9 II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan
manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) dari Asia (Prihatman, 2000). Menurut Blakely dan Bade (1985) domba yang ada saat ini memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Class
: Mammalia
Ordo
: Artiodactylata
Family
: Bovidae
Genus
: Ovis
Species
: Ovis aries
Domba yang berkembang di Indonesia terbagi dalam beberapa rumpun yaitu domba kampung, domba Garut, domba Priangan, dan domba ekor gemuk (Prihatman, 2000; Heriyadi, 2011). Sebagian besar domba terkonsentrasi di Jawa Barat dengan populasi hampir mencapai 59,52% dari populasi nasional, yaitu 7.832.484 ekor .
10 Rumpun Domba Priangan oleh sebagian pakar dikenal dengan nama domba Garut, banyak ditemukan di Jawa Barat. Berdasarkan sejarahnya domba Priangan merupakan domba hasil persilangan tidak terprogram dari tiga rumpun domba yaitu domba lokal, domba Merino, dan domba Kaapstad (Budinuryanto, 1991; Sugeng, 1995). Persilangan ini terjadi di wilayah Priangan dan Garut sehingga dikenal dengan domba Priangan atau domba Garut. Keunggulan dari sebagian rumpun ini adalah memiliki bobot badan yang besar dan terkenal dengan domba tangkas. Ditinjau dari segi pemuliaan perlu dilakukan langkah-langkah untuk kembali memurnikan domba tersebut.
Pakar dari Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran kemudian mencoba untuk melakukan pemurnian domba unggulan khususnya domba di daerah Wanaraja Kabupaten Garut dan diperkenalkan sebagai Domba Padjadjaran. Domba Padjadjaran merupakan materi genetik lokal yang dimurnikan kembali dan masih serumpun dengan domba Garut.
Domba asal Wanaraja
Kabupaten Garut ini masih dalam proses pemurnian yang diarahkan menjadi domba pedaging yang bercirikan berbulu putih dan bertelinga lebar (Bandiati, 2012). Domba ini diharapkan memiliki bobot yang memadai sebagai ternak pedaging dan memiliki kemampuan produksi anak dengan konsentrasi kembar dua sehingga akan sangat menguntungkan apabila dipandang dari segi bisnis. Daging domba bernilai jelek pada persepsi sebagian masyarakat, daging domba dianggap memiliki kadar kolesterol yang tinggi sehingga akan menimbulkan penyakit apabila dikonsumsi berlebih.
Sebenarnya, daging domba memiliki
beberapa kelebihan diantara daging lainnya, antara lain memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding dengan daging yang berasal dari ternak sapi, kerbau dan ayam khususnya dalam kandungan fosfor, zat besi dan Vit B1 (Setiawan, 2011).
11 2.2.
Limbah Jeruk Manis Jeruk merupakan buah yang digemari masyarakat karena memiliki
kandungan vitamin C yang tinggi. Klasifikasi botani tanaman jeruk menurut BAPPENAS (2000) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Family
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Species
: Citrus sp.
Sentra jeruk di Indonesia tersebar di beberapa daerah antara lain Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Medan (Sumatera Utara). Potensi produksi jeruk manis (Citrus sinensis) di Indonesia mencapai 2.355.550 ton per tahun (Departemen Pertanian, 2010). Buah jeruk hanya sekitar 35-40% dapat dimanfaatkan oleh konsumen atau industri pengolahan makanan dan minuman sedangkan sisanya 60% berupa limbah, dengan rincian 65% merupakan kulit jeruk, 30-35% kulit membran jeruk, dan 010% biji jeruk (Mirzae, 2008). Limbah jeruk manis belum banyak dimanfaatkan, padahal masih memiliki kandungan nutrien yang tinggi seperti protein kasar, lemak kasar dan serat kasar (Lab. Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak,
12 2011). Limbah jeruk manis juga memiliki beberapa senyawa aktif seperti tannin, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri yang berperan diantaranya dalam mengurangi kolesterol, menjaga daya tahan dan menghambat radikal bebas dalam tubuh/antioksidan (Francis dkk., 2002., Oluremi dkk., 2007).
2.3.
