TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Terumbu Karang Negara Kepulauan Indonesia memiliki komunitas terumbu karang yang beraneka ragam, terdiri dari sekitar 400 spesies mulai dari karang tepi yang berada di sekitar pantai hingga at01 yang berada di tengah lautan (De Vantier dkk.,1998). Cesar (1997), komunitas terumbu karang di Indonesia yang mencapai 75.000 l d merupakan 118 dari luas areal terumbu karang di dunia. Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem dasar laut tropis yang komunitasnya didominasi oleh biota laut penghasil kapur, terutama karang batu (stony c o d ) dan algae berkapur (Calcareous algae). Terumbu karang berupa gugusan
karang yang terbentuk dari endapan masif kristal kalsium karbonat (CaCO3), berasal dari epidermis pada setengah bagian bawah kolom dan bintang karang @lip menetap), algae dan organisme penghasil kalsium karbonat tersebut. Terumbu karang mempunyai respon spesifik terhadap lingkungan sekitamya. Pertumbuhan yang pesat pada kedalaman rata-rata 2-15 m, dan &ya
merupakan faktor utama yang
mempengatuh distribusi vertikalnya (Nybakken, 1992). Karang pembentuk terumbu hanya dapat tumbuh dengan baik pada daerahdaerah tertentu, seperti pulau-pula yang sedikit mengalami proses sedimentasi (Suharsono, 1998). Laju regenerasi karang bervariasi menurut perbedaan spesies,
umur koloni clan lingkungannya. Koloni karang yang muda dan kecil tumbuh lebih cepat dari pada koloni yang lebih tua, dan jenis karang yang bercabang atau bdentuk daun lebih cepat tumbuh dari pada karang masif.
Tipe Terumbu Karang Nybakken (1992) mengelompokkan menjadi tiga s h u k h d mum, yaitu (a) terumbu karang tepi (Fringing reef/Shore reeJ), @) terumbu karang penghalang
(Barrier reen dan (c) terumbu karang cinch (Atol). Terumbu karang tepi yang paling umum dijumpai di perairan Indonesia (Suharsouo, 1996). Terumbu karang tepi (Fringing reej) tumbuh subur di daerah cukup ombak dengan kedalaman tidak lebih dari 40 m. Terumbu karang jenis ini ditemukan hampir diseluruh pantai Indonesia. Perhmbuhan terumbu karang dapat terhambat akibat perubahan suhu yang sering terjadi dan banyaknya endapan (Hardianto, dkk.,1998). Terumbu karang penghalang (Barrier reej) tedetak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam
untuk pertumbuhan karang batu (40-75 m). Umumnya terumbu karang penghalang memarjang menyusuri pantai dan biasanya berputar sealcan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Terumbu karang cincin (Aiol) berbentuk seperti cincin dan di tengahnya terdapat suatu goba dengan kedalaman 45 m. Terumbu ini bemunpu pada dasar yang cukup dalam hingga terumbu karang ini tidak dapat tumbuh lagi. Pertumbuhan dan Kelaugsungan h ~ a u plerumbu karang Ekosistem terumbu karang unsur utamanya berupa biota laut yang me&
m a r a t a n hidup karang batu (Stony coral) dan Zooxanthellae, yaitu : 1. Cahaya matahari, cahaya matahari sangat diperlukan zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dijaringan endodenn polip karang batu untuk proses fotosintesa (menghasilkan oksigen terlarut dalam air laut). Karena itu, endapan pada perairan yagn terdapat karang hidup, selain meughalangi penetrasi cahaya matahari ke dasar laut juga dapat menutupi mulut karang batu dan mematikan terumbu karang. 2. Kisaran suhu, karang batu dapat tumbuh baik pada perairan dengan suhu rata-rata >18 'C dan tumbuh normal pada suhu perairan 25-30
'c.
Suhu ekstrim dapat
mempengadu kehidupan karang batu, seperti proses produksi, metabolisme dan pemben-
karangka kapur sebagai kerangka luamya. Suhu perairan Indonesia
yang dikenal memiliki kekayaan dan keindahan terumbu karang berkisar antara 27-28 OC.
