TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Landasan Teori Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk Natural Certainty Contracts, karena dalam merubahah ditentukan berapa keuntungan yang diperoleh. Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian. 2.1.1. Teori Pertukaran Dan Teori Pencampuran Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, kontrak/akad dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: 1) Natural Certainty Contracts 2) Natural Uncertainty Contracts Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu-nya (timing). Cash flow-nya biasa diprediksi dengan relatif pasti, karena sedah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya fixed and predetermined. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlah (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu
11 Universitas Sumatera Utara
penyerahannya (time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak tetap berdiri sendiri (tidak saling bercampur
membentuk
usaha
baru),
sehingga
tidak
ada
pertanggungan risiko bersama. Juga tidak ada pencampuran asset A dengan asset B. Yang ada, misalnya, adalah si A memberikan barang ke B , kemudian sebagai gantinya B menyerahkan uang kepada A. Disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual-beli. Kontrak-kontrak natural certainty ini dapat diterangkan dengan sebuah teori umum yang diberi nama teori pertukaran (the theory of exchage). Di lain pihak, Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu-nya (timing). Tingkat return-nya bias positif, negatif, atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak-kontrak
investasi
ini
secara
“sunnatullah”
tidak
menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined.
12 Universitas Sumatera Utara
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Natural Uncertainty Contracts ini dapat diterangkan pula dengan sebuah teori umum yang diberi nama teori pencampuran (the theory of venture). Mengapa perlu membahas terlebih dulu teori pertukaran dan teori pencampuran dalam Islam sebelum membahas perbankan syariah, karena perbankan syariah bukanlah financial sector based banking
sebagaimana
perbankan
konvensional.
Sebaliknya,
perbankan syariah adalah real sector based banking. Transaksi di sektor rill melibatkan ‘ayn dan dayn, sehingga teori pertukaran merupakan pilar penting. Dengan semakin kompleksnya transaksi perbankan, maka diperlukan keahlian untuk mendesain akad sesuai dengan syariah. Dilakukannya seluruh fungsi perbankan oleh satu institusi mengakibatkan diperlukan beberapa akad fiqih untuk transaksi perbankan modern. Keadaan tentu saja berlainan ketika salah satu fungsi perbankan dilakukan oleh seorang individu seperti di zaman Rasulullah Saw, sehingga hanya diperlukan satu akad fiqih untuk satu transaksi.
2.2.
Pengertian Bank 13 Universitas Sumatera Utara
Istilah bank berasal dari kata banque dalam bahasa perancis dan dari banco dalam bahasa italia, yang dapat diartikan peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata tersebut menjelaskan dari dua fungsi dasar pada bank komersial yaitu menyediakan tempat untuk menitipkan uang secara aman dan menyediakan alat pembayaran. Berikut ini adalah pengertian bank menurut beberapa ahli : (dalam buku Wibowo & Widodo (2005:16). Abdurrahman dalam Ensiklopedi Ekonomi Keuangan dan Perdagangan mengartikan Bank sebagai suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan bendabenda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lainlain. Suyanto memberikan pengertian bank atau perbankan sebagai suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain, selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Pengertian bank menurut Kansil, bahwa pada hakikatnya yang dimaksud dengan bank adalah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasa jika terdapat permintaan atau penawaran kredit dan kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Croose dan Hempel mengartikan bank sebagai suatu organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan bagi pemilik bank. Dari berbagai pengertian bank menurut para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa bank pada pokoknya adalah suatu lembaga, badan usaha, atau organisasi yang menyelenggarakan jasa dalam lalu lintas uang. Menurut Undang-Undang perbankan No. 10/1998, yaitu “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
14 Universitas Sumatera Utara
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Bank Konvensional, yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan yang berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase dari dana untuk suatu periode tertentu. b. Bank Syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas prinsip syariah, yaitu jual beli, bagi hasil dan sewa menyewa.
2.3.
