BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN JAMINAN BANK A. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari kata Romawi, Credere, artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya Vertrouwen, dalam bahasa Inggris istilahnya Believe atau trust or confidence artinya sama yaitu percaya. Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia. Orang tidak dapat hidup dalam pergaulan bila tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Percaya adalah apa yang dikatakan benar, apa yang dijanjikan ditepati, tidak pernah ingkar dan tidak berkhianat atas kewajiban atau tugas yang dipikulkan kepadanya. 9 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satau pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. 10 Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-
9
Sutarno, op.cit, hal. 92. Hermansyah, Hukum perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 57.
10
Universitas Sumatera Utara
mata utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Berkaitan dengan pengertian kredit di atas, menurut Ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: (a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 11 Dengan memperhatikan seluruh pengertian kredit yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipahami pengertian peminjam dalam kerangka perkreditan. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh penyediaan dana dari bank, termasuk: 12 a. Debitur, untuk penyediaan dana berupa kredit. b. Penerbit surat berharga, pihak yang menjual surat berharga, manajer investasi kontrak investasi kolektif, dan atau reference entity, untuk penyediaan dana berupa surat berharga. c. Pihak yang mengalihkan risiko kredit (protection buyer) dan atau reference entity, untuk penyediaan dana berupa derivatif kredit (credit derivatives). d. Pemohon (applicant), untuk penyediaan dana berupa jaminan (guarantee), letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau instrument serupa lainnya. e. Pihak tempat bank melakukan penyertaan modal (investee), untuk penyediaan dana berupa penyertaan modal. f. Bank atau debitur, untuk penyediaan dana berupa tagihan akseptasi. g. Pihak lawan transaski (counterparty), untuk penyediaan dana berupa penempatan dan transaksi derivatif. h. Pihak lain yang wajib melunasi tagihan kepada bank. Dalam lingkup kredit yang berhubungan dengan jual beli surat berharga dan kegiatan pendukungnya seperti tergambarkan di atas, nyata bahwa pihak yang terkait di dalamnya tidak terbatas hanya pada pihak debitur atau kreditur. Banyak pihak dan lembaga tertentu yang juga sangat terkait di dalam kegiatan tersebut, 11
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang “Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum”, Pasal 1 angka 5. 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang “Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum”, Pasal 1 angka 18.
Universitas Sumatera Utara
seperti lembaga penjamin, lembaga penilai, lembaga asuransi, dan bahkan lembaga yang sama sekali tidak secara langsung berhubungan dengan keuangan, seperti notaris/pejabat pembuat akta tanah, kantor pertanahan, kantor pendaftaran fidusia, dan lembaga lainnya. Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut, berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit. Kredit pada masa awal perkembangannya adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam yang bermula karena adanya kedekatan hubungan pribadi sehingga menumbuhkan kepercayaan di antara mereka, yaitu si pemberi pinjaman percaya kepada si peminjam akan mengembalikan pinjamannya (baik dengan disertai bunga ataupun tidak disertai bunga) pada saat yang telah dijanjikan. Dengan dasar adanya kepercayaan tersebut maka kegiatan pinjam-meminjam berlangsung. Adapun istilah yang dipakai untuk penamaan kegiatan tersebut secara umum, yaitu kredit. Berdasarkan pengertian kredit seperti yang tersebut di atas maka Thomas Suyatno dalam buku Hermansyah, mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas: 13 1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada
13
Ibid,Thomas Suyatno Dalam Buku Hermansyah, hal. 58-59.
Universitas Sumatera Utara
masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima di masa mendatang. 3. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobosa masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit. 4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan. Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong dengan tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan
pada
usahanya
atau
mendapatkan
pemenuhan
atas
kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara materiil, dia harus
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang lebih baik. Maksudnya, baik pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan dan masyarakat pun atau Negara mengalami suatu pertambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi: 14 a. Meningkatkan daya guna uang; b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; c. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang; d. Salah satu alat stabilitas ekonomi; e. Meningkatkan kegairahan berusaha; f. Meningkatkan pemerataan pendapatan; dan g. Meningkatkan hubungan internasional. Kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat sangat beragam jenisnya, jenis perbankan dapat dibedakan dengan mengacu pada kriteria tertentu. Pengklasifikasian jenis-jenis kredit tersebut bermula dari klasifikasi yang 14
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cet VI, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 423-424.
Universitas Sumatera Utara
dijalankan oleh perbankan dalam rangka mengontrol portofolio kredit secara efektif. Dari kegiatan pengklasifikasian tersebut maka saat ini dikenal jenis-jenis kredit yang didasarkan pada: 15 1. Jenis Kredit Menurut Penggunaannya a. Kredit investasi, yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek, atau pendirian proyek baru. Adapun jangka waktunya dapat berjangka waktu menengah atau panjang. Di Indonesia jenis kredit investasi ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan dimulainya Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah. b. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari. c. Kredit konsumsi, yaitu kredit perorangan untuk tujuan non bisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan
15
Ibid, hal. 424-438.
