5
TINJAUAN PUSTAKA
Prasarana Lahan pertanian dan keterbatasan air merupakan fenomena dasar dalam suatu pengembangan pertanian tanaman pangan. Lahan pertanian yang ada terus mengalami penyusutan, karena tergeser oleh aktivitas non pertanian. Di samping itu permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran masih sering terjadi akibat lemahnya dukungan sarana dan prasarana pertanian, sehingga kurang berhasil mewujudkan sistem agribisnis yang baik yang pada gilirannya gagal menaikkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dukungan sarana dan prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun pengembangan pertanian tanaman pangan yang komprehensif (Jaenudin 2006). Infrastruktur pada dasarnya adalah faktor pendukung bagi kegiatan utama di pedesaan yang berdasar kepada komoditas pertanian. Infrastruktur mampu menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi. Ketidakmampuan memberikan pelayanan infrastruktur merupakan indikasi kemampuan pemerintah yang semakin terbatas dalam kapasitas pembiayaan. Infrastruktur tidak hanya terbatas pada prasarana dan sarana fisik saja, melainkan mempunyai fungsi yang lebih penting lagi yaitu fungsi jasa pelayanan. Dalam hal ini jasa pelayanan mempunyai tiga dimensi penting yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Infrastrukur dapat dikategorikan menjadi dua bagian: 1) infrastruktur yang bersifat software seperti: kebijaksanaan, kelembagaan, regulasi, keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan, tata ruang, dan lain-lain; serta 2) infrastruktur yang bersifat hardware seperti : jalan, jembatan, irigasi, pasar, pelabuhan, jaringan listrik, telepon, dan lain sebagainya (Tambajong 2009). Prasarana On Farm 1) Jalan Usahatani Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan usahatani pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan)
6
guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan alat mesin pertanian. Pengembangan jalan usahatani adalah pembuatan, peningkatan kapasitas dan rehabilitasi. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru sesuai kebutuhan, peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani yang sudah ada ditingkatkan tonase/kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh kendaraan yang lebih berat dan rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas (Kementerian Pertanian 2010). Usahatani (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih mempunyai kendala keterbatasan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian misalnya produk hortikultura yang mempunyai sifat “perishable” (mudah rusak) yang harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan prasarana yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan (Kementerian Pertanian 2010). Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat mesin yang mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,0 m. Akan tetapi lebar minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5 m untuk memenuhi kebutuhan angkutan di masa mendatang (PU 2010). Irigasi merupakan prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran air beserta perlengkapannya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama meliputi bangunan – bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa, saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi di petak tersier, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra 1991). Menurut Hansen et al (1977) irigasi didefinisikan sebagai pemberian air ke tanah untuk tujuan meningkatkan kelembaban tanah yang penting bagi tanaman.
