BAB II LANDASAN TEORI
Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Di Cina, manusia
menggunakan
bambu
sedangkan
bangsa
Persia
dan
Romawi
menggunakan aqueducts sebagai bahan pipa. Bahkan sekitar tahun 400 SM, bangsa Cina sudah menggunakan bambu untuk mengalirkan gas alam. Jadi pada dasarnya sistem perpipaan sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk memudahkan kegiatan maupun pekerjaan manusia. Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan industri, sistem perpipaan pun mengalamai kemajuan yang pesat. Mulai awal abad ke 18, teknologi bahan pipa mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hingga saat ini, peenggunan sistem perpipaan sangat luas. Namun, sistem perpipaan itu sendiri adalah suatu sistem yang kompleks sehingga pada saat perancangannya banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sehingga diperoleh suatu rancangan sistem perpipaan yang baik dan efisien.
2.1.
KRITERIA DISAIN PADA JALUR PERPIPAAN Dalam mendisain jalur perpipaan banyak parameter–parameter yang harus
diperhatikan dan harus terpenuhi dalam mendisain suatu jalur pipa, sehingga jalur tersebut aman dan dapat di operasikan secara maksimal. Pada dasarnya jalur perpipaan merupakan media penghubung dari sederetan proses yang terjadi dalam suatu sistem. Dalam mendisain jalur perpipaan ini atau yang sering di sebut pipe routing dibutuhkan keahlian dan pengalaman dalam melakukan pekerjaan di 4
bidang perpipaan. Sampai saat ini, tidak ada suatu ilmu khusus mempelajaari cara me-routing sebuah jalur pipa yang baik dan benar. Proses penentuan sebuah jalur pipa merupakan suatu proses yang iteratif. Artinya, adakalanya sebuah jalur pipa yang ditentukan itu tidak memenuhi kriteria stress analysis. Apabila hal ini terjadi maka harus dilakukan penentuan jalur baru (re-routing) hingga jalur pipa tersebut dinyatakan aman dan sesuai dengan code yang bersangkutan. Dalam penentuan sebuah jalur pipa dari satu titik ke titik lainnya ada banyak hal yang harus diperhatikan. Kriteria–kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan disain sebuah jalur perpipaan pada instalasi migas yaitu : a. Menentukan spesifik material pipa yang sesuai kebutuhan. b. Melakukan perhitungan ketebalan dan diameter pipa yang diperlukan. c. Membuat konstruksi jalur perpipaan dan komponen pendukungnya. d. Menentukan letak dan bentuk penyangga. e. Melakukan perhitungan tegangan dan fleksibilitas pipa. 2.2.
Pemilihan Material Pemilihan material yang sesuai dengan kondisi temperatur, tekanan dan
sifat-sifat fisis dari fluida yang dialirkan sangatlah penting. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan suatu kondisi perancangan yang aman bagi lingkungan dan memiliki usia pemakaian yang sesuai dengan perkiraan. Dalam melakukan perancangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya : a. Kekuatan pipa terhadap temperatur dan tekanan yang tinggi. b. Ketahanan pipa terhadap korosi. Material yang biasanya dipakai dalam disain pipa adalah :
5
a. Carbon steel. Matrial carbon steel pada umumnya sering digunakan pada saat pipa tersebut mengalirkan fluida yang bersih yaitu tidak mengandung senyawa corrosive seperti H2S. Material ini mudah terkorosi bila ada komponen yang dapat mengakibatkan korosi. Jika kandungan senyawa corrosive masih dapat di tolerir, material ini masih bisa digunakan dengan menambah ketebalan pipa (corrosion allowance) atau pun dengan menginjeksikan corrosion inhibotor. Namun carbon steel memiliki nilai Maximum Allowable Working Pressure (MAWP) yang sangat besar, sehingga material ini sangat luas penggunaannya. b. Austenitic Stainless Steel. Jika penggunaan pipa pada kondisi korosi yang parah serta pemakaian corrosion inhibitor yang tidak memungkinkan, atau pada pemakaian yang membutuhkan tingkat hygienitas yang tinggi, biasanya material austenitic stainless steel lebih sesuai untuk digunakan, karena permukaan dalamnya bersih dan pada level pemakaian tertentu relatif tidak membutuhkan chemical cleaning. Namun material ini memiliki kelemahan pada pemakain tekanan tinggi karena Maximum Allowable Working Pressure (MAWP) yang relatif di bawah carbon steel dan lemah terhadap Chloride Stress Corrosion Cracking c. Duplex stainless steel Duplex stainless steel memenuhi kriteria pemakaian pada tekanan tinggi, high corrosion resistance, dan sifat metalurgisnya memberikan ketahanan yang baik terhadap atmospheric corrosion dan oksidasi. Namun, pemakaian material ini adalah terjadinya Sulphide Stress Corrosion Cracking, dan Hydrogen Cracking. Pada umumnya, pengelasan pada material Duplex
6
menjadi lebih sullit dan membutuhkan kehati-hatian yang lebih tinggi dari pada bahan lain. Dasar pemilihan material ini, sudah banyak di publikasikan dan diatur dalam beberapa standar yang biasa digunakan seperti ASME. Lebih lanjut, jika fluida yang dialirkan mengandung H2S (sour service), perpipaan yang digunakan harus sesuai dengan code tertentu yaitu NACE MR01-75, dimana tingkat kekerasan bahan tidak boleh melebihi Rockwell Hardness 22.