Bank Syariah 2.3.1. Pengertian Bank Syariah Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang operasionalnya mengikuti ketentuan syariah khususnya menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Perwataatmadja dan Antonio (1997:1). Sehingga dapat dikatakan bahwa bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang opersional dan produknya berlandaskan 15 Universitas Sumatera Utara
pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran
serta
peredaran
uang
yang
pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
2.3.2. Dasar Hukum Bank Syariah Akomodasi
peraturan
perundang-undangan
Indonesia
terhadap ruang gerak perbankan syariah terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan berikut ini. 1) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang N0.7 tahun 1992 tentang perbankan. 2) Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang bank sentral. Undang-Undang ini member peluang bagi bank Indonesia untuk menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah.
Peraturan
perundang-undangan
ini
mengatur
kelembagaan bank syariah yang meliputi pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan, dan kegiatan usaha bank. 4) Ketentuan yang dikeluarkan oleh BIS yang berkedudukan di basel, swiss yang dijadikan acuan oleh perbankan Indonesia untuk mengatur pelaksanaan prinsip kehati-hatian. 16 Universitas Sumatera Utara
5) Peraturan lainnya yang diterbitkan oleh bank Indonesia dan lembaga lain sebagai pendukung operasi bank syariah yang meliputi ketentuan berkaitan dengan pelaksanaan tugas bank sentral, ketentuan standard akuntansi dan audit, ketentuan pengaturan perselisihan perdata antar bank dengan nasabah, standardisasi fatwa produk bank syariah, dan peraturan lainnya.
2.3.3. Tujuan Bank Syariah Sudarsono (2004:40) Bank Syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut : 1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam. 2) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi. 3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan membuka peluang usaha yang lebih besar. 4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan. 5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. 6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah. 2.3.4. Fungsi Dan Peran Bank Syariah Sudarsono (2004:39) Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standard akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut : 1) Manajer investasi, mengelola investasi dana nasabah. 2) Investor, menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah. 3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan.
17 Universitas Sumatera Utara
4) Pelaksanaan kegiatan sosial. 2.3.5. Ciri-Ciri Bank Syariah Sudarsono (2004:41) Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional, adapun ciri-ciri bank syariah adalah : 1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal. 2) Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari. 3) Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka. 4) Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan pasti. 5) Dewan pengawas syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi opersionalisasi bank dari sudut syariahnya. 6) Fungsi kelembagaan bank syariah yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan. 2.3.6. Sistem Operasional Bank Syariah Sistem operasional bank syariah terdiri atas sistem penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem penyediaan jasa keuangan. Jika dibandingkan dengan bank konvensional, perbedaannya terletak pada mekanisme pemerolelan keuntungan pada pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank. Mekanisme pemerolehan pendapatan pada bank konvensional mengguakan sistem bunga,
18 Universitas Sumatera Utara
yaitu sistem yang menjanjikan pihak yang menyimpan uangnya atau yang menyalurkan dananya dengan persentase tertentu terhadap dan yang disimpan atau disalurkan. Berikut ini adalah perbedaan bank syariah dengan bank konvensional. Tabel 2.1 perbedaan bank syariah dengan bank konvensional No
Perbedaan
Bank Syariah
Bank Konvensional
1
Falsafah
Tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan
Berdasarkan bunga
2
Operasionalisasi
Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu.
Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo.
3
Aspek sosial
Tidak diketahui secara tegas.
4
Organisasi
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam misi dan visi. Memiliki dewan pengawas syariah (DPS).
Tidak memiliki dewan pengawas syariah (DPS).