Universitas Sumatera Utara
a. Kredit perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh bank milik Negara dan bank swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kepada indvidu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup, baik yang berupa barang maupun jasa. b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang ada dan beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. c. Kredit langsung, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya, Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina, atau kepada pihak ketiga lainnya. d. Kredit (pinjaman antarbank), yaitu kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman model ini merupakan sarana yang paling gampang dilakukan oleh bank yang memerlukan tambahan dana, baik dalam keadaan darurat maupun dalam keadaan biasa dalam arti sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar kembali. 3. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu
Universitas Sumatera Utara
a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembelian, dan kredit wesel. Juga, dapat berbentuk kredit modal kerja. b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya, yaitu kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru. 4. Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha a. Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar dari pada pengusaha kecil. c. Kredit besar, yaitu kredit yang pemberiannya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini, bank dengan melihat risiko yang besar pula biasanya memberikannya secara kredit sindikasi ataupun konsorsium. Hal ini dilakukan guna menekan risiko serta dana yang tersedia dapat disebar tidak hanya pada satu perusahaan
Universitas Sumatera Utara
sehingga pemberian kredit yang besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (co financing/joint financing). 5. Jenis Kredit Menurut Jaminannya a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan), yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transasksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. b. Kredit dengan jaminan (secured loan), yaitu kredit yang diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitur, juga disandarkan pada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan, misalnya, berupa tanah, bangunan, alat-alat produksi, dan sebagainya. Agunan sebagai jaminan tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kreditur. Apabila debitur wanprestasi, bank segera
dapat
menerima
pelunasan
utangnya
melalui
cara
pelelangan atas agunan tersebut. B. Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah Dalam literatur hukum perbankan (Banking Law) dikemukakan, bahwa The relationship between a banker and his customer is also one of contract. It consists of a general contract and special contracts (such as giving advice on investment to the customer) and other duties, e.g. the banker duty of secry. Dari
Universitas Sumatera Utara
pendapat di atas dapat dilihat, bahwa hubungan antara bank dengan nasabah adalah suatu perjanjian (kontrak) yang berarti para pihak dalam hal ini bank dan nasabah debitur mempunyai hak dan kewajiban. 16 Hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur memberikan pemahaman bahwa bank merupakan lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, hubungan tersebut dimaknai sebagai hubungan nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dan nasabah yang bersangkutan. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil. Juga dapat berupa pembiayaan kredit kepemilikan rumah, dan lain-lain. Pada aspek ini, momentum yuridis yang melatarbelakangi hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah asas konsensualisme, yang tercermin dalam Pasal 1320 angka 1 KUHPerdata, bahwa kata sepakat merupakan salah satu syarat subjektif untuk melahirkan perjanjian, sedangkan uang atau yang dipersamakan dengan itu merupakan objek perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum dan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1320 angka 4 jo Pasal 1337 KUHPerdata. 17 Dalam kaitannya dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank, maka akan terlihat adanya dua sisi tanggung jawab, yakni kewajiban yang terletak pada bank itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah sebagai akibat hubungan 16
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung:Cv. Mandar Maju, 2000), hlm. 60. Lukman Santoso Az, Hak dan Kewajiban hukum nasabah bank, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2011),hlm. 59-60. 17
Universitas Sumatera Utara
hukum dengan bank. Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam bentuk prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi oleh bank dan nasabah adalah prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian antara bank dan nasabah terhadap produk perbankan, seperti tabungan dan deposito. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa hubungan antara bank dan nasabah diatur dalam hukum perjanjian. Ini berarti, para pihak dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan nasabah baik perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan, baik yang berasal dari Undang-undang maupun perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak ini erat kaitannya dengan masalah tanggung jawab. Mereka bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yang telah dibuat. Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Pada dasarnya hak bersumber dari tiga hal yaitu: 18 1. Dari kodrat manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki sejumlah hak sebagai manusia dan untuk mempertahankan kemanusiaannya, misalnya hak untuk hidup, kebebasan, dan sebagainya. Hak inilah yang disebut hak asasi.
18
Ibid, hal. 89-90
Universitas Sumatera Utara
2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum atau yuridis. Misalnya, hak untuk memberikan suara dalam pemilu, hak warga negara, dan sebagainya. 3. Hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang lain atau badan hukum melalui perjanjian (kontrak). Misalnya, sewamenyewa, atau pinjam-meminjam, dan sebagainya. Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab untuk menebus (mengganti) terhadap apa yang telah dilakukan yang menimbulkan kerugian berdasarkan apa yang telah diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan. Kelanggengan
dari
usaha
perbankan
sangat
bergantung
kepada
kepercayaan yang diberikan oleh nasabah kepada bank. Oleh karena itu, bank harus menaruh kepedulian dengan kepercayaan yang diberikan oleh nasabah, dan melaksanakan berbagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan tersebut. Peningkatan kepercayaan nasabah terhadap bank, erat pula kaitannya dengan perlindungan hukum yang dapat diberikan bank kepada nasabahnya. Undang-undang Perbankan tidak memberikan perlindungan dalam bentuk kerahasiaan bank bagi nasabah. Yang dicakup dalam ketentuan rahasia bank hanya yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. 19
19
Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah,(Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm. 59-60.
Universitas Sumatera Utara
C. Perjanjian Kredit Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berjudul “Tentang Perikatan”. Dalam Buku Ketiga tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian terdapat dalam Bab Kedua. Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan. Selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang-undang. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 20 Selanjutnya dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 (empat) syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu: 21 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan sejak saat itu pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan.
20 21
R Subekti dan R Tjitrosudibio, loc.cit, hal. 338. Ibid, hal. 339.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, Kitab UndangUndang Hukum Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai berikut: 22 a. Teori Kehendak (wilstheorie) Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi ketika para pihak
menyatakan
kehendaknya
untuk
mengadakan
suatu
perjanjian. b. Teori kepercayaan (vetrouwemstheorie) Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak lainnya. c. Teori ucapan (uitingstheorie) Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Jika dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya. d. Teori pengiriman (verzendingstheorie) Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah
22
Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm. 37-38.
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel (cap) oleh kantor pos. e. Teori penerimaan (ontvangstheorie) Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur. f. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori pengetahuan lebih luas dari teori penerimaan,
karena
dalam
teori
ini
memandang
kreditur
mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan. Setelah mengetahui waktu terjadinya kata sepakat, maka sebagaimana telah diketahui dengan kata sepakat, berakibat perjanjian itu mengikat dan dapat dilaksanakan. Namun dengan demikian untuk sahnya kata sepakat harus dilihat dari proses terbentuknya kehendak yang dimaksud. Dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditetapkan, kata sepakat dianggap tidak sah karena proses terbentuknya dipengaruhi oleh suatu keadaan yang membuat pelaku perjanjian itu tidak memberikan
Universitas Sumatera Utara
kehendak yang sesungguhnya. Keadaan yang dimaksud adalah karena adanya kekhilafan, paksaan atau penipuan. Pengaruh keadaan yang demikian, membuat pelaku perjanjian tidak dapat berbuat sewenang-wenang. Tidak dapat memberikan kehendak
yang
sesungguhnya,
maka
apabila
para
pihak
mengetahuinya, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan
perjanjian
tanpa
meminta
pembatalan
kepada
pengadilan, perjanjian itu dipandang tetap sah dan mengikat kedua belah pihak. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Kecakapan adalah kemampuan untuk membuat suatu perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapasiapa saja yang tidak cakap membuat hal tersebut. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan, bahwa orang-orang yang tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: 23 - orang-orang yang belum dewasa; - mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; - orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Siapa saja yang termasuk orang-orang yang belum dewasa, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri tidak memberikan perincian. Karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu
23
R Subekti dan R Tjitrosudibio, op.cit, hal. 341.
Universitas Sumatera Utara
melihat beberapa ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman, yaitu: -
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan, bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
-
Pasal 6 ayat (2) Undang_undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menyebutkan,
bahwa
untuk
melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Dari kedua ketentuan di atas dapat disimpulkan, bahwa orang yang berumur 21 tahun ke atas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin. Kemudian mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan, 24 setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah
pengampuan,
pun
jika
ia
kadang-kadang
cakap
mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur orang perempuan tidak cakap melakukan perjanjian, hal ini merupakan suatu peraturan yang ketinggalan zaman. Dalam perkembangan
24
Ibid, hal. 136.
