BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia. Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”.
Dalam perjalanan ini
ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine
Universitas Sumatera Utara
membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Havea ini. Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagi pula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkalikali. Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenalkan karena tanaman Hevea yang didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon. Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120o130oC. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang dapat diketahui dan dimanfaatkan. Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perkembangan Industri Karet Indonesia Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk waarop wij drijven” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu. Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi. Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini : 1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan). 2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. 3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat. Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat. Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama
Universitas Sumatera Utara
untuk jenis Syrene Butadien Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. (Spillane. 1989). Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi sedikit belerang (sekitar 20%) maka menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni melunak karena rantainya putus-putus dan tidak teratur. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih
tahan
keelastisitasannya.
Kelarutannya
berkurang dengan
semakin
banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervukanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. H3C
H
H3C
C=C H2C
CH2 n C=C
CH2
n
Cis – 1,4 Poliisopren (Karet Alam)
H2C
H
Trans – 1,4 Poliisopren (Gutta Perca)
Berat molekul karet alam rata-rata 10.000 – 40.000. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel
Universitas Sumatera Utara
yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis. Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asamasam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi. Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun (Cowd,1991).
2.3. Jenis Karet 2.3.1. Karet Alam Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relatif ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastik. Perekatnya yang dibuat dari karet alam ini tidak tahan terhadap bahan
Universitas Sumatera Utara
pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan terhadap panas pada suhu 35o-40oC sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas 70oC. H3C
H
H3C
C=C H2C
CH2 n C=C
CH2
n
Cis – 1,4 Poliisopren (Karet Alam)
H2C
H
Trans – 1,4 Poliisopren (Gutta Perca)
Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm2 pada suhu kamar. Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan mengelupas sampai 6 kg/m2. Salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira-kira 25%. Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko,2008). Semua jenis karet alam adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan kemungkinan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya karet alam belum dapt digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu : 1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna. 2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah. 3. Tidak mudah panas (low heat build up). 4. Mempunyai daya arus yang tinggi. 5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence). Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “non ban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended dan heat resistence (tahan terhadap panas). Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintetis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial (Ompusunggu,1987). 2.3.1.1. Jenis-jenis Karet Alam Jenis karet alam yang dikenal luas adalah : 1. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar). 2. Karet bongkah (block rubber). 3. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes dan off crepes).
Universitas Sumatera Utara
4. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber. 5. Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban). 6. Karet reklim. 7. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya (Ompusunggu,1987). Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering Komponen
Komponen dalam lateks Komponen dalam lateks segar (%)
kering (%)
Karet hidrokarbon
36
92 – 94
Protein
1.4
2.5 – 3.5
Karbohidrat
1.6
-
Lipida
1.6
2.5 – 3.2
Persenyawaan organic
0.4
-
Persenyawaan anorganik
0.5
0.1 – 0.5
Air
58.5
0.3 – 1.0
lain
Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Martono, M. Rubber Technology. Edisi ke 3. New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat penyimpanan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan reaksi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet (Indra Surya,2006). 2.3.1.2 Manfaat Karet Alam Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alatalat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam (Spillane,1989).
2.4 Lateks Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefinisikan sebagai sistem fosfolipida yang terdispersi dalam serum. Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang
Universitas Sumatera Utara
kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdispersi dalam cairan. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.2 Standar Mutu Lateks Parameter
Lateks pusingan
Lateks dadih
(Centifuged Latex)
(Creamed Latex)
Jumlah padatan
61,5%
64,0%
Kadar karet kering (KKK)
60,0%
62,0%
Minimum Perbedaan angka butir 1 dan 2 2,0%
2,0%
maksimum Kadar amoniak (berdasarkan 1,6%
1,6%
jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum Viskositas maksimum pada 50
50
suhu 25oC Endapan
dari
berat
basah 0,10%
0,10%
Kadar koagulum dari jumlah 0,08%
0,08%
maksimum
padatan maksimum Bilangan
KOH
(bilangan 0,80
0,80
hidroksida) maksimum Kemantapan
mekanik 475 detik
475 detik
minimum
Universitas Sumatera Utara
Persentase kadar tembaga dari 0,001%
0,001%
jumlah padatan maksimum
Persentase kadar mangan dari 0,001%
0,001%
jumlah padatan maksimum Warna
Tidak
biru,
tidak Tidak biru, tidak
kelabu
Bau
setelah
kelabu
dinetralkan Tidak boleh berbau Tidak
dengan asam borat
busuk
boleh
berbau busuk
Sumber : Thio Goan Loo.1980. Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention Index (PRI)-nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H menunjukkan nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI-nya antara 60- 79; dan S untuk nilai PRI-nya antara 30- 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR. PRI adalah ukuran terhadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter. Dengan perkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penetuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Karet Sintetis Selama pengembangan karet alam pada perang dunia II, sejumlah sistem digunakan pemerintahan. Karet alam hanya dihasilkan oleh negara-negara beriklim tropis, sehingga produksinya tidak dapat memenuhi kebutuhan karet dunia. Hal ini mendorong negara-negara Barat untuk melakukan serangkaian penelitian dan produksi karet sintetik. Karet sintetik pertama dibuat di Jerman disaat Perang Dunia I, yaitu polidimetil butadiena (karet metil).