Sumber : IBI 2002( dalam Heri Sudarsono, 2004:42 )
2.3.7. Prinsip-Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Dalam penyaluran dana oleh bank syariah, terdapat beberapa prinsip yaitu : Riza (2012:76) 1) Prinsip Simpanan (Al-Wadiah) Dalam prinsip simpanan ini dikenal dengan istilah Al-Wadiah, yang maknanya adalah
19 Universitas Sumatera Utara
perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya. 2) Prinsip Bagi Hasil/Investasi (a) Al-Musyarakah adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. (b) Al-Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha. Dalam perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian bagi hasil sesuai dengan perjanjian. (c) Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) hasil panen. (d) Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap lahan hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. 3) Prinsip Jual Beli, yaitu hak proses pemindahan hak milik barang atau asset dengan menggunakan uang sebagai media. Macammacam dari prinsip jual beli ini adalah : (a) Al-Musawamah adalah jual beli biasa dimana penjual memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang berapa margin keuntungan yang diambilnya. (b) Al-Tauliah adalah menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan sedikitpun, seolah si penjual dijadikan pembeli sebagai walinya atas barang atau asset. (c) Al-Murabahah adalah jual beli dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. (d) Al-Salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. (e) Al-Istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. 4) Prinsip Sewa (a) Al-Ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
20 Universitas Sumatera Utara
(b) Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi Ijarah, transaksi Ijarah Muntahiya Bittamlik memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barng yang disewa. 5) Prinsip Jasa (a) Al-Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang (muwakkil) kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan. (b) Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu ‘ashil). (c) Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang menanggungnya (muhal’alaih). (d) Al-Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antarmata uang sejenis maupun antarmata uang berlainan jenis.
2.4.
Pembiayaan/Akad Murabahah 2.4.1. Pengertian Murabahah Al-Murabahah berasal dari kata arab, yaitu Al-Ribh (keuntungan). Al-Murabahah dibentuk dengan wazan (pola pembentukan kata) mufa’alat yang mengandung arti saling. Oleh karenanya secara terminologi, diartikan dan didefinisikan dengan reaksi yang variatif. Ahmad Al-Syaisy Al Qaffal mengatakan, AlMurabahah adalah tambahan terhadap modal. Bagi Al-Sayid Sabiq murabahah adalah penjualan barang seharga pembelian disertai dengan keuntungan yang diberikan oleh pembeli artinya ada tambahan harga dari harga nilai beli.
21 Universitas Sumatera Utara
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. PSAK 102 Paragraf 5 (dalam buku Riza 2012:141). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari. UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “akad murabahah” adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Definisi lain dari murabahah menurut Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia adalah murabahah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Selanjutnya, Dewan
Syariah
Nasional
Majelis
Ulama
Indonesia
juga
mendefinisikan akad murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga
belinya
kepada
pembeli
dan
pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba. Pembiayaan murabahah adalah istilah untuk :
22 Universitas Sumatera Utara
1) Akad atau perjanjian jual beli antara bank dengan supplier untuk barang yang dipesan oleh nasabah. 2) Akad atau perjanjian antara bank dengan nasabah dengan menjual barang yang telah dimiliki bank kepada nasabah. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Sri Nurhayati & Wasilah, 2008). Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Berikut ini pendapat para ulama dalam buku Karim (2004:114) : 1) Maliki, membolehkan biaya-biaya yang langsung terkait dengan transkasi jual beli itu dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu. 2) Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namum mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual. 3) Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biayabiaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual. 4) Syafi’i membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan dalam komponen biaya.
23 Universitas Sumatera Utara
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat para ulama mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung berkaitan dengan hal-hal yang berguna.
2.4.2. Ketentuan Syariah Berikut akan dijelaskan dari dalil-dalil umum dari Alquran dan Al-hadis mengenai akad murabahah. 1) Alquran Beberapa dalil dari Alquran adalah sebagai berikut: a) Surat An-Nisa ayat 29 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” b) Surat Al-Baqarah ayat 280 yang artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” 24 Universitas Sumatera Utara
c) Surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu, (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya.” d) Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba atau dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan
mereka
berkata
(berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” 2) Al-Hadis Beberapa dalil dari Al-hadis adalah sebagai berikut: a) Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan
25 Universitas Sumatera Utara
suka sama suka.” (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan sahih menurut Ibnu Hibban). b) Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). c) “Sumpah itu melariskan barang dagangan, akan tetapi akan menghapus keberkahannya.” (HR. Iman Bukhari). d) “Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu bentuk kezaliman.” (Diriwayatkan oleh Ash-Shahihain). e) “Orang
yang
kesulitannya
melepaskan di
dunia,
seorang
Allah
akan
muslim
dari
melepaskan
kesulitannya di hari kiamat dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Iman Muslim). f) “Allah mengasihi orang yang memberikan kemudahan bila ia menjual dan membeli serta di dalam menagih haknya.” (Diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurarirah Radhiyallahu’anhu).
