BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi ikan Aligator (Atractosteus spatula) Nama genus Atractosteus dan Lepisosteus berasal dari Bahasa Yunani. Atractosteus berasal dari kata ‘atractus’ yang berarti gulungan atau gelendong dan ‘osteus’ yang berati tulang. Kata Lepisosteus berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti sisik tulang dan Bahasa Latin ‘spatula’ yang berarti sendok. Hal yang paling menarik dari tubuh gar adalah moncongnya yang memanjang (Gambar 1). Klasifikasi ikan gar berdasarkan Nelson (1994) adalah: Subphylum Class Subclass Ordo Famili Genus Spesies
: Vertebrata (Craniata) : Actinopterygii : Neopterygii : Amiiformes : Lepisosteidae : Atractosteus : Atractosteus spatula (Nelson, 1994)
1
2
4
3
Gambar 1. Ikan Aligator jantan. Moncong (1), mata (2), sirip pectoral (3), sirip abdomen (4).
5
6
Ikan gar mempunyai beberapa nama popular, terutama jenis A. spatula yang penyebarannya cukup luas. Ikan ini dikenal dengan nama Gar, Garfish, Garpike, Gater Gar, namun nama populernya dalam Bahasa Inggris adalah Alligator Gar, Gator, Greater Gar. Keberadaannya di Sungai Mississippi juga membuatnya dikenal dengan nama Mississippi Alligator Gar. Di beberapa negara Eropa ikan ini dikenal dengan nama Catan, Gaspar Baba, Pejelagarto dan Marjuari (Spanyol), Garpigue Alligator (Perancis), Alligatorpansergedde (Danish), Alligatorbengadda (Swedia), Keihasluuhauki (Finlandia), dan Kostlin Obrovsky (Ceko). Lima spesies ikan gar yaitu A. spatula, L. osseus, L. oculatus, L. platostomus dan L. platyrhinchus dijumpai di Afrika, India, Eropa dan Amerika bagian utara. Spesies lainnya yaitu A. tropicus hidup di perairan Mexico Selatan sampai Costa Rica, sedangkan A. tristoechus berasal dari Cuba Selatan dan Pulau Pines (Helfman et al., 1997; Page & Burr, 1991). Wiley (dalam Helfman et al., 1997) menyatakan ada sembilan spesies fosil Gar yang hidup di jaman Cretaceus. Fosil-fosil tersebut ditemukan di Amerika Utara, Eropa, Afrika dan India. Ikan gar hidup di sungai-sungai besar, danau, rawa-rawa, dam serta perairan yang alirannya tenang. Namun beberapa jenis kadang-kadang memasuki perairan payau atau ke daerah muara, terutama saat mengejar mangsanya.
7
B. Deskripsi ikan Aligator Ikan gar mudah dibedakan dari jenis lainnya dari moncongnya yang panjang dengan gigi-gigi runcing di rahang, serta dari sisik berbentuk intan yang tidak saling bertumpu. Ikan gar digolongkan dalam ikan primitif karena dijumpai beberapa ciri ikan primitif yaitu; 1. bersisik ganoid (rata-rata ikan yang hidup saat ini berisik stenoid atau sikloid). 2. bentuk gelembung renangnya seperti paru-paru yang berguna untuk membantu dalam pernafasan. 3. tulang ekor yang heterocercal (namun dari luar nampak membulat). (Helfman et al., 1997; Page & Burr, 1991). Bentuk tubuh ikan gar bulat memanjang seperti torpedo. Sirip pungung dan sirip anal letaknya jauh di bagian belakang tubuh. Sisiknya tebal dan berbentuk wajik yang tidak saling bertumpu. Usus ikan gar mempunyai katup spiral yang menggambarkan sistem pencernaan primitif seperti yang dijumpai di hiu. Ikan gar juga memiliki gelembung renang yang mempunyai sistem pernafasan dan berhubungan dengan kerongkongan. Struktur ini memungkinkan ikan gar untuk meneguk udara, yang membantu sebagai pernafasan udara fakultatif. Hal inilah yang memungkinkannya untuk dapat tetap bertahan hidup di perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah.