2.3.
Diameter Pipa Perhitungan diameter pipa dilakukan untuk memastikan pipa tersebut
dapat mengalirkan fluida dengan effisien dan mempunyai life time yang lama. Banyak standar atau code yang mengatur hal ini, namun standaar saat ini yang sering digunakan adalah API14E, Offshore Production Platform Piping System, dimana code ini banyak digunakan dalam mendisain pipa. Bahkan, banyak code lain yang tetap mengacu pada API14E. Kecepatan aliran dan penurunan tekanan adalah dua aspek yang diperhatikan dalam mendisain diameter pipa. Sebelum menghitung kecepatan aliran maupun penurunan tekanan, ada beberapa aspek yang terlebih dahulu diperhatikan, yaitu: a. Laju alir. Laju alir yang digunakan sebaiknya adalah laju alir maksimum yang mungkin terjadi selama waktu operasi daripada normal laju alir. Oleh karena itu, sering sekali dalam mendisain untuk laju alir digunakan design factor.
7
b. Komponen perpipaan Setiap komponen perpipaan akan mengakibatkan penurunan tekanan sehingga dalam perhitungan komponen-komponen ini seperti valve, control valve, elbow, dan lain-lain harus ikut diperhitungkan. c. Engineering judgement Intuisi seseorang yang sudah sering bekerja di bidang perpipaan biasanya akan dapat menebak diameter pipa yang digunakan. Namun, hal ini hanya dalam penentuan awal saja, dalam penentuan sebenarnya untuk keperluan pemasangan di lapangan biasanya membutuhkan perhitungan.
Fluida yang mengalir di dalam pipa akan menentukan juga metoda perhitungan yang akan digunakan, karena karakteristik dari fluida itu sendiri akan berbeda-beda. Batasan-batasan yang digunakan juga berbeda tergantung fluida yang dilairkan. a)
Fasa gas Jika pipa mengalirkan gas, diameter pipa yang digunakan seharusnya memberikan penurunan tekanan yang cukup sehingga memenuhi tekanan yang dibutuhkan di akhir perpipaan. Dan juga, masalah kecepatan laju alir dapat menimbulkan masalah kebisingan. Dalam API14E, diatur bahwa kecepatan laju alir ini sebaiknya tidak melebihi 60 ft/s untuk mengatasi masalah kebisingan (noise) ini. Namun, ini bukanlah batasan mutlak, jika sistem perpipaan dilengkapi dengan alat peredam kebisingan, batasan ini bisa lebih tinggi lagi.
8
b)
Fasa liquid Basis penentuan diameter pipa pada fasa liquid pada dasarnya adalah kecepatan laju alir. Batasan yang dianjurkan dalam API14E adalah 15 ft/sec untuk laju alir maksimum yang bertujuan mengantisipasi terjadinya flashing pada control valve dan minimum 3 ft/sec utk mengantisipasi pengendapan partikel padatan seperti pasir.
c)
Dua Fasa Penentuan diameter pipa jika di aliri fluida dua fasa sebaiknya di tentukan oleh kecepatan laju alir. Sebab, dari pengalaman sering terjadi pengikisan lapisan pipa pada saat dialiri fluida dua fasa. Batasan yang dianjurkan tergantung frekuensi pipa tersebut dialiri fluida ini.