7
Selanjutnya untuk pengertian yang lebih luas irigasi dilakukan untuk tujuan ; a) menambahkan air ke lahan/tanah untuk meningkatkan kelembaban tanah yang esensial bagi tanaman, b) untuk melindungi tanaman dari kekurangan air, c) untuk mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga tanah lebih sesuai bagi tanaman untuk tumbuh, d) untuk mengurangi akibat dari pembekuan es, e) untuk pencucian garam-garam dari tanah, f) untuk mengurangi pengikisan tanah, g) untuk memudahkan pengolahan tanah dan h) untuk mengurangi pembentukan debu melalui pendinginan oleh evaporasi. Sumber daya air adalah salah satu unsur yang harus disediakan dalam strategi pembangunan dan pengembangan pertanian. Dalam usaha budidaya tanaman faktor ketersediaan air harus dipertimbangkan agar terhindar dari resiko kegagalan panen, air akan berfungsi memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman dan juga berperan dalam proses fisiologi tanaman (Nusa, 1991). Menurut Ahmad (2003) air terbatas menurut waktu, tempat dan jumlah air yang tersedia diatas permukaan bumi, untuk itu perlu diusahakan penyediaan air yang cukup agar tidak menimbulkan kekurangan air. Menurut Nusa (1991) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah : a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah pemukaan) b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan) c) kondisi biologis tanaman d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi). Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan (Bos 1978). Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata (distribusi dan aplikasi) yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi
8
merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah (PU 1986). Untuk peningkatan efisiensi irigasi dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan irigasi dalam semua level bukan hanya ditingkat akuisisi, distribusi maupun drainase tetapi juga tingkat usahatani. Kesemuanya itu membutuhkan perbaikan secara simultan dalam aspek teknis di bidang irigasi maupun usahatani, peningkatan kapasitas pembiayaan dan penyempurnaan sistem kelembagaan dalam pengelolaan irigasi (Sumaryanto 2007). Prasarana Off Farm Selama ini keberpihakan pada kegiatan penanganan pascapanen (pengolahan) gabah/beras masih tertinggal apabila dibandingkan dengan kegiatan pra panen atau budidaya. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu kebijakan nasional yang ditetapkan untuk meningkatkan partisipasi dari semua pihak (stakeholder) guna menangani masalah
pascapanen
(pengolahan)
gabah/beras
secara
menyeluruh
dan
berkesinambungan. Kegiatan penanganan pascapanen di Indonesia mulai diwujudkan sejak peringatan Hari Pangan Sedunia, tanggal 16 Oktober 1982, dimana Menteri Pertanian mencanangkan Gerakan Penyelamatan Produksi Pangan melalui usaha-usaha perbaikan penanganan pascapanen dan pengolahan di tingkat
petani
pedesaan.
Gerakan
tersebut
selanjutnya
diikuti
dengan
diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk Keppres No. 47 tahun 1986 maupun berupa peraturan-peraturan penyediaan sarana dan prasarana pascapanen terrnasuk pendidikan dan pelatihan serta koordinasi antar instansi terkait. Kekuatan hukum yang lain dalam penanganan pascapanen tertuang pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang "Sistem Budidaya Tanaman". Dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan tujuan panen dan pascapanen yang
9
mencakup (a) menekan tingkat kehilangan dan atau kerusakan, (6) meningkatkan mutu, (c) memperpanjang daya simpan, (d) meningkatkan daya guna, dan (e) nilai tambah serta daya saing (Damardjati 2006). Terkait dengan kegiatan pascapanen upaya diarahkan terutama dalam upaya peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi yang tepat untuk mengurangi susut pascapanen, peningkatan mutu, dan peningkatan efisiensi pengolahan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produksi dan harga jual yang berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat umumnya. Disini juga diperlukan kebijakan pemerintah agar nilai tambah dalam pascapanen ini dapat dinikmati oleh petani. Hasil samping penggilingan padi selama ini belum mendapatkan perhatian yang memadai, padahal pemanfaatan hasil samping pengolahan padi dan beras dapat memberikan keuntungan ekonomis dan ekologis. Menir dapat diolah menjadi tepung beras sedangkan dedak dapat diolah menjadi minyak dedak. Sekam dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas, bahan campuran di industri batu bata, pakan ternak atau biogas (Purwadaria 2004). Rice Processing complex (RPC) adalah suatu kawasan sistem pengolahan padi yang terdiri dari sub sistem pengeringan, sub sistem penyimpanan, sub sistem penggilingan dan sub sistem pengemasan yang terintegrasi dalam satu lini proses
menggunakan
mesin
modern.
Konsep
RPC
sebenarnya
adalah
penyempurnaan dari sistem rice milling yang dilengkapi dengan sistem pengeringan,
penyimpanan
dan
pengemasan.