8
Eschmeyer (1990) menyatakan bahwa suku Atractosteus valid sebagai sub genus dari Lepisosteus. Namun belakangan, dalam buku yang sangat terkenal dikalangan iktiologis, Catalog of Fishes (Eschmeyer 1998), memuat keterangan mengenai semua genera dan spesies ikan di dunia ini, deposit spesimen, tipe dan validasi dari genera ataupun spesies ikan tersebut, dikatakan bahwa genera Atractosteus dan Lepisosteus adalah valid. Di dunia ini ada tujuh spesies ikan gar, yaitu: 1. Atractosteus spatula (Lacepede 1803), dikenal dengan nama Alligator Gar. 2. Lepisosteus osseus (Linnaeus 1758), dikenal dengan nama Longnose Gar. 3. L. oculatus (Winchell 1864) dikenal Spotted Gar. 4. L. platostomus (Rafinescue 1820), dikenal dengan nama Shortnose Gar. 5. L. platyrhinchus (DeKay 1842), dikenal dengan nama Florida Gar. 6. A. tropicus (Gill 1863), dikenal dengan nama Tropical Gar. 7. A. tristoechus (Bloch & Schneider 1801), dikenal dengan nama Cuban Gar. Ikan gar memiliki ciri yaitu mulutnya moncong yang dikelilingi oleh banyak gigi taring yang runcing sebagai alat bantu untuk memangsa ikan kecil. Ikan gar memiliki metabolisme yang lambat dari jenis ikan – ikan yang lain. Ikan gar panjang tubuhnya bisa mencapai 2 meter lebih. Ikan gar adalah ikan predator asal perairan amerika memiliki kulit sisik yang keras dan sangat tajam yang mampu melukai hewan lain.
9
Ikan gar bernafas dengan menggunakan insang. ikan gar ini memiliki gelembung renang yang mampu menampung kapasitas udara yang sangat banyak. Ketika ikan gar berada didalam air yang sangat dalam, ikan ini menyimpan cadangan oksigen didalam gelembung renang yang mampu bertahan hingga 2-5 menit di air. Gelembung renang merupakan organ internal yang dipenuhi oleh gas yang berfungsi memberi kemampuan ikan untuk mengendalikan daya apung sehingga mampu menghemat energi untuk berenang . Fungsi lain gelembung renang adalah digunakan sebagai ruang beresonansi untuk memproduksi atau menerima suara. Selain itu gelembung renang juga berfungsi sebagai organ respiratori khusus untuk jenis physostome. Bentuk physostome memilki berhubungan
dengan
saluran
gelembung renang
pencernanaan.
Sedangkan
yang terbuka dan bentuk
physoclists
merupakan gelembung renang tertutup karena tidak berhubungan dengan saluran pencernaan. Gelembung renang terletak diantara peritoneum dan vertebrata. Disekitar gelembung peritoneum terdapat epithelium yang tipis dan mengandung lapisan kristal yang berwarna putih atau perak. Gelembung ini secara kuat menempel pada vertebrata dan berisi pembuluh darah sehingga dapat berfungsi sebagai organ respiratori. Pengisian gelembung renang dengan udara dilakukan dengan cara mengalirkan udara dari tractus pneumaticus sampai terjadi penggembungan. Sementara pengosongan dilakukan dengan menekan gelembung ke usus.
10
G
Gambar 2. Gelembung renang (Bond, 1979)
11
C. Organ testis ikan jantan Testis merupakan organ reproduksi jantan yang terdiri atas sepasang organ memanjang dan terletak pada dinding dorsal. Pada ikan famili Poecilidae, kedua organ testis terbungkus dalam satu kantung. Dari testis keluar satu pembuluh sperma (vas deferens) pada bagian permukaan mesodorsal yang bermuara di antara anus dan pembuluh urinari (Kordi, 2010).
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad secara morfologi adalah bentuk, ukuran, berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat daripada sperma di dalam testis (Effendie, 2002).
Perkembangan gonad pada ikan pada umumnya selain dengan pertambahan umur ikan, yaitu semakin dewasa seekor ikan maka perkembangan gonadnya akan semakin sempurna untuk mengadakan pembentukan telur. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya, lebih-lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat, maka terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya. Percobaan kondisi gonad ini dapat dinyatakan dengan suatu indeks kematangan
12
gonad dinyatakan sebagai berat gonad dibagi berat tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100 % (Effendie, 2002). Tingkat Kematangan Gonad menurut Tester dan Takata (1953) 1. Tidak masak. Gonad sangat kecil seperti benang dan transparan. Penampang gonad pada ikan jantan pipih dengan warna kelabu. 2. Permulaan masak. Gonad mengisi seperempat rongga tubuh. warna gonad pada ikan jantan kelabu atau putih dan berbentuk pipih. 3. Hampir masak. Gonad mengisi setengah rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan berwarna putih. 4. Masak. Gonad mengisi tiga perempat rongga tubuh. Gonad jantan berwarna putih berisi cairan berwarna putih. 5. Salin. Hampir sama dengan tahap kedua dan sukar dibedakan. Gonad jantan berwarna putih, kadang-kadang dengan bintik cokelat.