2.4.
Tebal Dinding Pipa Ketebalan dinding pipa memiliki peranan penting dalam sistem perpipaan
yang beroperasi pada tekanan dan temperatur yang tinggi, kesalahan dalam menentukan ketebalan dinding pipa yang diperlukan mengakibatkan pipa tidak kuat menahan tekanan saat operasi, sehingga akan menumbulkan banyak permasalahan dalam sistem opearasi dari jalur perpipaan. Di dalam pipa sering terdengar istilah schedule number yaitu penyebutan untuk ketebalan pipa. Schedule pipa dapat dikelompokan sbb : a. Schedule 5, 10, 20, 40, 60, 80, 120, 160 b. Schedule Standard c. Schedule Extra Strong ( XS ) d. Schedule Double Extra Strong ( XXS )
9
Untuk menghitung ketebalan pipa menurut ASME B31.3 dipakai rumus : tm :
P.D +C 2(σE + PY)
(2.1)
tm : tebal dinding pipa (m) P : tekanan internal disain (N/m 2 ) D : diameter luar (m)
σ
: stress pada temperatur disain (N/m 2 )
E : faktor efisiensi sambungan Y : faktor bahan (dapat diketahui pada tabel 2.1) C : corrosion allowance Tabel 2.1. Koefisien Y untuk t < D/6 Temperatur, oF (oC) 900 (482) & lower
950
1.000
1.050
1.100
(510)
(538)
(566)
(593)
1.150 (621) & up
Ferritic steels
0,4
0,5
0,7
0,7
0,7
0,7
Austenic steels Other ductile metals Cast Iron
0,4
0,4
0,4
0,4
0,5
0,7
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,0
…
…
…
…
…
Materials
2.5.
Rentang Pipa (Pipe Span)
Pipa akan mengalami lenturan dan defleksi karena berat pipa itu sendiri dan berat fluida yang mengalir di dalam pipa. Untuk menghindari terjadinya defleksi pipa yang berlebihan akibat berat pipa dan fluida didalamnya, maka perlu diperhitungkan panjang jarak antara dua tumpuan agar defleksi yang terjadi dapat sekecil mungkin. Untuk mengetahui jarak maksimum antara dua tumpuan dapat 10
mengacu pada tabel pipe span pada lampiran 6. adapun perhitungan secara manual dapat dicari dengan menggunakan rumus : L =
8.Z.σ a 1,25W
(2.2)
Di mana :
σa : Tegangan yang diijinkan (N/m2) Z : Modulus section pipa ( m3) W : Berat pipa + berat fluida di dalam pipa per satuan panjang (N/m) Adapun besarnya defleksi maksimum yang terjadi ditengah-tengah antara dua tumpuan dapat dicari dengan rumus : δ =
5 . W . L4 384 . E . I
(2.3)
Di mana : E : Modulus elastisitas material pipa (N/mm2) I
: Momen Inertia dari penampang pipa (mm4)
2.6.
Fleksibilitas Pipa
Misalkan ada dua bejana T1 dan T2 dengan jarak 20 m yang harus dihubungkan dengan pipa antara dua nozzle yang satu dengan yang lain pada ketinggian yang sama. Sudah jelas cara yang paling ekonomis dari sudut sistem perpipaan adalah membuat hubungan dengan pipa lurus seperti gambar 2.6a. akan tetapi pada saat temperatur pipa mengalami kenaikan maka akan timbul twanging yang diakibatkan dari ekspansi pipa tersebut. Sehingga akan terjadi beberapa kemungkinan seperti yang terjadi pada Gambar 2.6.b.dan 2.6.c.