3. Salinitas (kadar garam), karang batu dikenal sebagai biota laut yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas air laut, yaitu antara 27-40 %. 4. Kejernihan air, sangat diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke
dasar laut Banyaknya partikel atau endapan di dalam air laut dapat menimbulkan kekeruhan yang dapat mengganggu pertumbuhan karang batu. 5.
Pergerakan air (arus), diperlukan untuk kelangsungan hidup karaog batu, karena karang batu hidup menetap (tidak dapat berpindah tempat), maka kebutuhan makanan dan oksigen di malam hari hanya dapat t v u h i oleh keberadaan arus yang membawa makanan dan oksigen ke tempat karang batu hdup (kebutuhan oksigen siang hari untuk proses fotosintesis woxanthellae di jaringan endoderm h a n g batu lebih dari cukup). Pergerakan air laut juga membantu membersihkan endapan yang menempel menutup mulut karang batu hidup.
6. Substrat dasar, yang keras dan bersih dari endapan diperlukan untuk penempelan
larva karang batu yang siap membentuk koloni baru. Terumbu karang terdiri atas ratusan ribu jenis karang batu (Stony coral) dari empat ordo, yakni Sceleractinia, Stolonifera, Coenothecalia, dan Milleporina. Sebagai biota yang paling dominan, karang batu mempunyai peran yang sangat penting,
karma itu kerusakan dan kematian karang batu dapat mengganggu serta mengubah lingkungan dan keseimbangan komunitas terumbu karang secara keseluruhan (Allister, 1989; Suharsono, 19%; Cesar, 1997).
Fungsi ekologi dan manfaat ekonomi terumbu mmng Terumbu karang merupakan salah satu komunitas yang memiliki produktivitas pnmer yang tmgg. Karena tingginya produktivltas tersebut, maka banyak kehidupan laut yang berasosiasi dengan menggantungkan hidup terhadap komunitas terumbu karang, oleh karena terumbu karang merupakan komunitas perairan yang sangat bemilai bagi ekosistem maupun kehidupan manusia. Ekosistem terwnbu karang mempunyai peran yang besar sebagai : (a) tempat tumbuh biota lain karena fungsinya sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan berbagai biota laut, (b) sumber plasma nuthh biota laut, (c) mencegah erosi clan mendukung terbentuknya pantai berpasir, dan (d) melindungi pantai dari
hempasan ombak dan keganasan badai, disamping melindungi berbagai bangunan fisik (Nybakkg 1986; Dahnri, &., 1996). Bagi manusia, terumbu karang bermanfaat sebagai : (a) sumber bahan baku
untuk berbagai macam kegiatan; seperti karang, batu dan pasir sebagai bahan bangunan, karang hitam (Black coral) sebagai bahan perhiasan, dan karang atau molusca sebagai bahan pen-
rumah, @) penghasil protein bagi penduduk, (c)
obyek wisata, (d) penangkal ombak atau pelindung usaha perikanan laguna, (e) pelindung pelabuhan kecil dari badai dan hempasan air laut, dan (f)kegunaan lainnya (Sukamo, 1995). Komunitas dan Kelompok Ikan Karang Ikan-ikan karang terdiri dari banyak sekali jenis tetapi masih tetap terbatas jumlahya dengan morfologi dm perilaku tertentu, demikian juga pola berenangnya tidak acak melainkan teratur, sehingga dari sebaran dan perilakunya dapat diperkirakan dari waktu ke waktu maupun dari tempat ke tempat (Hutomo, 1995).
Pada umumnya komunitas ikan karang yang hidup berasosiasi sangat dekat dengan ekosistem terumbu karang dapat dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yakni :
1. Jenis ikan indikator, hidupnya berasosiasi paling kuat dengan karang atau sangat bergantung dengan keberadaan karang di suatu perairan. Misalnya, ikan Kepekepe atau dari marga Chaetodon, Forcipiger, Parachaetodon, Coradion, Hemitaurichtys, dan Heniochus yang keseluruhan termasuk dalam suku Chaetodontidae.