Perkembangan gonad ikan secara garis besar dibagi atas dua tahap perkembangan utama, yaitu tahap perkembangan pertumbuhan gonad hingga ikan mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually mature) dan tahap pematangan produk seksual (gamet).Tahap pertama berlangsung sejak telur menetas atau lahir hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua berlangsung setelah ikan dewasa. Proses kedua akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi berjalan normal (Kordi, 2010).
13
Gambar 3. Testis Teleostei (Dorsal-Ventral) (Affandi et al.,1992).
Gonad ikan jantan berbentuk sepasang benang berwarna bening dan licin, serta ukurannya lebih pendek dan kecil bila dibandingkan dengan gonad betina. Secara histologis terlihat jaringan ikat lebih dominan. Sel spermatogonium berasal dari perkembangan pertama atau kedua yang akan memasuki perkembangan tahap spermatogonia. Fase ini dinamakan immature/belum matang (Murphy dan Taylor 1990). Secara histologis TKG II untuk ikan jantan, gonad mempunyai ukuran lebih besar dari pada TKG I, dan berwarna putih. Secara histologis kantong-kantong
14
tubulus seminiferi mulai berisi spermatosit yang berasal dari perkembangan spermatogonium. Peningkatan nilai indeks kematangan gonad, fekunditas, bobot telur dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Nilai fekunditas suatu spesies ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan (Wootton 1979). Nilai fekunditas tertinggi didapati pada ikan lalawak kolam yaitu sebesar 13 135.2 butir, selanjutnya diikuti oleh ikan lalawak jengkol sebesar 12 936 butir dan ikan lalawak sungai sebesar 11 124 butir. Ikan yang baru pertama kali matang gonad memiliki ukuran tubuh lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan yang telah mengalami beberapa kali matang gonad (Synder 1983). Terdapat beberapa jaringan di dalam testis (Ownby, 1999) yaitu : 1). Tubuli seminiferi, epitelnya terdiri dari dua macam sel yang berbeda, yaitu sel germinatif dan sel sertoli. Sel Germinatif merupakan sel yang akan mengalami perubahan selama proses spermatogenesis sebelum siap untuk mengadakan fertilisasi. Sel sertoli merupakan sel yang berbentuk panjang dan kadang-kadang seperti piramid, terletak dekat atau diantara sel germinatif. Sel ini memberi makan kepada spermatozoa yang masih muda, memfagosit sel-sel spermatozoa yang telah mati atau mengalami degradasi. 2). Sel stroma atau tenunan pengikat di luar tubuli seminiferi, yang mengandung pembuluh darah, limfe, sel saraf dan sel makrofag. 3). Sel interstitial dan sel-sel Leydig. Sel Leydig dapat menghasilkan hormon testosteron, yang juga dihasilkan oleh spermatozoa dan kelenjar adrenal.
15
Sel spermatozoa merupakan hasil perkembangan dari sel spermatogonia yang diproduksi oleh tubul seminiferi dari testis pada epitel germinatif dengan cara pembelahan. Hal ini terjadi melalui proses spermatogensesis, secara sempurna setelah individu mencapai dewasa kelamin. Proses spermatogenesis dibagi menjadi empat tahap (Ownby, 1999) yaitu : 1) Tahap proliferasi, yaitu dimulai sejak sebelum lahir sampai saat setelah lahir. Bakal sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubuli seminiferi melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai dihasilkan banyak sel spermatogonia; 2) Tahap tumbuh, yaitu spermatogonia membelah diri secara mitosis sebanyak empat kali sehingga dihasilkan 16 sel spermatogonia; 3) Tahap menjadi masak, yaitu sel spermatogonia menjadi sel spermatosit. Pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis sehingga sel spermatosit primer berubah menjadi sel spermatosit sekunder. Kemudian sel spermatosit sekunder akan berubah
menjadi spermatid
bersamaan
dengan
pengurangan
jumlah
kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n); 4) Tahap transformasi, yaitu terjadi proses metamorfosa seluler dari sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa; Menurut (Djuwita et al., 2000), proses spermatogenesis dibagi menjadi dua tahap yaitu : 1). Spermatositogenesis, adalah pertumbuhan jaringan spermatogenik dengan pembelahan mitosis yang diikuti dengan pembelahan reduksi (meiosis). Pada fase ini spermatogonia mempunyai kemampuan memperbaharui diri, sehingga
16
menjadi dasar spermatogonial stem cell (Ogawa et al., 1997). Pada pembelahan meiosis jumlah kromosom dibagi dua sama banyak yaitu dari diploid (2n) menjadi haploid (n), sehingga pada saat yang bersamaan sel benih primordial juga berkembang menjadi spermatogonia yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan berkembang menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder melalui pembelahan meiosis akan menghasilkan spermatid; 2). Spermiogenesis, yaitu sel spermatid akan mengalami metamorfosa dan membentuk spermatozoa secara sempurna. Perubahan proses metamorfosa ini meliputi pembentukan akrosom, kepala, badan, dan ekor dari spermatozoa. D. Organ ginjal ikan Ginjal