CH2 = CH – CH = CH2 n CH3 CH3 Polidimetil butadiena Produksi karet ini terhenti saat Perang Dunia I selesai. Komersialisasi karet sintetik dilakukan dalam tahun 1926 juga di Jerman, dengan nama Buna. Karet buna dibuat dengan cara polimerisasi butadiena dengan menggunakan natrium sebagai pencepat (accelerator). Sejak saat itu produksi karet sintetik berkembang pesat, dan dewasa ini karet sintetik memenuhi sebanyak dua pertiga dari pada kebutuhan karet dunia. Umumnya karet sintetik diklasifikasikan kedalam 2 (dua) kelompok utama, yaitu : a. Kegunaan Umum Karet jenis ini sebanyak 60 persen untuk keperluan pembuatan ban pneumatik. Contoh: karet SBR, poliisoprena, polibutadiena, EPDM b. Kegunaan Khusus
Universitas Sumatera Utara
Karet jenis ini untuk keperluan pembuatan produk-produk karet yang tahan terhadap aksi bahan kimia. Contoh : karet-karet IIR, polikloroprena, NBR (Indra Surya,2006).
2.6. Bahan pengisi (Filler) Bahan pengisi merupakan bahan terbanyak kedua setelah karet dalam suatu kompon karet. Oleh sebab itu bahan ini sangat berperan dalam mengendalikan sifat barang jadi karet atau biaya produksi pembuatan barang jadi karet. Bahan pengisi dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu bahan pengisi yang menguatkan (reinforcing filler) dan bahan pengisi yang tidak menguatkan (non reinforcing filler). Penambahan bahan pengisi yang menguatkan ke dalam karet bertujuan, selain meningkatkan kekerasan, antara lain untuk meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan sobek (tear strength), dan ketahanan kikis (abrasion resistance). Kecuali peningkatan kekerasan dan kekakuan, penambahan bahan pengisi yang tidak meguatkan ke dalam kompon mengingat harga bahan ini relatif jauh lebih murah dari pada karet. Bahan pengisi yang tidak menguatkan antara lain kaolin, berbagai jenis tanah liat atau clay, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat. Carbon black atau arang hitam adalah termasuk ke dalam golongan bahan pengisi yang menguatkan. Bahan yang menguatkan lainnya adalah silika, aluminium silika, dan magnesium silikat. Tingkat penguatan yang diberikan oleh
Universitas Sumatera Utara
bahan pengisi yang menguatkan tergantung kepada ukuran, keadaan permukaan, dan bentuk butir halusnya. Dalam prakteknya, kombinasi bahan pengisi yang menguatkan dan bahan pengisi yang tidak menguatkan sering digunakan dalam proses pembuatan barang jadi karet (Bhuana,2009). 2.6.1. Pemilihan Bahan Pengisi Ada 2 macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, alumunium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahana sobek, ketahanan kikis, serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang-kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan pada campuran sebagai alternatif penghemat biaya (Tim Penulis PS.,1992). 2.6.1.1. Klasifikasi Carbon Black Carbon black adalah suatu produk dengan skala besar. Pada dunia produksi dibutuhkan kira-kira 2,5 juta ton per tahun. Carbon black banyak digunakan pada
Universitas Sumatera Utara