Universitas Sumatera Utara
hukum, wanita telah sama kedudukannya dengan kaum pria. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menetapkan, bahwa suami maupun isteri berhak melakukan perbuatan hukum. Negara kita juga telah meratifikasi konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Women). Jadi sekarang wanita dewasa cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu; Syarat yang ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu, di sini yang dibicarakan obyek perjanjian harus tertentu. Pasal 1333 Kitab UndangUndang Hukum Perdata member petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Ketentuan tersebut menunjukkan, dalam perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik jika A meminjamkan uang kepada B, harus jelas berapa jumlah uang yang dipinjamkan dan harus jelas kapan dikembalikan uang tersebut. Perjanjian yang demikan tidak sulit untuk dilaksanakan. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini, akan berakibat batal demi hukum. Perjanjiannya dianggap tidak pernah ada (terjadi). 4. Suatu sebab yang halal.
Universitas Sumatera Utara
Dalam membicarakan sebab yang halal, di sini melihat tujuannnya, untuk apa suatu perjanjian itu diadakan. Tujuan merupakan sebab adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus yang halal. Melihat ketentuan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di dalamnya terdapat adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, atau perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Pasal tersebut menggambarkan apa yang disebut sebab yang tidak halal. Perjanjian tanpa sebab, apabila perjanjian itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Misalnya A mengadakan perjanjian dengan B untuk melukis wajah A, padahal B bukan pelukis dan menggambarpun tidak bisa. Perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai dalam perjanjian itu. Suatu sebab disebut terlarang, apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal, akibatnya perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Untuk menyatakan demikian, diperlukan formalitas tertentu, yaitu dengan putusan pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah memahami perjanjian pada umumnya yang diuraikan secara global seperti diatas, maka dapat diperoleh materi tentang perjanjian yang pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur, maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Dalam praktik perbankan, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Akan tetapi, ada hal-hal yang tetap harus dipedomani, yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus pula harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu, guna mencegah adanya kebatalan dari perjanjian yang dibuat (invalidity) sehingga pada saat dilakukannya perbuatan hukum, (perjanjian) tersebut jangan sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang “Perbankan”, tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Hanya saja dari pengertian kredit sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan
Universitas Sumatera Utara
dapat disimpulkan, dasar hukum pemberian kredit adalah perjanjian. 25 Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan, bahwa pinjammeminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 26 Selanjutnya dalam Pasal 1765 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikemukakan, diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. 27 Dari pengertian di atas, terlihat bahwa unsur-unsur pinjam-meminjam adalah: a. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman; b. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman; c. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama; dan d. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan pihak lain (nasabah). Dengan demikian perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya terdapat kekhususan di mana pihak kreditur selaku bank dan obyek perjanjian berupa uang. Menurut pandangan Prof. DR. Mariam Darus Badrulzaman, SH, perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan
25
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Cet III, (Bandung: Cv. Mandar Maju, 2012), hlm. 191. 26 R Subekti dan R Tjitrosudibio, op.cit, hal. 451. 27 Ibid, hal. 453.
Universitas Sumatera Utara
(voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubunganhubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual (pacta de contrahendo) obligatoir. 28 Karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai peraturan umumnya, dan Undang-Undang Perbankan beserta peraturan pelaksanaannya sebagai peraturan khususnya. Seperti yang dikemukakan di atas, setiap kredit yang telah disepakati harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan formatnya diserahkan
oleh
Bank
Indonesia
kepada
masing-masing
bank
untuk
menetapkannya, namun sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank; b. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud. Susunan sebuah perjanjian kredit bank pada umumnya meliputi: a. Judul Dalam dunia perbankan masih belum terdapat kesepakatan tentang judul atau penamaan perjanjian kredit bank ini. Ada yang menamakan dengan perjanjian kredit, surat pengakuan utang, persetujuan pinjam 28
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank¸(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
uang, dan lain-lain. Judul di sini berfungsi sebagai nama dari perjanjian yang dibuat tersebut, setidaknya kita akan mengetahui bahwa akta atau surat itu merupakan perjanjian kredit bank. b. Komparisi Sebelum memasuki substantive perjanjian kredit bank, terlebih dahulu diawali dengan kalimat komparisi yang berisikan identitas, dasar hukum, dan kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank. Di sini menjelaskan sejelasnya tentang identitas, dasar hukum, dan kedudukan subjek hukum perjanjian kredit bank. Sebuah perjanjian kredit bank akan dianggap sah apabila ditandatangani oleh subjek hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum yang demikian itu. c. Substantif Sebuah perjanjian kredit bank berisikan klausula-klausula yang merupakan ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat maksimum kredit, bunga dan denda, jang waktu kredit, cara pembayaran kembali kredit, agunan kredit, opeinsbaar clause, dan pilihan hukum. Perjanjian kredit yang baik, seyogianya sekurang-kurangnya harus memuat klausula-klausula sebagai berikut: a. Klausula-klausula tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik;
Universitas Sumatera Utara
b. Klausula-klausula tentang bunga, commitment fee, dan denda kelebihan tarik; c. Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan rekening pinjaman nasabah debitur; d. Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang berisi pernyataan-pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut; e. Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang syaratsyarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah debitur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut; f. Klausula tentang agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan; g. Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan; h. Klausula tentang affirmative covenants, yaitu klausula yang berisi janji-janji nasabah debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit masih berlaku;
Universitas Sumatera Utara
i. Klausula tentang negative convenants, yaitu klausula yang berisi janijanji nasabah debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku; j. Klausula tentang financial convenants, yaitu klausula yang berisi nasabah debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu; k. Klausula tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit; l. Klausula tentang events of default, yaitu klausula yang menentukan suatu
peristiwa
atau
peristiwa-peristiwa
yang
apabila
terjadi
memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding kredit; m. Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang mengatur mengenai penyelesaian perbedaan pendapat atau perselisihan di antara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hoc atau badan arbitrase institusional; n. Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions atau boilerplate provisions, yaitu klausula-klausula yang berisi syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula lain, yang termasuk di dalam klausulaklausula ini adalah klausula yang disebut Pasal Tambahan, yaitu klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tambahan
Universitas Sumatera Utara
yang belum diatur di dalam pasal-pasal lain atau berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan khsusus yang dimaksudkan sebagai syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang, syarat-syarat dan ketentuam-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku. Menurut Ch. Gatot Wardoyo ada beberapa klausula yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu: 29 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause) Klausula ini menyangkut: a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai; b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut; c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur. 2. Klausula mengenai maksimum kredit (annount clause) Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu: a. Merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;
29
Ch. Gatot Wardoyo Dalam Buku Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Cet I, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm. 270-272.
