BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1
Pemberian Kredit
2.1.1.1 Pengertian Kredit Kredit berasal dari kata credere atau creditum. Credere dari bahasa yunani yang berarti kepercayaan, sementara creditum berasal dari bahasa latin yang berarti kepercayaan atau kebenaran. Arti kata tersebut memiliki implikasi bahwa setiap kegiatan perkreditan harus dilandasi kepercayaan. (Taswan 2006:155) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Revisi UU No. 14 Tahun 1992) Definisi kredit adalah : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersembahkan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga atau bagi hasil yang telah ditetapkan. Menurut Rivai Veithzal (2007:4) kredit adalah: Penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor/pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima (debitur) aktivitas ini mengandung
tingkat
risiko
tertentu,
maka
dibutuhkan
suatu
pengelolaan
untuk
meminimalisir risiko ini.
2.1.1.2 Tujuan dan Fungsi Kredit Menurut Kasmir (2011:105) mengemukakan tujuan pemberian suatu kredit, yaitu : 1.
2.
3.
Untuk mencari keuntungan, bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur, untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Untuk membantu Pemerintah, bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor ekonomi. Sedangkan menurut Thomas Suyatno, dkk (2007:15) menyatakan bahwa
Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk: a. b. c.
Turut menyukseskan program pemerintah di Bidang ekonomi dan pembangunan Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Fungsi kredit dewasa ini pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk
melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Hasibuan (2005:88), fungsi pemberian kredit bagi masyarakat antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian; Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat; Memperlancar arus barang dan arus uang; Meningkatkan hubungan internasional; Meningkatkan produktivitas dana yang ada; Meningkatkan daya guna (utility) barang; Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat; Memperbesar modal kerja perusahaan; Meningkatkan Income per Capita (IPC) masyarakat; Mengubah cara berpikir atau bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis. Sedangkan tujuan penyaluran kredit adalah :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit; Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada; Melaksanakan kegiatan operasional bank; Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat; Memperlancar lalu lintas pembayaran; Menambah modal kerja perusahaan; Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Fungsi-fungsi kredit menurut Kasmir (2011:107) dalam garis besar besarnya
adalah sebagai berikut : 1 2 3 4 5 6 7 8
Untuk meningkatkan daya guna uang Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Untuk meningkatkn daya guna barang Meningkatkan peredaran barang Sebagai alat stabilitas ekonomi Untuk meningkatkan kegairahan berusaha Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan Untuk meningkatkan hubungan internasional Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi pemberian kredit adalah
untuk memudahkan masyarakat melakukan kegiatan usaha, yang berguna juga untuk
menciptakan lapangan kerja demi kesejahteraan yang diharapkan dan tujuan dari pemberian kredit itu sendiri bagi bank adalah untuk mendapatkan keuntungan dari bunga kredit 2.1.1.3 Jenis-Jenis Kredit Pada prinsipnya, kredit itu Cuma satu macam saja, yaitu uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu tertentu di masa mendatang, disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. Tetapi berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam, yaitu berdasarkan: sifat penggunaan, keperluan, jangka waktu, cara pemakaian dan jaminan atas kredit-kredit yang diberikan bank. Menurut Kasmir (2011:109) secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain : 1)
2)
3)
4)
5)
Dilihat dari segi kegunaan : a. kredit investasi b. kredit modal kerja Dilihat dari segi tujuan kredit a. kredit produktif b. kredit konsumtif c. kredit perdagangan Dilihat dari segi jangka waktu a. kredit jangka pendek b. kredit jangka menengah c. kredit jangka panjang Dilihat dari segi jaminan a. kredit dengan jaminan b. kredit tanpa jaminan Dilihat dari sektor usaha a. kredit pertanian
b. c. d. e. f. g.
kredit peternakan kredit industri kredit pertambangan kredit pendidikan kredit profesi kredit perumahan
Yang biasa dilaksanakan oleh Usaha Mikro kecil dan menengah adalah jenis kredit produktif, kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi, dalam arti luas Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan maupun investasi dan berdasarkan jangka waktu biasanya Usaha Mikro Kecil dan Menengah menggunakan Kredit jangka pendek dan kredit jangka menengah. 2.1.1.4 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai prinsip untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya. Prinsip-prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan adalah 5C, yaitu : Menurut Rahmat Firdaus (2001:39) Prinsip-prinsip pemberian kredit adalah sebagai berikut: 1.
