BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum Perpajakan
2.1.1 Definisi Pajak Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negaranya, oleh karena itu memenuhi kewajiban perpajakan merupakan salah satu bentuk peran serta warga negara dalam rangka pembiayaan dan pembangunan Negara.Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang memberikan kontribusi besar terhadap Negara.Dalam rangka menjalankan kegiatan-kegiatannya, pemerintah memerlukan sumber dana guna membiayai aktivitas seluruh kementrian dan lembaga negara serta lembaga pemerintah lainnya untuk menjalankan berbagai fungsi pemerintahan. Dana yang diterima salah satunya adalah berasal dari penerimaan pajak.Sebagai bentuk perwujudan dari otonomi daerah yang berimbas pada sistem desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat ke daerah, maka pemerintah daerah juga diberikan kesempatan untuk melakukan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.Dengan adanya otonomi daerah Pemerintah daerah diberi kesempatan untuk menggali potensi-potensi daerah yang ada secara maksimal dan bertanggung jawab agar dapat mendatangkan penerimaan daerah sebagai salah satu pemasukan kas daerah, dimana nantinya dana ini akan dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan daerah sumber daya manusia, kemandirian dalam memberdayakan daerah, meningkatkan fasilitas sosial dan pelayanan umum baik
ii
15
dari segi kuantitas maupun kualitas serta dalam rangka pembangunan daerah. Pajak secara umum merupakan iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.Beberapa tokoh juga mendefinisikan pajak melalui sudut pandang yang berbeda. Dalam Mardiasmo (2011:1), definisi pajak menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, SHadalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Sedangkan dalam Agus Prawito (2011:187), definisi pajak menurut Prof.PJA.Adrianiadalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran kepada warga Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya, menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali , yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas n Dari dua definisi pajak diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri pajak, yaitu : a.
Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun daerah, berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksana lainnya.
b.
Pajak dipungut tanpa ada jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara secara langsung.
16
c.
Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d.
Pajak
digunakan
untuk
membiayai
aktivitas
pemerintahan,
yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Fungsi Pajak Sesuai dengan definisi pajak yang sudah dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa pajak berfungsi sebagai sumber danayang digunakan untuk mengisi kas negara yang dipungut sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan program pembangunan. Tetapi pada dasarnya pemungutan pajakmempunyai fungsi yang lebih luas selain daripada sekadar mengisi kas negara. Pajak jika dilihat dari aspek pemungutannya memiliki dua fungsi, yaitu : 1.
Fungsi Budgeter Artinya bahwa pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Pajak memberikan kontribusi yang sangat besar bagi APBN dalam rangka membiayai pengeluaran pemerintah baik pusat maupun daerah. 2
Fungsi Pengaturan Artinya bahwa pajak adalah sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.Dalam hal ini pemerintah berwenang untuk mengatur kegiatan-kegiatan produsen dan konsumen mencapai tujuan masing-masing.
17
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak Pada dasarnya pengenaan suatu pajak kepada masyarakat harus memenuhi beberapa persyaratan agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan.Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara proporsional sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dan pelaksanaan pemungutan pajak dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Syarat Keadilan Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutannya harus adil.Adil dalam Undang-Undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.Sedangkan, adil dalam pelaksanaan pemungutannya yakni dengan memberi hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Syarat Yuridis Pemungutan pajak harus didasarkan pada Undang-Undang.Hal ini memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun bagi warganya negaranya. 3. Syarat Ekonomis Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya pada kegiatan perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuhan perekonomian rakyat.
18
4. Syarat Finansial Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgetair dalam artian bahwa pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan. 5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak. Dalam rangkapelaksanaan pemungutan pajak diperlukan suatu sistem agar pengelolaan pajak dapat berjalan dengan baik dan sesuai target yang diharapkan. Karena karakterstik setiap jenis pajak daerah yang berbeda-beda maka sistem yang diberlakukam dalam pemungutan pajak daerah juga berbedabeda.Adapun sistem pemungutan pajak yang secara umum dalam pengenaan pajakdaerah adalah Official Assesment System, Self Assessment System, danWith Holding System. Berikut ini adalah penjelasan tentang sistem-sistem pemungutan pajak daerah tersebut : 1. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sistem ini mengisyaratkan bahwa pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, seperti karcis dan nota perhitungan.
19
Ciri-ciri sistem pemungutan Official Assesment Systemadalah: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.Sistem ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Ciri-ciri dari sistem pemungutan Self Assessment Systemadalah : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.Pada sistem ini pajak dipungut oleh pemnugut pajak pada sumbernya. Ciri-ciridari sistem pemungutan With Holding Systemadalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
20
Secara umum sistem pemungutan pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia adalah sistem self assessment dan official assessment. Hal ini dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh wajib pajak, yang menjelaskan bahwa pajak daerah dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pemungutan pajak dengan cara dibayar sendiri oleh wajib pajak adalah dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Sedangkan pemungutan pajak dengan penetapan kepala daerah adalah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. Kepala Daerah menentukan sistem pemungutan pajak mana yang akan ditetapkan pada suatu jenis pajak daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian dalam pemungutan suatu jenis pajak daerah di setiap daerah yang memberlakukannya., 2.1.5 Pengelompokan pajak Dalam teori perpajakan, pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitumenurut golongan, sifat serta lembaga pemungutnya. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing pengelompokan pajak : A. Menurut Golongan 1.
Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
21
2.
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
B. Menurut Sifatnya 1.
Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan padasubjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan
2.
Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah.
C. Menurut Lembaga Pemungutnya 1.
Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai (PPNBM).
2.
Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah dikelompokkan menjadi Pajak Provinsi dan Pajak kabupaten/kota. Yang membedakan dari kedua pajak ini adalah wewenang lembaga pemungutnya.Berikut ini adalah penjelasan dari pengelompokan pajak daerah beserta jenis-jenisnya.