Universitas Sumatera Utara
b. Merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman; c. Merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; d. Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft). 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu: a. Merupakan batas waktu bagi bank kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sesudah dilewatinya jangka waktu ini sehingga menimbulkan hak tagih/pengembalian kredit dari nasabah; b. Merupakan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguranteguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya; c. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan tinjauan atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali. 4. Klausula mengenai bunga pinjaman (interest clause) Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk:
Universitas Sumatera Utara
a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan bank baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut; b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6% per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis. 5. Klausula mengenai barang agunan kredit Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain. 6. Klausula asuransi (insurance clause) Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya. 7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause) Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. 8. Tigger clause atau opeisbaar clause
Universitas Sumatera Utara
Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda (penalty clausul) Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya. 10. Expence Clause Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah dan meliputi antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit. 11. Debet Auto Rization Clause Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur. 12. Representation and Warranties/Material Adverse Change Clause Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 13. Klausula ketaatan pada ketentuan bank Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. 14. Miscellaneous/Boiler Plate Provision Pasal-pasal tambahan.
Universitas Sumatera Utara
15. Dispure Settlement (Alternatif Dispute Resolution) Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur bila terjadi. 16. Pasal-pasal penutup Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam sebuah perjanjian kredit bank minimal seyogianya memuat klausula-klausula yang berhubungan dengan: 30 1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, di antaranya tentang jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik; 2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit, di antaranya bea materai, provisi/commitment fee dan denda kelebihan tarik; 3. Kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan/atau rekening kredit penerima kredit untuk bunga denda kelebihan tarik dan bunga tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban penerima kredit;
30
Ibid, hal. 273.
Universitas Sumatera Utara
4. Representation dan warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit atas pembebanan
segala harta kekayaan penerima kredit menjadi
jaminan guna pelunasan kredit; 5. Conditions precedent, yaitu tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit untuk pertama kalinya; 6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan; 7. Affirmative dan negative covenants, yaitu kewajiban-kewajiban dan pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakunya perjanjian kredit; 8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan kredit; 9. Events of default wanprestasi/cidera janji/trigger clausel opeisbaar clause, yaitu tindakan-tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul; 10. Pilihan domisili/forum/hukum apabila terjadi pertikaian di dalam penyelesaian kredit antara bank dan nasabah penerima kredit; 11. Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit sejak penandatanganan perjanjian kredit. Di samping perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok dalam setiap transaksi kredit, maka terdapat juga dokumen-dokumen lain yang
Universitas Sumatera Utara
menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut. Dokumendokumen tersebut antara lain: 31 1. Dokumen Pendahuluan Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut dengan “Dokumen Pendahuluan” dan biasanya berisikan data finansial atau garis besar data tentang terms dan conditions dari perjanjian kredit yang akan ditandatangani kelak. Dokumen pendahuluan ini sangat bersifat administratif dan biasanya hanya merupakan gentlemen deal saja. Perlu diperhatikan bahwa agar tidak menimbulkan dualisme penafsiran dari perjanjian kredit nantinya, terutama jika ada kontradiksi antara dokumentasi pendahuluan dengan perjanjian kredit, maka diperlukan adanya suatu pernyataan dalam perjanjian kredit bahwa dengan ditandatangani perjanjian kredit tersebut, maka perjanjian kredit yang bersangkutan
mempunyai
kedudukan
yang
lebih
tinggi
dan
menggantikan kedudukan seluruh dokumen pendahuluan tersebut. 2. Dokumen Jaminan Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit yang dapat disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis by the operation of law (demi hukum) dianggap sebagai dokumen yang “assessoir”. Artinya, perjanjian jaminan tersebut 31
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet II, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 52-55.
Universitas Sumatera Utara
merupakan “buntut” dari perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit tersebut karena alasan apa pun batal atau tidak berlaku secara hukum, maka perjanjian jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Beberapa dokumen jaminan yang selalu dipraktekkan sehari-hari adalah: a. Hipotek (Akta Hipotek, Sertifikat Hipotek atau Kuasa Memasang Hipotek), atau Akta Pembebanan Hak Tanggungan. b. Akta Fidusia c. Kuasa Menjual d. Cessie Tagihan (Assignment of Receivable) e. Cessie Bayaran Asuransi (Assignment of Insurance Proceeds) f. Kuasa Memblokir Deposito g. Kuasa Mencairkan Deposito h. Akta Gadai/Fidusia Saham i. Perjanjian Menanggung Biaya (Cost Overrun) j. Akta Jaminan Pribadi k. Akta Jaminan Perusahaan l. Akta Pinjaman Subordinasi m. Akta Bagi Hasil Jaminan (Security Sharing) n. Berbagai macam Surat Kesanggupan (Undertaking) 3. Dokumen Legalitas
Universitas Sumatera Utara
Dokumen legalitas yaitu merupakan dokumen-dokumen pengaman yang biasanya non-notarial, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan pelaksanaannya nanti. Jadi, sejauh mungkin dipastikan bahwa tidak ada hukum atau ketentuan dalam Anggaran Dasar (debitur dan kreditur) yang dilanggar. Termasuk ke dalam dokumen legalitas ini antara lain tetapi tidak terbatas pada: a. Pendapat dari Konsultan Hukum (untuk kreditur dan debitur). b. Persetujuan Komisaris, terhadap tindakan perseroan yang menurut anggaran dasarnya memerlukan persetujuan notaris. c. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terhadap tindakan-tindakan
perseroan
yang
oleh
anggaran
dasarnya
disyaratkan RUPS. d. Persetujuan
suami/istri,
terhadap
tindakan-tindakan
yang
melibatkan harta suami/istrinya. e. Surat-surat Kuasa untuk mengesahkan otoritas seseorang/badan hukum. Kecuali Kuasa yang dimaksudkan sebagai jaminan hutang, seperti kuasa menjual. Untuk jenis kuasa yang terakhir ini digolongkan ke dalam bagian dari dokumentasi jaminan. 4. Dokumen Instrumentalia Beberapa dokumen yang dibuat dalam hubungan dengan perjanjian kredit hanya bersifat instrumental saja. Karena itu, layaknya disebut “Dokumen Instrumental”. Umumnya instrumental dalam hubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan pencairan pinjaman oleh kreditur atau penagihan/pembayaran kembali pinjaman oleh debitur. Yang termasuk ke dalam dokumendokumen instrumentalia ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut: a. Pengakuan Utang Murni, b. Pemberitahuan Penarikan (Notice of Drawdown), c.
Promes (Promissory Note),
d. Surat Aksep. Demikianlah dokumen-dokumen yang selalu ditemukan dalam suatu pemberian kredit bank. Namun demikian, tidak semua dokumen seperti di atas digunakan sekaligus dalam suatu transaksi kredit. Setiap dokumen yang diperlukan sangat bergantung kepada kebutuhan masing-masing pihak dalam praktek, yang memang ternyata banyak variasinya. Dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama-nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu. Ini berarti perjanjian kredit yang merupakan perjanjian tidak dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karenanya Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit
Universitas Sumatera Utara
bank. Pada umumnya, perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal sebagai berikut: 32 1. Pembayaran Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus (opelbaarheid clause). 2.