11
Gambar 2.6.a. Dua bejana dihubungkan dengan pipa lurus Kemudian, andaikan seluruh peralatan ini terbuat dari baja karbon dan bejana T1 dipanaskan sampai suhu 200oC. Bila katub A dibuka, akan terjadi ekspansi antara pusat T1 dan pusat T2, bila temperatur awal adalah 21oC maka panjang besarnya ekspansi dapat dicari dengan rumus sbb : Bila koefisien muai panjang baja karbon (α) pada 200oC = 14.4 x 10-6 / oC (ASME B31.3), maka besar ekspansi yang terjadi adalah : ΔL = α . ΔT. L ΔL = 14.4 x 10-6 x (200-21) x 20 ΔL = 51.55 mm
Akibat dari ekspansi ini ada dua kemungkinan : a)
Sambil memanjang pipa akan menekan dinding bejana, bila dinding pada salah satu bejana tersebut lebih tipis dari dinding yang satunya, maka akan terjadi seperti pada gambar(Gambar 2.6.b)
12
Gambar 2.6.b. Pipa berekspansi menekan dinding bejana b)
Bila dinding kedua bejana tersebut cukup kuat menahan tekanan dari perpanjangan pipa, maka pipa akan melengkung atau bengkok (Gambar 2.6.c)
Gambar 2.6.c. Pipa melengkung akibat pipa berekspansi Untuk mencegah hal tersebut maka cara untuk mengatasinya adalah : Cara 1, membuat loop pada jalur pipa (Gambar 2.6.d) Jalur pipa pada gambar 2.6.e ditunjukkan reaksi exspansi pipa akan menekan bagian loop sehingga tidak menekan dinding dari equipment, dengan demikian tidak akan terjadi over stress.
13
Gambar 2.6.d. Jalur pipa dengan loop.
Gambar 2.6.e. Jalur pipa dengan loop. Cara 2, membuat jalur pipa berbentuk “L” (gambar 2.6f) Dalam gambar 2.6f terlihat defleksi yang terjadi (garis putus-putus) menggeser titik B sebesar δ ke titik B1 dan membengkokkan kaki pipa BC menjadi B1C, semakin panjang kaki BC maka semakin mudah pipa tersebut membengkok.
14
Gambar 2.6.f. Jalur pipa berbentuk “L” Dari cara 1 dan 2 dapat dilihat bahwa dengan membuat loop atau bentuk “L” pada jalur pipa, maka memungkinkan defleksi yang terjadi dapat diserap (absorb) oleh pipa dan sekaligus mengurangi beban pada nozzle bejana.
2.7.
Sistem Penggambaran
Sistem penggambaran pada perencanaan perpipaan dapat dikelompokkan : a. Sistem penggambaran untuk keperluan perencana proses yang berbentuk gambar skematik, biasanya gambar tersebut berisi informasi mengenai peralatan yang digunakan, diameter pipa, jenis fluida yang dialirkan, jenis katup-katup yang digunakan, arah aliran fluida, instrumentasi yang digunakan untuk memantau dan mengontrol sistem alian fluida. Pada umumnya gambar ini dikenal dengan nama P&ID (piping and instrument diagram). d. Sistem penggambaran untuk keperluan perencanaan mekanikal dan perpipaan: -
Key plan yaitu gambar keseluruhan dari proyek yang akan dikerjakan yang
dapat memberikan informasi lokasi proyek secara menyeluruh
15
-
Plot plan atau tata letak peralatan utama, gambar ini adalah gambar
sebenarnya (fisik) dari peralatan yang digunakan, ukuran-ukurannya, jarak antar peralatan dan ketinggian letak peralatan (elevation) -
Piping general arrangement atau tata letak sistem perpipaan termasuk
peralatan dan instrumentasi yang digunakan. Gambar ini adalah gambar sebenarnya dari sistem perpipaan, informasi tentang sistem perpipaan pada suatu instalasi proses dapat dilihat pada gambar ini termasuk tata letak peralatan dan instrumentasi. -
Isometrik atau gambar jalur pipa single line dalam bentuk tiga dimensi, yang dilengkapi dengan dimensi dan uraian material yang digunakan. sistem penggambaran ini sangat berguna baik uintuk perencanaan, fabrikasi maupun untuk perawatan dari suatu instalasi proses.
2.8.
