BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit, didasarkan atas bukti – bukti fosil, sejarah dan linguistik yang ada, diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang pada saat yang lalu dibiarkan tumbuh liar dihutan – hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah dproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit. (tim penulis PS., 1992). Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober
1989,
tapi
anakannya
bisa
dilihat
di
Kebun
Raya
Bogor.
Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan ketebalantempurung dan daging buah, dikenal lima varietas yang masing – masing dibedakan berdasarkan tebal tempurung. Tabel 2.1 : Varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung
Tipe
Tebal tempurung
Macrocarya
tebal sekali : 5
Dura
tebal : 3-5
Tenera
sedang : 2-3
Pisifera
Tipis
Diwikka - wakka
Tebal
1. Macrocarya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali. 2. Dura Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. 3. Tenera Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan – perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak dari pada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
4. Pisifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase ini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera. 5. Diwikka – wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya 2 lapisan daging buah. Dwikka – wakka dapat dibedakan menjadi dwikka – wakkadura, dwikka – wakkapisifera, dan dwikka – wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas tenera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan pada varietas dura antara 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tertenggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak diherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera.
2.3 Pengolahan Kelapa Sawit Perlakuan Pendahuluan (pretreatment refining) A. Pemisahan Gum (De-Gumming) Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemisingan (sentrifugasi). Yaitu dengan melakukan uap air panas kemudian disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Saat proses sentrifugasi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu disentrifugasi sekitar 32-50oC, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. (Ketaren,2005) B. Pemucatan (Bleaching) Pemucatan ialah tahap pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay), arang aktif atau pun bahan kimia lainnya. Pemucatan umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dan dipanaskan pada suhu sekitar 105oC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan saat minyak mencapai suhu 70 – 80oC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0 – 1,5 % dari berat minyak. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang dari proses tersebut ± 0,2 - 0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. (Ketaren,2005) C. Penyaringan (Filtering) Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan disaring di dalam alat penyaring. Setelah selesai penyaringan pada media penyaring, terlebih dahulu diberikan steam pengering untuk menekan minyak yang masih ada pada spent earth
Universitas Sumatera Utara
lalu dilakukan blowing selama 10 – 15 menit. Kadar minyak yang diperoleh adalah ± 20% dari berat spent earth. Minyak yang disaring pada alat penyaring yang dialirkan ke filter bags yang dilengkapi dengan media penyaring berupa lempeng besi, jaring kawat dan kertas saring yang terbuat dari nilon yang tahan terhadap panas. Minyak yang keluar dari filter bags berupa DBPO (Degumming Bleaching Palm Oil) yang ditampung dalam tangki sebelum menuju proses pemurnian, sedangkan air dan kotoran dikembalikan kedalam tangki pengendapan. Proses Pemurnian Deodorization Deodorisasi adalah tahap suatu proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavour) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Pada tahap ini minyak dari bleaching DBPO (Degumming Bleaching Palm Oil) akan dimurnikan dari kadar asam lemak bebas (FFA), bau (Odor), warna (colour). Proses pemurnian dilakukan pada life steam dengan peningkatan suhu secara bertahap. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut dan dipanaskan pada suhu 200 – 250oC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan rendah (± 10 mmHg) sambil dialiri uap panas selama 4 - 6 jam untuk mengangkut senyawa yang menguap . Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan lebih menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sar minyak bersama – sama dengan uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang dugunakan dalam mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempertinggi mutu minyak yang dihasilkan, maka pada waktu proses deodorasi, ditambahkan anti-oksidan seperti asam fosfat, asam sitrat, asam tartat sehingga minyak tersebut lebih tahan terhadap oksidasi. Kontaminasi logam yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak, harus dihindarkan karena logam dalam lemak akan mempersingkat waktu penyimpanan. Penggunaan anti-oksidan sangat penting dalam pengolahan minyak untuk mencegah kehilangan flavor dari minyak. Akan tetapi anti-oksidan jarang ditambahkan pada minyak nabati, karena secara alamiah minyak nabati mengandung anti-oksidan (vitamin E dan anti-oksidan lainnya). Minyak yang telah mengalami deodorasi tidak lagi mengandung senyawa polimer atau masih terdapat dalam jumlah yang tidak berarti. Selama proses deodorasi, maka komponen monogliserida dan digliserida yang terdapat pada minyak akan diubah menjadi trigliserida. Hidrogenasi Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hydrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Proses hidrogenasi terutama bertujuan untuk merubah minyak sehingga bersifat plastis. Adanya penambahan hydrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi. Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi. Pada temperature sekitar 400oF (205oC) dicapai kecepatan reaksi yang maksimum. Juga penambahan tekanan dan kemurnian gas hydrogen yang dipergunakan akan menaikkan kecepatan