Subrogasi (subrogatie) Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga
kepada
pihak
berpiutang
(kreditur),
sehingga
terjadi
penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur lama oleh kreditur baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi, maka segala kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh kreditur lama beralih kepada pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang. Subrogasi berdasarkan perjanjian dan subrogasi demi undang-undang,
32
Rachmadi Usman, op.cit,hal. 279-280.
Universitas Sumatera Utara
diatur lebih lanjut dalam pasal 1401 dan pasal 1402 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. 3. Pembaharuan utang (novasi) Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan utang baru maka terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut “novasi objektif”. Di sini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subjeknya), maka jika diganti debiturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subjektif pasif”. Jika yang diganti itu krediturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini, utang lama sudah lenyap. Pada umumnya pembaharuan utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah dengan mengganti atau memperbaharui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit bank yang baru. Dengan terjadinya penggantian atau pembaharuan perjanjian kredit, otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga cara untuk melakukan novasi, yaitu: -
dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya;
Universitas Sumatera Utara
-
dengan cara expromissie, yakni mengganti debitur lama dengan debitur baru;
-
mengganti debitur lama dengan debitur baru sebagai akibat suatu perjanjian baru yang diadakan.
4. Perjumpaan utang (kompensasi) Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, di mana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut. Dasar kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utangpiutang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi
demikan
ini
dijalankan
oleh
bank
dengan
cara
mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut. D. Jaminan Kredit Bank Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit
Universitas Sumatera Utara
oleh debitur (peminjam). Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, pengikatan jaminan, lembaga jaminan, eksekusi, dan penjualan jaminan, penanggungan utang, dan lainnya sepenuhnya wajib dan seharusnya dipatuhi bank dalam rangka kegiatan pemberian kreditnya. Bank sebagai badan usaha yang wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati-hatian tidak terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya. Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan. 33 Banyak hal mengenai jaminan kredit yang dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum jaminan. Salah satu contoh adalah tentang penerapan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang kedudukan harta seseorang yang berutang untuk menjamin utangnya. Bank sebagai pemberi kredit hendaknya sepenuhnya memahami dan mematuhi ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tersebut untuk mengamankan kepentingannya sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seharusnya dipatuhi pada waktu bank melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit 33
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 70.
Universitas Sumatera Utara
bermasalah debitur. Pada waktu melakukan penilaian calon debitur yang mengajukan permohonan kepadanya, bank seharusnya berdasarkan kepada ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat menyakini harta yang dimiliki oleh calon debitur untuk menjamin pelunasan kredit di kemudian hari. Harta calon debitur adalah semua hartanya yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, sepenuhnya merupakan jaminan atas kredit yang bersangkutan. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, jaminan atas kredit yang diterima debitur tidak terbatas pada harta debitur yang telah dikuasai bank atau yang diikat melalui sesuatu lembaga jaminan. Semua harta debitur adalah jaminan atas kredit yang diterimanya dari bank, dan dalam praktik perbankan mengenai harta debitur sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut sering dicantumkan dalam ketentuan perjanjian kredit. Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam rangka pemberian kredit yang dilakukannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan perekonomian saat ini penerapan hukum jaminan lebih banyak ditemukan dalam kegiatan pemberiam kredit perbankan. 1. Pengertian Dan Kegunaannya Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata, “jamin” yang berarti, “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Menurut Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal
Universitas Sumatera Utara
28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. 34 Kata “jaminan” dalam peraturan perundang-undangan dapat ditemukan pada Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan di atas dapat diketahui, bahwa jaminan erat hubungannya dengan masalah utang. Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan utang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasi. Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur, karena perjanjian utang-piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi utang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku, yaitu barang jaminan dijual lelang dan hasilnya untuk melunasi utang, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan tidak selalu milik debitur, tetapi undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan utang debitur. 34
Abdul R. Saliman, Dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: PRENADA MEDIA, 2005), hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian di atas dapat diberikan pengertian, bahwa jaminan kredit adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, di mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur. 35 Kegunaan jaminan kredit adalah untuk: a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian; b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha
atau
proyeknya
dengan
merugikan
diri
sendiri
atau
perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil; c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memnuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. 36
35 36
Gatot Supramono, op.cit, hal. 56. Rachmadi Usman, op.cit, hal. 286.
Universitas Sumatera Utara
Subekti menyatakan bahwa karena lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik (ideal) adalah: 37 a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya; b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencair kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya; c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila diperlukan dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima (pengambil) kredit. 2. Fungsi Jaminan Kredit Bank Adanya persyaratan yang mewajibkan (calon) debitur untuk menyerahkan (memberikan) jaminan kredit, maka hal tersebut lebih berkaitan dengan beberapa fungsinya. Mengenai fungsi jaminan kredit baik ditinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitur dapat dikemukakan lebih lanjut sebagai berikut: 38 a. Jaminan Kredit sebagai Pengamanan Pelunasan Kredit Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian 37 38
yang
menunjukkan
jumlah
yang
relatif
besar
akan
Ibid Subekti Dalam Buku Rachmadi Usman, hal. 286. M. Bahsan, op.cit, hal. 103-106
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai jaminan kredit, untuk pengamanannya dapat ditemukan baik pada tahap analisis kredit maupun melalui penerapan ketentuan hukum. Keterkaitan jaminan
kredit dengan pengamanan kredit dapat
disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sehingga merupakan upaya lain atau alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur ingkar janji kepada bank. Bila di kemudian hari debitur ingkar janji, yaitu tidak melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit macet. Cara pencairan jaminan kredit tersebut wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara pencairan jaminan kredit terkait dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitur untuk bekerja sama dengan bank, bentuk dan jenis jaminan kredit,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan bank untuk menangani pencairan jaminan kredit, dan sebagainya. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan danannya kepada debitur yang sering dikatakan mengandung resiko. Dengan adanya jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat debitur ingkar janji. b.
