TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Bayi Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) pertumbuhan bayi pada masa 0-1 tahun berlangsung sangat cepat.
Pertumbuhan anak meliputi tahap
hiperplasia (peningkatan jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (meningkatnya jumlah, besar, dan kematangan sel), dan hipertrofi (sel mengalami pematangan dan pembesaran lebih lanjut). Menurut Widjaja (2001), kekurangan gizi pada usia 0-1 tahun akan mengganggu pertumbuhan saraf-saraf pada otak, anak yang terganggu sistem sarafnya akan mengalami keterlambatan perkembangan otak dengan gejala gagap dan bingung, sering sakit kepala, bahkan kejang-kejang. Selain itu, jika makanan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi, anak mudah terserang penyakit infeksi (diare atau cacingan). Jika terserang penyakit ini anak akan menjadi kurus, kurang bersemangat, cengeng, cenderung lamban, dan bodoh. Supaya hal-hal tersebut dapat dihindari, maka pemenuhan kebutuhan gizi anak harus semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya. sedapat
mungkin
bervariasi
dan
lengkap,
yang
Penyajiannya
memenuhi
kebutuhan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Pralaktal Pralaktal adalah makanan atau minuman selain Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan untuk memberi pralaktal kepada bayi berbeda sesuai nilai budaya masyarakatnya masing-masing. Alasan yang paling sering dikemukakan adalah diperlukan untuk hidup, menghilangkan rasa haus, menghilangkan rasa sakit (dari sakit perut atau sakit telinga), mencegah dan mengobati pilek dan sembelit, menenangkan bayi atau membuat bayi tidak rewel (Linkages 2002). Pemberian pralaktal ketika bayi baru lahir di Rumah Sakit dapat dicegah dengan adanya rawat inap gabung antara ibu dan bayi.
Hal ini akan
memudahkan ibu memberikan respon yang segera kepada bayi ketika menangis karena lapar. Pralaktal yang diberikan kepada bayi walaupun dalam jumlah yang sedikit akan mudah mengenyangkan bayi sehingga konsumsi ASI pada bayi berkurang (Sentra Laktasi indonesia 2008).
Air Susu Ibu (ASI) Menurut Muchtadi (2002) ASI harus merupakan makanan satu-satunya yang eksklusif bagi bayi di tahun pertama kehidupannya. ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis.
Pertumbuhan, pembentukan psikomotor, dan akulturasi terjadi
sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. ASI yang sangat mudah dicerna dan diserap oleh bayi akan membantu mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Sebisa mungkin ASI diberikan paling
lambat 20-30 menit dari waktu lahir. Hal tersebut dianjurkan karena refleks isap bayi mencapai puncak pada saat 20-30 menit pertama, bila terlambat maka refleks isapnya berkurang dan tidak akan kuat lagi sampai beberapa jam berikutnya (Roesli 2001). ASI memiliki banyak keuntungan bagi bayi, seperti yang disebutkan oleh Ramaiah (2006) bahwa di dalam ASI terdapat zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan zat gizi. Selain steril dan mudah diberikan, ASI juga selalu berada pada suhu yang paling cocok bagi bayi karenanya tidak memerlukan persiapan apapun bila dibutuhkan segera oleh bayi. ASI memiliki faktor pematangan usus yang melapisi bagian dalam saluran pencernaan dan mencegah kuman penyakit serta protein berat untuk terserap ke dalam tubuh. ASI juga menolong pertumbuhan bakteri sehat dalam usus yang disebut Lactobacillus bifidus yang dapat mencegah bakteri penyakit lainnya sehingga mencegah diare. Laktoferin yang dikombinasikan dengan zat besi di dalam ASI dapat mencegah pertumbuhan kuman penyakit. Penelitian Chantry, Howard, dan Auinger (2006) menyebutkan juga bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan penuh memiliki resiko lebih kecil terkena penyakit pnemonia dibandingkan bayi yang diberi ASI kurang dari enam bulan. Menurut penelitian Jakobsen, Sodemann, Nyle´n, Bale, Nielsen, Lisse, dan Aaby (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat. Disebutkan pula oleh Ramaiah (2006) pemberian ASI (menyusui) bermanfaat bagi ibu bayi untuk menolong rahim mengerut lebih cepat mencapai
ukuran normalnya dalam waktu singkat.