Character (watak/kepribadian) yaitu bank harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang berwatak baik dan dibuktikan dengan tingkah laku yang baik, selalu memegang teguh dan sebagainya.
2.
3.
4.
5.
Capacity (kemampuan) yaitu bank harus yakin bahwa calon peminjam mampu menjalankan usahanya dengan baik atau mampu mendapatkan uang untuk sumber pelunasan utangnya. Capital (modal) yaitu bank harus mengetahui beberapa banyak modal yang telah dimiliki oleh calon peminjam, sehingga tidak seluruhnya mengandalkan pinjaman dari bank. Condition of Economy (kondisi ekonomi) yaitu bank harus yakin bahwa kondisi ekonomi akan menunjang sekurang-kurangnya tidak menghambat kelancaran usaha yang akan dijalankan oleh calon peminjam. Collateral (jaminan atau agunan) yaitu jaminan atau agunan apa yang dapat diberikan calon peminjam untuk tambahan pengamanan bagi bank atau kredit yang akan dilepas. Selanjutnya terhadap 5C dari kredit di atas bisa ditambahkan, yaitu : Covering(insurance covering) yaitu penutupan asuransi atas kredit yang
diberikan oleh bank tersebut atau penutupan asuransi atas barang-barang jaminan yang digunakan oleh debitur dan coverage yaitu jaminan yang diasuransikan. Selain prinsip 5C diatas, masih ada prinsip-prinsip 5P
sebagai
pelengkap
Menurut Rahmat Firdaus (2001:42), terdiri dari : 1.
2.
3.
4.
5.
Party (golongan) yaitu menggolongkan calon debitur kedalam kelompokkelompok tertentu berdasarkan character, capacity, dan capitalnya dengan cara menilaikan 3C tersebut. Purpose (tujuan) yaitu tujuan penggunaan dari kredit yang diajukkannya apakah memiliki Forword Linkage atau Backword Lingkage yang positif atau sebaliknya. Payment (sumber pembayaran) yaitu memperkarakan dan menghitung pandangan yang akan diperlukan perusahaan calon debitur sebagai sumber pengembalian kredit Profitabilitas (kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan) yaitu berapa besar perolehan pendapatan/keuntungan yang akan diterima bank apabila memberi kredit kepada calon debitur tersebut. Protection (perlindungan) yaitu jaminan atau agunan yang bisa diberikan oleh calon debitur untuk melindungi atau mengamankan dana yang diberikan bank.
Prinsip-prinsip pemberian kredit diatas merupakan suatu upaya yang ditempuh oleh pihak bank dalam rangka menjaga atau mengamankan dana yang diberikan kepada pihak kredit. Selain prinsip-prinsip 5C dan 5P diatas, ada juga prinsip 3R, yaitu 1.
Returns (hasil yang dicapai) yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah mendapat kredit, apakah cukup untuk memadai untuk menutup pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang luas.
2.
Repayment (pembayaran) yaitu lanjutan daripada penilaian terhadap Returns diatas, kemudian diperhitungkan kemampuan jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit.
3.
Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko) yaitu kemampuan untuk menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan misalnya perusahaan yang memiliki modal kuat, biasanya akan lebih kuat bersaing dibandingkan dengan perusahaan lain pihak bank dalam mempertimbangkan pemberian kredit sehat.
2.1.1.5 Prosedur Pemberian Kredit Menurut Hasibuan (2008:91) bahwa prosedur penyaluran
kredit antara lain
dengan skema sebagai berikut: 1. 2.
Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit. Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan
3. 4.