adalah
organ
yang
terdiri
dari
campuran
hematopoietik
retikuloendotelial, endokrin dan elemen ekskretoris. Ginjal ikan biasanya terletak di posisi retroperitoneal melawan aspek ventral dari kolom tulang belakang. Berwarna cokelat atau hitam, organ terang atau gelap biasanya memperpanjang panjang rongga tubuh . Hal ini biasanya dibagi menjadi anterior atau kepala ginjal , yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur hematopoietik , dan posterior atau ginjal ekskretoris . Ureter, yang melakukan urin dari saluran pengumpul ke papilla kemih , mungkin sekering di tingkat manapun dan dapat melebar, setelah fusi, untuk membentuk kandung kemih. Saluran kemih terbuka untuk posterior luar anus (Ferguson,1989). Ginjal ikan baung terletak dibelakang bagian kepala/bagian depan dari perut ikan, bersebelahan dengan jantung ikan dengan beberapa bagian memanjang ke
17
dalam rongga di dasar sirip dada dekat ginjal bagian depan. Jaringan ginjal ikan lebih rapuh dan konsistensinya lebih lunak dari vertebrata lainnya (Suyanto,1993). Ginjal ikan terdiri dari dua bagian yaitu ginjal depan (anterior kidney) dan ginjal belakang (posterior kidney). Ginjal ini terletak di bagian belakang dari rongga perut pada sisi atas. Ginjal berfungsi sebagai alat pengeluaran sisa metabolism. Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk polutan seperti logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Dari perubahan terjadi pada ginjal maka tubulus ginjal lebih sering terjadi kerusakan dari pada glomerulus, disamping itu bagian proksimat lebih banyak menderita (Suyanto,1993). Ginjal mempunyai peran utama dalam ekskresi metabolisme, pencernaan dan tempat penyimpanan
berbagai unsur, termasuk bahan racun (Boya,1990).
Pembuangan sisa-sisa makanan atau metabolism tubuh disebut dengan eksresi. Lubang urogenital adalah tempat bermuaranya saluran ginjal dan saluran kelamin yang berada tepat pada anus. Ginjal pada ikan di air tawar dilengkapi glomerulus yang jumlahnya lebih banyak, sedangkan ikan yang hidup di dalam air laut lebih sedikit glomerulus, sehingga penyaringan hasil sisa metabolisme berjalan lambat.
18
2
1
Gambar 4. Keadaan normal jaringan ginjal pari kembang (Dasyatis kuhlii). (1 = glomerulus, 2 = renal tubule). (Takashima dan Hibiya, 1995).
Keadaan ginjal ikan yang diberi konsentrasi logam timbal (Pb) 0,2 ppm dengan perlakuan selama ±208 jam memperlihatkan kondisi dengan banyak jenis kerusakan terutama pada glomerulus (Gambar 4). Kerusakan ini berupa hyperplasia karena adanya penyumbatan akibat pemberian paparan logam berat timbel (Pb) yang walaupun konsentrasinya rendah namun terkontaminasi cukup lama dalam tubuh ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Takashima dan Hibiya (1995), hyperplasia terjadi akibat adanya penambahan jumlah volume akibat adanya penyumbatan antar permukaan glomerulus. Selain itu terlihat pula adanya kapiler glomerulus yang berhialinisasi (hyalined glomerulus). Keadaan ini adalah akibat dari penyumbatan pada permukaan
19
glomerulus tersebut sehingga perkembangan produksi glomerulus menjadi abnormal. Hal ini sependapat dengan pernyataan Robbins dan Kumar (1995), bahwa dalam proses hialinisasi, kapiler glomerulus dapat menyempit dan struktur halus glomeruli pun dapat menghilang. Glomeruli berukuran kecil dan vasculer dengan tubuli renalis yang mempunyai 6 region sitologis yang berbeda: 1. Neck region merupakan lanjutan dari epitalia parietalis dan visceralis dari capsula bowman yang mengisolasi glomerulus. Neck region memiliki lumen yang dikelilingi oleh sel-sel epitel kuboid bersilia sampai kolumner pendek. Sitoplasma dari sel- sel ini tercat basofilik tipis. 2. Tubulus proximalis primer diselubungi oleh epitel-epitel columner tinggi dengan nuklei basalis dan sitoplasma yang tercat eosinofilic tipis. Microvilli dengan puncak berbentuk tepi sikat menjulur ke lumen. 3. Tubulus proximalis sekunder masih tersusun atas sel-sel epitel columner tinggi dengan niclei yang terletak lebih sentral
dan tepi-tepi sikat yang
berkembang lebih baik. 4. Tubulus intermedius memiliki lumen yang sempit dikelilingi oleh sel-sel epitel kuboid sampai kolumner pendek dengan teoi-teoi sikat yang tidak jelas. Sel –sel ini tercat eosinofilik kuat. 5. Tubulus distalis tersusun atas sel-sel epitel columner yang brsar. Nukleus terletak ditengah sedangkan tepi-tepi sikat mereduksi atau tidak ada.