2.4.3. Rukun Dan Ketentuan Murabahah Rukun dan Ketentuan Murabahah adalah sebagai berikut: 26 Universitas Sumatera Utara
1) Pelaku Pelaku harus cakap hukum dan balig (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya. 2) Objek jual beli, harus memenuhi: a) Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal b) Barang
yang
diperjualbelikan
harus
dapat
diambil
manfaatnya atau memiliki nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang diperjualbelikan. c) Barang tersebut adalah milik si penjual. d) Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan. e) Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diindentifikasi oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian). f) Barang yang diakadkan ada di tangan penjual. 3) Ijab Kabul Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihakpihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
atau
menggunakan
cara-cara
komunikasi
modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemiliknnya, pembayarannya, dan
27 Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya.
2.4.4. Jenis-Jenis Murabahah Jenis-Jenis murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : 1) Praktek Murabahah Tanpa Pesanan Dalam Murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. 2) Murabahah Tanpa Pesanan Dalam Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
2.4.5. Prinsip Dan Ketentuan Umum Murabahah Adapun prinsip dan ketentuan umum murabahah adalah sebagai berikut: 1) Bank dan nasabah harus mengadakan akad murabahah yang bebas riba. 2) Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk kategori yang diharamkan dalam syariat Islam.
28 Universitas Sumatera Utara
3) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
jual
senilai
dengan
harga
perolehan
ditambah
keuntungannya. 4) Bank
dapat
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
atau
kerusakan akad melalui perjanjian tambahan dengan nasabah. 5) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6) Jika bank menerima permintaan nasabah akan suatu barang atau asset, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesan tersebut dan bank harus menyempurnakan jual beli yang sah dengan pedagang tersebut.
2.4.6. Sumber Dana Menurut Karim (2004:117) Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestriced Investment Account) investasi tidak terikat. 2) Pembiayaan murabahah didanai dengan RIA (Restriced Invesment Account) investasi terikat. 3) Pembiayaan murabahah didanai dengan modal bank.
2.5.
Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang 29 Universitas Sumatera Utara
mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi,
dan mengontrol risiko-risiko
yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan derelugasi BI tertanggal 29 Febuari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank For International Settlements (BIS). Semakin tinggi CAR maka semakin tinggi pula bank melakukan pembiayaannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah CAR semakin rendah pula pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Sehingga CAR diduga juga berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah.
2.6.
Modal Sendiri Modal merupakan aspek penting bagi suatu unit usaha karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam setiap aktivitasnya. Setiap penciptaan aktiva dapat berpotensi menghasilkan keuntungan dan menimbulkan risiko, maka modal dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya risiko kerugian terutama yang berasal dari dana pihak ketiga. Semakin bagus sistem permodalan bank syariah maka akan membentuk kerpercayaan yang kuat dari masyarakat sehingga dapat mempengaruhi keputusan nasabah dalam melakukan pembiayaan. Modal sendiri mempunyai hubungan positif dengan kemampuan bank dalam melakukan pembiayaan. Semakin besar modal sendiri yang dimiliki oleh suatu bank maka semakin besar kemampuan bank untuk melakukan pembiayaan. 30 Universitas Sumatera Utara
2.7.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan atau Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang berasal dari masyarakat baik perorangan maupun badan usaha yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank dan ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari pihak-pihak yang berlebihan dana dalam masyarakat dengan pihak yang kekurangan dana. Setelah DPK telah dikumpulkan oleh bank, maka sesuai dengan fungsi intermediary-nya, maka bank berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Simpanan mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap pembiayaan. Hal tersebut karena simpanan merupakan asset yang dimiliki oleh perbankan syariah yang paling besar sehingga dapat mempengarui
pembiayaan.
Dalam
hubungan
dengan
financing
(pembiayaan), simpanan akan mempunyai hubungan positif dimana semakin tinggi tingkat simpanan pada bank akan semakin meningkat pula kemampuan bank dalam melakukan pembiayaan.