Konsep
ini
sebetulnya
dikembangkan dalam rangka mengontrol seluruh alur proses pengolahan padi dalam suatu sistem terintegrasi, sehingga mutu produk dapat terjaga keseragamannya serta secara nyata mengurangi susut bobot. Penggunaan sistem RPC ini secara umum diproyeksikan untuk dapat meningkatkan daya saing beras yang dihasilkan melalui mutu dan harga. Hal tersebut dapat dicapai karena RPC dapat memperbaiki efisiensi pengolahan padi melalui : a)
Perbaikan mutu beras Dengan mengontrol bahan baku yang masuk dan pengontrolan secara ketat selama proses pengolahan maka akan dapat diproduksi beras dengan mutu prima. Tentu ini masih tergantung dari kualitas bahan baku padi yang diolah,
10
sehingga penerapan RPC juga harus diikuti oleh perbaikan sistem budidaya dan pemilihan varietas padi yang baik. b) Peningkatan rendemen pengolahan Dengan sistem pengolahan menggunakan mesin modern, maka semua bagian/sub sistem dapat dikontrol dengan baik sehingga dapat mengurangi susut secara signifikan. c)
Peningkatan pendapatan petani Terbentuknya imej konsumen terhadap produk dengan kualitas yang lebih baik akan meningkatkan harga beras, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Pada penerapan RPC ini petani dapat menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen sehingga resiko penurunan mutu gabah akibat keterlambatan pengeringan tidak dialami oleh petani. Manfaat sampingan penggunaan RPC adalah memperbaiki produksi dan
distribusi pascapanen, pengembangan beras mutu tinggi karena diproduksi dengan menggunakan mesin pengolahan kontinu dari panen hingga penggilingan dan pengemasan, pengembangan beras lokal dengan mutu yang baik melalui local brand, melalui teknologi benih superior, pertanian organik dan pengolahan lahan secara terpadu, pengembangan sistem Contract Farming untuk menjamin pemasaran bagi petani dengan jaminan harga dan jumlah pesanan dan meningkatkan sistem distribusi melalui jaminan mutu oleh pengusaha RPC, kepuasan pelanggan karena memproduksi berbagai variasi beras dan kemasan yang menarik, pengembangan Brand image dan transaksi langsung antara RPC dan konsumen (Pemerintah kabupaten Sukabumi 2005). Pemodelan Sistem Dinamik Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri (Handoko 1994).
11
Menurut Syarifuddin (2001) cit Asyiawati (2002) kegunaan model antara lain adalah sebagai berikut: a) Untuk menentukan atau menggambarkan sesuatu, misalnya sistem informasi manajemen. b) Untuk membantu dalam usaha menganalisis atau mengkaji sistem c) Untuk
menentukan,
menjelaskan
dan
menggambarkan
hubungan-
hubungan serta kegiatan-kegiatan (proses) d) Untuk menampakkan situasi atau keadaan melalui perlambang atau simbol-simbol yang bisa dimanipulasikan untuk menghasilkan suatu prediksi atau ramalan. Model simulasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a) Model simulasi statis dan dinamis Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau pada kondisi dimana waktu tidak memiliki pengaruh. Sedangkan model simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan waktu. b) Model simulasi deterministik dan stokastik Jika suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas (misalnya random) maka model simulasi tersebut disebut model simulasi deterministik. Pada model simulasi deterministik output didapat bila besaran input dan hubungan-hubungan dalam model telah ditentukan sebelumnya. Sementara beberapa sistem harus dimodelkan dengan menggunakan input random, model simulasi pada kondisi demikian disebut stokastik. c) Model simulasi diskrit dan kontinu Jika perubahan status sistem hanya pada saat-saat tertentu maka model simulasi tersebut disebut diskrit. Sedangkan bila perubahan status sistem terus menerus sepanjang waktu disebut model simulasi kontinu. Permodelan mencakup suatu pemilihan dari karakteristik dari perwakilan abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Pada umumnya, model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Suatu model adalah bisa statik atau dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah
12
model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah - peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata (Handoko 1994). Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagianbagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna. Suatu kawasan dengan berbagai sumber daya dan aktivitas di dalamnya merupakan suatu sistem yang kompleks (Eriyatno 2003). Dari beberapa batasan mengenai pengertian sistem, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat obyek yangt membentuk susunan tertentu dan menunjukkan sifat saling berhubungan, baik antara objek yang satu dengan yang lainnya