22
a. Pajak Provinsi Merupakan pajak yang wewenang pemungutannya menjadi wewenang pemerintah provinsi. Pajak Provinsi terdiri dari : i. Pajak Kendaraan Bermotor Adalah pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. ii. Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor Adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. iii. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. iv. Pajak Air Permukaan Adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. v. Pajak
Rokok
adalah
pajak
atas
cukai
rokokyang
dipungut
olehpemerintah. b. Pajak Kabupaten/Kota Merupakan pajak yang wewenang pemungutannya menjadi wewenang pemerintah Kabupaten/Kota. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : i. Pajak Hotel Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
23
ii. Pajak Restoran Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. iii. Pajak Hiburan Adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. iv. Pajak Reklame Adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. v. Pajak Penerangan jalan Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. vi. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam didalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. vii. Pajak Parkir Adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. viii. Pajak Air Tanah Adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. ix. Pajak Sarang Burung Walet Adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung wallet.
24
x. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Adalah pajak atas bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. xi. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Adalah pajak atas perolehan atas tanah dan bangunan. Berdasarkan ketentuan pasal 94 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut : 1.
Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen);
2.
Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen);
3.
Hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan
4.
Hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 50% (lima puluh persen).
Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada hanya pada satu wilayah kabupaten/kota, hasil Pajak Air Permukaan dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 80% (delapan puluh persen).Bagian kabupaten/kota dari hasil pajak provinsi ditetapkan dengan
25
memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar kabupaten/kota.Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan pajak provinsi yang diperuntukkan bagi kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
2.2
PAJAK REKLAME
2.2.1 Definisi Pajak Reklame Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, definisiPajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Sedangkan, definisi dari reklame merupakan benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum. 2.2.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame Dalam rangka pengelolaan pajak reklame, pemerintah harus memiliki dasar hukum yang kuat dalam pemungutannya, sehingga dalam prosesnya tidak mengalami hambatan dan penolakan dari masyarakat daerah setempat.Pemerintah pusat berperan dalam menetapkan peraturan tinggi sebagai dasar atau pedoman pemerintah daerah dalam menetapkan peraturan daerahnya sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.Pemungutan dan pengenaan pajak reklame pada suatu daerah didasarkan pada peraturan daerah yang telah diterbitkan terlebih dahulu oleh pemerintah daerah sebagai landasan hukum operasional daerah. Pemungutan Pajak Reklame di Indonesia saat ini memiliki
26
dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan semua pihak yang terkait, dengan demikian bagi masyarakat yang tidak mematuhinya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut Marihot Siahaan (2013:383), dasar hukum pemungutan pajak reklame pada suatu kabupaten/kota adalah sebagai berikut : 1.
Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
2.
Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
3.
Peraturan pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4.
Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Reklame
5.
Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud.
2.2.3 Objek, Subjek, dan Wajib Pajak Reklame 1.
Objek Pajak Reklame Objek berarti suatu benda yang dapat dikenai suatu pekerjaan tertentu.
Dalam hal ini, yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame sebagai orang pribadi atau bisa juga dengan menggunakan perusahaan jasa periklanan yang sudah terdaftar secara resmi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.
27
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, ditetapkan bahwa objek pajak reklame sebagaimana yang dimaksud adalah: 1. Reklame Permanen dan Terbatas. Reklame permanen merupakan reklame Megatron dan reklame Papan dengan luas bidang 8 m2 (delapan meter persegi) ke bawah yang diselenggarakan di persil atau reklame berjalan, sedangkan Reklame Terbatas adalah Reklame Megatron dan Reklame Papan dengan luas bidang lebih dari 8 m2 (delapan meter persegi) yang diselenggarakan di lokasi persilatau yang diselenggarakan di lokasi bukan persil. Reklame permanen dan terbatas terdiri dari : a. Reklame Papan/Billboard Merupakan reklame yang bersifat tetap atau tidak dapat dipindahkandan terbuat dari papan, kayu, termasuk seng, tinplate, collibrite, vynil, aluminium, fiberglass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang, dan sebagainya baik bersinar, disinari maupun yang tidak bersinar. b. Reklame Megatron/Large Electronic Display (LED) Yaitu reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan atau tulisan yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan menggunakan tenaga listrik. Termasuk didalamnya videotron dan elektronik display.
28
c. Reklame Berjalan Yaitu reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa/ditarik oleh orang. Termasuk didalamnya reklame pada gerobak/rombong, kendaraan baik bermotor ataupun tidak. 2. Reklame insidentil Reklame insidentil merupakan reklame yang diselenggarakan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun dan bersifat sementara. Berikut ini adalah jenis-jenis reklame insidentil : a. Reklame Baliho Yaitu reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil. b. Reklame Kain/Spanduk/umbul-umbul Yaitu reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk didalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey, banner, giant banner dan standing banner. c. Reklame Melekat (Stiker) Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda.
29
d. Reklame Selebaran Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan, atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau digantung pada suatu benda lain, termasuk didalamnya adalah brosur, leaflet, dan reklame dalam undangan. e. Reklame Udara Yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis. f. Reklame Suara Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat. g. Reklame Film/Slide Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise (celluloide) berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan. h. Reklame Peragaan Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara. i. Reklame Apung Yaitu reklame insidentil yang diselnggarakan di permukaan air atau di atas permukaan air.
30
Berikut ini adalah contoh Reklame Permanen dan Terbatas :
1. Reklame Megatron/Large Electronic Display (LED)
3. Reklame Papan/Billboard
2. Reklame Berjalan Gambar 1. Contoh Reklame Tetap dan Terbatas
31
Berikut ini adalah contoh reklame Insidentil :
1. Reklame Kain/Spanduk
3. Reklame Melekat/Stiker
2. Reklame Udara
4. Reklame Selebaran
32
5. Reklame Baliho
6. Reklame Peragaan Gambar 2. Contoh Reklame Insidentil
33
Pada pajak reklame, tidak semua penyelenggaraan reklame dapat dikategorikan sebagai objek pajak reklame.Untuk membantu masyarakat supaya lebih paham maka pemerintah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dalam salah satu pasalnya menjelaskan tentang beberapa pengecualian yang tidak termasuk ke dalam objek pajak reklame, antara lain : 1.
