ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Timbal (Pb) Logam timbal telah dipergunakan oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu
(sekitar 6400 sebelum masehi) hal ini disebabkan logam timbal terdapat diberbagai belahan bumi, selain itu timbal mudah di ekstraksi dan mudah dikelola. Timbal dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Lead” dengan simbol kimia “Pb”. Simbol ini berasal dari nama latin timbal yaitu “Plumbum” yang artinya logam lunak. Timbal memiliki warna putih kebiruan yang terlihat ketika logam Pb dipotong akan tetapi warna ini akan segera berubah menjadi putih kotor atau abu-abu gelap ketika logam Pb yang baru dipotong tersebut terekspos oleh udara. Timbal merupakan logam yang lunak, tidak bisa ditempa, memiliki konduktifitas listrik yang rendah, dan tergolong salah satu logam berat seperti halnya raksa timbal dapat membahayakan kesehatan manusia. Karena logam timbal berifat tahan korosi maka container dari timbal sering dipakai untuk menampung cairan yang bersifat korosif ataupun sebagai lapisan kontroksi bangunan (Mardiani, 2008). Timbal memiliki empat isotop yang stabil yaitu 204Pb, 206Pb, 207Pb, dan 208Pb. Standar massa atom Pb rata-rata adalah 207,2. Sekitar 38 isotop pb telah diketemukan termasuk isotop sintesis yang bersifat tidak stabil. Isotop timbal dengan waktu paruh yang terpanjang dimiliki oleh 205Pb yang waktu paruhnya adalah 15,3 juta tahun dan 202Pb yang memiliki waktu paruh 53.000 tahun.Timbal memiliki nomor atom 82 dan nomor massa 207,2. Dengan nomor atom 82 maka timbal memiliki konfigurasi electron [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dengan jumlah electron tiap selnya adalah 2, 8, 18, 32, 18, 4. Timbal berada pada golongan IVA (14) bersama dengan C, Si, Ge, dan Sn, periode 6 dan berada pada blok s (Mardiani, 2008). Timbal atau plumbum dapat ditemukan di lingkungan dalam bentuk biji mineral bersama dengan logam lain misalnya seng, perak dan tembaga. Sumber mineral timbal yang utama adalah galena (PbS) yang mengandung 86,6% Pb, serusit (PbCO3), mimetit dan piromorpit. Sejumlah besar senyawa Pb anorganik ada dalam bentuk Pb asetat, Pb emtimonate, Pb azida, Pb bromit, Pb nitrat dan sebagainya. Pb asetat, Pb nitrat dan Pb klorat larut di dalam air, tapi bentuk garam lainnya sangat tidak larut kecuali ada beberapa yang larut pada asam (WHO, 1977). Kandungan timbal dikerak bumi adalah 14 ppm, sedangkan dilautan adalah permukaan samudra atlantik 0,00003 ppm, bagian dalam samudra atlantik 0,000004 ppm, permukaan Samudra pasifik 0,00001 ppm dan bagian dalam samudra pasifik 0,000001 ppm (Mardiani, 2008). Polusi lingkungan oleh Pb berlangsung pada peleburan dan penyulingan Pb, pembakaran bahan bakar yang mengandung Pb dan peleburan logam lainnya serta pembakaran batubara dan minyak bumi. Pb digunakan dalam bentuk murni dan kombinasi dengan elemen lain, membentuk berbagai senyawa organik dan anorganik. Logam Pb digunakan pada baterai, solder, amunisi, sistem pelindung pada penggunaan X-Ray, pelapis tangki-tangki pengangkut minyak dan berbagai pipa. Garam an-organik Pb digunakan pada insektisida, pewarna, cat, enamel, gelas, plastik dan senyawa-senyawa dari karet (WHO, 1977).