Analisis kredit dengan cara mengikuti asas 5C, 7P, dan 3R dari permohonan kredit tersebut. Karyawan analisis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau Legal Lending Limit (L3) atau BMPK-nya. Jika BMPK disetujui nasabah, akad kredit (Perjanjian Kredit) ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sedangkan menurut Firdaus & Ariyanti (2009:91-133) tahapan proses
pemberian kredit yaitu: 1.
2.
3.
4.
5.
Persiapan kredit (credit preparation) Adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui informasi dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon debitur baru, biasanya dilakukan melalui wawancara atau cara-cara lain. Analisis atau penilaian kredit (credit analysis/credit appraisal), dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek pemohon kredit. Keputusan Kredit (Credit Desicion), atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak bank melalui pemutus kredit, dapat memutuskan permohonan kredit tersebut layak untuk diberi kredit atau tidak. Jika tidak dapat diberikan, maka permohonan tersebut harus ditolak melalui surat penolakan, bila permohonan layak untuk diberikan, maka dituangkan dalam surat keputusan kredit yang memuat beberapa persyaratan tertentu. Pelaksanaan dan administrasi kredit (credit realization dan credit administration), Pada tahap ini kedua belah pihak (bank dan calon debitur) menandatangani perjanjian kredit beserta lampiran-lampirannya. Supervisi kredit & pembinaan debitur (credit supervision dan follow up) Supervisi/pengawasan/pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada dasarnya ialah upaya pengamanan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau/memonitor dan mengikuti jalannya perusahaan (secara langsung atau tidak langsung), serta memberikan saran/nasihat dan konsultasi agar perusahaan/debitur berjalan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula. Dari uraian prosedur di atas menjelaskan bagaimana tata cara suatu bank
dalam memberikan kredit kepada nasabah, bank yang sudah menjalankan kegiatan operasinya dengan baik pasti akan mengikuti setiap prosedur pemberian kredit yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
2.1.1.6 Kebijakan Perkreditan Bank Dalam Praktik pemberian kredit, BI selaku regulator dan pengawas operasional perbankan memberikan pedoman berupa kebijakan perkreditan Bank. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada azas-azas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat. Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut : 1.
prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
2.
organisasi dan manajemen perkreditan;
3.
kebijakan persetujuan kredit;
4.
dokumentasi dan administrasi kredit;
5.
pengawasan kredit;
6.
penyelesaian kredit bermasalah. Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten. 2.1.2
Risk Management Menurut COSO (2004), Risk management dapat diartikan sebagai berikut:
Proses yang dipengaruhi oleh Board of Directors, manajemen, dan personil lain dalam entitas, diaplikasikan pada pembentukan strategi dan pada seluruh bagian perusahaan, dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko selaras dengan risk appetite entitas, untuk menyediakan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran dari entitas. The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO:2004), menyatakan bahwa ERM berhubungan dengan risiko dan peluang yang berpotensi mempengaruhi nilai, dan mendefinisikannya sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajemen, dan pihak lain, yang diaplikasikan dalam penentuan strategi perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin mempengaruhi perusahaan, dan
mengelola risiko-risiko tersebut tetap berada pada selera risiko perusahaan, serta memberikan kepastian yang memadai bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai. Enterprise
risk
management
merupakan
sebuah
pendekatan
yang
komprehensif untuk mengelola risiko-risiko perusahaan secara menyeluruh, meningkatkan
kemampuan
perusahaan
untuk
mengelola
ketidakpastian,
meminimalisir ancaman, dan memaksimalisasi peluang. Enterprise Risk Management juga merupakan proses pengelolaan yang mengidentifikasi, mengukur, dan memonitor risiko secara sistematis, serta didukung oleh kerangka kerja manajemen risiko yang memungkinkan adanya proses perbaikan yang berkesinambungan atas kegiatan manajemen itu sendiri. Dibandingkan dengan manajemen risiko tradisional, ERM
lebih
mampu
mengelola
risiko
dengan
terintegrasi,
proaktif,
dan
berkesinambungan. Menurut COSO, Proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 (delapan) komponen. Sebagaimana dijelaskan pada gambar 2.1 komponen-komponen dari risiko berikut :
dapat
dijelaskan
sebagai
Gambar 2.1 komponen-komponen ERM ERM versi COSO terdiri dari 8 komponen yang saling terkait. Kedelapan komponen ini diturunkan dari bagaimana manajemen menjalankan perusahaan dan diintegrasikan dengan proses manajemen. Kedelapan komponen ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan, baik tujuan strategis, operasional, pelaporan keuangan, maupun kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Komponenkomponen tersebut adalah: 1.