Penyelenggaraan reklame melalui internet, televise, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
2.
Label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
3.
Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, dengan ketentuan luas tidak melebihi 2 m2 (dua meter persegi) dan diselenggarakan diatas tanah/bangunan yang bersangkutan.
4.
Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Provinsi/ Pemerintah Daerah.
5.
Reklame yang memuat lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial dengan ketentuan luas bidang reklame tidak melebihi 4m2.
6.
Reklame yang diselenggarakan pada saat Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
34
2.
Subjek Pajak Reklame. Menurut Mardiasmo (2011:12), Subjek P
Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, yang menjadi subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. 3.
Wajib Pajak Reklame Menurut Mardiasmo (2011:12),
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Sedangkan wajib pajak reklame dalam
hal ini adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame disebutkan bahwa penyelenggara reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.Apabila penyelenggaraan reklame dilakukan sendiri secara langsung tanpa melalui pihak ketiga maka wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan itu sendiri.Sementara itu, jika penyelenggaraan reklame melalui pihak ketiga, misalnya seperti jasa biro periklanan, maka wajib pajaknya adalah pihak ketiga tersebut.Pajak Reklame wajib dipungut oleh pemerintah daerah dimana reklame diselenggarakan.
35
2.2.4 Dasar Pengenaan Dan Tarif Pajak Reklame 1.
Dasar Pengenaan Pajak Reklame Menurut Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang
Perhitungan Nilai Sewa Reklame, dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR). NSR merupakan nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya Pajak Reklame.Apabila reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka NSR ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Tetapi, apabila Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan maka NSR dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelengaraan, jumlah dan ukuran media reklame. Pemerintah kota Surabaya dalam hal ini sudah menerbitkan dua Peraturan Walikota sebagai dasar perhitungan Nilai Sewa Reklame, antara lain Peraturan walikota Nomor 70 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame dan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas Pada Kawasan Khusus Di kota Surabaya. Menurut Marihot P. Siahaan (2013:387) besarnya nilai NSR dapat dihitung berdasarkan hal-hal berikut ini : 1.
Besarnya biaya pemasangan Reklame;
2.
Besarnya biaya penyelenggaraan reklame;
3.
Lama pemasangan reklame;
4.
Nilai Startegis Lokasi; dan
5.
Jenis Reklame.
36
Cara penghitungan NSR ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan persetujuan DPRD, dan selanjutnya hasil perhitungan NSR ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Bupati/Walikota). Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Pasal 2 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, besarnya Nilai Sewa Reklame dapat dihitung berdasarkan penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame, atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
NSR
=
NJOR
+
NSPR
Keterangan :NSR : Nilai Sewa Reklame NJOR : Nilai Jual Objek Reklame NSPR : Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame a.
Nilai Jual Objek Reklame Menurut Marihot Siahaan (2013:388), Nilai Jual Objek Reklame (NJOR)
adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame, termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan, dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang di tempat yang telah diizinkan.
37
Perhitungan Nilai Jual Objek Pajak Reklame jika ditinjau dari segi besarnya komponen biaya penyelenggaraan reklame meliputi beberapa indikator, antara lain : -
Biaya pembuatan atau konstruksi
-
Biaya pemeliharaan
-
Lama pemasangan
-
Jenis reklame
-
Luas bidang reklame
-
Ketinggian reklame.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Walikota SurabayaNomor 70 Tahun 2010Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, komponen penentu besaran Nilai Jual Objek Pajak Reklame meliputi: i.
Luas bidang reklame
Luas bidang reklame adalah nilai yang didapatkan dari perkalian antara lebar dengan panjang bidang reklame. Bidang reklame yang tidak berbentuk persegi dan atau tidak berbingkai maka luas bidang reklame dihitung dari logo, warna, gambar, kalimat atau huruf-huruf yang paling luar dengan jalan menarik garis lurus vertikal dan horizontal hingga merupakan empat persegi panjang dan merupakan satu kesatuan. Perhitungan luas bidang reklame yang memiliki bingkai, dihitung dari batas bingkai paling luar.Bidang reklame yang membentuk pola atau bentuk lainnya, dihitung berdasarkan rumus luasannya.Dua atau lebih objek yang saling berdekatan dimana materi reklame reklamenya memiliki pesan yang saling terkait dan
38
merupakan satu kesatuan maka luas bidang reklame dihitung secara kumulatif. ii. Ketinggian reklame Ketinggian adalah jarak antar ambang paling atas bidang reklame dari permukaan tanah rata-rata dan dinyatakan dalam ukuran meter.Reklame dalam ruang yang terletak di lantai dua suatu gedung, pengukuran ketinggian dimulai dari lantai dua sampai dengan ambang teratas reklame, bukan dari lantai dasar (ground floor). Nilai Strategis Ketinggian reklame terbagi atas : > 15 meter, 10-14,99 meter, 6-9,99 meter, 3-5,99 meter, 0-2,99 meter, dalam ruang, berjalan, reklame megatron dan reklame pada jembatan penyeberangan orang (JPO) atau bando jalan.Mengingat tingkat nilai strategis yang berbeda maka penyelenggaraan reklame dalam ruang, reklame berjalan, reklame megatron dan reklame pada jembatan penyeberangan orang (JPO) atau bando jalan, skor ketinggian dinyatakan secara khusus.Rumus perhitungan NJOR adalah sebagai berikut : (Ukuran luas bidang reklame x Harga dasar ukuran reklame) NJOR = + (Ketinggian reklame x Harga dasar ketinggian reklame)
Ukuran luas bidang reklame dan ketinggian reklame dalam praktek perhitungannya dibulatkan ke atas menjadi dua digit di belakang koma. Dengan adanya penjelasan diatas maka diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan mengerti bagaimana tatacara pengukuran suatu objek pajak reklame.