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Pb diidentifikasi sebagai racun berat dan oksidan kuat. Zat ini berakibat fatal bila termakan, karena dapat menyebabkan iritasi kulit, mata dan saluran napas, merusak gusi, sistem saraf pusat, ginjal dan sistem reproduksi (WHO, 1977). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 (SNI) tentang batas kandungan logam berat terhadap pengelolaan dan pengendalian pencemaran di perairan umum yaitu kandungan Pb dalam air laut tidak boleh melebihi 0,03 ppm. Untuk kepentingan perikanan Nilai Ambang Batas (NAB) Pb yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yautu kurang dari 0,01 ppm (Tarigan dkk., 2003). Kadar Pb sebesar 0,1 – 0,2 ppm dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh ikan - ikan. Pada biota laut seperti crustacea akan mengalami kematian setelah 245 jam bila pada perairan mengandung Pb sebesar 2,75 - 49 ppm. Biota perairan lainnya, dari golongan insekta akan mengalami kematian dalam rentang waktu yang lebih panjang yaitu antara 168 - 336 jam bila pada perairan mengandung Pb sebesar 3,5 - 64 ppm (Murphy, 1979).
2.2
Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kasifikasi E. cottonii menurut Dotty (1985) sebagai berikut : Kingdom : Phylum : Class : Ordo : Family : Genus : Species :
SKRIPSI
Plantae Rhodophyta Rhodophyceae Gigartinales Solieracea Eucheuma Eucheuma cottonii
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 1. E. cottonii (Nybakken, 1992)
Pada hakikatnya alga tidak mempunyai akar, batang dan daun yang mempunyai fungsi seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Seluruh tubuh alga hanyalah terdiri dari thallus, seperti halnya E. cottonii. Thallus pada E. cottonii terdiri atas holdfast, stipe dan blade. Holdfast mirip dengan akar pada tumbuhan tingkat tinggi, tetapi struktur dan fungsinya berbeda. Fungsi utama holdfast adalah untuk melekatkan diri pada benda-benda lain (substrat). Stipe mirip dengan batang pada tumbuhan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis dan penyerapan unsur hara dari air. Blade mirip dengan daun, bentuknya bervariasi dan berfungsi untuk fotosintesis, menyerap nutrient dari air dan reproduksi (Nybakken, 1992). Menurut Atmadja (1996), rumput laut jenis E. cottonii memiliki ciri-ciri antara lain bentuk thallus silidris, permukaan licin, cartilageneus (mempunyai tulang rawan), serta berwarna hijau terangatau coklat kemerahan. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Pada thallus ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri - duri runcing memanjang agak jarang – jarang serta tidak tersusun melingkari thallus.
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Secara fenotip alga ini mempunyai sususan tubuh yang menyerupai akar, batang, dan daun. Bagian-bagian ini seluruhnya disebut thallus yang berbentuk bulat pipih bersegmen seperti daun bulat dengan diameter 0,5 cm sampai lima cm, panjang seluruhnya bisa mencapai 30 cm. Thallus ada yang bersel satu (uniselluler) dan bersel banyak (multiselluler). Percabangannya dapat dua-dua berselang-seling sepanjang thallus utama (pinnate alternate), dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama (pinnate dischous), berpusat pada thallus utama (verticillate) dan dua-dua berselang-seling sepanjang thallus utama dengan cabang-cabang (monopodial) (Dawson, 1966). Beberapa contoh tipe percabangan E. cottonii ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Beberapa Contoh Tipe Percabangan E. cottonii (Dawson, 1966)
2.2.2 Habitat dan Penyebaran Rumput laut memerlukan sinar matahari untuk pertumbuhannya, sehingga hanya mungkin hidup pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya atau pada lapisan fotik. E. cottonii berasal dari perairan Kalimantan yang kemudian dikembangkan keberbagai negara sebagai tanaman budidaya
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
(Doty, 1985). Budidaya rumput laut pertama kali di Pulau Bali menggunakan bibit yang berasal dari Tambalang-Filipina sebagai negara yang pertama kali mengekspor jenis rumput laut ini, kemudian bibit tersebut dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Budidaya dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Budidaya rumput laut jenis tersebut secara komersil baru dilakukan di Indonesia sejaktahun 1971. E. cottonii sudah banyak dikenal sebagai tanaman budidaya di Filipina, Indonesia, Malaysia, Chili, Kiribati, dan Tanzania (Parenrengi dkk, 2010). Daerah sebaran rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun yang di budidayakan. Pada awalnya, rumput laut yang tumbuh secara alami terdapat pada hampir seluruh perairan dangkal laut Indonesia, tetapi dengan pemanfaatan rumput laut alami dari alam semakin intensif menyebabkan stok di alam semakin terbatas khususnya pada kelompok karaginofit. Menurut Parenrengi dkk (2010), rumput laut yang dibudidayakan secara komersil masih terbatas. Penyebarannya berada di perairan pantai Indonesia misalnya di Sumatra Utara, Riau, Lampung, JawaTimur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Bali, Biak dan beberapa daerah provinsi lainnya di Indonesia. Beberapa jenis E. cottonii mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap E. cottonii berkisar antara 54 – 73 % tergantung pada jenisdan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan keberbagai negara
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja, 1996).