Jaminan Kredit sebagai Pendorong Motivasi Debitur Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang
dilakukan oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank. Umumnya sesuai dengan ketentuan peraturan intern masing-masing bank, nilai jaminan kredit yang diserahkan debitur kepada bank lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diberikan bank kepada debitur yang bersangkutan. Hal ini memberikan motivasi kepada debitur untuk
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usahanya secara baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya. Tidak dapat dipungkiri siapa pun juga pasti tidak ingin kehilangan harta (assetnya) karena merupakan sesuatu yang dibutuhkan, mempunyai nila-nilai tertentu, atau disayangi. c. Fungsi yang terkait dengan Pelaksanaan Ketentuan Perbankan Selain fungsi jaminan kredit sebagaimana dikemukakan di atas, penguasaan dan pengikatan jaminan kredit secara sempurna terkait pula dengan ketentuan lainnya di bidang perbankan. Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, misalnya dapat diperlihatkan dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penilaian agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA, persyaratan agunan untuk restrukturisasi kredit yang dilakukan dengan cara pemberian tambahan fasilitas kredit, penilaian terhadap jaminan kredit dalam rangka manajemen resiko kredit, dan sebagainya. Peraturan Bank Indonesia NO. 7/2/PBI/2005 beserta perubahannya sebagaimana yang telah diuraikan di atas mengatur dalam sebagian ketentuannya tentang agunan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA, yaitu mengenai besarnya persentase nilai agunan sebagai faktor pengurang dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi masing-masing jenis agunan yang dijadikan faktor pengurang. Ketentuan Peraturan Bank Indonesia tersebut menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
adanya fungsi dari jaminan kredit dalam pembentukan PPA yang dikaitkan dengan kualitas kreditnya. Keterkaitan dengan ketentuan-ketentuan dari berbagai peraturan perundang-undangan tentang perbankan seperti yang tersebut di atas merupakan fungsi lain dari jaminan kredit dan mendukung keharusan penilaian jamian kredit secara lengkap oleh bank sehingga akan merupakan jaminan yang layak dan berharga. 3. Penggolongan Jaminan Kredit Bank Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya, kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya adalah sebagai berikut: a. Jaminan lahir karena Undang-Undang dan lahir karena Perjanjian Jaminan karena Undang-Undang adalah jaminan yang adanya karena ditentukan oleh Undang-Undang sehingga tidak perlu ada perjanjian antara kreditur dan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari UndangUndang ini ialah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum perdata yang menentukan bahwa semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh utangnya. Artinya bila debitur berutang kepada kreditur maka seluruh harta kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan bahwa seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan atas utang debitur berlaku bagi seluruh krediturnya. Artinya, setiap kreditur yang memberikan pinjaman/utang kepada debitur maka secara otomatis seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan. Misalnya Bank BTN memberikan kredit kepada PT A dan Bank BNI juga memberikan utang kepada PT A, maka seluruh harta kekayaan debitur PT A secara otomatis (karena ketentuan Undang-Undang) menjadi jaminan utangnya kepada Bank BTN dan kepada Bank BNI. Antara kreditur Bank BTN dan Bank BNI tersebut mempunyai kedudukan dan hak yang sama terhadap seluruh harta kekayaan debitur, tidak ada yang didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. Dalam hukum kreditur yang mempunyai kedudukan yang sama disebut sebagai kreditur konkuren. Jika terjadi eksekusi terhadap seluruh harta kekayaan debitur maka hasilnya penjulan/eksekusi harus dibagi antara kreditur Bank BTN dan Bank BNI secara seimbang dengan besar jumlah piutang masingmasing (1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). 39 Perjanjian yang lahir karena ditentukan Undang-Undang ini akan menimbulkan jaminan umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh utang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para kreditur mempunyai kedudukan konkuren yang secara bersama-sama
39
Sutarno, op.cit, hal. 145.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh Undaing-Undang (1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). 40 Jaminan lahir karena perjanjian adalah jaminan yang ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Contohnya Bank BTN memberikan kredit kepada debitur dengan jaminan berupa tanah berikut rumahnya di lokasi tertentu. Tanah berikut rumah yang ditunjuk khusus menjadi jaminan tersebut ada karena di perjanjikan terlebih dahulu antara
kreditur
dan
debitur.
Jaminan
dalam
bentuk
hak
tanggungan/hipotik, fidusia,gadai tergolong jaminan karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. 41 b. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus Jaminan umum adalah jaminan dari pihak debitur yang terjadi by the operation of law dan merupakan mandatory rule yang artinya yaitu setiap barang bergerak maupun tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kreditur,
42
dasar hukumnya adalah Pasal 1131 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, apabila seorang debitur dalam keadaan wanprestasi, maka lewat kewajiban jaminan umum ini kreditur dapat meminta kepada pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitur kecuali jika atas harta tersebut ada hak-hak lain yang bersifat preferensial. Sebenarnya, ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran utang-utang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk 40
Ibid, hal. 145. Ibid, hal. 145. 42 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 8. 41
Universitas Sumatera Utara
benda khusus dari si debitur. Namun, pada kenyataannya, pihak kreditur umumnya tidak puas dengan jaminan umum yang didasari atas Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, dengan alasan: 43 1. Benda tidak khusus, dalam konteks ini, Pasal tersebut tidak merujuk pada suatu barang khusus tertentu, tetapi merujuk pada semua barang milik debitur. 2. Benda tidak diblokir, jika dibuat jaminan utang khusus (yang bersifat kebendaan), dapat ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali dengan seizin pihak kreditur. Tindakan ini tidak dapat dilakukan atas jaminan umum yang berdasarkan Pasal tersebut. 3. Jaminan tidak mengikuti benda, setelah dibuat jaminan utang yang khusus (yang bersifat kebendaan), apabila benda objek jaminan utang dialihkan kepada pihak lain oleh debitur, maka hak kreditur tetap melekat pada benda tersebut, tanpa melihat di tangan siapa benda tersebut berada. Sifat pelekatan kepada benda ini tidak dimiliki oleh jaminan umum yang didasarkan pada Pasal tersebut. 4. Tidak ada kedudukan preferens kreditur, berbeda dengan jaminan umum yag didasarkan pada Pasal tersebut, pemegang jaminan utang yang khusus (yang bersifat kebendaan) diberi hak preferen oleh hukum. Artinya, kreditur diberi kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) dalam pembayaran utang yang diambil
43
Ibid, hal. 8-9.