ataupun
antara bagian-bagian
dari
masing-masing
objek
yang
bersangkutan. Secara lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa sistem adalah seperangkat objek yang merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berimbaldaya. Di dalam sub sistem terdapat banyak sub-sub sistem, dan di dalam sub-sub sistem terdapat pula sejumlah sub-sub sistem dan seterusnya (Sabari 1991). Secara umum ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut (Awad 1979 cit Budihardjo 1995): a. Pada hakekatnya sistem itu bersifat terbuka, selalu berinteraksi dengan lingkungannya. b. Setiap sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem, dan setiap sub sistem terbentuk dari beberapa sub sistem yang lebih kecil. c. Antar sub sistem terjalin saling ketergantungan, dalam arti bahwa satu subsistem membutuhkan masukan (input) dari sub sistem lain dan keluaran (output) dari sub sistem tersebut diperlukan sebagai masukan bagi sub sistem yang lain lagi. d. Setiap sistem memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya melalui mekanisme umpan balik (feed back).
13
e. Setiap sistem mempunyai keandalan dalam mengatur diri sendiri (selft regulation) terutama dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan sistem. f. Setiap sistem mempunyai tujuan dan sarana tertentu yang ingin dicapai. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua pelaku dalam sistem, (2) fomulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3) identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem, (4) pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem, (5) implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan, dan (6) operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi. Menurut Forrester (1961) fokus utama dari metodologi sistem dinamik adalah pemahaman atas sistem sehingga langkah pemecahan masalah memberikan umpan balik pada sistem. Enam tahap pemecahan masalah dengan metodologi sistem dinamik adalah identifikasi dan definisi masalah, konseptualisasi sistem, fomulasi model, simulasi dan validasi model, analisis kebijakan dan implementasi. Menurut Pramudya (1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan kerja yang sistematis yang dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi, seperti disajikan pada Gambar 2.
14
Mulai
A
Analisis Kebutuhan
Pemodelan Sistem
Formulasi Permasalahan
Validasi Model
Tidak
Identifikasi Sistem · Diagram Lingkar Sebab Akibat · Diagram Input-Output · Diagram Alir
Layak Ya Implementasi
A Evaluasi
Gambar 2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori (Forrester 1961). : 1) Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antar variabel yang ada di dalam model dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya. 2) Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model dengan melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model. 3) Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model terhadap berbagai rekomendasi kebijakan. STELLA STELLA (System Thinking Educational Learning Laboratory with Animation) adalah sebuah program komputer simulasi yang dibangun dalam suatu kerangka kerja (framework) dan mudah dipahami dalam penggunaan untuk pengamatan interaksi kuantitatif dari setiap variabel dalam suatu sistem. Program dapat digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sistem yang kompleks dari suatu ilmu fisika, kimia, biologi dan sosial (Martin 1997). Program STELLA merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis flow chart. STELLA termasuk bahasa pemrograman interpreter dengan
15
pendekatan lingkungan multi-level hierarkis, baik untuk menyusun model maupun berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam STELLA adalah: 1. Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi, fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya 2. Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock, arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah maupun dua arah 3. Converters, berfungsi luas yaitu dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y), secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi output 4. Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model. Dengan alat penyusun model seperti di atas, program STELLA akan mampu menjalankan model dinamis dalam optimasi pengembangan ruang suatu unit kawasan yang telah diskenariokan dengan input, nilai parameter, keterkaitan parameter antar aspek, dan output yang telah ditetapkan (Handoko 1994). Validasi dan Analisis Sensitivitas Model Pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta. Teknik validasi yang utama dalam metode berfikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi sistem nyata. Sedangkan validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berfikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana “kinerja” model (compatible) dengan “kinerja” sisem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai
16
model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan data empiris untuk sejauh mana perilaku “output” model sesuai dengan perilaku data empirik (Muhammadi et al 2001). Sensitivitas model adalah respon model terhadap stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakukan tertentu pada unsur atau struktur model. Perlakukan tersebut disebut uji sensitivitas. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji analisis sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau kinerja model digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Perlakukan/intervensi
terhadap
model,
sebagai
sebuah
tindakan
adalah
berdasarkan kondisi yang mungkin terjadi dalam dunia nyata maupun berdasarkan pilihan kebijakan yang mungkin dilakukan. Denga kata lain tindakan tersebut bersifat layak. Ringkasnya uji sensitivitas adalah intervensi parameter input model dan/atau struktur model untuk melihat seberapa jauh kepekaannya terhadap perubahan output model (Muhammadi et al 2001). Analisis dan Perumusan Kebijakan Analisis kebijakan mengandung dua kata yaitu analisis dan kebijakan. Analisis adalah suatu pekerjaan intelektual untuk memperoleh pengertian dan pemahaman, sedangkan kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam analisis pekerjaan intelektual tersebut adalah proses memilah dan mengelompokkan obyek ke dalam bagian yang lebih rinci sehingga diperoleh pengetahuan tentang ciri dan cara kerja dari obyek tersebut. Bedakan dengan sintesis sebagai pekerjaan intelektual yang menggabungkan dan menyatukan bagian rinci ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga diperoleh pengetahuan tentang esensi dan keseluruhan bagian tersebut. Di lain pihak, dalam kebijakan upaya atau tindakan tersebut bersifat peka untuk mempengaruhi
kerja
sebuah
sistem.
Oleh
karena
sasarannya
adalah
mempengaruhi sistem, maka tindakan tersebut bersifat strategis, yaitu yang bersifat jangka panjang dan menyeluruh. Bedakan dengan program sebagai upaya atau tindakan yang bersifat peka untuk mempengaruhi kerja unsur tertentu dari
17
sebuah sistem. Oleh karena sasarannya adalah mempengaruhi unsur tertentu dari sistem, maka tindakan tersebut bersifat taktis, bahkan rutin yang umumnya bersifat jangka pendek dan terbatas (Muhammadi et al 2001). Quandun cit Dunn (2000) menyebutkan bahwa analisis kebijakan adalah setiap jenis analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata “analisa” digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap komponenkomponen tapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang sudah selesai. Salah satu aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode sistem dinamis adalah simulasi model. Ada dua tahap untuk analisis kebijakan, yaitu : 1) pengembangan kebijakan alternatif, dan 2) analisis kebijakan alternatif. Pengembangan kebijakan alternatif adalah suatu proses berfikir kreatif, yaitu menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperluakan dalam rangka mempengaruhi sistem mencapai tujuan. Sedangkan analisis kebijakan alternatif, seperti yang telah dijelaskan analisis kebijakan pada dasarnya adalah menemukan langkah strategis untuk mempengaruhi sistem. Dalam rangka mempengaruhi sistem tersebut ada dua pilihan, yaitu sistemnya tetap atau berubah. Jika sistemnya tetap, maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan alternatif langkah yang mempengaruhi fungsi dari unsur sistem atau disebut sebagai kebijakan fungsional. Sebaliknya apabila sistemnya diubah, maka analisis terhadap langkah-langkah yang diambil menghasilkan alternatif langkah yang menciptakan variasi struktur sistem yang berbeda dengan sistem semula atau disebut kebijakan perubahan struktural. Pada umumnya pemilihan langkah ini dikaitkan dengan prakiraan kecendrungan lingkungan sistem ke depan (Muhammadi et al 2001).