40
Pada tabel 3 sebelumnya dijelaskan daftar harga dasar ukuran reklame permanen dan terbatas yang digunakan untuk menghitung besanya Nilai Jual Objek Pajak Reklame berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame.Berikut ini adalah daftar harga dasar ukuran reklame insidentil sebagai pedoman penghitungan Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Tabel 4 Dasar Perhitungan Nilai Sewa Reklame Insidentil Jenis Reklame
Masa Pajak
Satuan
NJOP
Keterangan
Baliho
/Hari
Rp./m2
50.000,-
-
Kain/Spanduk/Umbulumbul
/Hari
Rp./m2
30.000,-
-
Selebaran/Brosur/Leaflet
/Penyelenggaraan
Rp./Lembar
400,-
Stiker/Melekat
/Penyelenggaraan
Rp./ cm2
50,-
Film/Slide
/Penyelenggaraan
Udara
/Penyelenggaraan
Rp.
16.000.000,-
Paling lama 30 hari
Apung
/Penyelenggaraan
Rp.
16.000.000,-
Paling lama 30 hari
Suara
/Menit
Rp./10 Menit
2.000,-
-
/Penyelenggaraan
Rp./Hari
1.000.000,-
Paling sedikit Rp. 200.000 per penyelenggaraan
Peragaan
Rp./10 detik
2.000,-
Paling sedikit Rp. 200.000 per penyelenggaraan Paling sedikit Rp. 500.000 per penyelenggaraan Dengan pembulatan 10 detik ke atas
Sumber : Lampiran II Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010
ii
41
b.
Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame Menurut Marihot Siahaan (2013:388), Nilai Strategis Penyelenggaraan
Reklame yang selanjutnya disingkat (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi penyelenggaraan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha. Komponen nilai strategis penyelenggaran reklame terdiri dari : -
Guna lahan
-
Ukuran reklame
-
Sudut pandang
-
Kelas jalan
-
Harga titik/lokasi penyelenggaraan reklame.
Komponen tersebut diatas diberikan bobot secara bervariasi dengan bobot yang lebih besar pada komponen yang lebih dominan. Dalam Lampiran III Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 dijelaskan bahwa komponen penentu besaran NSPR adalah sebagai berikut : i.
Lokasi
Adalah titik tempat atau konstruksi dimana reklame diselenggarakan. Lokasi terbagi atas kelas jalan I, kelas jalan II, kelas jalan III, dalam ruang, berjalan, megatron dan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), atau bando jalan. Mengingat nilai strategis yang berbeda maka penyelenggaraan reklame dalam ruang, reklame berjalan, reklame megatron dan reklame pada JPO atau bando jalan, skor lokasi dinyatakan secara khusus.Kelas jalan dibedakan berdasarkan lebar jalan dan dikelompokkan dalam kelas interval.
42
ii.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah arah hadap penyelenggaraan reklame atau jumlah arah penyelenggaraan reklame tersebut dapat dipandang. Sudut pandang dibedakan berdasarkan jumlah arah lalu lintas disekitar lokasi reklame, salah satunya dapat ditentukan dari persimpangan lima, persimpangan empat dan lainnya. iii. Ketinggian reklame Adalah jarak antar ambang paling atas bidang reklame dari permukaan tanah rat-rata dan dinyatakan dalam ukuran meter. Nilai strategis ketinggian reklame terbagi atas : >15 meter, 10-14,99 meter, 6-9,99 meter, 3-5,99 meter, 0-2,99 meter, dalam ruang, berjalan, reklame megatron dan reklame pada JPO atau bando jalan. Mengingat tingkat nilai strategis yang berbeda maka penyelenggaraan reklame dalam ruang, reklame berjalan, reklame megatron, dan reklame pada JPO atau bando jalan, skor ketinggian dinyatakan secara khusus. Besarnya Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : ((Nilai Lokasi x Skor)+ (Nilai Sudut Pandang x Skor) + NSPR = (Nilai Ketinggian x Skor)) x Harga Dasar Nilai Strategis
Untuk materi reklame rokok, besarnya NSR ditambah 25% (dua puluh lima persen) dan setiap penambahan ketinggian sampai dengan 15m (lima belas meter) pertama, besarnya NSR ditambah 20% (dua puluh persen).
43
Komponen perhitungan nilai strategis pada objek pajak reklame terbatas dan permanen terdiri dari lokasi, sudut pandang, dan ketinggian dari objek pajak reklame.Tabel berikut ini menampilkan skor yang merupakan komponen Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame Terbatas dan Reklame Permanen. Tabel 5 Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame Terbatas dan Reklame Permanen NILAI STRATEGIS Lokasi
Sudut Pandang
Ketinggian
Bobot = 60%
Skor
Bobot = 15%
Skor2
Bobot = 25%
Skor3
Kelas Jalan I
10
>4
10.00
>15
10
Kelas Jalan II
5
4
8.00
10-14,99
8
Kelas Jalan III
1
3.00
6.00
6-9,99
6
Dalam Ruang
1
2.00
4.00
3-5,99
4
1.00
2.00
0-2,99
2
Dalam Ruang
2.00
Dalam Ruang
2
Sumber :Lampiran II Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010. Satuan Nilai Strategis untuk kawasan biasa adalah sebagai berikut : 1.
Luas Reklame :< 4,00 m2
= Rp.
300.000,-
2.
Luas Reklame : 4,00 m2 sampai dengan 8,00 m2
= Rp.
450.000,-
3.
Luas Reklame : 8,01 m2 sampai dengan 17,99 m2
= Rp. 1.800.000,-
4.
Luas Reklame : 18,00 m2 sampai dengan 31,99 m2
= Rp. 3.600.000,-
5.
Luas Reklame : 32,00 m2 sampai dengan 49,99 m2
= Rp. 6.000.000,-
6.
Luas Reklame : 50,00 m2 sampai dengan 74,99 m2
= Rp.10.200.000,-
7.
Luas Reklame : 75,00 m2 sampai dengan 99,99 m2
= Rp.13.800.000,-
44
8.
Luas Reklame : 100,00 m2 sampai dengan 124,99 m2
= Rp.16.800.000,-
9.