Selain mengurangi banyaknya
perdarahan setelah persalinan sehingga mencegah anemia, menyusui juga mengurangi
resiko
kehamilan
sampai
enam
bulan
setelah
persalinan.
Diungkapkan juga pada penelitian Kendall dan Tackett (2007) bahwa ibu yang menyusui bayinya akan terhindar dari resiko stres tinggi setelah melahirkan. Hal ini karena menyusui dapat menurunkan proinflammantory cytokines pada ibu yang merupakan pemicu stres atau depresi setelah melahirkan. Komposisi ASI di berbagai negara biasanya tidak jauh berbeda. Meskipun ibu yang menyusui tersebut kurang gizi, akan tetapi ASI yang dihasilkan cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa ASI yang dikeluarkan oleh ibu masih dapat dijaga standar komposisinya meskipun harus mengorbankan badan ibu sendiri (Winarno 1995). Tabel 1 Komposisi Air Susu Ibu (ASI) Komposisi ASI Total lemak (%) Energy (Kilokalori) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Kalsium (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Potasium (mg) Sodium (mg) Seng (mg) Asam askorbat (mg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam pantotenat(mg) Vitamin B6 (mg) Folat (mg) Vitamin B12 (mg) Vitamin A (mg) Vitamin D (mg) Vitamin E (mg) Vitamin C (mg) Sumber: www.DairyforAll.com (2007)
Jumlah 12,50 70 1,03 4,38 6,89 0,20 32 0,03 3 14 51 17 0,17 5 20 0,036 0,177 0,223 10 5 0,045 58 0,04 0,34 4
Cara Pemberian ASI Menyusui adalah sesuatu yang alamiah yang diberikan kepada bayi di awal masa hidupnya dan biasanya berlangsung hingga berusia dua tahun (Roesli 2000). Menurut Ramaiah (2006) pelaksanaan menyusui ada beberapa macam yaitu menyusui secara eksklusif, menyusui secara dominan, menyusui secara parsial, dan menyusui kadang kala. Menyusui secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman apapun termasuk empeng (Ramaiah 2006). Menyusui secara eksklusif telah dianjurkan oleh pemerintah untuk dilakukan selama enam bulan dari kehidupan awal bayi (Roesli 2000) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
RI
No.
450/Menkes/SK/IV/2004
(Kurniadi
2006).
Sedangkan
menyusui secara dominan adalah pemberian ASI kepada bayi dengan porsi terbesar dan masih diberikan MPASI dalam jumlah sedikit.
Ada juga cara
pemberian makanan dan minuman selain ASI yang porsinya hampir sama dengan pemberian ASI kepada bayi secara teratur sesuai jadwal, ini dinamakan menyusui secara parsial dan biasanya dilakukan pada bayi yang akan disapih. Menyusui
kadang kala adalah pemberian ASI tidak diutamakan, bayi
diprioritaskan untuk mengonsumsi makanan padat dan minuman selain ASI (Ramaiah 2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Penelitian menurut Arora, McJunkin, Wehrer, dan Kuhn (2000) faktorfaktor yang mempengaruhi ibu untuk menyusui bayinya bisa datang dari luar maupun dari dalam. Faktor yang datang dari luar bisa berasal dari suami atau orang-orang terdekat seperti orang tua maupun mertua. Selain itu, informasi dari kelas pra-melahirkan, televisi, majalah, buku, dan media komunikasi lainnya dapat mempengaruhi keputusan untuk menyusui. Selanjutnya dinyatakan pula dalam penelitian menurut Arora et al (2000), di Pennsylvania keputusan untuk memberikan ASI atau susu botol seringkali dibuat sebelum masa kehamilan atau trimester pertama kehamilan. Alasan yang paling banyak diambil untuk memutuskan memberi ASI di antaranya adalah banyaknya keuntungan ASI untuk kesehatan bayi, sifat alami ASI, dan emotional bonding ibu dan bayi.