Universitas Sumatera Utara
reaksi proses hidrogenasi. Dalam proses hidrogenasi tersebut karbon monoksida dan sulfur merupakan katalisator beracun yang sangat berbahaya. Pada pembuatan margarine dikehendaki minyak atau lemak yang bersifat plastis, dan juga berguna dalam memperbaiki mutu minyak. Selama proses hidrogenasi, zat warna dalam minyak nabati terutama karotenoid dan komponen yang bukan gliserida, termasuk hidrokarbon akan berkurang jumlahnya. Asam lemak bebas juga akan berkurang jumlahnya sampai mencapai kadar sekitar 0,1 – 0,3 %. Proses Pemisahan (Fractination) Untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair dilakukan proses fraksinasi. Olein adalah fraksi cair pada minyak, sedangkan stearin adalah fraksi padatnya. Proses fraksinasi terdiri dari beberapa tahap : A. Pemanasan (Heating) RBDPO yang telah ditampung dipompakan kedalam crystalyzer, dimana crystalyzer terlebih dahulu dipanaskan pada suhu sekitar 68oC. Pemanasan digunakan berupa steam (kapasitas Crystalyzer : 40 ton) dengan jarak pengisian 30 menit. Crystalyzer dilengkapi dengan agitator. Dalam tangki dihomogenkan selama ± 30 menit agar minyak bercampur secara merata. Sehingga dalam pembuatan crystal tidak mengalami kesulitan dan suhunya dapat dipertahankan sekitar 68 – 70oC. B. Pendinginan (cooling) Setelah minyak dihomogenisasikan dari suhu tetap antara 60 – 70oC, kemudian dilakukan pendinginan dengan air (cooling water) dengan suhu 30 – 33oC dan pompa air akan bekerja secara otomatis. Bila suhu minyak pada tangki Crystalizer sudah mencapai 30 – 40oC maka cooling water akan dihentikan dilanjutkan dengan pendinginan chilled water dari chiller yang bersuhu 14oC pertukaran ini disebut dengan komutasi yang dilakukan secara otomatis. Pembentukan crystal mulai terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada saat suhu chilling mencapai 28 – 29oC. Dengan temperatur oil 32 – 30oC. Pada suhu ini stearin sudah mengkristal menjadi fraksi padat, sedangkan olein tetap tinggal sebagai fraksi cair. Kemudian dilakukan pendinginan sampai suhu minyak mencapai ± 26oC. Apabila sudah tercapai temperatur tersebut, maka RBDPO yang ada pada crystalyzer tank sudah dapat ditransfer ke filter melalui pompa untuk disaring. C. Filtrasi (filtration) Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan fraksi cair yang dilakukan dengan metode penyaringan pada membran filter press (menggunakan filter cloth). Preassure dan membran filter bekerja berdasarkan sistem hidrolik. Alat ini tersusun dari plat yang berjumlah 85 buah, media yang digunakan untuk penyaringan adalah filter cloth yang tahan terhadap tekanan tinggi dengan ukuran air permeability 500 – 600. RBDPO dari crystalizer dipompakan oleh pompa pada suhu 26oC dengan kapasitas 20.000 kg / batch memasuki filter, setelah mengalami proses penyaringan, olein akan lolos dan ditampung dalam tangki (Olein Stronge). Biasanya bila sudah mencapai tekanan 3 barr, filtrasi sudah dapat dihentikan dan dilakukan squeeze (± 25 menit). Setelah squeeze dilakukan, sisa RBDP Olein d blow dengan menggunakan angin dengan tekanan 3 – 4 barr selama 5 menit, kemudian filter dibuka, dan cake RBD stearin jatuh, dan ditampung dengan melting tank, kemudian dipanaskan sampai dengan suhu 70oC dengan media pemanasan berupa pipa yang dialiri dengan air panas secara sirkulasi dalam pipa, akibat pemanasan ini stearin dapat mencair dan mudah dialirkan ke tangki timbun (Stearin Stronge) (Ketaren.S., 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit Kelapa sawit mengandung ± 80 % perikarp dan 20 % buah yang dilapisi kulit tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 – 40 %. Minyak kelapa sawit adalah minyak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut. Karena kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. (mangonsoekarjo,S.,2003). Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.4 Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3% . Adapun komposisinya adalah sebagai berikut : A. Asam Palmitat Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh – tumbuhan dari family Palmaceae, seperti kelapa (cocoa nucifera) dan kelapa sawit (Elaesis guenensis) merupakan sumber asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu dan juga daging). B. Asam stearat Asam stearat, atau asam oktadekanoat, adalah asam lemak tidak jenuh yang mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada suhu ruang, dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata stearat berasal dari bahasa Yunani “stear”, yang berate “lemak padat” (ing.Tallow).
