TINJAUAN PUSTAKA
Millet Millet termasuk dalam beberapa spesies yang termasuk dalam subfamili Panicoideae, dari keluarga rumput Poaceae. Spesies millet yang paling banyak dibudidayakan dalam urutan produksi di seluruh dunia adalah : 1. Pearl millet ( Pennisetum glaucum ) 2. Foxtail millet ( Setaria italica ) 3. Proso millet (Panicum miliaceum) 4. Finger millet ( Eleusine coracana ) (Wikipedia, 2010). Millet berukuran biji besar ada yang berwarna merah coklat, coklat, kuning muda atau krem, putih dan juga warna hitam . Millet yang berukuran biji besar termasuk jenis pearl millet (Pennisetum glaucum) (Suherman, et al., 2009). Jewawut atau millet menempati urutan ke-enam sebagai biji-bijian paling utama dan dikonsumsi sepertiga penduduk dunia. Salah satu sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B terutama niacin, B6 dan folacin juga asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat berperan menghambat perkembangan sel kanker (anti kanker), juga menurunkan resiko mengidap penyakit jantung (artheriosclerosis, serangan jantung, stroke dan hipertensi). Jewawut tumbuh subur di daerah bersuhu tinggi, terbatas ketersediaan air, tanpa aplikasi pupuk dan masukan teknologi lainnya, dan di lahan kritis yang sulit ditanami biji-bijian lain seperti gandum serta padi (Bhuja, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Millet atau jewawut (Panicum sp) termasuk tanaman serealia ekonomi keempat setelah padi, gandum, dan jagung. Biji millet mudah dijumpai di kios maupun di pasar-pasar burung. Biji millet mengandung karbohidrat dan protein yang tidak kalah dengan beras, bahkan tepung millet unggul dari kandungan kalsium jagung (Widyaningsih dan Mutholib, 1999). Untuk lebih jelasnya kandungan nutrisi millet dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Kandungan mineral tiga jenis millet dan jagung (mg/100 g) : Komoditas Foxtail millet
Ca 37
Fe 6,2
Vit A 0
Vit B1 0,48
Vit B2 0,14
Vit C 2,5
Pearl millet
56
10,1
0
0,35
0,16
2,0
Proso millet
13
2,1
0
0,17
0,06
3,5
Jagung
16
3,2
0,3
0,34
0,13
2,4
Sumber : Widyaningsih dan Mutholib, 1999
Tabel 2. Kandungan nutrisi tiga jenis millet, jagung dan beras (%) : Komoditas
Karbohidrat
Protein
Lemak
Serat
Foxtail millet
84,2
10,7
3,3
1,4
Pearl millet
78,9
12,8
5,6
1,7
Proso millet
84,4
12,3
1,7
0,9
Jagung
80,0
10,5
4,9
2,7
Beras
87,7
8,8
2,1
0,8
68,03-75,90
10,3-15,4
1,54-2,47
2,29
Gandum*
Sumber : Widyaningsih dan Mutholib, 1999 * Sumber : Hariyadi, 2005
Varietas millet yang digunakan dalam penelitian ini adalah millet yang termasuk jenis proso millet (Panicum miliaceum) yang berwarna putih dan millet yang berbiji kecil (jewawut) jenis Foxtail millet ( Setaria italica ) yang berwarna merah coklat. Kandungan asam-asam amino millet dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Kandungan asam-asam amino yang terdapat dalam millet : Asam amino Isoleusin Luesin Lisin Methionin Sistin Phenilalanin Tyrosin Threonin Tryptophan Valine Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serine
mg/100 gr 470 1400 210 230 210 590 340 360 120 590 380 230 980 720 2500 280 870 640
mg/g N 250 740 110 120 110 310 180 190 63 310 200 120 520 380 1300 150 460 340
Sumber : National Food Institute, 2009
Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa asam amino dominan yang terdapat dalam millet yaitu asam glutamat sebesar 1300 mg/gN. Dimana asam glutamat sangat penting perananya dalam pengolahan makanan, karena dapat menimbulkan rasa yang lezat. Dalam bumbu masak yang mengandung Monosodium Glutamat (MSG), gugusan glutamat akan bergabung dengan senyawa lain menghasilkan rasa enak tersebut (Winarno, 1997). Selama ini millet hanya digunakan sebagai bahan pakan burung. Belum banyak yang tahu jika millet bisa digunakan sebagai makanan manusia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sholikhah, et al.,(2008) di Jawa timur, millet bisa dimanfaatkan sebagai bubur, mie, dan kue kering. Bahkan, makanan tersebut mempunyai kualitas yang tidak kalah dengan makanan yang terbuat dari tepung-tepung lain.