Lingkungan Internal (Internal Environment) – Lingkungan internal sangat menentukan warna dari sebuah organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap orang dalam organisasi tersebut. Di dalam lingkungan internal ini termasuk, filosofi manajemen risiko dan risk appetite, nilai-nilai etika dan integritas, dan lingkungan di mana kesemuanya tersebut berjalan.
2.
Penentuan Tujuan (Objective Setting) – Tujuan perusahaan harus ada terlebih dahulu sebelum manajemen dapat menidentifikasi kejadian-kejadian yang berpotensi mempengaruhi pencapaian tujuan tersebut. ERM memastikan bahwa manajemen memiliki sebuah proses untuk menetapkan tujuan dan bahwa tujuan yang dipilih atau ditetapkan tersebut terkait dan mendukung misi perusahaan dan konsisten dengan risk appetite-nya.
3.
Identifikasi Kejadian (Event Identification) – Kejadian internal dan eksternal yang mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan harus diidentifikasi, dan dibedakan antara risiko dan peluang. Peluang dikembalikan (channeledback) kepada proses penetapan strategi atau tujuan manajemen.
4.
Penilaian
Risiko
(Risk
Assessment)
–
Risiko
dianalisis
dengan
memperhitungkan kemungkinan terjadi (likelihood) dan dampaknya (impact), sebagai dasar bagi penentuan bagaimana seharusnya risiko tersebut dikelola. 5.
Respons Risiko (Risk Response) – Manajemen memilih respons risiko menghindar (avoiding), menerima (accepting), mengurangi (reducing), atau mengalihkan (sharing risk) dan mengembangkan satu set kegiatan agar risiko tersebut sesuai dengan toleransi (risk tolerance) dan risk appetite.
6.
Kegiatan Pengendalian (Control Activities) – Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan diimplementasikan untuk membantu memastikan respons risiko berjalan dengan efektif.
7.
Informasi dan komunikasi (Information and Communication) – Informasi yang relevan diidentifikasi, ditangkap, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang memungkinkan setiap orang menjalankan tanggung jawabnya.
8.
Pengawasan (Monitoring) – Keseluruhan proses ERM dimonitor dan modifikasi dilakukan apabila perlu. Pengawasan dilakukan secara melekat
pada kegiatan manajemen yang berjalan terus-menerus, melalui evaluasi secara khusus, atau dengan keduanya. Dari kedelapan komponen diatas yang menjadi topik/judul skripsi adalah : 1.
Penilaian Risiko (Risk Assessment) Komponen ini menilai sejauh mana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif,
yaitu
:
likelihood
(kecenderungan
atau
peluang)
dan
impact/consequence (besaran dari terealisasinya risiko). Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian antara likelihood dan consequence. Penilaian risiko dapat menggunakan dua tekhnik, yaitu: Qualitative technique dan Quantitavive technique. Qualitative technique menggunakan beberapa alat seperti self-assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative technique data berbentuk angka diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking. 2.
Respons Risiko (Risk Response) Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi dapat berupa : avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko, Reduction yaitu mengambil langkah-
langkah mengurangi likelihood atau impact dari risiko, Sharing yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan pihak lain, Acceptance yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan . 3.
Control Activities ( aktifitas-aktifitas pengendalian) Komponen ini berperan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktivitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: integritas dan nilai etika, Kompetensi, kebijakan dan praktik-praktik SDM, Budaya organisasi, Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, Struktur organisasi dan
Wewenang dan tanggung jawab. Dari pemahaman atas lingkungan
pengendalian dapat ditentukan jenis dan aktivitas pengendalinnya. Terdapat beberapa jenis pengendalian diantaranya adalah preventive, detective, corrective, directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa (1) Pembuatan kebijakan dan prosedur, (2) Pengamanan kekayaan organisasi, (3) Delegasi wewenang dan pemisahaan fungsi dan (4) supervisi atasan, aktivitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi dapat menjadi optimal. Penerapan Manajemen Risiko berdasarkan peraturan bank Indonesia nomor: 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum adalah paling kurang mencakup :
a.
Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b.
Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko;
c.
Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d.
Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
2.1.3
Pengelolaan Risiko Bank
2.1.3.1 Pengertian Risiko Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 Risiko adalah: “Potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian bank.” Akitivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari aktivitas mengelola risiko. Operasi suatu badan usaha atau perusahaan biasanya berhadapan dengan risiko usaha dan risiko non usaha. Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham. Risiko non usaha adalah risiko lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan (Ghozali, 2007:3) 2.1.3.2 Jenis-jenis Risiko Menurut Nurbaiti (2011:24) Risiko secara umum dapat dikelompokan menjadi : 1.
Risiko spekulatif, adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan, yaitu kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan yang merugikan.
2.
Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. risiko ini dapat dikelompokan kepada empat tipe risiko, yaitu : a. Risiko pasar b. Risiko kredit c. Risiko likuiditas d.Risiko operasional Risiko murni, adalah risiko yang hanya mengandung satu kemungkinan yaitu kemungkinan rugi saja. Risiko murni dapat dikelompokan pada tiga tipe risiko, yaitu : a. Risiko aset fisik b. Risiko karyawan c. Risiko legal Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum, mencakup 8 (delapan) jenis risiko yaitu: 1
Risiko Kredit
2
Risiko Pasar
3
Risiko Likuiditas
4
Risiko Operasional
5
Risiko Kepatuhan
6
Risiko Hukum
7
Risiko Reputasi
8.
Risiko Stratejik Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya mengenai Risiko Kredit sesuai
dengan judul skripsi. 2.1.3.3 Risiko kredit Pengertian Risiko Kredit Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 menyatakan bahwa :
“Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank.”
Menurut Ghozali (2007:12) Risiko kredit didefinisikan sebagai: Risiko kerugian yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Dalam surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP disebutkan bahwa : Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, dan lain sebagainya. Penyebab terjadinya Risiko Kredit Menurut Ghozali (2007:12) Risiko kredit dapat timbul antara lain karena beberapa hal yaitu Adanya kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat hutang) yang dibeli oleh bank tidak terbayar. Secara umum terdapat dua faktor penyebab terjadinya Risiko Kredit yaitu faktor eksternal dan faktor internal yaitu : Faktor Eksternal Bank, yaitu 1).
Ketiadaan kemauan membayar (willingness to pay); terutama akibat masalah karakter debitur/counterparty, dan dapat disebabkan oleh kelemahan Bank dalam melakukan identifikasi kelayakan debitur/counterparty dan atau itikad tidak baik Bank dalam kegiatan penyaluran dana.
2).
Ketiadaan kemampuan membayar (ability to pay); disebabkan menurunnya kondisi usaha debitur/counterparty baik akibat kesalahan pengelolaan (mismanagement) dan atau pengaruh faktor ekonomi makro atau sektor industri tertentu.
Faktor Internal Bank, yaitu 1).
Konsentrasi risiko kredit dalam portofolio Asset,
2).
Kelemahan Sistem Pengendalian dan proses Manajemen Risiko Kredit,
3).
Itikad tidak baik Pengurus Bank (antara lain: Kesengajaan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam proses penilaian kelayakan kredit dan penyediaan dana lainnya; Kerjasama/kolusi dengan debitur/counterparty). Dalam konteks risiko kredit, risiko inherent (risiko kredit inherent)
didefinisikan
sebagai
risiko
yang
melekat
pada
portofolio
asset
tanpa
mempertimbangkan kecukupan manajemen risiko atau sistem pengendalian risiko kredit. 2.1.3.4 Pengelolaan Risiko Kredit terhadap UMKM Menurut Hubeis (2009: 4-6) permasalan umum yang biasanya terjadi pada UMKM yaitu : a. b. c. d. e. f.
