BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronchoscopy (FOB). 7
2.2. SEJARAH BRONKOSKOPI Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, melakukan bronkoskopi yang pertama pada tahun 1897, dengan menggunakan endoskopi kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan (mainsterm bronkus). Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan mencegah dilakukannya tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini diterima secara medis sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik ini terus dikembangkan Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas. Sebagai hasil dari inovasi dan pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia, Killian secara umum dikenal sebagai Bapak Bronkoskopi. 4,5,7 Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di Philadelphia, mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan “tabung” endoskopi. Pada 17 Universitas Sumatera Utara
tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan menambah ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan atau iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi baru serta alat-alat tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan buku monumentalnya yang berjudul “Tracheobronchoscopy, Esophagology dan Bronchoscopy”. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology. Dia dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika. 7,8,9 Pada tahun 1950-an, perkembangan teknologi untuk fiber optic endoskopi mulai berkembang. Sampai dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopi rigid banyak digunakan oleh ahli bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda memperkenalkan bronkoskopi fleksibel (FB) dengan teknologi pencitraan serat optik. Hal ini merupakan revolusi dalam bidang bronkoskopi. Kemampuan untuk flexi distal ujung bronkoskopi memungkinkan bronchoscopist (operator bronkoskopi) untuk mencapai ke hampir semua bagian dari saluran nafas yang lebih kecil dari pohon tracheobronchial (segmen bronkus atau saluran udara lebih kecil). 1,10 Sejak diperkenalkan penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto Ikeda, bronkoskopi serat optik telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih 500.000 prosedur telah dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi prosedur yang tetap oleh ahli paru dan juga sebagai alat diagnostik bagi ahli bedah toraks, anestesi dan juga intensivist. 1,4,5
2.3. JENIS BRONKOSKOPI Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). 1,2,10
18 Universitas Sumatera Utara
A. BRONKOSKOPI KAKU (RIGID) Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi umum lainnya adalah: 4,11 •
Mengontrol dan penanganan batuk darah massif
•
Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial
•
Penanganan stenosis saluran nafas
•
Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma
•
Pemasangan sten bronkus
•
Laser bronkoskopi
Gambar 1. Bronkoskopi kaku (rigid). 10
19 Universitas Sumatera Utara
B. BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR (BSOL) Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru. 1,5
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). 10
FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera. 12,13 Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160o-180o keatas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior). 12,13
20 Universitas Sumatera Utara
2.4. INDIKASI Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai terapeutik serta pre operatif/post operasi. 3,10,12 Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain: 10,14 •
Batuk
•
Batuk darah
•
Mengi dan stridor
•
Gambaran foto toraks yang abnormal
•
Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
•
Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
•
Karsinoma bronkus
•
Ada bukti sitologi atau masih tersangka
•
Penentuan derajat karsinoma bronkus
•
Follow up karsinoma bronkus
Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain: 10,14 •
Dahak yang tertahan, gumpalan mukus
•
Benda asing pada trakeobronkial
•
Pemasangan stent pada trakeobronkial
•
Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
•
Kista pada mediastinum
•
Kista pada bronkus
•
Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
•
Brachytherapy
•
Laser therapy 21 Universitas Sumatera Utara
•
Abses paru
•
Trauma dada
•
Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)
2.5. KONTRA INDIKASI Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif. Yang termasuk kontra indikasi absolut: 10 •
Penderita kurang kooperatif
•
Keterampilan operator kurang
•
Fasilitas kurang memadai
•
Angina yang tidak stabil
•
Aritmia yang tidak terkontrol
•
Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen
Yang termasuk kontra indikasi relatif antara lain : •
Asma berat
•
Hiperkarbia berat
•
Koagulopati yang serius
•
Bulla emfisema berat
•
Obstruksi trakea
•
High Positive end-expiratory pressure
2.6. KEAMANAN DAN KOMPLIKASI Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka mortaliti 0-0,4 % dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan biopsi, depresi pernafasan, henti
22 Universitas Sumatera Utara
jantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1 % pada waktu tindakan bronkoskopi. Komplikasi ringan seperti kesulitan bernafas, demam, sakit tenggorokan. Disamping komplikasi yang dapat terjadi pada saat premedikasi, selama tindakan dan sesudah bronkoskopi, juga dapat terjadi sekuele. Pada umumnya sekuele ini terjadi akibat adanya tindakan tambahan pada saat bronkoskopi. Sekuele tersebut dapat berupa jaringan parut atau polypous granulatin setelah tindakan biopsi. 10,15,16
2.7. PERSIAPAN BRONKOSKOPI Dalam survei yang dilakukan American College of Chest Physician (ACCP) pada umumnya dilakukan prosedur sebelum tindakan bronkoskopi berupa foto toraks, faal hemostasis, juga dilakukan EKG (Ecocardiography), analisa gas darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi jantung dilakukan pada penderita dengan penyakit koroner yang akan dilakukan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan resiko pada saat bronkoskopi. 1,5,16,17 Disamping pemeriksaan tersebut yang juga penting untuk dipersiapkan adalah yang berkaitan dengan penderita. Persiapan yang harus dilakukan terhadap penderita adalah: 17,18 1. Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi. 2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi, termasuk puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi yang dilakukan sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung, penjelasan tentang tindakan anestesi yang dilakukan
dan efek anestesi yang dirasakan
penderita, puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi. 3. Menandatangani informed consent untuk tindakan yang akan dilakukan.
