BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Hutan Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu.
Air merupakan
produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hutan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir (Suparmoko, 1997). Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41, 1999). Pasal 6 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menerangkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu : fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu : hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
Universitas Sumatera Utara
kesuburan tanah. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
2.1.1. Sifat-Sifat Hutan Sifat-sifat hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) : a.
Hutan merupakan tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan mempunyai produktivitas biologis tertinggi.
b.
Hutan mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan, serta bukan kehidupan seperti sinar, air, panas, tanah, dan sebagainya yang bersamasama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan.
c.
Regenerasi hutan sangat cepat dan kuat dibanding dengan sumber daya alam lainnya. Permudaan hutan dapat secara alami atau campur tangan manusia.
d.
Hutan disamping menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan, juga melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan dan ekologi.
2.1.2. Fungsi Hutan Fungsi hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) : a.
Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi, serta memelihara kesuburan tanah.
b.
Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi.
c.
Melindungi suasana iklim dan memberi daya pengaruh yang baik.
Universitas Sumatera Utara
d.
Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, taman wisata dan sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan serta pendidikan dan pariwisata.
e.
Merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.
2.2.
Hutan Kemasyarakatan
2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007). Penyelengaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan Hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan ketentuan belum dibebani hak atau ijin dalam
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Pemberdayaan
masyarakat
setempat
merupakan
upaya
untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat dalam rangka membangun hutan yaitu: a.
Upaya ini harus terarah (targeted), artinya upaya yang dilakukan ditujukan secara langsung kepada yang memerlukan, yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya.
b.
Harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang menjadi sasaran, dengan tujuan sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain dari pada itu, untuk terus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dan merancang, melaksanakan, mengelola hutan agar berkelanjutan, mempertanggung jawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.
Universitas Sumatera Utara
c.
Menggunakan pendekatan kelompok, karena apabila secara sendiri-sendiri masyarakat sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya (Pierre, 2001). Program pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat
akan berdampak pada dua aspek yaitu: a.
Aspek ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan meningkat dan hasil produksi hutan khususnya kayu akan meningkat pula.
b.
Aspek ekologi yaitu terwujudnya kelestarian dan fungsi hutan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan Pasal 13 dan 14 menerangkan bahwa : a.
Ijin Usaha Pemanfataan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.
b.
IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan.
c.
IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri. Fasilitasi terhadap pembentukan kelembagaan Kelompok Tani Hutan
Kemasyarakatan di Desa Gudang Garam telah dilaksanakan antara lain : a.
Pembentukan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Desa Gudang Garam tentang Penetapan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Gudang
Universitas Sumatera Utara
Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Nomor: 522/255/2015/XII/2010 Tanggal 23 Desember 2010 dengan data sebagai berikut : 1. Kelompok Tani Berkah Lestari, jumlah anggota sebanyak 33 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 70 Ha. 2. Kelompok Tani Hutan Lestari, jumlah anggota sebanyak 31 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 67 Ha. 3. Kelompok Tani Makmur Lestari, jumlah anggota sebanyak 35 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 63 Ha. b.
Pembagian luas areal kerja hutan kemasyarakatan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan Surat Perintah Tugas Nomor : 800/4806/DISHUTBUN/SEK/2010 tanggal 15 Desember 2010.
c.
Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan dan fasilitasi, maka Bupati/Walikota pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial serta Gubernur” (sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 pasal 19). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2009 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan pasal 23 ayat 2 menerangkan bahwa pada hutan produksi, pemegang IUPHKm berhak:
Universitas Sumatera Utara
a.
Mendapat fasilitas.
b.
Melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.
c.
Melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan.
d.
Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
e.
Melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
f.
Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu.
Pemegang IUPHKm wajib : a.
Melakukan penataan batas areal kerja.
b.
Menyusun rencana kerja.
c.
Melakukan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan.
d.
Membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan.
e.
Menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada pemberi ijin.
2.2.2. Faktor-Faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Menurut Ritchie, et al. (2001) faktor-faktor pengelolaan dan pemanfaatan hutan kemasyarakatan meliputi: 1.
Keanggotaan masyarakat yang jelas.
2.
Batas sumberdaya hutan yang jelas.
3.
Kewenangan pengelolaan (kemantapan status kepemilikan, de facto atau de jure).
4.
Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang nilai sumberdaya hutan.
5.
Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang fungsi hutan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lembaga internal dibandingkan terhadap lembaga eksternal.
7.
Peraturan yang disusun secara realistis.
8.
Kemampuan untuk memantau dan menegakkan peraturan.
9.
Mekanisme penyelesaian konflik dengan biaya rendah.
10.
Kemampuan untuk memantau kondisi sumberdaya hutan dan
11.
Teknologi tepat guna untuk kelayakan/peruntukan hasil hutan.
2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan menyebutkan bahwa dalam proses pemberian ijin jangka panjang pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan, setelah ada usulan dari Bupati. Ada dua jenis perijinan dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini, yaitu: 1.
Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dikeluarkan oleh Bupati atau Gubernur untuk lintas kabupaten. IUPHKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
2.
Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK HKm) diberikan oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Kehutanan dapat mendelegasikan pemberian ijin itu kepada Gubernur.
Universitas Sumatera Utara
IUPHHK HKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan hasil hutan berupa kayu dalam areal kerja IUPHKm pada hutan produksi.
2.3.
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Pemanfaatan hutan kemasyarakatan adalah kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : 1.
Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
2.
Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman.
3.
Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya.
4.
Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa.
5.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
6.
Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama.
7.
Adanya kepastian hukum.
8.
Transparansi dan akuntabilitas publik.
9.
Partisipatif dalam pengambilan keputusan. Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dalam hutan kemasyarakatan dilakukan
secara terintegrasi dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk untuk mejamin kesinambungan manfaat dan kelestarian fungsi hutan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh yang membentuk strata tajuk lengkap sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilakukan melalui kegiatan : a.
Budidaya tanaman obat.
b.
Budidaya tanaman hias.
c.
Budidaya jamur.
d.
Budidaya lebah.
e.
Penangkaran satwa, dan
f.
Budidaya sarang burung wallet.
2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dilakukan melalui kegiatan : a.
Pemanfaatan jasa aliran air.
b.
Pemanfaatan air.
c.
Wisata alam.
d.
Perlindungan keanekaragaman hayati.
e.
Penyelamatan dan perlindungan lingkungan, dan
f.
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu hasil penanaman dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Penanaman tanaman hutan berkayu yang dihasilkan merupakan tanaman sejenis dan tanaman berbagai jenis.
2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu hasil penanaman dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yaitu berupa pemanfaatan : a.
Rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.
b.
Getah, kulit kayu, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.
2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu Pemungutan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan berupa kayu di hutan produksi dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat dengan ketentuan paling banyak 50 (lima puluh) meter kubik dan tidak untuk diperdagangkan, dan dikerjakan selama jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan produksi dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat dan umbi-umbian dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap pemegang ijin.
2.4.
Kondisi Sosial Ekonomi Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya,
hubungan timbal balik terjadi baik antara manusia sebagai individu atau kelompok atau masyarakat (Silalahi, 2001). Aktifitas manusia mempengaruhi lingkungan, begitupula sebaliknya lingkungan mempengaruhi aktifitas manusia tersebut. Aktifitas manusia dalam mempengaruhi lingkungan bisa berakibat buruk maupun baik.
Untuk
menunjang
keberhasilan
implementasi
pemanfaatan
HKm
memerlukan informasi nilai dukungan sosial ekonomi yang pada dasarnya adalah gambaran dari aktifitas manusia dalam memberlakukan lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi dukungan sosial ekonomi, maka semakin besar pula peluang untuk keberhasilan kegiatan pemanfaatan HKm tersebut. Arah rekomendasi dari aspek sosial ekonomi dalam rangka pemanfaatan HKm dapat dilakukan dengan menelaah kondisi dan dukungan aspek sosial ekonomi di wilayah tersebut. Keberhasilan program HKm sangat tergantung pada partisipasi kelompok masyarakat. Menurut Munggoro (2001), ada sembilan kondisi sosial yang dibutuhkan agar pengelolaan sumberdaya hutan dapat dilakukan sebuah kelompok masyarakat secara efektif, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1.
Batas wilayah kelola, tata batas wilayah kelola rakyat, hak-hak yang diakui, dan mekanisme pembagian hasil hutan dirumuskan dengan jelas dan disepakati bersama.
2.
Kapasitas melindungi sumberdaya alam, masyarakat mampu mandiri memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam setempat.
3.
Mekanisme pengambilan keputusan, masyarakat setempat memiliki hak bicara, hak menentukan nasibnya sendiri, dan hak mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan kelompok.
4.
Resolusi konflik, masyarakat setempat punya cara yang efektif untuk menyelesaikan konflik, baik konflik internal maupun konflik eksternal.
5.
Monitoring, masyarakat memiliki cara untuk memperoleh informasi tentang kuantitas, kualitas dan keragaman sumberdaya alam di wilayahnya.
6.
Ukuran kelompok, ukuran kelompok sebaiknya kecil supaya komunikasi dan bertatap muka secara teratur dimungkinkan.
7.
Insentif, masyarakat setempat memperoleh manfaat nyata dari kegiatan pengelolaan hutan baik manfaat ekonomi, budaya dan spiritual.
8.
Input, masyarakat setempat memiliki kekuatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya hutan seperti tenaga kerja, teknologi, informasi, modal dan lainnya.
9.