Luas Reklame : 125,00 m2 sampai dengan 149,99 m2
= Rp.20.400.000,-
10. Luas Reklame : 150,00 m2 sampai dengan 174,99 m2
= Rp.22.800.000,-
11. Luas Reklame : 175,00 m2 sampai dengan 199,99 m2
= Rp.24.600.000,-
12. Luas Reklame : > 200,00 m2
= Rp.27.000.000,-
Sedangkan untuk kawasan khusus satuan Nilai Strategis adalah sebagai berikut : 1.
Luas Reklame :< 4,00 m2
2.
Luas Reklame : 4,00 m2 sampai dengan 8,00 m2
= Rp. 1.500.000,-
3.
Luas Reklame : 8,01 m2 sampai dengan 17,99 m2
= Rp. 4.500.000,-
4.
Luas Reklame : 18,00 m2 sampai dengan 31,99 m2
= Rp. 9.000.000,-
5.
Luas Reklame : 32,00 m2 sampai dengan 49,99 m2
= Rp. 18.000.000,-
6.
Luas Reklame : 50,00 m2 sampai dengan 74,99 m2
= Rp. 30.600.000,-
7.
Luas Reklame : 75,00 m2 sampai dengan 99,99 m2
= Rp. 34.500.000,-
8.
Luas Reklame : 100,00 m2 sampai dengan 124,99 m2
= Rp. 42.000.000,-
9.
Luas Reklame : 125,00 m2 sampai dengan 149,99 m2
= Rp. 51.000.000,-
10. Luas Reklame : 150,00 m2 sampai dengan 174,99 m2
= Rp. 57.000.000,-
11. Luas Reklame : 175,00 m2 sampai dengan 199,99 m2
= Rp.61.500.000,-
12. Luas Reklame : > 200,00 m2
= Rp.67.500.000,-
= Rp.
750.000,-
Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas merupakan acuan bagi penentuan Nilai Sewa Reklame terbatas yang diselenggarakan pada kawasan khusus sebagaimana telah disebutkan pada Peraturan Walikota Surabaya Nomor 71 tahun 2010. Kawasan khusus yang dimaksud dalam peraturan tersebut terdiri dari Jl. HR. Mohammad, Jl. Mayjen Sungkono, Jl. Adityawarman, Jl. Ahmad
45
Yani, Jl. Wonokromo, Jl. Raya Darmo, Jl. Urip Sumohardjo, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Embong Malang, Jl. Blauran, Jl. Praban, Jl. Tunjungan, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Yos Sudarso, Jl. Pemuda, Jl. Sulawesi, Jl. Kertajaya, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Manyar Kertoarjo, Jl, Biliton, Jl. Raya Gubeng Sumatera, Jl. Gubeng Pojok, Jl. Anggrek, Jl. Prof. DR. Moestopo, Jl. Diponegoro, Jl. Polisi Istimewa, Jl. Dr. Soetomo. Berikut ini adalahperhitungan Nilai Strategis penyelenggaraan Reklame Insidentil: Tabel 6 Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame Insidentil Jenis Reklame
Satuan
Nilai Strategis
Baliho
Rp./m2
Jalan Kelas I 50.000,-
Kain/Spanduk/Umbulumbul
Rp./m2
30.000,-
Selebaran
Rp./Lbr
Stiker/Melekat
Rp./cm2
Film/Slide
Rp/10dtk
Udara
Rp.
Apung
Rp.
Suara
Rp/10mnt
Peragaan
Jalan Kelas II 30.000,-
Jalan Kelas III 10.000,-
15.000,-
5.000,-
Rp./hari
Sumber :Lampiran II Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010.
46
Suatu objek pajak reklame yang memiliki lebih dari satu jenis reklame maka nilai pajak yang dikenakan ditetapkan menurut jenis reklame yang nilai sewanya paling tinggi.Objek pajak reklame yang menempati lebih dari satu kelas jalan, maka nilai pajaknya ditetapkan sesuai dengan kelas jalan dengan nilai sewa tertinggi.Kelas jalan reklame adalah klasifikasi jalan menurut tingkat strategis dan komersial untuk penyelenggaran reklame yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. c.
Jaminan Biaya Bongkar Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 tahun 2010 tentang
Perhitungan Nilai Sewa Reklame dijelaskan bahwa jaminan biaya bongkar adalah biaya yang dibayarakan oleh penyelenggara reklame kepada Pemerintah Daerah yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk membongkar reklame dan untuk pemulihan atau perbaikan kembali lokasi atau tempat bekas di selenggarakannya reklame, apabila lokasi atau tempat tersebut merupakan milik atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Berikut ini merupakan ketentuan besarnya biaya bongkar yang harus dibayarkan pada tiap jenis penyelenggaraan reklame : 1.
Setiap penyelenggaraan reklame wajib membayar biaya bongkar kecuali reklame berjalan. Nilai jaminan biaya bongkar untuk reklame berukuran sampai dengan 8 m2 (delapan meter persegi) ditetapkan sebesar Rp 50.000,00/m2/tahun (lima puluh ribu rupiah per meter persegi per tahun).
2.
Nilai jaminan biaya bongkar untuk reklame berukuran lebih dari 8 m2 (delapan meter persegi) ditetapkan sebesar Rp 200.000,00/m2/tahun (dua ratus ribu rupiah per meter persegi per tahun).
47
3.
Nilai jaminan bongkar untuk reklame jenis baliho dan kain/spanduk/umbulumbul ditetapkan sebesar Rp 5.000,00/m2(lima ribu rupiah per meter persegi).
4.
Nilai jaminan bongkar untuk reklame jenis stiker/melekat ditetapkan sebesar Rp 25,00/cm2 (dua puluh lima rupiah per sentimeter persegi). Selain ketentuan dalam menghitung besaran pajak reklame yang telah
dijelaskan sebelumnya, Pemerintah Kota Surabaya juga telah mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame dimana salah satu isinya menjelaskan tentang bangunan atau lokasi yang dilarang bagi penyelenggaraan reklame. Peraturan ini sebagian besar ditujukan pada lokasi-lokasi atau bangunan yang memiliki nilai historis bagi masyarakat Kota Surabaya dengan tujuan agar tidak merusak keindahan atau menutupi pandangan daripada bangunan tersebut. Bangunan atau lokasi yang terdapat larangan penyelenggaraan reklame tersebut antara lainsebagai berikut: b.