2.8.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah instrumen moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai kebijakan untuk mengatur kelebihan dana likuiditas perbankan syariah selain instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dan aturan-aturan tentang Pasar Keuangan Antarbank Dengan Prinsip Syariah (PUAS). SBI Syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam 31 Universitas Sumatera Utara
mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Instrumen khusus untuk perbankan syariah ini menggantikan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang selama ini berlaku sebagaimana Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang telah diterbitkan. Dan pihak DSN MUI telah mengeluarkan beberapa fatwa mengenai SBI Syariah ini yaitu Fatwa DSN No. 62/DSNMUI/I/2008 tentang ju‘ِalah, Fatwa DSN No. 63/DSN-MUI/ I/2008 tentang SBI Syariah dan Fatwa DSN No.64/DSNMUI/I/2008 tentang SBI Syariah ju‘ِalah. Bank Indonesia menerbitkan SBI Syariah untuk mengantisipasi kenaikan transaksi di perbankan syariah. Usulan penerbitan SBI Syariah berawal dari keluhan bank-bank syariah. Perbankan syariah menilai return penempatan dana Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) lebih rendah dibanding dengan penempatan dana bank konvensional di Sertifikat Bank Indonesia, maka Bank syariah kemudian menuntut adanya keadilan. Oleh karena itu, Peraturan Bank Indonesia No 02/09/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) serta peraturan selanjutnya tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang lain yaitu Peraturan Bank Indonesia No 06/07/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 adalah tidak berlaku lagi disebabkan telah disahkan Peraturan Bank Indonesia yang baru yang mengatur tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) No. 10/11/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008. Sesuai dengan PBI No.10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) yang diterbitkan
32 Universitas Sumatera Utara
menggunakan akad ju‘ِalah. Secara definitif akad ju‘ِalah merupakan akad (perjanjian) antara pihak pertama dan pihak kedua, dimana pihak pertama (Bank Indonesia) memberikan imbalan kepada pihak kedua (Bank Syariah) atas prestasi yang diberikan. Berikut ini adalah karakteristik SBIS, yaitu: 1) Menggunakan akad ju’alah. 2) Satuan unit sebesar Rp. 1000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Berjangka waktu paling cepat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan. 4) Diterbitkan tanpa warkat (scripless). 5) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. 6) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Jika dilihat dari sisi moneter, turunya SBIS kurang menguntungkan bagi perekonomian karena akan meningkatkan jumlah uang beredar. Namun jika dilihat dari sisi lain, hal ini justru menguntungkan bank syariah karena diharapkan dana yang tidak disimpan dalam SBIS akan digunakan untuk memberikan pembiayaan produktif yang berguna bagi masyarakat yang akhirnya akan menggerakkan sektor rill.
2.9.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Luthfi (2012) melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2007-2013”.Metode yang digunakan pada penelitian ini 33 Universitas Sumatera Utara
adalah Error Correction Model dengan uji prasyarat yaitu uji stasioneritas, uji statistik, dan uji asumsi klasik. Hasil penelitian diperoleh menunjukkan bahwa dalam jangka panjang secara bersama-sama Dana Pihak Ketiga (DPK), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), dan Return On asset (ROA) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembiayaan. Dalam jangka pendek DPK, nilai ECT yang signifikan menunjukkan bahwa model jangka pendek dapat digunakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada jangka panjang DPK, SWBI, dan ROA berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia. Pada jangka pendek ROA tidak berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan pada perbankan di Indonesia. Sedangkan DPK, dan SWBI berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia. Maula (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Modal Sendiri, Marjin Keuntungan, Dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah simpanan (dana pihak ketiga), modal sendiri, marjin keuntungan, dan non performing financing (FDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan runtun waktu periode januari 2005 sampai desember 2007 yang diperoleh dari laporan keuangan bank syariah mandiri. Alat uji yang digunakan adalah uji linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel modal sendiri dan margin keuntungan yang berpengaruh secara positif dan
34 Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Dan NPF berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Nurapriyani (2009) melakukan penelitian dengan judul “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah Mandiri
Periode
Tahun
2004-2007”.