Universitas Sumatera Utara
Millet adalah sumber makanan utama di daerah kering dan semi-kering di dunia,. Seperti di India Barat, digunakan sebagai tepung millet untuk membuat roti yang berbahan pangan pokok lokal. Selain itu, di Rusia dan Cina millet juga dikonsumsi dalam bentuk bubur millet (Wikipedia, 2006).
Manfaat Jewawut dan Millet Bagi Kesehatan Manusia Millet merupakan biji-bijian yang dapat memelihara kesehatan jantung karena merupakan sumber Magnesium (Mg) yang baik (Cade et al., 2007). Magnesium berfungsi membantu merelaksasikan otot-otot jantung untuk memelihara detak jantung yang regular dan hal ini bisa mencegah perubahan yang mendadak pada tekanan darah, mengurangi penggumpalan sel darah merah yang nantinya akan membentuk penyumbatan pembuluh darah dengan meningkatkan kadar dari kolesterol HDL (Wikipedia, 2010). Posfor yang dikandung dalam millet memegang peranan dalam pembentuk struktur sel dalam tubuh, mineral matriks pada tulang, juga komponen essensial dari berbagai komponen yang penting seperti dalam pembentukan ATP, komponen asam nukleat (pembentukan DNA), metabolisme lipid, dan essensial terhadap struktur yang mengandung lemak seperti membran sel dan sistem syaraf. Selain itu, millet mengandung serat tidak larut yang tinggi sehingga dapat membantu wanita terhindar dari gallstone (Cade et al., 2007).
Pengaruh Perkecambahan Biji terhadap Nilai Gizi Proses perkecambahan benih merupakan rangkaian komplek dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Protein, pati dan lipid setelah dirombak oleh enzim-enzim digunakan sebagai bahan penyusun
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan didaerah-daerah titik-titik tumbuh dan sebagai bahan bakar respirasi (Sutopo, 2002). Selama proses perkecambahan menyebabkan terjadinya perubahan nilai nutrisi yang terkandung dalam biji. Perubahan nilai nutrisi ini dapat digunakan untuk memperbaiki nilai gizi bahan pangan atau untuk produk olahan (Suhendra, 2009) Proses perkecambahan terhadap biji-bijian yang mengalami germinasi untuk kemudian ditepungkan, kaya akan antioksidan serta nutrisi yang dapat digunakan sebagai komposisi utama bahan pangan olahan. Nilai tambah dari tepung kecambah biji-bijian ini tidak hanya karena kandungan antioksidannya yang tinggi, tetapi juga kandungan nutrisi yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat karena selama proses germinasi, kecambah mempekerjakan banyak enzim untuk katabolisme senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi glukosa, asam lemak dan asam amino. Kandungan enzim serta senyawa-senyawa sederhana yang tinggi dalam kecambah membuat tepung kecambah
biji-bijian
ini
mudah
dicerna
dan
cepat
diserap
tubuh
(Andrawulan dan Purwiyatno, 2004).
Tepung komposit Usaha untuk mengurangi konsumsi tepung terigu terus digalakkan disamping mencari alternatif pengganti dari bahan baku lain, juga dengan mengusahakan tepung lain sebagai tepung campuran (tepung komposit), yaitu suatu bentuk campuran antara tepung dengan beberapa jenis tepung dari bahan lain. Tepung komposit terbuat dari bahan sumber karbohidrat (serelia dan umbi-umbian) (Hidayat, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung kasava, tepung ubi jalar dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-terigu-pisang. Tujuan pembuatan tepung komposit antara lain untuk mendapatkan karakteristik bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapatkan sifat fungsional tertentu.
Pertimbangan
lain
adalah
faktor
ketersediaan
dan
harga
(http://www.ebookpangan, 2009).
Mie Instan Pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie, seperti mie segar/mentah (raw Chinese noodle), mie basah (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle) dan mie instan (instant noodle) (Astawan, 2008). Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “intermediate moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55 % dengan kisaran Aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976). Mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan berbentuk khas mie yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit (Ubaidillah, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian
masyarakat
dan
merupakan
jenis
pangan
yang
sangat
luas
penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper, et al., 1979). Winarno, (1991) menyatakan mie instan (siap hidang) di Jepang disebut sokukimen yaitu mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodle). Bahan baku pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan mie instan adalah garam alkali yaitu Na2CO3 dan K2CO3 yang biasa disebut sebagai senyawa kansui. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instan umumnya dikenal sebagai ramen. Mie ini dibuat dengan beberapa tahapan proses setelah
diperoleh
mie
segar.