2.2.3
Siklus Hidup Perkembang biakan rumput laut baik dari kelompok Gracilaria sp. maupun
E. cottonii dikenal dalam dua bentuk reproduksi yakni dengan seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif) (Bold and Wynne, 1985). Reproduksi secara generatif atau dikenal juga sebagai perkembang biakan secara kawin. Rumput laut diploid (2n) menghasilkan spora haploid (n) spora ini kemudian menjadi dua jenis yaitu jantan dan betina yang masing-masing bersifat haploid (n) selanjutnya rumput laut jantan akan menghasilkan sperma dan rumput laut betina akan menghasilkan sel telur. Apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat akanmenghasilkan suatu perkawinan dengan terbentuknya zigot yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Menurut Bold and Wynne (1985),siklus hidup rumput laut dari E. cottonii dikenal dengan trifase yang terdiri dari fase gametofit (N), tetrasporofit (2N) dan carposporofit (2N). Disebut trifase karena carpogonium yang telah dibuahi menghasilkan diploid carposporofit bukannya mengeluarkan carpospora. Proses reproduksi secara vegetatif berlangsung tanpa melalui perkawinan. Suatu terobosan agronomi yang penting dalam mengembangkan budidaya E. cottonii adalah ketika disadari bahwa tanaman tersebut tidak harus melalui siklus seksual untuk menghasilkan bibit yang siap tebar. Hasil reproduksi secara vegetatif terbukti dapat tumbuh dan memiliki keragaman varietas yang telah
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
dikembangkan dengan cara vegetatif selama kurang lebih 30 tahun. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi rumput laut muda yang memiliki sifat genotype seperti indukya. Perkembangan secara vegetatif lebih umum dilakukan secara stek dari cabang-cabang thallus yang muda, masih segar, warna cerah dan memliki percabangan yang rimbun serta terbebas penyakit (Bold and Wynne, 1985). Berikut disajikan bagan daur hidup E. cottonii (Gambar 3.)
Gambar 3. Siklus Hidup E. cottonii (Bold and Wynne, 1985) 2.3
Klorofil Pada umumnya klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun yang
mengandung pigmen untuk fotosintesis. Hal ini dikarenakan kloroplas mengandung pigmen klorofil-a dan klorofil-b dan berbagai karotenoid, meskipun pigmen klorofil-a dan klorofil-b lebih dominan dibandingkan dengan karotin dan xantofil. Hal ini disebabkan karena pigmen karotenoid tertutup oleh banyaknya pigmen klorofil yang berwarna hijau. Oleh karena itu klorofil-a dan klorofil-b labih dominan (Hodgkiss, 2011). Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya dan keberadaan nutrien. Perairan laut tropis pada umumnya memiliki kandungan klorofil-a rendah karena keterbatasan nutrien dan pemanasan
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
permukaan perairan yang hampir berlangsung disepanjang tahun (Campbell, 2000). Pada tanaman tingkat tinggi ada dua macam klorofil yaitu klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang berwarna hijau muda. Klorofil-a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil-b terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Klorofil-a dan klorofil-b paling kuat menyerap cahaya dibagian merah dengan panjang gelombang (600-700 nm) sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau yang panjang gelombangnya (500-600 nm) sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh karotenoid. Karotenoid ternyata berperan membantu mengabsorpsi cahaya sehingga spectrum matahari dapat dimanfaat dengan lebih baik. Energi yang diserap karotenoid diteruskan kepada klorofil-a untuk diserap digunakan dalam proses fotosintesis demikian pula dengan klorofil-b (Khopkar, 2003).