20
6. Tubulus conectivus berukuran lebih besar daripada tubulus distalis. Sel-sel epitelcolumner tercat eosinofilik lemah dengan nukleus terletak dibasal dan tidak adanya tepi-tepi sikat. (Soewasono, 1974)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama lima bulan (Agustus – Desember 2013) di Laboratorium Zoologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai tempat aklimatisasi dan juga sebagai tempat pembuatan preparat irisan menggunakan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) serta pewarnaan Mallory Tripple Stain. B. Peralatan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium ikan Aligator (Atractosteus spatula) jantan remaja yang dilengkapi tempat air, satu set alat bedah, gelas ukur, pinset, oven, gelas beker, cawan petri, mikroskop cahaya, stopwatch, oven parafin, mikrotom, staining jar, botol flakon, slide, penutup slide, tissue, kapas, pipet tetes, kertas label, kaset tempat balok paraffin, kuas dan hot plate, kamera DSLR, tripod. C. Bahan- bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen Pisces berupa empat ekor ikan Aligator (Atractosteus spatula) jantan remaja usia 2 tahun ukuran 60 cm yang diperoleh dari peternak yang berlokasi di jetis Bantul, aquades, alkohol, Kloroform, Mallory Triple Stain, Akuades, Haematoxylin-Eosin, Larutan garam fisiologis NaCl 0,9 %, Parafin cair, Larutan xylol, Larutan toluena, Bouin, entellan, Alkohol absolut dan makanan untuk ikan Aligator (Atractosteus spatula).
21
22
D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan preparat irisan dengan menggunakan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE). Untuk melihat struktur histologi organ ginjal dan testis ikan Aligator maka dibuat irisan membujur dan melintang dengan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE). 1. Pengambilan organ Ikan Aligator terlebih dahulu dibunuh dengan menggunakan kloroform kemudian dibedah dan diambil organ ginjal dan testis kemudian dipotong. Besar potongan sekitar 0,5 cm. Setelah itu organ dicuci dengan larutan NaCl 0,9% (garam fisiologis). 2. Fiksasi organ Organ yang telah dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian dimasukkan kedalam botol flakon yang berisi larutan Bouin selama 24 jam. 3. Pencucian (Washing) dan Dehidrasi Pencucian dilakukan dengan air mengalir, organ dibungkus kasa dan diikat benang lalu dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Kemudian direndam dengan alkohol bertingkat yaitu alkohol 60 % selama 30 menit sambil digojok, alkohol 70% selama dua jam dan diganti sebanyak empat kali sambil digojok , alkohol 80% selama satu jam diganti setiap 30 menit dan 30 menit pertama digojok , alohol 90% dan 95% selama satu jam diganti dua kali setiap 30 menit
23
serta alkohol absolut selama 30 menit. Selanjutnya direndam dalam toluena selama satu malam. 4. Infiltrasi Organ yang telah yang direndam dalam toluene kemudian diambil, selanjutnya direndam dalam larutan toluene-paraffin. Toluene-paraffin (1:1)
selama 45
menit, Paraffin I selama 60 menit, Paraffin II selama 60 menit dan Paraffin III selama 45 menit. Seluruh proses perendaman dilakukan di dalam oven dengan suhu 63oC. 5. Embedding atau penyelubungan Organ kemudian diletakkan pada blok paraffin berupa kotak-kotak kecil yang telah diisi dengan paraffin cair (65°c). Letak atau posisi organ disesuaikan dengan arah pemotongan yang diinginkan (membujur dan melintang). Kotak tersebut didiamkan selama satu malam sampai membeku sehingga dapat dipotong oleh pisau mikrotom. 6. Pengirisan Sampel organ yang telah diselubungi dengan paraffin selanjutnya diiris dengan menggunakan rotary microtom dengan ukuran empat mikrometer. Sampel organ yang telah dipotong diletakkan pada gelas benda yang sebelumnya telah diberi albumin meyer dan aquades. 7. Penempelan (affixing) Hasil dari pemotongan organ diletakkan pada gelas benda yang sudah dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% dan ditetesi dengan