Sedangkan alasan untuk memberikan susu botol di
antaranya karena persepsi ibu terhadap sikap ayah (payudara ibu tidak kencang
lagi sehingga takut ayah tidak suka), ragu kuantitas ASI tidak mengenyangkan bayinya, dan ibu kembali bekerja sehingga kekurangan waktu untuk menyusui. Berdasarkan penelitian Forster, McLachlan, dan Lumley (2006) pada para ibu di Australia, cara pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dipengaruhi oleh beberapa faktor positif dan faktor negatif. Faktor positif tersebut di antaranya adalah keinginan yang kuat untuk menyusui, kebiasaan menyusui bayi yang turun temurun, ibu menyusui yang berasal dari negara-negara di benua Asia, dan ibu menyusui yang usianya sudah tua. Sedangkan faktor-faktor negatifnya adalah ibu tidak berniat untuk menyusui, bayi diberi susu formula di rumah sakit, merokok dua puluh batang atau lebih perhari sebelum masa kehamilan, tidak memperhatikan pendidikan perawatan bayi baru lahir, ibu kegemukan, dan ibu yang menderita depresi. Macam-macam ASI Berdasarkan Waktu Keluarnya Menurut Ramaiah (2006) macam-macam ASI berdasarkan waktu keluarnya adalah kolostrum, ASI transisi, ASI matang , ASI prematur, dan ASI purnawaktu. Kolostrum Kolostrum adalah susu yang pertama kali dikeluarkan oleh ibu setelah melahirkan hingga kurang lebih satu minggu (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Kolostrum ini mengandung sejumlah antibodi yang dapat membentuk daya tahan tubuh bayi untuk melindunginya dari serangan infeksi. Vitamin A dan K pada kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu yang dikeluarkan setelahnya, dan dapat sebagai pencahar ringan yang merangsang dikeluarkannya tinja pertama yang berwarna gelap (mekonium) dari tubuh bayi (Ramaiah 2006). ASI Transisi ASI transisi merupakan susu yang keluarnya selama kurang lebih dua minggu setelah kolostrum habis (Ramaiah 2006). Kadar protein dan antibodinya sudah menurun dari kadar semula, akan tetapi volume ASI, kadar lemak dan gulanya meningkat (Roesli 2000). ASI Matang ASI matang adalah susu yang dikeluarkan sekitar dua minggu pertama dan seterusnya (Roesli 2000). Menurut Ramaiah (2006) teksturnya lebih cair, mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi, komposisinya bisa berubah
dari fore milk menjadi hind milk dalam suatu proses menyusui.
Fore milk
dikeluarkan di awal menyusui, sangat encer, berwarna kebiru-biruan, kaya vitamin, laktosa, protein, mineral, dan air.
Hind milk keluar menjelang akhir
menyusui, encer, putih, dan kaya lemak. Perubahan fore milk ke hind milk tidak secara tiba-tiba tapi secara bertahap. ASI Prematur dan ASI Purnawaktu ASI prematur menurut Ramaiah (2006) adalah susu yang dikeluarkan oleh ibu yang melahirkan bayi prematur.
ASI purnawaktu adalah susu yang
dikeluarkan oleh ibu yang melahirkan bayi setelah sembilan bulan di dalam kandungan. Makanan Pendamping ASI (MPASI) MPASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah pemberian ASI eksklusif (4-6 bulan, diutamakan sampai usia 6 bulan) sampai bayi berusia 24 bulan. Sebagian bayi dapat tumbuh memuaskan sampai usia enam bulan dengan hanya diberi ASI saja.