23 Universitas Sumatera Utara
4. Melakukan evaluasi sebelum bronkoskopi untuk mengklasifikasikan berdasarkan kondisi fisik penderita. Berhubungan dengan kondisi fisik penderita American Association of Anesthesiologysts (ASA) membuat klasifikasi sebagai berikut : ASA I
: Penderita dengan kondisi fisik normal.
ASA II
: Penderita dengan penyakit sistemik ringan.
ASA III
: Penderita dengan penyakit sistemik yang berat dengan keterbatasan aktifitas.
ASA IV
: Penderita dengan penyakit yang tergantung dengan obat-obatan agar dapat bertahan.
ASA V
: Penderita dengan kondisi yang gawat dengan prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa bronkoskopi.
Selain persiapan pada penderita juga dilakukan persiapan fasilitas penunjang, berupa: 17,18 •
•
•
Ruangan: •
Broncoscopy suite
•
Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat
Bronkoskopi: •
Kelengkapan televisi, video, foto
•
Kelengkapan alat diagnostik dan terapi
Sarana penunjang: •
Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).
•
Alat pemantau EKG, oksimeter denyut
•
Nebulizer
•
Resusitator
•
Jet ventilation 24 Universitas Sumatera Utara
2.8. MEDIKASI SEBELUM BRONKOSKOPI Medikasi diberikan sebelum dilakukan bronkoskopi untuk keamanan dan keberhasilan prosedur bronkoskopi. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30 menit sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan. Selama prosedur, anestesi topikal diberikan pada saluran nafas serta sedatif dan analgetik tambahan diberi untuk mengatasi dan mengurangi kecemasan, nyeri serta batuk. 1,17
Antisialagogues diguna untuk mengurangi sekresi, munurunkan respon vasovagal juga untuk meningkatkan efikasi anestesi topikal. Efek samping yang mungkin timbul pada pemberian antisialagogues berupa takikardi, hipotensi, aritmia, retensi urin, glukoma dan penurunan motilitas saluran cerna. Tidak ada data akurat menunjukkan efikasi pemberian antisialagogues dan tidak selalu diberikan karena efek sampingnya. Operator umumnya menggunakan kombinasi medikasi benzodiazepine, opiate narkotik, antisialagogue dan antihistmin umumnya digunakan secara individual untuk menimbulkan efek amnesia, anxiolysis, penurunan refleks batuk dan analgesia pada saluran nafas. Obat dengan onset cepat, masa paruh pendek dan efek samping yang minimal selalu digunakan. 1,18,19 Benzodiazepin biasanya diberikan untuk menimbulkan efek amnesia dan anxiolysis. Midazolam IV diberi karena onset cepat dan masa paruhnya pendek. Bolus 0.5-2.0 mg diberi 2-5 menit sampai efek sedasi diperoleh. Lorazepam juga digunakan sebelum dilakukan tindakan dengan batas keamanan lebih baik disebabkan retrograde amnesia yang ditimbul oleh midazolam. Flumanezil, inhibitor kompetetif GABA diguna sebagai antidotum benzodiazepine. Digunakan untuk mengatasi overdosis benzodiazepine. Mempunyai masa paruh yang pendek. 19 Opiat menurunkan refleks laryng dan batuk serta sebagai anxiolysis. Dapat menimbulkan nausea dan disphoria. Fentanyl IV dalam bolus 25-50 mg diguna 2-5 menit sebelum dilakukan bronkoskopi. Meperidine digunakan sebelum prosedur bronkoskopi karena metaboliknya aktif dengan masa paruh panjang tetapi peningkatan resiko kejang dan tidak disarankan untuk selalu 25 Universitas Sumatera Utara
digunakan. Naloxone digunakan sebagai antidotum untuk sedasi narkotik dengan efek inhibitor kompetitif. Durasinya lebih pendek dibanding narkotik dan justru digunakan untuk mengatasi overdosis opiat narkotik. 19,20 Anestesi topikal pada traktus aerogigestive atas, area glottis dan bronkial dapat diperoleh dengan aplikasi lidokain, benzocaine tetracaine dan kokain. Lidokain paling banyak dipakai karena onset cepat durasi pendek dan efek terapeutik lebar. Safety margin pada dosis < 7 mg/kg. 19,21
2.9. TINDAKAN BRONKOSKOPI Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah, detak jantung, frekwensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi). Penderita harus diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan bronkoskopi. 1,5,17 Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi. Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna, ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi. 2,10,22 Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-tanda vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ketidaknyamanan karena alergi terhadap obat yang diberikan selama prosedur
biasa dijumpai
setelah tindakan bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi selesai dilakukan. 2,22