Faktor-faktor
yang
diduga
berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan murabahah pada penelitian ini adalah Non Performing Financing (NPF), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Dana Pihak Ketiga (DPK), serta Suku Bunga Kredit Bank Konvensional. Hasil secara parsial menunjukkan bahwa NPF, SWBI, DPK, dan suku bunga kredit bank konvensional berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan murabahah pada bank syariah mandiri, dan variabel DPK terbukti sebagai variabel yang dominan berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Nurbaya (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh CAR, ROA, FDR, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan Murabahah Periode Maret 2001-desember 2009 (Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh masing-masing variabel, capital adequacy ratio (CAR), return on asset (ROA), financing to deposit ratio (FDR), dan dana pihak ketiga (DPK) terhadap pembiayaan murabahah. Populasi penelitian ini adalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Sampel yang diambil adalah dari laporan keuangan triwulanan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk selama 9 periode yaitu periode 2001-2009. Hasil penelitian
35 Universitas Sumatera Utara
ini menunjukkan bahwa variabel CAR, ROA, FDR, dan DPK secara simultan mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa keempat variabel bebas mempengaruhi variabel terikat sebesar 98% dan sisanya 2% dipengaruhi oleh variabel lain. Secara parsial CAR, ROA, dan DPK memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan FDR tidak memiliki pengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Nurjaya (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF), Dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Di Indonesia Periode 20072011”. Pengujian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh inflasi, SBIS, NPF, dan DPK terhadap pembiayaan murabahah pada bank syariah di Indonesia. Data yang digunakan adalah data Time Series periode januari 2006-maret 2011, yang bersumber dari statistik perbankan Indonesia. Untuk menganalisis, Endang menggunakan metode Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel inflasi, non performing financing (NPF), dan dana pihak ketiga (DPK) berpengaruh signifikan positif terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan sertifikat bank Indonesia syariah (SBIS) berpengaruh signifikan negatif terhadap pembiayaan murabahah. Berikut ini merupakan tabel penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu:
36 Universitas Sumatera Utara
Peneliti, Tahun, dan Judul Luthfi (2012) “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2007-2013”.
Tabel 2.2. Peneletian Terdahulu Variabel Metode Analisis Variabel Error dependen: Correction Pembiayaan. Model. Variabel Independen: DPK, SWBI, dan ROA.
Hasil Penelitian Pada jangka panjang DPK, SWBI, dan ROA berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan perbankan syariah di Indonesia. Pada jangka pendek ROA tidak berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan pada perbankan di Indonesia. Sedangkan DPK, dan SWBI berpengaruh secara statistik terhadap pembiayaan.
37 Universitas Sumatera Utara
Maula (2008) “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Modal Sendiri, Marjin Keuntungan, Dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri”.
Variabel Dependen: Pembiayaan Murabahah.
Uji Linear Berganda.
Dari hasil uji T, menunjukkan bahwa hanya variabel modal sendiri dan margin keuntungan yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Dan NPF berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Dari hasil uji F, variabel DPK, modal sendiri, margin keuntungan, dan NPF secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah.
Variabel Independen: DPK, Modal Sendiri, Marjin Keuntungan, dan NPF.
Bersambung pada halaman berikutnya Tabel 2.2. Peneletian Terdahulu Variabel Uji Dependen: Koefisien Pembiayaan Determinasi. Murabahah.
Nurapriyani (2009) “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah Mandiri Periode Tahun 2004 Variabel 2007”. Independen: NPF, SWBI, DPK, dan Suku Bunga Bank Konvensional.
Nurbaya (2013) “Analisis Pengaruh CAR,
Variabel Dependen:
Uji Koefisien Determinasi
NPF, SWBI, DPK, dan suku bunga kredit bank konvensional berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan murabahah pada bank syariah mandiri, dan variabel DPK terbukti sebagai variabel yang dominan berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah. CAR, ROA, FDR, dan DPK secara
38 Universitas Sumatera Utara
ROA, FDR, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan Murabahah Periode Maret 2001 – desember 2009 (Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.)”.
2.10.