Keterbatasan Finansial Keterbatasan SDM Masalah Bahan Baku Keterbatasan Teknologi UMKM Kemampuan Manajemen Kemitraan
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa permasalahan pemberian kredit kepada UMKM yaitu bersumber dari pihak UMKM itu sendiri, pihak bank sebagai pemberi jasa kredit, dan pemerintah yang masih belum terlalu memperhatikan permasalahan yang di hadapi oleh UMKM. Pengelolaan risiko kredit terhadap UMKM yang dijalankan oleh pihak bank berdasarkan peraturan pemerintah bisa membantu UMKM lebih berkembang dan meminimalisir permasalahan yang di hadapi UMKM selama ini. Menurut Kumaat (2010:21) kunci dari pengelolaan risiko adalah tingkat kesesuaian informasi berbasis risiko yang diperoleh pada setiap titik proses dalam siklus pengelolaan risiko (risk process cycle), yaitu : 1. 2. 3. 4.
Identifikasi jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh bisnis serta Pemetaan dampak negatif yang ditimbulkan oleh setiap jenis risiko tersebut. Pengumpulan, seleksi, dan Analisis informasi faktual yang relevan dengan setiap jenis risiko beserta dampaknya. Pengembangan hasil analisis informasi berupa Peramalan (forecasting) terhadap tingkat kemungkinan risiko ke depan. Perencanaan, Eksekusi dan Evaluasi Pengendalian sumber risiko dan/atau dampak risiko berdasarkan hasil analisis (pemetaan) risiko. Menurut Yushita (2008) metode pengelolaan risiko kredit adalah tekhnik dan
kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka meminimalisir peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit yang bermasalah, Yaitu :Grading models for individual loan
(model pemeringkatan untuk kredit tunggal) akan
memberikan gambaran peluang suatu kredit menjadi macet atau gagal bayar (probability of default) dan akan memberi keyakinan pada bank untuk tidak
mengkonsentrasikan kreditnya pada kredit yang rendah kualitasnya (atau dengan kata lain memiliki probability of default yang tinggi). 1. 2.
3.
4.
2.1.4
Loan portofolio management (manajemen portofolio kredit). Collateral (agunan) adalah asset yang diberikan oleh nasabah untuk menjamin utang mereka, yang akan menjadi milik bank jika terjadi default (macet atau gagal bayar). Agunan biasanya dalam bentuk asset property. Cash flow monitoring (pemantauan arus kas) kondisi arus kas perusahaan dapat terlihat dari aktivitas rekeningnya di bank, sehingga kredit yang memburuk dapat terdeteksi. Reaksi cepat terhadap kredit yang memburuk dapat menurunkan risiko kredit. Recovery management (manajemen pemulihan). Banyak bank menyadari bahwa pengelolaan kredit macet yang efisien akan mampu mengurangi kerugian yang timbul.
Hubungan Pengelolaan Risiko dengan Efekivitas Pemberian Kredit Pengelolaan risiko merupakan satu rangkaian aktivitas dari bagian manajemen
risiko yang berfungsi untuk mengantisipasi kejadian yang tidak di inginkan (mengendalikan risiko). Pengelolaan risiko ini di butuhkan pada setiap tingkatan dan pada setiap bagian dari suatu perusahaan, begitu juga pada bagian pemberian kredit yang terdapat banyak risiko yang mungkin akan terjadi. Pengertian efektivitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas Menurut pendapat Mahmudi mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.(Mahmudi, 2005:92).
Pemberian kredit yang efektif menurut kasmir (2002:84) yaitu : Pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila telah memenuhi penilaian pemberian kredit secara umum yaitu dengan menggunakan prinsip 5C. prinsip 5C tersebut terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (Jaminan atau agunan), Condition of economy (kondisi perekonomian). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian kredit dapat dikatakan efektif bila kontribusi dari pengelolaan risiko dilaksanakan dengan baik dan sesuai prosedur. Prinsip 5C juga dapat dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu bank dan lembaga keuangan lainnya dalam pencapaian efektivitas pemberian kredit, oleh sebab itu dikatakan bahwa ada hubungan antara pengelolaan risiko dengan efektivitas pemberian kredit UMKM.