Sebagian lagi ada yang lebih
memerlukan energi dan zat-zat gizi lain daripada yang terdapat dalam ASI, dengan memberikan tanda kelaparan atau pertambahan berat badan yang lambat pada usia enam bulan atau kurang. Akan tetapi bagaimanapun harus diusahakan agar makanan tambahan (pendamping ASI) diberikan setelah bayi berusia enam bulan (Muchtadi 2002). Disebutkan juga bahwa pemberian MPASI ini sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein, dan zat-zat gizi lainnya (vitamin dan mineral) untuk tumbuh kembang anak secara normal. Pemberian ASI dan MPASI yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pola pemberian ASI dan MPASI menurut golongan usia Usia (bulan)
ASI
Pola Pemberian ASI / MPASI Makanan Makanan Makanan Lumat Halus Lumat Lunak
0-4 √ 4-6 √ √ 6-9 √ 9-12 √ 12-24 √ Sumber : Depkes dan Kessos RI (2000)
Makanan Biasa
√ √ √
Keterangan :
Makanan lumat halus adalah makanan yang terbuat dari tepung dan dihancurkan sampai homogen. Misalnya, bubur susu, bubur sumsum, biskuit yang ditambah air, pepaya saring, pisang saring, dan sebagainya. Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tetapi tidak sampai homogen. Misalnya, pepaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik sendok, nasi tim saring, bubur kacang hijau saring, dan kentang pure. Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air. Misalnya, bubur nasi, bubur ayam, dan bubur kacang hijau. Makanan padat adalah makanan lunak akan tetapi tidak berair. Misalnya, lontong, nasi tim, kentang rebus, dan biskuit. Pengganti ASI (PASI) PASI menurut WHO diacu dalam Departemen Kesehatan (1994) adalah
susu formula, produk lain dari susu, makanan dan minuman lainnya, termasuk makanan pelengkap yang diberikan dengan botol, yang dipasarkan untuk mengganti sebagian atau seluruh ASI. Pemakaian susu formula yang tidak tepat pada akhirnya akan menimbulkan ancaman bagi kesehatan bahkan kematian. Masalah kesehatan dapat timbul apabila orang tua tidak membaca petunjuk yang tertulis pada kemasan, misalnya agar susu kaleng lebih irit, maka diberikannya sedikit. Hal ini akan menyebabkan susu yang dibuat lebih encer dan bayi memiliki resiko kekurangan gizi, namun jika pemberiannya berlebihan maka akan menyebabkan obesitas serta beban bagi kerja ginjal dan pencernaan (Departemen Kesehatan 1994). Konsumsi Konsumsi yang seimbang adalah konsumsi yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu, makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kriteria 3B yaitu bergizi, berimbang, dan beragam.
Konsumsi yang memenuhi kriteria empat
sehat lima sempurna dan 3B dapat meningkatkan kesehatan setiap individu karena zat gizi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna dan 3B ini harus diterapkan sejak dini, yaitu sejak anak menginjak usia 6 bulan (tepatnya setelah mengonsumsi ASI eksklusif). Agar penerapan konsumsi makanan sesuai dengan kriteria yang diharapkan dan zat-zat gizi makanan terserap optimal ke dalam tubuh, maka kebersihan makanan menjadi unsur penting ketika mengonsumsi makanan.
Karbohidrat Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan pokok, misalnya, nasi, jagung, kentang, singkong, roti, dan sagu. Karbohidrat menurut Muchtadi (2002) akan menghasilkan sebagian besar energi yang dibutuhkan. Kebutuhan energi berbeda-beda, bayi yang pendiam hanya membutuhkan energi 71 kkal/kg berat badan, sedangkan bayi yang aktif membutuhkan sampai 133 kkal/kg berat badan. Apabila konsumsi energi berlebih, maka kecepatan naiknya berat badan meningkat, hal ini tidak diinginkan pada bayi karena bayi yang kelebihan berat badan akan beresiko tinggi menderita obesitas di masa kanakkanak, remaja, atau dewasanya. Protein dan Lemak Sumber protein dan lemak dapat diperoleh dari nabati dan hewani. Protein dan lemak nabati, misalnya, tahu, tempe, dan susu kedelai. Protein dan lemak hewani dapat diperoleh dari ikan, daging sapi, daging ayam, dan telur. Kelebihan protein maupun lemak yang pada akhirnya akan diubah menjadi energi dapat menimbulkan obesitas (Muchtadi 2002). Vitamin Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) vitamin berdasarkan sifat kelarutannya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air.
Vitamin yang larut lemak adalah vitamin A (retinol), D
(kalsiferol), E, dan K (anti dikumarol atau menadion).