2.4
Kerang Batik (Paphia undulata) Kerang batik (Paphia undulata) seperti ditunjukkan pada Gambar 4
merupakan kerang jenis Bivalvia yang banyak dimanfaatkan secara ekonomi, untuk dikonsumsi maupun sebagai hiasan. Taksonomi dari kerang batik (P. undulata) adalah sebagai berikut (Schneider, 2001):
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Animalia : Mollusca : Bivalvia : Veneroida : Veneridae : Paphia : Paphia undulata
Gambar 4. Kerang Batik (P. undulata) (Kusumawati, 2007)
2.4.1 Habitat dan Penyebaran Pada umumnya Bivalvia hidup di perairan baik air tawar maupun air laut yang banyak mengandung zat kapur yang digunakan untuk membentuk cangkangnya (Ambarwati dan Trijoko, 2010). Bivalvia jenis kerang batik (P. undulata) mendiami pesisir pantai pada daerah litoral, perairan laut dangkal dan juga ditemukan pada laut dalam. Kerang batik (P. undulata) di kawasan pesisir sebagai penyusun komunitas macrozoobentos. Kerang tersebut memiliki keanekaragaman yang tinggi dibanding kerang yang hidup di perairan tawar dan estuari (Hendricks et al., 2007). Penyebaran kerang batik (P. undulata) meliputi daerah tropika, subtropika dan temperete (Defeo, 2005). Kerang batik (P. undulata) terdistribusi dari daerah
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
intertidal, perairan laut dangkal dan ada yang mendiami perairan laut dalam. Kekayaan kerang laut yang lebih tinggi terdistribusi pada perairan laut dangkal. Secara makro, kekayaan spesies kerang berkurang dari pantai tropika ke temperate dan dari pantai makrofidal ke mikrotidal (Defeo, 2005)
2.4.2 Struktur Tubuh Tubuh kerang batik (P. undulata) bilateral simetris, terlindung oleh cangkang kapur yang keras. Apabila tubuh kerang batik (P. undulata) disayat memanjang dan melintang maka
akan tampak bagian-bagian, antara lain
(Ambarwati dan Trijoko, 2010): 1. Bagian paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi seluruh tubuh kerang. Cangkang kerang batik (P. undulata) terbagi dalam dua belahan yang diikat oleh ligamen sebagai pengikat yang kuat dan elastis. Ligamen ini biasanya selalu terbuka, namun akan menutup apabila diganggu. Cangkang tersebut membuka dan menutupnya diatur oleh ligamen yang dibantu oleh dua macam otot, yaitu pada bagian anterior dan posterior. Garis konsentris yang sejajar pada tubuh kerang batik (P. undulata) disebut sebagai garis pertumbuhan yang menunjukkan masa pertumbuhan lamban atau tidak ada pertumbuhan. Garis ini berselang-seling dengan pita pertumbuhan yang menunjukkan pertumbuhan cepat. Semakin banyak garis dan pita pertumbuhan maka semakin tua umur hewan tersebut. 2. Mantel berupa jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang lunak. Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon. Sifon yang berada di dekat anus dinamakan sifon keluar,
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
berfungsi untuk keluar masuknya air dan zat-zat sisa, sebaliknya sifon masuk terletak di bagian bawah sifon keluar yang berfungsi untuk masuknya oksigen, air dan makanan. 3. Insang, berlapis-lapis dan berjumlah dua pasang, dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah. 4. Kaki pipih, bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior. 5. Bagian dalam rongga tubuhnya terdapat berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan yang menembus jantung, alat peredaran, dan alat ekskresi (ginjal). Bagian-bagian tubuh kerang batik (P. undulata) tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Bagian Tubuh Kerang Batik (Ambarwati dan Trijoko, 2010) 2.4.3
Cangkang Karakter pembeda kerang batik (P. undulata) adalah ornamen cangkang,
bentuk dan tipe sifon, serta bentuk kaki. Berdasarkan hasil penelitian, rasio panjang dan tinggi cangkang= 1: 0,6. Rasio panjang dan lebar cangkang adalah 1: 0,4. Rasio tinggi dan lebar cangkang adalah 1: 0,6. Bivalvia ini termasuk dalam pemakan suspensi, dengan rasio ukuran insang dan palpus labialis adalah 5:1 (Ambarwati dan Trijoko, 2010).