24
akuades steril secukupnya. Setelah hasil sayatan rapi kemudian diletakkan pada gelas benda, selanjutnya gelas benda tersebut diletakkan diatas hotplate sampai air hilang atau kering. 8. Menghilangkan paraffin yang ada dalam jaringan Deparafinasi Bila organ yang berada pada gelas benda telah kering, selanjutnya direndam dalam staining jar yang berisi larutan xylol selama 2,5. 9. Menghilangkan alkohol yang ada dalam jaringan (rehidrasi) Setelah direndam pada larutan xylol II gelas benda dikeringkan. Kemudian gelas benda dimasukkan ke dalam larutan etanol dengan konsentrasi yang berbedabeda, dimulai dari konsentrasi yang paling tinggi (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40% dan 30%). Fungsi dari perendaman ini adalah untuk menghilangkan air. Kemudian dimasukkan kedalam akuades. 10. Pewarnaan Kemudian gelas benda atau sediaan direndam dalam larutan Hematoxylin selam 10 menit. Kemudian dibilas atau dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Setelah itu gelas benda dimasukkan ke dalam akuades. Lalu gelas benda direndam dalam larutan etanol, dimulai dari konsentrasi yang paling rendah (30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%). Kemudian gelas benda tersebut ditetesi dengan larutan Eosin sebanyak dua tetesdan dibiarkan selama lima menit.
25
11. Dehidrasi dan clearing Kemudian perendaman dimulai lagi dari konsentrasi 80%, 90%, dan 95%. Dan berakhir di konsentrasi 100%. Dari larutan etanol 100% gelas benda kemudian direndam dalam larutan xylol selama 15 menit. 12. Penutupan Setelah gelas benda dikeringkan, kemudian ditutup secara perlahan dan hati-hati dengan Entellen. Lalu ditutp dengan gelas penutup. 13. Pengamatan dan pelabelan Preparat organ ginjal dan testis ikan Aligator siap untuk diamati dan difoto dengan mikroskop cahaya. 2. Pembuatan preparat irisan dengan menggunakan pewarnaan Mallory Tripple Stain. Untuk melihat struktur histologi organ ginjal dan testis ikan Aligator maka dibuat irisan membujur dan melintang dengan pewarnaan Mallory Tripple Stain. 1.
Pengambilan organ kemudian dibedah dan diambil organ ginjal dan testis, kemudian dipotong. Besar potongan sekitar 0,5 cm. Setelah itu organ dicuci dengan larutan NaCl 0,9% (garam fisiologis).
2.
Fiksasi organ Organ yang telah dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian dimasukkan kedalam botol flakon yang berisi larutan Bouin selama 24 jam.
26
3. Pencucian (Washing) dan Dehidrasi Pencucian dilakukan dengan air mengalir, organ dibungkus kasa dan diikat benang lalu dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Kemudian direndam dengan alkohol bertingkat yaitu alkohol 60 % selama 30 menit sambil digojok, alkohol 70% selama dua jam dan diganti sebanyak empat kali sambil digojok , alkohol 80% selama satu jam diganti setiap 30 menit dan 30 menit pertama digojok , alohol 90% dan 95% selama satu jam diganti dua kali setiap 30 menit serta alkohol absolut selama 30 menit. Selanjutnya direndam dalam toluena selama satu malam. 4. Infiltrasi Organ yang telah yang direndam dalam toluene kemudian diambil, selanjutnya direndam dalam larutan toluene-paraffin. Toluene-paraffin (1:1)
selama 45
menit, Paraffin I selama 60 menit, Paraffin II selama 60 menit dan Paraffin III selama 45 menit. Seluruh proses perendaman dilakukan di dalam oven dengan suhu 63oC. 5. Embedding atau penyelubungan Organ kemudian diletakkan pada blok paraffin berupa kotak-kotak kecil yang telah diisi dengan paraffin cair (65°c). Letak atau posisi organ disesuaikan dengan arah pemotongan yang diinginkan (membujur dan melintang). Kotak tersebut didiamkan selama satu malam sampai membeku sehingga dapat dipotong oleh pisau mikrotom.