Universitas Sumatera Utara
C. Asam miristat Asam miristat atau asam tetradekanoat merupakan asam lemak jenuh yang tersusun dari 14 atom C. asam ini pertama – tama diekstraksi dari tanaman pala (Myristica fragrans). Meskipun demikian, aroma khas pala tidak berasal dari asam ini melainkan minyak atsiri dan juga dijumpai pada tanaman ini. D. Asam oleat Asam oleat atau asam Z-∆9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak zaitun (55 – 80%), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus kimianya CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH. E. Asam laurat asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang (ing Middle – Chained Fatty Acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom C. sumber utama asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung 50% asam laurat, serta minyak biji sawit (Palm Kernel Oil). F. Asam linoleat Asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) yang tersusun dari rantai 18 atom karbon. Salah satu isomer asam linoleat, asam alfa linoleat (ALA), adalah asam lemak omega 3 yang dikenal memiliki khasiat lebih dari asam alfa linoleat nabati dapat diperoleh misalnya dari minyak biji flax (linum usitatissinum) sekitar 55%.
Universitas Sumatera Utara
G. Asam kaprilat dan kaprat Asam kaprilat dan asam kaprat merupakan dua senyawa yang penting dalam industry, karena merupakan zat kimia antara (Intermediete) untuk mensintesis berbagai zat-zat kimia fungsional dan produk pangan sehat yang disebut trigliserida rantai sedang atau TSR (Medium Chain Trigliserid / fat, MCT). Sumber alami asam kaprilat dan kaprat adalah minyak kelapa dan minyak inti sawit, keduanya banyak diproduksi di Indonesia. Tabel 2.2 : Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa sawit dan Minyak Inti kelapa Sawit Asam lemak
Minyak Kelapa Sawit (%)
Minyak Inti sawit (%)
Asam kaprilat
-
3–4
Asam kaproat
-
3–7
Asam laurat
-
46 – 52
Asam miristat
1,1 – 2,5
14 – 17
Asam palmitat
40 – 46
6,5 -9
Asam stearat
3,6 – 4,7
1- 2,5
Asam oleat
39 – 45
13 -19
Asam linoleat
7 – 11
0,5 -2
Komposisi lain yang terkandung dalam minyak kelapa sawit adalah karotenoid yang dapat mencapai 100 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera ± 400 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi penanganan selama proses produksi. (Ketaren,S., 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Standart Mutu Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak kelapa sawit dalam arti benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat fisiknya, antara lain titik lebur, angka penyabunan dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini yang menjadi syarat mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. (tim Penulis PS., 1992) Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% ddan kadar kotoran ≤ 0,001%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (lebih kurang 2% atau kurang), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Tabel 2.3 Standart mutu Special Prime Bleach (SPB), dibandingkan dengan mutu ordinary : kandungan
SPB
Ordinary
1–2
3–5
Kadar air (%)
0,1
0,1
Kotoran (%)
0.002
0,01
Besi p.p.m
10
10
Tembaga p.p.m
0,5
0,5
53 ±1,5
45 – 56
Karotene p.p.m
500
500 – 700
Tokoferol p.p.m
800
400 - 600
Asam lemak bebas (%)
Bilangan iod
(ketaren,S., 2005)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Daftar spesifikasi produk Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDP Stearin) berdasarkan standart PORAM ( THE PALM OIL REFINERS ASSOSIATION OF MALAYSIA ) : Produk
Parameter NaCl
Parameter H2O
Menara Eifel Margarin Krim
2,1 max
22 max
Mitra Margarin Krim
2,1 max
22 max
Margarin Palvita Belawan
2,0 max
21 max
Sumber : PT.SMART Tbk.