Lipid
2.3.1. Struktur Lipid Lipid adalah senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut nonpolar seperti eter, kloroform, dan benzene. Lipid mengandung tiga unsur atom yaitu C, H, dan O, dan memberikan dua seperempat kali lebih banyak energi dibandingkan karbohidrat (Anggorodi, 1980). Berdasarkan sifatnya, lipid dapat digolongkan menjadi dua golongan utama, yaitu lipid yang dapat disaponifikasi dan lipid yang tidak dapat disaponifikasi. Lipid yang dapat disaponifikasi yaitu lipid yang dapat di hidrolisis dengan alkali dan panas sehingga terbentuk asam-asam lemak dan komponen molekul lainnya, contohnya adalah lemak netral atau trigliserida, fosfolipid, glikolipid, dan sulfolipid serta senyawa dengan asam karboksilat rantai panjang. Lipid yang tidak dapat disaponifkasi, disintesis dari unit isoprene kolesterol dan sterol lain serta steroid, dolikol, ubiquinone dan vitamin A, D, E, dan K (Hamid, 2005). Tiga bentuk utama lipid yang berada dalam tubuh manusia dan mamalia lainnya termasuk ternak, yaitu gliserida (terutama trigliserida), fosfolipid, dan sterol (terutama kolesterol) (Linder, 2006). Lipid pada ruminansia sebagian terdapat dalam jaringan adiposa, trigliserida adalah bentuk lemak yang disimpan sebagai cadangan energi dan merupakan bentuk yang paling banyak terdapat dalam bahan-
13 bahan makanan dan jaringan. Hampir 95-98% dari seluruh lemak terkonsumsi dalam bentuk makanan merupakan trigliserida (Linder, 2006). Trigliserida merupakan lipid netral yang paling banyak dan merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme (Lehninger, 1990). Trigliserida adalah bentuk yang paling efisien untuk menyimpan kalor yang penting untuk proses-proses yang membutuhkan energi dalam tubuh, karena selain menghasilkan lebih banyak energi dibandingkan dengan karbohidrat dan protein trigliserida juga juga bersifat tidak banyak membutuhkan tempat (nonhydrated). Selama proses metabolisme, trigliserida disimpan dalam tubuh sebagai cadangan energi, tetapi beberapa lipid terutama kolesterol, fosfolopid dan derivatnya dipakai di seluruh tubuh untuk fungsi-fungsi intraselular yang lain. Panjang rantai asam lemak pada trigliserida yang terdapat secara alamai dapat bervariasi, namun panjang yang paling umum adalah 16, 18, atau 20 atom karbon. Struktur kimia dasar trigliserida ditampilkan pada Ilustrasi 1.
Ilustrasi 1. Struktur Kimia Trigliserida
Menurut Wirahadikusumah (1985), senyawa pemula biosintesis trigliserida adalah L-gliserol-3-fosfat dan senyawa koenzim A asil asam lemak. L-gliserol-3-
14 fosfat pada umumnya terbentuk dari senyawa-senyawa proses glikolisis, yaitu dihidroksiaseton fosfat yang oleh enzim gliserol-3-fosfat dehydrogenase (GPDH) diubah menjadi L-gliserol-3-fosfat dengan bantuan NAD+/NADH sebagai koenzimnya. Tahap reaksi pertama dan kedua adalah proses asilasi gugus hidroksil dari L-gliserol-3-fosfat menghasilkan asam lisofosfatidat yang dikatalis oleh enzim gliserolfosfat. Tahap reaksi ketiga, asam fosfatidat dihidrolisis dengan enzim fosfatidat fosfatase menghasilkan diasilgliserol.
Tahap reaksi terakhir,
diasilgliserol bereaksi dengan molekul ketiga dari koenzim-A asil asam lemak dan dikatalis oleh enzim diasilgliserol asil transferase sehingga menghasilkan triasilgliserol (trigliserida).
Dihidroksiaseton fosfat Triasilgliserol
L-gliserol-3-fosfat diasilgliserol
Asam lisofosfat asam fosfatidat
Ilustrasi 2. Biosintesis Trigliserida
2.3.2. Pencernaan dan Metabolisme Lipid Sebagian lipid yang dikonsumsi ruminansia di hidrolisis dalam usus dengan bantuan garam empedu dan lipase pankreas menjadi asam lemak dan gliserol. Lipid yang sudah sebagian tercerna terutama dalam bentuk larut dalam air, membentuk micelle-micelle yang stabil, terutama yang terdiri atas asam lemak rantai panjang, monogliserida dan asam-asam empedu yang terdifusi ke permukaan sel-sel mukosa dan melepaskan materi untuk diserap (Linder, 2006). Asam-asam lemak, monogliserida, fosfat, kolesterol bebas dan bahan penyusun lain dari lemak yang terbentuk oleh proses pencernaan, di serap melalui sel mukosa intestine.