2.2
Kerangka Pemikiran UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada
prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain adalah regulasi mengenai kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan bank bagi bank umum, batas maksimal pemberian kredit, penilaian kualitas aktiva, sistem informasi debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian kredit.
Menurut UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan. Aktivitas perkreditan merupakan urat nadi bagi bank dalam menjalankan usahanya, sehingga aktivitas perkreditan memerlukan perhatian yang sungguhsungguh dari pihak manajemen bank yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan dana yang disalurkan kepada masyarakat harus dapat ditarik kembali dan dapat memberikan keuntungan. Bank dalam menjalankan operasinya mempunyai risiko yang sangat tinggi. Risiko yang dapat terjadi dalam dunia perbankan tersebut berupa kredit kurang lancar, kredit ragu atau kredit macet maka dari itu diperlukan suatu pengelolaan risiko untuk menunjang efektivitas pemberian kredit agar risiko-risiko dapat dihindari. Berkaitan dengan pemberian kredit dan meminimalisir risiko kredit maka diperlukan suatu Manajemen Risiko yang berfokus pada pengelolaan kredit berguna untuk mengontrol kegiatan kredit yang berlangsung. Manajemen risiko merupakan antisipasi atas semakin kompleksnya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi (Kasidi, 2010). Menurut Kumaat (2010 : 21 ) kunci dari pengelolaan risiko adalah tingkat kememadaian informasi berbasis risiko yang diperoleh pada setiap titik proses dalam siklus pengelolaan risiko (risk process cycle ), yaitu :
1. 2. 3. 4.
Identifikasi jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh bisnis serta pemetaan dampak negatif yang ditimbulkan oleh setiap jenis risiko tersebut. Pengumpulan, seleksi, dan analisis informasi faktual yang relevan dengan setiap jenis risiko beserta dampaknya. Pengembangan hasil analisis informasi berupa peramalan terhadap tingkat kemungkinan risiko ke depan. Perencanaan, Eksekusi, dan Evaluasi pengendalian sumber risiko dan/atau dampak risiko berdasarkan hasil analisis (pemetaan) risiko. The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(2004), menyatakan bahwa ERM berhubungan dengan risiko dan peluang yang berpotensi mempengaruhi nilai, dan mendefinisikannya sebagai berikut suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajemen, dan pihak lain, yang diaplikasikan dalam penentuan strategi perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin mempengaruhi perusahaan, dan mengelola risiko-risiko tersebut tetap berada pada selera risiko perusahaan, serta memberikan kepastian yang memadai bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai. ERM versi COSO terdiri dari 8 komponen yang saling terkait. Kedelapan komponen ini diturunkan dari bagaimana manajemen menjalankan perusahaan dan diintegrasikan dengan proses manajemen. Kedelapan komponen ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan, baik tujuan strategis, operasional, pelaporan keuangan, maupun kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Didalam dunia perbankan kedelapan komponen ini digunakan karena kegiatan perbankan tidak hanya pemberian kredit saja, tetapi khusus di dalam pemberian kredit komponen yang digunakan yaitu : 1.
Penilaian Risiko(Risk Assessment)
2.
Respons Risiko(Risk Response)
3.