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Cangkang kerang batik (P. undulata) terdiri atas tiga lapis, yaitu secara berurutan dari luar ke dalam, sebagai berikut(Kusumawati, 2007): 1. Periostrakum, merupakan lapisan tipis dan gelap yang tersusun atas zat tanduk yang dihasilkan oleh tepi mantel, sehingga sering disebut lapisan tanduk, fungsinya untuk melindungi lapisan yang ada di sebelah dalamnya dan lapisan ini berguna untuk melindungi cangkang dari asam karbonat dalam air serta memberi warna cangkang. 2. Prismatik, lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas kristal-kristal kalsium karbonat yang berbentuk prisma yang berasal dari materi organik yang dihasilkan oleh tepi mantel. 3. Nakreas, merupakan lapisan terdalam yang tersusun atas kristal-kristal halus kalsium karbonat. Bagian-bagian cankang kerang batik (P. undulata) ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Lapisan Cangkang Kerang Batik (P. undulata) (Kusumawati, 2007)
2.4.4
Sistem Organ Semua kerang batik (P. undulata) adalah jantan ketika muda, beberapa
akan menjadi betina seiring dengan kedewasaan. Organ yang dimiliki kerang
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
batik (P. undulata), yaitu ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang batik (P. undulata) dapat bergerak dengan kaki berupa semacam organ pipih yang dikeluarkan dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka dan menutup cangkang (Ambarwati dan Trijoko, 2010). Makanan kerang batik (P. undulata) adalah plankton, dengan cara menyaring partikel-partikel yang terdapat dalam air. Kerang sendiri merupakan mangsa bagi cumi-cumi dan hiu.Sistem pencernaan kerang batik (P. undulata) dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Mulut dan anus kerang batik (P. undulata) terletak dalam rongga mantel (Adriyani dan Mahmudiono, 2009) . Sistem sirkulasi kerang batik (P. undulata) terbuka yang berarti tidak memiliki pembuluh darah. Jantung kerang batik (P. undulata) terdiri atas sebuah bilik dan dua serambi. Pasokan oksigen berasal dari darah yang sangat cair yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi organ-organnya. Sistem ekskresinya menggunakan sepasang nefridium yang berfungsi seperti ginjal. Adapun sistem sarafnya terdiri atas otak, simpul saraf kaki, dan simpul saraf otot. Respirasinya dengan menggunakan insang yang terdapat dalam ronggal mantel (Peterson dan Wells, 1988).
2.4.5
Daur Hidup Kerang batik (P. undulata) bersifat hermaprodit dan kebanyakan
mempunyai alat kelamin yang terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin jantan akan mengeluarkan sperma ke air dan akan masuk dalam tubuh hewan betina. Air masuk melalui sifon sehingga terjadi pembuahan. Ovum yang melekat
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
pada insang akan tumbuh dan berkembang dalam ruang mantel, kemudian akan menetas dan keluar larva yang disebut glokidium. Larva ini akan keluar dari dalam tubuh hewan betina melalui sifon keluar kemudian menempel pada insang atau sirip ikan. Larva tersebut akan dibungkus oleh lendir dari kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama tiga minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas (Ambarwati dan Trijoko, 2010).