Pembiayaan Murabahah. Variabel Independen: CAR, ROA, FDR, dan DPK.
Nurjaya (2011) Variabel “Analisis Dependen: Pengaruh Inflasi, Pembiayaan SBIS, NPF, Dan Murabahah. DPK Terhadap Pembiayaan Variabel Murabahah Pada Independen: Bank Syariah Di Inflasi, SBIS, Indonesia Periode NPF, dan DPK. 2007-2011”. Sumber: Dioalah dari berbagai sumber Kerangka Konseptual
Metode Regresi Linear Berganda.
Simultan mempunyai pengaruh terhadap Pembiayaan murabahah. Secara Parsial CAR, ROA, dan DPK memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan FDR tidak memiliki pengaruh terhadap pembiayaan murabahah. inflasi, NPF, dan DPK berpengaruh signifikan positif terhadap pembiayaan murabahah. Sedangkan SBIS berpengaruh signifikan negatif terhadap pembiayaan murabahah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada tidaknya serta kuat lemahnya hubungan antara variabel dependen berupa pembiayaan murabahah dengan variabel independen berupa Capital Adequacy Ratio (CAR), Modal Sendiri, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa keempat variabel tersebut berpengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Berdasarkan tinjauan pustaka, penelitian terdahulu yang sudah diuraikan, maka kerangka konseptual ini dapat digambarkan pada gambar berikut :
39 Universitas Sumatera Utara
Capital Adequacy Ratio (CAR) (X1)
Modal Sendiri (X2) Pembiayaan Murabahah (Y) Dana Pihak Ketiga (DPK) (X3) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (X4)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan gambar diatas, berikut ini adalah variabel yang mempengaruhi pembiayaan murabahah pada bank umum syariah di Indonesia adalah sebagai berikut. Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). CAR merupakan indikator dari kecukupan modal suatu bank, yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan usaha dalam jangka panjang. Penyediaan modal yang cukup merupakan hal yang penting, untuk mengimbangi ketergantungan dari dana pihak ketiga. CAR berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah. Semakin besar jumlah CAR berarti akan semakin banyak pula dana yang dapat disalurkan melalui pembiayaan murabahah.
40 Universitas Sumatera Utara
Modal Sendiri, secara tradisional modal didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham
menanam modalnya pada bank dengan memperoleh hasil
keuntungan dimasa yang akan datang. Bank sebagai unit bisnis membutuhkan dana, yaitu berbentuk modal. Modal bank adalah aspek penting bagi suatu unit bisnis bank. Sebab beroperasi tidaknya suatu bank salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya. Dengan kata lain, modal sendiri berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah. Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang dipercaya masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana. DPK berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah. Jika pada suatu bank pertumbuhan DPK menunjukkan menurun, maka akan dapat memperlemah kegiatan operasional bank tersebut. Semakin banyak DPK yang berhasil dihimpun oleh bank, maka akan semakin banyak pula pembiayaan yang dapat disalurkan oleh bank tersebut. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan salah satu instrumen pasar uang yang dikeluarkan oleh bank Indonesia. Jadi apabila bank Indonesia menjual SBIS untuk menarik jumlah uang yang beredar dari
41 Universitas Sumatera Utara
masyarakat, maka hal ini menunjukkan bahwa inflasi akan ditekan. Apabila uang yang ada di bank Indonesia lebih besar dibandingkan yang ada di masyarakat maka hal ini justru tidak menguntungkan bagi bank syariah dan nasabah karena dana yang disimpan dalam SBIS tidak akan digunakan untuk memberikan pembiayaan produktif sehingga sektor rill akan tersendat. Jadi, hubungan SBIS terhadap pembiayaan murabahah adalah signifikan negatif.
2.11.
Hipotesis Berdasarkan pada pokok masalah dan kerangka konseptual di atas, dapat ditarik jawaban sementara (hipotesis) yang akan diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang dikemukakan berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia. H2 :Modal Sendiri berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia. H3 :Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia. H4 : Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia. H5 : Capital Adequacy Ratio (CAR), Modal Sendiri, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh
42 Universitas Sumatera Utara