Tahap-tahap
tersebut
yaitu
pengukusan,
pembentukan, dan pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 2008). Kadar protein memiliki pengaruh terhadap daya patah mie instan yang dihasilkan, semakin tinggi kadar protein, maka daya patah mie instan akan semakin tinggi. Protein dalam tepung menghasilkan struktur mie yang kuat yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan dari adanya ikatan yang kuat antara komponen pati dan protein sehingga daya patahnya juga meningkat (Oh, et al., 1985). Ada beberapa jenis mie berbahan baku bukan terigu yang dikenal luas oleh konsumen mie Indonesia, yaitu : a. Bihun Bihun merupakan jenis mie dari beras yang paling banyak dikenal. Produk ini biasa dibuat dari beras atau menir yang sifat nasinya pera atau kadar amilosanya mencapai 27% atau lebih. b. Kwe Tiau Kwe Tiau juga dibuat dari tepung beras, tetapi ada yang dicampur dengan terigu. Beberapa pustaka menyebut kwe tiau dari campuran tepung beras dan tepung terigu sebagai Mie Cina atau Chinese Mein c. Sohun Sohun merupakan jenis mie yang dibuat dari pati murni. Jenis pati yang sering digunakan dalam produksi sohun adalah pati kacang hijau. Namun pengadaan pati kacang hijau yang semakin sulit dan mahal, mengakibatkan pengrajin sohun sering menggunakan pati sagu dan pati ganyong sebagai bahan baku. (Munarso dan Haryanto, 2009).
Komposisi Kimia Mie Berdasarkan sumbangan energi yang diberikan, maka sebungkus mie sudah cukup untuk sarapan pagi, apalagi kalau dikombinasikan dengan bahan makanan lainnya. Akan tetapi, sebungkus mie instan tidak cukup baik untuk bahan makan siang karena setelah bekerja selam 6 jam, tubuh memerlukan energi
Universitas Sumatera Utara
dan komponen gizi-gizinya yang lebih lengkap seperti asam lemak esensial, asam amino dan lain-lain. Agar asupan gizi yang diperoleh dari sebungkus mie lebih baik dalam penyajiannya sebaiknya ditambahkan bahan-bahan lain untuk meningkatkan gizinya. Bahan yang umum yang ditambahkan seperti telur, ayam, bakso, udang, ikan, dan tempe untuk meningkatkan kadar protein serta sayuran (wortel, tomat, sawi, mentimun, dan lain-lain) untuk meningkatkan kadar vitamin, mineral dan serat (Astawan, 2008). Syarat-syarat mutu mie instan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat Mutu Mie Instan : No 1
Kriteria Uji Keadaan2: 1.1. Tekstur 1.2. Aroma 1.3. Rasa 1.4. Warna 2 Benda asing2 3 Keutuhan1 4 Kadar air1 4.1.Proses penggorengan 4.2.Proses pengeringan 5 Kadar protein2 Mi dari terigu Mi dari bukan terigu 6 Bilangan asam1 7 Cemaran logam2 7.1.Timbal (Pb) 7.2.Raksa (Hg) 8 Uji Kematangan 9 Abu tanpa garam 10 Bahan tambahan makanan 11 Pencemaran mikroba 11.1.Angka lempeng total 11.2.E. coli 11.3.Salmonella 11.4.Kapang 1) Berlaku untuk mie 2) Berlaku untuk mie dan bumbu Sumber : SNI 01-3551-2000
Satuan %,b/b %,b/b %,b/b %,b/b %,b/b %,b/b %,b/b mg KOH/g minyak mg/kg mg/kg menit %,b/b
Koloni/g APM/g Koloni/g
Persyaratan Normal / Dapat diterima Normal/ Dapat diterima Normal/ Dapat diterima Normal/ Dapat diterima Tidak boleh ada Minimal 90 20-35 Maksimum 10,0 Maksimum 14,5 Minimal 8 Minimal 8,0 Minimal 4,0 Maksimal 2 Maksimal 2,0 Maksimal 0,05 maksimum 3 maksimum 2 yang diizinkan Maksimal 1 x 106 <3 Negatif per 25 g Maksimal 1,0 x 103
Nilai gizi dari mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu atau resep
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat bervariasi (Jodoadmijojo, 1985).
Bahan- Bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60 % dan gluten basah 24-36 % (Astawan, 2008). Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim dingin mengandung 14 % protein (Kent, 1975). Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie yang dihasilkan akan menjadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran, yaitu sebagai berikut : a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %. Jenis tepung ini digunakan untuk pembuatan mie dan roti. Contohnya terigu cap cakra kembar.