2.5
Biofilter Biofilter adalah teknik pengendalian pencemaran menggunakan bahan atau
organisme hidup untuk menangkap dan mendegradasi polutan melalui proses biologi (Smith, 2003). Caraini sangat efektif dan tidak membahayakan maupunmencemari perairan, bahkan dapat menyerap bahan logam beratserta yang lainnya. Biofilter seringkali digunakan untuk mengurangi kadar organik dalam perairan dimana bahan organik terlalu tinggi dalam perairan dapat menimbulkan polutan bagi tumbuhan dan hewan yang ada di perairan (Pantjara dkk., 2010). Penggunaan biofilter secara umum, yaitu untuk pengolahan air limbah, pengendalian pencemaran udara berupa oksidasi mikrobiotik terhadap kontaminan di udara serta menangkap bahan kimia berbahaya atau lumpur dari aliran permukaan pada pengolahan air dan budidaya atau akuakultur (Smith, 2003).
2.5.1
Penggunaan Biofilter Pada Sistem Akuakultur Terbuka Penggunaan biofiter juga dilakukan pada sistem akuakultur terbuka yakni
pada tambak dengan sumber air berasal dari air laut atau sungai. Hasil penelitian
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
terkait penggunaan biofilter untuk budidaya udang windu di tambak marjinal menunjukkan bahwa pemanfaatan petak biofilter berupa tiram, rumput laut dan bandeng memberikan andil cukup besar dalam meningkatkan kondisi kualitas air tambak (Pantjara dkk., 2010). Gambaran desain tata letak tambak pada budidaya udang windu sistem biofilter di tambak marjinal ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 7. Desain Tata Letak Tambak Pada Budidaya Udang Windu Sistem Biofilter Di Tambak Marjinal (Pantjara dkk., 2010) Keterangan: A dan B : perlakuan penelitian I, II dan II : petak tambak : arah aliran dari sumber air
Beberapa perusahaan tambak udang di Indonesia telah menggunakan biofilter dimana tambak dioperasikan bersamaan penerapan biofilter dengan tandon. Penerapan biofiltrasi pada tambak udang tersebut melalui penambahan komponen penyaring pada tandon (penampungan air). Tandon pada tambak pada awalnya hanya berupa kolam untuk tempat masuknya air laut dan distribusi air
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ke sejumlah tambak, tetapi melihat kondisi lingkungan yang kian memburuk maka dilakukan penambahan komponen penyaring yang berfungsi sebagai biofilter.Penerapan biofilter pada beberapa tambak udang tersebut bertujuan untuk membantu mencegah penyebaran virus, seperti Infectious myonecrosis (IMNV) karena virus tersebut dapat menular lewat udang liar atau lewat plankton (Iswanto, 2011). Sistem biofilter yang umumnya diterapkan pada tandon adalah dengan membuat tandon yang umumnya memiliki kontur tanah tidak seragam menjadi empat bagian dan diberi sekat. Tandon pertama sebagai tempat pertama kali masuknya air laut disebut dengan tandon pengendapan, pada tandon ini diberi sekat berupa batu kali. Batu ini berfungsi sebagai penyaring agar organisme yang tersedot dari laut tidak dapat masuk ke tandon kedua, selain itu batu dapat menjadi tempat hidup bagi bakteri komplek yang dapat menjadi penyaring. Kemudian untuk tandon kedua, selain diberi batu pada sekatnya juga diisi ikan kakap putih. Kakap putih di sini berfungsi sebagai pemakan organisme liar yang terbawa yang kemungkinan membawa hama dan akan menjadi carrier (pembawa) penyakit. Tandon ketiga menggunakan nila sebagai biofilter karena nila memiliki kemampuan untuk memakan sampah organik, selain itu air liurnya dapat menghambat pertumbuhan vibrio. Pada tandon keempat, masih memanfaatkan sifat alami dari ikan yaitu sebagai filter feeder (penyaring organisme), diisi dengan bandeng tanpa diberi sekat batu. Sistem biofilter ini terbukti cukup efektif untuk itu idealnya semua tambak harus menerapkan teknologi biofilter karena air
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
baik dari laut maupun sungai tidak memiliki jaminan kualitas yang baik (Iswanto, 2011).