Setelah masuk ke dalam mukosa intestine, trigliserida,
15 fosfolipid dan ester kolesterol disintesis kembali, dengan dilapisi sedikit protein kemudian disekresikan dalam bentuk kilomikron ke dalam aliran darah, memasuki lakteal sistem limfe (Linder, 2006). Mukosa intestine juga membentuk beberapa lipoprotein lain seperti VLDL dan HDL. Bagian terbesar lemak makanan yang telah memasuki sistem limfe secara perlahan memasuki aliran darah sebagai kilomikron. Masuknya kilomikron ke dalam darah dari limfe terus terjadi selama berjam-jam. Apoprotein di darah perifer mengaktifkan lipase lipoprotein (LPL) yang terikat pada lapisan arteri dan kapiler dalam jaringan-jaringan tersebut. Kondisi ini menyebabkan pembebasan asam lemak bebas, yang secara cepat diserap dan digunakan untuk energi atau diinkorporasikan kembali menjadi trigliserida untuk digunakan kemudian. Kelebihan fosfolipid permukaan dan beberapa kolesterol dan protein dipindahkan ke HDL. Sisa trigliserida yang terdeplesi dalam kilomikron, dengan ester kolesterol memasuki hati melalui reseptor reseptor khusus (Brown dkk., 1981., Linder, 2006). Di dalam hati, ester kolesterol mengalami proses esterifikasi dan bersama asam-asam lemak memasuki pool hati (Linder, 2006). Asam-asam lemak terbentuk terutama dari kelebihan karbohidrat yang tidak dibutuhkan untuk energi dan diinkorporasikan kembali ke dalam trigliserida.
Hampir semua asam lemak
memasuki jaringan lemak untuk disimpan dalam bentuk trigliserida.
2.3.3. Pencernaan, Metabolisme dan Sintesis Kolesterol Kolesterol merupakan sterol utama dalam jaringan dengan rumus C27H45OH (Ilustrasi 2) dan memiliki nama ilmiah 3-hidroksi-5,6 kolesten, mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada C5 dan C6 serta
16 percabangan pada C10, C13, dan C17 seperti tampak pada Ilustrasi 3 (Mayes, 1995., Guyton dan Hall, 2006).
Ilustrasi 3. Struktur Kimia Kolesterol
Peran kolesterol dalam tubuh adalah sebagai prekursor untuk sintesis garam empedu, hormon steroid, vitamin D, dan komponen membran sel. Hampir 70% kolesterol dalam lipoprotein plasma dalam bentuk ester kolesterol. Berdasarkan sumbernya kolesterol dibagi dalam dua bagian, yaitu kolesterol eksogen yang berasal dari makanan dan kolesterol endogen yang disintesis dalam tubuh terutama oleh sel-sel hati dan usus halus (Djojosoebagjo dan Piliang, 2000). Pada dasarnya semua kolesterol endogen dibentuk oleh hati, walaupun dalam jumlah sedikit semua sel tubuh dapat membentuk kolesterol untuk keperluan internal (Muchtadi, 2000; Guyton dan Hall, 2006). Kolesterol terikat dalam lipoprotein plasma yang dibentuk oleh hati. Kolesterol yang berasal dari makanan (eksogen) akan masuk ke dalam usus halus untuk dicerna, selanjutnya diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus dan akan di esterifikasi menjadi ester kolesterol.
Bersama dengan fosfolipid dan
17 apolipoprotein, ester kolesterol akan membentuk lipoprotein yang disebut kilomikron untuk masuk ke dalam sistem limfe dan berakhir di aliran darah (Shepherd, 2001). Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap (Murray, 2003., Guyton dan Hall, 2007., King, 2010). Tahap pertama mevalonate disintesis dari asetil-koA melalui HMG-KoA mengikuti rangkaian reaksi sintesis badan keton dalam mitokondria. Kemudian 2 molekul asetil-KoA berkondensasi membentuk asetoasetil-KoA, reaksi ini di katalis oleh enzim sitosol tiolase. Reaksi lainnya berlangsung di hati, yaitu senyawa asetoasetat yang di bentuk di dalam mitokondria pada lintasan ketogenesis berdifusi ke dalam sitosol dan dapat diaktifkan menjadi asetoasetil-KoA oleh enzim asetoasetil-KoA sintase. Asetoasetil-koA berkondensasi dengan molekul asetil-KoA lainnya yang dikatalis oleh enzim HMG-KoA sintase untuk membentuk HMG-KoA. HMG-KoA dikonversi menjadi mevalonate pada proses reduksi oleh NADPH dan dikatalis oleh HMG-KoA reduktase. Tahap kedua, mevalonate mengalami fosforilasi oleh ATP dengan tiga kinase, dan setelah dekarboksilasi terbentuk isopentenyl difosfat. Tahap ketiga, isopentenyl mengalami isomerisasi melalui pergeseran ikatan rangkap untuk membentuk dimetilalil difosfat, yang kemudian bergabung dengan molelul lain membentuk zat antara sepuluh karbon geranil difosfat. Kondensasi lebih lanjut membentuk farnesyl difosfat dan bergabung membentuk skualen. Tahap keempat, skualen dikonversi menjadi skualen 2,3-epoksida oleh enzim oksidase. Gugus metil C14 dipindahkan ke C13, dan C8 ke C14 ketika terjadi siklisasi yang dikatalis oleh enzim lanosterol siklase membentuk senyawa lanosterol. Tahap kelima,
18 pembentukan kolesterol dari lanosterol terjadi di retikulum endoplasma dan melibatkan perubahan inti steroid serta rantai samping dengan cara direduksi. Kehadiran kolesterol sangat dibutuhkan oleh tubuh namun pada kondisi berlebihan dapat berdampak negatif, yaitu terjadinya penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah yang dikenal dengan aterosklerosis.