Universitas Sumatera Utara
dari hasil penjualan benda jaminan utang. Jika ada sisa dari penjualan benda jaminan utang tersebut, baru dibagikan kepada kreditur lainnya. Dalam jaminan umum berdasarkan Pasal tersebut, tidak ada kedudukan preferen kreditur seperti ini. Berdasarkan pertimbangan di atas, pihak kreditur cenderung meminta jaminan khusus dari pihak debitur, agar pembayaran utang menjadi aman. Jaminan khusus lahirnya karena ada perjanjian antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan bersifat perorangan. Jaminan yang bersfiat kebendaan adalah adanya benda-benda tertentu yang disediakan debitur sebagai jaminan, misalnya tanah, tanah berikut bangunan, mobil, mesin-mesin dan lain-lain. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan adalah debitur menyediakan orang lain yang menyanggupi untuk melunasi utang debitur manakala debitur cidera janji. Agar kreditur memiliki hak yang utama atau istimewa atau preferen atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh debitur, maka jaminan tersebut harus diikat secara khsusus. Pasal 1131 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur hak untuk didahulukan diantara kreditur terbit dari hak istimewa seperti hak hipotik, hak tanggungan, gadai, dan fidusia. Pasal ini memberikan kedudukan yang utama atau istimewa atau preferen kepada kreditur terhadap kreditur lainnya. Artinya seorang kreditur yang memegang jaminan dengan pengikatan hipotik, hak tanggungan, gadai atau fidusia maka kreditur tersebut memiliki hak utama untuk mendapat pembayaran utang dari hasil
Universitas Sumatera Utara
penjualan benda jaminan. Jika hasil penjualan benda jaminan mampu melunasi seluruh utangnya maka jika terdapat kelebihan maka kelebihan dapat diberikan kepada kreditur lainnya. Jadi, jaminan khusus ini timbulnya berdasarkan adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang bertujuan agar debitur menyediakan jaminan berupa jaminan kebendaan atau jaminan yang bersifat perorangan. Jaminan kebendaan adalah menyediakan bendabenda tertentu sebagai jaminan dan jaminan perorangan adalah adanya orang-orang tertentu yang mengikatkan diri untuk membayar utang debitur jika debitur cidera janji. c. Jaminan Pokok dan Jaminan Tambahan Sebagaimana diketahui bahwa kredit, sesuai dengan namanya, diberikan kepada debitur berdasarkan “kepercayaan” dari kreditur akan kesanggupan pihak debitur untuk membayar kembali utangnya kelak. Dalam hukum diberlakukan suatu prinsip bahwa kepercayaan tersebut dipandang sebagai jaminan pokok dari pembayaran kembali utangutangnya kelak. Sementara itu, jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotik, fidusia, dan sebagainya hanya dianggap sebagai jaminan tambahan semata-mata, yakni sebagai tambahan atas jaminan pokok, berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit tersebut. 44
44
Rachamadi Usman, op.cit, hal. 290.
Universitas Sumatera Utara
d. Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu. Jaminan ini selalu megikuti bendanya kemana pun berada benda tersebut beralih atau dialihkan, serta dapat dialihkan kepada dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Jaminan
kebendaan
yang
bersifat
khusus
mencakup
penentuan/penunjukan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga untuk menjadi jaminan utangnya kepada kreditur, yang jika debitur wanprestasi atas pembayaran utangnya, maka hasil dari penjualan benda objek jaminan tersebut harus terlebih dahulu (preferen) dibayarkan kepada kreditur bersangkutan untuk melunasi pembayaran utang. Setelah itu, jika ada sisa, baru dibagikan kepada kreditur lain (kreditur konkuren). Jaminan kebendaan dilakukan dengan atau tanpa penyerahan kekuasaan dan hak menikmati hasil dari barang objek jaminan tersebut, yang umumnya memberikan hak untuk dibayarkan utang terlebih dahulu kepada kreditur dengan beberapa pengecualian, di mana pembayaran utangnya diambil dari hasil penjualan barang-barang jaminan utang tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, semua benda milik debitur baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sudah ada atau pun akan ada menjadi tanggungan atas utang yang dibuatnya.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan kebendaan yang berlaku saat ini, antara lain: 45 1. Hipotek, dasar hukumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (buku kedua). Saat ini, yang berlaku hanya untuk hipotek kapal laut, sementara
hipotek
untuk
pesawat
udara
semula
berlaku
berdasarkan Undang-Undang Penerbangan No. 15 Tahun 1992, kemudian Undang-Undang itu dicabut dengan Undang-Undang Penerbangan No. 1 Tahun 2009 yang tidak menyebutkan lagi tentang hipotek atas pesawat terbang. Jadi, hipotek kembali hanya dapat diikatkan kepada kapal laut saja. 2. Hak Tanggungan, berobjekkan hak tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dengan dasar hukumnya Undang-Undang hak tanggungan. 3. Gadai,
berobjekkan
benda-benda
bergerak,
dengan
dasar
hukumnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 4. Gadai Tanah, berobjekkan tanah, dengan dasar hukumnya adalah hukum adat dan dikuatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. 5. Fidusia, berobjekkan benda bergerak (berwujud ataupun tidak berwujud) dan benda tidak bergerak khususnya yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan dengan dasar hukumnya adalah Undang-Undang Fidusia.
45
Munir Fuady, op.cit, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan perorangan adalah jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu. Nantinya, seorang kreditur lewat jaminan ini dapat saja mengambil harta debitur yang wanprestasi, dengan atau tanpa pranata hukum yang disebut “sita jaminan”. Bagaimanapun juga yang terikat sebagai jaminan di sini bukanlah barangnya, melainkan orangnya. Jaminan perorangan (dalam arti yang luas) dapat diklasifikasi lagi ke dalam tiga golongan, yaitu: 46 -
Garansi pribadi (personal guarantee);
-
Jaminan perusahaan (corporate guarantee);
-
Garansi bank (bank guarantee).
Perbedaan di antara ketiga jenis jaminan perorangan tersebut adalah tentang siapa yang menjadi subjek pemberi garansi: terhadap garansi pribadi, yang menjadi subjek pemberi jaminannya adalah orang secara pribadi; terhadap garansi perusahaan, yang menjadi subjek tersebut adalah pihak perusahaan (yang berbentuk badan hukum); sementara jaminan dalam bank garansi diberikan oleh suatu bank, yang biasanya tidak dimaksudkan sebagai jaminan kredit tetapi hanya jaminan atas pembayaran sejumlah uang tertentu atau atas pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu (performance guarantee) dalam praktiknya, garansi bank kadangkadang dikenal juga dalam bentuk standby letter of credit.
46
Ibid, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
e. Jaminan Regulatif dan Jaminan Nonregulatif Jaminan regulatif adalah jamiann kredit yang kelembagaannya sendiri sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergolong ke dalam jaminan regulatif ini antara lain adalah hipotek, gadai, hak tanggungan, akta pengakuan utang. Sedangkan Jaminan nonregulatif adalah bentuk-bentuk jaminan yang tidak diatur atau tidak khusus diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktek. Jaminan nonregulatif ini ada yang berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, tetapi ada juga jaminan nonregulatif yang semata-mata hanya bersifat kontraktual, seperti kuasa menjual dan lain-lainnya. 47 f. Jaminan Konvensional dan Jaminan Nonkonvensional Suatu jaminan kredit dikatakan konvensional jika pranata hukum tentang jaminan tersebut sudah lama dikenal dalam sistem hukum kita, baik yang telah diatur dalam perundang-undangna seperti Kitab UndangUndang Hukum perdata, yang terdapat dalam hukum adat, ataupun juga yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan dan bukan berasal dari hukum adat tapi sudah lama dilaksanakan dalam praktik. Jaminan yang tergolong ke dalam jaminan kredit yang konvensional, antara lain: 48
47 48
-
Hipotek;
-
Credietverband (sekarang tidak berlaku lagi);
Rachmadi Usman, op.cit, hal. 291. Munir Fuady, op.cit, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
-
Hak tanggungan;
-
Gadai benda bergerak;
-
Gadai tanah;
-
Fidusia
-
Garansi;
-
Garansi bank;
-
Personal guarantee (garansi personal);
-
Corporate guarantee (garansi perusahaan);
-
Akta pengakuan utang (dalam artian praktik).