2. Jenis ikan target, merupakan jenis ikan konsumsi atau memiliki nilai ekonomis penting yang hidup berasosiasi dengan ekosistem perairan karang.
3. Jenis ikan-ikan lainnya (Major group), merupakan jenis ikan yang tidak termasuk ikan indikator maupun ikan target diatas. Pada umumnya kelompok ini belum banyak diketahui peranannya selain dari rantai maltanan di dam, karena sebagian besar dari jenis ikan kelompok ini hidup dalam kelompok besar (schoolingjish).
Partisipasi Masyarakat Karakteristik Masyarakat Pesisir Menurut Sunoto (1997) masyarakat pesisir dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut jenis kegiatan utamanya, yaitu nelayan penangkap ikan dan nelayan petambak. Nelayan penangkap ikan adalah seseorang yang pekerjaan utamanya di sektor perikanan laut dan mengandalkan ketexsediaan sumberdaya ikan di alam bebas,
sedangkan nelayan petambak
adalah nelayan yang kegiatan utamanya
membudidayakan ikan atau sumberdaya laut lainnya yang berbasis pada daratan dan perairan dangkal di whyah pesisir.
Masyarakat nelayan penangkap ikan sangat rawan karem bergantung sepenuhnya terhadap keberdayaan sumber&ya alam yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh nelayan (Sunoto 1997). Nelayan tidak pernah mempunyai gambaran yang pasti tentang berapa pendapatan yang akan diperolehnya, suatu saat pendapatannya cukup besar akan tetapi di saat lain sama sekali tidak memperoleh hasil tangkapan. Ini disebabkan karena sifat tangkapan nelayan yang senantiasa bergerak dan berpindah-pindah tempat menjadikan tingkat pendapatan mereka cenderung tidak teratur (Nadjib 1998). Selain itu, pendapatan nelayan juga sangat dipen-
oleh jumlah nelayan yang beropemi di suatu daerah penangkapan
(fishing ground). Di daerah yang padat penduduknya, seperti pantai utara Jawa, sudah terjad kelebihan tangkap (over fishing) yang beralabat pada kecilnya volume hasil tangkapan yang pa& akhimya mempengaruhi pendapatan (PKSPL 1998). Dalam menangkap ikan tidak jarang nelayan hams berpisah dari keluarga berhari-hari. Hal ini menyebabkan pulangnya mereka ke rumah s e ~ dipergunakan g sebagai kesempatan beristirahat daripada berproduks~.Sedangkan nelayan petambak memiliki aksesibilitas terhadap sumberdaya dam relatif lebih baik dibanding nelayan tangkap. Keadaan tersebut memberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan ekonomi mereka (Sunoto 1997). Masyarakat pesisir memMci karakteristik tertentu yang khas dan unik. Sifat
ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang penkanan yang merupakan mata pencaharian utama. Karena usaha perikanan sangat dipen&
oleh faktor
lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruln oleh faktor-faktor tersebut (PKSPL 1998):
Ketergantungan pada kondisi lingkungan
Keberlanjutan atau keberhasilan usaha penkanan sangat bergantung pada kondisi lingkungan, khususnya air. Keadaan ini benmplikasi pada kondisi kehidupan sosial ekonomi masymkat pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir menjadi sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran, karena dapat menggunmg sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Ketergantungan paah musim
Ketergantungan pada musim mempakan karakteristik yang paling menonjol di masyarakat pesisir, terutama bagi nelayan kecil. Pada musim penangkapan para nelayan sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi
berkwang sehingga banyak nelayan menganggur. Kondisi ini mempunyai hphkasi besar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir secara umum dan kaum nelayan pada khususnya. Ketergantungan pada pasar
Berbeda dari petani, para nelayan dan petambak sangat tergantung tergantung pada keadaan pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang mereka hasilkan hams segera dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi keperluan hidup. Nelayan dan petambak h m s menjual sebagian besax hasilnya dan bersifat segera agar tidak membusuk. Kondisi ini menyebabkan nelayan dan petambak sangat peka terhadap harga. Perubahan harga produk perikanan sangat mempengambi kondisi sosial ekonomi mereka. Walaupun masyarakat pesisir dapat dikelompokkan menurut jenis kegiatan utamanya, namun pada umumnya hubungan sosial ekonomi mereka hampir sama (Sunoto 1997). Menurut PKSPL (1998) terdapat pola hubungan tertentu yang sangat
m u m dijumpai dikalangan nelayan dan petambak, yaitu pola hubungan yang bersifat patron-klien. Karena keadaan yang bun& maka para nelayan ked, buruh nelayan, petambak kecil dan b m h tambak seringkali meminjam uang dan barang-barang