Kegiatan Pengendalian(Control Activities) Penerapan komponen dalam berbagai tujuan tersebut dapat dilakukan pada
entity-level, divisional, unit bisnis, dan/atau subsidiary. Dalam pengelolaan risiko terhadap pemberian kredit komponen yang paling berpengaruh menurut COSO yaitu Penilaian Risiko, Respons Risiko, dan kegiatan Pengendalian. Pernyataan tersebut berdasarkan peraturan Bank Inodnesia Nomor 11/25/PBI/2009, menyatakan bahwa proses Manajemen Risiko Bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistem informasi manajemen, dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Untuk mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan oleh pemberian kredit maka pihak bank harus memperhatikan dan melaksanakan tahapan-tahapan/prosedur yang harus dilalui sebelum kredit diputuskan untuk dikucurkan, tujuannya adalah untuk mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan kredit. Adapun prosedur pemberian kredit menurut Kasmir adalah : Secara umum prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai berikut : Pengajuan berkas-berkas, penyelidikikan berkas pinjaman, wawancara awal, on the spot, wawancara II, keputusan kredit, penandatanganan perjanjian kredit, realisasi kredit dan penyaluran/penarikan dana. (2006:124)
Kriteria yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak yaitu dengan analisis 5C. Menurut Kasmir, yaitu: ”Penilaian dengan analisis 5C meliputi :Character, capacity, capital, condition dan collateral.”(2004:117) Selain itu diperlukan adanya suatu pengawasan kredit yang dapat membantu mengawasi setiap gerak gerik dalam pemberian kredit. Menurut Rachmad Firdaus Upaya mengamankan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau atau memonotoring dan mengikuti jalannya perusahaan secara langsung, serta memberikan saran dan konsultasi agar perusahaan/dalam debitur berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik.(2003:131) Oleh karena itu dalam memberikan kredit, pihak bank harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan pengawasan dan pengelolaan risiko, karena inti sari dari bisnis apapun adalah orang-orangnya, ciri perorangan, termasuk integritas, nilai-nilai etika dan kompetesi serta lingkungan tempat beroperasi selain itu pihak bank juga harus memperhatikan aktivitas pengawasan. Sehingga proses pemberian kredit dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berdasarkan prinsip kehati-hatian agar tujuan dari pemberian kredit tercapai. Penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu mengenai pengaruh manajemen risiko terhadap pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh Nurbaiti (2011) yang melakukan penelitiannya di PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil
Bandung, hasil penelitian manajemen risiko berpengaruh terhadap pengelolaan risiko kredit, yaitu penerapan manajemen risiko pada PT. Bank Rakyat Indonesia telah sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum yang mulai berlaku sejak 1 juli 2009. Hal ini didukung oleh beberapa prosedur, kebijakan, strategi yang telah disusun oleh PT. Bank Rakyat Indonesia yang juga disesuaikan dengan lingkup usahanya. Disetiap pelaksanaan kegiatan usaha bank, bagian manajemen risiko harus menunjukan fungsinya untuk mengendalikan atau memperkecil kemungkinan suatu risiko itu akan terjadi. Khususnya terhadap pengaruh manajemen risiko terhadap pengelolaan risiko kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Bandung telah menunjukan bahwa manajemen risiko mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan risiko kredit. Peneliti sekarang memiliki kesamaan dengan peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Nurbaiti (2011). Terdapat perbedaan objek (bank) dan waktu penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Nurbaiti (2011), maka dari itu peneliti memiliki motivasi untuk meyakinkan lebih dalam tentang pengaruh pengelolaan risiko terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah dengan waktu dan objek yang berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor cabang Bandung.
KREDIT LANCAR/KREDIT MACET
BANK
NASABAH
PENGELOLAAN RISIKO
PEMBERIAN KREDIT
Peraturan Bank Indonesia PENGELOLAAN Nomor 11/25/PBI/2009 mengenai penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum, dan UU No10 th. 1998 mengenai Bank Umum
PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT: Character (watak kepribadian), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Condition of economy (kondisi ekonomi), Collateral ( jaminan atau agunan) PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT : Permohonan kredit, Penyidikan dan analisis kredit, Persetujuan permohonan kredit, Penolakan permohonan kredit, Keputusan atas permohonan kredit, Pencairan fasilitas kredit
COSO 2004, yaitu : 1. Penilaian Risiko 2. Respons Risiko 3. Kegiatan Pengendalian
EFEKTIVITAS
Hipotesis : H1 “Pengelolaan risiko berpengaruh terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah”
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran 2.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat diambil dalam
penelitian ini adalah :
Ho : Pengelolaan risiko tidak berpengaruh terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah H1 : Pengelolaan risiko berpengaruh terhadap efektivitas pemberian kredit usaha mikro, kecil dan menengah.