27
6. Pengirisan Sampel organ yang telah diselubungi dengan paraffin selanjutnya diiris dengan menggunakan rotary microtom dengan ukuran tujuh mikrometer. Sampel organ yang telah dipotong diletakkan pada gelas benda yang sebelumnya telah diberi albumin meyer dan aquades. 7. Penempelan (affixing) Hasil dari pemotongan organ diletakkan pada gelas benda yang sudah dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% dan ditetesi dengan akuades steril secukupnya. Setelah hasil sayatan rapi kemudian diletakkan pada gelas benda, selanjutnya gelas benda tersebut diletakkan diatas hotplate sampai air hilang atau kering. 8. Menghilangkan paraffin yang ada dalam jaringan (Deparafinasi) Bila organ yang berada pada gelas benda telah kering, selanjutnya direndam dalam staining jar yang berisi larutan xylol selama 1 jam. 9. Menghilangkan alkohol yang ada dalam jaringan (rehidrasi) Setelah direndam pada larutan xylol gelas benda dikeringkan. Kemudian gelas benda dimasukkan kedalam larutan etanol dengan konsentrasi yang berbedabeda, dimulai dari konsentrasi yang paling tinggi (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40% dan 30%). Fungsi dari perendaman ini adalah untuk menghilangkan air. Kemudian dimasukkan kedalam akuades.
28
10. Pewarnaan Kemudian gelas benda atau sediaan direndam dalam larutan Mallory Tripple Stain selama lima menit. Selanjutnya dicelupkan dalam akuades. Kemudian direndam didalam larutan PMA 1% selama 15 menit. Dicelupkan kembali dalam akuades. Setelah itu direndam dalam larutan Acid Fuchsin selama 20 menit dan dicelupkan kembali dalam akuades. Pencelupan kedalam akuades bertujuan membersihkan sisa pewarnaan sebelumnya agar tak tercampur kedalam bahan pewarna selanjutnya. 11. Dehidrasi dan clearing Gelas benda yang berisi irisan organ kemudian direndam dalam larutan etanol, dimulai dari konsentrasi yang paling rendah (30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 95%). Dan berakhir di konsentrasi 100%. Dari larutan etanol 100% gelas benda kemudian direndam dalam larutan xylol selama satu jam. 12. Mounting Setelah direndam pada larutan xylol II kemudian gelas benda ditetesi dengan Entellen lalu ditutup dengan gelas penutup. 13. Pengamatan dan pelabelan Preparat organ ginjal dan testis ikan Aligator dengan pewarnaan Mallory Tripple Stain siap untuk diamati dan difoto dengan mikroskop cahaya.
29
E. Cara Pengamatan Penelitian ini, untuk mengetahui struktur histologi organ ginjal dan testis ikan Aligator dilakukan pengamatan histologi menggunakan mikroskop terhadap preparat irisan yang menggunakan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Tripple Stain. F. Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: 1. Data mikroskopi berupa gambaran histologi organ ginjal dan testis ikan Aligator (Atractosteus spatula). G. Analisis Data Dari pengamatan mikroskopis dapat diketahui gambaran histologi organ ginjal dan testis ikan Aligator yang kemudian dianalisis secara deskriptif.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan histologi organ ginjal ikan Aligator. Penelitian dengan pengamatan secara histologi yakni dengan membuat preparat irisan organ ginjal ikan Aligator jantan dengan pemotongan secara melintang. Metode yang dilakukan dalam pengamatan ini yakni dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin yang bertujuan untuk mewarnai inti sel dan sitoplasma dengan baik serta pewarnaan Malory Triple Stain yang bertujuan agar jaringan ikat dapat dilihat dengan jelas.
1
2
Gambar 5. Preparat irisan melintang ginjal ikan aligator. Renal tubul (1), glomerulus (2). Pewarnaan hematoxylin-eosin (HE). Perbesaran 20x10.
30
31
Pada preparat ginjal ikan Aligator (Atractosteus spatula) penampang melintang dengan pewarnaan hematoxylin-eosin untuk mewarnai inti sel yang terdapat pada ginjal yang ditandai dengan warna merah. Tampak jelas glomerulus merupakan komponen utama dari sel darah ginjal yang terdiri dari loop kapiler darah. Darah disaring selektif ketika mengalir melalui kapiler glomerulus. Kapiler dan daerah mesangial memainkan peran penting dalam filtrasi normal darah. Glomerulus adalah seberkas lobulated kapiler. Tepat sebelum memasuki glomerulus, arteriol aferen membagi menjadi beberapa kapiler yang berbeda, berkumpul, dan angin untuk membuat loop kapiler. Kapiler glomerulus bersatu kembali untuk meninggalkan glomerulus sebagai arteriol eferen. Sel Messangial mengisi ruang antara loop kapiler. Pada dinding kapiler glomerulus, ada tiga komponen: podocytes, lamina basal, dan sel endotel. Banyak podocytes dengan proses kaki menutupi permukaan luar kapiler. Lamina basal di bawah podocytes lebih tebal pada ikan air laut dari pada di ikan air tawar. Sel-sel endotel fenestrated melapisi bagian dalam kapiler. Juga, dalam teleost sel juxtaglomerular terdeteksi di dinding arteriol aferen. Sel-sel ini mengandung butiran sekretori stainable oleh Bowie metode (Takashima, 1995).