untuk kehidupan sehari-hari dari jnragan atau para pedagang pengumpul. Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terkait dengan pihak jnragan atau pedagang, yaitu keharusan menjual prodnknya. Stratifikasi sosial yang sangat menonjol pada masyarakat nelayan dan petambak adalah stratifikasi yang berdasarkan penguasaan alat produksi (PKSPL 1998). Pada masyarakat nelayan, umumnya ada 3 strata kelompok, yaitu :
Strata pertama dan yang paling atas adalah mereka yang memiliki kapal motor lengkap dengan alat tangkapnya. Biasanya dikenal sebagai nelayan besar atau modem, tidak ikut melaut dan operasi penangkapannya diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang digunakan bisa mencapai 30an orang.
Strata kedua adalah mereka yang memdiki perahu dengan motor tempel. Biasanya pemihk ikut melaut memimpin kegiatan penangkapan. Bmuh yang ikut mungkm ada tapi terbatas dan biasanya hanya merupakan anggota keluarga saja.
Strata terakhir adalah buruh nelayan. Meskipun para nelayan kecil bisa juga merangkap menjadi buruh, tapi banyak pula buruh yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa, hanya tenaga mereka sendiri. Seringkali nelayan besar juga merangkap sebagai pedagang pengumpul.
Namun biasanya ada pedagang pengumpul yang bukan nelayan sehingga pedagang ini merupakan strata sendm.
Pengertian Partisipasi Beberapa pengertian tentang partisipasi dkemukakan oleh para ahli antara lain yang dikemukakan oleh Dusseldorp (1981) yang menulis tentang partisipasi di tingkat masyarakat pedesaan adalah suatu bentuk interaksi dan kumunikasi khas, yaitu
berbagi dalam kekuasaan clan tanggung jawab. Namun demikian partisipasi hukan berarti hanya ikut serta secara fisik tapi juga seem kejiwaan, seperti dikemukakan oleh Davis (1976) yang men-
partisipasi sebagai keterlibatan mental, pikiran
dan perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok tersebut dalam usaha mencapai tujuan berasama dan turut bertanggung jawab didalamnya. Partisipasi masyarakat sejak semula sudah dianggap menjadi unsur pelengkap penting dalam proses pembangunan nasional (Hamijoyo, 1993). Pengertian partisipasi oleh banyak ahli biasanya diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan maka akan merupakan upaya
peran. serta dalam pembangunan. Seperti yang dikemukakau oleh Slamet (1980) dalam Rauf (1981), partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi berhasilnya pembangunan. Pada mumnya dapatlah dikatakan bahwa tanpa partisipasi masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil. Pam ahli sering mengaitkan partisipasi dengan bagaimana upaya mendukung program pemerintah dan upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaa~ya berasal dari pemerintah. Seperti dikemukakan Hanafiah (1982), mengungkapkan bahwa peran serta tidak hanya pengertian ditingkat lokal serta turut serta, bersama atau individu, dalam proyek pemerintah atau tidak hanya dalam hubungan produksi, pengambilan keputusan dan pelaksanaan, tetapi harus lebih luas. Peranserta harus meliputi segenap kehidupan masyarakat dalam segala bentuk melalui komunikasi
sosial. Ditambahkan oleh Mubyarto (1984) bahwa peran serta masyarakat dalam pembangunan harus diartikan secara luas yaitu kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa harus mengorbankan kepentingan sendiri. Nampak dari pengertian mengenai partisipasi masyarakat yang telah dikemukakan diatas, maka jelaslah bahwa peran serta masyarakat secara aktif baik
secara moril maupun materiil, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama menjadi sedemikian pentingnya di dalam setiap bentuk kegiatan pembangunan, disebabkan karena dengan adanya dukungan masyarakat yang saling berinteraksi senantiasa memberikan harapan ke arah berhasilnya suatu kegiatan. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan adalah partisipasi dengan mengikut sertakan masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan rencana yang telah disepakaa bersama. Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dari pelaksanaan pembangunan. Pada kenyataannya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat bersifat vertikal maupun horisontal seperti Rahardjo (1985), menyatakan bahwa partisipasi vertikal berlangsung bila masyarakat berperanserta dalam suatu program yang dari atas, posisi masyarakat sebagai bawahan atau pengikut atau klien. Sedangkan partisipasi horisontal, bilamana masyarakat mampu berprakarsa, yakni setiap anggota masyarakat secara horisontal satu dengan yang lain berperanserta dalam kegiatankegiatan pembangunan.