Tugu Pahlawan di Jalan Pahlawan;
c.
Monumen Surabaya di depan Kebun Binatang Surabaya, di Jalan Setail;
d.
Monumen Bambu Runcing di Jalan Sudirman;
e.
Monumen Karapan Sapi di Jalan Urip Sumoharjo;
f.
Monumen Polri di Jalan Darmo;
g.
Monument Gubernur Suryo di Jalan Gubernur Suryo;
h.
Monumen Mayangkara di Taman Mayangkara Jalan Ahmad Yani;
i.
Monumen Panglima Sudirman di Jalan Yos Sudarso;
48
j.
Monumen
Wira
Surya
Agung
di
Jalan
Raya
Darmo
terminalJoyoboyo); k.
Jembatan Merah di Jalan Kembang Jepun;
l.
Taman Alon-alon Contong;
m. Taman Jayengrono di Jalan Rajawali (depan jembatan merah); n.
Monumen Kapal Selam di Jalan Pemuda;
o.
Monumen Ronggolawe di Jalan Gunungsari-Joyoboyo;
p.
Monumen Bahari di Jalan Darmo;
q.
Monumen Pejuang di Jalan Cendana;
r.
Taman Simpang Lonceng di jalan Basuki Rahmat;
s.
Patung Joko Dolog di jalan Taman Apsari;
t.
Taman Makam Pahlawan;
u.
Patung Yos Sudarso di Jalan Rajawali;
v.
Makam Pahlawan Nasional WR Soepratman di Jalan Kenjeran ;
w. Taman Prestasi Jalan Ketabangkali; x.
Taman Bungkul;
y.
Taman Mundu di Jalan Tambaksari/Nanas/Mundu/Juwet;
z.
Taman Lansia di Jalan Biliton Gubeng;
aa. Taman Flora di Jalan Bratang/Manyar/Ngagel Jaya Selatan; bb. Taman Pelangi di Ahmad Yani; cc. Taman Persahabatan di Jalan Sulawesi; dd. Taman Ekspresi di Jalan Gentengkali; ee. Taman Buah di JalanUndaan Kulon;
(Depan
49
ff. Taman Paliatif di Jalan Soka; gg. Taman Ade Irma Suryani di Jalan Panglima Sudirman. Larangan penyelenggaraan reklame ini berlaku untuk reklame yang diselenggarakan didalam area pagar bangunan yang bersangkutan, menempel pada pagar atau area bangunan yang bersangkutan, atau diluar area atau pagar yang dapat menutupi pandangan terhadap bangunan yang bersangkutan apabila dilihat dari arah jalan. 2.
Tarif Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (duapuluh
lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 disebutkan bahwa, untuk materi reklame rokok, besarnya nilai sewa reklame ditambah 25% (dua puluh lima persen). Untuk penambahan ketinggian sampai 15 m (lima belas meter) pertama dan kelipatannya, besarnya nilai sewa reklame ditambah 20% (dua puluh persen).Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu kelas jalan reklame, maka nilai pajaknya ditetapkan menurut kelas jalan yang tarifnya paling tinggi. Penetapan nilai pajak reklame dibulatkan keatas menjadi kelipatan Rp 100,00 (seratus rupiah). Ukuran luas dan ketinggian reklame, dibulatkan ke atas menjadi dua digit dibelakang koma. Setiap daerah kota atau kabupaten di Indonesia diberi kewenangan penuh oleh pemerintah pusat dalam menentukan besarnya tarif pajak reklame, hal ini dilakukan karena pada dasarnya pemerintah daerah
yang
mengetahui
kondisi
masing-masing
daerah
yang
bersangkutan.Sehingga kemungkinan terjadi perbedaan tarif Pajak Reklame antara
50
kota/kabupaten satu dan lainnya bisa terjadi, asalkan tarifnya tidak lebih dari 25% (dua puluh lima persen). 2.2.5 Tata Cara Perhitungan Pajak Reklame Besarnya pajak reklame yang terutang dapat dihitung berdasarkan hasil perkalian dari tarif pajak reklame sebesar 25% (dua puluh lima persen) dengan nilai sewa reklame yang dapat dihitung dengan mempertimbangkan beberapa komponen penentu besarannya, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Pajak Reklame = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame
2.2.6 Cara Pemungutan Pajak Reklame Pemungutan pajak reklame tidak dapat diborongkan.Hal ini, berarti bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak reklame tidak dapat diserahkan pada pihak ketiga. Tetapi, dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah besarnya kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
51
2.3
Pendapatan Asli Daerah
2.3.1 Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, definisi dari Pendapatan asli Daerah adalah pendapatan yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat (PAD) merupakan salah satu komponen penerimaan yang terbesar dalam sisi penerimaan daerah, sehingga sumber penerimaan ini harus terus ditingkatkan agar dapat menanggung pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa sumber penerimaan pendapatan asli daerah diperoleh dari : 1.
Pajak Daerah
2.
Retribusi Daerah
3.
Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan
4.
Lain-lain pendapatan asli yang sah
Penerimaan PAD merupakan tolok ukur kemandirian daerah, dimana semakin besar kontribusi PAD pada penerimaan daerah maka ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat dari segi bantuan keuangan juga cenderung semakin kecil. Penyelenggaraan pembangunan daerah akan berhasil jika didukung dengan
52
sumber-sumber penerimaan yang cukup dan memadai yang salah satunya bisa didapat dari penerimaan PAD. 2.3.2 Sumber Pendapatan Asli Daerah Penyelenggaraan pemerintahan daerah akandapat terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan sumber-sumber penerimaan daerah yang cukupmemadai.Penerimaan
daerah
merupakan
wujud
dari
pelaksanaan
desentralisasi fiskal yang terdiri atas Pendapatan dan Pembiayaan. Menurut Nurlan Darise (2009:42), Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan, sedangkan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang dihasilkan dengan mengoptimalkan potensi-potensi daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Berdasarkan
Undang-undang
Nomor
33
Tahun
2004
Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber PAD terdiri dari : 1.