32
1
2
Gambar 6. Preparat irisan melintang ginjal ikan aligator. Renal tubul (1), epitel kubus selapis (2). Pewarnaan Mallory Triple Stain. Perbesaran 20x10
Pada preparat ginjal ikan aligator dengan pewarnaan Mallory Triple Stain dan hematoxylin-eosin menunjukkan bahwa hasil pada organ ginjal sama seperti organ ginjal pada ikan lain seperti pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang memiliki renal tubul, gomerulus. Pada ikan aligator renal tubulnya terlihat jelas dan banyak sedangkan glomerulusnya ada tapi tidak begitu jelas, sedangkan pada ikan mas
33
(Cyprinus carpio) glomerulusnya jelas terlihat sementara renal tubulnya tidak begitu jelas terlihat. Pada gambar tersebut terlihat adanya epitel kubus selapis yang menempel di setiap tepi renal tubul. B. Pengamatan histologi organ testis ikan Aligator.
3 3 1
2
Gambar 7. Preparat irisan melintang testis ikan aligator. Spermatid (1), lumen (2), spermatogonia (3), membran basal (4). Pewarnaan hematoxylin-eosin (HE). Perbesaran 10x10.
Pada preparat testis ikan aligator dengan pewarnaan hematoxylin-eosin menunjukkan bahwa hasil pada organ testis sama seperti organ testis pada ikan lain seperti pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang memiliki spermatogonia, spermatid.
34
Pada preparat testis ikan Aligator (Atractosteus spatula) penampang melintang dengan pewarnaan hematoxylin-eosin untuk mewarnai inti sel yang terdapat pada spermatosit yang ditandai dengan warna merah, Tampak jelas spermatogenensis yaitu proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatid, kemudian spermatogonia yaitu sel-sel kecambah untuk membentuk sperma, spermatozoa yaitu sel gamet jantan dengan inti haploid yang memiliki bentuk berekor.
3
1
2
Gambar 8. Preparat irisan melintang testis ikan aligator. Spermatid (1), jaringan ikat longgar (2), spermatogonia (3). Pewarnaan Mallory Triple Stain. Perbesaran 4x10.
35
Pada preparat testis ikan aligator dengan pewarnaan Mallory Triple Stain, terdapat banyak spermatogonia. Spermatogonia terletak dekat dengan tepi tubulus yang dibagian intinya tampak penuh dan berwarna gelap. Semakin ke dalam terlihat spermatosit. Mendekati lumen, di bagian tengah tubulus seminiferus terdapat spermatid. Spermatid yang belum matang masih berbentuk bulat, namun yang telah mengalami fase kematangan akan lebih menyerupai spermatozoa yang belum sempurna. Spermatid yang memasuki fase spermatozoa terwarnai dengan warna kemerahan. Spermatozoa terdapat dilumen dan bergerombol. Diluar tubulus terdapat sel sertoli dan pembuluh darah. Namun pada gambar testis di atas tidak terlihat spermatozoa, spermatid dan sel sertolinya. Sel leydig terletak di jaringan intertitial berfungsi untuk menghasilkan hormon testosteron yang berperan dalam proses reproduksi seksual, mempengaruhi proses spermatogenesis,dan tanda-tanda kelamin sekunder jantan. Sel spermatogenik berupa benih spermatozoa, spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan spermatid (Storer, 1957). Sel sertoli merupakan sel piramid memanjang (Junqueira, 2003) dengan benjolan-benjolan tidak teratur mengelilingi sel spermatogenik (Tomaszewska et al., 1991). Sel sertoli berbentuk kolumnar tidak beraturan terletak diantara sel spermatogenik (Weinbauer et al.,2001). Sel spermatogenik berada di dasar tubulus seminiferus (Yatim, 1982). Sel-sel spermatogenik akan tumbuh dan berkembang menjadi spermatozoa. Spermatozoa yang berada di lumen tubulus seminiferus bergerombol dan memiliki
36
inti yang berwarna gelap. Spermatozoa yang belum dapat berfungsi (infertil) ini mendekati lumen (ronggga) di bagian tengah tubulus seminiferus (Yatim, 1982). Menurut (Carneiro, 1992), kebanyakan sel spermatogonia mempunyai sebuah nukleus yang bentuknya tidak beraturan serta mempunyai sebuah nukleolus. Proses akhir sel spermatogonia, akan tumbuh dan membelah menjadi spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa, dan bergerak kedalam mendekati lumen.