Analisis Tegangan
Analisis tegangan merupakan bagian yang paling berpengaruh pada perencanaan dan pelaksanaan sistem perpipaan. Dari hasil analisa tegangan ini perencanaan jalur-jalur sistem perpipaan dan perletakkan tumpuan pipa (pipe support location) ditentukan untuk menghindari terjadinya tegangan yang
berlebihan pada pipa atau pada tumpuan pipa dan juga untuk mendapatkan kondisi yang fleksibel yang dibutuhkan pada tata letak jalur perpipaan. Analisi tegangan dilakukan terutama pada nozzle-nozzle dari peralatan yang dihubungkan dengan sistem perpipaan dan pada titik-titik tertentu pada jalur perpipaan. Dan analisis ini ditentukan oleh gaya-gaya pada jangkar (anchor), gaya
16
pada penyangga atau tumpuan, momen lengkung dan torsi pada suatu titik atau segmen pada sistem perpipaan. Adapun urutan pekerjaan yang dilakukan dalam analisis tegangan adalah : a. Menghitung gaya dan momen. b. Menghitung tegangan. Perhitungan gaya, momen dan tegangan dapat dilakukan secara manual maupun dengan komputer. Dalam perencanaan jalur perpipaan pada instalasi ini dilakukan perhitungan gaya dan momen dengan menggunakan program komputer Caesar II.5 dan perhitungan tegangan yang dilakukan secara manual.
2.8.1. Gaya dan tegangan
Untuk perhitungan gaya dan tegangan kita ambil contoh soal jalur perpipaan yang sederhana : Sebatang pipa yang dijepit pada kedua ujungnya dan diberi beban terpusat F pada C, serta batang dipanasi hingga suhunya naik sebesar ΔT seperti gambar 2.8.1a. maka besarnya tegangan Thermal dapat di cari sbb :
Penyelesaian : Karena batang dipanasi, maka pipa akan berekspansi secara linier atau terjadinya perpanjangan akan tetapi perpanjangan tersebut terhalang karena pada kedua ujungnya dijepit sehingga pipa mengalami tegangan thermal ( σ th) Besarnya tegangan thermal yang terjadi adalah :
σ th = α . ΔT . E
(2.4)
Di mana :
σ th : Tegangan thermal (N/m 2 ) α : Koefisien muai panjang (1/ 0 C)
17
ΔT : Perbedaan temperatur ( 0 C)
E : Modulus elastisitas pipa (N/m 2 ) Gaya yang terjadi pada titik A dan B, Faks =
σ th . A
(2.5)
Di mana : Faks : Gaya aksial karena tegangan thermal (N) A : Luas penampang pipa (m2)
Gambar 2.8.1a. Pipa dijepit pada kedua ujungnya dengan beban terpusat F Bila pada kedua ujung atau salah satu ujung pipa bebas, maka perpanjangan pipa (ΔL) yang terjadi adalah : ΔL = ΔT . α . L
(2.6)
2.8.2. Kondisi pembebanan
Sistem
perpipaan
yang
dirancang,
direncanakan
dapat
menahan
bermacam-macam pembebanan yaitu : 1. Pada keadaan “hydrostatic test”, dimana system perpipaan yang telah dipasang harus diuji terlebih dahulu sebelum dioperasikan yaitu dengan cara
18
mengalirkan air yang bertekanan kedalam pipa pada jangka waktu tertentu (biasanya paling lama 2 jam) untuk mengetahui ada tidaknya terjadi kebocoran pada sistem perpipaan. Kombinasi beban yang mungkin terjadi pada kondisi hydrotest test ini adalah : a. Beban akibat material dan gaya-gaya luar (berat material dan bagianbagian dari Percabangan pipa) b. Beban akibat fluida yang digunakan untuk pengetesan (air atau udara). 2. Pada keadaan beroperasi, dimana sistem telah dioperasikan maka kombinasi beban pada keadaan operasi ini adalah : a. Beban akibat berat material, berat fluida, temperatur dan gaya luar. b. Beban akibat berat material, berat fluida, temperatur (disain / operasi), gaya luar, dan tekanan (disain / operasi). c. Beban akibat berat material, berat fluida, temperatur (disain / operasi), tekanan (disain / operasi), berat konstruksi (settlement) dan gempa bumi.
2.8.3. Tegangan pipa
Menurut standar ASME B31.3 (standar untuk perencanaan sistem perpipaan pada instalasi proses), ada tiga tegangan utama yang bekerja pada elemen pipa lihat Gambar 2.8.3a. Tiga tegangan utama itu adalah : 1. Tegangan utama longitudinal (Longitudinal principal stress) yaitu tegangan yang bekerja sepanjang garis sumbu pipa, tegangan ini disebabkan oleh pembengkokan, beban gaya aksial atau tekanan.