Rahim (1975) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu : (1) Ikut memberikan
masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan atas masukan tersebut dan menilanati hasil pembangunan, (2) lkut memberikan masukan dan ikut menikmati hasil pembangunan, (3) lkut memberikan masukan dan menerima imbalan tanpa litut menikmati hasil pembangunan, (4) Menikmati hasil pembangunan tanpa memberikan masukan, dan (5) Memberi masukan tanpa menerima imbalan dan tidak ikut menikmati hasil pembangunan. Lebih lanjut Sudibyo, dkk., (1992) menyatakan lima ha1 yang menentukan kelengkapan partisipasi masyarakat, yaitu : (a) Adanya aliran informasi yang menggambarkan aliran informasi timbal-balk dari masyarakat yang disampaikan masyarakat melalui lembaga atau tokoh masyankat, (b) Konsultasi: masyarakat dilibatkan untuk berkonsultasi mengenai issue penting dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program, (c) Keputusan: masyarakat atau tokoh-tokoh masyarakat termasuk dari golongan sasaran program, terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan mengontrol jalannya program, (d) InisiatiE tidak semua ide-ide dan perencanaan datang dari luar, tetapi masyarakat memilila icebebasan untuk mengambil inisiatif dalam mengidentifisikan kebutuhan dan strategi dalam pelaksanaan program, dan (e) Masyarakat ikut mengevaluasi rencana dan pelaksanaan program. Tjokroamidjojo (1977) juga membedakan partisipasi ke dalam 3 tahapan, yaitu: (1) Keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan dalam perencanaan, (2) Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggungjawah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, (3) Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan. Sedangkan Ghazaly (1979) membagi partisipasi menjadi 2 tingkatan yaitu : (1) Tingkatan yang paling tinggi, dimana masyarakat secara khusus ambil bagian dalam suatu pembangunan secara penuh, (2) Tingkat yang lebih rendah
dimana setiap usaha pembangunan yang dilancarkan pemerintah atau pihak swasta mendapat dukungan dari masyarakat baik dalam bentuk moril maupun materiil. Dari berbagai uraian di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi seseorang dalam pembangunan dapat d~lakukanpada semua aspek dari suatu proses kegiatan perencanaan pembangunan, m u h dari perencanaan b g g a pemanfaatan hasil yang dicapai dari suatu pelaksanaan kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, jika masyarakat sejak awal ddibatkan secara penuh dalam suatu kegiatan maka dengan sendirinya akan timbul rasa memiliki dan tanggungjawab moral terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Partisipasi masyarakat dalam konteks pengelolaan ekosistem terumbu karang adalah suatu kegiatan menyusun rencana pengelolaan ekosistem tenunbu karang yang menyertakan masyarakat dalam kegiatan pemantauan sumberdaya, mendiskusikan hasil-hasil pemantauan, menyusun rencana kegiatan pada masa yang akan da@ng serta menyusun kesepakatan-kesepakatan pengelolaan berdasarkan pada kearifan adat atau budaya lokal, serta melakukan evaluasi pengelolaan. Nikijuluw (1994) menyatakan bahwa pengelolaan yang melibatkan atau partisipasi masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya
alam, misalnya penkanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya Selain mereka memiliki akar budaya yang kuat, biasanya tergabung dalam kepercayaannya. Nilai-nilai dalam masyamkat (virtue) biasanya ditransfer secara kuat dari generasi ke generasi yang tercakup dalam suatu sistem tradisional. Batasan masyarakat yang ikut berpartisipasi di dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang adalab masyarakat yang tinggamenetap disatu desa atau beberapa
