6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Tanaman Kedelai Menurut Irwan (2006), Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Classis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Familia
: Papilionaceae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max L. Merril
7
2.2 Morfologi Kedelai Susunan akar kedelai merupakan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar - akar cabang terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Batang kedelai berasal dari poros janin sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan hypokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di bagian atas kotiledon adalah epikotil. Titik tumbuh epikotil akan membentuk daun dan kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi 30–100 cm. Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate. Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning – kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing – masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun – daunnya mulai rontok . Daun sebagai organ fotosintesis sangat berpengaruh pada fotosintat berupa gula reduksi. Fotosintat berupa gula diproduksi sebagai sumber energi untuk tanaman (akar, batang, daun) serta diakumulasikan dalam buah, biji atau organ penimbun lain (sink). Hasil fotosintesis yang tertimbun dalam bagian vegetatif sebagian dimobilisasikan ke bagian generatif (polong). Hasil fotosintesis di bagian vegetatif tersimpan dalam berat biji kering tanaman.
8
Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga berwarna ungu atau putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Di Indonesia tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30–50 hari. Buah kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1–4 biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Berat biji berkisar antara 6 – 30g/100 biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6–10 g/100 biji), biji sedang (11–12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100 biji). Warna biji bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam. Biji – biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (testa) dan tidak mengandung jaringan endosperm. Embrio terbentuk di antara keping biji. Bentuk biji pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih, dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5–30g/100 biji.
2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) PGPR mempunyai peranan ganda di samping menambat N2, juga menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lainlain) menekan penyakit tanaman dengan memproduksi siderofor, glukanase, kitinase, sianida dan melarutkan P dan hara lainnya (Kloepper et al., 1988). Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti mikoriza. Selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit yang terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap
9
kekeringan, menstabilkan agregat tanah. Tetapi, berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut. Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitianpenelitian terpisah, misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Aktivitas PGPR menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak langsungnya berkaitan dengan kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit sekunder seperti antibiotik (Hutabarat, 2010)
10
Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui bermacam-macam mekanisme, di antaranya fiksasi nitrogen bebas sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman, produksi siderofor yang mengkhelat besi (Fe) dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan sintesis phytohormon (Dewi, 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh PGPR secara tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan dari fitopatogen yang dilakukan melalui
mekanisme yang berbeda. Ini termasuk kemampuan
dalam memproduksi siderofor yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen; kemampuan dalam mensintesis metabolit anti jamur seperti antibiotik, hidrogen sianida (HCN), yang menekan pertumbuhan patogen jamur; kemampuan untuk bersaing secara sukses dengan patogen untuk nutrisi atau unsur hara atau tempat khusus dalam perakaran tanaman. Sumbangan lain yang tidak kalah penting dari PGPR adalah mampu menekan pertumbuhan rizobakteri patogen tanaman. Ada dua mekanisme dalam menekannya yaitu memacu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman lebih sehat sehingga tidak mudah diserang oleh patogen dan menghasilkan metabolit tertentu seperti : antibiotik, siderofor dan HCN yang dapat membunuh patogen.
2.4 Pantoea agglomerans P. agglomerans memiliki klasifikasi sebagai berikut: kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Pantoea, dan spesies Pantoea agglomerans.
11