Vitamin yang larut air
adalah vitamin C (askorbat), B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B6 (pirodoksin), B12 (sianokobalamin), niasin, asam folat, asam pantotenat, dan vitamin H (biotin). Mineral Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), mineral memiliki peranan utama sebagai zat pengatur melalui komponen pembentukkan enzim dan antibodi, juga sebagai zat pembangun (pembentukkan tulang dan hormon). Mineral dibagi dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro meliputi Kalsium (Ca), Posfor (P), Magnesium (Mg), Natrium atau Sodium (Na), dan Kalsium atau Potassium (K). Mineral mikro meliputi Besi (Fe), Seng (Zn), Iodium (I), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Flour (F), Kobalt (Co), Silikon (Si), Chlor (Cl), Arsen (As), Nikel (Ni), Selenium (Se), dan Molybdenum (Mo).
Penilaian Konsumsi Pangan Menurut Riyadi (2001), penilaian terhadap konsumsi pangan dapat dilakukan untuk mengetahui kecukupan pangan yang dikonsumsi. Pengukuran kecukupan konsumsi pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode-metode untuk mengetahui konsumsi pangan secara kuantitatif pada dasarnya ada empat yaitu metode inventaris, metode pendaftaran, metode mengingat-ingat, dan metode penimbangan. Menurut Riyadi (2001), metode inventaris dilakukan dengan cara mencatat semua perolehan dan perubahan pangan yang ada di rumah tangga, minimal dilakukan selama tujuh hari. Metode pendaftaran hampir sama dengan metode inventaris tetapi tidak dilakukan penimbangan langsung oleh pengukur. Metode mengingat-ingat (metode recall) dilakukan dengan cara mencatat pangan yang dikonsumsi baik jumlah maupun jenisnya pada waktu yang lalu (biasanya 2 X 24 jam). Metode penimbangan dilakukan dengan menghitung mentah, masak, dan sisa makanan yang tidak terkonsumsi. Metode yang paling murah dan tidak memerlukan banyak waktu adalah metode recall. Kartu Menuju Sehat (KMS) Kesehatan seorang anak dapat dilihat dari beberapa hal, khususnya untuk anak usia 0-5 tahun kesehatannya dapat dilihat dari berat badan setiap bulan melalui KMS (Kartu Menuju Sehat). Menurut Suhardjo (1992), KMS adalah alat yang digunakan untuk mencatat dan mengamati kesehatan anak melalui berat badannya dari bulan ke bulan khususnya anak usia 0-5 tahun.
Selain itu,
di dalamnya berisi juga penyuluhan tentang penggunaan oralit sebagai pertolongan pertama pada anak yang menderita mencret-mencret atau diare, berisi makanan anak sesuai usianya, pemberian kapsul vitamin A, dan imunisasi. Menurut Depatemen Kesehatan (2000), KMS adalah alat yang sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
Istilah KMS adalah pengganti istilah Kartu Jalan Kesehatan yang
dianjurkan pada tahun 1975 oleh seminar antropometri. Tujuan utama dibuatnya KMS di antaranya: 1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita
secara
lengkap
meliputi
pertumbuhan,
perkembangan,
pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI.
2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak. 3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi. Kurva yang ada di dalam KMS ditetapkan berdasarkan berat badan menurut usia. Hal ini dikarenakan berat badan merupakan indikator yang sensitif terhadap pengaruh infeksi dibandingkan dengan ukuran-ukuran antropometri lainnya. Anak yang sehat dan dikatakan normal akan menunjukkan kenaikan berat badan seiring dengan kenaikan usianya (Suhardjo 1992). KMS sebagai alat penyuluhan gizi menurut Mudjianto (2001) belum efektif. Ketidakefektifan ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman kader Posyandu dan ibu balita terhadap arti dari grafik pertumbuhan anak. Rendahnya pengetahuan kader untuk memberikan nasihat gizi kepada ibu balita ikut berpengaruh juga terhadap kekurangefektifan KMS. Selain itu, pesan-pesan gizi yang ada di dalam KMS seringkali tidak dimanfaatkan oleh ibu balita karena seringkali KMS disimpan pada kader dengan alasan takut hilang. Menurut hasil penelitian Tarwa dan De Villiers (2007) pada tiga klinik kesehatan di Limpopo (soshanguve III clinic, jubilee hospital, ga-rankuwa hospital) bahwa sejumlah besar ibu (53%, 20%, 33% berturut-turut pada tiga klinik kesehatan) menganggap road to health card (RTHC) tidak penting untuk dibawa ketika akan konsultasi pada klinik masing-masing, mereka hanya menganggap bahwa RTHC digunakan ketika anak akan diimunisasi dan ditimbang berat badannya. Selain alasan diatas, beberapa bagian kecil memiliki alasan lain untuk tidak membawa RTHC ke klinik yaitu karena hilang, lupa, tidak mengetahui adanya RTHC, tidak memiliki, terbakar, dan karena tidak ada keharusan membawa RTHC ketika berkunjung ke klinik tersebut. KMS yang diisi lengkap oleh kader bisa dijadikan indikator bahwa anak rajin dibawa ke posyandu.