Universitas Sumatera Utara
b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mie, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru. c.
Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.
Dalam pembuatan mie, diperlukan terigu kadar protein tinggi. Di pasaran jenis terigu yang berprotein tinggi adalah terigu cap cakra kembar (Suyanti, 2008). Kadar protein yang semakin tinggi akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kerenyahan mie. Tepung gandum memiliki gluten yang bersifat elastis, sehingga saat dicetak dengan ketebalan dan tekanan pencetakan yang sama akan menghasilkan ketebalan yang lebih besar daripada mie instant dari tepung komposit. Dengan makin tebalnya mie, maka gaya maksimal yang diperlukan untuk mematahkan mie juga semakin tinggi (Akashi, et.al., 1999) Makin tinggi substitusi tepung terigu oleh tepung non terigu, maka makin rendah elastisitas mie. Hal ini dikarenakan elastisitas mie masak dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan, maka semakin rendah gluten yang ada didalamnya yang berarti elastisitas mie lebih rendah. Gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten menentukan
sifat
adonan
dan
produk
yang
dihasilkan
(Munarso dan Haryanto, 2009). Gluten adalah protein lengket dan elastis yang terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum, jewawut/millet, rye, dan sedikit dalam oats. Beras dan jagung tidak mengandung gluten. Dalam proses pembuatan roti,
Universitas Sumatera Utara
gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibentuk (http://cybermed.cbn.net.id, 2008,). Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara (Wikipedia.org, 2008).
Tepung Millet Cara pembuatan tepung millet yaitu dengan memblender millet tersebut. Namun, ketika memblender, millet tidak akan bisa langsung halus. Oleh karena itu, pemblenderan millet harus dilakukan berulang-ulang. Pada saat pemblenderan ini, ada dua alternatif pilihan, yaitu: (1) memblender semua bagian millet, termasuk kulitnya (2) memblender millet dan membuang kulitnya. Kelebihan dari alternatif pilihan pertama adalah tepung millet akan banyak mengandung serat
yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu
memperlancar proses metabolisme. Hasil tepung ini sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet. Sedangkan kelebihan dari alternatif pilihan kedua adalah tepung yang dihasilkan lebih cerah. Setelah tepung millet diperoleh, barulah tepung tersebut dimanfaatkan dan diolah menjadi beberapa jenis bahan makanan (Sholikhah, et al., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Air Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air mengikat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasal (Astawan, 2008). Adapun jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 28-38 %. Jika air kurang dari 28 % adonan menjadi sulit dicetak. Sementara itu, penambahan air yang lebih dari 38 % akan menyebabkan adonan itu lengket (Suyanti, 2008). Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari glutein (Sunaryo, 1985).
Garam Dapur Dalam pembutan mie, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, serta untuk mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2008). Penambahan garam pada pembuatan mie juga dapat menghambat pertumbuhan jamur/kapang (Suyanti, 2008). Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah 100 % larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan (lumps), murni dan bebas dari rasa
Universitas Sumatera Utara
pahit. Pemberian garam harus disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang digunakan. Jumlah pemakian garam menurut US Wheat Associates 2-2,5 %. Jika kurang dari 2 % maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2,25 % akan menghambat aktivitas mikroba dalam ragi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam
beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik
(Winarno, 1997). Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani et al., 2002). Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid. Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan tehadap air, dan mempertahankan keempukkan selama penyimpanan (Astawan, 2008). Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki penampakkan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah bahan pengembang yang ditambahkan berkisar antara 0,5-1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Astawan, 2008). Untuk mendapatkan porositas, konsistensi, dan elastisitas yang tinggi pada mie, dapat ditambahkan bahan penunjang seperti monogliserida, lesitin, natrium karbonat dan sebagainya. Pada produk mie instan komersial sering digunakan pula kalium karbonat, natrium polifosfat, karboksimetil selulosa (CMC) dan kadangkadang guar gum. CMC digunakan sebagai bahan pengganti gluten (gluten substitute). Hal ini didasarkan pada peranan penting senyawa tersebut dalam keberhasilan pengembangan roti dari tepung beras. Dalam teknologi roti beras ini, CMC digunakan sebanyak 3% (Munarso dan Haryanto, 2010).
Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat) Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan kansui. Yang dimaksud kansui adalah larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali (Hoseney, 1994). Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan
1:1).