19
2. Tegangan utama radial (Radial principal stress) yaitu tegangan yang bekerja pada satu garis mulai dari pusat pipa secara radial sampai ke dinding pipa, tegangan ini bersifat tegangan tekan bila disebabkan oleh tekanan dalam pipa dan tegangan ini bersifat tegangan tarik bila tekanan dalam pipa hampa (vacuum pressure) 3. Tegangan utama circumferential (Circumferential principal stress) atau disebut juga sebagai Hoop stress, tegangan ini bekerja tegak lurus terhadap tegangan longitudinal dan tegangan radial, tegangan ini bertendensi membelah dinding pipa dalam arah melingkar pipa dan tegangan ini disebabkan tekanan dari dalam pipa. Bila dua atau lebih tegangan utama bekerja pada suatu titik pada sebatang pipa, maka akan menghasilkan tegangan geser, contohnya pada pipa yang diberi penyangga secara menganjur (overhang pipa), dimana tegangan radial yang disebabkan oleh penyangga berkombinasi dengan lenturan yang disebabkan oleh pipa.
Gambar 2.8.3a. Sistem sumbu utama
20
2.8.3.1. Teori-teori Kegagalan (Failure Theories)
1. Teori kegagalan tegangan utama maksimum (maximum principal stress failure theories) menyatakan bila salah satu dari tiga tegangan utama yang saling
tegak lurus melebihi dari kekuatan luluh (yield strength) material pada temperatur yang sama maka kegagalan atau kerusakan akan terjadi pada material tersebut. Satu contoh dari aplikasi teori ini adalah sebagai berikut :
Pipa berdiameter 10 inci (diameter luar Do = 273,0 mm), Sch. std (tebal dinding pipa t = 9,27 mm) berisi fluida dengan tekanan desain P sebesar = 19.2 barg = 278.477 Psig = 1.92 MPa (N/mm2) Hitung besarnya tegangan-tegangan utama yang terjadi. Penyelesaian : Tegangan utama longitudinal (LPS) : P . Do
LPS
=
_________
1.92 x 273.0 =
4t
________________
= 14.138 N/mm2 (MPa)
4 x 9.27
Tegangan utama circumferential (CPS) : P . Do
CPS
=
__________
1.92 x 273.0
=
2t
_________________
- = 28.277 N/mm2 (MPa)
2 x 9.27
Tegangan utama radial (RPS) = P = 1.92 N/mm2 (MPa) Bila teori kegagalan tegangan utama maksimum diterapkan pada kondisi pipa ini maka hanya CPS lah yang perlu diperhatikan. Untuk mencegah pipa dari gagal atau rusak, maka harus dipilih tebal dinding pipa yang menghasilkan harga CPS dibawah harga yield strength dari material pipa pada temperatur dan tekanan pada saat system beroperasi.
21
2. Teori kegagalan tegangan geser maksimum (maximum shear stress failure theories) adalah harga rata-rata dari tegangan yang paling besar dikurangi
dengan tegangan yang paling kecil dan dibagi dua. Dari contoh perhitungan di atas, maka tegangan geser maksimumnya adalah : CPS - RPS
MS
=
______________
2
=
28.277 – 14.138 = 7.069 N/mm2 (MPa) 2
__________________
Teori kegagalan tegangan geser maksimum menyatakan bahwa bila harga tegangan geser maksimum melebihi dari setengah harga yield strength material pada temperatur yang sama, maka kegagalan atau kerusakan akan terjadi. Pada contoh di atas, sistem ini akan aman selama yield strength material pada temperatur yang sama di atas harga 7.069 N/mm2 (MPa)
2.8.3.2. Tegangan yang diizinkan (Allowable Stress)
Sebagai ilustrasi dimana instalasi jalur perpipaan yang direncanakan pada tulisan ini adalah instalasi dipasang pada suhu setempat yaitu antara 21oC sampai 29oC dan akan beroperasi pada suhu 121 °C-149 °C (250 °F - 300 °F), jenis pipa ASTM A106 GR B CS STD WT, dengan adanya peningkatan temperatur maka menyebabkan
pipa
tersebut
memuai.