Terdapat juga bentuk-bentuk jaminan yang nonkonvensional, yakni bentuk-bentuk jaminan yang meskipun sudah dilaksanakan secara meluas tetapi eksistensinya dalam sistem hukum jaminan masih terbilang baru sehingga pranatanya belum sempat diatur secara rapi. Terdapat sebuah pengecualian, meskipun dalam perundang-undangan sudah mendapat pengaturan yang relatif detail, hak tanggungan atas tanah masih digolongkan sebagai nonkonvensional karena masih terbilang baru dilahirkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, serta berlaku setelah keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria tersebut dan Undang-Undang tentang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. Jaminan
yang
termasuk
dalam
kategori
jaminan
kredit
nonkonvensional antara lain, tetapi tidak terbatas pada: 49
49
Ibid, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
-
Pengalihan hak tagih (assignment of receivable for security purpose);
-
Pengalihan hak tagih klaim asuransi (assignment of insurance proceeds);
-
Kuasa menjual (yang tidak dapat dicabut kembali);
-
Jaminan menutupi kekurangan biaya (cash deficiency);
-
Cessie untuk menjamin utang (assignment of receivable for security purpose);
-
Indemnity
-
Bid/tender bonds;
-
Penyisihan dana dalam escrow account.
g. Jaminan Eksekutorial Khusus dan Jaminan Noneksekutorial Khusus Suatu jaminan kredit disebut jaminan eksekutorial khusus jika hukum menyediakan cara tertentu bagi kreditur untuk melaksanakan eksekusi jaminan ketika terjadi kredit macet. Termasuk ke dalam jaminan eksekutorial khusus ini antara lain, tetapi tidak terbatas pada: 50 -
Hipotek, dengan fiat eksekusi atau parate eksekusi jika diperjanjikan;
-
Credietverband,
dengan
fiat
eksekusi
tetapi
lembaga
credietverband kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Undang-Undang tentang Hak tanggungan No. 4 Tahun 1996 dan digantikan dengan hak tanggungan;
50
Ibid, hal. 14-15.
Universitas Sumatera Utara
-
Hak tanggungan atas tanah, dengan fiat eksekusi dan parate eksekusi jika diperjanjikan;
-
Gadai, dengan parate eksekusi di depan umum;
-
Kuasa jual, dengan parate eksekusi langsung atau sesuai ketentuan dalam akta kuasa jual;
-
Akta pengakuan utang, dengan fiat eksekusi;
-
Pengalihan tagihan debitur, dengan eksekusi secara cessie;
-
Pengalihan tagihan klaim asuransi, dengan eksekusi secara cessie;
-
Jaminan-jaminan atas kredit yang diluncurkan oleh pihak badan usaha milik Negara, dengan fiat eksekusi lewat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Di samping itu, yang dimaksud dengan jaminan noneksekutorial khusus adalah jaminan kredit yang tidak mempunyai cara-cara khusus dalam hal eksekusinya. Jika hendak dieksekusi, maka harus tunduk kepada eksekusi yang berlaku umum, yaitu lewat pengadilan biasa dengan prosedur biasa. Jaminan yang termasuk ke dalam jaminan noneksekutorial khusus ini antara lain, tetapi tidak terbatas pada: 51 -
Personal guarantee (garansi personal);
-
Corporate guarantee (garansi perusahaan).
h. Jaminan Serah Benda, Jaminan Serah Dokumen, dan Jaminan Serah kepemilikan Konstruktif
51
Ibid, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari segi adanya hal-hal yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur, suatu jaminan kredit dapat dibagi ke dalam jaminan serah benda, jaminan serah dokumen, dan jaminan serah kepemilikan konstruktif. Jaminan serah benda adalah jaminan kredit yang benda jaminannya secara fisik diserahkan oleh debitur ke dalam kekuasaan kreditur, sementara kepemilikan tetap di tangan debitur. Biasanya, bersama dengan penyerahan benda ikut pula diserahkan dokumen kepemilikan benda tersebut kepada pihak kreditur. Contoh jaminan kredit jenis ini adalah gadai atas benda bergerak (mencakup juga gadai saham) atau gadai tanah versi hukum adat. Di samping itu, terdapat juga jenis jaminan kredit yang tidak diserahkan benda jaminannya secara fisik ke dalam kekuasaan pihak kreditur tetapi tetap dikuasai bahkan diambil hasil oleh pihak debitur, yaitu jaminan serah dokumen. Namun, pihak debitur tidak dibenarkan mengalihkan kepada pihak-pihak lain walaupun dengan pengalihan tersebut belum tentu kepentingan kreditur dirugikan, mengingat hak jaminan kebendaan itu selalu mengikuti bendanya ke manapun benda itu dialihkan. Benda objek jaminan tersebut pada prinsipnya juga tidak boleh dijaminkan lagi, kecuali dengan jenis-jenis jaminan yang mengenal jaminan berlapis, contohnya hipotek pertama atau hipotek kedua, hak tanggungan pertama atau hak tanggungan kedua, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menjamin kamanan pihak kreditur dari debitur yang nakal, dalam praktiknya debitur diwajibkan menyerahkan seluruh
Universitas Sumatera Utara
dokumen
kepemilikan
kepada kreditur.
Bahkan,
kreditur berhak
melakukan inspeksi secara insidentil terhadap benda yang menjadi objek jaminan kredit tersebut. Selain itu, dalam jaminan serah kepemilikan konstruktif justru kepemilikan benda jaminannya yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur, walaupun hanya secara konstruktif belaka (bukan dalam arti sebenar-benarnya) sementara kekuasaan dan hak untuk menikmati hasil atas benda jaminan tersebut tetap berada pada debitur. Karena kepemilikan benda tersebut diserahkan kepada pihak kreditur, berarti dokumen kepemilikan ikut diserahkan, tetapi tanpa dilakukan balik nama. Bentuk jaminan utang yang dikenal dengan fidusia termasuk ke dalam jenis jaminan kredit seperti ini.
Universitas Sumatera Utara