAR ENROLLMENT JUMLAH GURU YANG ADA JUMLAH SEKOLAH / KELAS BESARNYA KELAS GURU YANG AKAN BERHENTI
ANALISIS KEBUTUHAN YANG TEPAT
26
Salah satu diantara sekian banyak permasalahan pendidikan yang sangat prinsipil untuk segera dicarikan solusi adalah masalah kekurangan guru dan distribusinya yang yang tidak merata. Kekurangan guru merupakan salah satu kendala yang dialami sekolah dalam pelaksanaan fungsinya sebagai salah satu penyelenggara pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Permasalahan kekurangan guru ini semakin merebak pada masa transisi perubahan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Untuk memnuhi kebutuhan guru disuatu daerah, perlu dilakukan analisis kebutuhan yang tepat. Tanpa analisis kebutuhan yang tepat maka akan sulut untuk menentukan jumlah kebutuhan guru yang ideal. Untuk mengadakan analisis dan proyeksi kebutuhan guru diperlukan data dasar berupa a) tren usia sekolah dasar, b) enrollment sekolah dasar, c) jumlah guru yang ada sekarang, d) jumlah sekolah/kelas, e) besarnya kelas, f) guru yang akan berhenti. Berbagai data tersebut sangat diperlukan untuk menghasilkan analisis dan proyeksi kebutuhan guru yang valid dan memenuhi stantard kriteria yang diharapkan. Melalui analisis kebutuhan guru diharapkan dapat menghasilkan analisis yang tepat sehingga mampu memenuhi kekurangan guru.