Semakin rajin anak dibawa ke posyandu maka
keadaan tumbuh kembangnya semakin terkontrol dan lebih cepat dilakukan penanggulangan apabila tumbuh kembang anak terhambat. Beberapa hal yang dapat menghambat tumbuh kembang anak di antaranya dikarenakan kurang gizi atau penyakit tertentu pada anak.
Status Gizi Status sekelompok
gizi orang
menggambarkan sebagai
dampak
kesehatan dari
tubuh
konsumsi,
penggunaan zat-zat gizi makanan (Riyadi 2001).
seseorang
atau
penyerapan,
dan
Menurut Departemen
Kesehatan (2000) pengertian dari status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi untuk seseorang yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badannya, juga merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi menurut Riyadi (2001) misalnya tinggi badan, berat badan, dan usia.
Penggunaan
variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran menurut tinggi badan menurut usia (TB/U), berat badan menurut usia (BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia (BB/U). Selanjutnya disebutkan pula oleh Riyadi (2001) bahwa BB/U digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Hal yang sama diungkapkan pula oleh Piwoz, Romania, Kanashiro, Black, dan Brown (1994) bahwa kenaikan berat badan yang rendah bisa terjadi pada anak yang diberikan non ASI sebelum empat bulan dan kurang nafsu makan pada usia tiga sampai dua belas bulan, sehingga akibatnya anak pada usia satu tahun mengalami status gizi yang rendah (underweight).
Pengukuran BB/U sensitif
terhadap perubahan status gizi jangka pendek, dapat mendeteksi overweight atau underweight, pengukurannya bersifat objektif, mudah, teliti, dan hemat waktu. Perbandingan antara data status gizi aktual dengan status gizi standar adalah cara untuk melakukan penilaian status gizi, misalnya standar Harvard atau standar WHO-NCHS. Penilaian yang dilakukan ada dua cara yaitu bisa dengan persen median atau z-score.
Status gizi ditentukan berdasarkan
ketentuan yang telah disepakati (Riyadi 2001). Menurut Alvarado, Zunzunegui, Delisle, dan Osorno (2005) pemberian ASI dan kesehatan pada bayi mempengaruhi pertumbuhannya (pertambahan berat dan tinggi) yang merupakan bagian dari pengukuran status gizi. Disebutkan bahwa anak yang diberikan ASI, memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberikan ASI. Tingginya angka berat badan
berhubungan positif dengan pemberian ASI dan jumlah hari sehat pada anak dan berhubungan negatif dengan kejadian demam dan batuk pada anak (kondisi sakit pada anak).