P. agglomerans adalah bakteri Gram-negatif yang dimiliki oleh keluarga Enterobacteriaceae yang terisolasi dari permukaan tanaman, biji, buah (misalnya jeruk mandarin), dan hewan atau kotoran manusia. Sulit untuk membedakan Pantoea spp. dari anggota lain dari keluarga ini, seperti Enterobacter, Klebsiella, dan Serratia spesies. Namun, Pantoea tidak menggunakan asam amino lisin, arginin, dan ornithine, karakteristik yang membedakannya dari genera lainnya. P. agglomerans berbentuk agregat multiseluler yang disebut symplasmata yang masing-masing ditemukan paling sedikit dua sampai ratusan sel individu terikat bersama (Feng et al. 2003). P. agglomerans ditemukan di berbagai lingkungan tetapi paling banyak ditemukan pada tanah. Menurut Feng et al (2006), P. agglomerans dapat memfiksasi N2 dalam media kultur, menghasilkan IAA dan sitokinin serta meningkatkan transportasi fotosintat pada tanaman kedelai. Mekanisme P. agglomerans dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah dengan cara menghasilkan hormon pertumbuhan dan meningkatkan asupan nutrisi. Pertumbuhan tanaman ditingkatkan secara langsung karena P. agglomerans dapat memfiksasi nitrogen, menghasilkan pytohormon, melarutkan fosfat, dan menghasilkan enzim ACC deaminase (Teng et al., 2010). Feng et al., (2006) melaporkan bahwa P. agglomerans strain YS19 dapat memfiksasi nitrogen sebesar 1.697 ng nitrogen per ml suspensi bakteri per jam. P. agglomerans dapat menghasilkan pytohormon seperti IAA, indole -3-aldehyde, indole-3-ethanol,
Abscisic
acid
(ABA),
gibberellic
acid,
cytokinin
12
(isopentyladenosine, zeatin riboside, dan dihydrozeatin riboside) yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman (Cimmino et al., 2006, Feng et al., 2006). Meunchang et al., (2006) melaporkan bahwa P. agglomerans dapat melarutkan fosfat. P. agglomerans mengekskresikan asam glukonat yang dapat membentuk khelat organik dengan kation Al, Fe dan Ca yang mengikat P sehingga ion H2PO4 menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap. P. agglomerans formulasi kompos mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman seperti daun, batang, dan akar menjadi meningkat. Kandungan klorofil daun yang lebih tinggi pada tanaman yang diinokulasi P. agglomerans mengakibatkan tanaman melakukan fotosintesis lebih optimal. Dengan demikian, fotosintat yang terakumulasi sebagai bobot kering tanaman yang digambarkan sebagai laju asimilasi bersih lebih tinggi dan perkembangan tanaman yang digambarkan sebagai laju pertumbuhan relatif juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Kandungan klorofil daun yang lebih tinggi pada tanaman yang diinokulasi P. agglomerans diduga karena adanya aktivitas ACC- deaminase oleh P. agglomerans sehingga memperlambat proses degradasi klorofil pada daun tanaman (Khalimi et al., 2012).
2.5 Enterobacter cloacae Bakteri E. cloace memiliki klasifikasi sebagai berikut: kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Enterobacter, dan spesies E. cloacae. E. cloacae
13
merupakan bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, anaerob fakultatif, dan motil dengan flagella peritrikus. E. cloacae mempunyai bentuk seperti batang dengan ukuran 0.3-0.6 x 0.8-2.0 μm, sehingga kecil dibandingkan dengan bakteri lainnya. E. cloacae dapat diisolasi dari buah-buahan, usus hewan, tanah, dan perairan (Pelczar dan Chan, 1999). Bakteri E. cloacae dapat menyediakan unsur posfat bagi tanaman dengan berbagai mekanisme yaitu dengan menghasilkan asam organik, enzim fosfatase dan siderofor yang berperan dalam pengkhelatan Fe
3+
(Mullen, 1998). Glick et
al., (1995) menyatakan bahwa, Enterobacter dapat menghasilkan enzim ACC deaminase yang dapat mangurangi pengaruh negatif dari etilen. ACC deaminase berperan mengurangi pembentukan ACC yang merupakan bahan dasar pembentukan etilen dimana etilen mempunyai pengaruh buruk yaitu sebagai antagonis bagi pembentukan fitohormon untuk mencegah pertumbuhan berlebihan dari tanaman. Selain itu ACC yang berlebihan dan diubah menjadi hormon etilen akan dapat menghambat pemanjangan akar (Mullins, 1972). E. cloacae juga sebagai antagonis dari Pythium sp., yang menyebabkan penyakit akar pada tanaman mentimun (Giorgieva and Georgiev, 2003). Produksi siderofor oleh mikroba ini terjadi pada tanah-tanah yang bereaksi netral sampai basa sehingga kelarutan Fe
3+
rendah yang menyebabkan kondisi kekurangan
unsur besi bagi mikroba patogen tanaman yang secara tidak lansung meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Taghavi et al (2009), menyatakan bahwa bakteri E. cloacae mampu meningkatkan sistesis hormon pertumbuhan seperti IAA yang disentesis dari
14
tryptophan. Adapun fungsi IAA bagi tanaman adalah dapat mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar serta perkembangan buah. Hormon IAA yang diproduksi E. cloacae di lingkungan rizosfer sebagian masuk ke dalam jaringan akar (proses kesetimbangan). Selain memacu perkembangan sel dan akar baru, hormon IAA di dalam jaringan akar juga merangsang pembentukan enzim ACC sintase yang berperan dalam sintesis ACC. Dalam proses kesetimbangan, sejumlah ACC yang terbentuk akan keluar dari akar yang selanjutnya dirombak oleh bakteri penghasil enzim ACC deaminase menjadi amonia dan α-ketobutirat. Hidrolisis ACC (salah satu sumber N bagi bakteri pemacu pertumbuhan) secara terus-menerus akan mengurangi jumlah ACC dan etilen di dalam akar, sehingga mengurangi pengaruh negatif etilen bagi perkembangan atau pemanjangan akar tanaman (Husen, 2009).