2.6 Margarin Margarin pertama kali ditemukan oleh Mege Mouries di Perancis pada tahun 1870 dalam suatu sayembara yang diadakan oleh Kaisar Napoleon III. Mege Mouries membuat dan mengembangkan margarin dengan menggunakan lemak sapi. Pada tahun 1872 margarin mulai dikenal luas di Benua Eropa dan sebagian Benua Amerika. (http://web.ipb.ac.id/2002) Margarin biasanya dikemas salam berbagai bentuk dan ukuran wadah. Wadah tersebut harus mempunyai mutu yang baik dan tidak berlubang, untuk menghindari timbulnya karat. Bahan kemasan yang baik adalah kertas perkamen bermutu tinggi, perkamen imitasi dengan kelembaban yang sesuai dan harus bebas dari jamur dan spora. Penanganan dari penyimpanan margarin secara hati-hati dan sanitasi yang baik akan mengurangi kemungkinan kontaminasi jamur. Asam serbuk sorbat dan zat adhesif dapat dibubuhkan pada bahan pembungkus atau di oleskan untuk menghindari kontaminasi jamur. Margarin yang dihasilkan untuk penggunaan khusus misalnya margarin meja tidak sama dengan margarin untuk campuran roti dan kue. (Ketaren,2005)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3541-1994), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semipadat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarin dibedakan atas margarin dapur dan margarin meja. Pada margarin dapur tidak dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan D. Margarin merupakan produk makanan berbentuk emulsi campuran air di dalam minyak, yaitu sekitar 16 persen air di dalam minimal 80 persen minyak atau lemak nabati. Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati, yang sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Minyak nabati yang umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak kapuk, minyak jagung, dan minyak gandum. Agar dapat diolah menjadi margarin, minyak nabati berbentuk cair tersebut dikristalisasi terlebih dahulu menjadi lemak padat melalui proses hidrogenasi (penjenuhan asam lemak). Komponen lain yang sering ditambahkan adalah air, garam flavor mentega, zat pengemulsi (berbentuk lesitin, gliserin, atau kuning telur), zat pewarna (minyak sawit merah atau betakaroten sintetik), bahan pengawet (sodium benzoat, asam benzoat atau potassium sorbat), serta vitamin A dan D. Ciri-ciri margarin yang menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut. Komposisi gizi margarin hampir sama dengan mentega, hanya sedikit berbeda dalam jumlah. Seperti halnya pada mentega, komposisi gizi terbesar dalam margarin adalah lemak (sekitar 80 persen).
Universitas Sumatera Utara
Supaya dapat menyamai kadar vitamin A dan D yang ada pada mentega, ke dalam margarin dipersyaratkan adanya penambahan kedua jenis vitamin tersebut . Standar Nasional Indonesia tentang margarin telah dengan tegas mensyaratkan penambahan vitamin A dan D ke dalam margarin, khususnya untuk margarin meja. Kadar vitamin A yang diharuskan pada mentega dan margarin 1.400-3.500 IU per 100 gram, sedangkan kadar vitamin D 250-350 IU per 100 gram. Komposisi gizi mentega asin dan mentega manis sama saja. Satu-satunya pembeda yang paling mencolok adalah kadar natrium yang pada mentega asin jauh lebih banyak (843 mg per 100 g) dibandingkan dengan mentega manis (8 mg/100 g). Hal tersebut sangat terkait dengan adanya penambahan garam dapur (NaCl) pada pembuatan mentega asin. Selain natrium, mineral yang banyak terkandung pada mentega adalah besi, kalium, dan fosfor. Seperti halnya pada mentega, margarin juga kaya mineral tersebut, bahkan nilainya relatif lebih banyak daripada yang terdapat pada mentega. Natrium berguna untuk menjaga keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh serta terlibat dalam permeabilitas sel. Kalium berguna untuk pengaturan keseimbangan cairan sel, kontraksi sel otot, dan terlibat dalam permeabilitas sel. Fungsi besi adalah untuk pembentukan sel darah merah, transpor oksigen, serta mencegah anemia. Fosfor berperan untuk pembentukan tulang dan gigi, terlibat dalam absorpsi glukosa dan gliserol, serta dalam transpor asam lemak. 2.6 Kadar NaCl Yaitu berdasarkan titrasi Argentometri dimana Ion klorida netral dititrasi dengan
larutan AgNO3 ,akan terbentuk endapan AgCl, K2CrO4 adalah sebagai indicator titik akhir akan membenntuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah coklat . Seluruh AgCl akan mengendap terlebih dahulu karena kelarutannya (s) lebih kecil dari Ag2CrO4.
Universitas Sumatera Utara
Reaksinya adalah sebagai berikut :
AgNO3 +
NaCl
→
AgCl +
2 AgNO3 +
K2CrO4
→
Ag2CrO4 +
NaNO3 2 KNO3
(Harjadi,W. 1993) 2.7. Kadar H2O Kadar H2O didalam margarin adalah sebagai pelarut, yaitu dalam melarutkan garam maka dibutuhkan air sebagai pelarutnya. Ini bertujuan agar kadar garam NaCl dalam margarin tidak terlalu pekat. Disamping itu air juga merupakan wadah yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme maka dalam margarin ditambahkan garam sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme. Air yang kaya akan mineral seperti besi, kalium dan fosfor sangat berguna untuk metabolisme tubuh. Kalium berguna untuk pengaturan keseimbangan cairan sel, kontraksi sel otot, dan terlibat dalam permeabilitas sel. Fungsi besi adalah untuk pembentukan sel darah merah, transpor oksigen, serta mencegah anemia. Fosfor berperan untuk pembentukan tulang dan gigi, terlibat dalam absorpsi glukosa dan gliserol, serta dalam transpor asam lemak.
Universitas Sumatera Utara