Sedangkan untuk bayi yang tidak diberikan ASI akan tetapi
diberikan makanan yang lengkap dan beranekaragam memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun kenaikannya lebih rendah daripada yang diberikan ASI. Anak juga mengalami perkembangan di dalam hidupnya yang erat kaitannya dengan pertumbuhan dan status gizi, salah satunya ditentukan oleh konsumsi makanan dan minuman. Berdasarkan penelitian Bouwstra, Boersma, Boehm, Brower, Muskiet, dan Algra (2003) kualitas pergerakan yang umum dan berkaitan dengan peningkatan fungsi neurologi pada sampel bayi usia tiga bulan berhubungan positif dengan lamanya pemberian ASI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Kesehatan Karakteristik Ibu Usia ibu. Berdasarkan penelitian Pascale, Laure, dan Enyong (2007) yang dilakukan terhadap para ibu (variasi usia ibu 17-42 tahun) yang memiliki bayi, menunjukkan bahwa terjadinya malnutrisi ringan (9,09%) terjadi pada bayi yang ibunya berusia antara 35-45 tahun.
Sedangkan bayi yang mengalami
malnutrisi sedang (28,57%) terjadi pada bayi yang ibunya berusia 15-25 tahun. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa bayi yang mengalami malnutrisi lebih banyak dan lebih berat adalah bayi yang ibunya berusia lebih muda dibandingkan dengan usia ibu lainnya yang lebih tua. Pendidikan ibu. mengubah perilaku.
Pendidikan adalah suatu cara atau usaha untuk
Pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan
dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting menentukan status kesehatan, fertilitas, dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan program Keluarga Berencana (KB) (Sukarni 1989). Pekerjaan ibu. Wanita khususnya ibu yang bekerja di luar rumah, di luar bidang pertanian, dan aktifitas di luar keluarga, akan meningkatkan nilai sosialnya dan menurunkan beban biaya anak. Pada saat yang sama, seorang ibu yang bekerja, lebih sedikit memiliki waktu di rumah mengasuh anak-anaknya sehingga lebih besar kemungkinan menurunnya kesehatan dan status gizi anak apalagi dengan tidak adanya tempat penitipan anak yang layak (Sukarni 1989).
Cara pemberian makanan pada bayi. Menurut Pascale et al (2007) dalam penelitiannya terhadap bayi usia 0-1 tahun sebanyak 171 bayi, menunjukkan bahwa bayi yang diberikan makanan campuran lebih sering daripada ASI mengalami malnutrisi sebesar 18,52%. Sebaliknya, malnutrisi yang terjadi pada bayi yang diberikan ASI lebih banyak daripada makanan campuran sebesar 14,61%.
Perbedaan cara pemberian makan dengan porsi berbeda
antara makanan campuran dan ASI berhubungan dengan pengetahuan gizi ibu. Ibu yang tingkat pengetahuan gizinya tinggi memberikan bayinya ASI selama 4-6 bulan sehingga bayinya lebih memiliki status gizi yang baik daripada ibu yang pengetahuan gizinya rendah (Pascale et al 2007). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ASI dan MPASI harus seimbang, adapun jadwal pemberian antara keduanya menurut Krisnatuti dan Yenrina (2000) yaitu: Tabel 3 Jadwal pemberian MPASI menurut usia bayi, jenis makanan, dan frekuensi pemberian Usia Bayi 0-4/6 bulan
Jenis Makanan
Frekuensi Pemberian - 10-12 kali sehari
- ASI
± 6 bulan
- ASI - Buah lunak/sari buah - Bubur tepung beras merah
- Kapan diminta - 1-2 kali sehari
± 7 bulan
- ASI - Buah-buahan - Hati ayam/kacang-kacangan - Beras merah/ubi
- Kapan diminta - 3-4 kali sehari
± 9 bulan
- ASI - Buah-buahan - Bubur/roti/beras merah/kentang/jagung - Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan - Minyak/santan/alpukat - Sari buah tanpa gula
- Kapan diminta - 4-6 kali sehari
≥ 12 bulan
- ASI - Makanan dewasa
- Kapan diminta - 4-6 kali sehari
Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan
ibu
terhadap
gizi
dan
permasalahannya
sangat
mempengaruhi keadaan gizi keluarga (Suhardjo 1996). Pengetahuan gizi bisa diukur dengan memberikan pertanyaan berganda (multiple choice).
Bentuk
pertanyaan ini dapat mengukur pengetahuan gizi secara signifikan karena dapat mengurangi penebakan di dalam menjawabnya.
Penyajiannya dalam bentuk
pertanyaan atau melanjutkan pernyataan yang belum selesai (Khomsan 2000).