Nilai konservasi atau komitmen terhadap keberlanjutan sistem ekologi, masyarakat setempat menghargai nilai konservasi hutan dan berusaha mempertahankan kualitas sumberdaya hutan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Pemberdayaan Partisipatif Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan
membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Konsep pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development). Komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Rahim (2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heteroglasia, dialogis, poliponi dan karnaval. Pertama, Heteroglasia: Konsep ini menunjukkan fakta bahwa sistem pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor budaya yang saling mengisi satu sama lain. Kedua, Dialog adalah komunikasi transaksional dengan pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada maknamakna yang saling berbagai. Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suara-suara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka, memperjelas satu sama lain, dan tidak menutupi satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, Karnaval: Konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua varian dari semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parody, dan hiburan secara bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga diselingi oleh humor dan canda tawa. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995). Paradigma pemberdayaan (empowerment) adalah pemberian kesempatan kerja kelompok untuk merencanakan kemudian melaksanakan program pembangunan tersebut yang mereka pilih sendiri. Maksud dari pemberdayaan itu adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian
kelompok.
Keberdayaan
masyarakat
merupakan
unsur
utama/dasar yang memungkinkan suatu masyarakat itu dapat bertahan dan mengembangkan diri dalam mencapai tujuan. Pembangunan
partisipatif
erat
kaitannya
dengan
pemberdayaan
masyarakat, dimana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan langkah-langkah kelembagaan
untuk
masyarakat
mempersiapkan agar
mereka
masyarakat mampu
guna
mewujudkan
memperkuat kemajuan,
kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat (Sumaryadi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung. Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan orientasi pembangunan yang berpusat pada masyarakat antara lain dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan. Dengan pendekatan pembangunan seperti ini maka pembangunan diartikan sebagai peningkatan kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya dengan implikasi capacity, empowerment, dan sustainable (Bryant dan White, dalam Abdullah 1994). Pembangunan haruslah memiliki visi pemberdayaan manusia dan masyarakat dalam arti yang seluasluasnya, sebab sepanjang jaman keswadayaan merupakan sumber daya kehidupan yang abadi dan manusia menjadi intinya atau fokusnya dan partisipasi merupakan perwujudan optimalnya. Keberdayaan merupakan modal utama masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan keberadaannya ditengah masyarakat lainnya.
2.6.
Persepsi Masyarakat Atkinson (1997) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana
kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Gibson, et al. (2001) persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 1997). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson et al. 2001).
2.7.
Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat (Kartasasmita, 1997). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain: a.
Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak.
b.
Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu.
Universitas Sumatera Utara
c.
Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya,
tetapi
cara
pelaksanaannya
tidak
sesuai
dengan
pemahaman mereka. d.
Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan. Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan
proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Oleh karena itu, menurut Ndraha (1990) partisipasi publik dapat terjadi pada 4 (empat) jenjang, yaitu: a.
Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan.
b.
Partisipasi dalam pelaksanaan.
c.
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.
d.
Partisipasi dalam evaluasi. Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi
secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa memiliki
terhadap
program
pemberdayaan,
maka
dapat
dicapai
suatu
keberlanjutan dari program pemberdayaan. Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla, 2007). Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap (Ericson dalam Slamet 1994) yaitu: 1.
Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.
2.
Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.
3.
Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek. Menurut Soekartawi (2003), perencanaan adalah pemilihan alternatif atau
pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi Perencanaan: 1.
Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan.
2.
Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada pelaksanaan rencana yang telah disusun.
3.
Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.
4.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya yang dimiliki organisasi.
5.
Memberikan
batas-batas
wewenang
dan
tanggung
jawab
setiap
pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerjasama/koordinasi. Menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir
setiap manusia membuat atau mengambil keputusan dan
melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang
terencana
dan
untuk
mencapai
tujuan
kegiatan
(Usman dan Nurdin 2002). Pengertian implementasi yang dikemukakan dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalahmasalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000). Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi (Bryant dan White, dalam Kuncoro 1997). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Evaluasi akan menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, sehingga evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis kebijakan lainnya, yakni: 1.
Fokus Nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk menumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan yang tidak terantisipasi, karena ketepatan tujuan dan
Universitas Sumatera Utara
sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri. 2.
Interdependensi fakta-nilai, tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah. Untuk itu diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
3.
Orientasi masa kini dan masa lampau, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post) rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
4.
Dualitas nilai, nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenan dengan nilai yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antara tujuan dan sasaran.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program. Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan (Anderson, dalam Arikunto 2004). Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan untuk memanfaatakan dan mengusahakan hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan pohon serbaguna (multi purpose trees species) adalah kegiatan untuk memanfaatkan tumbuhan berkayu dimana buah, bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir dan longsor. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 23, 1997). Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun
tahap-tahap
pelaksanaan
dan
penilaian.
Menjaga
hutan
dan
membudidayakan hutan merupakan peran aktif masyarakat dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pemanfaatan hutan di areal hutan kemasyarakatan, agar hutan tetap terlindungi dan terjaga kelestariannya. Peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : a.
Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan.
b.
Menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
c.
Menumbuhkan
ketanggap-segeraan
masyarakat
untuk
melakukan
pengawasan sosial. d.
Memberikan saran dan pendapat.
e.
Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting
artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu handarbeni terhadap hasil pembangunan. Pentingnya peran masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1994) sebagai berikut : 1.
Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2.
Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3.
Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti
adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan. Selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan (Hardjosoemantri, 1991).
Universitas Sumatera Utara