Acetyl-CoA Lanosterol
Acetoacetyl-CoA Squalen
HMG-CoA
Mevalonate
Isopentenyl Pyrophosphate (PP)
Cholesterol Ilustrasi 4. Biosintesis Kolesterol
2.4.
Peran Limbah Jeruk Manis (Citrus sinensis) dalam Menurunkan Kolesterol dan Trigliserida Limbah kulit jeruk mengandung senyawa aktif seperti tannin, saponin,
flavonoid, dan minyak atsiri (Oluremi dkk., 2007). Banyaknya kandungan senyawa aktif dalam limbah jeruk (Citrus sinensis) diantaranya minyak atsiri: 0,91%, tannin: 0,95%, flavonoid: 0,46% dan saponin: 0,84% (Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, 2013). Kandungan senyawa aktif ini diyakini memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Tannin dan saponin dapat menghambat penyerapan kolesterol dalam usus sehingga ekskresi kolesterol meningkat dan pada akhirnya menurunkan kadar kolesterol. Kehadiran tannin dalam limbah jeruk manis dapat melapisi membran usus,dan berikatan dengan protein sehingga menghambat penyerapan zat makanan yaitu karbohidrat, protein, lipid. Saponin dalam saluran pencernaan membentuk
19 ikatan kompleks dengan kolesterol yang sulit diabsorbsi oleh usus sehingga sebagian kolesterol akan keluar bersama feses (Malinow dkk., 1987., Francis dkk., 2002., Oluremi dkk., 2007). Saponin dan tannin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada ternak ruminansia dibandingkan pada ternak non ruminansia. Saponin bersama dengan tannin dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Sumber utama protein bagi ternak ruminansia adalah protein pakan yang lolos dari degradasi di dalam rumen dan protein mikroba rumen. Peningkatan sintesis protein mikroba rumen dan protein by-pass mengakibatkan meningkatnya pasokan nutrien ke dalam intestine. Penurunan degradasi protein dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks proteinsaponin yang sedikit tercerna. Kemampuan saponin sebagai agen defaunasi menyebabkan penurunan total populasi protozoa rumen.
Penurunan populasi
protozoa dapat meningkatkan aliran N bakteri rumen ke duodenum, karena pemangsaan protozoa terhadap bakteri menurun tajam (Francis dkk., 2002., Suparjo, 2010., Das dkk., 2012., Bunglavan dan Dutta, 2013). Saponin dapat mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa, menyebabkan membran pecah, sel lisis dan mati. Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa), tetapi tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut yang menghilangkan rantai
20 karbohidrat (Makkar dan Becker, 1996., Francis dkk., 2002., Suparjo, 2010., Das dkk., 2012). Flavonoid berperan sebagai kofaktor enzim kolesterol esterase dan penghambat absorpsi kolesterol makanan melalui penghambatan pembentukan misel sehingga kolesterol mengendap dan penyerapannya dapat ditekan. Penghambatan pembentukan misel sebagai lemak yang dapat dicerna dan diabsorpsi menyebabkan penurunan kadar kolesterol darah (Olivera dkk., 2007., Gropper dkk., 2009). Flavonoid berperan dalam menekan konsentrasi trigliserida dengan mengaktifasi sintesis cAMP.
Sementara cAMP meningkatkan protein kinase
sehingga terjadi peningkatan hidrolisis trigliserida yang berakibat terjadinya penurunan trigliserida dalam darah dan hati (Olivera dkk., 2007., Rusell, 2009). Hesperidin yang merupakan komponen senyawa utama dari flavonoid genus citrus memiliki kemampuan menginhibisi aktivitas enzim HMG-KoA reduktase. Penekanan terhadap enzim HMG-KoA reduktase mengakibatkan biosintesis kolesterol terhambat (Haryanto dan Savitri, 2013). Senyawa aktif lainnya dalam limbah jeruk manis adalah minyak atsiri, yang memiliki kemampuan menghambat kerja enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA reduktase. Enzim tersebut berperan dalam reaksi reduksi HMG-KoA menjadi mevalonate pada biosintesis kolesterol (Martin dkk., 1981). Minyak atsiri dapat berperan dalam menurunkan aktivitas Glycerol-3-Phosphate Dehydrogenase (GPHD) dalam sintesis trigliserida (He dkk., 2009), yaitu pada tahap pembentukan trigliserida dari asam lemak bebas dan gliserol.