Berfungsi
untuk
mempercepat
pengikatan
gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur,
Universitas Sumatera Utara
serta meningkatkan sifat kenyal. Bahan ini dapat diperoleh di toko-toko penjual bahan kimia (Astawan,2008). Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali utuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan tekstur (pengaruh senyawa Na2CO3). Terdapat beberapa jenis garam alkali yang biasa digunakan dalam pada pembuatan mie antara lain sebagai berikut : 1. Sodium karbonat (Na2CO3) atau dikenal dengan nama soda abu 2. Potasium karbonat (K2CO3) atau kalium karbonat 3. STPP (sodium tripolifosfat) 4. Kansui (air abu) (Astawan, 2008). Garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie cukup dipilih satu jenis saja atau campuran dari 2 jenis. Jumlah maksimum garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie adalah 1 % dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan (Astawan, 2008). Fungsi penambahan garam alkali ke dalam pembuatan mie adalah sebagai berikut : a. Menguatkan struktur gluten sehingga menjadi mie yang lentur b. Mengubah sifat pati tepung terigu sehingga menjadi lebih kenyal. c. Mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu sehingga lebih cerah
Universitas Sumatera Utara
d. Semakin besar garam alkali yang digunakan, mie semakin keras dan kenyal. Namun, penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan bau yang tidak sedap pada mie yang dihasilkan (Astawan, 2008).
Metode Pembuatan Mie Instan Pencampuran dan pengadukan Tahap awal dalam pembuatan mie instant adalah pencampuran zat warna (umumnya tartrazine) dengan air, kemudian dimasukkan ke mesin pengadukan material yang di dalamnya telah terdapat tepung terigu. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak (Astawan, 2008). Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya hingga membentuk adonan yang seragam atau homogen dan agak pera. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk warna mie. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah agak pera, tidak menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2008). Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan Lembaran Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus (Astawan, 2008). Adonan mie yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mie yang dihasilkan. Lembaran mie yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2008).
Pencetakan Mie Dari lembaran tipis terebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997). Lembaran mie dimasukkan ke dalam alat pemotong mie dan alat diputar sampai lembaran mie terpotong habis. Potongan mie ditaburi dengan tepung tapioka dan siap untuk dimasak atau disimpan (Suyanti, 2008). Mie dibuat dalam bentuk pilinan (bergelombang) karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di dalamnya (Astawan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pengukusan Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat menyebabkan : -
pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie.
-
meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie.
-
terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10 %. Tahapan pengukusan dilakukan pada pembuatan mie kering maupun mie
instan. Potongan mie dikukus agar kandungan airnya turun. Pemanasan tersebut menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi keras, kuat, dan kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng (Suyanti, 2009).
Penggorengan Penggorengan dilakukan untuk pembuatan mie instan selama 100 detik dengan suhu 150oC. Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air mie sehingga mie menjadi kering dan padat. Suhu dan lama penggorengan diatur agar mie yang dihasilkan kering dan padat (Suyanti, 2008). Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkut dan pengepakan. Disamping itu pengeringan juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain : terjadi perubahan warna, tekstur, kandungan
Universitas Sumatera Utara
gizi, aroma yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan struktur serta dapat menimbulkan bahan gosong pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali (Buckle, et al., 1987). Dengan penggorengan, mie menjadi matang sehingga penyajiannya hanya dengan menyeduh mie dengan air mendidih atau memasaknya dalam beberapa menit saja. Pada saat penggorengan mie digunakan minyak padat. Tujuannya agar permukaan mie menjadi tidak mengkilap seperti jika digoreng dengan minyak biasa. Selain itu, minyak dapat kembali menjadi padat pada suhu kamar (Suyanti, 2008).
Pendinginan Mie yang telah dioven/dikeringkan dan digoreng, kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti, 2008). Mie yang telah digoreng didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mie panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap
dan
menempel pada
mie sehingga
mie
pun
menjadi keras
(Astawan, 2008).
Pengemasan Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik akibat
tekanan,
melindungi
produk
dari
cemaran,
serta
memudahkan
penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat dijadikan alat
Universitas Sumatera Utara
pemikat bagi pembeli. Dengan kemasan yang tepat, produk mie akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat umur simpannya (Suyanti, 2008). Agar produk mie instan tahan lama maka akan dibutuhkan pengemas primer yang bersifat kedap air, rasa, bau, dan warna. Kemasan primer yang biasa digunakan adalah plastik polipropilen atau polietilen. Kemasan ini bersifat sekali pakai. Dalam penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan oriented polypropilen (OPP) sehingga tahan terhadap berbagai jenis kerusakan (Astawan, 2008).
Universitas Sumatera Utara