desa dalam suatu kecamatan. Desa yang dimaksud berada di pesisir atau pulau temtama yang berbatasan langsung dengan pantai. Steakholders dalam pengelolaan ekosistem tenonbu karang ini adalah masyarakat desa yang berkepentingan langsung terhadap sumberdaya terumbu karang. Masyarakat desa yang berkepentingan langsung adalah masyarakat yang s e ~ mengadakan g aktivitas di sekitar perairan tennnbu karang. Aktivitas yang dimaksud misalnya menangkap ikan, berenang, menyelam untuk mengambil terumbu karang, melakukan budidaya penitanan sem nelayan yang sering melepasjangkar di kawasan terumbu karang. Panayatou (1992) dalam Pomeroy dan Williams (1994) menyatakan bahwa pendekatan secara tradisional ternyata berhasil memelihara pemanfaatan sumberdaya dam yang berkelanjutan, meningkatkan pemunbuhan desa, dan menjamin pendistribusian hsil secara adil diantara sesama anggota masyarakat desa. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat cukup banyak dikemukakan oleh para ahli misalnya Madrie (1986), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan,
umur, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan merupakan faktor pribadi yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Clusky (long, 1973), menghubungkan partisipasi dengan tingkat pengetahuan,
dimana seseomng yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok, cendenmg semakin tinggi partisipasiuya dalam kegiatan pembangunan. Ditambahkan oleh Soeryani, dkk., (1987) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan kerniskinan adalah merupakan faktor yang dapat mempenganh partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka akan lingkungan hidup. Hal ini selanjutnya akan memperdalam panahaman masyarakat
terhadap manfaat yang akan diperoleh dari kelestarian sumberdaya dam. Kerniskinan akan berpengaruh te.rhadap kerusakan lingkungan hidup, yang dalam ha1 ini kerniskinan berkaitan dengan rendahnya penghasilan dan jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang. Selanjutnya, jenis pekejaan seseorang akan bqengaruh terhadap kesempatan mereka untuk berpartisipasi, demikian pula dengan tingkat penghasilan. Schrool (1984), menyatakan bahwa masyarakat akan berpartisipasi apabila mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang tingkat kegiatan tersebut. Kurangnya pendidikan dan buta huruf tidaklah menjadi penghalang bagi keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, asal saja proses pengambilan keputusan tersebut diletakkan dalam jangkau ruang lingkup mereka dan melibatican persoalan-persoalan yang menyangkut diri mereka sendiri. Kuraug t e r d i w y a masyarakat secara formal bukan berarti masyarakat tidak mempunyai kecerdasan dan k d a n yang memberi kemampuan pada mereka untuk mengenal program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan membantunya mencapai taraf hidup yang leblh baik. hoses padisipasi, keterlibatan dan penga-
oleh masyarakat mengarah pada
penentuan taraf hidup yang lebih baik bagi masyarakat itu sendiri. Pangestu (1995), menyatakan yang mempengandu tingkat partisipasi seseorang meliputi dua hal, yaitu : (1) faktor internal, yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu dan (2) faktor &sternal, yang mrupakan faktor diluar karakteristik indlvidu. Faktor internal antara lain meliputi : umur, pendidlkan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha tani; sedangkan faktor ekstemal meliputi : hubungan antara pengelola dengan petani penggarap, pelayanan pengelola dan kegiatan penyuluhan. Sedangkan menurut Hadi (1995) bahwa ada dua &or
penghambat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