industri ban dan industri karet sebagai bahan pengisi penguat. Menurut proses produksinya carbon black dapat digolongkan sebagai berikut: 2.6.1.2. Furnace Black Pada tahun 1943 minyak furnace dari proses gas alam. Furnace black diproduksi dari zat cat aromatik, asalnya dari fraksionasi petroleum, hasil penyulingan aspal cair atau pembakaran etylene. Pada dasarnya, zat tersebut dipanaskan dulu dan dibakar dengan pemasukan udara yang cukup. Temperatur dan kondisi lainnya diatur dengan pembakaran gas. Reaksi dilengkapi dengan suatu air spray dan carbon blacknya terpisah dari campuran gas uap air pada Zyclones atau alat penyaring dan hasilnya didapatkan. 2.6.1.3. Thermal Black Thermal black secara umum diproduksi dari gas alam yang dipanaskan dulu pada ruangan hampa udara. Thermal black termasuk zat non aktif, meningkatkan kekuatan tarik dari vulkanisat menjadi lebih kecil, tetapi memberi kekerasan pada penguatan yang tinggi dan pengolahan baik serta sifat yang dinamis. Thermal black baru saja ditemukan dan memiliki kekurangan yaitu harga yang mahal, tetapi baru-baru ini telah meningkat kapasitasnya dengan cepat. Penggunaan thermal black ditujukan untuk suatu aplikasi yang khusus.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1.4. Channel Black Hingga akhir perang dunia ke-2 channel black digunakan sebagai bahan penguat yang penting. Channel black telah menggantikan furnace black yang telah dikembangkan sejak beberapa tahun sebelum perang. Furnace black jenis SBR lebih tahan terhadap abrasi jika dibandingkan dengan Channel black. Channel lebih aditif (nilai pH-nya sekitar 5 dibandingkan dengan furnace black 6,5 – 10) dari pada pengisi yang lain. Channel black dihasilkan oleh pembakaran parsial dari gas hidrokarbon, kebanyakan gas alam, melalui proses pembakaran dengan menggunakan baja. 2.6.1.5. Kalsium Karbonat Kalsium karbonat (CaCO3) telah banyak mendapat perhatian karena aplikasinya yang luas di bidang industri seperti industri pulp, kertas, ban mobil, cat, pembuatan pipa PVC, pembuatan pasta gigi, plastic, karet. Aplikasi partikel CaCO3 ditentukan beberapa parameter seperti morfologi, struktur, ukuran, luas permukaan, kemurnian, dan sebagainya (Wen, dkk, 2003). Banyak penelitian telah dilakukan untuk mensintesis kalsium karbonat (CaCO3). Pada metode karbonasi, bubur kalsium hidroksida Ca(OH)2 bereaksi dengan karbon dioksida (CO)2 untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) melalui proses karbonasi atau menambahkan aditif seperti organofosfat atau senyawa boron. Kalsium karbonat juga dapat disintesis melalui penguapan larutan jenuh kalsium karbonat pada suhu tinggi (Kojima, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Namun sampai sekarang beberapa metode yang tersedia untuk sintesis kalsium karbonat dalam industri menyebabkan proses yang rumit atau toksisitas dari bahan aditif. Banyak pengisi mineral yang digunakan secara meluas oleh industri karet alam dan lateks karet alam, adapun pengisi tersebut seperti carbon black, kaolin, dan kalsium karbonat. Kalsium karbonat adalah bahan yang paling diminati pada tahun terakhir ini karena ketersediannya dan biaya pengolahannya rendah (Danneberg, 1981). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengisi dapat menguatkan elastomer. Hal ini karena pengaruh bahan pengisi dapat meningkatkan banyaknya rantai, yang mana membagi bersama suatu pemutusan pada rantai polimer. Pemanfaatan karbon serat kelapa dan carbon black sebagai bahan pengisi, menunjukkan bahwa carbon black lebih baik dari pada karbon serat kelapa, hal ini ditinjau dari nilai viscositas mooney, ketahanan panas dan luas permukaan (Egwaikhide,2008).
Universitas Sumatera Utara