26 Universitas Sumatera Utara
2.10. KRITERIA PENAMPAKAN GAMBARAN BRONKOSKOPI Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai, seperti: 22 1. Normal Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.
Gambar 3. Skema percabangan utama trakeobronkial. 22 2. Inflamasi Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis) ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut (misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental) maupun kronis (misalnya tuberkulosis).
27 Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis. 22
Perubahan peradangan meliputi : •
Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna merah kuning.
•
Pembengkakan (swelling). Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
•
Sekresi Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental (bronkitis kronis), Mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat).
•
Perubahan terlokalisir (localized changes) Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain. 28 Universitas Sumatera Utara
•
Ascociated changes Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol.
Gambar 5. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh karena tekanan ekstrinsik. 22 •
Tuberkulosis Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.
Gambar 6. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian sekresi terlihat pada batang utama bronkus kanan. 22 29 Universitas Sumatera Utara
3. Tumor Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama : •
Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya disebabkan
oleh
limfadenopati
sekunder
berupa
pelebaran
sudut
karina,
pembengkakan pada dinding trakea/bronkus utama. •
Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa pada sebagian atau seluruh lumina.
•
Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.
Gambar 7. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri
batang utama
bronkus. 22
30 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Karakteristik Gambaran Bronkoskopi Tumor. 22 Tumor
Karakteristik Bronkoskopi
Karsinoma
Berlobus/nekrotik, berwarna putih/krem, permukaan mukosa tampak penonjolan pembuluh darah (engorged)
Karsinoid
Berwarna merah cherry, bulat, mudah berdarah
Kondromata
Halus, permukaan pucat, konsistensi kasar
4. Miscellaneous •
Perdarahan bronkial Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis), pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber perdarahan.
•
Benda asing Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen.
•
Sarcoidosis Tampak dua gambaran utama,yaitu : 1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi trakeobronkial. 2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat.
•
Perubahan radiasi 31 Universitas Sumatera Utara
Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena. •
Trauma trakea Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus.
•
Fistula Bronkopleura Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernafasan.
•
Amiloidosis Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.
2.11. PENGAMBILAN SPESIMEN Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti: 12,14,22 1. Bilasan bronkus (bronchial washing) Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Bilasan bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukanpemeriksaan sitologi cairan bronkus. 2. Sikatan bronkus (bronchial brushing) 32 Universitas Sumatera Utara
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum, sampel yang didapat selanjutnya diperiksa secara histologi.
Gambar 8. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep. 10
3. Bronchoalveolar Lavage (BAL) BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran nafas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi. 4. Biopsi endobronkial Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan histologi. 5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stage bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua). TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial. American Thoracic Society (ATS) membuat suatu sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat 33 Universitas Sumatera Utara
yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.
Gambar 9. Maping Sistem Kelenjar Limfe 6. Biopsi paru transbronkial Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. 7. Biopsi lesi perifer Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument fibrescope yang halus.
34 Universitas Sumatera Utara