Hal
ini
menyebabkan
terjadinya
pemanjangan pada pipa, karena kedua ujung pipa tersebut tidak dapat bergerak karena adanya Storage tank pada kedua ujung pipa tersebut, maka timbul tegangan dalam pipa. Bila sistem tidak beroperasi lagi, pipa tersebut kembali ke keadaan semula dan tegangan pun akan menghilang. Siklus diatas bila terjadi berulang-ulang akan dapat menimbulkan retakretak pada pipa hal ini disebut degnan kegagalan karena kelelahan (fatique
22
failure) dan selanjutnya dapat mengakibatkan pipa bocor atau pecah, bila fluida
yang dialirkan adalah fluida yang mudah terbakar maka akibat yang ditimbulkan dapat berakibat fatal baik bagi instalasi itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dalam standar peraturan mengenai perencanaan instalasi sistem perpipaan ditentukan batas-batas untuk tegangan maksimum yang diijinkan pada sebuah jalur perpipaan bilamana suhunya meningkat dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, baik dalam keadaan beroperasi atau tidak. Batas-batas ini biasanya disebut Allowable displacement stress range atau batas-batas tegangan akibat pemuaian atau penyusutan yang diijinkan (σa). Menurut ASME B31.3 besar σa tersebut adalah :
σa = f (1,25 σc + 0,25 σh)
(2.7)
Di mana : σc
: tegangan dasar yang diijinkan pada suhu pipa minimum yang telah diperkirakan (Nmm2
σh
: tegangan dasar yang diijinkan pada suhu pipa maksimum yang telah diperkirakan (Nmm2)
f
: factor yang tergantung siklus yang dialami pipa tersebut. Nilai factor f = 1.0 untuk siklus (pipa memuai dan menyusut) Desain direncanakan beroperasi selama 10 Tahun maka siklus yang terjadi adalah selama 3650 jam, dilihat dari tabel siklus pipa pada tabe 2.2. didapat nilai f = 1,0 karena siklus kurang dari 7.000
23
Tabel 2.2. Siklus pipa
Siklus (N) 7.000 kurang 7.000 - 14.000 14.000 - 22.000 22.000 - 45.000 45.000 - 100.000 100.000 keatas
f 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5
2.8.4. Program Caesar II Caesar II adalah software stress analysis yang digunakan untuk
menganalisa suatu jalur perpipaan berdasarkan pada berat, tekanan, thermal, seismic, beban static dan beban dinamik. sehingga di dapat besarnya gaya,
momen, besar ekspansi serta tegangan beserta jenis dan letak tumpuannya.
Caesar II diperkenalkan tahun 1984, berasal dari sebuah perusahaan yang
bernama COADE Inc. Dengan menggunakan program Caesar II maka akan di dapatkan hasil dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi dan dapat mempersingkat waktu dalam proses desain. Program ini sangat populer dan sering digunakan pada industri-industri di bidang minyak dan gas bumi.
2.8.4.1 Input Caesar II
Parameter yang menjadi masukan (diinput) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses adalah sebagai berikut : a. Node yaitu titik awal perencanaan yang akan disediakan oleh Caesar II dalam dialog box. Biasanya nilai 10 akan menjadi titik awal dari perencanaan jalur
perpipaan yang akan dilakukan. b. Aplication Code yaitu setandar yang akan digunakan misalnya B 31.3 dll. 24
c. Pipe data yaitu data-data yang berkaitan dengan sifat-sifat fisis pipa seperti jenis material, besar diameter, ketebalan pipa, ketebalan isolasi pipa dll. d. Data-data disain seperti tekanan, temperatur, corrosion allowance dll. e. Data-data pendukung yaitu data-data yang akan ditentukan secara otomatis oleh program Caesar II seperti Elastic modulus, Pipe density dll.
2.8.4.2 Output Caesar II
Hasil output dari Caesar II merupakan hasil perhitungan fleksibilitas dan kekuatan jalur pipa berdasarkan data-data input, dan disajikan dalam bentuk tampilan animasi 3 dimensi dan berupa data-data dalam bentuk angka sebagai indikasi letak dan arah gaya-gaya, momen dan besar tegangan yang terjadi.
25