di Indonesia, yaitu faktor sosial dan budaya. S e m sosiologis, rendahnya tingkat pendidika serta keterbatasan akses untuk mendapatkan informasi akan berpengaruh pada tingkat partisipasi. Akibatnya akan mempersulit masyarakat untuk membayangkan dampak apa yang terjadi sebagai akibat dari proyek. Dari segi budaya, masib terdorongnya orang untuk menghmdari perbedaan pendapat dengan pemerintah maupun pimpinan panutan lainnya. Selain dari dua faktor di atas, kondisi politik dan budaya birokrasi para pengambil keputusan juga tunrt terkait. Para pengambil keputusan selama ini menganggap bahwa masyarakat dianggap tidak stabil untuk melakukan partisipasi karena tingkat pendidikan dan pengetahuannya rendah. Lebih lanjut menurut Sastopoetro (1998), faktor-faktor yang dapat mempengamhi partisipasi masyarakat terdiri dari tiga hal, yaitu : (a) keadaan sosial masyarakat, (b) kegiatan program pembangunan, dan (c) keadaan alam sekitar. Keadaan sosial meliputi pendidikan, pendapatan, kebiasaan dan kedudukan sosial dalam sistem sosial. Kegiatan program pembangunan merupakan kegiatan yang dimmuskan dan dikendaWran oleh pemerintah, sedangkan keadaan alam sekitar mencakup faktor fisik atau keadaan geografi daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat tersebut. Slamet (1985), menyatakan tentang syarat yang diperlukan agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pembangunan yaitu : kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Keberadaan kemauan, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan akan dipen@
oleh berbagai
faktor diseputar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan lainnya,
terutama faktor-faktor : umur, pendidikan (formal maupun non formal), ketrampilan, penghasilan, kelembagaan (formal maupun informal), kepemimpinan (normal
maupun informal), budaya lokal (norma, tradisi clan adat-istiadat), serta pengaturan dan pelayanan pemerintah. Pengembangan Partisiprsi Masyarawr Menurut Hadi (1995) adanya partisipasi masyarakat akan membawa penganth positif, dimana mereka akan bisa m e m a h d atau mengerti berbagai pennasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Untuk mencapai sasaran tersebut, dalam elemen partisipasi masyarakat yang harus dipenuhi adanya komunikasi dua arah yang t e r n menerus dan informasi yang berkenaan dengan proyek, program atau kebijaksanaan disampaikan dengan bennacam-macam teknik yang tidak hanya pasif dan formal tetapi juga aktif dan informal.
Agar masyarakat pantai mau ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan, maka perlu adanya upaya pemberdayaan masyarakat. Menurut Butar-butar (1998) pemberdayaan masyarakat pantai mencakup dua ha1 pokok, yaitu : 1.
Peningkatan
kemampuan
dan
ketrampilan masyarakat untuk
dapat
memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut, berikut upaya peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelestarian fungsi sumberdaya laut sebagai penyangga kehidupan di wilayah tersebut. 2. Peningkatan aksesibilitas masyrakat pantai terhadap kegiatan ekonomi yang mendorong kemampuan masyarakat pesisir untuk membudidayakan sumberdaya laut secara optimal. Peningkatan aksesibilitas ini sangat penting karena kurang lebih 60% penduduk hidup dan tinggal di daerah pesisir, dimana sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan.
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, Harper &lam Soesilowati (1997) menyebutkan terdapat empat strategi pemberdayaan masyarakat, Yaitu : 1.
Strategi Fasilitasi Strategi ini dipergunakan bila kelompok atau sistem yang dijadkan target mengetahui ada suatu masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. Melalui strategi ini para agen peubah diharapkan dapat bertindak selaku fasilitator. Oleh karena itu tugasnya seringkah membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi
ini dikenal dengan strategi kooperatif dimana agen peubah dan kliennya (masyarakat) bersama-sama mencan' penyelesaian. 2.