Hasil Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada
orang pribadi atau badan, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintah di daerah dan pembangunan daerah (Nurlan Darise,
53
2009:43).Pajak merupakan sumber penerimaan daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan PAD.Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda). 2.
Hasil Retribusi Daerah Menurut Marihot Siahaan (2013:5), Retribusi adalah pembayaran wajib
dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan.Jasa yang dikenakan retribusi adalah jasa yang bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang dapat menikmati balas jasa atau kontraprestasi dari Negara secara langsung. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 objek Retribusi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bidang jasa, antara lain : 1. Retribusi Jasa Umum Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi jasa umum adalah : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f. Retribusi Pelayan Pasar;
54
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i.
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j.
Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l.
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; n. Retribusi Pengendalian Menara telekomunikasi; 2. Retribusi Jasa Usaha Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, yang meliputi : i.
Pelayanan dengan menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
ii. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta. Jenis retribusi jasa usaha adalah : a.
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b.
Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan;
c.
Retribusi Tempat Pelelangan;
d.
Retribusi Terminal;
e.
Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f.
Retribusi Tempat Penginapan atau Pesanggarahan atau Villa;
g.
Retribusi Rumah Potong Hewan;
55
3.
h.
Retribusi Pelayanan Kepelabuhan;
i.
Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
j.
Retribusi Penyebrangan Air; dan
k.
Retribusi Penjualan Produksi Daerah.
Hasil Perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah yang
berasal dari keuntungan bersih dari perusahaan milik daerah.Hasil perusahaan milik daerah merupakan komponen yang juga mempunyai peran penting sebagai penerimaan daerah yang berkontribusi besar dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah setelah pajak dan retribusi. Jenis pendapatan ini meliputi : a. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah b. Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank c. Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank d. Bagian Laba Atas Penyertaan Modal atau Investasi Perusahaan milik daerah adalah perusahaan dimana modal keseluruhan atau sebagiannya berasal dari modal daerah.Tujuan utama dari didirikannya perusahaan milik daerah pada dasarnya adalah untuk menambah pendapatan daerah, untuk memberikan jasa dan pelayanan kepada masayarakat, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.Bagian laba yang diperoleh dari perusahaan milik daerah yang disetor ke kas daerah nantinya
56
akandigunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah daerah dan anggaran belanja daerah. 4.
Lain-lain PAD yang sah Lain-lain pendapatan yang sah merupakan pendapatan yang tidak
termasuk dalam jenis pendapatan pajak, retribusi serta pendapatan perusahaan milik daerah.Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan keuangan Antara Pusat dan Daerah, Lain-lain PAD yang sah meliputi : a.
Hasil Penjualan Kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b.
Jasa Giro
c.
Pendapatan Bunga
d.
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta
e.
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.3.2 Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah daerah berkewajiban untuk selalu berupaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah khususnya pendapatan asli daerahagar tujuan pelaksanaa otonomi daerah bisa tercapai.Upaya peningkatan ini harus dilakukan secara
berkesinambungan
agar
penerimaannya
bisa
semakin
meningkat.Keberhasilan pemerintah daerah dalam rangka pembangunan daerah yang mandiri dan berkelanjutan tergantung pada kemampuan dan kreativitas sumber daya pemerintah dalam menggali dan memberdayakan potensi-potensi daerah sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan keuangan daerah.
57
Rachman Basri (dalam Halim, 2007:305) mengungkapakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah (potensi penerimaan daerah) adalah sebagai berikut : a.
Kondisi awal suatu daerah
b.
Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan
c.
Perkembangan PDRB per kapita riil
d.
Pertumbuhan penduduk
e.
Tingkat inflasi
f.
Pembangunan baru
g.
Sumber pendapatan baru
h.
Perubahan peraturan. Dalam rangka mencari sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan,
pemerintah daerah harus senantiasa meningkatkan penerimaan daerah melalui optimalisasi potensi-potensi daerah yang bisa dikembangkan melalui upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi.Keberhasilan upaya ini tidak hanya bergantung pada tingkat keprofesionalan kinerja dari aparatur pemerintah daerah tetapi juga harus didukung sepenuhnya oleh peran serta masyarakat daerah setempat sehingga dapat berjalan secara beriringan. 1. Intensifikasi Salah satu kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD adalah melalui upaya Intensifikasi.Ramdan Ruhedi (dalam Halim, 2004:105) mengemukakan bahwa Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan
58
atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti. Sebagai contoh upaya intensifikasi yang bisa dilakukan adalah melalui : a.
Perubahan Tarif Pajak. Kebijakasanaan merubah tarif pajak merupakan cara yang mudah diterapkan oleh pemerintah dan berdampak secara nyata terhadap peningkatan penerimaan pajak. Tetapi disisi lain kebijakan ini dapat berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian masyarakat, selain itu para investor yang merasa terbebani dengan kenaikan tarif pajak akan berusaha untuk mencabut investasinya dan berpindah investasi ke daerah yang tarif pajaknya lebih rendah.
b.
Peningkatan Sumber Daya Manusia Pengelola Pajak Daerah. Meningkatkan kualitas aparatur pemerintah pengelola pajak daerah dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan aparatur dalam program-program pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah khususnya mengenai pajak daerah.
c.
Meningkatkan kegiatan sosialisasi dan pengawasan kepada masyarakat, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya peran serta masyarakat dalam meningkatkan pajak daerah. Kegiatan seperti ini sangat perlu dilakukan, karena salah satu sistem perpajakan yang diterapkan pada pajak daerah adalah self assessment system, maka dari itu pemerintah daerah harus bersikap proaktif dalam memberikan penyuluhan
59
dan pengawasan pajak kepada masyarakat sehingga dapat mencapai target yang maksimal. 2. Ekstensifikasi Ekstensifikasi adalah upaya meningkatkan PAD dengan menggali sumber-sumber PAD yang baru tetapi harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.Selain itu upaya ekstensifikasi juga dapat dilakukan melalui kebijaksanaan pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada pemerintah daerah. Ekstensifikasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan dengan menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah baru khususnya yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah, tetapi pada pelaksanaanya kegiatan ekstensifikasi ini tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah dan peraturan yang berlaku. Eko Agus Budiyanto (dalam Halim, 2004:137) menjelaskan bahwa kriteria yang harus dipenuhi dalam menetapkan jenis pajak baru adalah sebagai berikut : a.