2.5.2
Pengggunaan Biofilter Pada Sistem Akuakultur Tertutup Penggunaan biofilter umumnya digunakan pada sistem akuakultur tertutup,
seperti sistem resirkulasi atau dikenal dengan Recirculating Aquaculture System (RAS). Terdapat banyak desain yang digunakan, setiap desain memiliki kelebihan dan kekurangan namun fungsinya sama yakni untuk mengurangi pertukaran air dengan mengubah amonia menjadi nitrat (Smith, 2003). Salah satu gambaran desain RAS yang banyak digunakan ditunjukkan pada Gambar 7. Amonia (NH4+ dan
NH3)
berasal
dari
ekskresi
brakialis pada insang hewan
air
dan dekomposisi bahan organik. Amonia-N sangat beracun sehingga diubah ke dalam bentuk yang kurang beracun berupa nitrit oleh Nitrosomonas sp. Kemudian diubah lagi menjadi lebih kurang beracun ke dalam bentuk nitrat oleh Nitrobacter sp. Proses perubahan ini disebut nitrifikasi, proses tersebut berlangsung dalam kondisi aerob (memerlukan oksigen) sehinga tanpa adanya biofilter yang memberikan suplai udara berupa oksigen dapat membuat proses menjadi tidak berlangsung (Golz, 1995).
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 8. Recirculating Aquaculture System (RAS) (Smith, 2003)
2.6
Hubungan Antara Timbal (Pb), Kerang Batik (Phapia undulata) Eucheuma cottonii dan Klorofil-a Pb terdapat di dalam suatu perairan sebagai akibat dari hasil limbah industri,
limbah cair, perkotaan, pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan budidaya (Dahuri,2001). Keberadaan Pb di suatu perairan akan membentuk ikatan divalent dan tetravalent (Pb2+ dan Pb4+) sehingga daya racun yang terkandung pada Pb akan meningkat dan bersifat LD (lethal doses) pada kerang batik (P.undulata) (Palar, 2004). Semakin meningkatnya toksisitas dari pada Pb akan membahayakan kehidupan kerang batik (P. undulata) karena akan terjadi pengendapan dan pengakumulasian Pb di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena sifat dari Pb yang dapat mengendap dan terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup (Palar, 2004). Rumput laut memiliki zat karagenan yang fungsinya hampir sama dengan alginat yaitu dapat mengikat ion logam berat salah satunya adalah Pb (Nybakken, 1992). Kemampuan rumput laut jenis E. cottonii dalam menyerap Pb dibatasi oleh beberapa faktor salah satunya konsentrasi Pb, apabila konsentrasi Pb di perairan
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
melebihi batas toleransi yang telah ditetapkan yaitu dua ppm maka akan terdapat gejala yang timbul yaitu klorosis, nekrosis, pada ujung dan sisi thalus busuk lebih awal. Pb juga dapat menyebabkan perubahan pada pigmen rumput laut menjadi semakin sedikit. Pemberian Pb sebesar 0,1 ppm dengan lama pemaparan selama tujuh hari dapat menyebabkan kadar klorofil pada rumput laut menurun dari 128,70 mg/kg menjadi 95,30 mg/kg (Muslihatin, 2006). Berdasarkan hal tersebut, daya tahan atau kemampuan hidup rumput laut, termasuk jenis E. cottonii, pada perairan yang tercemar Pb dapat diketahui dari kadar klorofil dalam hal ini klorofil-a yang terkandung di dalamnya.
SKRIPSI
PEMANFAATAN Euchema cottoni SEBAGAI BIOFIL...
I GUSTI BAGUS RAI WIJAYA