Strategi Edukatif Strategi ini membutuhkan waktu, khususnya dalam membentuk pengetahuan clan keahlian. Pendekatan hi harus memberikan suatu pemahaman baru dalam
mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi menjadi faktor penting untuk membuat pesan mudah dimengerti dan diterima oleh kelompok yang berbeda Karaketerstik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umum dipergunakan.
3.
Strategi Persuasif Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilah, dimana pesan disusun (terstruktnr) dan dipresentasikan. Pendekatan nu mengacu pada tingkat reduksi dimana agen peubah mempergunakan emosi dan hal-ha1 yang tidak rasional untnk melakukan perubahan. Persuasi lebih sering digunakan apabila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.
4.
Strategi Kekuasaan Praktek strategi kekuasaan yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Strategi kekuasaan menjadi efektif ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu singkat dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku ketimbang sikap (attrtude).
rengelulaan Ekosistem Terumbu Karang Sumberdaya terumbu karang perlu d~kelolasecara berkelanjutan (sustarnable), artinya keberadaan dan manfaat ekosistem ini harus lestari untuk menjamm kamampuan, kesejahteraan dan kualitas generasi masa kini dan depan basal 1, UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan t m j u d apabila laju regenerasi terumbu karang lebih
besar atau sama dengan laju kematian kematian dalam suatu periode waktu yang panjang. Konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang dapat diterapkan dengan menekankan pada kegiatan rehabilitasi dan konsewasi untuk memelihara laju pembuhan tenunbu karang, sebagai penyeimbang terhadap laju pemanfaatan yang mengalubatkan kematian tenunbu karang. Mengingat pertnmbuhan ekosistem terumbu karang sangat lambat maka rehabilitasi dilakukan dengan cara alami yaitu konsewasi, dengan maksud mengh~langkanpengaruh manusia terhadap ekosistem tenunbu karang pada periode waktu tertentu sehingga dapat dimanfaatkan kembai~. Upaya konsewasi dapat dilakukan dengan membuat kawasankonsewasi (zonasi).
Menurut Salm (1984), upaya membangun kawasan konservasi ini didasari oleh tiga prinsip, yaitu : 1. Terumbu karang berkembang disekitar batas fishya yang mencakup habitat
di dekatnya yang berinteraksi dengannya Semua habitat ini harus diperhatikan dan dikelola sebagai bagian dari satu kesatuan fungsional 2. Tennnbu karang memiliki kaitan yang sangat erat dengan proses dinamis
(arus, sungai dan pergerakan spesies) sampai daerah tertentu yang dapat terpengaruh oleh aktivitas disana. Aktivitas yang dimaksud perlu pengendalian agar komunitas di kawasan konservasi dapat bertahan hidup 3. Pada suatu daerah terumbu karang yang kritis, keanekaragaman karang dan
diperkirakan taksa terumbu mulai mengalami penunman. Kawasan inti dari kawasan konservasi t m b u h a n g harus seluas munglun untuk memelihara tingginya keanekaragaman biota t m b u karang. Supannoko (1997), dalam konsep pengelolaan sumberdaya terumbu karang
secara optimal haruslah menghti konsep hasil maksimum yang lestari atau muximum sustainable yield (MSY), yang didasari atas model perh~~~buhan biologi yang
menganggap bahwa setiap tingkat populasi tertentu yang lebih rendah dari daya dukung, surplus produksi terumbu karang tejadi dan dapat dipanen selamanya tanpa mengurangi jumiah ketersediaan tenunbu karang. Apabila tingkat pemanenan mendekati batas daya dukung, maka surplus produksi terumbu karang akan menurun mendekati angka no!. Jika tidak dipanen maka akan terjadi peningkatan jumlah persediaaa Apabila surplus produksi sama dengan hasil yang mantap maka MSY tercapai pada tingkat populasi pada saat surplus produksi yang tertinggi yaitu pada tingkat laju perumbuhan populasi maksimum. Sebagai sumberdaya dapat pulih, MSY ditemukan antara 40-60% dari daya tampung lingkungan.