Objek pajak bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi
b.
Objek pajak terletak atau terdapat diwilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan hanya melayani masyarakat di wilayah daerah yang bersangkutan
c.
Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku
d.
Objek pajak merupakan objek pajak kabupaten/kota
e.
Potensinya memadai
60
f.
Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
g.
Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
h.
Menjaga kelestarian lingkungan. Sementara itu menurut Devas (dalam Abdul Halim, 2004:137), kriteria
yang harus dipertimbangkan untuk menilai kelayakan pajak daerah adalah sebagai berikut : a.
Berdasarkan hasil (yield) Yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak terhadap biaya pelayanan yang diberikan, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil yang akan didapat oleh pemerintah daerah.
b.
Keadilan (equity) Yaitu dasar pengenaan pajak dan kewajiban membayar bagi wajib pajak harus jelas, jangan sampai beban pajak dikenakan sekehendak pemerintah daerah. Adil juga dalam arti horizontal dan vertikal, maksudnya beban pajak untuk kelompok ekonomi haruslah sama.
c.
Prinsip efisiensi ekonomi Yaitu beban pajak jangan sampai menjadi penghambat para produsen berhenti berproduksi atau mengalihkan bidang usahanya atau bagi konsumen mengurangi konsumsi dan beralih ke barang alternatif lainnya.
d.
Kemampuan menerapkan undang-undang dan peraturan perpajakan harus mendapat dukungan secara politis dan administrasi yang baik.
e.
Kesesuaian beban pajak tertentu sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Prinsip ini menekankan kejelasan kepada daerah mana suatu beban
61
pajak harus dibayar oleh wajib pajak. Jadi jelas tempat terakhir dimana pajak itu harus dibayar, sehingga wajib pajak tidak mudah menghindar atau pindah ke daerah lain. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pajak merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi besar terhadap pembiayaan daerah. Karena sistem perpajakan daerah yang dianut di Indonesia adalah self assessment system, maka sudah semestinya pemerintah daerah bersikap proaktif dalam memberikan pelayanan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap proses pemungutan dan pengelolaannya. Upaya-upaya dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah tidak akan dapat berhasil secara optimaltanpa dukungan serta peran serta masyarakat daerah setempat. Salah satu wujud peran serta masyarakat yang dapat dilakukan sebagai wujud apresiasi dalam pemerintahan daerah salah satunya dengan aktif dan disiplin membayar pajak daerah. Dengan demikian pendapatan asli daerah dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap jalannya roda pemerintahan, karena pada dasarnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah berarti juga peningkatan kesejahteraan masyarakat. 2.4 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rima Adelina (2012) yang berjudul Analisis efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap pendapatan daerah di kabupaten
Gresik .Persamaan
pada
penelitian
ini
adalah
sama-sama
menggunakan analisis efektivitas dan kontribusi dalam mengukur kinerja.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan
62
Bangunan tahun 2007-2011 dikatakan sangat efektif dengan presentase lebih dari 100%. Hindarto Prasetyo Utomo pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan
Kudus Tahun 2000-
Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan
analisis kontribusi, sedangkan perbedannya terletak pada lokasi penelitian, yaitu berada di kabupaten kudus.Dalam menghitung besarnya potensi Pajak Reklame di Kabupaten Kudus, peneliti menggunakan teknik analisis elastisitas dan analisis kontribusi.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kontribusi Pajak Reklame di kabupaten Kudus terhadap Pendapatan Asli Daerah masih relatif kecil, yaitu ratarata sekitar 0,97% tiap tahunnya. I Made Budi Kusum Arsana A.B (2012) melakukan penelitian yang Analisis Efektivitas dan Efisiensi Pajak Reklame Serta Prospeknya di 2011.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis efektivitas dan efisiensi. Persamaan pada penelitian ini terletak pada salah satu tenknik analisisnya menggunakan analisis efektivitas, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, yaitu kota Badung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Badung dinilai sangat efektif, dengan rata-rata sebesar 110,10%. Sedangkan, tingkat efisiensi Pajak Reklame di Kabupaten Badung juga dinilai sangat efisien, dengan rata-rata tingkat efisiensi sebesar 16,07% per tahun.
63
Tabel 7 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti & Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian
Rima
Analisis
efektivitas Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Adelina,
dan
kontribusi efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan
2012
penerimaan
Pajak Bangunan tahun 2007-2011 dikatakan
Bumi dan Bangunan sangat efektif dengan presentase lebih (PBB)
terhadap dari 100%.
pendapatan daerah di kabupaten Gresik. Hindarto
Kontribusi
Prasetyo Utomo,
Reklame
2006
PAD
Pajak Kontribusi Pajak Reklame di kabupaten Terhadap
Kudus terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten masih relatif kecil, yaitu rata-rata sekitar
Kudus Tahun 2000- 0,97% tiap tahunnya. 2004. I
Made
Kusum
Budi Analisis Arsana dan
A.B, 2012.
Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten
Efisiensi
Reklame
Pajak Badung dinilai sangat efektif, dengan rata-rata Serta sebesar 110,10%. Sedangkan, tingkat efisiensi
Prospeknya Kabupaten Badung.
di Pajak Reklame di Kabupaten Badung juga dinilai sangat efisien, dengan rata-rata tingkat efisiensi sebesar 16,07% per tahun.
64
2.5 Rerangka Pemikiran
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Reklame
Realisasi
Target
Kontribusi Pajak Rekalme
Alat analisis : Analisis Laju pertumbuhan Pajak Reklame, Analisis kontribusi, dan Analisis Efektivitas.
Hasil Penelitian
Gambar 3. Rerangka Pemikiran